Bab I Kti Ikmal New.docx

  • Uploaded by: Muhammad Ikmal Tosepu Mattara
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Kti Ikmal New.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,259
  • Pages: 42
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Menurut UU kesehatan jiwa No.3 tahun 1996, kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,intelektual,emosionalsecara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.videbeck(2008). Menjelaskan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dangan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stres kehidupan dengan wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama dengan orang lain. Indikator sehat jiwa meliputi sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan. (Stuart&Laria, principle and practice psychiatric nursing,1998 dalam buku iyus yosep 2009 hal 1). Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Data dari World Health Organitation (WHO) ada

1

sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Indonesia sendiri diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menglami gangguan jiwa. Angka itu menunjukan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia (Yosep, 2014 ). Angka kejadian di Rumah sakit Jiwa Provinsi sulawesi tenggara, selama tahun 2016 dari 6 diagnosa besar yaitu halusinasi, resiko perilaku kekerasan, perilaku kekerasan, isolasi sosial, defisit perawatan diri dan harga diri rendah, dari 869 pasien peringkat pasien dengan diagnosa halusinasi pada urutan ke 1 dengan rincian sebagai berikut : halusinasi 623 jiwa, resiko perilaku kekerasan 72, perilaku kekerasan 40 jiwa, defisit perawatan diri 92 jiwa,harga diri rendah 20 jiwa, dan sisanya isolasi sosial sebanyak 22 jiwa ( Arsip RSJ Prov.sulawesi tenggara). Pasien halusinasi bisa muncul masalah lain jika tidak segera kita tangani yang memungkinkan muncul adalah resiko perilaku kekerasan, rasa tidak terima tentang suatu hal karena merasa direndahkan seseorang maupun suara bisikan yang menghasut untuk melakukan tindakan merusak lingkungan dan menciderai orang lain, adapun salah satu tindakan keperawatan untuk mengatasi halusinasi yaitu Terapi Aktifitas Kelompok yang bertujuan untuk mengembangkan stimulasi kognitif ,mengembangkan stimulasi sensori, mengembangkan orientasi realitas dan mengembangkan sosialisasi. Hasil

dunia, indonesia, maupun rumah sakit maka penulis tertarik

mengambil kasus Karya Tulis Ilmiah ‘’penerapan terapi aktifitas kelompok

2

untuk meningkatkan kemandirian pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dalam aktivitas sehari-hari’’ B. Rumusan Masalah Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan pemberian Terapi aktifitas kelompok pada pasien halusinasi pendengaran ? C. Tujuan 1. Tujuan umum Mengambarkan asuhan keperawatan dengan penerapan terapi aktivitas kelompok pada pasien halusinasi pendengaran. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi kemandirian sebelum di lakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Prov.Sultra. b. Mengidentifikasi kemandirian setelah di lakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Prov.Sultra. c. Membandingkan hasil penerapan terapi aktivitas kelompok (TAK) pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Prov.Sultra. D. Manfaat 1.

Bagi profesi keperawatan Untuk menambah sumber informasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan keperawatan optimal,khususnya dalam penerapan terapi aktivitas kelompok

3

2.

Bagi perkembangan ilmu pendidikan Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi perkembangan keperawatan jiwa, dan mendorong minat para mahasiswa untuk lebih mengetahui asuhan keperawatan jiwa khususnya penerapan terapi aktivitas kelompok.

3. Bagi penulis Diselesaikannya karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman nyata dalam memberikan aterapi aktifitas kelompok pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, serta dapat meningkatkan wawasan dan ketrampilan tentang karya tulis ilmiah, khususnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa. 4. Klien Klien dapat mengetahui tentang penyakitnya dan mengetahui cara mengatasi jika terjadi halusinasi.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asuhan keperawatan pasien halusinasi 1.

Pengkajian faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah : a.

faktor predisposisi. 1) Faktor biologis. Abnormalita perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut : a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofren. b) Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan. c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. 2) Faktor Psikolagis. Keluarga,

pengasuh

dan

lingkungan

klien

sangat

mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

5

3) Faktor Sosial budaya. kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi. b.

