Bab I Pro.docx

  • Uploaded by: Ajeng Titi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Pro.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,935
  • Pages: 45
31

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja, namun bila tidak dikendalikan secara tepat, benar dan kontinyu akan dapat mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional, karena sifatnya yang kronis dan umumnya mengenai usia produktif. Penyakit Tidak Menular (PTM) juga dikenal sebagai penyakit kronis dan tidak ditularkan dari satu orang ke orang lainnya. Penyakit-penyakit ini memiliki durasi panjang dan umumnya berkembang lambat. Laporan dari WHO tahun 2014 menunjukkan bahwa PTM sejauh ini merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terdapat 38 juta kematian dari 56 juta angka kematian dunia pada tahun 2012 disebabkan oleh PTM. Sebanyak tiga-perempat dari kematian yang disebabkan PTM (28 juta) terjadi di negara miskin dan negara berkembang. Penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia adalah hipertensi dan diabetes. Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistolik ≧140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≧90 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute) satu dari tiga pasien menderita hipertensi. Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut, dan kematian. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar 25,8%. Terjadi penurunan dibandingkan dengan laporan riskesdas tahun 2010, namun hal ini tetap menjadi permasalahan kesehatan masyarakat karena masih diatas 20% dari yang sudah ditetapkan WHO. Salah satu risiko penyebab hipertensi adalah penggunaan garam. Hal ini diperkirakan asupan garam berlebih bertanggung jawab terhadap 1,7 juta kematian di dunia pada tahun 2010. Permasalahan ini terjadi karena garam hampir digunakan sebagai penyedap tambahan pada setiap makanan. Konsumsi garam tertinggi masih terdapat di negara Asia Tengah dan Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan kebutuhan garam yang meningkat, kebiasaan mengonsumsi garam dalam jumlah banyak sejak usia dini, dan kurangnya pengetahuan dalam mengelola jumlah garam harian. Rekomendasi konsumis garam harian adalah sebanyak maksimal 3,5 g/hari. Jika pengelolaan garam bisa diperbaiki bukan tidak mungkin angka kematian dan komplikasi yang disebabkan hipertensi

32

menjadi berkurang. Penyakit tidak menular yang menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia berikutnya adalah diabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit dikarakteristikkan dengan penurunan tetap kontrol gula darah akibat terganggunya fungsi sel β pankreas, sehingga kontrol level target glikemik mendekati normal akan menjadi sulit. Salah satu tanda khas pada penyakit DM adalah hiperglikemia, yaitu adalah kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukan peningkatan terhadap penderita Diabetes Melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta di tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta di tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Laporan WHO di tahun 2014 menunjukkan bahwa obesitas menjadi salah satu penyumbang angka kejadian diabetes. Tidak terkontrolnya jumlah asupan kalori serta aktivitas fisik yang rendah mengakibatkan angka kejadian obesitas semakin meningkat yang tentunya meningkatkan pula angka kejadian DM. Banyaknya jumlah penderita DM menjadikan perlunya penatalaksanaan secara komprehensif guna menekan kejadian komplikasi yang dapat timbul. Tatalaksana non medis dinilai juga berperan penting, selain pemberian obatobatan. Salah satu tatalaksana non medis bagi penderita diabetes adalah terapi nutrisi. Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Edukasi mengenai terapi nutrisi medis diketahui memberi efek paling kuat dalam terapi DM, dibandingkan dengan olahraga relaksasi yang berefek paling lemah. Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat pelayanan PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) sebagai salah satu program di Puskesmas. PROLANIS tersebut merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS kesehatan yang menderita penyakit kronis

33

untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan yang efektif dan efisien. Adanya PROLANIS memberikan wadah untuk mengelola pasien hipertensi dan DM secara komprehensif. Dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa gizi seimbang memegang peranan penting dalam menurunkan angka kejadian dan tingkat keparahan penderita DM dan hipertensi ke arah yang lebih berat. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi seimbang merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus, Pedoman Gizi Seimbang, dan Pedoman Penanganan Hipertensi yang diterbitkan berdasarkan The Joint National Committee (JNC) 8 Guideline merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan penyakit diabetes dan hipertensi, baik untuk tenaga medis, orang awam sehat, dan penderita itu sendiri. Dengan latar belakang tersebut dan mengingat pentingnya pengetahuan penderita diabetes dan hipertensi tentang gizi seimbang maka kami memilih judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Prolanis Diabetes dan Hipertensi Terhadap Gizi Seimbang di Puskesmas Banyudono I Kota Boyolali.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti mengidentifikasi masalah yaitu: Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat terhadap gizi seimbang bagi penderita diabetes maupun hipertensi di Puskesmas Banyudono I Kota Boyolali?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat terhadap gizi seimbang bagi penderita diabetes maupun hipertensi di Puskesmas Banyudono I Kota Boyolali. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang gizi seimbang, meliputi jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori pada penderita diabetes maupun hipertensi di Puskesmas Banyudono I Kota Boyolali. b. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat terhadap gizi seimbang dengan melihat faktor yang terkait seperti: usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan pada penderita diabetes maupun hipertensi di Puskesmas Banyudono I Kota Boyolali.

