Bab I Pendahuluan Diantri Widia Sipayung.docx

  • Uploaded by: Diantri Widia Sipayung
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Pendahuluan Diantri Widia Sipayung.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,062
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Mineral Optik Zacharias Janssen tercatat sebagai penemu mikroskop pertama. Dilahirkan pada tahun 1580 di negara kincir angin, Belanda dan meninggal dunia pada usia 58 tahun atau tepatnya pada tahun 1638. Zacharias Janssen merupakan seorang ilmuwan yang berasal dari Belanda. Penemuannya yang paling terkenal yaitu mikroskop pertama yang digunakan untuk melihat benda-benda yang sangat kecil ukurannya dan sulit dijangkau bila menggunakan mata telanjang. Penemuan mikroskop ini memberikan pengaruh besar pada perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak sedikit penemuan - penemuan besar yang sangat bermanfaat bagi peradaban dunia diteliti dengan menggunakan mikroskop. Beliau menyadari betul bahwa di dunia ini terdapat benda-benda dengan ukuran yang lebih kecil dan sulit dijangkau dengan kasat mata. Pada tahun 1590, bersama dengan ayahnya, beliau berhasil menciptakan sebuah mikroskop dengan menggunakan lensa cembung dan cekung untuk memperbesar tampilan bendabenda yang sangat kecil ukurannya. Mekanisme penyetelan fokus yang pertama untuk mikroskop tersebut dibuat dan disempurnakan oleh Campini, seorang ilmuwan yang berasal dari Italia, pada tahun 1668. Temuan mikroskop saat itu mendorong ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama. Bahkan Galileo mengklaim dririnya sebagai pencipta pertamanya yang telah membuat alat ini pada tahun 1610. Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun 1609 dan mikroskop yang dibuatnya diberi nama yang sama dengan penemunya, yaitu mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optik memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.

Mikroskop adalah suatu instrumen ilmiah yang terkenal abad ke-19 dan telah diterapkan secara luas di dalam banyak ilmu pengetahuan. Akan tetapi, seorang geologist sudah dapat melihat material-material yang terdapat dalam tanah yang biasanya tidak bisa dilihat langsung di pegunungan tetapi dengan mikroskop. Pada tahun 1829, Edinburgh New Philosophical Journal dipublikasikan dalam artikel sebanyak dua halaman yang diberi judul "The Nicol Prism" oleh William Nicol (1768-1851) dosen filsafat di Edinburgh.

Gambar 1.1. Nicol William (1768-1851), Sejarawan Mineral Optik

Prisma ini dibuat dari dua bagian, yaitu kalsit dan balsam kanada sebagai penghasil cahaya bidang polarisasi. Dua tahun yang lalu Nicol mempublikasikan artikel kedua dengan pokok bahasan tahapan preparasi mineral dan fosil kayu melalui

pemeriksaan

mikroskop.

Dengan

dua

artikel

William

Nicol,

menghadirkan sebuah alat geologi yang sekarang diterapkan pada mikroskop untuk mempelajari batuan. Sorby menulis buku yang dipublikasikan pada tahun 1850 dan 1860, tetapi sedikit diterima di negerinya. Namun banyak diminati oleh peneliti di beberapa benua, khususnya Zirkel, Vogelsang, dan Rosenburgh di Jerman & Fouque dan Michel Levi di Prancis yang telah mengangkat ilmu petrografi pada status yang dapat diterima oleh para ilmuan dan menjadi cabang ilmu yang mempelajari batuan secara mikroskopis. . Dalam pendiskripsian batuan secara petrografi memiliki beberapa keuntungan dibandingkan secara megaskopis. Keuntungan pengamatan secara petrografi adalah dalam pengamatan batuan dapat dilihat teksur khusus yang ada pada Laboratorium Mineral Optik

