Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi.docx

  • Uploaded by: nurjanna
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,117
  • Pages: 87
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke telah menjadi momok bagi masyarakat luas. Sekalipun stroke merupakan penyakit yang cukup lama telah dikenal tetapi harus diakui sebagian besar dari kita belum benar-benar memahami apakah stroke itu. Karena perkembangannya yang pesat, mungkin juga ada beberapa informasi baru yang belum kita ketahui. Kita tahu bahwa stroke berarti terjadinya kelumpuhan setengah badan secara mendadak yang disertai dengan gangguan bicara. Akan tetapi, masih ada banyak hal yang mungkin belum kita pahami dengan benar dan utuh (Iskandar Junaidi, 2011). Stroke atau serangan otak (brain attack) di negara industri merupakan pembunuh ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Disamping itu stroke merupakan penyakit cacat badan terbesar dari seluruh penyakit, dengan akibat penurunan produktivitas kerja atau sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat menjadi

beban sosial bagi keluarganya, maupun masyarakat dan negara pada umumnya (Prodjodiastro, 2011 dalam Hendra Utama, 2011). Meningkatnya angka kejadian dan kematian stroke diakibatkan oleh rendah pengetahuan atau masih kurangnya informasi tentang stroke yang kita miliki. Minimnya pengetahuan yang kita miliki dapat mempengaruhi prilaku kita tentang hidup sehat. Pengetahuan sangat bekaitan erat dengan prilaku atau kabiasaan sehari-hari. Dengan pengetahuan yang dimilikinya seorang dapat

2

merubah pola kehidupan dalam mencegah timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan yaitu tingginya angka kejadian dan kematian akibat stroke. Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia, makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahan. Pola masyarakat di kenal pola makan dan kebiasaan makan dimana seseorang atau sekelompok orang tinggal. Salah satu fungsi makanan adalah memberikan energi. Energi itu tidak hanya diperlukan untuk aktivitas atau kegiatan berat tetapi juga untuk berfungsinya organ–organ tubuh. Jumlah energi yang dicerna diukur dalam kalori dan kebutuhan kalori harian seseorang akan bergantung kepada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, laju metabolisme, dan iklim dimana seseorang tinggal. Adapun penyebab tingginya angka kejadian stroke di Indonesia akhirakhir ini lebih disebabkan karena pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan stroke. Pola makan yang abnormal dipicu oleh dua faktor, faktor kebiasaan makan dalam jumlah sangat banyak dan kebiasaan makan yang tidak teratur. Hal ini bisa menimbulkan terjadinya timbunan lemak di pembuluh darah. Orang yang mempunyai pola makan sehat, lebih kecil berisiko terkena stroke dibandingkan mereka yang kurang ataupun yang tidak sehat pola makannya. Orang dengan pola makan kategori tidak sehat lebih berisiko terkena stroke hemoragik sedangkan orang dengan pola makan kategori kurang baik dan baik lebih berisiko terkena

3

stroke iskemik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pola makan tidak baik orang lebih mempunyai risiko untuk terkena penyakit pencetus stroke hemoragik terutama hipertensi. Stress menyumbang hingga 20% menyebabkan stroke, selain itu juga menimbulkan hipertensi. Stress yang tidak dikendali akan memicu naiknya tekanan darah dan berisiko terkena serangan jantung. Stress juga dapat menaikan kadar kolestrol dalam darah. Kondisi tersebut nantinya dapat membuat pembuluh darah tersumbat sehingga penderita rentang terhadap stroke (Suiraoka, 2012). Efek dari kurangnya aktivitas fisik dan olaraga adalah meningkatkan risiko hipertensi, rendahnya kadar HDL (kolestrol baik) dan diabetes. Efek tersebut sangat berisiko terjadinya stroke atau serangan otak secara mendadak (Suiraoka, 2012). Menurut World Health Organization (WHO) seperti yang dikutip pada laporan The Global Burden Disease, di dunia untuk semua kelompok umur stroke iskemik dan penyakit jantung merupakan penyebab kematian utama. Dengan penderita stroke iskemik yang meninggal di dunia adalah 7,2 juta jiwa (12,2 %), dan penyakit jantung 5,7 juta jiwa (9,7%). Insidens rate penyakit stroke iskemik untuk serangan pertama adalah 9 juta jiwa. Stroke merupakan penyebab terbesar ketiga didunia dengan laju mortalitas 18-37% untuk stroke pertama dan 62 % untuk stroke berulang (Smeltzer, 2002), artinya penderita stroke berulang memiliki resiko kematian dua kali lebih besar dibandingkan penderita stroke pertama. Tinggginya insiden kematian penderita

4

stroke maupun stroke berulang perlu mendapat perhatian khusus karena di perkirakan 25% oang yang sembuh dari stroke pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 1-5 tahun ( Jacob, 2001 dalam Gabriella Adientya, 2012) Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun, di antara 100.000 penduduk, maka 200 orang akan menderita stroke. Kejadian stroke iskemik sekitar 80% dari seluruh total kasus stroke, sedangkan kejadian stroke hemoragik hanya sekitar 20% dari seluruh total kasus stroke. Di Indonesia pada pengumpulan data dari 28 rumah sakit didapatkan bahwa usia rata-rata pasien stroke adalah 58,8 tahun 38,8% di antaranya berumur di atas 65 tahun, 12% berumur di bawah 45 tahun. Di samping itu terdapat kecenderungan

kenaikan

penderita

stroke

terutama

pada

usia

muda

(Prodjodisastro, 2011 dalam Hendra Utama, 2011). Menurut hasil Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 di Sulawesi Selatan berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosa nakes dan gejala) berjumlah 17,9 per1000 pada tahun 2013 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013) .

5

Stroke terdiri dari stroke sumbatan (80%) dan stroke pendarahan (20%). Untuk memperkecil jumlah penderita stroke paling baik dilakukan dengan pencegahan terjadinya stroke. Prioritasnya adalah pencegahan primer yaitu bagi orang-orang yang belum pernah menderita stroke, sedangkan pencegahan sekunder ditujukan kepada orang-orang yang pernah mengalami stroke agar tidak terjadi stroke ulang. Oleh karena itu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya stroke harus kita cegah secara dini, termasuk pencegahan pada usia muda yang ternyata makin rentang terhadap serangan stroke (Prodjodisastro, 2011 dalam. Hendra Utama, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Rekam Medik RSUD Kota Makassar tentang jumlah penderita stroke pada tahun 2012 berjumlah 100 orang sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita stroke berjumlah 78 orang. Meskipun terjadi penurunan jumlah penderita stroke

di RSUD Kota

Makassar tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya penderita di tahuntahun berikutnya. Hal ini menunjukkan masih dipikirkan cara / terobosan lain untuk mencegah penyakit ini. Keadaan ini merupakan tantangan bagi petugas kesehatan

untuk

meningkatkan

kualitas

pelayanan

kesehatan

dengan

memperhatikan banyak faktor yang menyebabkan kedaruratan / tingkat keparahan penyakit stroke. Melihat fenomena dan kenyataan ini maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar.

6

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui hubungan pengetahuan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. b. Diketahui hubungan pola makan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. c. Diketahui hubungan stress dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. d. Diketahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar.

7

D. Manfaat Penelitian 1. Ilmiah a. Upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah masyarakat agar tidak terjadi serangan stroke dan tidak terjadi serang berulang pada penderita yang sudah pernah mengalami penyakit stroke. b. Sebagai informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya khususnya dalam bidang ilmu penyakit 2. Institusi a. Sebagai bahan pustaka dalam rangka menambah informasi mengenai kejadian Stroke. b. Pengalokasian sumber daya dalam rangka perencanaan yang efisien dalam menjalankan upaya kuratif di RSUD Kota Makassr

khususnya yang

berhubungan dengan Penyakit Stroke. 3. Bagi peneliti Penelitian ini menjadi pengalaman yang sangat berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan menyangkut kejadian Stroke.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Stroke 1. Pengertian Stroke Stroke adalah serangan otak yang muncul mendadak akibat tersumbat atau

pecahnya

pembuluh

darah

otak.

Stroke

termasuk

penyakit

serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa disebabkan oleh adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Oleh karena itu stroke termasuk dalam kategori penyakit mematikan. WHO mendefenisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan karena yang lain dari itu (Russel, 2011). Kasus stroke baru terjadi pada 100 sampai 300 per 100.000 penduduk per tahun. Stroke meupakan pembunuh nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker, namun merupakan penyebab kecacatan nomor satu (Rizaldy Pinson, 2010) Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak yang berupa kematian sel-sel saraf neurologic akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara spesifik hal itu terjadi karena terhentinya aliran darah ke otak

9

karena sumbatan atau pendarahan. Gangguan saraf atau kelumpuhan yang terjadi bergantung pada bagian otak mana yang terkena (Suiraoka, 2012). 2. Klasifikasi Stroke Berdasarkan kelaianan patologis, stroke dapat di bedakan menjadi : a. Stroke Hemoragik 1) Pendarahan Intraserebral Pendarahan intraserebral adalah pendarahan dari salah satu arteri otak ke jaringan otak. Lesi ini meyebabkan gejala yang terlihat mirip dengan stroke iskemik. Diagnosis pendarahan intraserebral bergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke iskemik. Stroke ini lebih umum tejadi di negara-negara berkembang daripada negara maju, penyebabnya masih belum jelas namun variasi dalam diet, aktivitas fisik, pengobatan hipertensi, dan predisposisi genetik dapat mempengaruhi penyakit stroke tersebut (WHO, 2005 dalam La Ode, 2012). 2) Pendarahan ekstra serebral (subaraknoid). Pendarahan subarachnoid dicirikan oleh pendarahan arteri di ruang antara dua meningen yaitu piameter dan aracnoidea. Gejala yang terlihat jelas penderita tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan biasanya terjadi gangguan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat

10

dilakukan dengan neuroimaging dan lumbal puncture (WHO, 2005 dalam La Ode, 2012). b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak dan penyumbatan) Pada stroke non-hemoragik, aliran darah ke otak terhenti karena penumpukan kolestrol pada dinding pembuluh darah (arterosklerosis) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sekitar 83% mengalami stroke jenis ini (Suiraoka, 2012). Stroke non-hemoragik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1) Stroke trombotik adalah proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. 2) Stroke Embolik adalah tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. 3) Hipoperfusion Sistemik adalah berkurangnya pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung (Russel, 2011). 3. Etiologi Stroke Stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otak (disebut stroke iskemik/ non hemoragik) atau karena adanya pendarahan di otak (disebut stroke pendarahan/ hemoragik). Pemicu stroke ini antara lain kecenderungan menu harian berlemak, pola makan dan gaya hidup tidak sehat, ketidakmampuan beradaptasi dengan stress, faktor hormonal (wanita menopause, penyakit gondok, penyakit anak

11

ginjal) dan kondisi kejiwaan, serta seberapa banyak tubuh terpapar dengan radiakal bebas (Iskandar Junaidi, 2011). Stroke iskemik sesuai namanya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah otak. Terhalangnya aliran darah yang menuju ke otak dapat disebabkan oleh suatu thrombosis atau emboli. a. Ateroma Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis jalur utama memberikan darah sebagian besar ke otak. b. Emboli Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis vertebralis beserta percabangannya yang juga bisa tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau katupnya. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya tersumbat di dalam sebuah arteri (kecil). c. Infeksi Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah menuju ke otak. Selain

12

peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa dipicu oleh asam urat (penyebab rematik gout) yang berlebih dalam darah. d. Obat-obatan Obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin,

epinefrin,

adrenalin

dan

sebaginya

dengan

jalan

mempersempit diameter pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Fungsi obat-obatan di atas menyebabkan kontraksi arteri sehinga arteri mengecil. e. Hipotensi Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasa menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darahnya rendah dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal (Iskandar Junaidi, 2011) Pada umumnya faktor risiko stroke dapat dikelompokan dalam dua bagian, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasikan dan factor risiko yang dapat dimodifikasi. a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 1) Usia Dari beberapa penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan

13

adanya proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah pada orang yag lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh karena adanya plak (arterosklerosis). 2) Jenis kelamin Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa lakilaki cendrung merokok. Dan rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh. 3) Herediter Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga, memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. 4) Ras/etnik Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam (Russel, 2011). b. Faktor yang dapat dimodifikasi. 1) Hipertensi (tekanan darah tinggi) Orang-orang yang tekanan darahnya tinggi memiliki peluang besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini

14

disebabkan karena pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah pada nantinya akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus-menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian. 2) Penyakit jantung Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark moikard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.

Sentral aliran darah dalam tubuh kita adalah

jantung. Bila pusat pengaturan aliran darah mengalami kerusakan, maka aliran darah dalam tubuh pun mengalami gangguan. Termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mndadak ataupun bertahap. 3) Diabetes Melitus Diabetes mellitus (DM) atau disebut juga sebagai kencing manis, memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

15

4) Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia

merupakan

keadaan

dimana

kadar

kolesterol di dalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama yang jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang lama-lama akan semakin banyak dan menumpuk sehingga akan mengganggu aliran darah. 5) Merokok Dari penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata

memiliki

kadar

fibrinogen

darah

yang

leih

tinggi

dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat memperudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh dara menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah. 6) Obesitas Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak baik/ menguntungkan). LDL membawa kolestrol dari hati ke sel, dan HDL berperan membawa kolesterol dari ke hati. Kadar kolesterol LDL yang tinggi akan menimbulkan penimbunan

kolesterol

di

sel,

yang

menyebabkan

muncul

16

aterosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh darah (misalnya : penyakit jantung koroner, stroke, gangguan pembuluh darah tepi) (Russel, 2011). 7) Kurang aktivitas fisik dan olaraga Efeknya adalah meningkatkan risiko hipertensi, rendahnya kadar HDL ( kolesterol baik) dan diabetes. Berolaraga yang di lakukan secara rutin 30-40 menit pperhari dapat mengurangi risiko tersebut (Suiraoka, 2012) 8) Mengkonsumsi alkohol dan penggunaan obat-obatan Risiko stroke iskemik akan meningkat dalam dua jam setelah mengkonsumsi

minuman

beralkohol.

Penggunaan

obat-obatan

terlarang seperti halnya kokain dapat juga menyebabkan stroke dengan serangan jantung (Suiraoka, 2012) 9) Pola makan Pola makan dapat mempengaruhi risiko stroke melalui efeknya terhadap tekanan darah, kadar kolesterol serum, gula darah, berat badan dan sebagai prekursor aterosklerosis lainnya. Pengurangan asupan garam natrium dan penambahan garam kalium (potasium) pada beberapa penelitian ternyata dapat menurunkan kejadian stroke,

17

melalui efeknya terhadap pengurangan natrium yang meningkatkan tekanan darah (Iskandar Junaidi, 2011). 10) Stress Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stress pada proses aterosklerosis adalah melalui peningkatan pengeluaran hormon kewaspadaan oleh tubuh. Stress jika tidak dikontrol dengan baik akan menimbulkan kesan pada tubuh adanya keadaan bahaya sehingga direspon oleh tubuh secara berlebihan dengan mengeluarkan hormonhormon yang membuat tubuh waspada seperti kortisol, epinefrin, dan adrenalin.

Dengan

dikeluarkannya

adrenalin

atau

hormon

kewaspadaan lainnya scara berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Hal ini bila terlalu keras dan sering dapat merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya plak (Iskandar Junaidi, 2011). 4. Patofisiologi a. Stroke non hemoragik 1) Stroke akibat thrombosis serebri. Thrombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kalogen dibawahnya. Proses thrombosis terjadi akibat adanya interaksi thrombosis dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang

18

melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, akan merangsang thrombosit dan agregasi trombisit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat pada granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah. Otak hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima pendarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang dipelukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EKG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak terhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, maka manusia akan meningggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan

19

menurun. K + akan berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi

membrane depolarasi. Saat awal

depolarasi, membrane sel masih reversible, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktur ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun di bawah ambang batas ematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100gr/menit. Akibat kekurangan oksigen terjdi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enim, karena tingginya ion H. selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai dengan pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikro sirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasaan daerah iskemik (Japardi, 2002 dalam La Ode, 2012). 2) Emboli serebri Stroke emboli dapat diakibatkan dari emboli arteri disirkulasi pusat dari berbagai sumber.

Selain gumpalan darah,

agregasitrombosit, fibrin, dan potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat

20

yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteria serebri media, terutama bagian atas (Shah, 2005 dalam La Ode, 2012). Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, bergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut dan juga bergantung pada pola dan kecepatan lairan darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama 10 pembuluh darah di otak) akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini bergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat (Japardi, 2002 dalam La Ode, 2012). b. Stroke hemoragik 1) Pendarahan intra serebral Pada pendarahan intraserebral (ICH) pendarahan terjadi secara langsung ke dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa terjadi dianggap sebagai kebocoran dari arteri intraserebral kecil yang rusak karena hipertensi kronik. Mekanisme lainnya termasuk diathesis pendarahan, anti

koagulasi

iatrogenic, amiloidosis

otak, dan

penyalahgunaan kokain. Pendarahan intraserebral terjadi di beberapa lokasi di dalam otak, termasul thalamus, putamen, otak kecil, dan batang otak. Selain daerah otak yang terluka oleh pendarahan, daerah sekitar otak dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek gumpalan hematoma. Kenaikan umum dalam tekanan intracranial dapat terjadi (Aini, 2007 dalam La Ode, 2012).

21

Pendarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik emnyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 - 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume pendarahan semakin besar (Caplan, 2000 dalam La Ode, 2012). 2) Pendarahan ekstra serebral (subarachnoid) Pendarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah di sekitar permukaan otak each, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Pendarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh

rupturnya

aneurisma

sakular

atau

pendarahan

dari

arteriovenousmal formation (AVM) (Caplan, 2000 dalam La Ode, 2012) Mekanisme pendarahan karena aneurisma, terdapat bagian lemah

pada dinding arteri. Pada saat tertentu bagian tersebut

meregang atau menggembung pada tekanan darah tinggi. Ballooning

22

aneurisma dinding arteri

ini dapat mengalami rupture dan darah

keluar ke ruang di sekitar sel-sel otak (Harjono Putro, 2004 dalam La Ode, 2012). 5. Manifestasi klinis Gejala stroke yang timbul sangat bargantung pada bagian otak yang terganggu. Otak manusia terdiri atas otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan batang otak. Gangguan pembuluh darah otak memberikan pasokan darah ke lobus frontal dan parietal akan memberikan gejala kelemahan anggota gerak dan gangguan rasa (misalnya kebas di separuh angota gerak). Stroke yang menyerang cerebellum memberikan gejala pusing berputar (vertigo) (Rizaldy Pinzon, 2010). a. Kelumpuhan anggota gerak Kelumpuhan anggota gerak merupakan gejala umum yang dijumpai pada stroke. Bila seseorang tiba-tiba merasa kehilangan kekuatan pada salah satu lengan dan tungkai pada satu sisi. Gangguan peredaran darah otak di sebelah kanan akan menyebabkan kelemahan anggota gerak sebelah kiri atau sebaliknya. b. Gangguan bicara Pasien stroke dapat pula menunjukan gejala bicara tidak jelas atau tidak dapat bicara (afasia). Hal ini pada umumnya disebabkan oleh kelumpuhan saraf otak nomor 12 atau lobus frontal-temporal di otak. Pada keadaan stroke lidah akan miring kearah yang lumpuh.

