MAKALAH BAHASA INDONESIA PENYEMBUHAN LUKA DOSEN: Bu Desti
Disusun oleh: Nama : Nava febrianty Nim : S171260040 Prodi : DIII
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bioseluler dan bio-kimia yang terjadi secara berkesinambungan. Penyebab respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi meditor di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka ( Suriadi, 2004) Pada umumnya luka dapat sembuh dengan sendirinya. Luka akan mengalami kegagalansembuh jika ada factor yang menghambat sehingga luka yang awalnya biasa menjadi luarbiasa sulit sembuh. Luka tidak boleh disepelekan , jika lika tidak ditangani dengan tepat luka akan mengalami infeksi dan dapat berakibat fatal, misalnya diamputasi (Arisanty, 2013) Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis, sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukan prevalensi pasien luka adalah 3,50 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka pembedahan atau trauma (48,00%), ulkus kaki (28.00%), luka decubitus (21.00%). Pada tahun 2009, MadMarket Diligence, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta kasus, luka lecet ada 20.40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus, ulkus decubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena ada 12.0 juta kasus, luka diabetic 13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta per tahun, karsinoma 0.60 juta pertahun, melanoma 0.10 juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0.10 juta kasus (Diligence, 2009). Berdasarka tingkat keparahan luka, luka di bagi atas luka akut dan luka kronik. Luka akut beresiko terkena infeksi. Luka akut memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus, et, al., 1994). Contoh luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma dan luka lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan 18.30% (Depkes RI, 2001).
Pada luka kronik, waktu penyembuhannya tidak dapat diprediksi dan dikatakan sembuh jika fungsi dan sruktural kulit telah utuh. Jenis luka kronik yang peling banyak adalah luka decubitus, luka diabetikum, luka kanker. Jumlah penderita luka kronik setiap tahun semakin meningkat. Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sekitar 15.00%, angka amputasi 30.00%, angka kematian 32.00% dan ulkus diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit terbanyak sebesar 80.00% untuk diabetes mellitus. Angka kematian dan angka amputasi masih cukup tinggi, masing-masing sebesar 32.50% dan 23.50% (Hastuti, 2008). Untuk perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka untuk mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membrane mulkosa jaringan lain yang disebabkan adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulir. Serangkaian tersebut meliputi pembersihan lua, memasang balutan, mengganti balutan, pengikisan (packing) luka, memfiksasi balutan, rindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi pembersihan lukadan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007). Luka akut dan kronis membutuhkan perawatan. Perawatan luka akut dan kronis sangat berbeda. Pada luka kronis prioritas perawatan luka adalah mengeluarkan benda asing yang dapat bertijdak seagai focus infeksi, melepas jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, pus, menyediakan temperature, meningkatkan pembentukan jaringan granulasi danepitalisasi. Sering kali hal ini memerlukan bahan perwawatan lukayang harus disesuaikan dengan karakteristik luka klien. Pada awalnya para ahli berpendapatvbahwa penyembuhan luka akan sangat baik bila luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa infeksi bakteri dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka terserap oleh pembalutnya. Akibarnya sebagian besar luka dibalur oleh bahan kapas pada kondisi kering. Namun ternyata pada tahun 1962, hasil penelitian yang dilakukan oleh professor G.D Winter yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka menjadi dasar diketahuinya kinsep “Moist Wound Healing”. “Moist Wound Healing” adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Munculnya kinsep “Moist Wound Healing” disertai dengan teknologi yang mendukung, hal tersebut menjadi dasar munculnya pembalur luka moderen (Mutiara, 2009).