I-2

batuan, sedangkan secara megaskopis sulit untuk melihat tekstur khusus batuan. Secara mikroskopis dapat ditentukan mineral yang yang menyusun batuan sampai kejenis dari pada mineralnya. Misalkan plagioklas, dari kembarannya dapat ditentukan jenis plagioklasnya apakah anortit, bitownit, labradorit, andesin, atau oligoklas. Pengamatan secara petrografi ini dapat ditentukan variasi dari pada batuannya. Pengantar optika adalah cabang fisika yang menggambarkan perilaku dan sifat cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Optik menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum. Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh Maxwell. Ada teori Partikel oleh Isaac Newton (1642-1727) dalam Hypothesis of Light pada 1675 bahwa cahaya terdiri dari partikel halus (corpuscles) yang memancar ke semua arah dari sumbernya. Teori gelombang oleh Chrisiaan Huygens (16291695), menyatakan bahwa cahaya dipancarkan ke segala arah sebagai gelombang seperti bunyi. Perbedaan antara keduanya hanya pada frekuewensi dan panjang gelombang saja. Pada dekade awal abad 20, berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan seperti Thomas Young (1773-1829) dan Agustin Fresnell (1788-1827) berhasil membuktikan bahwa cahaya dapat melentur (difraksi) dan berinterferensi. Gejala alam yang khas merupakan sifat dasar gelombang bukan partikel. Percobaan yang dilakukan oleh Jeans Leon Foulcoult (1819-1868) menyimpulkan bahwa cepat rambat cahaya dalam air lebih rendah dibandingkan kecepatannya di udara. Padahal Newton dengan teori emisi partikelnya meramalkan kebalikannya. Selanjutnya Maxwell (1831-1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga tergolong gelombang elektomagnetik. Sesuatu yang yang berbeda dengan gelombang bunyi yang tergolong gelombang mekanik. Gelombang elekromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa medium dan kecepatan rambatnyapun amat tinggi bila dibandingkan dengan gelombang bunyi. Gelombang elekromagnetik merambat dengan kecepatan 300.000 km/s. Laboratorium Mineral Optik

I-3

Kebenaran pendapat Maxwell tak terbantahkan ketika Hertz (1857-1894) berhasil membuktikan secara eksperimental yang disusun dengan penemuanpenemuan berbagai gelombang yang tergolong gelombang elekromagnetik seperti sinar x, sinar gamma, gelombang mikro radar dan sebagainya. Dewasa ini pandangan bahwa cahaya merupakan gelombang elektomagnetik umum diterima oleh kalangan ilmuwan, walaupun hasil eksperimen Michelson dan Morley di tahun 1905 gagal membuktikan keberadaan eter seperti yang di sangkakan keberadaan oleh Huygen dan Maxwell. Di sisi lain pendapat Newton tentang cahaya menjadi partikel tiba-tiba menjadi polpuler kembali setelah lebih dari 300 tahun tenggelam di bawah populeritas pendapat Huygens. Dua fisikawan pemenang hadiah Nobel, Max Plack (1858-1947) dan Albert Einstein mengemukan teori mereka tentang foton. Berdasarkan hasil penelitian tentang sifat-sifat termodinamika radiasi benda hitam, Planck menyimpulkan bahwa cahaya di pancarkan dalam bentuk-bentuk partikel kecil yang disebut kuanta. Gagasan Planck ini kemudian berkembang menjadi teori baru dalam fisika yang disebut teori Kuantum. Dengan teori ini, Einstein berhasil menjelaskan peristiwa yang dikenal dengan nama efek foto listrik, yakni pemancaran elekton dari permukaan logam karena lagam tersebut di sinari cahaya. Jadi dalam kondisi tertentu cahaya menunjukkan sifat sebagai gelombang dan dalam kondisi lain menunjukkan sifat sebagai partikel. Pengolahan mineral secara klasik pernah ditulis oleh ahli tambang Jerman, Agricola, yang menertibkan De Re Metallica (1556) dan De Nature Fossilium (1546). Dalam buku tersebut ia mencatat tentang keadaan geologi, mineralogi, pertambangan dan metalurgi pada saat itu. Tulisan ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Herbert Hoover, Presiden AS, pada tahun 1912 dan tersimpan di banyak perpustakaan. Setelah Agricola, perkembangan selanjutnya mengenai mineralogi dilanjutkan oleh seorang Denmark, Niels Stense, (lebih dikenal dengan nama latinnya, nama yang umum dipakai seorang ilmuwan pada zaman itu Nicolaus Steno). Steno dalam tahun 1669 membuktikan bahwa sudut dalam (interfacial angles) kristal kuarsa adalah tetap dan tidak tergantung kepada bentuk dan ukuran kristalnya, sejak itu ia tertarik akan bentuk kristal dan telah merintis perkembangan ilmu kristalografi. Selama abad ke 18 tercatat bahwa Laboratorium Mineral Optik

