Bab I Ii Iii Fix.docx

  • Uploaded by: rikakaka
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Ii Iii Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 15,340
  • Pages: 85
BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Keganasan adalah kanker, neoplasma, atau tumor yang tumbuh secara tidak terkontrol, dan dapat menyerang jaringan di dekatnya dan bermetastasis, atau menyebar, ke area lain dari tubuh. Penyakit keganasan pada anak sering kali sulit untuk segera dikenali. Hal ini disebabkan karena gejala awalnya sering kali mirip dengan penyakit lain yang lebih ringan. Apabila terdapat satu atau lebih tanda di atas pada anak, sebaiknya segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Tanda-tanda di atas belum tentu disebabkan oleh penyakit keganasan, mungkin dapat disebabkan oleh infeksi atau cedera. Namun demikian, tidak ada salahnya memeriksakan agar mendapat pengobatan yang diperlukan. Semakin cepat ditemukan, semakin cepat pula penanganan yang tepat untuk penyakit keganasan pada anak dapat dimulai. Berdasarkan leukemia

paling

hasil

penelitian

banyak ditemukan

Simanjorang pada

anak

dkk

(2010),

adalah

jenis

Leukemia

Limfoblastik Akut, yaitu 26 kasus (65,4%). Jenis leukemia yang lain terdiri dari Leukemia Mieloid Akut (19,2%), Leukemia Mieloid Kronik (15,4%), dan tidak ada jenis Leukemia Limfositik Kronik (0%). Status meninggal paling banyak terdapat pada anak penderita leukemia dengan jenis Leukemia Mieloid Akut (80%). Sementara, yang statusnya masih hidup paling banyak pada jenis Leukemia Limfoblastik Akut. Kasus retinoblastoma jarang terjadi, sehingga sulit dideteksi secara awal. Rata rata usia klien saat di diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak seperti kasu uniteral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. Ini menunjukan pentingnya untuk memeriksa klien dengna anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun.

1

Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2004). Selanjutnya Wong (2000) mengemukakan bahwa hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru

yaitu

rumah

sakit,

sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga. B.

Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut. 1.

Apa definisi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

2.

Bagaimana etiologi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

3.

Seperti apa patofisiologi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

4.

Apa saja klasifikasi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

5.

Bagaimana manifestasi klinis dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

6.

Seperti apa pemeriksaan diagnostik dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

7.

Apa saja penatalaksanaan medis dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

2

8.

Bagaimana asuhan keperawatan pada Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma)?

C.

Tujuan Dilihat dari rumusan masalah, adapun tujuan dari makalah Keperawatan Anak “Asuhan Keperawatan Keganasan Pada Anak” adalah sebagai berikut. 1.

Memahami definisi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma).

2.

Mengetahui bagaimana etiologi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma,

Retinoblastoma

dan

Tumor

Wilms

(nefroblastoma). 3.

Mengetahui eperti apa patofisiologi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma,

Retinoblastoma

dan

Tumor

Wilms

(nefroblastoma). 4.

Dapat membedakan klasifikasi dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma,

Retinoblastoma

dan

Tumor

Wilms

(nefroblastoma). 5.

Mengetahui

manifestasi

Rabdomiosarkoma,

klinis

dari

Retinoblastoma

Leukimia, dan

Osteosarkoma,

Tumor

Wilms

(nefroblastoma). 6.

Mengetahui

diagnostik

Rabdomiosarkoma,

dari

Leukimia,

Retinoblastoma

dan

Osteosarkoma, Tumor

Wilms

(nefroblastoma). 7.

Mengetahui penatalaksanaan medis dari Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma,

Retinoblastoma

dan

Tumor

Wilms

(nefroblastoma). 8.

Memahami

bagaimana

asuhan

keperawatan

pada

Leukimia,

Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma).

3

D.

Manfaat Meninjau dari tujuan dalam makalah Keperawatan Anak “Asuhan Keperawatan Keganasan Pada Anak”, maka manfaat dari penyusunan ini adalah sebagai berikut. 1.

Menjadi ilmu tambahan dalam mata kuliah Keperawatan Anak khususnya dalam Asuhan Keperawatan Keganasan Pada Anak.

2.

Lebih mengetahui dan memahami dengan penyakit Leukimia, Osteosarkoma, Rabdomiosarkoma, Retinoblastoma dan Tumor Wilms (nefroblastoma).

3.

Dapat dijadikan pembelajaran dalam aplikasi keperawatan lainnya.

4

BAB II PEMBAHASAN A.

Leukimia 1.

Definisi Leukimia Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah leukosit dalam bentuk akut sering kali rendah (sehingga dinamakan leukemia). Sel-sel imatur ini tidak dengan sengaja menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Penghancuran sel terjadi melalui infiltrasi dan kompetisi yang terjadi kemudian pada unsur-unsur metabolik.

2.

Etiologi Leukimia Penyebab leukemia pada manusia tetap belum diketahui akan tetapi beberapa faktor predisposisi atau faktor yang berperan telah diketahui termasuk faktor lingkungan dan genetik serta keadaan imuno defisiensi. Virus Epsteinbarr dengan limfoma burkit memberi kesan bahwa agen infeksius memegang peranan pada leukemia manusia. Virus limfotropik sel T manusia (HTLV)-1 berhubungan dengan sel-T leukemia dewasa, dan HTLV II dengan leukemia sel berambut (hairy cell) manusia. Meskipun telah dilakukan observasi seperti ini, tidak ada bukti langsung yang meghubungkan segala virus dengan jenis leukemia yang sering terjadi pada anak.

3.

Patofisiologi Leukimia Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Walaupun bukan suatu “tumor”, sel-sel leukemia memperlihatkan sifat neoplastik yang sama seperti sel-sel kanker yang solid. Oleh karena itu, kedaan patologi dan menifestasi klinisnya disebabkan oleh infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel-sel leukemia nonfungsional. Organ-organ yang terdiri banyak pembuluh darah, seperti limpa dan hati merupakan organ yang terkena paling berat. 5

Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah leukosit dalam bentuk akut sering kali rendah (sehingga dinamakan leukemia). Sel-sel imatur ini tidak dengan sengaja menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Penghancuran sel terjadi melalui infiltrasi dan kompetisi yang terjadi kemudian pada unsur-unsur metabolik. Pada semua tipe leukemia sel-sel yang berproliferasi menekan produksi unsur-unsur darah yang terbentuk dalam sumsum tulang melalui kompetisi dengan sel-sel normal dan perampasan hak-haknya dalam mendapatkan unsur gizi yang esensial bagi metabolisme. Tanda dan gejala leukemia yang paling sering ditemukan merupakan akibat dari infiltrasi dari sumsum tulang. Tiga akibat yang paling utama adalah: a.

Anemia akibat penurunan jumlah sel darah merah

b.

Infeksi akibat neutropenia

c.

Tendensi pendarahan akibat penurunan produksi trombosit Infasi sel-sel leukemia ke dalam sumsum tulang secara

perlahan-lahan

akan

mengakibatkan

fraktur.

melemahkan Karena

tulang

sel-sel

dan

cenderung

leukemia

menginvasi

periosteum, peningkatan tekanan menyebabkan rasa nyeri yang hebat. Limpa, hati, dan kelenjar limfe memperlihatkan infiltrasi, pembesaran yang nyata dan pada akhirnya mengalami fibrosis. Hepatosplenomegali secara khas lebih sering terjadi dari pada limfadenopati. Lokasi invasi yang paling penting berikutnya adalah sistem saraf pusat (SSP) yang terjadi sekunder karena infiltrasi leukemia yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sel-sel leukemia dapat juga menginvasi testis, ginjal, prostat, ovarium, saluran GI, dan paru-paru.

6

4.

Klasifikasi Leukimia Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat diklasifikasikan sebagai akut, kronik, dan kongenital. Leukemia akut menunjukan proliferasi maligna sel immature (blastik). Jika proliferasi itu sebagian melibatkan jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi), leukemia itu diklasifikasi sebagai kronik. Tidak seperti leukemia pada orang dewasa pada anak biasanya adalah jenis akut dan limfoblastik. Leukemia limfositik atau limfoblastik akut (ALL) meliputi kira-kira 80% leukemia akut pada anak dan sisanya sebagian besar adalah leukemia mieloid akut (AML). Leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia yang terdiagnosis dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. a.

Akut Limfoblastik Leukemia (ALL) Penyakit ini terdapat pada 20% orang dewasa yang menderita leukemia, keadaan ini merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun dengan puncak insidens antara umur 3 dan 4 tahun. Manisfestasi berupa poliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempattempat ekstramedular. Gambaran klinis ALL cukup bervariasi dan gejala nya dapat tampak tersembunyi atau akut. Beberapa pasien menderita infeksi atau pendarahan yang mengancam jiwa saat diagnosis, sedangkan asimtomatis dengan leukemia yang terdeteksi selama pemeriksaan fisik rutin. Akan tetapi sebagian besar pasien memiliki riwayat penyakit 3 atau 4 minggu sebelum penyakitnya terdiagnosis, yang dimanifestasikan oleh satu atau lebih tanda dan gejala seperti : pucat, mudah memar, letargi, anoreksia, malaise, demam intermiten, nyeri tulang, atralgia, nyeri perut dan pendarahan. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : pucat, petekie, dan ekimosis pada kulit atau membrane mukosa, pendarahan retina,

7

pembesaran

kelenjar

getah

bening,

hepatosplenomegali,

nefromegali, dan nyeri tekan pada tulang. Tabel I.1 Gambaran Klinis dan Laboratorik pada 584 Anak yang Menderita Leukemia Limfoblastik Akut Gambaran

Umur

Ras

Seks

Gejala

Kategori

Persentase

<1

3

1–9

75

≥ 10

25

Kulit putih

89

Kulit berwarna

11

Laki-laki

59

Perempuan

41

Demam

55

Malaise

50

Perdarahan

42

Nyeri tulang atau

27

persendian

Limfadenopati

Ukuran hati (cm di bawah batas iga)

Ukuran limpa (cm di bawah batas iga) Masa mediastinal

Anoreksia

20

Nyeri abdomen

10

Tidak ada

65

Ada

35

0

34

-5

47

>5

19

0

43

1–5

38

>5

19

Tidak ada

87

Ada

13

8

Leukemia sistem

Tidak ada

95

saraf pusat

Ada

5

Hitung leukosit

< 25

64

(x102 /L)

25 – 49

12

50 – 100

10

> 100

14

< 70

40

70 – 90

28

91 – 110

17

> 110

15

Hitung trombosit

< 10

11

(x102 /L)

10 – 49

38

50 – 100

21

> 100

30

Hemoglobin (g/L)

Anemia, leukosit dan hitung diferensial yang abnormal, serta trombositopenia biasanya ditemukan saat diagnosis. Hitung leukosit berkisar 0,1 sampai 1600 x 102 /L (median 13 x 102 /L). seringkali dengan granulositopenia absolut. Hitung trombosit bervariasi dari normal atau rendah dengan nilai median sebesar 50 x 102 . Roentgenogram kadang-kadang ditemukan infiltrat paru yang menyatakan pneumonia, edema pulmonal atau terkadang berupa infiltrasi leukomik. Hasil roentgenogram tulangnya memperlihatkan abnormalitas tulang, yaitu penipisan tulang yang difusi, pita radiolusem transversal pada metafisis tulang panjang, pembentukan tulang baru periosteal, lesiosteolitik, osteoklerosis dan kolaps vertebrata. Cairan serebrospinal harus diperiksa karena 10-20 pasien akan mengandung blas leukemia. Pengobatan merupakan satu-satunya faktor prognostik yang paling penting, banyak variabel lain yang timbul sebagai indikator prognostik hanya pada saat terjadi perbaikan sejalan 9

dengan pengobatan. Di antara gambaran klinis, hanya usia yang kurang dari 1 tahun atau lebih dari 15 tahun serta yang mengalami hiperleukositosis yang memiliki hubungan secara konsisten dengan buruknya. Sebagai contoh kasus ALL yang pernah dikaitkan dengan prognosis yang sangat buruk, sekarang memiliki angka daya tahan hidup jangka lama bahkan bebas penyakit 80% atau lebih dengan penggunaan kemoterapi yang sangat intensif tetapi jangka pendek (kurang dari 6 bulan). Penatalaksanaan Medis Strategi dasar untuk pengobatan ALL terdiri atas: 1)

Kemoterapi intensif jangka pendek untuk menimbulkan remisi komplet

2)

Fase konsolidasi biasanya diberikan lebih dari 2 sampai 4 mingggu

3)

Pengobatan sistem saraf pusat presimtomatis

4)

