BAB I KONSEP TEORI 1.1. CARCINOMA MAMMAE A. Definisi Kanker merupakan penyakit yang timbul akibat dari pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak normal dan nantinya berubah menjadi sel kanker (Kemenkes RI, 2015). Kanker akan membuat sel jaringan di dalam tubuh tumbuh terus-menerus dan tidak terkendali juga akan menyerang sel-sel sehat dalam tubuh (Nurdiyanto, 2015). Salah satu jenis penyakit kanker yang paling umum ditemukan adalah Carcinoma Mammae. Carcinoma Mammae atau biasa disebut kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Tahun 2010 diperkirakan angka kejadian kanker di Indonesia sekitar 12/100.000 wanita (IAPI dan YKI, 2010). Kanker payudara merupakan kanker pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya (Kemenkes RI, 2017). Struktur payudara terbangun dari milyaran sel yang merupakan salah satu bagian tubuh yang penting, dan kanker payudara merupakan hasil dari transformasi tidak terkontrol dari selsel tersebut. Pertumbuhan abnormal dimulai pada saat sel-sel dalam payudara rusak menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebar ke area lain di dalam tubuh (Nurdiyanto, 2015). Kebayakan kasus kanker payudara ditemukan ketika sudah parah dan bermetastase.
B. Etiologi Penyebab utama kanker payudara masih belum bisa diketahui secara pasti. Akan tetapi, kanker payudara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
Usia Semakin bertambahnya usia seseorang, maka resiko terkena kanker payudara pun semakin tinggi. Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit ini dapat menyerang wanita muda, namun wanita yang berumur diatas 50 tahun lebih rentan terkena kanker payudara karena secara umum penyakit tersebut adalah penyakit degeneratif (Kemenkes RI, 2017). Adapun penggolongan kategori umur sebagai berikut :
a. 26 – 35 : dewasa awal b. 36 – 45 : dewasa akhir c. 46 – 55 : lansia awal. d. 56 – 65 : lansia akhir (Depkes RI, 2009).
Riwayat Keluarga Seorang wanita yang memliki riwayat kanker di dalam anggota keluarganya memiliki faktor resiko lebih besar terkena penyakit ini. Apabila riwayat keluarga menunjukan adanya insidensi kanker payudara yang menyerang salah satu anggotanya di usia muda maka kemungkinan terkena penyakit kanker payudara pun semakin tinggi (Shah, 2014).
Genetik Faktor genetic mempengaruhi kemungkinan seseorang terserang kanker payudara. Gen-gen yang dapat menyebabkan kanker payudara diantaramya, BRCA1, BRCA2, dan TP53 (Hyland, 2012). Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA beresiko 40-85% terkena kanker payudara.
Riwayat Reproduksi Produksi hormon estrogen yang tinggi pada seseorang dapat meningkatkan resiko terkena kanker payudara. Hal ini berhubungan dengan masa pubertas dan menopause. Seseorang yang memiliki riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche lambat (>55 tahun) memiliki factor resiko lebih besar terserang penyakit ini (Kemenkes, 2015). Semakin lama tubuh seseorang terpapar hormon estrogen risiko kanker semakin meningkat.
C. Klasifikasi Berikut tabel dan penjelasan klasifikasi kanker payudara berdasarkan Sistem TNM (American Joint committee on Cancer, 2010): STADIUM
T
N
M
0
Tis
N0
M0
Stadium I
T1
N0
M0
Stadium IIA
T0
N1
M0
T1
N1
M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
T0
N2
M0
T1
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N1-N2
M0
T4
N0
M0
T4
N1
M0
T4
N2
M0
Stadium IIIC
Semua T
N3
M0
Stadium IV
Semua T
Semua N
M1
Stadium IIB
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Keterangan: T – Tumor Primer Tx : Tumor primer belum dapat dievaluasi T0 : Tidak ditemukan tumor primer Tis : Karsinoma in situ T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar ≤2 cm
T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar 2-5 cm T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar >5 cm T4 : Tumor telah menginvasi jaringan di luar mamma T4a : dinding dada T4b : kulit mamma T4c : dinding dada dan kulit T4d : tumor dengan inflamasi
N – Kelenjar getah bening regional Nx : Kelenjar getah bening regional belum dapat dievaluasi N0 : Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening regional N1 : Terdapat metastasis kelenjar getah bening axilla yang mobile N2 : Terdapat metastase KGB axilla yang melekat N3 : Metastase KGB mammaria interna N4 : metastase axilla tidak dapat dievaluasi
M – Metastasis jauh Mx : Metastasis jauh belum dapat dievaluasi M0 : Tidak ada metastasis jauh M1 : Terdapat metastasis jauh
D. Patofisiologi
Sustaining Poliferation (Mempertahankan poliferasi) Sel kanker memiliki kemampuan untuk mempertahankan poliferasi kronik tanpa stimulan eksternal. Jaringan sel yang normal mengontrol produksi juga pelepasan growth-promoting signal melalui proto-onkogen, sehingga memastikan homeostasis sel dan memeliharaan fungsi jaringan normal. Pada sel kanker, perubahan pro-onkogen ke onkogen mendorong pertumbuhan sel mandiri.