Sebuah penelitian di Departemen Kulit, Rumah Sakit Militer Wroclaw, Polandia tahun 2009 yang dilakukan pada 30 orang klien lebih kurang berusian antara 68 selama 10 hari). Pada awalnya ketiga puluh klien dirawat dengan menggunakan kasa dan salin normal, tetapi selama 4 minggu perawatan tidak ada dampak penyebuhan yang positif, kemudian penelitian mengganti mode perawatan dengan menggunakan bahan balutan oklusif. Hasil penelitian itu menunjukan prevalensi penyembuhan luka ulkus vena mencapai 40.00% dengan pengurangan luas luka mencapai 53.00% pengurangan cairan eksudat mencapai 66.00% dan pengurangan nyeri mencapai 96.00% denga lama waktu penyembuhan 12 minggu (Katarzyna, 2009). Kasus luka kronik Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita diabetes mellitus di dunia. Luka yang dialami penderita diabetes dikategorikan sebagai luka kronis karena mengalami keterlambatan penyembuhan. Luka lain yang biasanya mengalami keterlambatan penyembuhan adalah luka bakar, kanker, dan tekan atau dekubitus. Luka yang proses penyembuhannya lama tetap membutuhkan perawatan yang berkualitas dan berkesinambungan. Karena jika tidak dilakukan perawatan akan terjadi komplikasi, atau mungkin sembuh namun berdampak kecacatan (Agustin, 2010)
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana proses penyembuhan luka ?
1.3 Tujuan Tujuan umum 1. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka akut. 2. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka kronik. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui definisi. 2. Untuk mengetahui etiologi luka. 3. Unuk mengetahui manifestasi klinis 4. Untuk mengetahui patofisiologi. 5. Untuk mengetahui klinis
1.4 Manfaat Bagi Penulis 1. Penulis dapat mengetahui definisi, proses dan faktor dalam penyembukan luka. 2. Penulis dapat terlatih menggabungkan bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya dan mengembangkan ke tingkat yang lebih matang. 3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan, seperti mencari bahan penulisan, mencari katalog pengarang atau katalog judul buku. 4. Sebagai bahan acuan pada penulisan selanjutnya. Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengetahui konsep dasar penulisan karya ilmiah
Pembaca dapat memahami tentang faktor-faktor penyembuha penyembuhan lika
Bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi yang bersangkutan tentang penanganan penyembuhan luka akut dan luka kronik
Memberikan dan memperluas sebuah
1.5 Metode penelitian Penelitian ini menggunakan studi literatur. Yaitu dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian ditengah lapangan.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme untuk mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi. Pendarahan biasanya terjadi ketika kulit mengalami luka dan menyebabkan bakteri maupun antigen keluar dari daerah yang mengalami luka. Pendarahan juga mengaktifkan sistem homeostasis yang menginisiasi komponen eksudat, seperti faktor pembekuan darah. Fibrinogen di dalam eksudat memiliki mekanisme pembekuan darah dengan cara koagulasi terhadap eksudat (darah tanpa sel dan platelet) dan pembentukan jaringan fibrin, kemudian memproduksi agen pembekuan darah dan menyebabkan pendarahan terhenti. Keratinosit dan fibroblas memiliki peran penting dalam proses penyembuhan luka. Keratinosit akan menstimulasi fibroblas untuk mensintesis faktor pertumbuhan, lalu akan terjadi stimulasi proliferasi keratinosit. Selanjutnya, fibroblas mendapatkan fenotipe miofibroblas di bawah kontrol dari keratinosit. Hal ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara proinflamator atau pembentukan faktor pertumbuhan (TGF)βdominated. Homeostasis memiliki peran protektif yang membantu dalam penyembuhan luka. Pelepasan protein yang mengandung eksudat ke dalam luka menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan histamin maupun serotonin. Hal ini memungkinkan fagosit memasuki daerah yang mengalami luka dan memakan sel-sel mati (jaringan yang mengalami nekrosis). Eksudat adalah
