Bab I Menejemen Mantappu Jiwa.docx

  • Uploaded by: Muhammad Pahdiannur
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Menejemen Mantappu Jiwa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,315
  • Pages: 13
MAKALAH PRAKTIKUM MANAJEMEN FARMASI PUSKESMAS

Disusun Oleh : Muhammad Rizqan

NIM : 17.71.018028

Fauzi

NIM : 17.71.018040

Muhammad Aini

NIM : 17.71.018052

Muhammad Pahdiannur

NIM : 17.71.018054

PROGRAM STUDI D-III FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2019

BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunannasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwapembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dankemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud kesehatan yang optimalsebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-upayayang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitumembentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang

mempunyai misi sebagai pusat pengembangan

pelayanan

kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai salahsatu organisasi fungsional pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan promotif (peningkatan) , preventif (pencegahan) , kuratif

(pengobatan) , rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Salah satu upaya pemulihan

kesehatan

yangdilakukan

melalui

kegiatan

pokok

Puskesmas adalah

pengobatan.

Dalammemberikan pelayanan kesehatan terutama pengobatan di Puskesmas maka obatobatan merupakan unsur yang sangat penting. Untuk itu pembangunan di bidangperobatan sangat penting pula. Berdasarkan analisi pembiayaan kesehatan (Pemerintah dan Masyarakat termasuk Swasta) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, masyarakat dan Bank Dunia selama tahun 1982/1983 dan tahun1986/1987 menunjukkan bahwa pengeluaran khusus obatobatan di sektorpemerintah sebesar 18% dari keseluruhan pembiayaan pelayanan kesehatan dan

masyarakat

mengeluarkan

sebesar

40%

biaya

pelayanan

kesehatan

mereka

untuk membeli obat-obatan. Ketidakcukupan obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat menentukan yaitu faktor perencanaan/perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif dan kurang efisien (Hartono,2007). Kebijakan Obat Nasional (KONAS) bertujuan untuk menjamin ketersediaan obat baik

dari

segi

jumlah

dan

jenis

yang

mencukupi,

pemeratan, pendistribusian dan penyerahan obat-obatan harus sesuai dengan

juga

kebutuhan

masing-masing Puskesmas. Dengan adanya pengelolaan obat yang baik diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih maksimal.Pengelola obat serta penjaminan tersedianya obat yang dibutuhkan Puskesmas kota Palangka Raya adalah Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya.

Implementasi desentralisasi kebijakan obat membawa implikasi berupaperubahan mekanisme pembiayaan. Sebelum desentralisasi, anggaran dihitungberdasarkan jumlah penduduk dan persentase penduduk miskin, sedangkan pascadesentralisasi anggaran ditetapkan masing-masing daerah menurut kebutuhan danpermasalahan kesehatan yang dihadapi. Perubahan ini menimbulkan masalahdalam alokasi dan distribusi terutama di daerah dengan Pendapatan Asli Daerah(PAD) relatif kecil. Alokasi menjadi sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya DanaAlokasi Umum (DAU) serta kemampuan manajer obat di daerah mengelola danaobat ini, oleh karena itu perlu memperhatikan aspek-aspek yang tercakup didalamnya antara lain perencanaan obat harus berdasarkan data pengelolaan obatyang akurat. Manajemen obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari Puskesmas karena ketidak efisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional Puskesmas, karena bahan logistik obat merupakan salah satutempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat menentukankeberhasilan manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan. Tujuan manajemenobat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis , jumlahmaupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakaisebagai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yangdimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkanketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien(Aditama, 2005). Permintaan/pengadaan obat juga merupakan suatu aspek dimanapermintaan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan obat yang ada agar tidak terjadi suatu kelebihan atau kekurangan obat. Kelebihan obat atau kekosonganobat tertentu ini dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan obat yang tidak 4 akurat dan tidak rasional, agar hal-hal tersebut tidak terjadi maka pengelolaan obat puskesmas perlu dilakukan sesuai yang ditetapkan dan diharapkan dimanadalam pengelolaan harus memperhatikan penerimaan, penyimpanan serta pencatatan dan pelaporan yang baik.Terjaminnya ketersediaan obat di pelayanan kesehatan akan menjaga citrapelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien(Hartono, 2005).