34

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Prolanis Diabetes dan Hipertensi Terhadap Gizi Seimbang di Puskesmas Banyudono I Kota Boyolali. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai gizi seimbang sehingga dapat menurunkan angka kejadian dan tingkat keparahan penderita DM dan hipertensi ke arah yang lebih berat.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, yang meliputi: 1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut 2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

35

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum: 1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama: a. Riwayat Penyakit -

Gejala yang dialami oleh pasien.

-

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

-

Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).

-

Riwayat penyakit dan pengobatan.

-

Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

b. Pemeriksaan Fisik -

Pengukuran tinggi dan berat badan.

-

Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan jantung

-

Pemeriksaan kaki secara komprehensif

c. Evaluasi Laboratorium

36

-

HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.

-

Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

d. Penapisan Komplikasi Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan : -

Profil lipid dan kreatinin serum.

-

Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.

-

Elektrokardiogram.

-

Foto sinar-X dada

-

Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter spesialis mata atau optometris.

-

Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.

37

1. Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. 2. Terapi Nutrisi Medis (TNM) Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 3. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien. 4. Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

a. Obat Antihiperglikemia Oral

38

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: 1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid 1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. 2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD) 1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. 2. Tiazolidindion

(TZD)

merupakan

agonis

dari

Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi

39

cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone. 3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR ≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. 4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).

5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

40

Tabel 2. Profil obat antihiperglikemia oral di Indonesia

Golongan Obat

Efek Samping

Penurunan

Utama

HbA1c

Cara Kerja Utama

BB naik Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

1,0-2,0% hipoglikemia

BB naik Glinid

Meningkatkan sekresi insulin

0,5-1,5% hipoglikemia

Menekan produksi glukosa hati &

Dispepsia, diare,

Metformin

1,0-2,0% menambah sensitifitas terhadap insulin

Penghambat

asidosis laktat

Flatulen, tinja Menghambat absorpsi glukosa

Alfa-Glukosidase

Tiazolidindion

0,5-0,8% lembek

Menambah sensitifitas terhadap insulin

Edema

0,5-1,4%

41

Penghambat

Meningkatkan sekresi insulin,

DPP-IV

menghambat sekresi glukagon

Penghambat

Nenghambat reabsorpsi glukosa di

SGLT-2

Sebah, muntah

0,5-0,8%

ISK

0,5-0,9%

tubuli distal ginjal

b. Obat Antihiperglikemia Suntik 1) Insulin Tabel 3. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja Puncak Jenis Insulin

Lama

Awitan (onset)

Kemasan Efek

Kerja

Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog) Insulin Lispro (Humalog®) Pen/cartridge Insulin Aspart 5-15 menit

1-2 jam

4-6 jam

Pen, vial

(Novorapid®) Pen Insulin Glulisin

42

(Apidra®) Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler )

Humulin® R Vial, Actrapid®

30-60 menit

2-4 jam

6-8 jam pen/cartridge

Sansulin® Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)

Humulin N® Vial, Insulatard®

1,5–4 jam

4-10 jam

8-12 jam pen/cartridge

Insuman Basal®

Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)

Insulin Glargine (Lantus®)

1–3 jam

Hampir tanpa 12-24 jam

Insulin Detemir (Levemir®)

puncak

Pen

40

Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)

Degludec (Tresiba®)*

Hampir tanpa

Sampai 48

puncak

jam

30-60 menit

Campuran (Premixed) (Insulin Manusia) 70/30 Humulin® (70% NPH, 30% reguler)

30-60 menit

3–12 jam

70/30 Mixtard® (70% NPH, 30% reguler)

Campuran (Premixed, Insulin Analog) 75/25 Humalogmix® (75% protamin lispro,

12-30 menit

1-4 jam

25% lispro) 70/30 Novomix® (70%

NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro. Nama obat disesuaikan dengan yang tersedia di Indonesia. 2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

41

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

c. Terapi Kombinasi Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis

42

insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.