cairan yang diproduksi dari luka kronik atau luka akut, serta merupakan komponen kunci dalam penyembuhan luka, mengaliri luka secara berkesinambungan dan menjaga keadaan tetap lembab. Eksudat juga memberikan luka suatu nutrisi dan menyediakan kondisi untuk mitosis dari sel-sel epitel. Pada tahap inflamasi akan terjadi udema, ekimosis, kemerahan, dan nyeri. Inflamasi terjadi karena adanya mediasi oleh sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, dan efek terhadap reseptor. Selanjutnya adalah tahap migrasi, yang merupakan pergerakan sel epitel dan fibroblas pada daerah yang mengalami cedera untuk menggantikan jaringan yang rusak atau hilang. Sel ini meregenerasi dari tepi, dan secara cepat bertumbuh di daerah luka pada bagian yang telah tertutup darah beku bersamaan dengan pengerasan epitel. Tahap proliferasi terjadi secara simultan dengan tahap migrasi dan proliferasi sel basal, yang terjadi selama 23 hari. Tahap proliferasi terdiri dari neoangiogenesis, pembentukan jaringan yang tergranulasi, dan epitelisasi kembali. Jaringan yang tergranulasi terbentuk oleh pembuluh darah kapiler dan limfatik ke dalam luka dan kolagen yang disintesis oleh fibroblas dan memberikan kekuatan pada kulit. Sel epitel kemudian mengeras dan memberikan waktu untuk kolagen memperbaiki jaringan yang luka. Proliferasi dari fibroblas dan sintesis kolagen berlangsung selama dua minggu. Tahap maturasi berkembang dengan pembentukkan jaringan penghubung selular dan penguatan epitel baru yang ditentukan oleh besarnya luka. Jaringan granular selular berubah menjadi massa aselular dalam waktu beberapa bulan sampai 2 tahun. Dari penelitian yang dilakukan oleh Lin et al. Terhadap tikus putih, IL-6 berperan dalam proses penyembuhan luka. IL6 memiliki peran penting di dalam proses regulasi terhadap infiltrasi leukosit, angiogenesis, dan akumulasi kolagen. Angiogenesis memiliki faktor seperti FGF1 dan FGF-2 ketika terjadi hipoksia jaringan. FGF-2 bekerja dengan menstimulasi sel endotelial untuk melepaskan aktivator plasminogen dan prokolagenase. Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menjadi plasmin dan prokolagenase untuk mengaktifkan kolagenase, lalu akan terjadi di gesti konstituen membran dasar. Ekspresi kolagenase menghasilkan proses perbaikkan jaringan pada matriks ekstraselular dan juga memiliki peran penting dalam menginisiasi migrasi keratinosit dalam proses penyembuhan luka.
H2O2 juga dilaporkan memiliki aktivitas yang baik dalam proses penyembuhan luka, melalui penelitian yang dilakukan oleh Roy et al. Dalam konsentrasi yang rendah, H2O2 memfasilitasi terjadinya angiogenesis luka secara in vivo. H2O2 menginduksi fosforilasi FAK dalam jaringan yang luka secara in vivo dan di dalam lapisan dermal mikrovaskuler sel endotelial. H2O2 menginduksi daerah fosforilasi spesifik (Tyr-925 dan Tyr-861) dari FAK. Daerah lain yang sensitif terhadap H2O2 adalah daerah autofosforilasi Tyr-397. Faktor parakrin dari stem sel mesenkimal juga berpengaruh terhadap makrofag dan sel endotelial, terutama dalam meningkatkan proses pemulihan luka. Bone marrow derived mesenchymal stem cells (BMMSCs) berperan dalam proses pemulihan luka yang dilepaskan dari jaringan dermal fibroblas. BM-MSCs menghasilkan sitokin dan kemokin yang berbeda, termasuk VEGF-α, IGF-1, EGF, faktor pertumbuhan keratinosit, angiopoietin-1, faktor turunan stromal-1, makrofag inflamator protein-1 α dan β, serta eritropoietin. BM-MSCs dalam medium yang telah dikondisikan, secara signifikan dapat meningkatkan migrasi dari makrofag, keratinosit, dan sel endotelial, serta proliferasi dari keratinosit dan sel endotelial, dibandingkan terhadap fibroblas dalam medium yang telah dikondisikan. Jadi melalui penelitian yang telah dilakukan, faktor yang dihasilkan oleh BM-MSCs dari makrofag dan sel endotelial ke dalam luka, meningkatkan proses penyembuhan luka.