Kesinambungan terapi selama 2 atau 3 tahun untuk meneruskan penghancuran sel leukemia. Sel leukemik dari anak dengan ALL biasanya cukup

sensitif terhadap kemoterapi pada saat diagnosis. Pengobatan induksi secara tipikal meiputi glukokortikoid (deksametason atau prednison), alkaloid tumbuhan (vinkristin), dan enzim asparaginase semuanya diberikan selama 4 minggu. Obat-obat ini segera menghancurkan sel leukemik, dengan toksisitas organ yang minimal dan gangguan hematopoiesis normal yang minimum. Dengan kemoterapi modern dan perawat suportif 9798% anak dapat mencapai remisi sempurna. Setelah tercapai remisi sempurna yaitu, jika sel leukemik tidak ditemukan lagi secara morfologis tujuan selanjutnya adalah meneruskan perusakan sisa-sisa limfoblas sampai kadar yang sesuai dengan keadaan sembuh. Pengurangan sel leukemik yang cepat sebelum munculnya klon yang resisten telah dicapai dengan fase

10

“konsolidasi” atau “intensif”. Metode standar terapi selama remisi adalah penggunaan terapi preventif sistem saraf pusat terapi langsung. TABEL I.2 Metode yang Sekarang Digunakan untuk Pengobatan Sistem Saraf Pusat Subklinis Metode Kemoterapi

Komponen Pengobatan

intratekal Metotreksat

saja

sitariban,

±

hidrokortison

diberikan

pada

±

awal

pengobatan dan setelah itu secara periodic Kemoterapi intratekal + Suntikan metotreksat + metotreksat dosis sedang (1-8 g/𝑚2 ) diikuti

sistemik

dengan

leukovorin

pada

awal

pengobatan Radiasi

sistem

saraf Radiasi

pusat

kranial

(1800

cGy)

+

kemoterapi intratekal (lima suntikan pada awal remisi, dengan atau tanpa kemoterapi

intratekal

selama

pemeiharaan medis) Didasarkan pada teori bahwa sel leukemik berada dalam selaput otak pada saat diagnosis, maka tujuan dare terapi preventif sistem saraf pusat adalah untuk menghilangkan sel-sel ini pada saat jumlahnya masih sedikit dan tidak terdeteksi melalui pemeriksaan klinis. Regimen intensif telah digunakan dalam upaya untuk meningkatkan kemungkinan sembuh, terutama pada pasien yang memiliki resiko relaps yang tinggi. Pada beberapa anak, metotreksat telah digunakan dalam dosis yang lebih tinggi dari pada dosis konvensional tidak hanya pada awal remisi tetapi meliputi seluruh pengobatan untuk mempertahankan remisi.

11

Kemoterapi tidak dapat diberikan untuk jangka waktu tidak terbatas karena semua obat mengandung efek toksik yang tidak diinginkan. Penggunaan obat yang sama dalam jangka waktu yang lama, pada akhirnya dapat menimbulkan leukemia yang resisten terhadap obat dan efek antileukemia maksimal dari setiap kombinasi obat kemungkinan besar memiliki periode yang terbatas. Lamanya periode itu tidak diketahui pasti tetapi berkisar antara 18 dan 30 bulan. Sebelum penghentian terapi efektif pasien harus menjalani pemeriksaan sumsum tulang dan serebrospinal. Setelah kemoterapi dihentikan anak harus diikuti secara ketat untuk status remisinya demikian juga dengan perkembangan sekolah dan kehidupan sosial. Relaps adalah munculnya kembali leukemia pada bagian manapun dalam tubuh. Relaps hematologik dapat ditandai dengan

munculnya

anemia,

leukeponia,

trombositopenia,

pembesaran hati dan limfa, nyeri tulang, demam, atau menurunnya toleransi kemoterapi secara tiba-tiba. Karena relaps menyatakan pertumbuhan kembali sel leukemia yang telah menjadi resisten terhadap kemoterapi upaya selanjutnya untuk menginduksi remisi harus bergantung pada beberapa modifikasi terapi asal. Pada kebanyakan pasien remisi yang kedua biasanya lebih pendek dari remisi yang pertama dan akhirnya dapat timbul

resistensi

terhadap

semua

obat

antileukemik.

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan terapi untuk penderita ALL yang mengalami relaps. Bagi mereka yang tidak mempunyai anggota keluarga dengan HLA yang cocok telah dikembangkan terapi yang baru yaitu dengan transplantasi sumsum tulang alogenik (yaitu dengan menggunakan donor dengan HLA cocok yang bukan anggota keluarga atau donor HLA sebagian tidak cocok) dan transplantasi sumsum tulang autolog.

12

Anak yang mengalami relaps dalam sumsum tulang selama permulaan terapi atau segera setelah terapi awal dihentikan memiliki prognosis jangka panjang yang suram. Pasien ini bisa gagal untuk mencapai remisi sekunder yang lama dan akirnya meninggal. Sebaliknya pasien yang relaps nya timbul lebih dari 6 bulan setelah penghentian terapi secara efektif memiliki kesempatan yang baik untuk mencapai dan mempertahankan remisi yang lama dengan pengobatan intensif ulang yang modern. Relaps sistem saraf pusat dapat terjadi meskipun diberikan terapi intesif dan beberapa pasien dapat memiliki episode ulang dari leukemia sistem saraf pusat sementara sumsum tulang belakangnya tetap dalam remisi awal. b.

Akut Mieloid Leukemia (AML) Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari transformasi suatu atau beberapa sel hematopoietik. Sifat sebenarnya dari lesi molekular yang bertanggung jawab atas sifat-sifat neoplasmik dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas tapi defek kritis adanya intrinsik dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut (Clarkson, 1988). Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai dengan timbulnya tukak pada membrane mukosa, abses perirektal, pneumonia, septikemia disertai menggigil, demam, takikardia, dan takipnea. Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan dengan petekie dan ekimosis, epistaksis, hematoma pada membran mukosa, serta perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kemih, tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh infrak tulang atau infiltrat periosteal. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan oleh karena umur eritrosit yang panjang (120 hari) jika terdapat anemia maka akan

13

terdapat gejala kelelahan, pusing dan dispnea waktu kerja fisik serta pucat yang nyata. Gambaran klinis leukemia mieloblastis akut merupakan suatu kelompok penyakit yang heterogen yang memberikan prognosis buruk. AML terjadi kira-kira 20% dari leukemia akut pada anak. Insiden AML kurang dari 1 per 100.000 anak setiap tahunnya kira-kira 370 pasien baru setiap tahun adalah anak yang berusia kurang dari 15 tahun di Amerika Serikat. Gejala dan tanda AML yang muncul meliputi pucat, demam, nyeri tulang, dan perdarahan kulit serta mukosa. Walaupun 70-85% pasien mencapai remisi rata-rata lamanya remisi adalah 18 bulan dan hanya 30-45% anak tetap dalam keadaan bebas penyakit setelah 3 tahun. Hitung leukosit yang tinggi, ukur limpa yang besar, indeks penanda mieloblas yang tinggi, adanya koagulopati umur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 4 tahun leukemia monoblastik tidak adanya batang auer induksi remisi yang lambat dan kelainan sitogenik tertentu di antara gambaran yang berkaitan dengan prognosis yang buruk. Akan tetapi tidak ada yang memiliki kekuatan prediktif yang cukup untuk melakukan modifikasi terapi. Penatalaksanaan medis terapi untuk AML kurang berhasil untuk ALL. Tidak ada terapi pararel seperti prednison dan vinkristin untuk ALL yang memberikan efektivitas yang cepat dengan toksisitas yang rendah. Karena kurang efektifnya terapi dan indeks terapeutik yang lebih sempit maka lebih sering timbul komplikasi. c.

Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) adalah penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif (Hoftbrand et.al.,2005). Sedangkan menurut Robbins & Cotran (2009), CML merupakan neoplasma

14

pada sel tunas hematopoietik yang berpotensi menimbulkan proliferasi progenitor granulositik. Definisi lain menyebutkan CML merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dan jumlah leukosit darah tanpa akumulasi dari segala bentuk dan belum menghasilkan granulosit matang (Athens, 2004). Penyebab leukemia myeloid kronis (CML) adalah tirosin konstitutif BCR-ABL aktifkinase. Imatinib menghambat kinase ini dan dalam studi jangka pendek lebih unggul dari pada interferon alfa plus sitarabin untuk baru di diagnosis CML dalam tahap kronis (Druker et.al., 2006). Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase, yaitu: 1)

Fase kronik, fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi

2)

Fase akselerasi atau transformasi akut Gambaran klinis CML terutama terjadi pada orang dewasa

yang berusia antara 25 dan 60 tahun insiden puncaknya terletak pada usia antara 30-50 tahun (Robbins & Cotran, 2009). Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin laki-laki dan perempuan, paling sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan orang yang sangat tua. Penatalaksanaan medis terapi MCL tergatung dari fase penyakit, yaitu: 1)

2)

Fase kronik a)

Obat pilihan

b)

Kemoterapi hydroxiurea

c)

Inhibitor tirosin kinase

d)

Interferon alfa

Terapi fase akselerasi, sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah

15

3)

Transplantasi sumsum tulang

4)

Terapi memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy)

5.

Manifestasi Klinis Leukimia Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut : a.

Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala

b.

Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih

c.

Demam, keringat malam dan anorexia

d.

Berat badan menurun

e.

Ptechiae, memar tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)

f.

Nyeri pada tulang dan persendian

g.

Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa). (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987; Lister, 1990; Rubin,1992 )

6.

Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Hitung

sel

darah

permulaan

memperlihatkan

spektrum

abnormalitas yang luas. Anemia, leukosit dan hitung diferensial yang abnormal, serta trombositopenia biasanya ditemukan saat diagnosis. Hitung leukosit berkisar 0,1 sampai 1600 x 102 /L (median 13 x 102 /L). seringkali dengan granulositopenia absolut. Hitung trombosit bervariasi dari normal atau rendah dengan nilai median sebesar 50 x 102 . Pada roentgenogram toraks, kadang-kadang ditemukan infiltrat paru yang menyatakan pneumonia, edema pulmonal atau terkadang berupa

infiltrasi

leukomik.

Hasil

roentgenogram

tulangnya

memperlihatkan abnormalitas tulang, yaitu penipisan tulang yang difusi, pita radiolusem transversal pada metafisis tulang panjang,

16

pembentukan tulang baru periosteal, lesiosteolitik, osteoklerosis dan kolaps vertebrata. Cairan serebrospinal harus diperiksa karena 10-20 pasien akan mengandung blas leukemia. 7.

Penatalaksanaan Medis Leukimia a.

Pelaksanaan kemoterapi Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih. Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara: 1)

Melalui mulut

2)

Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)

3)

Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali

di

dada

bagian

atas



Perawat

akan

menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit. 4)

Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

17

d.

Terapi Biologi Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

e.

Terapi Radiasi Terapi

Radiasi

(juga

disebut

sebagai

radioterapi)

menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.) f.

Transplantasi Sel Induk (Stem Cell) Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.

18

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai. 8.

Asuhan Keperawatan Leukimia a.

Pengkajian Pengkajian

adalah

dasar

utama

dari

proses

keperawatan,pengumpulan yang akurat dan sistematis akan membantu

penentuan

status

kesehatan

pola

pertahanan

klien,mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan,(budi anna keliat,1994). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sering kali memberi tanda pertama yang menunjukan adanya penyakit neoplastic. Keluhan yang samar seperti perasaan letih, nyeri pada ekstrenitas, berkeringat di malam hari, penurunan selera makan, sakit kepala dan perasaan tidak enak badan dapat menjadi petunjuk pertama leukemia. Pengkajian pada leukemia meliputi: 1)

Riwayat penyakit

2)

Kaji tanda-tanda anemia:

3)

4)

a)

Pucat

b)

Kelemahan

c)

Sesak

d)

Nafas cepat

Kaji adanya tanda-tanda leukomenia a)

Demam

b)

Infeksi

Kaji adanya tanda-tanda trombo-sitopenia: a)

Ptechiae

b)

Purpura

c)

Pendarahan memberan mukosa

19

5)

b.

Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola: a)

Limpadenopati

b)

Hepatomegaly

c)

Seplenomegali

6)

Kaji adanya pembesaran testis

7)

Kaji adanya: a)

Hematuria

b)

Hipertensi

c)

Gagal ginjal

d)

Imflamasi di sekitar rekstar

e)

Nyeri

Diagnosis keperawatan 1)

Resiko cedera yang berhubungan dengan proses malignan atau ke ganasan

2) c.

Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tubuh

Rencana keperawatan dan evaluasi 1)

Diagnosa keperawatan: resiko cedera yang berhubungan dengan proses malignan atau ke ganasan, terapi. Tujuan: -

Pasien mengalami remisi parsial atau total dari penyakit.

-

Pasien

tidak

mengalami

komplikasi

akibat

kemoterapi. Intervensi keperawatan / rasional -

Berikan agens kemoterapi sesui dengan program.

-

Bantu pelaksanaan radio terapi sesui dengan program.

-

Bantu prosedur pemberian agens kemo terapi.

-

Persiapkan anak dan keluarga dalam menghadapi prosedur pembedahan jika perlukan.

20

-

Amati tanda-tanda infil trasi pada lokasi infus/ penyuntikan

IV

rasa

nyeri,

tersengat,

pembengkakan,kenerahan. -

Segera hentikan infusan jika terjadi tanda-tanda infiltrasi untuk mencegah kerusakan jaringan yang berat.

-

Implementasikan kebijakan rumah sakit dalam menangani infiltrasi.