Faktor presipitasi. secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi

kemungkinnan

kekambuhan

(kelliat,2006,

https://thefuturisticlovers.wordpress.com, di peroleh tanggal 22 juli 2017). Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : 1) Biologis. Ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2) Sterss lingkungan. Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.

6

c.

Tanda dan gejala. Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar : Bicara, senyum dan tertawa sendiri, Mengatakan mendengar suara. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkunga, Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata, Tidak dapat memusatkan konsentrasi / perhatian, Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, Sikap curiga dan bermusuhan, Menarik diri, menghindar dari orang lain, Sulit membuat keputusan, Ketakutan,

Mudah

tersinggung,

jengkel,

mudah

marah.

Menyalahkan diri sendiri / orang lain. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian, Muka merah kadang pucat, Ekspresi wajah tegang, Tekanan darah meningkat, Nadi cepat, Banyak keringat. ( Stuart , 2007 https://thefuturisticlovers.wordpress.com, di peroleh tanggal 22 juli 2017 ) d.

Mekanisme koping. Prilaku yang mewakili upaya melindungi diri sendiri dari pengalaman

yang

menakutkan

berhubungan

dengan

respon

neorobiologik termasuk : 1) Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari- hari. 2) Proyeksi : menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

7

3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. 2. Diagnosa a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran b. Isolasi sosial. c. Risiko prilaku kekerasan 3. Perencanaan Merupakan suatu proses penyusunan barbagai tindakan keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah klien. Bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dalam membuat strategi keperawatan yang aman dan memenuhi tujuan. Rencana tindakan keperawatan. Diagnosa

: Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.

TUM : Klien mampu mengontrol halusinasi. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi. Setelah interaksi, klien menunjukkan tanda – tanda percaya pada perawat, Ekspresi wajah bersahabat, Menunjujkkan rasa senang, Ada kontak mata, Mau berjabat tangan, Mau menyebutkan nama, Mau menjawab salam, Mau duduk berdampingan dengan perawat, Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Rencana tindakan.

8

a. Bina

hubungan

saling

percaya

dengan

menggunakan

prinsip

komunikasi terapeutik. b. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. c. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan. d. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien e. Buat kontrak yang jelas f. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi. g. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya. h. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. i. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. j. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria evaluasi Setelah interaksi diharapkan klien dapat menyebutkan : Jenis, Isi, Waktu, Frekuensi, Perasaan, Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, Responnya saat mengalami halusinasi. Rencana tindakan. a. adakan kontak sering dan singkat secara bertahap. b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri, ke kanan, dan ke depan seolah ada teman bicara. c. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu halusinasi dengar, Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang didengarnya, lanjutkan suara apa yang katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal

9

tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi ) Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan perawat akan membantu klien. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang ) Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi. d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. e. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. f. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi Setelah interaksi diharapkan klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi. Kliendapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi. Klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Rencana tindakan

10

a. Identifikasibersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi. b. Diskusikan cara yang digunakan klien,Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, Jika cara yang digunakan maladaptive diskusikan kerugian cara tersebut c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi : Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( “saya tidak mau dengar ’’ ) pada saat halusinasi terjadi temui orang lain ( perawat/ teman/ anggota keluarga ) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun, Meminta keluarga / teman / perawat menyapa jika sedang berhalusinasi. d. Bantu klien memilih cara yang sudah diajurkan dan latih untuk mencobanya. e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. f. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian. g. Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi. TUK 4 :Klien dapat dukungan dari kelaurga dan mengontrol halusinasinya Kriteria evaluasi Setelah pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga dapat membina hubungan saling

11

percaya dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Rencana tindakan a. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan topik ). b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga kunjungan rumah) : pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yag halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi). c. Beri informasi waktu control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah. TUK 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik Kriteria evaluasi Setelah interaksi klien menyebutkan : manfaat minum obat, kerugian tidak munum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter. Rencana tindakan : a. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.

12

b. Pantau klien saat penggunaan obat. c. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. e. Ajurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi halhal yang tidak diinginkan. Psikoterapi dan Rehabilitasi. Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari: a. Terapi aktivitas. b. Terapi musik. Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien. c. Terapi seni. Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni. d. Terapi menari. Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

13

e. Terapi relaksasi. Belajar

dan

praktek

relaksasi

dalam

kelompok

Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan. f. Terapi sosial. Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain g. terapi kelompok : Terapi kelompok (Group therapy), Terapi group, ( kelompok terapeutik ), Terapi aktivitas kelompok ( Adjunctive group activity therapy ). TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi : Pendengaran. Sesi 1 : Mengenal halusinasi. Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik. Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan. Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap. Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. h. Terapi lingkungan Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga ( home like atmosphere ).

