Bab I Pembahasan Dan Bab Ii Pendahuluan - Copy.docx

  • Uploaded by: Sellina Mita Saputri
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Pembahasan Dan Bab Ii Pendahuluan - Copy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,714
  • Pages: 11
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konseling merupakan jantung hatinya bimbingan, karena itu pelaksanaan konseling memerlukan penanganan dan pengembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling. Perlunya pengembangan konseling tidak hanya karena perkembangan ilmu pengetahuan, melainkan juga karena kompleksitas masalah yang menuntut pendekatan kreatif agar dapat memberikan pertolongan secara efektif. Di sekolah, guru BK (Bimbingan dan Konseling) mengambil peran besar dalam mengatasi berbagai problem siswa di tengah maraknya kenakalan remaja dan tuntutan untuk membentuk mental generasi muda yang siap berjuang di era global. Sementara masih terdapat persepsi yang salah dari siswa dan guru tentang fungsi dan peran guru BK di sekolah. Masih banyak sekolah yang memposisikan guru BK sebagai polisi sekolah dengan tugas menangani anak-anak “nakal‟ (dalam persepsi sekolah), yang melanggar tata tertib sekolah. Pihak sekolah (kepala sekolah dan jajarannya) akan mengirim anak-anak “nakal‟ kepada guru BK, akibatnya timbul image negatif bagi anak-anak yang masuk ruang BK sebagai anak “nakal” yang tidak taat peraturan atau yang melanggar tata tertib sekolah. Anakanak yang dipanggil guru BK adalah anak yang bermasalah.

B. RUMUSAN MASALAH a. Apa yang dimaksud dengan konseling direktif ? b. Apa yang dimaksud dengan konseling non direktif ? c. Apa yang dimaksud dengan konseling eklektif ? d. Apa yang dimaksud dengan psikodinamika, humanistik-eksistensial dan kognitifbehavioral? e. C. TUJUAN PENULISAN a. Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang konseling direktif b. Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang konseling non direktif c. Untuk menjeaskan dan mengetahui tentang konseling eklektif d. Untuk menjeaskan dan mengetahui tentang eksistensial dan kognitif-behavioral

1

psikodinamika, humanistik-

BAB II PEMBAHASAN

Model Konseling : A. Directive Counseling ( Konseling Direktif ) Teknik atau pendekatan langsung yang dipelopori atau dicetuskan pertama kali oleh Edmond G. Willamson. Dengan teknik atau pendekatan ini dalam proses konseling kebanyakan berada ditangan konselor. Jadi dalam hal ini konselor lebih banyak mengambil inisiatif dalam proses konseling, sehingga klien tinggal menerima apa yang dikemukakan oleh konselor.1 Williamson menegaskan bahwa biasanya konselor menyatakan pendapatnya dengan tegas dan terus terang mencoba mencerahkan siswa. Darley kemudian menyebutkan bahwa wawasan konseling seolah-olah merupakan situasi jual beli karena konselor berusaha menjual gagasannya mengenai keadaan siswa, rencana kegiatannya atau perubahanperubahan sikapnya kearah yang di inginkan.2 Mereka yang memakai pendekatan ”Directive” beranggapan bahwa konselor sekolah itu berfungsi sebagai ”master educator”, yang membantu siswa mengatasi masalah-masalah dengan sumber-sumber intelektual yang disadari. Tujuan konseling yang utama adalah membantu siswa untuk merubah tingkah lakunya yang emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional, dengan sengaja, secara teliti dan berhatihati. Berikut kelemahan dan kebaikan Directive Counseling: 1. Teknik atau pendekatan langsung mempunyai beberapa kelemahan, jika:  Permasalahan yang dihadapi klien bervariasi dalam emosi sehingga kadang-kadang konselor mengabaikan segi-segi yang penting dalam proses konseling.  Dianggap oleh klien sebagai perampasan tanggung jawabnya.  Belum terdapat data-data, fakta dan informasi yang cukup jelas, sehingga pemecahan masalah dengan teknik ini pada akhirnya akan kabur.  Dengan inisiatif yang datang langsung dari konselor bisa menyebabkan adanya distansi antara konselor dengan klien keaktifan lebih banyak terletak ditangan konselor.