-

Lakukan anamnesis yang cermat untuk mendeteksi adanya riwayat reaksi alergi untuk mencegah reaksi anafilaksis ( sianosis, hipotensi, mengi, urtikaria hebat,).

-

Hentikan pemberian infus obat pembilas ruang infus dengan larutan salin normal jika di curigai adanya reaksi.

-

Sediakan peralatan kedaruratan ( terutama alat monitor tekanan darah dan kantong serta masker untuk resusistasi manual dan oba-obat kedaruratan untuk mencegah kelambatan penanganan.

Hasil yang diharapkan: -

Anak mencapai remisi parsial atau total dari penyakit.

-

Anak tidak mengalami komplikasi akibat penyakit.

-

Anak mendapat penanganan komplikasi yang cepat dan tepat.

2)

Diagnosa keperawatan: Resiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Tujuan: pasien mengalami resiko infeksi yang minimal.

21

Intervensi keperawatan atau rasional -

Tempatkan anak dalam ruang perawatan peribadi untuk mengurangi keterpajanan dengan organisme infektif.

-

Sarankan semua pengunjung dan stap rumah sakit agar melaksanakan teknik mencuci tangan yang baik untuk mengurangi keterpajanan terhadap organisme infektip.

-

Lakukan sekrining terhadap semua pengunjung dan setap rumah sakit guna mendeteksi tanda-tanda infeksi untuk mengurangi keterpajanan terhadap organisme infektif.

-

Gunakan teknik aspetik dengan sangat teliti untuk semua prosedur/ tindakan yang inpasif.

-

Pantau suhu tubuh untuk mendeteksi kemungkinan infeksi.

-

Evaluasi anak untuk menemukan setiap lokasi yang berpotensi

menjadi

tempat

infeksi

(

tempat

penususkan jarum,ulserasi mukosa, abrasi ringan dan masalah dental ). -

Berikan diet dengan kandungan nutrisi yang lengkap sesui

dengan

usia

pasien

untuk

mendukung

pertahanan alami tubuh. -

Hindari pemberian paksin dengan virus hidup yang di lemahkan pada anak system imunnya terdepresi karna paksin tersebut dapat mengakibatkan infeksi berat.

-

Berikan faksin virus inaktip sesui program dan indikasikan untuk mencegah infeksi yang spesipik.

-

Berikan anti biotik sesui resep.

22

-

Berikan granulocyte colony timulating pactor sesui resep.

Hasil yang di harapkan -

Anak berhubungan dengan orang yang terinveksi atau barang-barang yang terkontaminasi.

-

Anak mengkonsumsi makanan yang sesui dengan usianya.

B.

Anak tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi.

Osteosarkoma 1.

Definisi Osteosarkoma Osteosarkoma yang dikenal juga sebagai sarcoma osteogenik, ialah salah satu tumor ganas jaringan mesenkim yang membentuk osteoid dan jaringan oseus neoplastik. Setiap tahun, sekitar 4 per 1 juta individu menderita osteosarkoma sebelum usia 20 tahu di Amerika serikat. Umur rata-ratanya adalah 15 tahun, dengan lebih dari dua pertiga pasien berumur 10-20 tahun. Kedua jenis kelamin terkena sama banyak. Osteosarkoma lebih sering tibul dalam metafisis tulang panjang, dari pada tulang pipih dan tubuh atau tulang tengkorak. Femur adalah tulang panjang yang paling sering terkena, diikuti oleh tibia dan humereus. Penyakit osteosarkoma tidak diketahui, meskipun dapat berkembang sebagai suatu keganasan sekunder pada individu yang diobati dengan terapi radias untuk neoplasma ganas primer lainnya. Kira-kira 1% pasien retinoblastoma bilateral yang selamat mengalami osteosarkoma spontan pada ekstremitas; insiden osteosarkoma akibat radiasi pada pasien yang orbitnya diobati untuk retinoblastoma sedikir lebih tinggi dan dianggap sebagai akibat suatu mutasi somatic sekunder.

2.

Etiologi Osteosarkoma Penyebab tumor ini hampir semua keganasan yang lain, masih merupakan teka-teki yang belum terpecahkan. Radiasi dan virus

23

onkogenik, yang telah terlihat dalam terjadinya keganasan yang lain, telah dianggap sebagai agen penyebab. Beberapa factor etiologik telah didefinisikan pada osteosarkoma orang dewasa yang lebih jarang terjadi, tetapi hanya sedikit kasus saja. Osteosarkoma epidemik dilaporkan pada pelukis lempeng jam radium disebabkan oleh penumpukan radioaktif didalam tulang, Thorotsat dulu menggunakan bahan kontras radiografik yang mengandung radioaktif thorium dioxide erat hubungannya dengan timbulnya osteosarkoma seperti pada neoplasma hati. Selain itu juga, terdapat factor kecenderungan genetic. Osteosarkoma pada masa kanak-kanak mungkin sekali memiliki dasar genetik, meskipun tak seorang pun pernah menemukannya. Mungkin kelainan

genetik

pada

kromosom

13

dapat

menyebabkan

osteosarkoma pada kelompok pasien ini. Terjadi dysplasia tulang, termasuk penyakit paget, dysplasia fibrosa, enchondromatosis, dan turun temurun beberapa exosteses dan retinoblastoma(kuman-garis bentuk) adalah factor resiko. Kombinasi konstitusional mutasi genetik dari RB (germlinr retinoblasma) dan terapi radiasi dikaitkan dengan risiko tinggi terutama pengembangan osteosarkoma, Li-Fraumeni sindrom (mutasi germline)

dan Rothmund-Thomson Sindrom

(autosomal yang terdesal asosiasi dari bawaan cacat tulang, dysplasia rambut dan kulit, hypogonadism, dan katarak). 3.

Patofisiologi Osteosarkoma Rasa nyeri dan tidak nyaman yang diikuti pembengkakan pada daerah yang terkena. Suatu tumor pada ekstremitas bawah dapat menimbulkan gangguan gaya berjalan disertai dengan rasa nyeri tekan dan meningkatnya panas local, mungkin disebabkan oleh pendarahan dibawah tumor. Pasien sering kali menghubungkan awitan gejalanya dengan trauma, tetapi hal ini bersifat incidental dan trauma belum dianggap sebagai penyebab osteosarkoma, osteosarkoma telah terjadi pada sindrom keluarga Li- Frumeni.

24

4.

Klasifikasi Osteosarkoma Beberapa variasi dari osteosarkoma : a.

Parosteal Osteosarkoma Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan membentuk woven bone. Biasanya terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal. Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80 – 90%.

b.

Periosteal Osteosarkoma Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang (moderate-grade) yang merupakan

lesi

pada

permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur

yang sama

dengan pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma klasik yaitu 20% – 35% terutama ke paru-paru. Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginalwide eksisi (wide-margin surgical resection), dengan didahului preoperatif kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-operasi. c.

Telangiectasis Osteosarkoma Telangiectasis

osteosarkoma

pada

plain radiografi

kelihatan gambaran lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang. Dengan gambaran seperti

25

ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada tulang seperti aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama dengan osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap adjuvant chemotherapy. d.

Osteosarkoma Sekunder Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua, misalnya bisa berasal dari paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant

cell

tumor.

Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada

umur tua. Lokasi yang tersering adalah di humerus,

kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 – 25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi

dari

paget’s

disease.

Selanjutnya

rasa

nyeri

bertambah dan disusul oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelek dengan five years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang tua,

maka

pengobatan

dengan

kemoterapi

tidak

merupakan pilihan karena toleransinya rendah. e.

Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah Tipe

ini

sangat

jarang

dan

merupakan

variasi

osseofibrous derajat rendah yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik

gambarannya

mirip

parosteal osteosarkoma.

Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang

26

lebih tua yaitu antara 15 – 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama. Pada pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler metafise tulang panjang. Seperti pada parosteal osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik dengan hanya melakukan lokal eksisi saja. f.

Osteosarkoma Akibat Radiasi Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 – 35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka metastasenya tinggi.

g.

Multisentrik Osteosarkoma Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.

5.

Manifestasi Klinis Osteosarkoma Berikut ini adalah berapa tanda dan gejala osteosarkoma : a.

Rasa nyeri dan sakit pada tulang atau persendian

b.

Terbatasnya gerak tubuh

c.

Sakit ketika disentuh, pembengkakan atau benjolan disekitar tulang atau pada ujung tulang

d.

Pincang jika benjolan timor berada di kaki

27

e.

Retaknya tulang yang disebabkan oleh sesuatu tidak normal atau patah tulang pada gerakan rutin

f.

Rasa nyeri ketika mengangkat sesuatu ini terjadi jika benjolan berada di bagian tangan

Menifestasi klinis yang lain yaitu : a.

Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).

b.

Pembengkakan atau ada diatas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas.

c.

Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit diatas massa serta adanya peebaran vena.

d.

Gejala-gejala penyakit metastik meliputi nyeri dada, batu, demam, berat badan menurun, dan malaise.

6.

Pemeriksaan Diagnostik Osteosarkoma Diagnosis banding beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa

pada

tulang

sering

sulit

dibedakan

dengan

osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:

7.

a.

Ewing’s sarcoma

b.

Osteomyelitis

c.

Osteoblastoma

d.

Giant cell tumor

e.

Aneurysmal bone cyst

f.

Fibrous dysplasia

Penatalaksanaan Medis Osteosarkoma Pembedahan definitive untuk osteosarkoma bergantung pada lokasi tumor luasnya invasi atau metastasis. Pengangkatan tulang yang terkena dan jaringan lunak disekitarnya secara bedah tetap merupakan pengobatan

pilihan,

baik

melalui

amputasi

atau

prosedur

penyelamatan ekstemitas. Amputasi transoseous dilakukan untuk lesi

28

femur distal, amputasi diatas lutut untuk lesi tibia atau pibula proksimal, dan amputasi dibawah lutut untuk lesi tibia distal. Batas pembedahan pada jaringan lunak biasanya kurang banyak untuk pasien yang menjalani operasi penyelamatan ekstremitas. Tindakan penyelamatan ekstremitas semakin banyak diterima karena ahli bedah berupaya melakukan pembedahan dengan mutilasi yang lebih sedikit dibandindkan amputasi untuk mempertahankan fungsi. Untuk pasien dengan ekstremitas atas (biasanya humerus bagian proksimal), reseksi pada humerus bagian proksimal, kapsul sendi bahu, spakula, dan baian distal klavikula akan mempertahankan berkas neuropaskular dan mempertahanakan suatu ekstremitas distal fungsional. Komplikasi yang tidak baik yang mungkin terjadi pada tindakan ini meliputi infeksi, kelelahan akibat kerusakan alat, dan pembatasan aktifitas fungsional. Rekurensi tumor lokal mungkin terjadi meskipun resiko komplikasi ini sama dengan amputasi. Keputusan mengenai reskesi metartasis kulmonal tergantung pada banyak factor, seperti kecepatan pertumbuhan mestastasis, jumlahnya, unilateral atau bilateral, lamanya waktu sejak diagnosis terapi sebelumnya, dan terapi investigasi yang mungkin tersedia dimasa yang akan datang. Pembedahan memiliki peranan kecil dalam pengobatan penyakit metastasis tulang, kecuali untuk mengatasi rasa nyeri atau reseksi secara keseluruhan tanpa memperhatikan resi metastasis. Terapi radiasi sekarang ini memiliki sedikit peranan pada ketahanan hidup pasien dengan osteosakoma secara keseluruhan. Radiasi telah digunakan dalam praksi besar untuk mengendalikan lesi melastasis atau nyeri yang diakibatkan oleh metastasis. Sekarang kemoterapi telah terbukti sebagai suatu terapi tambahan yang efektif selain pembedahan. Pasien tanpa bukti metastasis diobati dengan kemoterapi setelah amputasi yang berhasil.

29

Sekarang semua pasien dengan osteosarkoma yang dapat direksesi secara keseluruhan harus menerima kemoterapi kombinasi. Infuse

intra-arteri

ardiamisin,

metotreksat,dan

sisplatin,

merpakan suatu alternative pada kemoterapi sistemik, keuntungan yang mungkin diperoleh dari metode ini adalah pemberian kemoterapi langsung pada tumor. Akan tetapi, tidak ada keuntungan yang jelas untuk mencegah metastasis pulmonal, pengobatan pasien dengan tumor yang tidak dapat direksesi atau tumor metastasis saat diagnosis masih merupakan tantangan utama. Bila metastasis ke paru, tulang atau organ lain timbul menyertai terapi awal dengan kemoterapi adjuvan, penggunaan obat pestigasi dibenarkan. 8.

Asuhan Keperawatan Osteosarkoma a.