14

B. Faktor penyebab halusinasi 1. Faktor predisposisi faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah : a. Faktor perkembangan Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya pada lingkungannya. b. Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak di terima di lingkungannya sejak bayi akan merasa di singkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor biokimia Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa, adanya stress yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam tubuh akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik biokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak. d. Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh kepada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.

15

e. Faktor genetik dan pola asuh Penelitian menunjukkan bahwa anaksehat yang di asuh oleh orang tua skizofrenia

cenderung

mengalami

skizofrenia.

Hasil

studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini 2. Factor prespitasi Faktor prespitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang di terima oleh otak untuk diinterprestasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress. 3. Tanda dan gejala Perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut: a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri. b. Mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat

16

c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain d. Tidak dapat membedakan keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata. e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya. g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan takut. h. Sulit berhubungan dengan orang lain i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah. j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. 4. Akibat Akibat dari halusinasi adalah mencederai diri, orang lain, dan lingkungan, ini di akibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya. 5. Mekanisme koping a. Regresi

: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

b. Proyeksi

: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan

berusaha unuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. c. Menarik diri

: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal.

17

C. Terapi aktivitas kelompok (TAK) 1. Pengertian Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai norma yang sama Sedangkan kelompokterapeutik memberi kesempatan untuk saling bertukar (sharing) tujuan, umpamanya membantu individu yang berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu mengubah perilaku destruktif menjadi konstruktif. (stuart&sunden,1991:10 dalam buku asuhan keperawatan jiwa hal.32). Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri. Kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan memberi penjelasan untuk mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian kelompok dapat dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk uji coba kemampuan berhubungan dan berprilaku terhadap orang lain. Secara umum tujuan kelompok adalah: a. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman b. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain c. Merupakan proses menerima umpan balik Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang

18

dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya.(eko prabowo, s.kep., Ns, M.kes ,2014) Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang di lakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau di arahkan oleh seorang therapist atau petugas kesahatan jiwa yang telah terlatih. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang di lakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersional. (Iyus Yosep, s.kp., M.si , 2011) 2. Jenis Terapi Aktifitas Kelompok a. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah di alami. Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan efektif serta mengurangi perilaku maladaptif. Tujuan : 1) Meningkat kemampuan orientasi realita 2) Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian 3) Meningkatkan kemampuan intelektual 4) Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat dari orang lain 5) Mengemukakan perasaannya.

19

Karakteristik : 1) Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai 2) Menarik diri dari realitas 3) Inisiasi atau ide-ide negative Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi ferbal, kooperatif dan mau mengikuti kegiatan. b. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori Aktifitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sendasi klien, kemudian di observasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapa Kelompok untuk menstimulasi sensori pada pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi fasilitas pengunaan panca indera dan kemampuan mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal. Tujuan : 1) Meningkatkan kemampuan sensori 2) Meningkatkan upaya memusatkan perhatian 3) Meningkatan kesegaran jasmani 4) Mengekspresikan perasaan c. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas Klien di orientasikan pada kenyataan yang ada di sekitar klien yaitu diri sendiri, orang lain oyang ada di sekeliling klien atau orang

20

yang dekat dengan klien,lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien dan waktu saat ini dan yang lalu. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk menorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang mengalami gangguan orientasi terhadap orang ,waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik. Tujuan : 1) Penderta

mampu

mengidentifikasi

stimulus

internal

(fikiran,perasaan,sensasi somati) dan stimulus eksternal (iklim,bunyi situasi alam sekitar). 2) Penderita dapat membedakan lamunan dan kenyataan 3) Pembicara penderita sesuai realitas 4) Penderita mempu mengenali diri sendiri 5) Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat Karakteristik : 1) Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham, dan depresonalisasi) yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain 2) Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat berinteraksi dangn orang lain. 3) Penderita kooperatif. 4) Dapat berkomukasi verbal dengan baik 5) Kondisi fisik dalam keadaan sehat

