BAB I PENDAHULUAN
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh (Made WS, 2010). Beberapa klinisi menyatakan bahwa gangguan mungkin paling sering ditemukan pada pasien dari kelas sosioekonomi rendah dan pada pasien dengan gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya (paling sering adalah gangguan kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan ambang). Tetapi, kesan klinis tersebut belum dibuktikan benar di dalam penelitian klinis yang terkontrol baik (Husny M & Tiara M, 2014). Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan
pada perempuan antara 25-35 tahun
(Kusumawardhani et al., 2015). Sementara, gangguan skizoafektif merupakan suatu kondisi kesehatan mental kronis yang terutama ditandai oleh gejala skizofrenia, seperti halusinasi atau delusi, dan gejala gangguan mood, seperti manik dan depresi. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol (Maramis, 1994). Pada makalah ini akan dibahas terkait gangguan psikotik akut, gangguan skizoafektif dan skizofrenia.
1
BAB II ISI
2.1 Psikotik Akut 2.1.1 Definisi Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh (Made WS, 2010). Gangguan psikotik akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid (Husny M & Tiara M, 2014). 2.1.2 Sejarah Pada umumnya, gangguan psikotik singkat belum dipelajari dengan baik di psikiatri Amerika. Sekurangnya sebagian masalah di Amerika Serikat adalah seringnya perubahan kriteria diagnostik yang terjadi selama lebih dari 15 tahun terakhir. Diagnosis telah diterima lebih baik dan dipelajari lebih lengkap di Skandinavia dan masyarakat Eropa Barat lainnya daripada di Amerika Serikat. Pasien dengan gangguan yang mirip dengan psikotik singkat sebelumnya telah diklasifikasikan sebagai menderita psikosis reaktif, histerikal, stres, dan psikogenik (Made WS, 2010). Psikosis reaktif sering kali digunakan sebagai sinonim DSM-IV gangguan psikotik singkat tidak berarti menyatakan hubungan dengan skizofrenia. Di tahun 1913 Karl Jasper menggambarkan sejumlah ciri penting untuk diagnosis psikosis reaktif, termasuk adanya stresor traumatis berat yang dapat diidentifikasi, hubungan temporal yang erat antara stressor dan perkembangan psikosis, dan perjalanan episode psikotik yang ringan. Di samping itu, isi psikosis sering kali mencerminkan
sifat
pengalaman
traumatis,
dan
perkembangan
psikosis
dihipotesiskan sebagai memuaskan tujuan pasien, sering kali suatu tipe pelepasan diri dari suatu kondisi traumatis (Made WS, 2010).
2
2.1.3 Epidemiologi Beberapa penelitian telah dilakukan tentang epidemiologi diagnosis psikosis reaktif singkat DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), dan belum ada yang dilakukan dengan menggunakan kriteria DSM-IV (Husny M & Tiara M, 2014). Dengan demikian, perkiraan yang dapat dipercaya tentang insidensi, prevalensi, rasio jenis kelamin, dan usia onset rata-rata untuk gangguan tidak terdapat. Pada umumnya gangguan ini dianggap jarang, seperti yang dinyatakan oleh satu penelitian tentang perekrutan militer di mana insidensi psikosis reaktif singkat DSM-III-R diperkirakan adalah 1,4 per 100.000 yang direkrut. Dengan memasukkan episode psikotik singkat yang tidak disertai dengan faktor pencetus yang jelas di dalam DSM-IV, insidensi untuk diagnosis DSM-IV mungkin lebih tinggi daripada angka tersebut. Hal lain yang menimbulkan kesan pada klinisi adalah bahwa gangguan lebih sering pada pasien muda daripada pasien lanjut usia, walaupun beberapa kasus melaporkan adanya riwayat kasus yang memang mengenai orang lanjut usia (Made WS, 2010). Beberapa klinisi menyatakan bahwa gangguan mungkin paling sering ditemukan pada pasien dari kelas sosioekonomi rendah dan pada pasien dengan gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya (paling sering adalah gangguan kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan ambang). Orang yang pernah mengalami perubahan kultural yang besar (sebagai contoh, imigran) mungkin juga berada dalam risiko untuk menderita gangguan setelah stresor psikososial selanjutnya. Tetapi, kesan klinis tersebut belum dibuktikan benar di dalam penelitian klinis yang terkontrol baik (Husny M & Tiara M, 2014).