BAB II Pengertian perencanaan Perencanaan

adalah

suatu

proses

penyusunan

secara

sistematis

mengenai

kegiatan−kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah−masalah yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(8)

. Pengertian perencanaan mempunyai

banyak macamnya akan tetapi yang dianggap penting antara lain dikemukakan sebagai berikut (9). 1.

Billy E. Goetz yang mengemukakan bahwa perencanaan adalah kemampuan untuk memilih dari berbagai kemungkinan yang tersedia dan yang dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan.

2.

Drucker mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses kerja yang terus−menerus meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting yang akan

dilaksanakan

secara

sistematik,

melakukan

perkiraan−perkiraan

dengan

mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara sistematik segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik. 3.

Menurut Levey dan Loomba, perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami sistem yang dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai, memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis efektivitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian selengkapnya dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan yang terus−menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara rencana yang dihasilkan dengan sistem yang dianut. Perencanaan sediaan farmasi adalah suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi

untuk menetapkan jenis dan jumlah obat, bahan obat, jamu atau kosmetik yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan (8). Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014 dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

Tujuan perencanaan Adapun tujuan perencanaan secara umum diantaranya sebagai berikut (9). 1.

Membantu para pelaksana dalam melaksanakan program dengan perencanaan yang baik maka setiap pelaksana akan memahami rencana tersebut dan akan merangsang para pelaksana untuk dapat melakukan beban tugas masing−masing dengan sebaik−baiknya.

2.

Membantu para pelaksana untuk membuat perencanaan pada masa depan, jadi hasil yang diperoleh dari suatu pekerjaan perencanaan pada saat ini dapat dimanfaatkan sebagai pedoman untuk menyusun rencana kerja pada masa depan dan demikian seterusnya.

3.

Sebagai upaya pengaturan baik dalam bidang waktu, tenaga pelaksana, sarana, biaya, tujuan, lokasi serta macam organisasi pelaksananya.

4.

Guna memperoleh dukungan baik berupa dukungan legislatif (melalui peraturan ataupun perundang−undangan), dapat berupa dukungan moril (persetujuan masyarakat ataupun dukungan materiil dan finansial (biasanya dari para sponsor). Dengan demikian dapat disimpulkan adapun tujuan perencanaan sediaan farmasi adalah

sebagai berikut. 1.

Mengetahui jenis dan jumlah sediaan farmasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan.

2.

Menghindari terjadinya kekosongan sediaan farmasi, terutama obat.

3.

Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

4.

Meningkatkan efisiensi penggunaan sediaan farmasi, terutama obat. Adapun yang menjadi pedoman dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi yaitu

DOEN, formularium

rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang

berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta rencana pengembangan. Tahapan−tahapan perencanaan sediaan farmasi Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002) berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan sediaan farmasi adalah sebagai berikut. 1.

Tahap pemilihan Fungsi dari pemilihan atau penyeleksian adalah untuk menentukan apakah sediaan

farmasi tersebut benar−benar diperlukan dan sesuai dengan jumlah penduduk serta pola penyakit. Pengadaan obat yang baik diperoleh dengan diawali dasar−dasar seleksi kebutuhan obat diantaranya sebagai berikut. 

Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.



Obat memiliki keamanan, kemanjuran yang didukung dengan bukti ilmiah.



Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan risiko yang minimal.



Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavaibilitasnya.



Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dengan biaya yang baik.



Apabila pilihan lebih dari satu, maka dipilih yang paling baik, banyak diketahui dan farmakokinetiknya yang paling menguntungkan.



Mudah diperoleh dengan harga terjangkau.



Obat sedapat mungkin merupakan sediaan tunggal. Pada tahap seleksi sediaan farmasi harus pula dipertimbangkan dampak administratif,

biaya yang ditimbulkan, kemudahan dalam mendapatkan, kemudahan dalam penyimpanan, kemudahan untuk didistribusikan, dosis yang sesuai dengan kebutuhan terapi, sediaan farmasi yang dipilih sesuai dengan standar terjamin. Guna menghindari risiko yang dapat terjadi harus pula mempertimbangkan kontra indikasi, peringatan dan perhatian juga efek samping dari sediaan farmasi yang dipilih. 2.