23

c. Pusing berputar/vertigo Pusing berputar/vertigo adalah salah satu gejala stroke. Pusing berputar/vertigo dapat disertai dengan gejala mual/muntah atau tidak. Gangguan pada sistem keseimbangan di otak kecil/ cerebellum akan menimbulkan gejala pusing berputar. d. Nyeri kepala Nyeri kepala merupakan keluhan umum yang dijumpai. Nyeri kepala pada stroke bersifat mendadak, dengan intensitas yang berat, disertai gejala/tanda gangguan saraf yang lain. e. Penurunan kesadaran Kesadaran manusia dipertahankan oleh sebuah sistem otak yang disebut ARS (Assending Reticular Activating System). Pada kasus stroke yang langsung mengenai pusat system kesadaran atau mendesak pusat system kesadaran yang dijumpai penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran yang terjadi secara mendadak haruslah dicurigai sebagai gejala stroke. Kasus stroke yang diseratai dengan penurunan kesadaran pada umumnya di jumpai pada stroke pendarahan (Rizaldy Pinson, 2010) f. Gejala-gejala lain 1.

Gangguan menelan, seperti sulit menelan, bila minum sulit tersedak.

2.

Tidak memahami pembicaraan orang lain.

3.

Berjalan menjadi sulit, langkah kecil-kecil.

4.

Menjadi pelupa (demensia)

24

5.

Penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandanan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap, aau ganda sesaat (berbayang) (Suiraoka, 2012)

6. Pencegahan stroke Pencegahan

terhadap kejadian stroke pada

dasaranya dapat

dikelompokan dalam 2 golongan besar yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan bersifat primer, jika penyakit stroke belum terjadi sedangkan pencegahan sekunder dilakukan perawatan atau pengobatan terhadap penyakit dasarnya. a. Pencegahan primer Langkah

pertama

dalam

mencegah

stroke

adalah

dengan

memodifikai gaya hidup dalam segala hal, memodifikasi faktor risiko, dan kemudian bila dianggap perlu baru dilakukan terapi dengan obat untuk mengatasi penyakit dasar. Menjalani gaya hidup sehat dengan pola makan sehat, istirahat cukup, mengelola stress, mengurangi kebiasaan yang dapat merugikan tubuh seperti merokok, makan berlebihan, makanan yang banyak mengandung lemak jenuh, kurang aktif berolaraga (Iskandar Junaidi, 2011) b. Pencegahan sekunder Penderita stroke biasanya banyak memiliki faktor risiko. Oleh karena itu stroke sering kali berulang. Faktor-faktor risiko yang harus

25

diobati, seperti : tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung koroner, kadar kolesterol LDL darah yang tinggi, kadar asam urat darah yang tinggi, kegemukan, perokok, peminum alkohol, stress dan lain-lain. Sebaliknya penderita harus berhenti merokok, berhenti minum alcohol, menghindari stress, rajin berolaraga dan lain-lain (Iskandar

Junaidi,

2011). Upaya pencegahan penyakit stroke dapat di lakukan dengan “STROKE” S: Seimbang gizi Pertahankan

gizi

seimbang.

Beberapa

penelitian

terdahulu

membuktikan manfaaat konsumsi antioksidan dan serat memperbaiki profil lemak darah, menurunkan tekanan darah, dan cegah komplikasi kardiovaskuler. Pengurangan konsumsi garam dan diet kaya buah dan sayuran terbukti dapat menurunkan tekanan darah. T : Turunkan berat badan berlebih Obesitas memberikan risiko stroke dua kali lipat. Obesitas memberi beban berat kepeda jantung dann merupakan predisposisi untuk meningkatnya kadar kolesterol total dan trigliserid, hipertensi, dan menurunkan kadar kolesterol HDL, dan diabetes mellitus. R:Rajin ukur tekanan darah Hipertensi merupakan factor risiko stroke yang signifikan. Semua bentuk hipertensi dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke.

26

O:Olaraga yang teratur Aktivitas fisik dan olaraga terbukti memperbaiki aliran darah, menurunkan kadar kolesterol darah jahat, menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik yang bersifat aerobic terbukti menurunkan risiko stroke. K:Kurangi stres Stress meningkatkan tekanan darah, menurunkan daya tahan tubuh, menghambat regenerasi jaringan, dan menurunkan sensitivitas insulin (berujung pada diabetes mellitus). Beberapa penelitian menginformasi peningkatan risiko hipertensi dan stroke populasi dengan masalah psikososial yang berat. E:Enyahkan rokok Merokok secara konsisten dihubungkan dengan peningkatan penyakit jantung, hipertensi, stroke, dan kepikunan. Hal ini tidak hanya menyerang yang merokok, namun juga perokok pasif. Penelitian Lantz,dkk (2008) menunnjukan bahwa merokok akan menurunkan aliran darah ke otak (Rizaldy Pinson, 2010). 7. Penanganan stroke a. Pertolongan pertama bagi penderita stroke Ada satu cara terbaik untuk memberikan pertolongan pertama pada orang yang mendapatkan serangan stroke. Seseorang yang mendapat serangan stroke, seluruh darh di tubuhnya akan mengalir

27

kencang menuju pembuluh darah di otak. Apabila kegiatan pertolongan pertama diberikan terlambat sedikit saja, maka pembuluh darah pada otak tidak kuat menahan aliran darah yang mengalir dengan deras dan akan pecah sedikit demi sedikit. Dalam mengahadapi keadaan demikian, yang harus dilakukan oleh orang yang berada di seekitar penderita adalah : 1) Jangan panik. Jangan pindakan penderita dari tempat semula sebab memindahkan penderita dari tempat semula akan mempercepat perpecahan pembuluh darah halus di otak. 2) Bantu penderita mengambil posisi yang baik agar tidak terjatuh lagi, dan pada saat itu pengeluaran darah dapat dilakukan. Tujuan pengeluaran darah adalah mencegah darah mengalir ke otak. 3) Ambil jarum suntik, namun bila tidak ada, anda bisa menggunakan jarum jahit/jarum pentul/ peniti/ yang terlebih dahulu disterilkan dengan cara dibakar diatas api. Segera setelah jarum steril, lakukan penusukan pada 10 ujung jari tangan. Titik penusukan kira-kira 1cm dari kuku. Setiap jari cukup ditusuk 1 kali saja dengan harapan setiap jari mengeluarkan tetes darah. Pengeluaran darah dapat juga dibantu dengan cara di pencet apabila darah tidak keluar dari ujung jari. Dalam jangka waktu 10 menit, penderita akan sadar kembali. 4) Bila mulut pederita tmpak mencong/tidak normal, tarik-tarik kedua daun telinganya harus hingga berwarna kemerah-merahan. Setelah itu

28

lakukan 2 kali penusukan pada masing-masing ujung bawah daun telinga sehingga darah keluar sebanyak 2 tetes dari setiap ujung telinga. Dengan demikian dalam beberpa menit bentuk mulut penderita akan kembali normal. Setelah keadaan si penderita pulih dan tidak ada kelainan yang berarti, bawalah si penderita dengan hatihati ke dokter atau ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut (Russel, 2011) b. Penanganan pasca serangan stroke Jika mengalami serangan stroke, segera lakukan pemeriksaan rutin untuk menentukan apa penyebab bekuan darah atau pendarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat stroke yang berfungsi menghancurkan bekuan darah disuntikan kurang dari tiga jam sejak serangan (periode emas). Pasca stroke

biasanya penderita melakukan rehabilitasi serta

terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotic prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya (Russel, 2011).

29

B. Tinjauan Umum tentang Tingkat Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2003 dalam A. Wawan, 2011). Pengetahuan itu di pengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti orang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi diperoleh melalui pendidikan non formal. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk obyek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (A. Wawan, 2011).

30

2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Notoatmodjo, 2003 dalam A. Wawan, 2011) a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifiksi, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (Comprehention) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek

yang diketahui

dan dimana dapat

menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.

31

c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini apat diartikan aplikasi atau peggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organnisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Syntesis) Sintesis yang dimaksud menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada (A. Wawan, 2011).

32

3. Cara Memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo,2003 adalah sebagai berikut : a. Cara kuno untuk mmemperoleh pengetahuan. 1. Cara coba salah (Trial And Error) Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemunngkinan ini tidak berhasil maka maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah ini dapat dipecahakan. 2. Cara kekuaaan atau otoritas Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpinpemimpin baik formal, informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri. 3. Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh

pengetahuan

dengan

cara

mengulang

kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

33

b. Cara modern dan memperoleh pengetahuan Cara ini disebut dengan metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut dengan metodelogi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah (A. Wawan, 2011) 4.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Faktor Internal 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan dan mencapi keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. 2. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.

34

Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan keluarga. 3. Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seeseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa (A. Wawan, 2011). b. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan Menurut Ann. Marinner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan atau prilaku orang atau kelompok. 2) Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (A. Wawan, 2011).