2.1.4 Komorbiditas Gangguan sering terjadi pada pasien dengan gangguan kepribadian (paling sering gangguan histrionik, paranoid, skizoid, skizotipal, dan kepribadian borderline) (Made WS, 2010).
3
2.1.5 Etiologi Pasien dengan gangguan psikotik singkat yang pernah memiliki gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis ke arah perkembangan gejala psikotik (Made WS, 2010). Secara
psikodinamika
terdapat
mekanisme
menghadapi
(coping
mechanism) yang tidak adekuat dan kemungkinan adanya tujuan sekunder pada pasien dengan gejala psikotik. Teori psikodinamika yang lainnya adalah bahwa gejala psikotik adalah suatu pertahanan terhadap fantasi yang dilarang, pemenuhan harapan yang tidak tercapai, atau suatu pelepasan dari situasi psikosial tertentu (Husny M & Tiara M, 2014).
2.1.6 Patofisiologi Hipotesis dopamin pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu (Chris T et al., 2014): 1. Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal; 2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precusor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamin langsung),baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; 3. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; 4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita skizofrenia; dan 5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan serebrospinal, plasma, dan urin (Husny M & Frans D, 2013).
4
Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah karena terlalu
banyaknya
pelepasan
dopaminergik,
terlalu
banyaknya
reseptor
dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral (Chris T et al., 2014).
2.1.7 Diagnosis Diagnosis DSM-IV memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik, didasarkan terutama atas lama gejala. Untuk gejala psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan yang tidak disertai dengan satu gangguan mood, gangguan myang berhubungan dengan zat, atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis gangguan psikotik singkat kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik singkat kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik yang lebih dari satu hari diagnosis yang sesuai harus dipertimbangkan adalah gangguan delusional
(jika
waham
merupakan
gejala
psikotik
utama),
gangguan
skizofreniform (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan skizofreniform (jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan) dan skizofrenia (jika gejala telah berlangsung lebih dari 6 bulan) (Husny M & Tiara M, 2014). Jadi gangguan psikotik singkat diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai suatu gangguan psikotik dengan durasi singkat. Kriteria diagnosis menentukan sekurang-kurangnya satu gejala yang jelas psikotik yang berlangsung selama satu hari sampai satu bulan. DSM-IV menentukan lebih lanjut penentuan dua ciri: adanya atau tidak adanya satu atau lebih stressor yang jelas dan; suatu onset pascs persalinan (Husny M & Tiara M, 2014). Seperti pada pasien psikiatri akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Di
5
samping itu, klinisi mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau tidaknya stressor pencetus (Made WS, 2010).
Kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik singkat menurut DSM-IV (Husny M & Tiara M, 2014):
Ada satu (atau lebih) gejala berikut : o Waham o Halusinasi o Bicara terdisorganisasi (misal; sering menyimpang atau inkoherensi). o Prilaku terdisorganisasi jelas atau kaktatonik. Catatan : jangan memasukan gejala jika merupakan pola respons yang diterima secar kultural.
Lama suatu epiode gangguan adalah sekurangnya 1 hari tetapi kurang dari 1 bulan, akhirnya kembali penuh kepada tingkat fungsi pramorbit.
Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu gangguanmood dengan ciri psikotik, gangguan skizoafektif atau skizofrenia dan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika:
Dengan stresor nyata (psikosis reaktif singkat): jika gejala terjadi segera setelah dan tampak sebagai respons dari suatu kejadian yang sendiri atau bersama-sama, akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi hampir setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut Tanpa stresor nyata: jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah, atau tampaknya bukan sebagai respon terhadap kejadian yang sendirinya atau bersamasama akan menimbulkan streas yang cukup besar bagi hampir setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut. Dengan onset pascapersalinan: jika onset dalam waktu 4 minggu setelah persalinan.
6
Beberapa gangguan psikosis akut atau sementara (Chris T et al., 2014): 1. Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia 2. Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia 3. Gangguan psikotik Lir-Skizofrenia Akut 4. Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham
Kriteria diagnostik gangguan psikotik Lir-Skizofrenia akut menurut PPDGJ-III (Rusdi M, 2013):
Untuk diagnosis pasti harus memenuhi: a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari suatu keadaan nonpsikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik); b. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20.-) harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran klinis yang jelas psikotik; c. Kriteria untuk psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi.
Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari 1 bulan lamanya, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia (F20.-).
2.1.8 Gambaran Klinis Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurangnya satu gejala psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi, dan gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau perilaku yang aneh, berteriakteriak atau diam membisu, dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum lama terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada gangguan yang mengarahkan diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan organik yang lengkap, walaupun hasilnya mungkin negatif (Husny M & Tiara M, 2014).
7
2.1.9 Stresor Pencetus Contoh yang paling jelas dari stresor pencetus adalah peristiwa kehidupan yang besar yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada tiap orang. Peristiwa tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan kecelakaan kendaraan yang berat. Beberapa klinisi berpendapat bahwa keparahan peristiwa harus dipertimbangkan di dalam hubungan dengan kehidupan pasien. Walaupun pandangan tersebut adalah beralasan, tetapi mungkin memperluas definisi stresor pencetus dengan memasukkan peristiwa yang tidak berhubungan dengan episode psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stresor mungkin merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan stres sedang, bukannya peristiwa tunggal yang menimbulkan stres dengan jelas. Tetapi, penjumlahan derajat stres yang disebabkan oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan klinis yang hampir tidak mungkin (Husny M & Tiara M, 2014).
2.1.10 Diagnosis Banding Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan buatan (factitious disorder) dengan tanda dan gejala psikologis yang menonjol, berpura-pura (malingering), gangguan psikotik karena kondisi medis umum, dan gangguan psikotik akibat zat. Seorang pasien mungkin tidak mau mengakui penggunaan zat gelap, dengan demikian membuat pemeriksaan intoksikasi zat atau putus zat sulit tanpa menggunakan tes laboratorium. Pasien dengan epilepsi atau delirium dapat juga datang dengan gejala psikotik dengan yang ditemukan pada gangguan psikotik singkat. Gangguan psikiatrik tambahan yang harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan identitas disosiatif dan episode psikotik yang disertai dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (Made WS, 2010).
2.1.11 Perjalanan Penyakit Dan Prognosis Berdasarkan definisinya, perjalanan penyakit gangguan psikotik singkat berlangsung kurang dari satu bulan. Namun demikian, perkembangan gangguan psikiatrik bermakna tertentu dapat menyatakan suatu kerentanan mental pada pasien. Sejumlah pasien dengan presentasi yang tidak diketahui yang pertama kali
8
diklasifikasikan menderita gangguan psikotik singkat selanjutnya menunjukkan sindroma psikiatrik kronis, seperti skizofrenia dan gangguan mood. Tetapi, pada umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki prognosis yang baik, dan penelitian di Eropa telah menyatakan bahwa 50 sampai 80 persen dari semua pasien tidak memiliki masalah psikiatrik berat lebih lanjut (Husny M & Tiara M, 2014). Lamanya gejala akut dan residual sering kali hanya beberapa hari. Kadangkadang, gejala depresif mengikuti resolusi gejala psikotik. Bunuh diri adalah suatu keprihatinan pada fase psikotik maupun fase depresif pascapsikotik. Sejumlah indikator telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Pasien dengan ciri-ciri tersebut kecil kemungkinannya untuk menderita episode selanjutnya dan kecil kemungkinannya kemudian akan menderita skizofrenia atau suatu gangguan mood (Chris T et al., 2014).
Gambaran Prognostik Baik untuk Gangguan Psikotik Sementara(Made WS, 2010): Penyesuaian yang baik sebelum sakit Sedikit ciri skizoid sebelum sakit Stresor pemicu berat Awitan gejala mendadak Gejala afektif Bingung dan limbung selama psikosis Sedikit penumpulan afektif Durasi gejala singkat Tidak ada keluarga skizofrenik
2.1.12 Terapi Rawat inap. Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang singkat baik untuk evaluasi maupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan gejala yang ketat dan penilaian tingkat bahaya pasien terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain itu, rawat inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu pasien mendapatkan kembali kesadarannya terhadap realita. Sementara klinisi
9
menunggu efek perawatan atau obat-obatan, mungkin diperlukan pengasingan, pengendalian fisik, atau pemantauan satu pasien oleh satu pemeriksa (Husny M & Tiara M, 2014). Psikoterapi. Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan situasi jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis pengalaman (dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan pasien dan keluarganya. Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan membahas stresor dan episode psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi koping adalah topik utama psikoterapi. Masalah terkait meliputi membantu pasien menangani rasa harga dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa percaya diri. Setiap strategi pengobatan didasarkan pada peningkatan keterampilan menyelesaikan masalah, sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi tampaknya merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam proses pengobatan mungkin penting untuk mendapatkan keberhasilan (Husny M & Frans D, 2013).