Tahap kompilasi pemakaian Kompilasi pemakaian berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan tiap jenis sediaan

farmasi selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapatkan dari kompilasi pemakaian sebagai berikut. 

Jumlah pemakaian sediaan farmasi.



Persentase pemakaian sediaan farmasi terhadap total pemakaian setahun.



Pemakaian rata−rata tiap jenis sediaan farmasi untuk tingkat kabupaten/kota. Manfaat dari informasi−informasi yang didapat yaitu sebagai sumber data dalam

menghitung kebutuhan sediaan farmasi untuk pemakaian satu tahun mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung stok atau persediaan pengaman dalam rangka mendukung penyusunan rencana distribusi. 3.

Tahap perhitungan kebutuhan Menentukan kebutuhan merupakan tantangan berat yang harus dihadapi oleh Apoteker.

Masalah kekosongan atau kelebihan sediaan farmasi, terutama obat dapat terjadi apabila informasi semata−mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis terkait kebutuhan pelayanan kesehatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan sediaan farmasi secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan sediaan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah serta tepat waktu.

Menurut Wheelright yang dikutip dari Silalahi (1989) ada tiga cara yang mendasar dalam hal penetapan jumlah persediaan sediaan farmasi, terutama obat yang harus diperhatikan pada saat perencanaan manajemen persediaan yaitu sebagai berikut. 

Populasi yaitu berdasarkan banyaknya jumlah pasien yang datang dengan keluhan penyakit tertentu, maka dapat dilihat jenis obat atau kebutuhan sediaan farmasi apa yang banyak digunakan untuk mengatasi keluhan tersebut dan berapa banyak jumlah yang dibutuhkan.



Pelayanan yaitu jenis pelayanan apa yang banyak dilakukan dalam kegiatan perawatan dan pengobatan, serta tentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi yang digunakan (berdasarkan jenis pelayanan dan jenis penyakit yang dominan).



Konsumsi yaitu jumlah sediaan farmasi yang pemakaiannya berdasarkan data pemakaian yang digunakan pasien secara rutin, biasanya dilakukan pada penggunaan obat dan cara ini pemakaiannya stabil (pengumpulan data berdasarkan pemakaian sebelumnya). Pendekatan dalam menentukan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan berbagai

metode yaitu sebagai berikut. 

Metode konsumsi Didasarkan atas analisis konsumsi tahun sebelumnya untuk menghitung jumlah sediaan

farmasi yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal−hal seperti pengumpulan dan pengolahan data, analisis data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan, penyesuaian jumlah kebutuhan dengan alokasi dana. Jenis−jenis data yang perlu dipersiapkan dalam metode konsumsi yaitu alokasi dana, daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, sediaan hilang atau rusak, kadaluarsa, kekosongan, pemakaian rata−rata atau pergerakan sediaan farmasi per tahun, lead time, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan (11). Adapun langkah−langkah perhitungan dengan metode konsumsi adalah dengan menghitung pemakaian rata−rata sediaan farmasi X per bulan pada tahun sebelumnya (a), kemudian hitung pemakaian pada tahun sebelumnya (b), hitung stok pengaman yang pada umumnya berkisar 10−20 % dari pemakaian dalam satu bulan (c), serta menghitung kebutuhan pada waktu tunggu (lead time) yang umumnya berkisar antara 3−6 bulan (d). Kebutuhan sediaan farmasi tahun sebelumnya adalah (e) = b + c + d. Rencana pengadaan tahun selanjutnya adalah hasil perhitungan dari kebutuhan tahun sebelumnya (e) – sisa stok (10)

.