I-4

kemajuan mineralogi lambat. Mineral baru ditemukan dan dideskripsi, berbagai usaha dicoba untuk membuat klasifikasi yang rasional. Yang paling aktif dalam usaha ini ialah negara Swedia dan Jerman, A.G. Wermer (1750-1817), seorang mahaguru pada Mining Academy di Freberg.

1.2. Pengertian Mineral Optik Mineral optik adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari mineral dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop, yaitu mikroskop polarisasi cahaya bias. Mineral optik merupakan cabang dari ilmu mineralogi yang mempelajari sifat-sifat secara mikroskopis. Mineral yang diamati dengan mikroskop adalah mineral yang tembus cahaya yaitu mineral yang bersifat isotrop dan anisotrop. Mineral yang bersifat isotrop adalah mineral yang mempunyai sistem kristal isometrik, atau dapat pula terjadi pada mineral yang memiliki sistem kristal tetragonal dan heksagonal yang disayat tegak lurus terhadap sumbu ‘C’. Mineral yang bersifat anisotrop adalah semua mineral yang mempunyai sistem kristal selain isometrik, ataupun dapat pula mineral yang mempunyai sistem kristal isometrik dan gelas vulkanik yang telah mengalami stress atau tekanan. Didalam praktikum akan diutamakan pengamatan pada mineral-mineral anisotrop.

1.3. Maksud dan Tujuan 1.3.1. Maksud Adapun maksud dari praktikum mineral optik ini adalah untuk memenuhi beban SKS praktikum mineral optik pada semester lima.

1.3.2. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum Mineral Optik ini adalah:  Untuk mengetahui karakteristik sifat-sifat optis dari mineral yang dihasilkan dan direfleksikan oleh perjalanan sinar melalui sumbusumbu kristalnya yang pada akhirnya dapat mengetahui nama dari mineral-mineral tersebut.

Laboratorium Mineral Optik

I-5

 Untuk mengetahui cara menganalisa mineral dan sifat-sifat optis mineral sehingga dikenali mineral tersebut menggunakan mikroskop polarisasi bias.  Untuk menghindari kesalahan pada pengamatan secara megaskopis.

1.4. Pengenalan Mikroskop Mikroskop yang digunakan dalam pengamatan mineral secara optis adalah mikroskop polarisasi cahaya bias. Ada beberapa model mikroskop polarisasi contohnya adalah mikroskop model atau jenis olimpus dan Zeiss. Pengenalan akan bagian-bagian dari mikroskop sangatlah diperlukan sebelum melakukan pengamatan sifat-sifat optis mineral. 1.4.1. Bagian-bagian Mikroskop Adapun bagian-bagian dari mikroskop beserta fungsinya secara garis besar adalah sebagai berikut : A. Kaki mikroskop (microscope base)  Tempat bertumpunya seluruh bagian-bagian mikroskop. B. Lengan mikroskop (microscope arm)  Untuk melengkung atau miring (dapat diatur posisinya).  Untuk memegang tubus mikroskop dengan perlengkapannya.  Pada mikroskop Olympus dibagian atas lengan terdapat skrup pengatur fokus kasar (B2) dan skrup pengatur fokus halus (B3) yang berguna untuk menaik turunkan tubus atau mengatur jarak antara lensa objektif ke sampel sayatan.  Pada mikroskop Zeiss, skrup pengatur fokus berada di bagian bawah (H3 kasar dan H4 halus) berguna untuk menaikturunkan meja objek. C. Cermin (mirror)  Untuk menangkap dan meneruskan sinar yang datang dari luar kemudian dipantulkan menuju kedalam sistem optik mikroskop.  Pada mikroskop Olympus salah satu sisi cermin datar dan sisi lain cekung. Cermin datar untuk memantulkan sinar sesuai dengan sinar yang diterima tidak menghasilkan konsentris atau dispersi sinar