Farmakoterapi Dua kelas utama obat yang perlu dipertimbangkan di dalam pengobatan gangguan psikotik adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamin dan benzodiazepin. Jika dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi, misalnya haloperidol biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada pada resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal, suatu obat antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap gejala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepin dapat digunakan dalam terapi singkat psikosis.Walaupun benzodiazepin memiliki sedikit kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat efektif untuk jangka singkat dan disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada antipsikotik. Pada kasus yang jarang benzodiazepin disertai dengan peningkatan agitasi dan pada kasus yang lebih jarang lagi dengan kejang putus obat yang hanya biasanya terjadi pada penggunaan dosis tinggi terus-menerus.Medikasi hipnotik sering kali berguna
10
selama satu sampai dua minggu pertama setelah resolus episode psikotik. Pemakaian jangka panjang medikasi harus dihindari dalam pengobatan gangguan ini (Rusdi M, 2007).
2.2 Skizoafektif 2.2.1Definisi Gangguan skizoafektif adalah suatu kondisi kesehatan mental kronis yang terutama ditandai oleh gejala skizofrenia, seperti halusinasi atau delusi, dan gejala gangguan mood, seperti manik dan depresi. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif (Maramis, 1994).
2.2.2 Epidemiologi Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia (Amir, 2010).
2.2.3 Etiologi Penyebab pasti dari gangguan skizoafektif tidak diketahui. Perubahan gen dan neurotransmiter
otak
mungkin
memainkan
peran
dalam
terjadinya
skizoafektif.Kelainan pada neurotransmiter otak adalah seperti ketidakseimbangan dalam serotonin dan dopamin. Munculnya gangguan skizoafektif ini tampaknya memiliki hubungan antara faktor genetik.faktor lingkungan, paparan virus atau toksin saat dalam kandungan, dan juga cacat lahir (Pubmed Health, 2009).
11
2.2.4 Gejala Klinis Gambaran utama gangguan skizoafektif adalah adanya episode depresi mayor, manik, atau campuran yang terdapat bersamaan dengan gejala-gejala skizofrenia, yaitu adanya waham, halusinasi, atau gejala negatif.Kriteria episode depresi mayor yaitu mood terdepresi yang perpasif (tidak cukup hanya kehilangan minat atau anhedonia) (Chopra & Khan, 2011). Episode depresi mayor berlangsung paling sedikit dua minggu. Episode manik ditandai dengan adanya suasana perasaan melambung, meningkat, ekspansif atau iritabel yang berlangsung paling sedikit satu mingu. Episode campuran ditandai dengan campuran kedua suasana perasaan tersebut yang berlangsung paling sedikit satu minggu (Olfson, 2012). Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol (Chopra & Khan, 2011).
2.2.5 Diagnosis Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-V (Amir, 2010):
Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode depresif mayor, episode manik, atau episode campuran yang terjadi bersamaan dengan gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang menonjol.
Gejala yang memenuhi kriteria episode mood timbul dalam jumlah yang bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit
Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau keadaan kesehatan umum (Amir, 2010).
Kriteria diatas merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara tepat.Lamanya setiap episode harus diketahui karena dua alasan. Pertama, memenuhi kriteria B, seseorang harus tahu kapan episode afektif berakhir dan psikosis terus terjadi. Kedua, memenuhi criteria C, lama semua
12
episode mood harus digabungkan dan dibandingkan dengan lama total penyakit (Amir, 2010). Sedangkan diagnosis gangguan skizoafektif (F25) berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III) (Maslim, 2001):
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manic atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara episode manic atau depresif (F30F33) (Maslim, 2001).
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manic.
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (Maslim, 2001).
13
F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif.
Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F32).
Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada dua, gejala khas skizofrenia (Maslim, 2001).
F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (Maslim, 2001).
2.2.6Diagnosis Banding Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik.semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu didukung dengan pemeriksaan pemindaian (CT Scan) otak untuk menyingkirkan kelainan anatomis dan elektroensefalogram untuk memastikan setiap gangguan yang mungkin (Sadock & Kaplan, 2003). Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis padasaat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masalalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali (Kaplan et al., 2010).
14
2.2.7 Penatalaksanaan Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial (Amir, 2010). 1. Pengobatan Psikososial Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif.Oleh karena bidang psikiatri sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien.Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalamikeadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut (Amir, 2010).
Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan megembangkan cara berpikir alternatid, fleksibel, dan positif serta melatih kembali respon kognitif dan pikiran yang baru.
Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:
Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara pengobotan, efek samping pengobatan. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin kontrol setelah pulang dari perawatan. Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan (Amir, 2010). 2. Pengobatan Farmakoterapi Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan pemberian antimanik atau antidepresan.Pemberian obat antipsikotik diberikan jika perlu dan untuk pengendalian jangka pendek (Amir, 2010). Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol), valproate (Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu obat saja tidak efektif. Sedangkan pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif dapat diberikan antidepresan (Amir, 2010). Pemilihan obat antidepresan memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) sering
15
digunakan sebagai agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan dengan antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif. Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan tes fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan secara berkala (Amir, 2010).
2.2.8 Prognosis Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri (Amir, 2010).
2.3Skizofrenia 2.3.1Definisi dan Epidemiologi Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear conciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Maslim, 2001). Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
16
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahu jarang terjadi (Kusumawardhani et al., 2015). Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya mengalami perubahanperubahan. Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Pedoman untuk menegakkan diagnosis adalah DSM-IV (Diagnostic and statistical manual). Dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefinisikan skizofrenia. Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, genetik, fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau penyakit (Kusumawardhani et al., 2015).
2.3.2 Etiologi Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil penelitian yang dilaporkan saat ini (Kusumawardhani et al., 2015).
Biologi Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun demikian, beberapa gangguan organik dapat terlihat (telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel 3 dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik yaitu gyrus parahipokampus, hipokampus dan amigdala disorientasi spasial sel piramida hipokampus, dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. (Kusumawardhani et al., 2015). Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden komplikasi persalinan (prematur, BBLR), lebih besar kecendrungan lahir pada akhir musim dingin atau awal musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukkan adanya dasar biologik dan heterogenitas skizofrenia (Kusumawardhani et al., 2015).
17
Biokimia Etiologi biokimia sizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktifitas dopamin sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan 3 penemuan utama (Kusumawardhani et al., 2015): -
Efektifitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2).
-
Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar dibedakan secara klinik dengan psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin melepaskan domain sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia.
-
Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan putamen pada skizofrenia (Kusumawardhani et al., 2015).
Genetika Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan, kompleks dan poligen. Seusai dengan penelitian hubungan darah, skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga (terdapat beberapa dalam keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi resiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozygot mempunyai resiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizygot. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia diadopsi waktu lahir oleh keluarga normal peningkatan angka sakitnya sama denga bila naak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia (Kusumawardhani et al., 2015). Frekuensi kejadian gangguan nonspsikotik meingkat pada keluarga skizofrenia dan secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribagian ambang dan skizotipal, gangguan obsesif kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial (Kusumawardhani et al., 2015).
Faktor Keluarga Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang
18
kerumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkand engan psaien yang ditempatkan dengan pasien yang ditempatkan di resedensial. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostilitas, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik. Pasien skizofrenia sering tidak dibebaskan oleh keluarganya (Kusumawardhani et al., 2015).