Dewa Ketut Sukardi ”Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah” (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) hal. 166 2 Juhana Wijaya ”Psikologi Bimbingan” (Bandung: PT. Eresco, 1988) hal. 136 1

2

2. Teknik ini mempunyai kebaikan-kebaikan, diantaranya:  Dalam keadaan tertentu kalau klien putus asa, rendah diri, takut, cemas, dsb, peranan konselor memegang peranan penting untuk memulai wawancara.  Klien yang tidak memiliki kemampuan untuk memulai wawancara konseling, konselor dapat memberikan bantuan untuk menggiring pada pokok-pokok permasalahan yang ingin diungkapkan.  Masalah-masalah klien yang sudah jelas memiliki data, fakta atau informasi lebih lanjut bisa diambil langkah-langkah tertentu oleh konselor dalam memecahkan masalah-masalah klien. Klien yang telah mampu dan mau menerima hasil dari proses konseling, untuk selanjutnya akan mau melanjutkan proses konseling.3

B. Non-Directive Counseling Teknik atau pendekatan Non-Directive Counseling sering pula disebut ”Client-Centered Counseling”, yang memberikan suatu gambaran bahwa dalam proses konseling yang menjadi pusatnya adalah klien, bukan konselor. Oleh karena itu dalam proses konseling ini aktifitas banyak diletakkan dipundak klien itu sendiri, dalam pemecahan masalah maka klien itu sendiri didorong oleh konselor untuk mencari pemecahan masalahnya.4 Maka, dari situ klien dapat menemukan kesempatan untuk dapat mempelajari dengan bebas dan aman kesulitankesulitannya dan sikap-sikap emosional yang merongrongnya. Teknik atau pendekatan Client-Centered Cunseling ini dikembangkan pertama kali oleh carl Rogers. Selanjutnya Rogers mengemukakan bahwa apabila seorang konselor sanggup menciptakan pertalian yang erat dan menyenangkan dengan penuh pengertian dan bebas dari segala perasaan takut dan cemas serta menghargai martabat individu, maka klien akan bersedia membuang semua cara pertahanan diri dan kemudian mengambil manfaat sebesarbesarnya dari situasi konseling untuk perkembangan dirinya.5 Kadangkadang pendekatan ini diartikan sebagai suatu pandangan hidup, sebagai metoda konseling, karena untuk membantu klien merealisir potensipotensinya, konselor sendiri harus mencapai dulu kematangan psikologis. Ia harus mampu untuk memahami dan menerima diri sendiri secara penuh, sungguh-sungguh,

Dewa Ketut Sukardi ”Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah” (Surabaya: Usaha 1983) hal. 168 4 Ibid, hal. 169 5 Juhana Wijaya ”Psikologi Bimbingan” (Bandung: PT. Eresco, 1988) hal. 128 3

3

Nasional,

memiliki respek terhadap diri sendiri maupun orang lain dan terus menerus berusaha mencapai pertumbuhan dan perkembangan-perkembangan potensi-potensinya sendiri. Berikut kelemahan dan kebaikan Non-Directive Counseling: 1. Penggunaan teknik atau pendekatan ini dalam proses konseling memiliki beberapa kemungkinan yang sifatnya sangat terbatas, sehingga nampak pendekatan ini adanya beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut:  Cara pendekatan ini memerlukan banyak waktu, hal ini disebabkan oleh karena waktu wawancara konseling sangat terbatas, sedangkan masalah yang dihadapi oleh klien cukup banyak untuk diberikan bantuan oleh konselor.  Kecakapan atau kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan seluruh permasalahannya sangat terbatas.  Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.  Teknik atau pendekatan ini menuntut sifat kedewasaan dari klien, disebabkan karena klien harus dapat menerima dan memahami dirinya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.  Kesukaran-kesukaran konselor dalam aspek klinis sering merupakan masalah, karena konselor belum terlatih dalam masalah psikologis. 2. Apabila teknik atau pendekatan ini digunakan dalam proses konseling, biasanya banyak membantu, terutama apabila:6  Klien mengalami kesukaran emosi dan tidak dapat menganalisa secara rational dan logis.  Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap penghayatan perasaan dalam pengungkapan masalah dari klien dan memantulkan kembali kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai. Jadi pendekatan ini sangat baik untuk dilaksanakan apabila konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi dalam penggunaan teknik ini.  Teknik ini sangat baik digunakan jika klien memiliki kemampuan untuk merefleksi diri dan mengungkapkan  perasaan dan pikirannya secara verbal.