Laboratorium Mineral Optik

I-6

datang. Cermin cekung untuk menangkap sinar lebih banyak dan memantulkan sebagai suatu kerucut iluminasi yang tidak simetris.  Pada mikroskop Zeiss cermin berada dibagian dalam kaki mikroskop (tidak kelihatan). D. Substage unit, dapat dinaik turunkan dengan skrup (D3) dan terdiri dari  Polarisator (E) - Berada di bagian bawah dari substage unit. - Terdiri dari suatu lembar polaroid atau prisma nikol. - Untuk menyerap cahaya secara memilih dan kuat, meneruskan sinar atau cahaya yang hanya bergetar pada satu arah bidang datar. - Pada mikroskop Zeiss terdapat lengan untuk memutar polarisator (E1).  Diafragma iris (F) - Berada dibagian atas polarisator. - Untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang diteruskan. - Untuk menentukan atau mengatur intensitas cahaya yang diterima oleh mata si pengamat. - Dapat diatur dengan menambahkan dan mengurangi intensitas cahaya. - Untuk menentukan sifat optis relief, dimana intensitas cahaya dikurangi.  Lensa kondensor (G) - Berada di bagian atas dari diafragma iris, berupa lensa cembung. - Untuk memusatkan atau memberikan cahaya yang memusat yang datang dari cermin. - Untuk pengamatan konoskopis. - Pada mikroskop Olympus tidak kelihatan (tertutup meja). - Pada mikroskop Zeiss dapat dikeluar masukkan. - Terdapat skrup pengatur untuk memasang atau mengeluarkan kondensor (G1) dan skrup pemusat kondensor (G2).

Laboratorium Mineral Optik

I-7

- Saat pengamatan ortoskopis, bila menggunakan lensa objektif dengan perbesaran maksimal maka kondensor harus pada ketinggian paling atas.  Meja objektif (H) - Berbentuk seperti piring dan tengahnya berlubang untuk jalannya cahaya. - Dapat diputar dan pada bagian tepi meja terdapat pembagian skala lateral dengan pembagian 0 - 360. - Pada bagian tepi terdapat nonius untuk pembacaan harga skala (H1) dan skrup pengunci meja objektif. - Bagian dalam meja terdapat lubang untuk penjepit peraga. - Pada mikroskop Zeiss dapat dinaikturunkan dengan skrup pengatur fokus kasar.  Tubus mikroskop atau microscope tube (I) - Terletak diatas meja objektif sebagai teropong. - Pada mikroskop olimpus dapat dinaik turunkan dengan skrup pengatur fokus kasar atau halus (B2 atau B3). Terdiri atas beberapa bagian, yaitu : a. Lensa objektif (K)  Berada di bagian bawah dari tubus.  Memiliki beberapa kali perbesaran 4×, 5×, 10×, 40×, dan 100×.  Pada mikroskop Olympus lensa dipasang satu per satu.  Di tepi dari bagian atas lensa terdapat skrup pengatur sentris atau skrup pemusat objek.  Pada mikroskop Zeiss terdapat kepala putaran (revolving head) yang terdiri dari empat lensa objektif dengan berbagai perbesaran. Terdapat dua gelang di masing-masing lensa objektif guna memusatkan objektif (K2) untuk membuat kondisi mikroskop sentris.