Pengkajian 1)

Lakukan pengkajian fisik a)

Observasi adanya menifestasi tumor tulang

b)

Nyeri local pada sisi yang sakit -

Mungkin hebat atau dangkal

-

Sering hilang dengan posisi fleksi

-

Sering kali menimbulkan perhatian bila anak sebagai berikut : pincang membatasi aktivitas fisik sendiri, tidak mampu menahan objek berat.

c)

Periksa area yang sakit untuk status fungsional, tanda-tanda inflamasi, ukuran massa, keterlibatan nodus limf regional, dan adanya bukti keterlibatan sistemik.

d)

Dapatkan riwayat kesehatan terutama mengenai nyeri.

e)

Bantu

dengan

prosedur

diagnostic

dan

tes

(radiografi, tomografi, pemindaian tulang radio

30

isotop,biopsy tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsung tulang. 2)

Anamnesa Dapatkan riwayat

kesehatan, proses

penyakit,

bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang di deritanya. Berikan perhatian khusus

pada keluhan

misalnya:

keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaisme. 3)

Pemeriksaan fisik a)

Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit diatas massa serta adanya pelebaran vena.

b)

Pembengkakan

pada

atau

diatas

tulang

atau

persendian serta pergerakan terbatas. c)

Nyeri tekan atau nyeri lokal pada sisi yang sakit, mungkin hebat atau dangkal, sering hilang dengan posisi flexi, anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktivitas, tidak mampu menahan ojek berat.

d)

Kaji status fungsional pada area yang sakit, tandatanda inflamasi nodus limfe regional.

e) b.

Aspirasi sumsum tulang.

Diagnosa keperawatan Pra operasi Antisipasi

berduka

berhubungan

dengan

kemungkinan

kehilangan alat gerak. Post operasi 1)

Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan amputasi

2)

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan anggota gerak

31

3)

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan memiliki anak dengan kelemahan sepanjang hidup, terapi traumatik.

c.

Rencana keperawatan Pra operasi 1)

Diagnosa keperawatan : antisipasi berduka berhubungan dengan kemungkinan alat gerak. Tujuan : -

Pasien

(keluarga)

siap

untuk

menghadapi

kemungkinan amputasi atau prosedur penyelamatan alat gerak. -

Pasien

menunjukan

tanda-tanda

penyesuaian

terhadap ancaman kehilangan. Intervensi keperawatan/Rasional -

Lakukan pendekatan langsung untuk meningkatkan ras percaya dan kerja sama anak.

-

Hindari diagnosis yang menjijikan dengan istilah seperti “infeksi”.

-

Diskusikan kurangnya alternative pengobatan untuk mendorong penerimaan pembedahan.

-

Jawab

pertanyaan

mengenai

informasi

yang

diberikan oleh ahli dan jelaskan seandainya terdapat kesalahan konsep. -

Hindari membebani anak dan orang tua dengan memberikan informasi yang terlalu banyak.

-

Siap sedia dan mau mendengarkan dan bicara dengan anak orang tua tentang kekhawatiran mereka.

-

Biarkan dan dorongan anak dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya untuk memfasilitasi proses berduka.

32

-

Beri

waktu

untukmelewati

dan

kesempatan

masa

berduka

pada

karena

anak hal

ini

merupakan bagian dari penyesuaian. -

Kenalkan tetapi bukan secara rinci, informasiinformasi yang berkaitan dengan kebutuhan akan kemoterapi.

-

Tahan diskusi yang luas tentang kemoterapi dan rehabilitasi sampai setelah pembedaha agar tidak membebani anak.

-

Izinkan

pasien

mengekspresikan

perasaannya

mengenai kehilangan dan efek yang tidak diinginkan dari kemoterapi. -

Kenali rasa marah sebagai reaksi umum, karena prilaku anak mungkin salah .

-

Bantu anak untuk menghadapi efek samping

-

Dorong kemandirian untuk menyiapkan anak untuk menghadapi

periode

pascaoperasi

ketika

kemandirian terasa lebih sulit diapai. Hasil yang diharapkan -

Keluarga dan anak mengekspresikan perasaannya mengenai potensi kehilangan

-

Keluarga

dan

anak

siap

mendiskusikan

kekhawatirannya. -

Anak

mengekspresikan

perasaannya

tentang

ancaman perubahan gaya hidup. Post operasi 1)

Diagnosa

keperawatan:

kerusakan

mobilitas

fisik

berhubungan dengan amputasi. Tujuan: -

Pasien tidak mengalami komplikasi dari amputasi

33

-

Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak dan meningkatkan mobilitas.

Intervensi keperawatan/ Rasional -

Berikan perawatan pada anggota badan yang diamputasi sesuai ketentuan untuk mencegah infeksi dan memfasilitasi penyembuhan.

-

Pertahankan pembalutan khusus, bila diberikan untuk

membantu

diamputasiuntuk

anggota

pemasangan

badan

yang

prosthesis

dan

menurunkan edema serta pendarahan. -

Tingkatkan

anggota

badan

yang

diamputasi

(punting) selama 24 jam pertama, bila ditentukan untuk mengurangi edema hindari peninggian yang terlalu lama karena hal ini dapat menimbulkan kontraktur pada sendi proksimal. -

Pertahankan kesejajaran tubuh yang tepat untuk menurunkan risiko kontraktor.

-

Lakukan

latihan

rentang

gerak

sendi

diatas

ekstremitas yang diamputasi untuk mempertahankan fleksibilitas. -

Dorong anak untuk beraktivitas seperti bermain yang secara tidak langsung memberikan latihan.

-

Bantu dengan ambulance.

-

Bantu dengan penggunaan prosthesis.

-

Rencanakan terapi fisik sesuai ketentuan.

-

Atur persiapan untuk prosthesis permanen.

-

Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk.

-

Dorong perawatan diri dalam keterbatasan untuk meningkatkan penyesuaian dan normalisasi.

34

Hasil yang diharapkan : -

Anak tidak mengalami komplikasi amputasi.

-

Anak

menyesuaikan

diri

terhadap

kehilangan

anggota gerak. 2)

Anak meningkatkan mobilitas.

Diagnosa

keperawatan

:

Gangguan

citra

tubuh

berhubungan dengan kehilangan anggota gerak. Tujuan : Pasien menunjukan perilaku koping yang positif. Intervensi keperawatan / Rasional -

Dorong kunjungan dari teman sebelum pemulangan untuk menyiapakan anak untuk menghadapi reaksi dan pertanyaan.

-

Dorong interaksi dini dan konsisten dengan teman sebaya.

-

Bantu anak agar menjadi ahli dalam menggunakan alat.

-

Bantu

anak

untuk

memilih

pakaian

untuk

menyamarkan prosthesis. -

Dorong hygiene dan berdandan yang abaik untuk meningkatkan penampilan seperti wigh, tata rias dan pakaian menarik.

-

Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatirannya untuk mempasilitasi koping.

Hasil yang diharapkan : -

Anak melakukan kembali hubungan dan aktivitasaktivitasnya sesuai kemampuannya.

-

Anak

tampak

bersih,

berbadan

yang

baik,

berpakaian menarik. -

Anak

mengekspresikan

perasaan

dan

kekhawatirannya.

35

3)

Diagnosa keperawatan : perubahan proses keluarga berhubungan dengan memiliki anak dengan kelemahan sepanajang hidup, tetapi traumatik. Tujuan : -

Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat.

-

Pasien (keluarga) siap menghadapi terapi suplemen dan efeknya.

-

Pasien (keluarga) siap untuk perawatan dirumah.

Intervensi keperawatan/ Rasional : -

Bantu orang tua mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka.

-

Interprestasikan reaksi emosional anak seperti depresi, marah dan bermusuhan karena hal ini dapat disalahartikan.

-

Tekankan pada anak tentang pentingnya terapi untuk mendorong penerimaan dan kerja sama.

-

Jelaskan

pertanyaan-pertanyaan

yang

berkaitan

dengan perawatan pasca rumah sakit. -

Jelaskan nyeri phantom limb (kesemutan, gatal, rasa terbakar, kram dan nyeri pada anggota gerak yang telah

diamputasi)

sehingga

anak

tidak

menyembunyikan sensasi tersebut dan mencari pengobatan. -

Ajarkan keterampilan dan berikan informasi yang diperlukan untuk perawatan dirumah.

-

Ajarkan perawatan punting, bila tepat pada orang tua dan anak bila anak cukup besar untuk melakukan beberapa tanggung jawab.

-

Kaji

rumah

untuk

kelemahan

lingkungan,

alsesibilitas sekolah. -

Bantu orang tua untuk menyiapkan lingkungan.

36

-

Atur dan tekanan pentingnya mempertahankan program terapi fisik.

-

Atur untuk mendapatkan tambahan bahan-bahan yang diperlukan seperti balutan, kruk, kursi roda, prosthesis.

-

Dorong keluarga untuk membiarkan anak hidup senormal mungkin untuk memudahkan penyesuaian jangka panjang.

-

Rujuk pada lembaga dan kelompok-kelompok yang tepat

untuk

memudahkan

perawatan

dan

penyesuaian. -

Pertahankan kontak dengan keluarga agar keluaraga mendapatkan dukungan yang terus-menerus.

Hasil yang diharapkan : -

Keluarga

mengungkapkan

perasaan

dan

memahami

rekasi

kekhawatirannya. -

Keluarga

menerima

dan

emosional anak. -

Anak dan keluarga menunjukan sikap pemahaman terhadap terapi dan efek sampingnya.

-

Anak dan keluarga menunjukan keterampilan yang diperlukan untuk perawatan dirumah

-

Anak dan keluarga menunjukan pemahaman tentang program terapeutik.

-

Anak masuk sekolah dengan keteraturan yang beralasan.

-

Keluarga

mendapatkan

dukungan

yang

terus-

menerus.

37

C.

Rabdomiosarkoma 1.

Definisi Rabdomiosarkoma Rabdomiosarkoma adalah tumor lunak yang paling sering dijumpai pada anak, menyebabkan kira-kira 5% dari semua kanker pediatrik. Rabdomiosarkoma adalah suatu penyakit tumor ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak (soft tissue) tubuh, termasuk disini adalah jaringan otot, tendon dan connective tissue (Miser, et all, 2000. Rabdomiosarkoma merupakan keganasan yang sering didapatkan pada anak-anak dengan umur rata-rata 6 tahun. Ditandai dengan tampak danya massa tumor, tumor ini dapat tumbuh di mana saja di dalam tubuh. Rabdomiosarkoma adalah sejis sarkoma (tumor jaringan lunak) dan sarkoma ini berasal dari otot skeletal. Rabdomiosarkoma juga bisajuga bisa menyerang jaringan otot, sepanjang intestinal atau di mana saja yang termasuk leher. Dua bentuk yang sering terjadi adalah embrional

rabdomiosarkoma

dan

alveolar

rabdomiosarkoma.

Rabdimiosarkoma adalah tumor jaringan lunak yang paling sering dijumpai pada anak, menyebabkan kira-kira 5% dari semua kanker pada anak-anak. Tumor itu ditemukan pada masa kanak-kanak dan telah dilaporkan pada saat lahir (Rudolph, 2006) 2.

Etiologi Rabdomiosarkoma Penyebab dari rabdomiosarkoma sendiri sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Dari data epidemiologi ada indikasi bahwa faktor genetik tampaknya mempunyai peranan penting pada penyebab setidaknya untuk beberapa jenis sarcoma pada anak. Angka kejadian kelainan bawaan meningkat terutama yang melibatkan saluran kemih, kelamin

dan

susunan

saraf

pusat

dubungkan

dengan

rabdomiosarkoma. (Ikatan Dokter Indonesia, 2006). 3.

Patofisiologi Rabdomiosarkoma Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu:

38

a.

Perubahan

ganas

pada

sel-sel

target,

disebut

sebagai

transformasi. b.

Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.

c.

Invasi lokal.

d.

Matastasis jauh. Pada umumnya perbedaan utama antara tumor ganas dan jinak

terletak pada perubahan morfologi tumor itu sendiri. Namun diagnosa morfologi tidak dapat merapalkan perilaku biologik atau perjalanan klinik dari neoplasma. Kadang-kadang ramalan ini dapat dikacaukan dengan gambaran morfologik tumor dan perilakunya. 4.

Klasifikasi Rabdomiosarkoma a.

Stadium I (16% kasus) Kanker hanya terdapat pada tempat awal kanker muncul. Pada pemeriksaan mikroskopis, tidak terdapat sel kanker pada jaringan setelah tumor diangkat.

b.

Stadium II (28% kasus) Terbagi menjadi IIA, IIB, dan IIC 1) II A : Kanker dapat diangkat, tetapi secara mikroskopis, masih terdapat sel kanker yang tersisa pada jaringan. Tidak ada kelenjar limfe yang terkena. 2) II B : Kanker terlokalisasi, dapat diangkat, enggan atau tanpa keterlibatan kelenjar limfe. 3) II C : Kanker telah menyebar ke kelenjar limfe. Kanker dan kelenjar limfe masih dapat diangkat melalui pembedahan, namun masih terdapat sel kanker yang tersisa secara mikroskopis.

c.

Stadium III (36% kasus) Kanker dapat diangkat melalui pembedahan, namun masih terdapat sisa kanker yang dapat dilihat tanpa mikroskop. Kanker belum menyebar ketempat yang jauh.

39

d.

Stadium 4 (20% kasus) Kanker telah menyebar ketempat yang jauh

5.