Metode morbiditas Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan berdasarkan pola penyakit, perkiraan

kenaikan kunjungan dan lead time. Langkah−langkah dalam metode ini adalah dengan menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menyediakan standar atau pedoman pengobatan yang digunakan, menghitung perkiraan kebutuhan dan penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan menggunakan metode morbiditas yaitu perkiraan jumlah populasi, menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur dan penyakit, frekuensi kejadian masing−masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada, menghitung perkiraan jumlah dan masing−masing jenis sediaan farmasi untuk setiap diagnosa yang dibandingkan dengan standar pengobatan, menggunakan pedoman pengobatan yang ada untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat. Menurut pedoman pengadaan dapat dilakukan sebagai berikut. Menghitung masing−masing jumlah yang diperlukan tiap penyakit berdasarkan pada pedoman pengobatan, pengelompokkan dan penjumlahan masing−masing sediaan farmasi, menghitung jumlah kebutuhan yang akan datang dengan mempertimbangkan factor peningkatan kunjungan, lead time, dan stok pengaman (buffer stock), menghitung jumlah yang harus diadakan pada tahun anggaran yang akan datang dengan rumus : kebutuhan obat yang akan datang – sisa stok. Buku defekta harus dipersiapkan pada tahap ini untuk mencatat sediaan farmasi apa saja yang habis stoknya. Dari buku defekta inilah, seorang apoteker mengambil keputusan untuk pemesanan barang. Metode perencanaan yang paling sering digunakan adalah metode epidemiologi, konsumsi, kombinasi dan just in time. 4.

Tahap proyeksi kebutuhan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (11).



Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu

dengan estimasi pemakaian rata−rata tiap bulan ditambah stok penyangga (buffer stock). 

Menghitung rancangan pengadaan periode tahun yang akan datang. Perencanaan pengadaan tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut : a =

b+c+d–e–f

Keterangan : a : Rancangan pengadaan tahun yang akan datang b : Kebutuhan untuk sisa periode berjalan ( Januari–Desember) c : Kebutuhan untuk tahun yang akan datang d : Rancangan stok akhir e : Stok awal periode berjalan per stok per 31 Desember di gudang f : Rencana penerimaan pada periode berjalan (Januari–Desember) 

Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan. Rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dihitung dengan melakukan analisis

ABC−VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian, serta menyusun prioritas kebutuhan dasar dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan data 10 penyakit terbesar. 

Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran. Dilakukan melalui kegiatan penetapan kebutuhan anggaran untuk masing−masing

sediaan

farmasi

bersumber

per

anggaran,

menghitung persentase

belanja

untuk

masing−masing sediaan farmasi terhadap masing−masing sumber anggaran, serta menghitung persentase anggaran masing−masing sediaan farmasi terhadap total anggaran dari semua sumber (10). 5.

Tahap penyesuaian rencana pengadaan Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaaan sediaan farmasi dengan jumlah

dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing−masing jenis sediaan farmasi dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan sediaan farmasi tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi adalah sebagai berikut (11). 

Analisis ABC Berdasarkan berbagai observasi dalam inventori manajemen yang paling banyak

menemukan tingkat konsumsi per tahun dengan hanya diwakili oleh sejumlah item yang relatif kecil. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana (70%) digunakan untuk pengadaan, dimana 10% dari jenis atau item yang paling banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90% item (sebagian besar item) menggunakan dana sebesar 30%. Analisis ABC biasa digunakan untuk pengadaan obat dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya. Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70 % dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok B

adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 20 % dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 10 % dari jumlah dana obat keseluruhan. Analisis ABC dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu analisis ABC pemakaian yang dilakukan dengan mengumpulkan daftar jenis obat dalam satu periode, membuat daftar pemakaian dari masing−masing jenis obat, jumlah pemakaian masing−masing jenis obat diurutkan berdasarkan jumlah pemakaian terbanyak ke jumlah pemakaian yang terkecil, menghitung persentase

untuk

masing−masing dan persentase kumulatifnya, serta

mengelompokkan obat menjadi 3 kelompok berdasarkan persentase 70−20−10 (sampai dengan 70% masuk kelompok A, 71–90% masuk kelompok B, lebih dari 90% masuk kelompok C). Analisis ABC investasi yang dilakukan dengan mengumpulkan seluruh daftar jenis obat selama satu periode, mencatat harga pembelian masing−masing jenis untuk periode tersebut, menghitung biaya pemakaian setiap jenis dengan cara mengkalikan antara jumlah pemakaian dengan harga satuan, menyusun nilai investasi dari yang terbesar hingga yang terkecil, menghitung persentase dan kumulatifnya, mengelompokkan obat menjadi 3 kelompok dengan persentase 70−20−10 (10). 