Laboratorium Mineral Optik

I-8

b. Lubang kompensator (L)  Merupakan suatu lubang pada tubus dengan bentuk gepeng untuk tempat memasukkan kompensator.  Kompensator berbentuk keping digunakan saat pengamatan ortoskopis cross nicol dan pengamatan konoskopis. Guna kompensator untuk membedakan arah bidang getaran sinar lambat () dan arah getaran sinar cepat () yang akan tercermin dari warna interferensi terdiri dari tiga jenis, yaitu kompensator biji kwarsa, keping gips, dan keping mika. Yang biasa digunakan keping gips dan mika.  Biji kwarsa terdiri dari sayatan tipis kwarsa, berguna untuk penambahan atau pengurangan warna interferensi pada kristal dan pengaruh sayatan terhadap retradasi (∆).  Keping gips terbuat dari sayatan gipsum denga harga ∆ = 550 mμ digunakan pada mineral yang memiliki warna interferensi (WI) rendah.  Keping Mika terbuat dari sayatan muskovit dengan harga ∆ = 150 mμ, dipakai untuk mineral yang memiliki warna interferensi tinggi atau ekstrim. c. Analisator  Terbuat dari lembaran polaroid atau prisma nikol (seperti polarisator).  Kedudukan dapat diatur atau diputar.  Pada mikroskop olimpus

dapat

dikeluar

masukkan,

digunakan pada saat pengamatan ortoskopis cross nicol dan konoskopis.  Kedudukan bidang getarnya harus tegak lurus terhadap bidang getar polarisator. d. Lensa betrand amici (N)  Berada di bagian atas, dipasang (di“in”kan) dengan memutar skrup di samping tubus mikroskop.

Laboratorium Mineral Optik

I-9

 Untuk memperbesar gambar interferensi yang terbentuk pada bidang titik api balik dari lensa objektif dan memfokuskannya pada bidang lensa okuler.  Digunakan saat pengamatan konoskopis bersamaan dengan penggunaan kondensor untuk penentuan tanda optik. e. Lensa okuler (O)  Berada dibagian paling atas tubus.  Untuk mengurangi kesalahan abrasi oleh lensa objektif.  Memiliki beberapa pembesaran, yaitu 5×, 7×, dan 10×.  Di bagian dalam lensa okuler pada bidang fokusnya terdapat benang silang (cross hair) atau hanya bidang horizontal yang memiliki harga dalam satuan milimeter.

Gambar 1.2. Mikroskop Model Olympus

Laboratorium Mineral Optik

I-10

Keterangan gambar: Mikroskop model Olympus dan bagian-bagiannya A : kaki, B : lengan, B1 : klem sendi, B2 : skrup pengatur fokus kasar, B3 : skrup pengatur fokus halus, C : cermin, D : substage unites, D1 : Skrup pengatur ketinggian substage units, E : polarisator, F : diafragma iris, G1 : skrup pengatur untukmengatur atau memasang atau mengeluarkan kondensor, G2 : skrup pemusat kondensor, H :meja objektif, H1 : nonius: H2 : skrup pengunci meja objektif, I : tubus mikroskop, J : lengan pengatur objektif, K : objektif, K1 : skrup pemusat objektip, L : lubang untuk kompensator, M :analisalor, N : lensa betran amici, O : okuler. ( Phillips, 1971)

Gambar 1.3. Mikroskop Model Zeiss

Laboratorium Mineral Optik

I-11

Keterangan gambar : Mikroskop model Zeiss dan bagian-bagiannya A : kaki, B : lengan, C : sumber cahaya, D : Substage unites, D1 : skrup pengatur ketinggian substage units, E : polarisator, E1 : lengan untuk memutar polarisator, F: diafragma iris, G : lensa kondensor, G : lensa kondensor, G1 : skrup pengatur untuk mengatur atau memasang atau mengeluarkan kondensor, G2 : skrup pemusat kondensor, H : meja objektif, H1 : nonius, H2 : skrup pengunci meja objektif, H3 : skrup pengatur fokus halus, H4 : skrup pengatur fokus kasar, I : tubus mikroskop, J1 : kepala putaran, K : lensa objektif, K2 : dua gelang untuk memusatkan objektif, L : tubus mikroskop, M : analisator, N : lensa betran amici dan O : lensa okuler ( Phillips, 1971).