2.3.3 Manifestasi Klinik Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang “ringan”. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri dan “aneh”. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain (Kusumawardhani et al., 2015). Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan
mereka
samar-samar
sehingga
kadang-kadang
tidak
dapat
dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Misalnya, mereka meyakini bahwa mereka mempunyai suatu kekuatan dan sensitivitas khusus dan mempunyai pengalaman “mistik” (Kusumawardhani et al., 2015). Penampilan dan kebiasaan-kebiasaanmereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia yang mendekati normal, pada sebagian besar pasien, performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat mengalami anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteriorasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. Episode pertama psikotik sering didahului oleh suatu periode tertentu, misalnya perilaku dan pikiran eksentrik (fase prodormal) (Kusumawardhani et al., 2015). Kepribadian
prepsikotik,
dapat
ditemui
pada
beberapa
pasien
skiofreniayang ditandai dengan penarikan diridan terlalu kaku (rigid) secara sosial, sangat pemalu, dan sering mengalami kesulitan disekolah meskipun Iqnya
19
noral. Suatu pola yang sering ditemui yaitu keterlibatan dalam aktivitas antisosialringan dalam satu atau dau tahunsebelum episode psikotik. Beberapa pasien, sebelum didignosis skizofrenia, mempunyai gangguan kepribadian skizoid, ambang, antisosial, atau skizotipal. Skizofrenia seringmemperlihatkan berbagai campuran gejala dibawah ini (Kusumawardhani et al., 2015):
Gangguan pikiran Gangguan proses pikir Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah: -
Asosiasi Longgar: ide pasien sering tidak menyambung . Ide tersebut dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tidak berhubungan sehingga membingungkan pendengar. Gagguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren.
-
Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.
-
Neologisme: Pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka mungkin mengandung arti simbolik)
-
Terhambat: Pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat) dan disambung kembali beberapa saat (atau beberapa menit) kemudian, biasanya dengan topik yang lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. Biasanya pikiran-pikiran lain masuk ke dalam ide pasien. Perhatian pasien sering sangat mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat.
-
Klang asosiasi: Pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi katakata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
-
Ekolalia: Pasien mengulang kata kata atau kalimat yang baru saja diucapka seseorang.
-
Konkritisasi: Pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan berpikir abstraknya.
-
Alogia: Pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disebabkan oleh resistensi yang disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal
20
tetapi
sangat
sedikit
ide
yang disampaikan (miskin isi pembicaraan)
(Kusumawardhani et al., 2015).
Gangguan Isi Pikir Waham Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh (misalnya mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula tidak aneh (hanya sangat tidak mungkin misalnya FBI mengikuti saya) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham diorganisasi atau waham tidak sistematis. -
Waham kejar
-
Waham kebesaran
-
Waham rujukan, yaitu pasien meyakini ada “arti” di balik peristiwa dan meyakini bahwa peristiwa atau perbuatan orang lain tersebut seolah-olah diarahkan kepada mereka.
-
Waham penyiaran pikiran yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membaca pikiran mereka.
-
Waham penyisipan pikiran yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak pasien (Kusumawardhani et al., 2015).
Tilikan Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain (Kusumawardhani et al., 2015).
21
Gangguan persepsi Halusinasi Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan berabaan. Halusinasi pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau periwtiwa-periwtiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah yang langsung ditujukan kepada pasien. Suara-suara sering diterima pasien sebagai suatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras. Suarasuara cukup nyata menurut pasien kecuali fase awal skizofrenia (Kusumawardhani et al., 2015).
Ilusi dan depersonalisasi Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonaliasasi. Ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap
lingkungan
sekitarnya
misalnya
dunia
terlihat
tidak
nyata
(Kusumawardhani et al., 2015).
Gangguan Emosi Pasien skizofrenia dapat memperlihatkan berbagai emosi dan dapat berpindah dari satu emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada tiga afek dasar yang sering: -
Afek tumpul atau datar: ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika afek tersebut seharusnya diekspresikan, pasien tidak menunjukkan kehangatan.
-
Afek tak serasi: Afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai dengan pikiran dan pembicaraan pasien.
-
Afek labil: Dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas (Kusumawardhani et al., 2015).
22
Gangguan Perilaku Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti gerakan tubuh yang aneh atau menyeringai, perilaku ritual, agresif, dan perilaku seksual yang tidak pantas. Skizofrenia dapat berlangsung beberapa bulan atau bertahun-tahun. Kebanyakan pasien mengalami kekambuhan, dalam bentuk episode aktif, secara periodik, dalam kehidupannya, secara khas dengan jarak beberapa bulan atau tahun. Selama masa pengobatan, pasien biasanya memperlihatkan gejala residual (sering dengan derajat keparahan yang meningkat setelah beberap tahun). Walaupun demikian ada sebagian kecil pasien yang mengalami remisi (Kusumawardhani et al., 2015). Sebagian besar pasien skizofrenia yang dalam keadaan remisi dapat memperlihatkan tanda awal kekambuhan. Tanda-tanda awal tersebut meliputi peningkatan kegelisahan dan ketegangan, penurunan nafsu makan, depresi ringan dan anhedonia, tidak bisa tidur, dan konsentrasi terganggu (Kusumawardhani et al., 2015).