Manifestasi Klinis Rabdomiosarkoma Terdapat empat lokasi anatomis utama yang sering terkena tumor ini: (a) daerah kepala dan leher (35-40%), (b) traktus genitourinarius (20%), (c) ekstremitas (15-20%), dan (d) tubuh (1015%). Rabdomiosarkoma pada daerah kepala dan leher muncul paling sering di orbita, nasofaring, antrum maksilaris, telinga tengah dan jaringan lunak pada kulit kepala, wajah, atau leher. Di dalam traktus genitorinarius anak yang lebih muda, rabdomiosarkoma dijumpai dalam kandung kemih, prostat dan vagina. Pada masa remaja, tumor ini terdapat dalam jaringan lunak paratestikular atau saluran sperma. Gejala dan tanda rabdomiosarkoma biasanya dapat dihubungkan dengan lesi massa atau fenomena obstruksi. Sebagai contoh tumor nasofaring dapat memberi tekanan pada tuba eustachius dan menimbulkan ostitis media kronis, dan tumor kandung kemih dan pada prostat dapat menyebabkan sumbatan pada uretra atau rektum. Evaluasi pada anak dengan massa jaringan lunak harus meliputi suatu pemeriksaan yang lengkap pada daerah yang dicurigai. Suatu pemeriksaan ekstensif pada telinga, hidung dan tenggorok untuk daerah kepala dan leher, dan pemeriksaan rektal atau pemeriksaan bimanual untuk daerah genitourinarius, biasanaya diikuti oleh suatu biopsi insisional. Pemeriksaan untuk penyakit metastasis meliputi rontgen toraks, pemindaian CT toraks, pemindaian tulang, dan aspirasi sumsum tulang. Kira-kira 15% pasien yang memiliki penyakit lokal yang masih dapat direseksi (yaitu kelompok I) saat didiagnosis, 25% memiliki penyakit mikroskopis residual dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar linfe (yaitu, kelompok II), 40% memiliki penyakit lokal atau region residual makroskopik (yaitu, kelompok III), dan 20% mempunyai metastasis saat didiagnosis (yaitu kelompok IV). Sistem penentuan

40

stadium lain yang sekarang sedang dievaluasi, menekankan kepada luasnya tumor tanpa merujuk ke derajat reseksi. 6.

Pemeriksaan Diagnostik Rabdomiosarkoma Evaluasi diagnosis harus menggambarkan tingkat tumor yang utama dan tingkat penyakit metastase yang terdiri dari: a.

Pemeriksaan fisik

b.

Jumlah sel darah

c.

Urinanalisis

d.

Serum elektrolit: BUN, Creatine, SGOT, SGPT, LDH, dan phospatase yang bersifat alkali.

e.

Gambaran magnetic resonansi (MRI) dan komputer tomography (CT) tentang luka utama.

7.

f.

Pemeriksaan CT Scan

g.

Scan tulang

h.

Sumsung tulang atau biopsy

i.

Biopsi getah bening yang dicurigai

Penatalaksanaan Medis Pembedahan,

pembedahan

terhadap

rabdiosarkoma

telah

berkembang untuk melakukan tindakan bedah yang lebih terbatas dalam kaitannya dengan terapi radiasi kemoterapi, atau kedua-duanya. Reaksi radikal, seperti sistektomi radikal tumor kandung kemih, mencapai pengendalian penyakit lokal hanya pada daerah tertentu (misal, tumor orbita dan kandng kemih) dengan suatu pengorbanan fungsi yang berarti. Pada pengobatan multi modal, pembedahan harus melipti iopsi insiasi awal dan pemeriksaan ruas penyakit. Pada tmpat yang dapat dicapai, dengan reseksi total keseluruhan merupakan suatu kemungkinan yang masuk akal, pembedahan ekstirpasi diindikasikan. Akan tetapi, pada kebanyakan kasus terapi yang terkoordinasi memungkinkan tindakan pembedahan yang lebih terbatas dengan hasil yang lebih baik.

41

Pembedahan paling efektif jika tumor terjadi secara kompleks jika bukan biopsy therapy, diikuti kemoterapi dan radiotrapi, diikuti dengan sisa bagian tumor. Penghilangan tumor yang utama dilakukan dengan cukup dari jaringan normal pendekatan dengan pembedahan ini dikerjakan pada lokasi utama dimana kepindahan lengkap tidak akan impiarment fungsional. Karena tumor yang utama timbul pada garis edar, kepala dan leher dan ekstremitas dan tempat-tempat tertentu. Kemotrapi dengan atau tanpa radio trapi harus dipercayakan keatas pengendalian tumor bersifat residu dilokasi utama. Aturan pada limpa pada pembagian seperti bagian utama pembedahan dan pendekatan pada posisi tumor pada area dimana ada suatu keterlibatan getah bening regional, pembedahan harus dilakukan pada area ini meliputi. 1)

Ektremitas (15%)

2)

Genitourinary (20%)

3)

Perirectal (33%)

4)

Paratesticular (40%) Terapi Radiasi, terapi radiasi efektif untuk pengendalian lokal

rabdiosarkoma yang perluasannya secara relatif terbatas. Pada tumor, seperti

rabdiosarkoma

orbita,

radiasi

saja

dapat

mencapai

pengendalian penyakit lokal pada 90% pasien. Untuk kebanyakan kasus, pengendalian itu ditingkatkan oleh kombinasi dengan kemoterapi. Pada anak kecil, evektifitas radiasi harus diseimbangkan dengan frekuensi yang diketahui mengenai efek lambat pengobatan. Radiasi terapi pada lokasi direkomendasikan untuk pasien, kecuali penggolongan kelompok histopatologi (melengkapi kekurangan mokropik). Dosis radiasi yang dianjurkan berdasarkan pada group bisnis. Bila kemungkinan batasan harus meliputi 4-5 cm dari garis tepi jaringan normal, lokasi metastasik harus dihindarkan dari radiasi jika mungkin.

42

Kemoterapi, kemoterapi digunakan dalam suatu pola adjuvant untuk menghilangkan suatu penyakit mikroskopis pada pasien dengan tumor lokal yang dapat direseksi secara komplit, atau untuk meningkatkan pengendalian tumor primer dengan radiasi pada pasien dengan penyakit yang tidak dapat direseksi. Obat kemoterapi yang efektif meliputi vinkristin, adriamisin, dan DTIC. Penggunaan kemoterapi kombinasi menyertai beberapa studi yang terbukti dapat memberikan hasil yang paling baik bila dua obat atau lebih berikut ini dipakai bersma-sama; vinkristin, siklofostamid, daktinomisin, dan adriamisin. Semua pasien tidak bergantung dengan pengelompokan klinis mereka, menerima kombinasi kemoterapi, sejak penggunaannya mengakibatkan suatu peningkatan penting di dalam penyakit bebaskan survival ketika ditambahkan keperawatan dan radiasi. Tetapi Modaliatas Gabungan, konsep pengobatan modalitas gabungan pada rabdomiosarkoma merupakan suatu titik balik utama dalam penatalaksanaan penyakit ini dan telah menghasilkan suatu peningkatan ketahanan hidup yang nyata. Reseksi bedah pada tumor primer

biasanya

menjanjikan

prospek

yang

terbaik

untuk

pengendalian tumor lokal pada keadaan penyakit yang terbatas. Integrasi modalitas radioterapi dan kemoterapi dengan pembedahan pada skema penatalaksanaan telah menurunkan indikasi radikal, memungkinkan reseksi bedah yang lebih terbatas atas cara potensial menghapuskan perlunya pembedahan sama sekali. Penggunaan pembedahan dan terapi radiasi yang terkoordinasi, dengan kemoterapi sistematis dini telah meningkatkan proporsi kemungkinan sembuh bagi orang yang bebas dari penyakit dalam jangka panjang. 8.

Asuhan Keperawatan a.

Pengkajian 1)

Aktivitas/Istirahat Gejala: kelemahan atau keletihan perubahan pada pola malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

43

tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam. Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi. 2)

Sirkulasi Gejala: palpasi, nyeri dada pada pengerahan kerja. Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah.

3)

Intergitas ego Gejala: faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi (misalnya merokok, minum alkohol,

menunda

mencari

pengobatan,

keyakinan

religios/spritual). Masalah perubahan dalam penampilan, misalnya alopesa, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi. Tanda: Menyangkan, menarik diri, marah 4)

Eliminasi Gejala: perubahan pada polo defakas, misalnya darah pada feses, nyeri pada defakasi. Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih. Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.

5)

Makanan/ cairan Gejala: kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet). Anoresia, mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan, kareksia, berkurangnya massa otot. Tanda: perubahan pada kelembaban/tugor kuit; edema

6)

Neurosensori Gejala: pusing, sinkope

44

7)

Nyeri/kenyamanan Gejala: tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).

8)

Pernafasan Gejala: merokok (tembakau, mariyuana, hidup dngan seseorang yang merokok) pemajanan feses.

9)

Keamanan Gejala: pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/kelebihan. Tanda: demam, ruam kulit, ulserasi

10)

Seksualitas Gejala: masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini. Herpes genital.

11)

Interaksi sosial Gejala:

ketidakadaan

kekuatan/kelemahan

sistem

pendukung. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan dirumah, dukungan, atau bantuan). 12)

Penyuluhan/pembelajaran Gejala: riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara. Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga ditemukan/didiagnosis. Penyakit metastic: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metasttatik.

b.

Diagnosis keperawatan 1)

Nyeri (Akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi system

45

suplay syaraf. Obstruksi jalur syaraf, inflamasi) efek samoing terapi kanker. 2)

Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosia ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, perpisahan dengan keluarga.

3)

Gangguan

nutrisi

(kurang

dari

kebutuhan

butuh)

berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan

kanker,

konsekuensi

kemotherapi,

radiasi,

pembehan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap,

nausea),

emotional

distres,

fatigue

ketidakmampuan mengontrol nyeri. 4)

Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misintervensi, prosedur kognitif.

5)

Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur insave.

6)

Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrsi dan anemia.

c.

Rencana Keperawatan dan Evaluasi 1)

Diagnosa keperawatan: Nyeri (Akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi system suplay syaraf. Obstruksi jalur syaraf, inflamasi) efek samoing terapi kanker. Tujuan : nyeri dapat teratasi Intervensi Keperawatan/Rasional -

Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas. Rasional: memberikan informasi yang diperlakuakan untuk merencankan asuhan

46

-

Evaluasi

therapy:

pembedahan,

radiasi,

khemoterapy, biotherapy ajarkan klien dan keluarga tentang cara mengahadapinya. Rasional: untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau menyebabkan komplikasi -

Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau menonton TV. Rasional: untuk emningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan klien dari rasa nyeri.

-

Mengajukan

teknik

penanganan

stres

(teknik

relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan terapeutik. Rasional: meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan strs dan ansietas. -

Evaluasi nyeri: berikan pengobatan bila perlu Rasional: untuk mengetahui efektivitas penanganan nyeri dan sejauh mana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien obat-obatan anti nyeri.

-

Kolaborasi dalam penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien. Rasional: agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

-

Kolaborasi berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotika dll. Rasional: untuk mengatasi nyeri

Hasil yang diharapkan -

Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas.

-

Melaporkan nyeri yang dialaminya.

-

Mengikuti program pengobatan.

47

-

Mendemonstrasikan teknik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin.

2)

Diagnosa keperawatan: cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosioekonomi, peran dan fungsi, bentuk interkasi, persiapan kematian, perpisahan dengan keluarga. Tujuan: cemas teratasi Intervensi keperawatan/Rasional: -

Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideriatnya. Rasional: data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya

akan

memberikan

dasar

untuk

penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi -

Berikan informasi tentang prognosis secara akurat. Rasional: pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.

-

Berikan

kesempatan

kepada

klien

untuk

mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. Rasional: dapat menurunkan kecemasan klien. -

Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping, bantu klien memperiapkan diri dalam pengobatan. Rasional:

membantu

klien

dalam

memahami

kebutuhan pengobatan efek samping -

Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidakberdayaan. Rasional: mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.

48

-

Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support sistem. Rasional: agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.

-

Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional: membeikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.

-

Pertahankan kontak dengan klien, berbicara dan sentuhlah dengan wajar. Rasional: klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.

Hasil yang diharapkan: -

Klien dapat mengurangi rasa cemasnya.

-

Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.

-

Menunjukan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

3)

Diagnosa keperawatan: Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang

berhubungan

dengan

kanker,

konsekuensi

kemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreaksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emosional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri. Tujuan: nutrisi terpenuhi secara adekuat Intervensi Keperawatan/Rasional: -

Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai kebutuhan. Rasional: memberikan informasi tentang status gizi klien.

-

Timbang berat badan, ukuran triceps dan amati penurunan berat badan.

49

Rasional:

memberikan

informasi

tentang

penambahan dan penurunan berat badan klien. -

Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. Rasional: menunjukan keadaan gizi klien sangat buruk.

-

Anjurkan klien untuk mengonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. Rasional: kalori merupakan sumber energi.

-

Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas. Rasional: mencegah mual dan muntah, distensi berlebihan, dyspepsia yang stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.