Analisis VEN Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas

adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu kelompok V (kelompok obat−obatan yang harus tersedia atau vital karena dipakai untuk tindakan penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan penyakit yang menyebabkan kematian, contohnya life saving drugs, obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat untuk mengatasi penyakit−penyakit penyebab kematian terbesar), kelompok E (kelompok obat−obatan esensial yang banyak digunakan dalam tindakan atau dipakai di seluruh unit Rumah Sakit, biasanya merupakan obat yang bekerja secara kausal atau obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit) dan kelompok N (obat−obatan penunjang atau pelengkap yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan). Penggolongan obat dengan analisis VEN dapat digunakan untuk penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia, obat−obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan

obat. Terlebih dahulu diperlukan kriteria penentuan VEN dalam penyusunan daftar VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing−masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya (10). 

Analisis ABC−VEN Selain menggunakan analisis ABC dan VEN dalam penyesuaian jumlah sediaan farmasi

berupa obat dengan dana yang tersedia untuk mengatasi perkiraan kebutuhan yang lebih besar dari dana yang tersedia dapat digunakan pula analisis ABC−VEN yang merupakan penggabungan analisis ABC dan VEN kedalam suatu matriks, sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat seperti berikut. Matriks Analisis ABC−VEN

V A E A N A

A

B

C

V

V

V

B E B N B

C E

E C

N

N

C

Matriks diatas dapat dijadikan dasar untuk menetapkan prioritas, dalam rangka penyesuaian anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Jenis barang yang bersifat vital (VA, VB, VC) merupakan pilihan utama untuk dibeli atau memerlukan perhatian khusus, sebaliknya barang yang non esensial tetapi menyerap anggaran banyak (NA) dijadikan prioritas untuk dikeluarkan dari daftar belanja. Hasil analisis ABC dan VEN dapat digunakan dalam menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi misalnya dalam pengelolaan stok, penetapan harga satuan obat, penetapan jadwal pengiriman, pengawasan stok dan monitoring umur pakai obat. Pengadaan Menurut keputusan Menteri Kesehatan, pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang−undangan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian. Pengadaan sediaan farmasi merupakan suatu proses yang dimaksud untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses manajemen sediaan farmasi dapat terbentuk dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia

dalam suatu sistem. Tujuan utama pengadaan adalah tersedianya sediaan farmas yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan (4). Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah sebagai berikut (1). 

Hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi.



Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggung jawabkan.



Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, apotek dan lain−lain



Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur dan lain−lain. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan

farmasi dan sumbangan (drooping) atau hibah. Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus memilih berdasarkan kriteria, seperti mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan dan pengemasan. Sistem pengadaan merupakan faktor penting dari ketersediaan atau biaya yang dikeluarkan. Keefektifan proses pengadaan dapat menjamin ketersediaan sediaan farmasi yang baik, jumlah yang cukup, harga yang sesuai dan dengan standar kualitas yang diakui. Pengadaan yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin tersedianya rencana kebutuhan sesuai dengan jenis dan jumlah sediaan farmasi, tersedianya anggaran pengadaan yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya, terlaksananya pengadaan yang efektif dan efisien, terjaminnya penyimpanan sediaan farmasi dengan mutu yang baik, terjaminnya pendistribusian sediaan farmasi yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek, terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi yang mendukung pelayanan kesehatan, tersedianyan sumber daya manusia dengan jumlah dan kualifikai yang tepat, penggunaan obat menjadi rasional sesuai dengan pedoman yang telah disepakati, serta tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang benar dengan tahapan sebagai berikut.

(13)

. Prosedur pembelian barang dilaksanakan

Related Documents

Menejemen Pemasaran
June 2020 31
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67

More Documents from "PMKP RSGH"