Rekomendasi Nutrisi pada Diabetes Melitus Rekomendasi nutrisi pada diabetes mencakup rekomendasi untuk pencegahan diabetes primer, pengendalian diabetes (pencegahan diabetes sekunder), pengendalian komplikasi diabetes

(pencegahan

diabetes

tersier),

diabetes dengan komplikasi akut, dan untuk penyandang diabetes dengan keadaan khusus. Rekomendasi nutrisi untuk

pencegahan diabetes primer

pada individu yang berisiko tinggi untuk diabetes tipe 2, program terstruktur yang menekankan pada perubahan gaya hidup yakni mencakup penurunan berat badan (7% dari total berat badan) dan aktivitas fisik secara teratur (150 menit / minggu), dengan strategi diet termasuk mengurangi kalori dan asupan lemak, dapat mengurangi risiko diabetes.

Individu yang berisiko tinggi untuk dia-betes tipe 2 harus dianjurkan untuk diet tinggi serat (14 g serat / 1000 kkal) dan makanan biji-bijian yang masih mengandung kulit utuh (whole grains). Belum terdapat cukup informasi yang

43

konsisten untuk menyimpulkan bahwa ma-kanan dengan indeks glisemik rendah dapat mengurangi risiko diabetes; namun demiki-an, tetap dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah yang kaya serat dan nutrisi penting lainnya. Beberapa studi observasional melaporkan bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah sedang (14-45 gr alkohol per hari) dapat me-ngurangi risiko untuk diabetes juga penyakit kardiovaskuler, namun data-data tersebut ti-dak mendukung dalam menganjurkan kon-sumsi alkohol kepada individu-individu de-ngan risiko diabetes.

Rekomendasi nutrisi untuk pengendalian diabetes (Pencegahan diabetes sekunder) 1.

Pengaturan karbohidrat

Pola diet yang mencakup karbohidrat dari buah-buahan, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan susu rendah lemak dianjurkan dalam terapi gizi pasien diabetes. Mengatur jumlah karbohidrat, berupa total kalori, pertukaran jenis karbohidrat atau estimasi berbasis pengalaman, tetap menjadi strategi utama dalam mencapai kontrol glikemia. Pengetahuan tentang penggunaan indeks glisemik dapat memberikan manfaat tambah-an dalam mengatur jumlah karbohidrat yang akan dikonsumsi. Makanan yang mengandung sukrosa da-pat menggantikan karbohidrat lain dalam pengaturan diet, atau jika ditambahkan ke dalam diet maka haruslah disesuaikan de-ngan jumlah insulin yang akan digunakan atau penggunaan obat anti

diabetik

44

lainnya.Hal ini perlu diperhatikan dengan baik guna menghindari kelebihan asupan energi. Penyandang diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi berbagai makanan yang me-ngandung serat; namun, masih kurangnya bukti ilmiah yang merekomendasikan bahwa penyandang diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi serat yang lebih banyak dari-pada populasi secara keseluruhan. Pemanis alkohol non gizi adalah aman jika dikonsumsi dalam tingkat asupan harian yang ditetapkan oleh FDA.

2.

Pengaturan lemak dan kolesterol

Pengaturan diet lemak makanan pada pe-nyandang diabetes adalah dengan membatasi konsumsi asam lemak jenuh, asam lemak trans, dan asupan kolesterol sehingga me-ngurangi risiko penyakit kardiovaskuler se-bab ketiganya merupakan komponen diet yang merupakan penentu kadar kolesterol LDL plasma. Berdasarkan beberapa penelitian tentang diet asam lemak jenuh dan asam lemak trans pada penyandang diabetes, disimpulkan bah-wa konsumsi asam lemak jenuh yang dire-komendasikan adalah < 7% dari energi total, konsumsi asam lemak trans yang seminimal mungkin, dan asupan kolesterol < 200 mg/hari. Konsumsi asam lemak omega-3 yang ber-asal dari ikan atau dari suplemen, terbukti dapat menurunkan risiko kejadian kardio-vaskuler, sehingga dianjurkan penyandang diabetes untuk mengkonsumsi ikan segar sebanyak dua atau tiga kali per minggu.

45

Pemberian diet Mediteranian, dimana a-sam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsa-turated fatty acid) diganti dengan asam le-mak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid), terbukti dapat menurunkan mor-talitas pada komunitas lanjut usia di Eropa sebesar 7%. Sterol dan stanol ester yang berasal dari tumbuhan, dapat menghambat penyerapan kolesterol di intestinal yang berasal dari makanan dan dari empedu. Dalam masya-rakat umum dan pada penyandang diabetes tipe 2, asupan 2 g / hari sterol dan stanol telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol total plasma dan kolesterol LDL.

3.