-

Ciptakan suasana makanan yang menyenangkan misalkan makan bersama teman atau keluarga. Rasional: agar klien merasa dirumah sendiri

-

Anjurkan

teknik

relaksasi,

visualisasi,

latihan

moderate sebelum makan. Rasional:

untuk

menimbulkan

perasaan

ingin

makan/membangkitkan selera. -

Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien. Rasional: agar dapat diatasi secara bersama-sama (ahli gizi, perawat dan klien).

-

Kolaborasi pemeriksaan laboratorium seperti total limposit, serum transferin, albumin.

50

Rasional: untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagai akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien. -

Kolaborasi pemberian obat sesuai dengan indikasi. Phenothiazine,

antidopaminergik,

corticosteroid,

vitamin khususnya A, D, E, dan B6, antacid. Rasional: membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan status kesehatan klien. -

Kolaborasi pemasangan NGT untuk memberikan makanan secara enternal, imbangi dengan infus. Rasional: mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan sesuai kebutuhan.

Hasil yang diharapkan: -

Klien menunjukan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi.

-

Menyatakan pengertiangnnya terhadap perlunya intake yang adekuat.

-

Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya.

4)

Diagnosa keperawatan: kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognisis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

informasi,

misiintervensi,

keterbatasan

kognitif. Tujuan: pengetahuan adekuat tentang penyakit, prognisis dan

pengobatan

berhubungan

dengan

kurangnya

informasi, misintervensi, keterbatasan kognitif. Intervensi keperawatan/rasional: -

Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya. Rasional:

menghindari

adanya

duplikasi

dan

pengulangan terhadap pengetahuan klien klien.

51

-

Tentukan

presepsi

pengobatannya,

klien

ceritakan

tentang pada

kanker klien

dan

tentang

pengalaman klien lain yang menderita kanker Rasional: memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan presepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian. -

Beri informasi yang akurat dan faktual, jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. Rasional: membantu klien dalam memahami proses penyakit.

-

Berikan bimbingan pada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, terapi yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. Rasional: membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.

-

Anjurkan klien untuk memberi umpan balik verbal dan mengoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya. Rasional:

mengetahui

sampai

sejauh

mana

pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien. -

Review klien/kleuarga tentang pentingnya status gizi yang optimal. Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.

-

Anjurkan klien untuk mengkaji membrane mukosa mulutnya secara rutin, perhatian adanya eritema, ulcerasi. Rasional: mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan

yang

tanda-tanda

infeksi

serta

52

masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman. -

Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. Rasional: meningkatkan integritas kulit dan kepala.

Hasil yang diharapkan -

Klien dapat

mengatkan secra akurat

tentang

diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap. -

Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.

-

Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisiasi dalam pengobatan.

5)

Bekerja sama dengan pemberi informasi.

Diagnosa keperawatan: risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur insave. Tujuan: infeksi tidak terjadi Intervensi keperawatan/rasional: -

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi pengunjung. Rasional: mencegah terjadi infeksi silang.

-

Jaga personal hygine klien dengan baik. Rasional:

menurunkan/mengurangi

adanya

organisme hidup. -

Monitor temperatur Rasional: peningakatan suhu tubuh merupakan tanda terjandinya infeksi

-

Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi, Rasional: mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi

53

-

Hindarkan/batasi prosedur insave dan jaga aseptic prosedur Rasional: mencegah terjadinya infeksi

-

Kolaborasi untuk memonitori monitor CBC, WBC, granulosit, platetes. Rasional: segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi

-

Kolaborasi pemberian antibiotik bila diindikasikan. Rasional: adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.

Hasil yang diharapkan: -

Klien mampu mengidentifikasikan dan berpatisipasi dalam tindakan pencegahan infeksi.

-

Tidak

menemukan

tanda-tanda

infeksi

dan

penyembuhan luka berlangsung normal 6)

Diagnosa keperawatan: risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. Tujuan: ganngungan integrasi kulit tidak terjadi Intervensin keperawatan/rasional: -

Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping terapi kanker, amati penyembuhan luka. Rasional: memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhdap perubahan integritas kulit.

-

Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. Rasional:

menghindari

perlakuan

yang

dapat

menimbulakan infeksi. -

Ubah posisi klien secara teratur

54

Rasional: menghindari penekanan yang terusmenerus pada suatu daerah tertentu. -

Berikan advis pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi doketr.

-

Rasional: mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.

Hasil yang diharapkan: -

Klien

dapat

mengidentifikasi

intervensi

yang

berubungan dengan kondisi spesifik. -

Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan.

D.

Retinoblastoma 1.

Definisi Retinoblastoma Retinoblastoma adalah tumor endoakular pada anak yang mengenai saraf embrionik retina. Retinoblastoma adalah kanker pada anak yang tumbuh dari sel retina mata. Kanker ini menyumbang sekitar 3% dari kanker pada anak. kanker ini biasanya terjadi pada anak-anak sekitar usia 2 tahun, dan jarang ditemukan pada anak yang

lebih

tua

dari

6

tahun. Tanda

tanda

anak

terkena

Retinoblastoma dapat ditemukan bila tampak terlihat putih dibelakang mata setelah disinari serberkas cahaya. 2.

Etiologi Retinoblastoma Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadic. Namun dapat juga di klasifikasikan menjadi dua sub kelompok yang berbeda, yaiyu bilateral atau unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen retinoblastoma (RBI) di isolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung

55

diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant.nkanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak ( melalui saraf penglihatan/ nervus optikus) 3.

Patofisiologi Retinoblastoma Jika letak tumor dimacula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapan menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclerake jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak

kuning

mengkilat,

dapat

menonjol

ke

badan

kaca.

Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera. 4.

Klasifikasi Retinoblastoma Menurut reese-ellsworth, retinoblastoma digolongkan menjadi: a.

Golongan I 1)

Tumor solid/multiple kurang dari 4 diameter pupil.

2)

Tumor multiple tidak lebih dari 4 dd, dan terdapat pada atau belakang ekuator.

b.

Golongan II 1)

Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.

2)

Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.

56

c.

Golongan III 1)

Beberapa lesi di bagian ekuator

2)

Tumor ada di depan ekuator atau tumor solider berukuran >10 diameter pupil.

d.

e.

Golongan IV 1)

Tumor multiple sebagian besar >10 d.

2)

Beberapa lesi ke anterior ke ora serrata.

Golongan V Tumor massif mengenai lebih dari setengah retina. Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya. Menurut Grabowski dan Abrahamson , membagi penerajatan berdasarkan tempat utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut : 1)

2)

Derajat I intraocular: a)

Tumor retina

b)

Penyebaran ke lamina fibrosa

c)

Penyebaran ke eva

Derajat II orbita a)

Tumor orbita: sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan biopsy.

b) 5.

Nervus optikus.

Manifestasi Klinis Retinoblastoma Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan menyerupai endoftalmitis. Bila sel sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melaui nerveus optikus ke otak , melalui skrema ke jaringan orbita dan sinus paranasal , dan metastasis jauh ke

57

sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera, tertama hati. Kanker retina ini pemicunya adalah factor genetic atau pengaruh linkungan dan infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih dibagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah olah bersinar bila terkena cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling, tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terlihat tanda tanda mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap seolah mata terlihat bersinar seperti kucing , jadi anak tersebut bisa tersebut bisa terindikasi penyakit retinoblastoma. Umumnya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yarg diturunkan rnelalui genetik gejala klinis dapat muncul lebih awal. a.

Leukokoria Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma intraokuler yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini disebabkan oleh refleksi cahaya dari tumor yang benwarna putih disekitar retina. Warna pulih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.

b.

Stabismus Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria. Stabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat

58

juga terjadi apabila temornya berada diluar makula tetapi massa tumor sudah cukup besar. c.

Mata merah Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi tumor ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebebkan oleh adanya tumor yang nekrosis.

d.

Buftalmus Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Okuler akibat tumor yang bertambah besar.

e.

Pupil midriasis Terjadi karena tumor yang telah mengganggu sistem saraf parasimpatik.

f.

Proptosis Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ektra okuler.

6.

Pemeriksaan Diagnostik Retinoblastoma Evaluasi metastatic harus mencakup pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal serta aspirasi dan biopsi sumsum tulang, namun retinoblastoma sangat jarang menyebar ke cairan spinal atau sumsum tulang tanpa penyebaran ekstraokular. Evaluasi metastatic harus meliputi CT Scan orbita untuk menentukan perluasan ekstraokular dan keterlibatan nervus optikus. CT Scan atau MRI kepala harus dikerjakan

pada

retinoblastomayang

kasus

kasus

mengenai

bilateral

kelenjar

epifisi

untuk

mencari

(retinoblastoma

trilateral)

59

7.

Penatalaksanaan Medis Retinoblastoma Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan lokal untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan jenis sistemis untuk jenis ekstraokular, regional dan metastatis. Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral keduamatanya masih terlindungi. Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13%pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan lokal. Eradikasi tumor dengan dengan enaklasi tergantung pada potensi penglihatannya karena sebagian besar tumor unilateral mengenai lebih dari setengah retina pada saat diagnosis, enukleasi merupakan anjuran yang paling umum. Untuk lesi yang lebih kecil dengan penglihatan yang mungkin dapat dipertahankan, krioterapi, fotokoagulasi,

atau radioterapi telah dikerjakan dengan sukses.

Kemoterapi kombinasi harus diberikan untuk pasien pasien dengan penyebaran regionalatau penyebaran ekstraokular jauh. Evaluasi oftalmologikpada mata yang masih baik harus dilakukan dengan interval yang teratur selama beberapa tahun untuk mendeteksi adanya penyakit bilateral dini. Dibawah ini merupakan penatalaksanaan pada retinoblastoma yaitu: a.

Pembedahan Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma. Pemasangan bola mata palsu perlu dilakukan beberapa minggu setelah prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan

terjadi

karena

hambatan

pertumbuhan

orbita.

Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah,

60

pendekatan konservatif mungkin bisa diambil. Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaucoma, invasi ke rongga anterior, atau terjadirubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat dievakuasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur,. Enukleasidapat ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontra indikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikan relaps orbita. 1)

External beam radiotherapy ( EBRT) Retinoblastoma

merupakan

tumor

yang

radiosensitive dan radioterapi merupakan terapi efektif lokal untuk kasus ini. EBRT menggunakan eksalator linier dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah harus dibawah anastesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerja sama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter

radiotherapy

untuk

membuat

perencanaan.

Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, pertumbuhan

dapat tulang

terjadi orbita.

komplikasi Yang

hambatan

akhirnya

akan

menyebabkan gangguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi sekunder. 2)

Radioterapi plaque Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumor yang ukurannya kecil sampai sedang yang

61

tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignasi sekunder. 3)

Kryo atau fotokoagulasi Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) da dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai

control

lokal

terapi.

Kryoterapi

biasanya

ditunjukan untuk tumor bagian depan dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakng baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat

macula

meninggalkan

atu

diskus

jaringan

parut

optikus, yang

karena

bisa

nantinya

akan

menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang. 4)

Modalitas yang lebi baru Pada beberapa tahun terakhir, banyak kelompok yang menggunakan radioterapi sebagai terapi awal untuk kasus intraocular, dengan tujuan untuk mengurangi ukuran tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasus kasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi, khusunya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah

62

digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terapi awal kasus retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata. b.

Kemoterapi Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas, prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secara luas system stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor resko secara histopatologi. Penentuan stadium secara hispatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan resiko relaps. Banyak peneliti memberikan

kemoterapi

adjuvant

untuk

pasien

pasien

retinoblastoma intraocular dan memiliki factor resiko potensial seperti

nervus

optikus

yang

pendek

(<5

mm)

tumor

undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi intratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan. Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokular, kemoterapi awal dianjurkan. Obat yang digunakan

adalah Carboplatin, cisplatin,

etoposid,

teniposid, sikofosfamid, isosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir akhir ini dikombinasi dengan danurubisin, meskipun laporan terakhir menemkan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodo preacuricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang

63

berlebihan p 170 glikoprptein pada retinoblastoma, yang dihububgkan dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi. 8.

Asuhan Keperawan Retinoblastoma a.

Pengkajian 1)

Biodata a)

Identitas klien meliputi nama, umur : sering terjadi padaa aanak-anakdi bawah 2 tahun, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.

b)

Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan

Ibu,

usia,

pendidikan,

pekerjaan/sumber

penghasilan, agama, dan alamat. c)

Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,

hubungan dengan klien, dan status

kesehatan. 2)

Keluhan utama Keluhan

dapat

berupa

perubahan

persepsi

penglihatan, demam, kurang nafsu makan, gelisah cengeng, nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada luka post op, serta perawatan dan pengobatan lanjutan dari tindakan operasi. 3)

Riwayat kesehatan a)

Riwayat Kesehatan Sekarang Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa berupa bintik putih pada mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.

b)

Riwayat Kesehatan Masa Lalu Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan memakan makanan/minuman yang terkontaminasi,

infeksi

ditempat

lain

misal:

pernapasan.

64

c)

Riwayat Kesehatan Keluarga Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.