21

d. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi Klien di bantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan social. Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk : 1) Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal 2) Memberi tanggapan terhadap orang lain 3) Mengekspresikan ide dan tukar persepsi 4) Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan Tujuan umum : Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide serta stimulus eksternal. Tujuan khusus : 1) Penderita mampu menyebutkan identitasnya 2) Menyebutkan identitas penderita lain 3) Berespon terhadap penderita lain 4) Mengikuti aturan main 5) Mengemukakan pendapat dan perasaannya

22

Karakteristik : 1) Penderita kurang berminat atau tidak inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan 2) Penderita sering berada di tempat tidur 3) Penderita menarik diri, kontak sosial kurang 4) Penderita dengan harga diri rendah 5) Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas 6) Tidak inisiatif untuk memulai pembicaraan, menjawab seperlunya , jawaban sesuai pertanyaan 7) Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik e. Penyaluran energi Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara kontruktif dimana memungkinkan penembangan pola-pola penyaluran energi seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendir maupun lingkungan. Tujuan : 1) Menyalurkan energi; destruktif ke konstruktif 2) Mengekspresikan perasaan 3) Meningkatkan hubungan interpersonal

23

3. Manfaat terapi aktifitas kelompok Terapi aktifitas kelompok mempunyai manfaat : a. Terapeutik 1) Umum a) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain. b) Melakukan sosialisasi c) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan efektif. 2) Khusus a) Meningkatkan identitas diri b) Menyalurkan emosi secara konstruktif c) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial

3) Rehabilitasi a) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri b) Meningkatkan ketrapilan seseorang c) Meningkatkan kemampuan empati d) Meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan masalah 4. Tujuan terapi aktifitas kelompok (TAK) a. Mengembangkan stimulasi kognitif Tipe

: Biblioterapy

Aktifitas

: menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk

merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain

24

b. Mengembangkan stimulasi sensori Tipe

:Musik, seni, menari

Aktifitas

:Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan

Tipe

:relaksasi

Aktifitas

:Belajar teknik reksasi dengan cara nafas dalam, relaksasi

otot dan imajinasi c. Mengembangkan orientasi realitas Tipe

:kelompok orientasi realitas, kelompok validasi

Aktifitas

:fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang benar, salah

bantu memenuhi kebutuhan d. Mengembangkan sosialisasi Tipe

:Kelompok remotivasi

Aktifitas

:Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe

:keompok mengingatkan

Aktifitas

:fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.

5. Kerangaka Teoritis Terapi Aktifitas Kelompok a. Model fokal konflik Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada kelompok daripada individu. Prinsipnya : Terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak di sadari. Pengalaman kelompok secara berkesinambungan muncul kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapis

25

untuk membantu anggota kelompok memahami konflik dan mencapai penyelesaian konflik. Menurut model ini pimpinan kelompok(leader) harus memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekspresikan perasaan dan mendiskusikan perasaan untuk penyelesaian masalah. b. Model komunikasi Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi

tak

efektif

dalam

kelompok

akan

menyebabkan

ketidakpuasan anggota kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi atau keterpaduan kelompok menurun. Dengan menggunakan model ini leader memfasilitasi komunikasi efektif, masalah individu atau kelompok dapat di identifikasi dan diselesaikan. Leader mengajarkan kepada kelompok bahwa : 1) Perlu berkomunikasi 2) Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup. 3) Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain. 4) Anggota dapat menggukan teori komunikasi dalam membantu satu dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif. Model

ini

bertujuan

membantu

meningkatkan

interpersonal dan sosial anggota kelompok.

26

keterampilan

Selain itu teori komunikasi membantu anggota merealisasi bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif. Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat prinsipprinsip komunikasi dan bagaimana menggunakan di dalam kelompok serta menganalisa proses komunikasi tersebut. c. Model interpersonal Sullivan

mengemukakan

(pikiran,perasaan,tindakan)

bahwa

digambarkan

tingkah melalui

laku hubungan

interpersonal. Contoh : interaksi dalam kelompok dipandang proses sebab akibat dari tingkah laku anggota lain. Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota kelompok ini belajar dari antar anggota dan terapis. Melalui ini kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang efektif dipelajari. Pesaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi dan merubah tingkah laku/perilaku. Contoh : Tujuan salah satu aktifitas kelompok untuk meningkatkan hubungan interpersonal. Pada saat konflik interpersonal muncul, leader menggunakan

situasi

itu

untuk

mendorong

anggota

untuk

mendiskusikan perasaan meraka dan mempelajari konflik apa yang membuat anggota merasa cemas dan menentukan perilaku apa yang digunakan untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat terjadi komflik.