Pengaturan protein

Asupan protein bagi penyandang diabetes adalah sama dengan masyarakat umumnya dan biasanya tidak melebihi 20% dari asupan energi total. Kualitas sumber protein yang baik adalah sumber protein yang mengan-dung asam-asam amino esensial yang lengkap yakni mencakup sembilan jenis asam amino esensial. Diet tinggi protein tidak direkomendasi-kan sebagai metode untuk menurunkan berat badan pada penyandang diabetes, sebab efek jangka panjang serta komplikasi dari asupan protein melebihi 20% dari kalori total harian masih belum diketahui pasti. Penerapan diet tinggi protein yang dikombinasikan dengan latihan ketahanan (resistance training) dapat menghasilkan penurunan berat badan, perbaikan

profil glukosa darah, lingkar ping-gang dan penanda risiko

kardiovaskuler lain-nya, namun apakah keadaan tersebut akan tetap berlanjut dalam jangka panjang serta efek samping pada fungsi ginjal masih belum diketahui.

46

Rekomendasi nutrisi untuk pengendalian komplikasi diabetes (pencegahan diabetes tersier)

Komplikasi mikrovaskuler Perkembangan

komplikasi

dari

diabetes

dapat

dihambat

dengan

memperbaiki kontrol glukosa darah, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi asupan protein.11 Asupan protein normal (15-20% dari kalori total) tidak berhubungan dengan risiko berkem-bangnya suatu nefropati diabetes, juga efek jangka panjang terhadap terjadinya nefropati akibat asupan protein diet yang lebih dari 20% masih belum dapat dipastikan. Pada penyandang diabetes yang telah mengalami mikro-albuminuria, pengurangan asupan protein telah terbukti meningkatkan laju filtrasi glomerulus. dan dapat mengu-rangi ekskresi albumin urin. Pembatasan asupan protein sejumlah 0,8 gr/kg berat ba-dan/hari pada penyandang diabetes dengan makroalbuminuria menunjukkan adanya per-lambatan dari penurunan laju filtrasi glomerular. Pembatasan asupan protein harus-lah mempertimbangkan kebutuhan untuk mempertahankan status gizi yang baik pada individu dengan gagal ginjal kronis. Pada beberapa studi menunjukkan bahwa pem-berian protein nabati lebih baik dibanding-kan protein hewani pada individu dengan gagal ginjal.

Penanganan risiko penyakit kardiovaskuler

47

Berdasarkan studi observasional dari The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) peningkatan risiko penyakit kar-diovaskuler sebanding dengan

pening-katan

kadar

HbA1c,

sehingga

direkomen-dasikan

untuk

mempertahankan kadar HbA1c se-normal mungkin tanpa komplikasi hipoglikemia yang berarti. Hipertensi merupakan salah satu prediktor adanya perburukan dari komplikasi mikro dan makrovaskuler dari diabetes, sehingga hal ini dapat dicegah dan diatasi dengan penurunan berat badan, aktivitas fisik teratur, mengurangi konsumsi alkohol, dan pengatur-an diet. Dianjurkan diet yang kaya dengan buahbuahan, sayuran, dan produk susu ren-dah lemak, termasuk biji-bijian utuh, ikan dan kacang-kacangan serta mengurangi lemak yang berasal dari daging yang berwarna merah, permen, dan minuman yang mengan-dung gula. Terapi gizi medis untuk penge-lolaan hipertensi berfokus pada penurunan berat badan dan mengurangi asupan natrium sebab pengurangan asupan natrium akan berefek pada penurunan tekanan darah dan efek yang sama juga didapatkan pada penurunan berat badan. Beberapa studi meta-analisis menjelaskan hubungan antara asupan natrium dan tekanan darah dimana dengan pembatasan sedang natrium (sodium 2.400 mg/hari (100 mmol) atau natrium klorida (garam dapur) 6.000 mg/hari) dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 5 mmHg untuk sistolik dan 2 mmHg untuk tekanan darah diastolik pada subyek hipertensi dan pengurangan dari 3 mmHg untuk sistolik dan 1 mmHg untuk tekanan darah diastolik pada subyek normal. Terapi gizi medis pada penyandang diabetes dengan dislipidemia adalah dengan membatasi konsumsi asam lemak jenuh dan asam lemak trans < 7% dari

48

total kalori, dan asupan kolesterol < 200 mg/hari, meningkat-kan konsumsi serat terlarut (soluble fibre) sejumlah 10-25 gr/hari, stanol/sterol dari tumbuhan 2 gr/hr, menurunkan berat badan dan melakukan aktivitas fisik. Pemberian suplementasi dengan minyak ikan yang me-ngandung asam lemak omega-3 dapat direkomendasikan.