4)

Pemeriksaan sistem a)

Aktivitas Gejala:

kelelahan,

ketidakmampuan

untuk

malaise, melakukan

kelemahan, aktivitas

biasanya. Tanda: kelelahan otot, Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen. b)

Sirkulasi Gejala: palpitasi. Tanda: takikardi, mur-mur jantung, Kulit, membran mukosa pucat. Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral.

c)

Eliminasi Gejala: diare; nyeri tekan perianal, nyeri, Darah merah terang pada tisu, feses hitam, Darah pada urine, penurunan haluaran urine.

d)

Integritas ego Gejala: perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Tanda: depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, Perubahan alam perasaan, kacau.

e)

Makanan/cairan Gejala: kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, Perubahan rasa/penyimpangan rasa, Penurunan berat badan.

65

f)

Neurosensori Gejala: kurang/penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten, pusing, kebas, kesemutan parastesi. Tanda: otot mudah terangsang, aktivitas kejang.

g)

Nyeri/ketidaknyamanan Gejala: nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram otot. Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.

h)

Pernapasan Gejala: napas pendek dengan kerja minimal. Tanda: dispnea, takipnea, batuk, gemericik, ronki, penurunan bayi napas.

i)

Keamanan Gejala: riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh, gangguan

penglihatan/kerusakan,

perdarahan

spontan tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda:

demam,

infeksi,

Kemerahan,

purpura,

perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis, pembesaran

nodus

limfe,

limpa,

atau

hati

(sehubungan dengan invasi jaringan), papil edema dan eksoftalmus. j)

Seksualitas Gejala:

perubahan

libido,

perubahan

aliran

menstruasi, menoragia, lipopren. k)

Penyuluhan/pembelajaran Gejala:

riwayat

terpajan pada kimiawi,

mis;

benzene, fenilbutazon, dan kloramfenikol(kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkilat, gangguan

66

kromosom, contoh sindrom down atau anemia franconi aplastik. b.

Diagnosis Keperawatan Pra operasi 1)

Gangguan sensori-persepsi: penglihatan berhubungan dengan kekeruhan lensa mata.

2)

Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan.

3)

Resiko cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.

4)

Gangguan

citra

tubuh

berhubungan

dengan

perubahan

penampilan fisik. Post operasi 1)

Nyeri

berhubungan

dengan

perlukaan

sekunder

operasi

enukleasi bulbi. 2)

Resiko cedera berhungan dengan peningkatan tekanan intra ocular.

3)

Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive enukleasi bulbi.

c.

Rencana Keperawatan Pra operasi 1)

Diagnosa keperawatan: Gangguan sensori-persepsi: penglihatan berhubungan dengan kekeruhan lensa mata. Tujuan -

Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situsi individu.

-

Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

-

Mengidentifikasi memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

67

Intervensi keperawatan -

Gunakan alat bantu sensori seperti, kacamata.

-

Tingkatkan stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai (misalnya, peningkatan interaksi sosial, sediakan radio, televisi, dan jam dinding dengan angka-angka).

-

Kuranginya jumlah stimulus untuk mencapai input sensori yang sesuai (misalnya, lampu redup).

-

Orientasikan pada orang, tempat, waktu, dan situasi dalam setiap interaksi.

-

Yakinkan pasien/keluarga bahwa defisit persepsi/sensori adalah sementara.

-

Identifikasi diri orang yang masuk ke area pasien.

-

Jangan memindahkan barang-barang di dalam kamar pasien tanpa memberitahukan pasien.

2)

Diagnosa keperawatan:

Resiko cedera berhubungan dengan

penurunan ketajaman penglihatan Tujuan/ kriteris evaluasi: cedera akibat penurunan ketajaman penglihatan tidak terjadi. Intervensi keperawatan: -

Orientasikan kembali pasien terhadap realitas lingkungan bila dibutuhkan

-

Bantu pasien dengan ambulansi, sesuai dengan kebutuhan.

-

Gunakan alarm untuk mengingatkan pemberi perawatan bila pasien bangun dari tempat tidur atau meninggalkan ruangan.

-

Tempatkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah dijangkau oleh pasien.

-

Ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan.

-

Jauhi bahaya lingkungan, berikan pencahayaan yang adekuat.

68

-

Jangan lakukan perubahan yang tidak diperlukan di lingkungan fisik.

-

Gunakan alas kaki yang sesuai, yang tidak tinggia dan tali terikat dengan aman.

3)

Naikkan penghalang tempat tidur

Diagnosa keperawatan: Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar

terhadap

informasi

tentang

prosedur

tindakan

pembedahan. Tujuan/kriteria evaluasi: -

Keluarga pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.

-

Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang.

Intervensi keperawatan: -

Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tandatanda verbal dan nonverbal.

-

Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.

-

Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.

-

Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.

-

Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan.

-

Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.

-

Kolaborasi : dengan dokter mata tentang penggantian lensa.

4)

Diagnosa keperawatan: Gangguan citra tubuh berhubungan denganperubahan penampilan fisik.

69

Tujuan: -

Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi diri negative

-

Persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh sendiri

Intervensi keperawatan: -

Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

-

Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup.

-

Diskusikan

efek

penyakit

pada

faktor

ekonomi

pasien/orang terdekat. -

Anjurkan pasien memakai pakaian yang berwarna merah terang, biru/hitam.

Post operasi 1)

Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi enukleasi bulbi. Tujuan/kriteria evaluasi: -

Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang.

-

Tidak merintih atau menangis.

-

Ekspresi wajah rileks.

-

Klien mampu beristrahat dengan baik.

-

Skala nyeri: 1-3

Intervensi keperawatan: -

Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi).

-

Kolaborasi

dengan

tim

dokter

untuk

memberikan

analgesik pada penurunan rasa nyeri yang optimal. 2)

Pantau tekanan darah setiap 4 jam.

Diagnose keperawatan: Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra ocular.

70

Tujuan/ kriteris evaluasi: cedera akibat peningkatan tekanan intra okular Tidak terjadi cedera. Intervens keperawatan keperawatan: -

Orientasikan kembali pasien terhadap realitas lingkungan bila dibutuhkan.

-

Bantu pasien dengan ambulansi, sesuai dengan kebutuhan.

-

Gunakan alarm untuk mengingatkan pemberi perawatan bila pasien bangun dari tempat tidur atau meninggalkan ruangan.

-

Tempatkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah dujangkau pasien.

-

Ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan.

-

Jauhi bahaya lingkungan, berikan pencahayaan yang adekuat.

-

Jangan lakukan perubahan yang tidak diperlukan di lingkungan fisik.

-

Gunakan alas kaki yang sesuai, yang tidak tinggia dan tali terikat dengan aman.

3)

Naikkan penghalang tempat tidur.

Diagonosa

keperawatan:

Resiko

penyebaran

infeksi

berhubungan dengan prosedure tindakan invasive enukleasi bulbi. Tujuan: tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur tindakan pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptic dan desinfeksi secara tepat dan benar. Intervensi keperawatan: -

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan secara tepat.

-

Diptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar.

-

Jaga area kesterilan luka operasi.

71

-

Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka.

E.

Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis

Tumor Wilms (Nefroblastoma) 1.

Definisi Tumor Wilms (Nefroblastoma) Tumor Wilms, atau nefroblastoma, adalah suatu tumor ganas pada ginjal yang biasanya dijumpai pada anak kecil. Tumor Wilms adalah tumor ganas anak pertama yang mencapai angka kesembuhan bermakna, terutama melalui sesuatu pendekatan multispesialitik dan bentuk studi kooperatif. Angka kelangsungan hidup telah meningkat dari 15-30% dengan pembedahan saja, sampai 40% dengan penggunaan radioterapi, angka kesembuhan sekarang adalah 80-90% dengan strategi pengobatan yang menggabungkan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi kombinasi. Angka kesembuhan terapi kurang dari 50% untuk pasien dengan penyakit menyebar (diseminata) dan pada tipe histologis tertentu, sehingga terapi harus diperbaiki pada kelompok-kelompok ini.

2.

Etiologi Tumor Wilms (Nefroblastoma) Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik. Tumor Wilms berasal dari proliferensi patologik blastema metanefron akibat tidak adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron

untuk

berdiferensiasi

menghasilkan

baik.

tubuli

Perkembangan

dan

blastema

glomeruli

yang

renalis

untuk

membentuk struktur ginjal terjadi pada umur kehamilan 8-34 minggu. Sehingga diperkirakan bahwa kemampuan blastema primitif untuk merintis jalan ke arah pembentukan Tumor Wilms, apakah sebagai mutasi germinal atau somatik, itu terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu. Meskipun etiologi tumor Wilms yang pasti masih tidak jelas, suatu predisposisi

genetik pada banyak pasien dikesankan oleh

perkembangannya pada usia muda, hubungan dengan lesi parenkim ginjal lain dan abnormalitas kongenital, dan penyakit bilateral dan

72

familial yang kadang-kadang terjadi. Tumor Wilms dianggap sebagai suatu neoplasma embrional yang tampaknya berkembang bila jaringan bistemal metanefrik gagal mencapai maturitas. Tidak ada abnormalias kromosom konsisten yang berhubungan dengan tumor Wilms. Akan tetapi,abnomalitas kromosom 1 dan sel tumor 11 lazim, dan baik sindrom tsisomi 18 maupun aniridia 11pberhubungan dengan peningkatan insiden tumor Wilms. Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang juga menderita Tumor Wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat keturunan yang berbeda dengan kasus Tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus Tumor Wilms diturunkan secara autosomal dominan. 3.

Patofisiologi Tumor Wilms (Nefroblastoma) Tumor Wilms (Nefroblasma) merupakan tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional primitif di ginjal, makroskopis ginjal akan tampak membesar dan keras sedangkan gambaran histo-patologisnya menunjukan gabungan dari pembentukan abortif glomelurus dan gambaran otot polos, otot serat lintang, tulang rawan dan tulang. Biasanya unilateral dan hanya 3-10% ditemukan bilateral. Tumor bermetastase ke paru, hati ginjal, dan jarang sekali ke tulang. Komponen klasik dari tumor Wilms terdiri dari tiga komponen yang tampak pada difensiasi ginjal normal; blastema, tubulus, dan stoma. Terdapat gambaran yang heterogen dari proporsi komponen tersebut dan juga adanya diferensiasi yang aberan, seperti jaringan lemak, otot lurik, kartilago, dan tulang. Adanya komponen yang monofasik juga di temukan. Tumor ginjal lain yang ditemukan pada anak berupa mesoblastik nefroma, clear cell sarkoma, dan renal rhabdoaid tumor dapat membingungkan.

73

Gambaran anaflasma merupakan indikator penting dalam prognosis tumor Wilms. Gambaran anaplastik ditandai oleh pembesaran inti sel 2-3 kali lipat, hiperkromatisasi, dan gambaran mitosis yang abnormal. 4.

Klasifikasi Tumor Wilms (Nefroblastoma) Diagnosis segera dan penentuan stadium yang teliti penting untuk perawatan optimal pada anak dengan tumor Wilms. Meskipun anak dengan tumor Wilms sering kali asistomatis, anamnesis yang cermat dapat mengungkapkan riwayat keluhan abdomen yang tidak jelas, hematuria, atau trauma. Jika ditemukan riwayat iritabilitas, nyeri tulang, atau diare, kemungkinan neuroblstoma harus betul-betul dipertimbangkan. Pemeriksaan fisik awal biasanya akan menemukan suatu massa abdomen yang padat, licin, menempati daerah panggul dan jarang melewati garis tengahtubuh. Klasifikasi Stadium Klinis untuk Tumor Wilms Stadium Kriteria untuk Perluasan Penyakit L

Tumor terbatas pada ginjal dan padat diangkat secara komplit

Ll

Mikroskopis residual (penetrasi tumor melalui kapsul atau ke dalam jaringan lunak parirenal)

Lll

Tumor residual makroskopis terbatas pada abdomen (keterlibatan

kelenjar

getah

bening,kontaminasi

peritoneal difus karena rupturesaat pembedahan) Lv

Mestastasis

hematogen

(paru-paru,

hati

secara

taklangsung, tulang, otak) V 5.