Pedoman diagnostik Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dau gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) (Maslim, 2001): a. –
Thought echo: Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda. -
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu yang dari luar dirinya (withdrawal)
-
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya
b. – Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar -
Delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
23
-
Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasarah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang “dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)
-
Delusion of perception: Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik: -
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien atau
-
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri ( diantara berbagai suara yang berbicara)
-
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus. b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, atau stupor. d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika (Maslim, 2001).
24
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial (Maslim, 2001).
2.3.4 Klasifikasi Skizofrenia Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSMIV. Berdasarkan DSM IV: -
Berlangsung paling sedikit enam bulan
-
Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi.
-
Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut
-
Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan organik. Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang paling menonjol (Kusumawardhani et al., 2015).
Tipe paranoid Tipe ini paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih belakangan bila dibandingkan dengan bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat sangat konsisten, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien sering tidak kooperatif dan sulit untuk kerjasama, mungkin agresif, marah atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui: -
Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu.
25
-
Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau menghina (Kusumawardhani et al., 2015).
Skizofrenia Paranoid menurut PPDGJ III -
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
-
Sebagai tambahan: -
Halusinasi dan atau waham harus menonjol:
-
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberikan perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)
-
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau lainlain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
-
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan , dipengaruhi, atau passivity dan keyakinna dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
-
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata tidak menonjol.
-
Diagnosis banding: epilepsi dan psikosis yang diinduksi obat-obatan, keadaan paranoid involusional, paranoid (Maslim, 2001).
Tipe Disorganisasi Gejala-gejalanya adalah afek tumpul, tidak serasi, sering inkoheren, waham tidak sistematis, perilaku disorganisasi seperti menyeringai dan menerisme (sering ditemui) (Kusumawardhani et al., 2015).
Tipe Katatonik Pasien mempunyai paling sedikit satu dari (atau kombinasi) beberapa bentuk katatonia: -
Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak beresponsterhadap lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.
26
-
Negativisme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usahausaha untuk menggerakkan fisiknya.
-
Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisiksangat kaku dan rigit.
-
Postur katatonik yaitu pasien mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh
-
Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam jiwanya (misalnya karena kelelahan) (Kusumawardhani et al., 2015).
Tipe Tak Terinci Pasien mempunyai halusinasi, waham dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkat pada tipe paranoid, katatonik, herbefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia (Kusumawardhani et al., 2015).
Skizofrenia tak terinci berdasarkan PPDGJ III yaitu -
Memenuhikriteria umum diagnosis skizofrenia
-
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, herbefrenik, atau katatonik
-
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia (Maslim, 2001).
Skizofrenia Herbefrenik -
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
-
Diagnoss herbefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
-
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untu menunjukkan diagnosis.
-
Untuk diagnosis herbefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:
-
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan.
27
-
Afek pasien dangkal dan tiak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang.
-
Proses pikir mengalami mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren (Maslim, 2001).
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien (Maslim, 2001).
Tipe Residual Pasien dalam keadaan remisi danri keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis) (Kusumawardhani et al., 2015).
Skizofrenia Residual berdasarkan PPDGJ III Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua: -
Gejala
negatif
dari
skizofrenia
yang
menonjol
misalnya
perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka , kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. -
Sedikitnya ada riwayat satu episode pasikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
28
-
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
-
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
-
Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut (Maslim, 2001).
Depresi Pasca Skizofrenia Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa gejala positif atau negatif (biasanya lebih sering gejala negatif). Sebagai pedoman diagnostik adalah: -
Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir
-
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada
-
Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit dua minggu (Kusumawardhani et al., 2015).
Diagnosis berdasarkan PPDGJ III, ditegakkan hanya kalau: -
Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir ini
-
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada
-
Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit dua minggu Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia , diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (Maslim, 2001).
29
Skizofrenia Simpleks Skizofrenia simpeks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya dan disertai dengan perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara sosial (Kusumawardhani et al., 2015).