35

C. Tinjauan Umum tentang Pola Makan 1. Pengertian Pola makan Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang di makan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tententu. Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu pencegahan penyakit (Gouzali Saydam, 2011) Makanan sehat adalah makanan yang memenuhi syarat-syarat : enak, penuh gizi dan tidak menimbulkan penyakit dalam tubuh orang yang memakannya (Gouzali Saydam, 2011) Makanan yang sehat merupakan makanan yang banyak mengandung gizi. Biasanya jenis makanan ini terjauh dari kandungan bibit penyakit dan tidak boleh bersifat meracuni tubuh dan juga rasanya haruslah lezat sehingga lidah yang merasakan bisa menerimanya sebagai makanan yang baik (Gouzali saydam, 2011) 2. Persyaratan makanan Suatu jenis makanan dikatakan baik dan memenuhi syarat bagi kesehatan tubuh bila ia memenuhi syarat antara lain : a. Harus cukup mengandung kalori tntuk tubuh b. Protein yang dikonsumsi harus mengandung semua asam amino

36

c. Makanan harus cukup mengandung vitamin yang dapat menyehatkan tubuh, d. Di dalam jenis makanan itu harus cukup megandung air dan mineral yang dibutuhkan e. Makanan itu harus juga mengandung perbandingan yang seimbang antara sumber-sumber karbohidrat, protein, dan lemak tak jenuh. Di samping memenuhi syarat-syarat di atas, jenis makanan itu harus pula : a. Mudah dicerna oleh usus atau alat pencernaan lainnya b. Makanan

itu harus juga

terjamin

kebersihannya

atau tidak

mengandung kuman atau bibit penyakit. c. Zat-at yang dikandungnya harus seimbang dan tidak ada yang berlebihan porsinya dan mudah diserap oleh tubuh d. Dihidangkan dalam keadaan tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin yang dapat mengejutkan bagi alat pencernaan dalam menerimanya (Gouzali saydam, 2011). 3. Pola Makanan Sehat Hampir semua penyakit mempunyai kaitan erat dengan pola makanan seseorang. Orang yang banyak menyantap makanan yang diawetkan dan makanan yang banyak bertabur dengan zat kimia, akan mudah terkena berbagai penyakit dibandingkan dengan yang menjaga pola makan yang biasa-biasa saja. (Gouzali saydam, 2011)

37

4. Pola makan pada penderita stroke Pencegahan

stroke

perlu

dilakukan

dengan

menghindari

kegemukan (obesitas), sebisa mungkin mengurangi kolestrol tinggi. Untuk itu pola konsumsi harus diubah yaitu dari yang candrung tinggi karbohidrat dan lemak menjadi banyak sayur dan buah yang tinggi serat. Dari sumber protein hewani gantikan posisi daging dengan ikan, karena ikan memiliki kandungan lemak yang jauh lebih baik bagi kesehatan daripada daging (Suiraoka, 2012) Mengurangi asupan lemak, kolestrol dan garam yang dikonsumsi secara berlebihan. Makanan cepat saji (fast food), gorengan, steak, dan gulai mengandung kadar lemak dan kolestrol tinggi. Konsumsi dari jenis makanan tersebut harus dibatasi, karena bila dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan arterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah ke otak. Makanan yang menggunakan garam berkadar tinggi dalam pengolahannya juga harus dihindari sebab natrium (Na) adalah mineral utama dalam garam, berefek meningkatkan ketegangan kontraksi pembuluh darah. Batasilah konsumsi garam dengan mengurangi camilan, gorengan, dan makanan yang diolah dengan garam seperti makanan kaleng dan makanan yang diawetkan (Suiraoka, 2012).

38

D. Tinjauan Umum tentang Stress 1. Pengertian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2007) yang dimaksudkan dengan stress adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar atau ketegangan. Stress adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stress dikaitkan bukan karena penyakit fisik, tetapi masalah kejiwaan seseorang. Selanjutnya stress berakibat pada penyakit fisik, yang bias muncul akibat lemahnya atau rendahnya daya tahan tubuh pada saat stress menyerang (Yekti Mumpuni, 2010). Stress merupakan reaksi fisik yang timbul akibat adanya tekanan, baik internal maupun eksternal. Stress yang tidak segera ditangani akan berdampak buruk bagi kita, terutama pada kesehatan. Selain itu, stress yang terus menerus dan tidak mendapat perawatan dan penanganan semestinya dapat menyebabkan penderita mengalami kegilaan secara permanen (Yekti Mumpuni, 2010). Secara umum dalam ilmu kedokteran dan bagi dunia keilmuan, stress sulit didefenisikan secara pasti. Hal ini ddisebabkan peristiwa yang dialami oleh subyek atau penderita stress sangat beragam atau berbedabeda satu sama lain. Perlu juga dipahami bahwa stres tidak berarti selalu merupakan kondisi tidak bahagia yang dialami seseorang (Yekti Mumpuni, 2010).

39

Stress adalah suatu reaksi atau respon dari tubuh terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita dan merupakan sebuah natural defense mechanisme atau proses penyelamatan diri secara alami yang membuat seseorang tetap hidup. Ini karena stress terjadi terusmenerus sepanjang waktu dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia (Yekti Mumpuni, 2010). 2. Proses terjadi stress Stress tidak terjadi begitu saja. Selalu ada pemicu yang menyebabkan stress. Berikut ini adalah proses terjadinya stress adalah : a. Tubuh orang yang dilanda stress memnfaatkan zat gizi ekstra dibandingkan dengan ketika orang tersebut dalam keadaan normal. b. Tanpa disadari cadangan energi yang tersimpan di dalam tubuh dapat terkuras habis. Pada saat itulah terjadi kelelahan mental atau yang biasa disebut dengan stress. c. Tahap selanjutnya adalah berat badan menurun secara drastic atau sangat kurus. Pada umumnya ini yang banyak terjadi pada penderita stress. Adapula orang yang mengalami overweight (kelebihan berat badan) atau obesitas (kegemukan). Overweight dan obesitas terjadi karena selama stres, penderita makan terus-menerus dan tidak dapat lagi mengontrol keinginan makannya. d. Pengaruh yang umum terjadi pada orang yang menderita stress adalah orang yang mengalami stres kehabisan energi. Staminanya terkuras

40

dan daya tahan tubuh melemah sehingga penyakit mudah masuk ke dalam tubuhnya. e. Akibat yang lebih parah adalah stres dapat mempengaruhi pola pikir seseorang. Ini disebabkan tidak adanya energi yang cukup bagi otak. Akibatnya seseorang tidak bisa berpikir dengan jernih. Apabila seseorang berada dalam kondisi seperti ini, dia akan mengalami perasaan resah, gelisah, cemas, perasaan takut, hingga frustasi berat hingga putus asa. f. Penyakit akan lebih mudah masuk bila seseorang sudah memiliki bibit-bibit penderita maag, migraine atau sakit kepala sebelah, dan darah tinggi. Dalam keadaan stres, sel-sel radikal bebas yang sebelumnya tidak berkembang kini berkembang biak dengan cepat. g. Efek radikal bebas yang berkembang biak dengan cepat tersebut akan menghabiskan seluruh energi dan staminanya. Akibatnya orang yang mengalami stress akan terlihat lebih tua dari umurnya yang sebenarnya. Selain itu, pecahnya radikal bebas akan memicu munculnya beerbagai penyakit, seperti penyakit stroke (Yekti Mumpuni, 2010). 3. Gejala-gejala Stres Gejala-gejala stress mencakupi sisi mental, sosial, dan fisik. Hal ini meliputi kelelahan, kehilangan, atau meningkatnya nafsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan. Melepaskan diri

41

dari alcohol, narkoba, atau perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikassi gejala stress. (Yekti Mumpuni, 2010) Reaksi terhadap stress dibagi atas empat bagian yaitu : a. Reaksi fisik. Reaksi ini adalah reaksi yang paling terlihat. Contohnya adalah sakit kepala, jantung berdebar-debar lebih kencang dari normal, kehilangan nafsu makan, insomnia atau sulit tidur. b. Reaksi emosi. Reaksi ini contohnya marah-marah, cemas, mudah tersinggung, menjadi pesimis, dan lain-lain. Kondisi ini dipicu oleh ketidakstabilan hormone di dalam tubuh penderita stress. c. Reaksi kognitif Contohnya berpikir negative, sulit berpikir, dan masih banyak lagi. Orang yang mengalami stress tidak sama dengan orang tanpa stress. Itulah sebabnya reaksi kognitifnya juga tidak sama dengan orang normal. d. Reaksi Tingkah laku. Contohnya adalah menarik diri dari lingkungan (withdrawal), tidur berlebihan, jadi pendiam, jadi jutek, dan masih banyak lagi. Ini bergantung

pada

lingkungannya.

kondisi

masing-masing

individu

dan

juga

42

4. Akibat stress Di masa modern yang ketat dengan persaingan dan kesulitan ini, stress sangat banyak melanda masyarakat. Setiap umur rawan stress. Apabila stress tidak diatasi dan ditangani dengan bijaksana maka dapat berakibat fatal. Berikut ini adalah akibat-akibat yang timbul oleh stress adalah : a. Kelelahan akibat bekerja. Kelelahan akibat kerja meliputi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh adanya keterlibatan dalam waktu yang lama dengan situasi yang menuntut secara emosional. Kelelahan emossional menjadi faktor utama dalam mengukur terjadinya kelelahan kerja atau yang biasa popular dengan burn out. (Yekti Mumpuni, 2010) Kondisi kelelahan kerja disebabkan terus-menerus bekerja dalam situasi traumatik dan tidak menyenangkan. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi sangat rumuit dan sulit diselesaikan. Situasi kerja penuh tuntutan dan tekanan yang sangat berat. b. Psikosomatis Psikosomatis adalah penyakit yang berupa gejala-grjala fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor mental atau psikologis. Sebenarnya segala penyakit melibatkan reaksi pikiran (psiko) dan fisik (soma). Namun, beberapa penyakit dapat diperburuk oleh faktor

43

mental seperti stress atau kecemasan, misalnya penyakit jantung atau tekanan darah tinggi. Penyakit ini biasanya menyerang bagian tubuh yang dikendalikan oleh saraf otonom, seperti pencernaan, pernapasan, otot dan kulit, saraf, dan reproduksi. Gangguan psikosomatis dapat muncul dalam bentuk sakit kepala, mual, gangguan lambung dan pencernaan, sesak napas, pening, diare, nyeri sendi, gatal-gatal, dan periode menstruasi terganggu atau berhenti dalam beberapa waktu atau justru frekuensinya bertambah menjadi semakin sering. c. Trauma Secara sederhana trauma bermakna luka atau kekagetan. Secara psikologis mengacu pada pengalaman yang mengagetkan dan menyakitkan, yang melebihi situasi stress yang dialami manusia sehari-hari dalam kondisi wajar. Penyebab trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa

yang

menyebabkan

trauma

disebut

peristiwa

traumatis, misalnya kematian anggota keluarga, kejadian kecelakan, keguguran, ledakan bom, kebakaran rumah, dan bencana alam. d. Kelelahan kepedulian Kelelahan kepedulian merupakan kelelahan emosional. Ini disebabkan karena empati dan kepedulian terus-menerus sebagai