2.2 Etiologi Luka Luka adalah peristiwa rusaknya jaringan atau struktur dari tubuh yang bersifat terbuka dan mengeluarkan tampilan fisik yang khas berupa memar, sobek, berdarah, tersayat, terpotong dan lain lain yang menimbulkan nyeri. Luka kecil maupun besar hendaknya mendapat perlakuan yang sama didalam penanganannya, yaitu segera mungkin mengobatinya denagn cairan antiseptik agar tidak terjadi infeksi dan peradangan dan mempercepat proses penyembuhan luka. Inilah penyebab mengapa luka luka yang sulit kering dan sulit disembuhkan dalam waktu yang singkat ( tidak terlalu lama) : 1. Karena asupan nutrisi yang kurang memadai didalam tubuh sehingga ketika terjadi kerusakan kecil pada jaringan yang luka , akan sulit untuk disembuhkan karena nutrisi pada tubuh sangat
membantu memnpercepat luka untuk mengalami pengeringan dan pemberhentian darah yang keluar. (baca juga: kebutuhan nutrisi manusia berdasarkan AKG resmi) 2. Kekurangan zat zink, Vitamin C dan K, didalam tubuh akan menghambat dan memperlambat proses penyembuhan luka sekecil apapun karena ketiga zat tersebut sangat berpengaruh dalam proses pembekuan darah dan peningkatan imunitas seseorang yang sedang mengalami luka. (baca juga: akibat kekurangan vitamin) 3. Adanya pembengkakan yang terjadi di area luka, yang semakin membesar dan sakit jika mendapat sentuhan tangaan. kondisi ini dapaat memperlambat dan menghambat proses pengeringan luka yang terbuka dan berdarah. pembengkakakn yaang terjadi dapat menghambat laju jalan oksigen disekitar luka sehinggfa luka bisa sulit untuk disembuhkan atau dikeringkan. agar luka bisa lebih cepat kering hendaknya tangani terlebih dahulu pembengkakan agar menajdi kempis. (baca juga: makanan yang cepat menyembuhkan luka operasi) 4. Karena menderitab penyakit autoimun, yang menghambat pengeringan dan penyembuhan terhadap luka, karena Auto imun adalah penyakit berbahaya yang menyerang kekebalan tubuh seseorang untuk mernyerang darah putihnya sendiri atau menyerang imunitas tubuhnya sendiri. kondisi inilah akan mempersulit penyembuhan luka dengan cepat. (baca juga: bahaya kelebihan sel darah putih) 5. Karena pencernaan mengalami peradngan atau iritasi, sehingga memperlambat metabolisme alami tubuh yang akan memnpengaruhi proses penyembuhan terhadap jaringan kulit yang sobek dan lukayaitu akan sulit untuk kering. (baca juga: gangguan pencernaan) 6. Karena sipenderita luka memiliki penyakit dalam, misalnya penyakit gejala anemia kronis dan ciri-ciri diabetes yang belum sembuh jadi penyakit itulah yaang menghalangi dan memghambat proses penyembuhan luka sekecil apapun. karena tubuh yang trserang anemia akan mempersulit tubuh memproduksi sel darh yang memadai untuk proses pembeuan darah sedangkan penyakit diabetes mempersulit penyembuhan luka karenaa didalam darah terlalu banyak mengandung gula. kadar gula yang tinggi bersifat merusak jaringan luka untuk tidak mengalami pengeringan. (baca juga: makanan untuk gula darah tinggi)
7. Karena pembuluh darah mengalami peradangan atau iritasi, sehingga aliran darah tidak lancar dan kondisi ini dapat menghambat proses penyembuhan jaringan kulit yang mengalami kerusakan (luka dalam). (baca juga: penanganan luka bakar) 8. Karena seseorang memiliki proses oksigesasi luka yang parah, misalnya ketersediaan oksigen dijaringan luka yang sangat minim sehingga pembentukan sel sel baru dijaringan luka yang akan disembuhkan sulit terbentuk , sehingga luka akan terus terbuka, basah dan mrentan mengalami infeksi. (baca juga: penyebab tetanus) 9. Karena kondisi psikologi yang sedang tidak stabil dan mengalami stres yang berlebihan, kondisi ini dapat memicu sulitnya luka untyk mengering dan sembuh walaupun telah mendapat pengobatan dengan cairan antiseptik, antibiotik dan suntikan anti nyeri. (baca juga: cara menghindari stres) 10. Akibat trauma luka yang berat akibat benturan, sayatan dan hantaman yang keras dan tiba tiba sehingga membuat pembuluh darah pecah dan menjadi sock serta mengalami tekanan dan ketegangan otot yang diikuti dengan rusaknya jaringan pada kulit (luka) dimana kondisi seperti ini mampu menghambat proses penyembuhan dan pengeringan luka.
2.3 Manifestasi Klinis