6

Ibid, hlm.170

4

 Teknik atau pendekatan ini sangat cocok dipergunakan, sebab pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tetap menjadi tanggung jawab klien sendiri, walaupun konselor memberikan bantuan dengan pertanyaan dan ajakan tetapi tetap menekankan supaya klien memusatkan perhatian pada refleksi diri.7

C. Eklectic Counseling Teknik dan pendekatan Eklectic Counseling sering dipergunakan oleh konselor, disebabkan karena dari beberapa orang konselor dalam pengalaman mengadakan konseling dibuktikan bahwa kedua teknik atau pendekatan diatas mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelemahannya masing-masing. Seorang konselor akan berhasil menjalankan tugasnya tidak hanya berpegang pada salah satu teknik atau pendekatan, tetapi menggunakan

bermacam-

macam teknik atau pendekatan yang disesuaikan dengan sifat masalah klien dan situasi konseling. Jadi dengan demikian didalam proses konseling , seorang konselor menggunakan teknik atau pendekatan yang sedikit banyak merupakan penggabungan dari unsur-unsur directive dan non-directive. Hal ini bisa dilaksanakan dengan cara bahwa pada awal proses konseling konselor menggunakan teknik atau pendekatan non-directive yang memberikan keleluasaan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya,dan kemudian digunakan teknik atau pendekatan directive oleh konselor untuk menyalurkan arus pemikiran klien yang lebih aktif.8 Meskipun sudah diakui kelebihan pendekatan eklektik dibanding dengan pendekatanpendekatan yang lainnya, terdapat pula beberapa kelemahan, terutama yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu yang menghendaki keaslian prosedur konseling yang dipergunakan. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah:  T. Raxler menamakan konseling yang menggunakan pendekatan eklektik itu sebagai oportunis dan peminjam yang tidak memiliki filsafat tertentu untuk dijadikan pedoman pelaksanaan kerjanya.  Rogers berpendapat bahwa eklektisme itu kecil sekali sumbangannya dalam usaha

memecahkan persoalan yang muncul dalam perkembangan konseling pada

umumnya. Rogers menganggap aliran ini melakukan wishful thinking dengan

Dewa Ketut Sukardi ”Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah” (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) hal. 171 8 Dewa Ketut Sukardi ”Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah” (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) hal. 172 7

5

mengompromikan dua aliran pendekatan yang pada dasarnya berbeda. Aliran ini hanya melaksanakan suatu cara yang bersifat hipotesis yang sangat berbahaya.  Pendekatan eklektik hanya dipergunakan oleh konselor yang belum berpengalaman untuk melarikan diri dari ketidakmampuannya untuk menggunakan salah satu pendekatan yang memadai.  Apabila hal itu terjadi, maka konselor akan menemui kegagalan yang dapat membahayakan,terutama bagi klien.9

Tujuan Konseling Eklektik Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien untuk mencari solusi yang berkaitan dengan permasalahannya dengan bimbingan dari konselor. Klien dan konselor sama-sama aktif dalam mencari solusi. Konselor bertindak sebagai pengarah atau manager bagi klien untuk melewati tahapan-tahapan dalam pengentasan masalahnya. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif, memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Eklektik berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya. Konselor dalam mencapai tujuan ini dapat berperan secara bervariasi, misalnya sebagai konselor, psikiater, guru, konsultan, fasilitator, mentor, advisor, atau pelatih. Jadi, tujuan konseling eklektik adalah mengajak klien untuk aktif dalam proses penyelesaian masalahnya sendiri supaya aktualisasi diri klien bisa terealisasikan.

Mazhab (Aliran) Konseling : D. Psikodinamika Mazhab Psikodinamik, istilah psikodinamik mengacu pada pemindahan energi psikis atau mental pada berbagai struktur dan tingkatan kesadran yang berbeda dalam pikiran seseorang. Berbagai pendekatan psikodinamik menekankan pentingnya fungsi ketidaksadaran. Terapi dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam menerapkan kontrol sadar yang lebih besar pada kehidupannya. Analisis atau interprestasi mimpi menjadi bagian sentral terapi ini.10

9

Juhana Wijaya ”Psikologi Bimbingan” (Bandung: PT. Eresco, 1988) hal. 143 https://diazprabowopm.wordpress.com/2012/04/05/teknik-terapi-menurut-aliran-psikoanalisis-humanistik/

10

6

Kekuatan teori psikodinamika sebagaimana kekuatan tersebut bersinggungan dengan penanganan klien, mencakup (1) suatu pemahaman akan kekuatan proses alam tidak sadar (2) kesadaran akan dampak kehilangan interpersonal terhadap situasi perasaan (3) pentingnya pengaruh perkembangan dini, dan (4) kekuatan relasi terapeutik, khususnya dalam kaitan dengan fenomena transferensi dan kontratransferensi.