Evading Growth Suppressors (Menghentikan pertumbuhan) Gen tumor suppressor mencegah pertumbuhan sel-sel tumor. Namun apabila gen ini gagal maka sel tumor dapat tumbuh.
Resisting Cell Death (Apoptosis) Poliferasi sel-sel kanker dapat ditingkatkan oleh mutasi pada gen tumor suppressor yang mati.
Enabling Replicative Immortality Sel kanker memerlukan pertumbuhan replikasi sel yang banyak untuk memunculkan tumor makroskopik. Telomer pada DNA akan mengecil ketika terjadi pembelahan, hal ini mengakibatkan berhentinya proses poliferasi. Dalam sel kanker, telomer yang mengecil memungkinkan sel kanker untuk meluas.
Sustained Angiogenesis Seperti sel-sel lainnya, sel kanker memerlukan nutrisi dan oksigen untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan CO2 untuk bertahan. Dengan angiogenesis, sistem vaskular di hasilkan untuk membantu pertumbuhan tumor dan metastase lanjutan.
Invasi dan Metastasis Sel kanker menyebar, dimulai dari sel-sel melepaskan diri dari tumor primer dan memasuki pembuluh darah juga linfatik. Melalui sistem limfatikdan pembuluh darah, sel-sel kanker yang ada akan menghasilkan tumor sekunder di lokasi lain di dalam tubuh.
E. Penatalaksanaan (Terapi dan Obat-obatan) 1. Pembedahan Pembedahan biasanya dilakukan pada tumor primer. Adapun pembedahan yang dilakukan sesuai dengan tahapan penyakitnya, diantaranya adalah lumpectomy (pengangkatan tumor) dan mastectomy (pengangkatan seluruh payudara). 2. Kemoterapi Kemoterapi dilakukan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit kanker payudara. Obat kemoterapi bekerja dengan cara memperlambat atau menghentikan pertumbuhan sel kanker. Kekurangan dari terapi ini adalah, selain merusak sel
kanker yang berkembang, kemoterpai juga dapat merusak sel-sel sehat dalam tubuh. 3. Terapi radiasi Terapi radiasi atau radioterapi digunakan untuk menghancurkan materi genetik sel kanker sehingga sel tersebut tidak dapat membelah lagi dan mengecilkan ukuran sel kanker sebelum dilakukan pembedahan atau menghancurkan sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan. 4. Terapi hormon Terapi hormon menggunakan obat dengan jenis Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs) yang dapa membantu mencegah sel kanker menyerap estrogen. 5. Terapi komplementer
F. Pencegahan Pencegahan merupakan suau cara yang dilakukan untuk menahan atau mencegah agar sesuatu tidak terjadi. Pencegahan kanker payudara yaitu : a.
Pencegahan (primer) adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara. Pencegahan primer yaitu dengan mengetahui faktor -faktor risiko kanker payudara dan menghindari faktor resikonya.
b.
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara.Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan abnormalitas pada payudara pada seseorang dan untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan angka kematian. Skrining kanker payudara berupa: 1. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) 2. Pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) 3. Pemeriksaan payudara klinis oleh petugas yang terlatih 4. Mammografi skrining 5. Prevensi dan skrining bertujuan menemukan kemungkinan adanya kanker payudara dalam stadium dini dan diharapkan akan menurunkan mortalitas.