Rekomendasi nutrisi pada penyandang diabetes dengan komplikasi akut dan pada pasien diabetes dengan keadaan khusus.

Hipoglikemia Pada penyandang diabetes yang meng-gunakan insulin atau insulin sekretagog, adanya perubahan pada aktivitas fisik atau perubahan pada asupan makanan dapat me-nyebabkan keadaan hipoglikemia (glukosa plasma < 70 mg/dL) sehingga dibutuhkan asupan glukosa atau makanan yang me-ngandung glukosa. Untuk hipoglikemia yang disebabkan pemberian insulin, 10 gr glukosa oral dapat meningkatkan kadar glukosa plasma 40 mg/dL selama 30 menit, sedangkan 20 gr glukosa oral dapat meningkatkan kadar glu-kosa plasma 60 mg/dL selama 45 menit. Biasanya kadar glukosa plasma akan me-nurun 60 menit setelah pemberian glukosa, sehingga untuk keadaan hipoglikemia kadar glukosa plasma harus diperiksa pada 60 menit sesudah pemberian glukosa. Penam-bahan protein atau lemak tidak mempenga-ruhi respon glisemik dan tidak mencegah hipoglikemia berulang.

49

Keadaan penyakit akut Keadaan penyakit akut dapat mencetuskan hiperglikemia juga ketoasidosis sehingga diperlukan monitoring kadar glukosa plasma dan keton, pemberian cairan yang adekuat, pemberian insulin atau obat-obatan penurun kadar glukosa serta asupan karbohidrat. Pada orang dewasa, pemberian 150-200 gr karbohidrat per hari (45-50 gr setiap 3 - 4 jam) adalah cukup untuk mencegah ketosis akibat kekurangan asupan kalori.

Penyandang diabetes dalam fasilitas perawatan medis Hiperglikemia pada pasien dalam pera-watan medis adalah hal yang sering terjadi. Keadaan ini merupakan salah satu faktor prognostik buruk yang dihubungkan dengan mortalitas pada pasien dengan atau tanpa diabetes sehingga dengan mengoptimalkan kontrol glukosa akan memberikan prognosis yang lebih baik. Kebutuhan kalori harian pada pasien da-lam perawatan medis adalah 25-30 kkal/kg berat badan per hari, atau 200 gr karbohidrat per hari yang dibagi seimbang antara makanan pokok dan makanan selingan. Untuk pemberian makanan melalui pipa lam-bung, jenis formula standar yang mengandung 50% karbohidrat dapat digunakan. Untuk pasien pasca bedah, makanan haruslah diberikan sesegera mungkin setelah dapat ditolerir.

Pasien diabetes dengan kehamilan dan laktasi

50

Pada penyandang diabetes dengan keha-milan, pengaturan energi dan asupan karbo-hidrat adalah berdasarkan respons glukosa plasma dengan tetap mempertimbangkan kebiasaan makan pasien. Seiring dengan per-kembangan janin, maka glukosa secara terus-menerus akan diambil dari ibu, sehingga perlu adanya pengaturan pola makan ibu yang mencakup konsistensi waktu makan serta jumlah asupan makanan untuk mencegah ri-siko hipoglikemia. Pencatatan mengenai jumlah dan jenis makanan, serta kadar gula darah harian akan memberikan informasi berharga dalam menentukan pemberian insulin dan penyesuaian terhadap perencanaan diet. Terapi gizi medis pada penyandang dia-betes melitus gestasional harus dilaksanakan saat pertama kali didiagnosis. Pemberian terapi insulin diperlukan dalam mengontrol kadar glukosa plasma, serta untuk mengu-rangi risiko komplikasi perinatal. Diet rendah kalori pada kehamilan yang obes dengan diabetes melitus gestasional dapat menyebabkan ketonemia dan keton-uria. Akan tetapi, dengan pembatasan kalori sedang (30% dari total kebutuhan energi) dapat memperbaiki kontrol

glukosa serta menurunkan pertambahan berat badan tanpa

menyebabkan ketonemia. Jumlah karbohidrat yang digunakan adalah

dengan

mempertimbangkan kadar

berat

badan, dan

glukosa plasma, rasa lapar, pertambahan

kadar keton. Pengaturan

makanan pokok dalam jumlah

kecil

diet dapat dibagi dalam tiga porsi hingga

sedang, beserta makanan

selingan sebanyak dua sampai empat kali per hari. Pemberian makanan selingan pada malam hari dibutuhkan untuk mencegah ketosis pada malam hari.