E. Humanistik-eksistensial Mazhab Humanistik, mazhab humanistik didasarkan pada pandangan humanisme, yakni sebuah sistem nilai dan kepercayaan yang menekankan kualitas dan kemampuan manusia yang lebih baik untuk mengembangkan potensi manusiawi-nya. Terapis humanistik menekankan pada penguatan kemampuan klien untuk mengalami perasaanya dan berpikir serta bertindak selaras dengan kecenderungan yang mendasari perilakunya untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu yang unik. Pendekan terapi humanistik-eksistensial menekankan pada kemampuan seseorang untuk memilih bagaimana cara mengaktualisasikan eksistensinya. Pandangan humanistic eksistensial adalah suatu pandangan yang agak baru untuk memahami tingkah laku abnormal dan dalam banyak hal dikembangkan sebagai reaksi melawan pandangan-pandangan lain. Pamdangan humanistic eksistensial kadang-kadang disebut sebagai ‘’mazhab ketiga’’ untuk membedakan dari segi pandangan psikodinamika dan pandangan behavioral yang dominan ketika pandangan humanistic eksistensial dikembangkan. Pandangan humanistic eksistensial kadang-kadang disebut pandangan fenomenologis. Fenomenologis adalah pendekatan filosofis yang bertolak belakang dari gagasan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan bukan melalui pikiran intuisi. Konsep dasar psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan terapi eksistensial yakni suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.11

F. Kognitif-behavioral Mazhab Kognitif-Behavioral, jika terapi perilaku tradisional terutama berfokus pada pengubahan perilaku yang dapat diobservasi dengan cara memberikan konsekuensinya (bisa hukuman atau hadiah), maka mazhab kognitif-behavioral memperluasnya dengan memasukkan kontribusi dari suasana hati, pikiran, dan kreativitas klien itu dalam mengatasi masalahnya. Dapat dikatakan pula bahwa dalam mazhab kognitif-behavioral, terapis

11

Goble, Frank G, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow. (Yogyakarta:Kanisius,1987),hal.187

7

memberikan akses pada klien dan setelah itu mengintervensinya untuk membantu mengubah cara berpikir dan berperilaku tertentu yang menjadi masalahnya.12

Pendekatan Kognitif-Behavioral memiliki pandangan bahwa seorangindividu memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif).Berdasarkan hal tersebut, terapi Kognitif-Behavioral menekankan bahwaperubahan tingkah laku dapat terjadi jika seorang individu mengalamiperubahan dalam masalah kognitif. Terapi dalam pendekatan Kognitif-Behavioral merupakan gabungan dari terapi yang ada pada pendekatanKognitif dan pendekatan Behavioral. Pendekatan kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain (misalnya, hidup saya sengsara sehingga sulit untuk dapat menentukan tujuan hidup saya). Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan klien agar dapat memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa kehidupan dan tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan yang sedang dialaminya. Dengan kata lain, konseling kognitif memfokuskan pada kegiatan mengelola dan memonitor pola fikir klien sehingga dapat mengurangi pikiran negatif dan mengubah isi pikiran agar dapat siperoleh emosi yang lebih positif. Sedangkan Konseling Behavioral memfokuskan pada kegiatan (tindakan) yang dilakukan klien, menentukan bentuk imbalan (rewards) yang dapat mendorong klien untuk melakukan tindakan tertentu, pemberian konsekuensi yang tidak menyenangkan, guna mencegah klien melakukan tindakan yang tidak dikehendaki.13 Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) dapat digunakan dalam rangka membantu menangani berbagai masalah yang dihadapi individu: seperti : depresi, kecemasan dan gangguan panik, atau dalam menghadapi peristiwa hidup lainnya, seperti: kematian, perceraian, kecacatan, pengangguran, masalah yang berhubungan dengan anak-anak dan stres. Dalam Terapi Kognitif-Behavioral (TKB), konselor dan klien bekerjasama untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku negatif yang menyebabkan timbulnya gangguan fisik-emosional. Fokus dalam terapi ini adalah berusaha mengubah pikiran atau pembicaraan diri (self talk).