27

d. Model psikodrama Dengan model ini memotifasi anggota kelompok untuk berakting sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang pernah lalu. Anggota memainkan peran sesuai dengan yang pernah dialami. Contoh :Klien memerankan ayahnya yang dominan atau keras. 6. Tahapan-tahapan dalam Terapi Aktifitas kelompok Menurut yalom, yang di kutip stuart&sunden , 1995. Menggambarkan fase-fase dalam terapi aktifitas kelompok adalah sebagai berikut : a. Pre kelompok Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi leader,anggota, tempat dan waktu kegiatan , kelompok akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan di gunakan beserta dana yang di butuhkan. b. Fase awal Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang akan terjadi, yaitu : orientasi, konflik atau kebersamaan Orientasi : Anggota mulai mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota. Konflik : Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, dimana peran anggota ,tugasnya, dan saling ketergantunga yang akan terjadi.

28

Kebersamaan :Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota mulai menemukan siapa dirinya. c. Fase kerja Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim; 1) Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya 2) Perasaan positif dan negatif dapat di koreksi dengan hubungan saling percaya yang telah terbina 3) Semua anggota bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah di sepakati 4) Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realitas 5) Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok dalam menyelesaikan tugasnya. 6) Fase ini di tandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif. Petunjuk untuk leader pada fase ini : 1) Intervensi leader didasari pada kerangka kerja teoritis, pengalaman, personality dan kebutuhan kelompok serta anggotanya 2) Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan mempertahankan batasannya, mendorong kelompok bekerja pada tugasnya 3) Intervensi langsung di tujukan untuk menolong kelompok mengatasi masalah khusus. d. Fase terminasi Ada dua jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.

Anggota

kelompok

29

mungkin

mengalami

terminasi

premature , tidak sukses atau sukses. Terminasi dapat menybabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu

mengevaluasi

bermaknanya

kegiatan

kegiatan

dan

tersebut,

menunjukkan

menganjurkan

sikap

betapa

anggota

untuk

memberikan umpan balik pada tiap anggota. Terminasi tidak boleh di sangkal, tetapi harus tuntas didiskusikan. Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan post test. 7. Terapis Terapis adalah orang yang di percaya untuk memberikan terapi kepada klien yang mengalami gangguan jiwa. Adapun terapis antara lain : a. Dokter b. Psikiater c. Psikolog d. Perawat e. Fisioterapis f. Occuppational terapis g. Sosial wolker Persyaratan dan kualitas terapis menurut Globy, Kenneth Mark seperti yang di kutip depkes RI menyatakan bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk terapi aktifitas kelompok adalah : a. Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tngkah laku normal dan patologi dalam budaya setempat.

30

b. Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai untuk dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah laku yang normal maupun patologis c. Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dalam konsepkonsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan pasien. d. Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi untuk membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk memahami apa yang di maksud dan di rasakan pasien di belakang kata-katanya. e. Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan mekanisme pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap tekhnik terapeutiknya. f. Harus mampu menerima pasien sebagai manusia utuh dengan segala kekurangan dan kelebihannya. 8. Peran perawat dalam terapi aktifitas kelompok Peran perawat jiwa dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok pada penderita skizofrenia adalah a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan di jadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori,

31

persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangn serta uraian tugas terapis. b. Tugas sebagai leader dan coleader Meliputi tugas smenganalisa dan mengobservasi pola-pola yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dalam memimpin jalannya kegiatan. c. Tugas sebagai fasilitator Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulasi kepada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan. d. Tugas sebagai observer Tugas sebagai observer meliputi : mencatat serta mengamati respon penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani peserta/anggota kelompok yang drop out. e. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.