Gambar 1. Teknik Melakukan Inspeksi Payudara dan Daerah Sekitarnya Dengan Lengan di Samping, di Atas Kepala, dan Bertolak Pinggang
G. Komplikasi Kanker payudara stadium lanjut memungkinkan mengalami komplikasi. Kanker payudara bisa bermetastase ke bagian tubuh yang lain, seperti paru-paru, hati, otak, dll. Selain metastase tindakan pengobatan juga bisa menyebabkan efek samping atau komplikasi yang merugikan bagi penderita, diantaranya : •
Radioterapi yang dapat menyebabkan kemerahan dan rasa sakit di kulit, rasa tidak nyaman dan pembengkakan pada payudara, atau kelelahan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa minggu pasca radioterapi.
•
Selama tindakan kemoterapi, pasien lebih rentan terhadap infeksi bakteri karena adanya pelemahan pada sistem kekebalan tubuh. Tindakan pengobatan ini juga akan menyebabkan kerontokan rambut, muntah dan kelelahan, dll. dalam jangka waktu yang singkat.
Terapi pengobatan kanker payudara dapat memiliki efek samping dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda, dan pengobatan modern di masa kini telah berhasil mengurangi rasa tidak nyaman dan efek samping tersebut. Perawatan, obat-obatan, serta dukungan dari keluarga dan teman-teman merupakan hal yang sangat
membantu
meringankan rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh tindakan pengobatan yang dilakukan.
1.2. TUBERKULOSIS TULANG (Coxitis TB)
A. Definisi Tuberculosis atau TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa , ditandai dengan pembentukan tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi (Masjoer, 2004). Tuberkulosis jika tidak diobati atau pengobatannya tidak sampai tuntas maka dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini telah ada sejak 500 Masehi, akan tetapi pengobatannya sendiri telah ada sejak 2 abad yang lalu. Tahum 2017 diperkirakan pravelensi TB sebesar 660/100.000 atau 0,65% populasi di Indonesia yang menderita TB (Dinkes Jateng, 2017). Tuberkulosis tidak hanya dapat menyerang paru-paru, akan tetapi dapat juga menyerang tulang panggul, dan sendi. TBC tulang merupakan suatu kondisi dimana terjadi proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Coxitis TB atau TBC tulang panggul biasanya berkembang pada anak-anak, tetapi tidak dipungkiri dapat juga terjadi pada orang dewasa. Coxitis TB terjadi ketika mereka berada dalam kondisi yang lemah setelah masuknya agen penyebab tuberkulosis dari fokus utama (biasanya dari paru-paru). Penyakit ini juga dapat terjadi karena infeksi dan kondisi hidup yang kurang baik (Fauci, 2015). B. Etiologi Micobacterium tuberculosis sebagai penyebab dari coxitis merupakan suatu bakteri berbentuk basil non spora berukuran 0.5-3 μm, gram netral dan bersifat tahan asam. Risiko terbesar berkembangnya TB aktif adalah pada pasien dengan imunitas yang berubah, termasuk usia ekstrem, kekurangan gizi, kanker, terapi imunosupresif, infeksi HIV, stadium akhir penyakit ginjal, dan diabetes (Fauci, 2015).
C. Manifestasi Perjalanan penyakit Coxitis TB berlangsung lambat dan kronik. Penderita penyakit ini biasanya memiliki keluhan ringan dan semakin lama semakin berat disertai dengan perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, dan penurunan berat badan, nyeri
berlebihan, panas tinggi, malaise, keringat malam, anorexia. Pada awal terkena penyakit gejala yang mungkin ditemukan yaitu nyeri dan pembengkakan sendi panggul serta penderita sedikit pincang. Pada tingkat lebih lanjut pembengkakan dan nyeri bertambah berat dan terdapat deformitas sendi. Pada stadium lanjut ini, pincang merupakan kelainan yang sering ditemukan dan dapat pula ditemukan atrofi otot. Keadaan yang lebih lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi panggul yang terkena, disertai rasa sakit yang sangat menggangu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut (Fauci, 2015).Menurut Moon tahun 2012, Coxitis TB menurut jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi:
D. Patofiologi Coxitis TB merupakan bakteri yang disebabkan oleh M. tuberculosis, ditularkan melalui udara dalam bentuk aerosolisasi ±3000 droplet nukleus berukuran 5-10 µm yang dapat dikeluarkan pada saat batuk, bersin bahkan saat bercakap-cakap, terutama pada pasien dengan tuberculosis saluran pernapasan. Mikobakteri yang terhirup difagositosis oleh makrofag alveolar, yang berinteraksi dengan limfosit T, sehingga terjadi diferensiasi dari makrofag menjadi histiosit epiteloid. Histiosit epiteloid dan limfosit agregat membentuk sebuah kelompok kecil, menghasilkan granuloma. Selama tahap awal infeksi, organisme umumnya menyebar melalui saluran limfatik ke hilus regional dan kelenjar getah bening mediastinum dan
melalui aliran darah ke tempat yang lebih jauh dalam tubuh. Kombinasi fokus Ghon dan kelenjar getah bening yang terkena dikenal sebagai kompleks Ranke. Pasien dengan Coxitis TB biasanya telah mengalami infeksi paru terlebih dahulu yang dari sanalah basil tuberkel mencapai daerah panggul dengan penyebaran secara hematogen (Fauci, 2015).