12

Gunarsa, Singgih B. (2007). Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta: BPK Gunung Mulia.,2007),hal.125

13

Gardner, Lindzey. Psikologi Kepribadian 3 : Teori-teori sifat dan Behavioristik (Yogakarta:Kanisius,1993)hal.180

8

Proses Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) membantu klien dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan spesifik dari apa yang dia pikirkan dan menyebabkan timbulnya perasaan negatif dan menyakitkan. Setiap bentuk pemikiran yang menyimpang klien ini dapat mempengaruhi tingkat emosi dan perilakunya.14 Menurut Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Matson & Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran. Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy thinking.Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.15 CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali. Sedangkan pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.16

14

https://id.pdfcoke.com/doc/66017923/Pendekatan-Kognitif-Behavioral

15

https://dianpalilati.wordpress.com/2017/03/16/pendekatan-konseling-kognitif-behavioral/

16

https://vikawulandari21.wordpress.com/2015/05/06/kognitif-behavior/ 9

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dengan menggunakan pendekatan konseling direktif, non direktif dan eklektif konselor dapat menyesuaikan pendekatannya dengan jenis masalah yang dihadapi konseli, misalnya masalah program studi lebih baik diselesaikan menurut pola pendekatan trait and factor. Dengan demikian, konselor tidak menerapkan pola pendekatan yang sama terhadap semua masalah yang diungkapkan kepadanya. Koselor dapat mengambil posisi tertentu pada garis kontinum antara ujung memberi pengarahan minimal (metode nondirektif) dan ujung memberikan pengarahan maksimal (metode direktif) serta pendekatan yang memberikan pengarahan sejauh kebutuhan konseli (metode eklektik Konselor perlu menguasai suatu pendekatan yeng secara luas dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang dibicarakan dengannya.Konselor menyadari bahwa tidak semua kasus konseli mengandung suatu masalah yang memerlukan pembahasan mengenai penyelesaiannya pada saat sekarang.

B. SARAN 1. Diharapkan calon konselor tidak mempertanyakan mana pendekatan konseling yang paling baik diterapkan selama proses konseling, karena setiap persoalan yang dihadapi konseli berbeda-beda, sehingga membutuhkan cara yang berbeda pula dalam menyelesaikannya. Cara yang baik untuk konseli A belum tentu baik untuk konseli B, ini terjadi karena kondisi yang dialami setiap orang berbeda. 2. Agar calon konselor sekolah dapat menggunakan pendekatan konseling eklektik, paling tidak calon konselor sekolah tamatan program S1 menguasai kerangka teoritis dan pendekatan yang khas untuk Konseling Trait and Factor, Konseling Behavioristik dan Konseling Rational Emotive. Karena banyak kasus dapat diselesaikan secara tuntas dengan menerapkan salah satu dari pendekatan itu.

DAFTAR PUSTAKA Dewa Ketut Sukardi ”Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah” (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) Gardner, Lindzey.

Psikologi Kepribadian 3 : Teori-teori sifat dan Behavioristik

(Yogakarta:Kanisius,1993)

10

Goble,

Frank

G,

Mazhab

Ketiga:

Psikologi

Humanistik

Abraham

Maslow.

(Yogyakarta:Kanisius,1987) Gunarsa, Singgih, Konseling dan Psikoterapi ( Jakarta:BPK Gunung Mulia,2007) Juhana Wijaya ”Psikologi Bimbingan” (Bandung: PT. Eresco, 1988) https://id.pdfcoke.com/doc/66017923/Pendekatan-Kognitif-Behavioral https://dianpalilati.wordpress.com/2017/03/16/pendekatan-konseling-kognitif-behavioral/ https://vikawulandari21.wordpress.com/2015/05/06/kognitif-behavior/ https://diazprabowopm.wordpress.com/2012/04/05/teknik-terapi-menurut-aliran-psikoanalisishumanistik/

11

Related Documents


More Documents from "Muhammad Ikbal"