51

Pada ibu laktasi

dengan diabetes, biasa nya

kebutuhan

insulin

harian lebih rendah dari biasanya, hal ini disebabkan karena sejumlah kalori yang harus digunakan untuk menyusui dan merawat bayi. Pada ibu dengan laktasi sering ditemui adanya fluktuasi pada kadar glukosa darah, hal ini berhubungan dengan waktu merawat bayi, sehinga dibutuhkan makanan selingan yang mengandung karbohidrat sebelum atau sementara menyusui. Penatalaksanaan

terapi

gizi medis

pada

penyandang

diabetes

yang lanjut usia (lan-sia) membutuhkan perhatian khusus. Pembatasan asupan makanan pada individu lansiatidak dianjurkan mengingat bahaya terjadinya malnutrisi dan dehidrasi, sehingga untuk kontrol gula darah lebih difokuskan pada terapi farmakologis. Menurunkan berat badan pada penyandang diabetes lansia dengan berat

badan

lebih

harus

dievaluasi

secara

hati-hati.

Suplementasi dengan multivitamin harian dapat diberikan, khususnya pada individu dengan asupan gizi yang kurang.

Hipertensi Definisi Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah terhadap dinding arteri dalam jangka waktu lama. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Hipertensi ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥140 dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan

52

pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.

Epidemiologi American Heart Association {AHA} menyatakan penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran oleh tenaga kesehatan pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %). Prevalensi hipertensi cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan laki-laki. Sebanyak 42% kejadian hipertensi terjadi lebih banyak pada masyarakat yang tidak sekolah. Sebanyak 29,2% penderita hipertensi tidak bekerja. Penderita hipertensi sedikit lebih banyak tinggal di daerah perkotaan dibandingkan di pedesaan.

Klasifikasi Berdasarkan etiologinya, hipertensi diklasifikasikan menjadi : 1. Hipertensi primer/esensial : hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.

53

2. Hipertensi sekunder : akibat suatu penyakit atau kelainan mendasari, seperti stenosis

arteri

renalis,

penyakit

parenkim

ginjal,

feokromositoma,

hiperaldosteronisme, dan sebagainya.

JNC VII membagi hipertensi menjadi tiga kategori, yaitu pre hipertensi, hipertensi grade 1, hipertensi grade 2. Klasifikasi

Tekanan darah sistolik Tekanan (mmHg)

(mmHg)

Normal

< 120

< 80

Prehipertensi

120-139

80-89

Hipertensi stage I

140-159

90-99

Hipertensi stage II

> 160

> 100

darah

diastolik

Tabel 4. Klasifikasi Hipertensi (JNC VII)

2.5.4. Patogenesis Hipertensi Primer Hipertensi primer merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah : 1. Faktor risiko : Faktor risiko hipertensi dapat dibagi dua, yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin, genetik, dan ras. Faktorfaktor yang dapat dimodifikasi yaitu diet dan asupan garam, stress, obesitas, merokok. 

Usia

54

Umurnya seseorang yang berisiko menderita hipertensi adalah usia diatas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40 walaupun dapat terjadi pada usia muda.11 Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30- 50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun. 

Jenis kelamin Data di Amerika menunjukan bahwa sampai usia 45 tahun tekanan darah laki-laki lebih tinggi sedikit dibandingkan wanita, antara usia 45 tahun sampai 55 tahun tekanan natara laki-laki dan wanita relatif sama, dan selepas usia tersebut tekanan darah wanita meningkat jauh daripada laki-laki. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh pengaruh hormon. Pada usia 45 tahun, wanita lebih cenderung mengalami arteriosklerosis, karena salah satu sifat estrogen adalah menahan garam, selain itu hormon estrogen juga menyebabkan penumpukan lemak yang mendukung terjadinya arteriosclerosis.



Genetik Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita

55

hipertensi. Pada 70-80 kasus hipertensi esensial didapatkan juga riwayat hipertensi pada orang tua. 

Ras Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam daripada orang yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin lebih besar.



Asupan garam Garam membantu menahan air di dalam tubuh, the American Heart Association step II menganjurkan, seseorang rata-rata mengkonsumsi tidak lebih dari 2400mg garam per hari, terutama orang yang peka terhadap garam. Diet garam yang berlebihan dapat menyebabkan baik hipertensi. Karena garam menahan air akan meningkatkan

volume

darah

yang

akan

mengakibatkan

bertambahnya tekanan dalam arteri. 

Asupan karbohidrat dan lemak Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial,

metabolisme

normal

lemak,

menghemat

protein,

meningkatkan pertumbuhan bakteri usus, mempertahankan gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral dan vitamin.