E. Penatalaksanaan Pengobatan Tuberkulosis untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Penatalaksanaan standar untuk Coxitis TB adalah dengan menggunakan multi-drugs kemoterapi anti tuberkulosis untuk 12 hingga 18 bulan dan di padukan dengan pembedahan dan fisioterapi pada tulang yang terkena. Jika terapi pembedahan menjadi modalitas utama, anti-tuberkulosis sangat di butuhkan dalam pencegahan reaktivasi tuberculosis (Wang, 2010). Teknik pembedahan yang dapat di gunakan untuk penyakit ini antara lain arthrotomi dengan debridemant, arthrodesis, dan girdlestone resection artrhoplasti atau yang disebut juga dengan total arthoplasty. Pemberian obat anti-tuberkulosis sebaiknya di berikan 2 minggu sebelum operasi dan di lanjutkan dengan pemberian 1 tahun setelah operasi (Wang, 2010).
F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. b. Uji Mantoux positif c. Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel f. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) g. Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
2. Bakteriologis Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis 3. Histopatologis 4. Pemeriksaan Radiologis
mae
5. Foto Rontgen 6. CT Scan a. Plain scans Plain scans untuk penyempitan ruang sendi, erosi tulang marginal dan subkondral dan tanda-tanda yang menyertai demineralisasi dapat dideteksi sejak dini CT scan resolusi tinggi, terutama ketika panggul lainnya yang digunakan untuk perbandingan. Peradangan yang menyertai kapsul artikular menyebabkan pelebaran besar (lebih besar dari 6 mm). b. Scan dengan kontras Scan dengan kontras menunjukkan peradangan kemerahan dengan meningkatkan membran sinovial yang, pada gilirannya, batas jelas area efusi sendi. Infiltrasi di sekitar dan abses yang meluas bisa lebih mudah dibedakan pada scan dengan kontras dari pada scan biasa.
DAFTAR PUSTAKA Allen, J., Burrell, C., Caplice, C., Collins, D., McGreal, P., & Purcell, J. (2013). Oncology: Breast Cancer. American Joint Committeee on Cancer. (2010). Breast Cancer Staging: 7th Edition. American Cancer Society , 1-2. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser, Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158 Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 19th edition. USA: Mc Graw Hill. 2015 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell. Hyland, k. M. (2012). Tumor Suppressor Genes and Oncogenes: Genes that prevent and Cause Cancer. Baltimore: USCF. Kementrian Kesehatan republik Indonesia. (2017). Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: Kemenkes RI. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). SiItuasi Penyakit Kanker. Jakarta: Pusat Data dan Informasi. Moon M-S, Kim S-S, Lee S-R, Moon Y-W, Moon J-L, Moon S-I. Tuberculosis of hip in children:
A
retrospective
analysis. Indian
Journal
of
Orthopaedics.
2012;46(2):191-199. http://doi:10.4103/0019-5413.93686. Nurdiyanto, A. (2015). Klasifikasi Jenis Penyakit Kanker Payudara Benign dan Malignant dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization. UGM , 1-4. Shah, R., Rosso, K., & Nathanson, D. S. (2014). Pathogenesis, Prevention, Diagnosis and Treatment of Breast Cancer. World Journal of Clinical Oncology , 283-293. Wang Y, Wang J, Xu Z, Li Y, Wang H. Total hip arthroplasty for active tuberculosis of the hip. International
Orthopaedics.
http://doi:10.1007/s00264-009-0854-6.
2010;34(8):1111-1114.