44

akibat dari tuntunan dan sifat pekerjaan yang terus-menerus harus diperhatikan orang lain, misalnya menjadi pendamping bagi korban kekerasan atau konflik beencana alam. Selain itu, kelelahan ini juga dapat terjadi karena adanya pengalaman traumatis yang serupa dengan peserta yang didampingi sehingga dapat menjadi faktor terjadinya kelelahan kepedulian. Kelelahan kepedulian

dapat berpengaruh pada sistem keyakinan

(belief) pendamping (Yekti Mumpuni, 2010). 5. Pengaruh stress dengan stroke Beban kerja yang tinggi, tekanan hidup yang berat, tuntutan ekonomi, keinginan yang belum tercapai ataupun hal lainnya tanpa disadari dapat menyebabkan efek jangka panjang pada fisik dan mental (Suiraoka, 2012) Selain itu, kecedrungan dari orang yang sedang stress umumnya mendorong seseorang melakukan tindakan yang merugikan diri seperti banyak minum minuman keras, merokok, makan dan ngemil secara berlebihan. Orang stress makanannya pun cenderung yang manis dan berlemak karena pengaruh hormon kortisol yang dikeluarkan secara berlebihan saat stress (Iskandar Junaidi, 2011). Stress menyumbang hingga 20% menyebabkan stroke , selain itu juga menimbulkan hipertensi. Stress yang tidak dikendali akan memicu naiknya tekanan darah dan berisiko terkena serangan jantung. Stress juga

45

dapat menaikan kadar kolestrol dalam darah. Kondisi tersebut nantinya dapat membuat pembuluh darah tersumbat sehingga penderita rentang terhadap stroke (Suiraoka, 2012). Stress dalam kehidupan sekarang ini memang merupakan suatu kondisi yang sulit untuk dihindari, sehingga perlu pengelolaan yang baik. Jika mampu mengelola stress dengan baik maka risiko terkena stroke dapat berkurang hingga 25% (Suiraoka, 2012) E. Tinjauan Umum tentang Aktivitas Fisik 1. Pengertian aktivitas Aktivitas

fisik

adalah

penggerakan

anggota

tubuh

yang

menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Suiraoka, 2012). Kemajuan teknologi dewasa ini juga mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kurangnya aktivitas fisik. Tidak hanya dalam hal tersedianya alat-alat yang mengurangi aktivitas fisik, misalnya escalator dan lift sebagai pengganti tangga atau mesin cuci yang mengurangi gerak seseorang dalam mencuci atau yang lainnya. Tetapi beragam bentuk jasa ditawarkan dengan memberi kemudahan bagi orang yang membutuhkan (Suiraoka, 2012). Penelitian organisasi Kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa gaya hidup duduk terus menerus dalam bekerja menjadi penyebab 1 dari

46

10 kematian dan kecacatan, dan lebih dari dua juta kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik/bergerak (Suiraoka, 2012) 2. Pengaruh aktivitas dengan stroke Efek dari kurangnya aktivitas fisik dan olaraga adalah meningkatkan risiko hipertensi, rendahnya kadar HDL (kolestrol baik) dan diabetes. Efek tersebut sangat berisiko terjadinya stroke atau serangan otak secara mendadak (Suiraoka, 2012). Berolaraga yang dilakukan secara rutin 30-40 menit per hari dapat mengurangi risiko terjadinya stroke. Hasil optimal

olaraga tidak

ditentukan oleh jenis dan frekuensi olaraga. Waktunyapun sebaiknya dipertimbangkan sehingga tidak terbuang percuma (Suiraoka, 2012). Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan intensitas rendah bermanfaat bagi penyakit jantung dan dapat mencegah stroke. Berolaraga secara teratur, tidak hanya membuat jantung tetap kuat tapi juga meningkatkan enzim alami (superoksida dismutase, glutation peroksidase dan katalase) yang berperan sebagai antioksidan untuk mencegah arterosklerosis. Berolaraga juga dapat mengontrol berat badan dan mengedalikan stress untuk mencegah stroke (Holistic Health Solution, 2011 dalam ( Suiraoka, 2012).

47

BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yang merupakan landasan teoritik di dalam penyusunan kerangka konsep ini, maka telah diidentifikasi beberapa variabel baik variabel independen maupun variabel dependen yang dianggap berhubungan dengan kejadian penyakit stroke baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari uraian pada tinjauan pustaka tersebut, telah ditetapkan variabel independen yaitu pengatahuan dan gaya hidup serta variabel dependen yaitu Kejadian Stroke. Secara sistematis uraian masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Pengetahuan Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan meupakan faktor yang paling penting dalam merubah prilaku seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang juga berhubungan dengan penurunan kejadian suatu penyakit. Dengan pengetahuan yang dimilikinya seorang dapat merubah pola kehidupan dalam mencegah timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan.

48

2. Pola makan “Gaya hidup konsumsi makanan” termasuk bagian dari gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Perubahan gaya hidup dalam hal kosumsi makanan ini terutama dipicu oleh perbaikan atau peningkatan di sektor pendapatan (ekonomi), kesibukan kerja yang tinggi dan promosi makanan trendy ala abarat,utamanya fast food. Perubahan selera makan akan mengakibatkan perubahan pola makan masyarakat yang cendrung menjauh konsep makanan seimbang, sehingga berdampak negative terhadap kesehatan atau gizi. 3. stress Dampak stress terhadap kesehatan akan berpengaruh secara nyata, karena kecendrungan yang dialami oleh seseorang yang mengalami stress untuk berprilaku tidak sehat seperi minum minuman beralkohol secara berlebihan, merokok, mengkonsumsi narkoba dan sebagainya. Prilaku yang tidak sehat tersebut dapat mnyebabkan timbul bermacam-macam penyakit. 4. Aktivitas fisik Aktivitas

fisik

adalah

penggerakan

anggota

tubuh

yang

menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.

49

Peningkatan aktivitas fisik sangat dianjurkan bagi penderita yang mempunyai faktor resiko terjadinya stroke. Dengan menuingkatnya aktivitas dapat menurunkan kadar kolestrol. Mempertahankan gaya hidup yang aktif dapat mencegah meningkatnya berat badan, tekanan darah dan kadar kolesterol. B. Hubungan Antar Variabel PENGETAHUAN POLA MAKAN

KEJADIAN PENYAKIT STROKE

STRESS AKTIVITAS FISIK fisikffisikFISIK LINGKUNGAN Keterangan :

: Variabel Independen yang diteliti : Vaariabel Independen yang tidak diteliti : Variabel dependen

50

C. Identifikasi Variabel 1. Variabel Independen (Bebas) Merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam memengaruhi variabel lain. Variabel independen pada penelitian ini yaitu:Pengetahuan, Pola Makan, Stress dan Aktivitas Fisik (Hidayat, 2011) 2. Variabel Dependen (Tergantung) Merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan. Variabel yang akan diteliti adalah Kejadian Stroke (Hidayat, 2011). D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Kejadian Stroke Stroke adalah terjadi serangan otak yang muncul mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak berdasarkan hasil diagnose. Kriteria Objektif : 1) Stroke

:

mengalami serangan otak secara mendadak

akibat

penyumbatan atau terputus aliran darah ke otak bardasarkan hasil diagnose.

51

2) Tidak Stroke : Tidak menunjukan adanya tanda dan gejala stroke berdasarkan hasil diagnose. 2. Pengetahuan Pengetahuan yang ingin di teliti dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan klien atau respoden tentang penyakit stroke yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi tentang stroke. Kriteria Objektif pengetahuan 1) Kurang

: klien kurang mengetahui hal-hal yang berhubungan tentang penyakit stroke (<9)

2) Baik

: klien mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan penyakit stroke (≥ 9)

3. Pola makan Pola makan adalah gambaran asupan makanan pada penserita stroke sebelum terjadi serangan stroke. Pola makan yang sehat yaitu tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung garam yang berlebihan, tidak tinggi kolestrol, tidak berlemak dan menghindari makanan yang memicu terjadinya stroke. Kriteria Objektif 1) Tidak sehat

: jika responden atau klien tidak memperhatikan pola makan atau asupan makanan yang dikonsumsi. (< 7,5)

52

2) Sehat

: jika responden atau klien memperhatikan pola makan atau asupan makanan yang dikonsumsi. (≥ 7,5)

4. Stress Stress adalah suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Kriteria Objektif 1) Stress

: jika rsponden atau klien sering mengalami stress (<7,5)

2) Tidak stress : jika responden atau klien tidak sering mengalami stress. (≥ 7,5) 5. Aktivitas Aktivitas adalah penggerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari dan berolaraga secara terartur. Kriteria Objektif 1)

Kurang baik : jika klien atau responden tidak melakukan aktivitas fisk serta tidak berolaraga secara teratur (<7,5)

2)

Baik

: jika klien atau responden sering melakukan aktivitas fisik serta olaraga teratur (≥ 7,5)

53

E. Hipotesis Penelitian. 1. Hipotesis Nol (H0) a. Pengetahuan tidak berhubungan dengan kejadian penyakit Stroke di RSUD Kota Makassar. b. Pola makan tidak berhubungan dengan kejadian penyakit Stroke di RSUD Kota Makassar. c. Stress tidak berhubungan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. d. Aktivitas fisik tidak berhubungan dengan kejadian penyakit Stroke di RSUD Kota Makassar. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) a. Pengetahuan berhubungan dengan kejadian penyakit Stroke di RSUD Kota Makassar. b. Pola makan berhubungan dengan kejadian penyakit Stroke di RSUD Kota Makassar c. Stress berhubungan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. d. Aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian penyakit Stroke di RSUD Kota Makassar.