56

Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid darah dalam lipoprotein (kolesterol dan trigliserida). Hal ini berkaitan dengan intake lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Keadaan tersebut akan menimbulkan resiko terjadinya artherosklerosis. Metabolisme karbohidrat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia adalah mulai dari pencernaan karbohidrat di dalam usus halus berubah menjadi monosakarida galaktosa dan fruktosa di dalam hati kemudian dipecah menjadi glikogen dalam hati dan otot. Kemudian glikogen dipecah menjadi glukosa dirubah dalam bentuk piruvat dipecah menjadi asetil KoA sehingga akhirnya terbentuk karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak diperlukan, asetil KoA tidak memasuki siklus TCA tetapi digunakan untuk membentuk asam lemak, melakukan esterifikasi dengan gliserol (diproduksi dalam glikolisis) dan menghasilkan trigliserida. Pembuluh darah koroner yang menderita artherosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang nantinya akan memicu terjadinya hipertensi. Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid darah dalam lipoprotein (kolesterol dan trigliserida). Metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi adalah Lipoprotein sebagai alat angkut lipida bersirkulasi dalam tubuh dan dibawa ke sel-sel

57

otot, lemak dan sel-sel lain begitu juga pada trigliserida dalam aliran darah dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler. Reseptor LDL oleh reseptor yang ada di dalam hati akan mengeluarkan LDL dari sirkulasi. Pembentukan LDL oleh reseptor LDL ini penting dalam pengontrolan kolesterol darah. Di samping itu dalam pembuluh darah terdapat sel-sel perusak yang dapat merusak LDL, yaitu melalui jalur sel-sel perusak yang dpat merusak LDL. Melalui jalur ini (scavenger pathway), molekul LDL dioksidasi, sehingga tidak dapat masuk kembali ke dalam aliran darah. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi artherosklerosis. Pembuluh darah koroner yang menderita artherosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik. Naiknya tekanan sistolik karena pembuluh darah tidak elastis serta naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan pembuluh darah disebut juga tekanan darah tinggi atau hipertensi. 

Kegemukan Perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu

terjadinya

58

resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus. 2. Sistem saraf simpatis -

Tonus simpatis

-

Variasi diurnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi: endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir. 4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan aldosterone. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiostensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I. oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah manjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada

59

ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume tekanan darah.

Gambar 2. Faktor-faktor Terhadap Pengendalian Tekanan Darah. Diagnosis 1. Anamnesis Sebagian besar pasien hipertensi tidak menunjukkan gejala, sampai timbulnya gejala akibat komplikasi target organ. Gejala yang mungkin

60

terjadi adalah nyeri kepala yang terasa seperti berputar, atau penglihatan kabur. Pasien juga harus ditanyakan mengenai kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, seperti penggunaan obat-obatan berupa kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan, dan NSAID; riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Selain itu, faktor-faktor risiko kardiovaskular berupa merokok, aktivitas fisik yang kurang, riwayat dyslipidemia, riwayat diabetes mellitus, dan riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun dan perempuan <65 tahun) juga harus ditanyakan kepada pasien.

2. Pemeriksaan fisik Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali dalam setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan, maka diagnosis hipertensi dapat ditegakkan. 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menilai komplikasi yang telah terjadi. I.

Laboratorium : darah lengkap, ureum, kreatinin, gula darah, lemak darah, elektrolit, kalsium, asam urat, dan urinalisis.

II.

Pemeriksaan lainnya : elektrokardiografi, funduskopi, rontgen thorax, ekokardiografi.

61

Gambar 3. Algoritma penegakkan diagnosis hipertensi

Tatalaksana Secara umum, tatalaksana hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu modifikasi gaya hidup dan terapi medikamentosa. 1. Modifikasi gaya hidup Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

62



Penurunan berat badan : Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia. Target indeks masa tubuh dalam rentang normal untuk orang Asia-Pasifik 18.5 – 22.9 Kg/m2. Penurunan berat badan per 10 kg akan menurunkan tekanan darah sebesar 5-20 mmHg.



Diet : Pola diet yang baik untuk hipertensi mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak jenuh/lemak total.



Penurunan asupan garam : Konsumsi NaCl yang disarankan adalah <6 gram/hari. Tekanan darah dapat menurun 2-8 mmHg bila membatasi asupan garam.



Aktivitas fisik : Target aktivitas fisik yang disarankan minimal 30 menit/hari, minimal 3x/minggu. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya. Penurunan tekanan darah yang diharapkan sebesar sebesar 4-8 mmHg.