Keterlibatan bilateral saat diagnosis

Manifestasi Klinis Tumor Wilms (Nefroblastoma) Tanda dan gejala yang berhubungan dengan tumor Wilms saat diagnosis cukup bervariasi. Adalah suatu massa abdomen atau massa panggul, yang sering kali ditemukan oleh ibu dari anak yang asimtomatis. Terdapat suatu massa yang teraba pada kira-kira 85% pasien. Nyeri abdomen terjadi pada 40% pasien dan cukup hebat pada 74

kira-kira 10% pasien sehingga memberi kesan suatu akut abdomen. Hipertensi dijumpai pada kira-kira 60% pasien dan hematuria pada 12-24% pasien. Sekitar seperempat pasien akan mengalami demam, baik yangberasal dari infeksi saluran kemih atau suatu penyakit yang tidak jelas yang membuat pasien mencari perhatian medias, sehingga menuntun kepada diagnosis massa abdomen. Gejala lain yang lebih jarang adalah penurunan berat badan, mual, atau muntah dan nyeri tulang. Tiga anomali utama yang dihubungkan dengan tumor Wilms adalah; (a) hemihipertropi, yang terjadi pada kira-kira 2% pasien, (b) aniridia pada 1%, dan (c) anomali genitorianisus pada 5% pasien. Pasien dengan sindrom pertumbuhan jaringan yang berlebihan, sindrom Beckwith-Wiedemann (yaitu, omfalokel, makroglosia, dan visceromegali), memiliki rasio keganasan sebesar 10%. Anomali genitoraniarius yang berhubungan dengan tumor Wilms adalah ginjal ektopik dan soliter, ginjal tapal kuda (horse shoe kidneys), duplikasi uretra, hipospadia, dan kriptokidisme. Keluhan utama bisanya hanya benjolan perut, jarang dilaporkan adanya nyeri perut dan hematuria, nyeri perut dapat timbul bila terjadi invasi tumor yang menembus ginkal sedangkan hematuria terjadi karena invasi tumor yang menembus sistem pelveokalises. Demam dapat terjadi sebagai reaksi anafilaksis tubuh terdapat protein tumor dan gejala lain yang bisa muncul adalah: a.

Malaise (merasa tidak enak badan)

b.

Nafsu makan berkurang

c.

Mual dan muntah

d.

Pertumbuhan berlebih pada salah satu sisi tubuh (hemihifertropi)

e.

Pada 15-20% kasus, terjadi hematuris (darah terdapat di dalam air kemih)

75

Tumor Wilms bisa menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Gambaran klinis lainnya berupa demam, penurunan berat badan, anemia, varikokel kiri (akibat obstruksi vena renalis kiri),dan hipertensi. Trombus tumor dapat meluas ke vena cava inferior dan jantung sehingga menimbulkan malfungsi jantung. Kadang-kadang, terjadi gejala akut abdomen akibat ruptur tumor setelah suatu trauma minor. 6.

Pemeriksaan Diagnostik Tumor Wilms (Nefroblastoma) Pemeriksaan laboratorium awal harus meliputi hitung darah lengkap, tesfungsi hati dan ginjal, tes skrining koagulasi, urinalisis, dan tes spot urin untuk katekolamin yang dapat membantu membedakan neuroblastoma dari Tumor Wilms. Ultrasonografi biasanya dapat membedakan apakah massa itu letaknya intrarenal atau ekstrarenal, membedakan massa padat dan kistik,

dan

memperlihatkan

keterlibatan

vena

kafa

inferior.

Ctabdomen dapat memberikan informasi tambahan. Rontgrn toraks dan CT perlu untuk skringing mestatasis paru. MRI dan anteriografi dapat memberikan informasi yang lebih banyak, tetapi dampak pada terapi dan kelangsungan hidup serta risiko biaya-keuntungan masih tidak dapat ditentukan. 7.

Penatalaksanaan Medis Tumor Wilms (Nefroblastoma) Terdapat tiga modalitas dasar untuk pengobatan tumor Wilms; a.

Pembedahan.

b.

Kemoterapi.

c.

Radioterapi. Peranan pembedahan yang pertama terletak pada diagnosis dan

penentuan stadium dengan pengangkatan tumor ysng terlihat. Pembedahan juga bermanfaat untuk pemeriksaan yang kedua setelah kemoterapi, atau radioterapi. hanya tiga obat kemoterapi yang secara jelas efektif terhadap tumor Wilms; vinkristin, daktimonisisn, dan adriamisin.

76

Keberhasilan penanganan tumor Wilms ditentukan dari hasil statifikasi, registrasi, dan studi NWTSG. 8.

Asuhan Keperawatan Tumor Wilms (Nefroblastoma) a.

Pengkajian 1)

Identitas: Menanyakan nama, jenis kelamin, alamat, nomor telepon yang bisa dihubungi

2)

Riwayat kesehatan sekarang Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar perut. Tidak nafsu makan, mual, muntah dan diare. Badan panas hanya suatu hari pertama sakit.

3)

Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien pernah mengeluh kelainan pada ginjal sebelumnya, atau gejala-gejala tumor Wilms.

4)

Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada riwayat keluarga mengidap kanker atau tumor sebelumnya

5)

Pemeriksaan fisik Melakukan

pemeriksaan

TTV

klien,

dan

mengobservasi head to toe dan yang harus diperhatikan adalah palpasi abdomen yang cermat dan pengukuran tekanan darah pada ke empat ekstremitas. Tumor dapat memproduksi renin atau menyebabkan kompresi vaskuler sehingga mengakibatkan hipertensi. Deskripsi yang rinci mengenai kelainan traktus urinarius dan adanya aniridia atau hemihipertropi juga perlu dicari. 6)

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu, hanya dapat ditemukan laju endap darah yang meninggi dan kadang-kadang ditemukan hematuria. Bila kedua

77

kelainan laboratorium ini ditemukan, maka prognasis diagnosa buruk. 7)

Pola nutrisi dan metabolic Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual, muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.

8)

Pola eliminasi Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri ada ganggguan seperti pada glomerulus menyebabkan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, hematuria.

9)

Pola aktivitas dan latihan Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan darahmutlak selama dua minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal selama satu minggu. Adanya edema paru maka pada insfeksi terlihat retraksi dada. Kelebihan beban sirkulasi

dapat

menyebabkan

pembesaran

jantung

(dispnea), dan pasen terlihat lemah, anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasma pembuluh darah. 10)

Pola tidur dan istirahat Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena uremia.

78

11)

Kognitif dan perseptual Peningkatan

ureum

darah

menyebabkan

kulit

bersisik dan gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila ensefalopati hipertensi. Hipertermi terjadi pada hari pertama sakit dan bila imun yang menurun. 12)

Persepsi diri Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula.

13)

Hubungan peran Anak tidak dibesuk oleh teman-temannya karena jauh dan lingkungan perawatan yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.

b.

Diagnosa keperawatan 1)

Nyeri b.d efek fisiologis dari neoplasia

2)

Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d peningkatan kebutuhan metabolisme, kehilangan protein dan penuruna intake

3)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan (Intravaskuler) b.d kehilangan protein dan cairan

4)

Kelebihan volume cairan (tubuh total) b.d akumulasi cairan dalam jaringan dalam ruang ketiga

5)

Intoleransi aktivitas b.d kelelahan

6)

Perubahan proses keluarga b.d mempunyai anak yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan

7) c.

Kecemasan b.d prosedur pembedahan nefroctomy

Rencana keperawatan dan evaluasi 1)

Diagnosa keperawatan: Nyeri b.d efek fisiologis dari neoplasia Tujuan: Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun

79

Intervensi keperawatan/Rasional: -

Kaji tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan selanjutnya

-

Lakukan teknik pengurangan nyeri nonfarmakologis, sebagai analgesik tambahan

-

Berikan

analgesik

sesuai

ketentuan,

untuk

mengurangi rasa sakit -

Berikan obat dengan jadwal preventif, untuk mencegah kambuhnya nyeri

-

Hindari aspirin atau senyawanya, karena aspirin meningkatkan kecendrungan pendarahan

Hasil yang diharapkan: skala nyeri berkurang, klien dapat beraktivitas 2)

Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan

b.d

peningkatan

kebutuhan

metabolisme

kehilangan protein dan penuruna intake. Tujuan: Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi Intervensi Keperawatan/Rasional: -

Catat intake dan output makanan secara akurat, untuk monitoring asupan nutrisi bagi tubuh.

-

Kaji adanya tanda-tanda adanya perubahan nutrisi (anoreksia, letargi, hipoproteinnemia ), gangguan nutrisi dapat terlihat secara perlahan.

-

Beri diet yang bergizi, diare sebagai reaksi memperburuk status nutrisi.

-

Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering, untuk mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk

-

Beri suplemen vitamin dan besi sesuai intruksi, dapat membantu dalam proses metabolisme.

Hasil yang diharapkan: Berat badan klien meningkat dan klien tampak segar.

80

3)

Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi kekurangan volume cairan (Intravaskuler) b.d kehilangan protein dan cairan Tujuan: kehilangan cairan intrapaskuler atau syok hipovolemik yang ditujukan pasien minimum atau tidak ada. Intervensi keperawatan/Rasional: -

Pantau tanda-tanda vital setiap empat jam

-

Laporkan

adanya

penyimpangan

dari

normal,

sebagai bukti fisik defisit cairan -

Meningkatkan tekanan osmotik koloid sehingga engobatan segera dilakukan

-

Berikan albumin bergaram rendah sesuai indikasi sehingga mempertahankan cairan dalam vaskuler

-

Hasil yang diharapkan: klien tidak mengalami kehausan dan tidak terjadi dehidrasi

4)

Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan (tubuh total) b.d akumulasi cairan dalam jaringan dalam ruang ketiga Tujuan: -

Pasien tidak menunjukan bukti-bukti akumulasi cairan

-

Pasien mendapat volume cairan yang tepat

Intervensi keperawatan/Rasional: -

Catat intake dan output secara akurat, evaluasi haruan keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan

-

Kaji perubahan edema dan pebesaran abdomen setiap hari sebagai dasar menentukan tindakan selanjutnya

81

-

Timbang BB tiap hari dalam skala yang sama, indikator akumulasi cairan dijaringan dan di ruang ke tiga

-

Uji urine untuk berat jenis, albumin, BJ urine dan albuminuria menjadi indikator regimenterapi

-

Atur masukan cairan dengan cermat sehingga anak tidak

mendapatkan

lebih

dari

jumlah

yang

ditentukan -

Berikan diuretik sesuai order dari tim medis, pengurangan cairan ekstravaskuler sangat diperlukan dalam mengurangi edema

Hasil yang diharapkan : pasien tidak mengalami edema 5)

Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d kelelahan Tujuan : Pasien mendapat istirahat yang adekuat Intervensi keperawatan/Rasional: -

Pertahankan tirah baring bila terjadi edema berat untuk mengurangi pengeluaran energi

-

Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi untuk mengurangi kelelahan pada pasien

-

Intruksi pada anak untuk istirahat bila ia merasa lelah, untuk menghemat energi

Hasil yang di harapkan : klien tidak merasa kelelahan dan tampak segar 6)

Diagnosa keperawatan : Perubahan proses keluarga b.d mempunyai

anak

yang

menderita

penyakit

yang

mengancam kehidupan Tujuan: Pasien (keluarga) menunjukan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi Intervensi keperawatan/Rasional: -

Jelaskan alasan setiap tes dan prosedur, untuk memberikan pengertian pada keluarga

82

-

Jelaskan

prosedur

operatif

dengan

jujur,

memberikan pengetahuan pada keluarga -

Jelaskan tentang proses penyakit, memberikan pengetahuan pada keluarga

-

Bantu keluarga untuk merencanakan masa depan khususnya

dalam

membantu

anak

menjalani

kehidupan yang normal, meringankan beban pada keluarganya Hasil yang diaharpkan : keluarga mengerti dan memahami kondisi anaknya serta mengetahui bagaimana merawat anak tersebut 7)

Diagnosa

keperawatan:

Kecemasan

b.d

prosedur

pembedahan nefroctomy Tujuan: -

Berkurangnya kecemasan

-

Klien dan keluarga dapat memahami penyakitnya

Intervensi keperawatan : -

Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan, memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis serta kesalahan konsep diagnosis

-

Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untu kmendiskusikan perasaan ataumenolak untuk berbicara, membantu pasien untuk merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi

-

Bantu pasien arau orang terdekat dalam mengenali dan mengklarifikasi rasa takut ,untuk memulai mengembangkan strategi koping untuk menghadapi rasa takut ini, keterampilan koping sering rusak setelah didiagnosis dan selama pase pengobatan yang berbeda dukungan dan konseling sering perlu

83

untuk

meningkatkan

individu

mengenal

dan

menghadapi rasa takut untuk meyakini bahwa strategi kontrol/koping tersedia -

Dorong dan kembangkan interaksi pasien dengan sistem pendukung mengurangi perasaan isolasi. Bila sistem pendukung keluarga tidak tersedia, sumber luar mungkin di perlukan dengan segera misalnya kelompok pendukung kangker lokal

Hasil yang diharapkan : pasien dan keluarga tidak mengalami kecemasan karena sudah memahami kodisinya dengan jelas.

84

BAB III PENUTUP A.

Kesimpulan Keganasan adalah pertumbuhan sel baru yang bersifat ganas dan abnormal pada beberapa sistem dan organ yang sangat berpengaruh pada tumbuh dan kembang anak. Kanker terjadi ketika sel-sel dalam tubuh membelah tanpa kontrol atau perintah. Biasanya, sel-sel membelah dengan cara diatur. Jika sel-sel terus membelah tak terkendali ketika sel-sel baru tidak dibutuhkan, massa bentuk jaringan, disebut suatu pertumbuhan atau tumor.

B.

Saran Sebaiknya anak yang mengalami kegansan segera diatasi dengan terapi dan tetap menjalankan aktivitas sesuai kemampuannya.

85

Related Documents


More Documents from "alfon balox"

Daftar Isi New.docx
December 2019 3
Bab I Ii Iii Fix.docx
December 2019 20