54

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian Crossectional Study, dengan mendapatkan data primer (data yang diperoleh langsung dari pasien) dan data sekunder (data yang diperoleh dari RSUD Kota Makassar dan diperoleh dari keluarga atau orang terdekat pasien). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di RSUD Kota Makassar. Kurang lebih salama satu bulan dari tanggal 01 Juli 2014 – 20 Juli 2014 dan pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan ijin dari pihak terkait. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan di teliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung ke Poli Saraf RSUD Kota Makassar. 2. Sampel Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluru popolasi (Notoatmodjo, 2010). a. Besar Sampel Besar sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini diambil secara accidential sampling yaitu penelitian dengan wawancara

55

langsung dengan kuesioner dalam mengumpulkan data data dari setiap responden yang dijumpai dan memenuhi kriteria. Setelah jumlah yang diwawancarai dianggap cukup, pengambilan data dihentikan kemudian data diolah dan dianalisa. b. Sampling Sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada. 1) Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: a) Pasien yang berkunjung Saraf RSUD Kota Makassar. b) Pasien yang bersedia di teliti. 2) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusif. D. Cara Pengumpulan Data Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi tempat penelitian (rumah sakit) yang bersangkutan dan populasi target. 2. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian di RSUD Kota Makassar. Setelah mendapatkan persetujuan dari Rumah Sakit yang bersangkutan, maka peneliti akan melakukan pendekatan kepada calon responden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Bila calon responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden

56

3. Setelah responden bersedia, maka akan dilakukan wawancara berupa pertanyaan yang terdapat di kuesioner atau kuesioner langsung dibagikan kepada responden, tetapi sebelumnya diberitahukan tentang bagaimana cara menjawab pertanyaan dalam kuesioner dan bila ada yang kurang jelas, maka responden diperbolehkan untuk bertanya. Selain cara pengumpulan data di atas, dapat pula dilakukan instrumen sebagai berikut: 1. Data Primer

:

Diperoleh

dengan

wawancara

langsung

dengan

menggunakan daftar pertanyaan/kuesioner yang telah disediakan 2. Data Sekunder

: - Diperoleh dari instansi terkait (dari RSUD Kota Makassar.) - Diperoleh dari keluarga pasien atau orang terdekat klien.

E. Langkah Pengolahan Data a. Editing (penyuntingan data) Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau

dikumpulkan.Editing

dapat

dilakukan

pada

tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. b. Koding (pengkodean) Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik atau angka terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.Pemberian kode ini sangat penting

57

bila pengolahan dan analis data menggunakan computer.Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. c. Entri data Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau biasa juga dengan membuat tabel kontigensi. d. Melakukan teknik analisis Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis (Hidayat, 2011) F. Pengujian Hipotesis Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji ChiSquare dengan derajat kemaknaan α < 0,05 artinya bila hasil uji statistik menunjukkan p < α 0,05 maka

Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada

hubungan antara pengetahuan, gaya hidup dengan kejadian Stroke di RSUD Kota Makassar.

58

G. Etika Penelitian Setelah memperoleh izin dari instansi terkait, maka penelitian akan dilakukan dengan menekankan masalah etika, meliputi: 1. Informed Consent Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent

tersebut

diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. 2. Anonymity (tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Confidentiality(kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011).

59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar. Pengumpulan data dimulai dari tanggal 1 Juli 2014 sampai 20 Juli 2014 dengan total sampel 35 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner

dibagikan

langsung

kepada

responden,

selanjutnya

peneliti

mengadakan pendekatan kepada responden kemudian memberikan penjelasan sesuai dengan etika penelitian. Apabila responden bersedia maka dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan responden dan mengisi kuesioner pada saat itu juga, yang meliputi inisial responden, alamat responden, umur responden, jenis kelamin responden., Tingkat pengetahuan responden, stres responden, aktivitas fisik responden terhadap kejadian Stroke di RSUD Kota Makassar. Adapun pengolahan data yang dilakukan yaitu dengan menggunakan aplikasi SPSS 16,0. Hasil penelitian dan pengolahan data dapat dilihat sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan distribusi frekuensi dari data karakteristik responden (umur responden dan jenis kelamin responden) sedangkan variabel independen yaitu Tingkat Pengetahuan responden, Pola Makan responden, Stress responden,

60

Aktivitas Fisik responden, variabel dependen yaitu Kejadian Stroke di RSUD Kota Makassar

disertai dengan penjelasan dari tiap-tiap tabel distribusi

frekuensi. a. Karakteristik Umum Responden 1) Umur Responden Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Penelitian di RSUD Kota Makassar No Umur Frekuensi % 1

41-50 tahun

12

34.3%

2

51-60 tahun

12

34.3%

3

61-70 tahun

8

22.9%

4

71-80 tahun

3

8.6%

Total

35

100%

Sumber : Data Primer, Juli 2014

61

Gambar 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Penelitian di RSUD Kota Makassar UMUR

12

10

Frequency

8

6

4

2

0 41-50

51-60

61-70

71-80

UMUR

Pada tabel 5.1 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan umur responden dimana kelompok umur 41-50 tahun berjumlah 12 orang (34.3%), kelompok umur

51-60 tahun berjumlah 12 orang

(34.3%), kelompok umur 61-70 tahun berjumlah 8 orang (22.9%) dan kelompok umur 71-80 tahun berjumlah 3 orang (8.6%) dengan total keseluruhan 35 responden (100%). 2) Jenis Kelamin Responden Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Penelitian di RSUD Kota Makassar No Jenis Kelamin Frekuensi % 1

Laki – laki

21

60%

2

Perempuan

14

40%

35

100 %

Total

Sumber : Data Primer, Juli 2014

62

Gambar 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Penelitian di RSUD Kota Makassar

JENIS KELAMIN

25

Frequency

20

15

10

5

0 LAKI-LAKI

PEREMPUAN

JENIS KELAMIN

Pada tabel 5.2 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan jumlah responden laki-laki yaitu sebanyak 21 responden (60%) hal ini lebih tinggi jika dibandingkan jumlah responden perempuan yaitu sebanyak 14

responden (40%) dengan total keseluruhan yaitu 35

responden (100%). b. Variable Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kejadian stroke di RSUD Kota Makassar, dimana distribusi frekuensinya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

63

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stroke Penelitian di RSUD Kota Makassar Kejadian No Frekuensi % Stroke 1

Stroke

22

62.9%

2

Tidak Stroke

13

37.1 %

Total

35

100 %

Sumber : Data Primer, Juli 2014

Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stroke Penelitian di RSUD Kota Makassar KEJADIAN STROKE

25

Frequency

20

15

10

5

0 STROKE

TIDAK STROKE

KEJADIAN STROKE

Dari tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden yang mengalami stroke sebanyak 22 orang (62.9%) sedangkan responden tidak mengalami stroke sebanyak 13 orang (37.1%) dengan total keseluruhan yaitu 35 responden (100%).

64

c. Variable Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan responden, pola makan responden, tingkat stress, dan aktivitas fisik. 1) Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden

No

Penelitian Di RSUD Kota Makassar Pengetahuan Frekuensi % Responden

1

Kurang

24

68.6

2

Baik

11

31.4

35

100

Total

Sumber : Data Primer, Juli 2014

Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar TINGKAT PENGETAHUAN

25

Frequency

20

15

10

5

0 KURANG

BAIK

TINGKAT PENGETAHUAN

65

Pada tabel 5.4 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan pengetahuan yaitu pengetahuan kurang sebanyak 24 responden (68.6%) hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengetahuan baik sebanyak 11 responden (31.4%) dengan total keseluruhan yaitu 35 responden (100%). 2) Distribusi Pola Makan Responden Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Makan Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar Pola Makan No Frekuensi % Responden 1

Tidak Sehat

28

80.0

2

Sehat

7

20.0

35

100

Total Sumber : Data Primer, Juli 2014

Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Makan Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar POLA MAKAN

30

Frequency

20

10

0 TIDAK TERATUR

TERATUR

POLA MAKAN

66

Pada tabel 5.5 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan pola makan yaitu pola makan tidak sehat sebanyak 28 responden (80.0%) hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pola makan sehat sebanyak 7 responden (20.0%) dengan total keseluruhan yaitu 35 responden (100%). 3) Distribusi Stres Responden Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Stres Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar No Stres Responden Frekuensi % 1

Stress

27

77.1%

2

Tidak Stres

8

22.9 %

35

100 %

Total Sumber : Data Primer, Juli 2014

Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Stres Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar

STRES

30

Frequency

20

10

0 STRES

TIDAK STRES

STRES

67

Pada tabel 5.6 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan tingkat stres yaitu responden yang mengalami stres sebanyak 27 responden (77.1%) hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami stress sebanyak 8 responden (22.9%) dengan total keseluruhan yaitu 35 responden (100%). 4) Distribusi Aktivitas Fisik Responden Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar Aktivitas Fisik No Frekuensi % Responden 1

Kurang Baik

21

60.0%

2

Baik

14

40.0%

Total

35

100 %

Sumber : Data Primer,Juli 2014 Gambar 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden Penelitian Di RSUD Kota Makassar AKTIVITAS FISIK

25

Frequency

20

15

10

5

0 KURANG BAIK

BAIK

AKTIVITAS FISIK

68

Pada tabel 5.7 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan aktivitas fisik yaitu responden yang aktivitas fisik kurang baik atau kurang melakukan aktivitas fisik sebanyak 21 responden (60.0%) hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang aktivitas fisik baik atau sering melakukan aktivitas fisik sebanyak 14 responden (40.0%) dengan total keseluruhan yaitu 35 responden (100%). 2. Analisis Bivariat a. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Kejadian Stroke Di RSUD Kota Makassar. Tabel 5.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Kejadian Stroke Di RSUD Kota Makassar Pengetahuan Responden Kejadian Stroke

Ρ

Total

Baik

Kurang n

%

n

%

N

%

Stroke

19

54.3

3

8.6

22

62.9

Tidak Stroke

5

14.3

8

22.9

13

37.1

Total

24

68.6

11

31.4

35

100

0,007

Sumber : Data Primer ,Juli 2014 Dari tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang diteliti, terdapat 24

responden ( 68.6%) yang pengetahuannya kurang

diantaranya terdapat 19 responden (54.3%) yang mengalami stroke dan 5 responden (14.3%) yang tidak mengalami Stroke. Terdapat 11 responden yang pengetahuannya baik diantaranya terdapat 3 responden (8.6%)