Pembatasan konsumsi alkohol : Konsumsi alcohol dibatasi tidak lebih dari dua gelas./hari pada pria dan kurang dari satu gelas/hari

63

pada wanita. Penurunan tekanan darah yang diharapkan sebesar 2-4 mmHg. 2. Terapi Medikamentosa Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :disarankan pemberian obat dosis tunggal, pemberian obat generik bila sesuai dan dapat mengurangi biaya, berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 – 80 tahun dengan memperhatikan faktor komorbid, jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs), dan berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin control dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Frekuensi kontrol untuk hipertensi derajat 2 harus lebih sering. Setelah mencapai target dan stabil, frekuensi kunjungan diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan sekali.

64

65

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Hipertensi (JNC 8, 2014)

Tabel 6. Jenis obat antihipertensi oral

Komplikasi Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah 1. Serebrovaskular : stroke, transient ischemic attack, demensia vascular; 2. Mata : retinopati hipertensif; 3. Kardiovaskular : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner; 4. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis

66

5. Arteri perifer : klaudikasio intermiten. Penatalaksanaan Diet Penderita Hipertensi Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus. Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut : 

Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.



Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.



Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet. Yang dimaksud dengan garam disini adalah garam natrium yang terdapat

dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhtumbuhan. Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium.

67

Mengatur Menu Makanan Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dpat meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung. Makanan yang baik dikonsumsi adalah : 1. Makanan yang segar: sumber hidrat arang, protein nabati dan hewani, sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung serat. 2. Makanan yang diolah tanpa atau sedikit menggunakan garam natrium, vetsin, kaldu bubuk. 3. Sumber protein hewani: penggunaan daging/ ayam/ ikan paling banyak 100 gram/ hari. Telur ayam/ bebek 1 butir/ hari. 4. Susu segar 200 ml/ hari. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah: 1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih). 2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin). 3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink). 4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

68

5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam). 6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium. 7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape. Cara mengatur diet untuk penderita hipertensi adalah dengan memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang (merah/putih), jahe, kencur dan bumbu lain yang tidak asin atau mengandung sedikit garam natrium. Makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa. Membubuhkan garam saat diatas meja makan dapat dilakukan untuk menghindari penggunaan garam yang berlebih. Dianjurkan untuk selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan lebih dari 1 sendok teh per hari. Meningkatkan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120 – 175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dan rendah natrium. Pada umumnya dapat dipakai ukuran sedang (50 gram) dari apel (159 mg kalium), jeruk (250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang (451 mg kalium) kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg kalium). Kecukupan kalsium penting untuk mencegah dan mengobati hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium 250 mg/hari. Sedangkan kebutuhan kalsium perhari rata-rata 808 mg.

69

Suplementasi antioksidan 1. Vitamin dan penurunan homosistein Asam folat, vitamin B6, vitamin B 12 dan riboflavin merupakan ko-faktor enzim yang essential untuk metabolisme homosistein. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar homosistein dalam darah akan meningkatkan risiko penyakit arteri koroner. Kadar asam folat yang rendah berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit koroner dan kadar vitamin yang rendah juga berkaitan dengan peningkatan risiko aterosklerosis. 2. Kacang kedelai dan isoflavon Kedelai banyak mengandung fito estrogen yaitu isoflavon, yang memiliki aktivitas estrogen lemah. Penelitian meta analisis pada tahun 1995 menyimpulkan bahwa isoflavon dari protein kedelai lebih bermakna menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida, tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Sehingga dianjurkan mengkonsumsi protein kedelai (20 – 50 gram/hari) dengan modifikasi diet pada penderita dengan kadar kolesterol (total dan LDL) yang tinggi. Tempe adalah hasil pengolahan kedelai yang melalui proses fermentasi, dengan kandungan gizi lebih baik dari kedelai. Sehingga tempe dianjurkan untuk di konsumsi oleh penderita hipertensi sebagai sumber protein nabati. 3. Tempe

7 0

Tempe merupakan sumber zat gizi yang baik, terutama bagi penderita hiperkolesterolemia. Dari berbagai penelitian ternyata tempe dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta mencegah timbulnya penyempitan pembuluh darah, karena tempe mengandung asam lemak tidak jenuh ganda. Sehingga penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi tempe setiap hari, disamping diet rendah lemak jenuh. 4. Asam lemak omega 3 : Mengkonsumsi satu porsi ikan yang tinggi lemak (atau minyak ikan ) tiap hari dapat menjadi asupan asam lemak omega 3 (EPA dan DHA) sekitar 900 mg/dl, dan dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol danmencegah penyakit jantung koroner. 5. Serat : Walaupun berbagi studi menunjukkan adanya hubungan antara beberapa jenis serat gengan penurunan kolesterol lDDL dan atau kolesterol total, namun belum ada bukti langsung yang menunjukkan hubungan antara suplemen serat dengan penurunan penyakit kardio vaskular.

7 1

7 2

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"