Skizofrenia simpleks berdasarkan PPDGJ III Diganosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari: -
Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa diahului oleh riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik dan
-
Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe lainnya (Maslim, 2001).
Skizofrenia Katatonik -
Memenuhi kriteria diagnosis umum untuk diagnosis skizofrenia.
-
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya stupor dan mutisme, gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu, negativisme, rigiditas, fleksibilitas cerea, gejala-gejala lain seperti “command autism”. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi dari perilaku katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala lain (Maslim, 2001).
30
2.3.5 Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit
skizofrenia dapat
diklasifikasikan sebagai
penyakit
berlangsung terus-menerus , episodik dengan atau tanpa geajala residual diantara episode atau episode tunggal dengan remisi sempurna atau parsial. Gejala-gejala cenderung tumpang tindih dan diagnosis dapat berpindah dari satu subtipe ke subtipe lain sesuai dengan perjalanan waktu (baik dalam satu episode ataupun dalam episode berikutnya). Akhirnya, setelah bertahun-tahun, gejala klinik pada beberapa pasien cenderung berubah menjadi gambaran umum seperti penarikan diri dari hubungan sosial, afek datar, pikiran idiosinkrasi, dan adanya impermen fungsi sosial dan personal (pada waktu yang sama, perjalanan penyakit menjadi lebih stabil, dengan gejala-gejala akut lebih sedikit dan episode kekambuhan lebih jarang) (Kusumawardhani et al., 2015).
2.3.6 Diagnosis Banding Skizofrenia mesti dibedakan dengan semua kondisi yang menimbulkan psikosis aktif. Semua kemungkinn harus dengan hati-hati disisihkan misalnya gangguan skizoafektif, gangguan afektif berat, dan semua kondisi organik yang sangat mirip dengan skizofrenia, misalnya epilepsi lobus temporalis, tumor lobus temporalis atau frontalis, sindroma lupus eritomatous, penyalahgunaan obat yang kronik dan halusinasi
alkoholik
kronik.
Hati-hati
menilai
katatonia
untuk
kondisi
medik/neurologik (Kusumawardhani et al., 2015).
2.3.7 Pengobatan Terapi Biologik Skizofrenia diobati dengan antipsikotika. Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau antipsikotika generasi I dan serotonin dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotika generasi II (APG-II). Obat APG disebut juga antipsikotika konvesional atau tipikal sedangkan APG-II disebut juga antipsikotika baru atau atipikal. Sebaiknya skizofrenia diobati dengan APG-II dengan kisaran dosis ekuivalen klorpromazin 300-600 mg per hari atau kadang-kadang mungkin lebih. Pemeliharaan dengan dosis rendah antipsikotika diperlukan, setelah kekambuhan
31
pertama. Dosis pemeliharaan sebaiknya diteruskan untuk beberapa tahun. Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala positif sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala positif maupun negatif. Standar emas baru adalah APG-II. Meskipun harganya mahal tetapi manfaatnya sangat besar. Pilihlah APG-II yang efektif dan efek samping yang lebih ringan dan dapat digunakan secara aman tanpa memerlukan pemantauan jumlah sel darah putih setiap minggu. Yang termasuk APG-I yaitu fenotiazine, tioxantine, butirofenon, dan dihidronidol. Obat yang termasuk APG-II yaitu clozapine, risperidone, olazapine dan ziprasidone (Kusumawardhani et al., 2015).
Terapi Psikososial Pasien skizofrenia harus didekati secara baik dengan penuh empati. Komunikasi yang baik dengan pasien sangat diperlukan. Bila pasien berada dalam keadaan delirium, ancaman bunuh diri atau membunuh, atau tidak mempunyai dukungand ari masyarakat, hendaklah dirawat. Bila memungkinkan berobat jalan lebih baik guna menghindari hospitalisasi jangka lama (Kusumawardhani et al., 2015).
2.3.8 Prognosis Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronik. Gambaran klinik yang dikaitkan dengan prognosis baik yaitu awitan gejala psikosis aktif terjadi secara mendadak, awitan terjadi pada usia setelah 30 tahun terutama perempuan, fungsi pekerjaan dan sosial preorbid baik, dan tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia (Kusumawardhani et al., 2015).
32