69

yang mengalami stroke dan 8 responden (22.9%) yang tidak mengalami stroke.. Setelah dilakukan uji statistic untuk pengetahuan menggunakan uji chi square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test diperoleh nilai ρ=0,007 yang lebih kecil dari pada nilai α=0,05, sehingga Hipotesis Nol (H0) ditolak dengan interpretasi maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan kejadian stroke di RSUD Kota Makassar. b. Hubungan Pola Makan Responden dengan Kejadian Stroke Di RSUD Kota Makassar. Tabel 5.9 Hubungan Pola Makan Responden dengan Kejadian Stroke Penelitian di RSUD Kota Makassar Pola Makan Kejadian Stroke

Tidak Sehat

Ρ

Total

Sehat

n

%

n

%

N

%

Stroke

21

60.0

1

2.9

22

62.9

Tidak Stroke

7

20.0

6

17.1

13

37.1

Total

28

80.0

7

20.0

35

100

0,006

Sumber : Data Primer, Juli 2014 Dari tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 35 responden, sebanyak 28 responden (80.0%) yang pola makannya tidak sehat diantaranya terdapat 21 responden (60.0%) yang mengalami stroke dan 7 responden (20.0%) tidak mengalami stroke. Terdapat 7 responden yang pola makannya sehat

70

diantaranya terdapat 1 responden (2.9%) yang mengalami stroke dan 6 responden (17.1%) yang tidak mengalami stroke. Setelah dilakukan uji statistic untuk pola makan menggunakan uji chi square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test didapatkan nilai ρ=0,006 yang lebih kecil dari pada nilai α=0,05, sehingga Hipotesis Nol (H0) ditolak dengan interpretasi maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara pola makan responden dengan kejadian stroke di RSUD Kota Makassar c. Hubungan Stres Responden dengan Kejadian Stroke di RSUD Kota Makassar. Tabel 5.10 Hubungan Stres Responden dengan Kejadian Stroke Penelitian di RSUD Kota Makassar Stres Responden Kejadian Total Stres Tidak Stres Stroke n % n % N % Stroke Tidak Stroke Total

20

57.1

2

5.7

22

62.9

7

20.0

6

17.1

13

37.1

27

77.1

8

22.9

35

100

Ρ

0,032

Sumber : Data Primer,Juli 2014 Dari tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 35 responden, sebanyak 27 responden ( 77.1%) yang sering mengalami stres diantaranya terdapat 20 responden (57.1%) yang mengalami stroke dan 7 responden (20.0%)

71

yang tidak mengalami stroke. Terdapat 8 responden yang tidak mengalami stres diantaranya terdapat 2 responden (5.7%) yang yang mengalami stroke dan 6 responden (17.1%) yang tidak mengalami stroke. Setelah dilakukan uji statistic untuk stress menggunakan uji chi square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test didapatkan nilai ρ=0,032 yang lebih kecil dari pada nilai α=0,05, sehingga Hipotesis Nol (H0) ditolak dengan interpretasi maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara stres responden dengan kejadian stroke di RSUD Kota Makassar.

72

d. Hubungan Aktivitas Fisik Responden dengan Kejadian Stroke di RSUD Kota Makassar. Tabel 5.11 Hubungan Aktivitas Fisik Responden dengan Kejadian Stroke Penelitian di RSUD Kota Makassar Aktivitas Fisik Kejadian

Kurang

Stroke

Baik

Stroke Tidak Stroke Total

Ρ

Total

Baik

n

%

n

%

n

%

18

51.4

4

11.4

22

62.9

3

8.6

10

28.6

13

37.1

21

60.0

14

40.0

35

100

0,001

Sumber : Data Primer, 2014 Dari tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 35 responden, sebanyak 21

responden (60.0%) yang aktivitas fisik kurang baik atau jarang

malakukan aktivitas fisik diantaranya terdapat 18 responden (51.4%) yang mengalami stroke dan 3 responden (8.6%) yang tidak mengalami stroke. Terdapat 14 responden yang aktivitas fisiknya baik atau selalu melakukan aktivitas fisik diantaranya terdapat 4 responden (11.4%) yang yang mengalami stroke dan 10 responden (28.6%) yang tidak mengalami stroke. Setelah dilakukan uji statistic untuk aktivias fisik menggunakan uji chi square, maka berdasarkan nilai Pearson Chi-Square didapatkan nilai

73

ρ=0,001 yang lebih kecil dari pada nilai α = 0,05, sehingga Hipotesis Nol (H0) ditolak dengan interpretasi maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara Aktivitas fisik responden dengan kejadian stroke di RSUD Kota Makassar B. PEMBAHASAN Berdasarkan pada hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit stroke yang dilakukan terhadap 35 responden di RSUD Kota Makassar sejak tanggal 01 Juli - 20 Juli 2014 serta berdasarkan pada hasil pengolahan data yang diarahkan sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit stroke dilihat sebagai berikut : 1. Hubungan pengetahuan responden dengan kejadian stroke Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003 dalam Dewi, dkk, 2011). Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang diteliti, terdapat 24 responden ( 68.6%) yang pengetahuannya kurang

74

diantaranya terdapat 19 responden (54.3%) yang mengalami stroke dan 5 responden (14.3%) yang tidak mengalami Stroke. Terdapat 11 responden yang pengetahuannya baik diantaranya terdapat 3 responden (8.6%) yang mengalami stroke dan 8 responden (22.9%) yang tidak mengalami stroke. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang sangat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya prilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi. Pada seseorang dengan pengetahuan rendah dan berdampak pada prilaku pencegahan pada penderita stroke. Seseorang dengan pengetahuan yang baik tentang prilaku pencegahan stroke maka secara langsung akan bersikap positif. Berdasarkan

hasil

penelitian

menunjukan

bahwa

pengetahuan

responden tentang penyakit stroke, dimana uji chi-square yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden dengan kejadian stroke untuk nilai p value diperoleh sebesar 0.007 dimana nilai p value lebih kecil dari nilai alpa 0.05. Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara pengetahuan responden dengan kejadian stroke. Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah pengetahuan responden maka peluang untuk terkena penyakit stroke semakin tinggi, begitupun sebaliknya, ditunjang dengan kesadaran yang baik serta perspesi yang benar juga akan berdampak terhadap upaya pencegahan yang baik pula. Ini terbukti dari hasil wawancara peneliti dengan responden didapatkan pengetahuan

75

responden tentang stroke ini sebagian besar hanya sebatas mengetahui saja. Namun belum sampai pada tingkat evaluasi yakni responden belum mampu menilai atau menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan stroke. Hal ini disebabkan sebagian besar orang menganggap stroke merupakan penyakit yang kurang berbahaya, mereka tidak melihat dampak selanjunya dari stroke. Hal ini terlihat dari sebagian responden yang mengatakan bahwa “masakan yang tidak dibumbuhi dengan garam masakan itu tidak enak”, sehingga perlu kesadaran masyarakat, seperti mengurangi asupan garam disetiap makanan yang dimasak, mengurangi makanan yang berlemak, makanan yang siap saji yang dapat meningkatkan tekanan darah dan terjadi penyumbatan di pembuluh darah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Green dalam Notoadmodjo (2007: 178-179) mengatakan bahwa perilaku manusia terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factor) yang terwujud dalam

pengetahuan,

sikap,

kepercayaan,

keyakinan,

nilai-nilai,

dan

sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya.

76

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Suharni dan Indarwti yang meneliti tentang tingkat pengetahuan dengan kejadian stroke dimana ada hubungan antara tingkat pegetahuan dengan kejadian stroke dengan nilai Pvalue 0.00 < 0.05. Terbatasnya pengetahuan tentang penyakit stroke berpengaruh secara langsung pada prilaku sehari-hari yang bisa mengakibatkan terjadi stroke. Walaupun ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian

stroke dimana ada 24 responden yang pengetahuan kurang

diantaranya 19 orang yang terkena stroke dan 5 orang yang tidak terkena stroke. Kelima responden yang tidak terkena stroke disebabkan karena selain mengetahui tentang stroke namun responden tersebut sudah memiliki kesadaran yang baik walaupun belum sampai pada tahap evaluasi sehingga dapat menngurangi terjadinya stroke. Sedangkan ada 5 responden yang berpengetahuan baik tapi meengalami stroke, hal ini disebabkan karena peenyebab stroke yang mereka alami bukan karena tingkat pengetahuan tetapi ada factor-faktor lain yaitu stress, pola makan, dan lain-lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan kejadian stroke, dimana semakin rendah pengetahuan seseorang akan semakin mudah orang tersebut terkena penyakit stroke. 2. Hubungan pola makan responden dengan kejadian stroke Menurut Gouzali Saydam (2011) Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang di makan tiap

77

hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tententu. Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu pencegahan penyakit. Pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak dan kolestrol seperti daging jeroan, makanan dan minuman yang manis, makanan yang siap saji dan makanan yang mengandung garam tinggi. Kadar kolestrol yang tinggi di dalam darah merupakan salah satu penyebab utama dari penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah. Karena kolestrol tidak dapat langsung larut dalam darah dan cendrung menempel di pembuluh darah, akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan serangan jantung) dan ke otak (menyebabkan stroke). Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh James W Anderson. Pola makan menyebab stroke 50%. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan kejadian stroke. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dari 35 responden, sebanyak 28 responden (80.0%) yang pola makannya tidak sehat diantaranya terdapat 21 responden (60.0%) yang mengalami stroke dan 7 responden (20.0%) tidak mengalami stroke. Terdapat 7 responden yang pola makannya sehat