32

f. Program antisipasi masalah Menurut

intervensi

keperawatan

yang

di

lakukan

untuk

mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok. Dari rangkaian tugas di atas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai fasilitator. Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan. Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen perubahan yang kuat. Ahli terapi lebih dari sekedar ahli yang menerapkan tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh pribadi yang menarik variable tertentu seperti empati, kehangatan dan rasa hormat. Sedangkan menurut Depkes RF 1998, di dalam suatu kelompok, baik itu kelompok terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan pribadi yang paling penting dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih mempengaruhi tingkat kecemasan dan polah tingkah laku naggota kelompok jika di bandingkan dengan anggota kelompok itu sendiri. Karena peranan penting terapis ini, maka di perlukan latihan dan keahlian yang betul-betul profesional. Stuart & sundeen (1995) dalam buku asuhan keperawatan jiwa hal.45 mengemukakan peran perawat psikiatri dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai leader/co leader, sebagai observer dan fasilitator serta mengevaluasi hasil yang di capai dalam kelompok.

33

Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader, observer dan fasilitator dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat juaga perlu mendapat latihan dan keahlian yang profesional. D. Kemandirian dan aktivitas sehari-hari Aktivitas adalah kegiatan melakukan pekerjaan sehari hari secara rutin. Aktivitas ini bertujuan sebagai pemenuhan kebutuhan individu dalam menjalani hidup. Aktivitas atau Activity Daily Living (ADL)meliputi makan, minum, berpakaian, mandi, dan berpindah tempat. ADL dilakukan sebagai ketrampilan seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri.ADL dibagi atas beberapa macam, yaitu: 1. ADL dasar, merupakan ketrampilan dasar yang harus dimilik oleh seseorang meliputi berpakaian, makan, minum, toileting, mandi dan berhias diri. 2. ADL instrumental merupakan ketrampilan yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda untuk menunjang kegiatan sehari-hari, seperti menyiapkan makan, mengetik, menggunakan telfon, menulis, dll. 3. ADL vokasional merupakan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah. 4. ADL non vokasional merupakan aktivitas yang bersifat rekreasi, hobi, dan mengisi waktu luang. untuk melakukan penilaian kemampuan aktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan indeks kemandirian berdasarkan evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dariklien dalam hal makan, mandi, toileting, kontinen

34

(BAB/BAK),

berpindah

kekamar

mandi

dan

berpakaian.

Penilaian

kemandirian dalam melakukan activity daily living sebagai berikut: 1. Mandi a. Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya. b. Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri. 2. Berpakaian a.

Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancing / mengikat pakaian.

b.

Bergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.

3. Toileting a. Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia sendiri. b. Bergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot. 4. Berpindah a. Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri. b. Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi,tidak melakukan sesuatu atau perpindahan. 5. Kontinen a. Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri. b. Bergantung : inkontinesia persial atau total yaitu menggunakan kateter dan pispot, enema dan pembalut/pampers.

35

6. Makanan a. Mandiri :mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri. b. Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral atau melalui Naso Gastrointestinal Tube (NGT).Kemampuan seseorang dalam

melakukan

ADL berbeda-beda

tergantung

dari

faktor

pendukung atau yang mempengaruhi. kemauan dan kemampuan untuk melakukan activity daily living tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1. Umur dan status perkembangan Umur dan status perkembangan seorang pasien menunjukkan tanda Kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan activity daily living. Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–lahan berubah daritergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity daily living. 2. Kesehatan fisiologis Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi

dalam

mengumpulakn,

activity

daily

menghantarkan,

living, dan

contoh

mengolah

sistem

nervous

informasi

dari

lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga dapatmerespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity daily living.