1.4.2. Syarat-syarat Mikroskop Siap Pakai Untuk melakukan pengamatan mineral dengan mikroskop, selain harus mengenal bagian-bagiannya juga harus memperhatikan apakah kondisi mikroskop telah siap dipakai. Hal ini sangat penting untuk menghindari kesalahan didalam mendiskripsi sifat optis dari mineral. Adapun tiga syarat atau kondisi mikroskop yang harus dilakukan agar mikroskop siap pakai adalah: A. Memusatkan peraga terhadap medan pandang  Kondisi peraga atau mineral yang memusat (sentris) terhadap medan pandang, bila saat meja objek diputar, jarak mineral terhadap pusat salib sumbu atau pusat medan pandang tetap atau mineral mengelilingi pusat salib sumbu atau pusat medan pandang.  Kondisi tidak sentris, bila meja diputar mineral tidak mengitari pusat salib sumbu, tetapi membentuk titik pusat lain (O). Untuk membuat sentris cukup dilakukan penggeseran titik pusat (O) kearah pusat salib sumbu atau pusat benang silang dengan memutar skrup untuuk memusatkan objektif (K2).

Laboratorium Mineral Optik

I-12

a

b

c

Gambar 1.4. Kenampakan Terpusat Peraga terhadap Medan Pandang

Keterangan gambar : a. Mikroskop tidak sentris, mineral (butiran putih dan hitam) saat meja diputar tidak mengitari pusat salib sumbu). b. Miskroskop belum sentris, mineral (butiran putih dan hitam) saat meja diputar mengitari pusat salib sumbu, tapi dengan jari-jari yang tidak sama dari pusat salib sumbu. c. Mikroskop keadaan sentris, mineral (butiran putih dan hitam) saat meja diputar mengitari pusat salib sumbu dengan jarakataujari-jari yang sama. B. Membuat arah getar polarisator sejajar dengan salah satu benang silang Bidang getar polarisator dapat dibuat sejajar dengan benang silang yang berarah utara – selatan atau arah timur – barat, dan yang sedang dipakai di laboratorium ITM adalah yang berarah timur – barat dengan langkah sebagai berikut : 1. Posisikan

lensa

okuler

tepat

pada

kedudukannya,

yaitu

memposisikan kedua benang silang pada arah utara – selatan dan timur – barat. 2. Gunakan sayatan dari mineral biotit yang disayat sejajar dengan sumbu c (nampak belahan satu arah yang sejajar dengan sumbu atau bidang panjang mineral biotit) 3. Melakukan pengamatan ortoskopis paralel nikol, putar meja objek sampai kenampakkan biotit gelap maksimum. Pada saat demikian arah getaran polarisator sejajar dengan belahan biotit.

Laboratorium Mineral Optik

I-13

4. Untuk membuat bidang getar polarisator sejajar dengan salah satu bidang datarataubenang silang adalah dengan cara memutar polarisator sampai salah satu benang silang sejajar dengan bidang belah biotitatau sejajar dengan biotit yang sedang padam maksimum. 5. Untuk mikroskop Olympus, polarisator yang diputar adalah bagian pinggir dari polarisator (E), sedangkan untuk mikroskop Zeiss, polarisator diputar pada bagian lengan pemutar (E1).

a

b

Gambar 1.5. Kenampakan Arah Polarisator Sejajar dengan Salah Satu Benang silang Keterangan gambar :

a. Kenampakan biotit terang maksimum saat belahan sejajar arah utara – selatan. b. Kenampakan biotit gelap maksimum saat belahan sejajar dengan arah getar polarisator, yaitu pada arah timur – barat. C. Membuat polarisator tegak lurus dengan analisator Hal ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Membuat posisi mikroskop ortoskopis cross nicol (gunakan analisator) dengan tanpa praga. 2. Amati kenampakan dibawah lensa objektif, bila :  Bila memberikan kenampakan gelap maksimum berarti posisi polarisator sudah tegak lurus dengan analisator  Memberikan kenampakan agak terang berarti antara polarisator dengan analisator masih membentuk sudut < 90˚ atau belum saling tegak lurus. Cara membuat analisator dan polarisator menjadi saling tegak lurus dengan cara memutar analisator (dibagian tepi) sambil mengamati medan pandang sampai memberikan kenampakan gelap maksimum. Laboratorium Mineral Optik

I-14

Related Documents


More Documents from "monmon teknik"