78

diantaranya terdapat 1 responden (2.9%) yang mengalami stroke dan 6 responden (17.1%) yang tidak mengalami stroke. Setelah dilakukan uji statistic untuk pola makan menggunakan uji chi square, maka berdasarkan nilai Pearson Chi-square didapatkan nilai ρ=0,006 yang lebih kecil dari pada nilai α=0,05, sehingga Hipotesis (Ho) ditolak dengan artinya ada hubungan bermakna antara pola makan responden dengan kejadian stroke di RSUD Kota Makassar. Walaupun ada hubungan antara pola makan dengan kejadian stroke namun ada responden yang pola makan yang baik namun terkena stroke, hal ini disebabkan karena penyebab stroke yang di alami bukan karena pola makan sebab pola makannya tergolong sehat tetapi karena faktor-faktor lain, misalnya kurangnya pengetahuan, stress, aktivitas fisik dan lain-lain. Penelitiaan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahrizal yang melakukan penelitian tantang hubungan antara pola makan dengna kejadian stroke. Dimana penelitian ini membuktikan bahwa aada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian stroke dengan nilai Pvalue 0.000 < 0.05. 3. Hubungan stress responden dengan kejadian stroke. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2007) yang dimaksudkan dengan stress adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar atau ketegangan. Stress adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stress dikaitkan bukan karena penyakit fisik, tetapi masalah

79

kejiwaan seseorang. Selanjutnya stress berakibat pada penyakit fisik, yang bisa muncul akibat lemahnya atau rendahnya daya tahan tubuh pada saat stress menyerang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu Martiani dan Ninda Pratiwi yang membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara stress dan kejadian stroke dengan nilai Pvalue 0.000 < 0.05. Stress adalah

reaksi atau respon tubuh terhaap stressor psikososial

(tekanan mental/beban kehidupan). Stress dapat mempengaruhi peningkatan hormon lain seperti epinefrin dan norepinefrin. Hormon epinefrin dan norepinefrin menstimulasi sistem saraf dan menghasilkan efek metabolik yang akan meningkatkan kadar glukosa dan meningkatkan laju metabolik. Epinefrin mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot (Potter & Perry, 2005) Pada stress melibatkan hipotalamus mensekresi corticotrophin-releasing faktor yang akan menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH). Kemudian ACTH akan menstimuslasi pituitary anterior untuk memproduksi glukokortikoid, terutama kortisol. Kortisol akan menstimulasi katabolisme protein melepaskan asam amino. Aksi katikolamin (epinefrin dan norepinefrin) dan kortisol paling penting pada respon umum terhadap stress. Hormone lain juga dikeluarkan adalah antidiuretik hormone (ADH) dari pituitary posterior dan aldosteron

80

dari korteks adrenal. ADH dan aldosteron mengakibatkan retensi atrium dan air. Stress juga dapat meningkatkan kekentalan darah

yang akan

berakibatkan pada tidak stabilnya tekanan darah. Jika darah tersebut menuju pembuluh darah halus di otak untuk memasok oksigen ke otak dan pembuluh darah tidak lentur dan tersumbat maka hal ini dapat mengakibatkan resiko serangan stroke. Stress memang kondisi yang sangat sulit dihindari. Namun, dengan mengelola stress dengan baik, resiko terkena stroke dapat berkurang. Penelitian terbaru menunjukan bahwa orang yang mampu mengelola yang dideritanya mengurangi stroke sebesar 24%. Setelah dilakukan uji statistic untuk tingkat stress responden menggunakan uji chi square, maka berdasarkan nilai Pearson Chi-Square didapatkan nilai ρ=0,032 yang lebih kecil dari pada nilai α=0,05, sehingga Hipotesis Nol (H0) ditolak dengan interpretasi maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara stres responden dengan kejadian stroke. Walaupun ada hubungan antara stress dan kejadian stroke namun ada responden yang tidak mengalami stress namun terkena stroke, hal ini disebabkan karena penyebab stroke yang di alami bukan karena tingkat stress sebab responden tidak mengalami stres tetapi karena faktor-faktor lain, misalnya kurangnya pengetahuan, pola makan, aktivitas fisik dan lain-lain.

81

4. Hubungan aktivitas fisik responden dengan kejadian stroke Tekanan darah akan meningkat ketika sedang melakukan aktivitas fisik. Tetapi jika seseorang melakukan aktivitas fisik secara teratur akan lebih sehat dan tekanan darahnya akan lebih rendah daripada seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik. Selain itu aktivitas fisik yang kurang cenderung membuat seseorang mengalami kegemukan dan akan menaikan tekanan darah (Suiraoka,2012). Aktivitas fisik yang dilakukan secara tepat dan teratur, serta frekuensi dan lamanya waktu yang digunakan dengan baik dan benar dapat membantu menurunkan tekanan darah sehingga mencegah terjadinya stroke. Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah meskipun hanya menggunakan sedikit usaha. Semakin ringan kerja jantung, maka semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga menyebabkan tekanan menjadi turun. Kebanyakan olaraga dilakukan pada pagi hari setelah subuh karena udaranya masih bersih. Beberapa studi menunjukan bahwa olaraga yang dilakukan secara rutin dan teratur dapat mengurangi faktor resiko terhadap penyakit jantung koroner termasuk penyakit stroke. Hasil analisis variabel aktivitas fisik terhadap kejadian stroke menunjukan distribusi sebanyak 21 responden (60.0%) yang aktivitas fisik kurang baik atau jarang malakukan aktivitas fisik diantaranya terdapat 18 responden (51.4%) yang mengalami stroke dan 3 responden (8.6%) yang tidak

82

mengalami stroke. Terdapat 14 responden yang aktivitas fisiknya baik atau selalu melakukan aktivitas fisik diantaranya terdapat 4 responden (11.4%) yang yang mengalami stroke dan 10 responden (28.6%) yang tidak mengalami stroke. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Dahrizal yang dalam penelitian membuktikan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian stroke dengan nilai Pvlue 0.002 < 0.005. Pada penelitian ini diketahui bahwa kebanyakan responden kurang malakukan aktivitas fisik dan kurang malakukan berolaraga kurang dari 30 menit. Responden yang kurang malakukan aktivitas fisik dan kurang berolaraga kurang dari 30 manit akan beresiko lebih tinggi mudah terserang serangan otak (stroke). C. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang membuat penelitian tidak dapat melakukan eksplorasi dan analisis yang lebih mendalam, antara lain : 1. Keterbatasan Instrument Penelitian Lembar kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah instrument yang dibuat oleh peneliti sendiri sehingga masih terdapat kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

83

2. Keterbatasan Pengumpulan Data Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden menjawab dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan, akibatnya jawaban yang diberikan menjadi tidak valid. 3. Keterbatasan Waktu Waktu yang cukup dalam penelitian adalah sangat penting dalam hasil penelitian, apabila penelitian dengan waktu yang cukup maka hasil yang didapatkan akan lebih maksimal, akan tetapi penelitian dengan waktu yang kurang maka didapatkan hasil yang kurang maksimal.

84

BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar pada tanggal 01 Juli sampai 20 Juli 2014 dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengatahuan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. 2. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. 3. Ada hubungan yang bermakna antara stress dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. 4. Ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian penyakit stroke di RSUD Kota Makassar. Berdasarkan kesimpulan di atas maka secara umum keempat hipotesis alternative di teima sedang hipotesis nol di tolak. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Agar pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar mampu membina dan meningkatkan pengetahuan perawat khusunya perawat

85

pelaksana yang dimilikinya serta memperhatikan proses pemberian asuhan keperawatan yang professional kepada klien yang menderita stroke. 2. Disarankan kepada klien yang menderita stroke agar mengatur pola makan yang baik dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya serangan otak secara mendadak atau stroke. 3. Bagi keluarga agar memperhatikan kondisi kesehatan klien dengan memperhatikan pola makan, keadaan psikis pasien sehingga tidak menimbulkan stress dan memperhatikan aktivitas fisik agar klien tidak mudah mengalami serangan otak berulang. 4. Bagi pihak akademik/institusi agar menambah jumlah jam perkuliahan untuk mata kuliah riset keperawatan sehingga mahasiswa dapat lebih banyak mendapatkan materi-materi dan bimbingan yang berkaitan dengan riset keperawatan, sehingga terbuka wawasannya mengenai riset di bidang keperawatan. 5. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.

86

DAFTAR PUSTAKA

A. Wawan. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahaun, Sikap dan Prilaku Manusia. Nuha Medika : Yogyakarta. Adientya Gabriella, Fitria Handayani. 2012. Stres pada Kejadian Stroke. 1 : 183-168. Hidayat. 2011. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data Keperawatan. Salemba : Jakarta. Junaidi Iskandar. 2011. Stroke Waspadai ancaman. Penerbit Andi : Yogyakarta. Mumpuni Yekti. 2010. Cara Jitu Mengatasi Stres. Penerbit Andi : Yogyakarta. Notoatmodjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rinek Acipta : Jakarta. Nursalam. 2013. Metodelogi Penelitian Ilmu Kperawatan. Salemba Medika : Jakarta. Ode La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Nuha Medika : Yogyakarta. Pinzon Rizaldy. 2010. Awas Stroke. Penerbit Andi : Yogyakarta. Russel. 2011. Bebas dari 6 Penyakit Paling Mematikan. MedPress (Anggota IKAPI) : Yogyakarta. Suiraoka. 2012. Penyakit Degeneratif. Nuha Medika : Yogyakarta.

87

Saydam Gouzali. 2011. Memahami Berbagai Penyakit. Penerbit Alfabeta : Bandung. Utama Hendra, 2011. Pencegahan Stroke dan Serangan Jantung pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013. diakses pada tanggal 13 Mei 2014 pukul 19.00 Wita. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37654/5/Chapter%20I.pdf, diakses pada tanggal 13 Mei 2014 pukul 19.30 Wita

Related Documents


More Documents from "suryaningsih.inchi"

Z.docx
June 2020 17
Sap Kanker Paru.docx
May 2020 20
Tugas Cardio Chf.docx
June 2020 16
Simple Present.docx
May 2020 18
Askep Dhf.docx
May 2020 24