36

3. Fungsi Kognitif Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan activity daily living.

Fungsi kognitif menunjukkan proses

menerima. mengorgaisasikan sensor stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. 4. Fungsi Psikososial Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada intrapersonal contohnya akibatgangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan

37

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Studi Kasus Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada pasien gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah di lakukan terapi aktivitas kelompok di RSJ Prov.Sultra. B. Subyek Penelitian Dua orang pasien dengan diagnosa dan masalah keperawatan yang sama yaitu gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di RSJ Prov.sultra. C. Fokus studi Kasus Fokus studi dalam penelitian ini adalah perubahan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah penerapan terapi aktivitas kelompok D. Definisi operasional 1. Prosedur terapi aktivitas kelompok adalah merupakan suatu psikoterapi yang di lakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang di pimpin atau di arahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih . 2. Pasien halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran

38

yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. E. Lokasi dan waktu penelitian Studi kasus individu (di Rumah Sakit) lama waktu sejak klien pertama kali MRS sampai pulang dan atau klien yang di rawat minimal 3 hari jika sebelum 3 hari klien sudah pulang, maka perlu penggantian klien lainnya yang sejenis Dan bila perlu dapat di lanjutkan dalam bentuk Home Care. F. Pengumpulan data 1. Instrumen penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi SOP ADL ( Activity daily

Living) yang berupa

checklist sebanyak 14 item.

Instrumen ini di rancang oleh peneliti menggunakan teori Orem tentang klasifikasi tingkat ketergantungan klien. (Nursalam, 2008) 2. Pengumpulan data a. Mengurus perijinan dengan institusi terkait yaitu Dinas kesehatan dan RSJ Prov.sultra untuk melakukan penelitian. b. Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu penelitian pada kepala ruang atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian dan meminta persetujuan untuk melibatkan subyek dalam penelitian. c. Mendiskusikan dengan subyek tentang TAK d. Melakukan observasi tentang ADL sebelum pemberian TAK e. Menjelaskan tujuan TAK f. Mempersiapkan alat untuk melakukan TAK g. Memilih pasien yang sesuai indikasi

39

h. Membuat kontrak waktu dengan pasien i. Mempersiapkan alat dan tempat j. Menyapa klien atau peserta TAK k. Memperkenalkan diri dan meminta klien untuk memperkenalkan diri l. Menjelaskan manfaat TAK m. Membagikan kertas dan pensil ,satu pasang untuk setiap pasien n. Meminta pasien menuliskan tentang dirinya o. Meminta pasien membacakan hasil tulisannya p. Terapis memberikan pujian q. Meminta pasien untuk mencoret hal negatif yang di tuliskan kemudian membacakan kembali r. Terapis memberikan pujian setiap kali pasien membaca tulisannya s. Menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK t. Memberi pujian atas pencapaiaan kelompok u. Menganjurkan agar pasien menuliskan aspek positif lainnya yang belum tertulis G. Analisis dan penyajian data 1. Observasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi untuk mengamati perilaku subjek, kegiatan yang dilakukan, serta mendengarkan yang di ucapkan dan berpartisipasi aktif dalam aktivitas subjek penelitian. Untuk mendapatkan persentase hasil dari observasi maka akan di analisa dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝑥 = 𝑓/𝑛 × 𝑘

40

Keterangan : x = jumlah persentase fariabel yang di teliti f = frekwensi kategori fariabel yang di amati n = jumlah sampel penelitian k = konstanta (100%) 2. Wawancara Wawancara digunakan peneliti sebagai teknik pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang harus di teliti dan juga untuk mengetahui hal-hal dari diri subjek yang lebih mendalam yang berhubungan dengan proses resiliensi subjek yang tidak terlacak dengan teknik observasi. 3. Penyajian data Data yang telah di olah, kemudian di sajikan dalam bentuk tabel frekuensi untuk mendapatkan gambaran dari objek yang di teliti H. Etik penelitian Dalam penelitian ini, Masalah etika sangat memperhatikan dengan menggunakan metode : 1. Infornmed concent. Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Infornmed concent tersebut di berikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. 2. Ananomity (tanpa nama). Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

41

3. Confidentiality

(kerahasiaan).

Yaitu

menjamin

kerahasiaan

hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset. 4. Justice (keadilan) Prinsip yang tergantung dalam bioetik, berlaku adil dan tidak membedabedakan perlakuan pada setiap responden. 5. Beneficience (bermanfaat bagi pasien) Prinsip bioetik. Dimana seorang peneliti melakukan suatu tindakan yang menguntungkan responden. 6. Autonomy Prinsip menghormati hak-hak responden, terutama hak otonomi responden untuk menentukan tindakan yang akan diberikan. 7. Nonmalaficience (terhindar dari cedera) Prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.

42

Related Documents


More Documents from "irma"