BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Selai merupakan salah satu produk pangan yang sudah lama dikenal oleh
masyarakat. Proses pembuatan selai yang sederhana, membuat produk ini diproduksi oleh berbagai skala industri mulai dari industri besar hingga industri rumah tangga. Selai biasa digunakan sebagai olesan roti pada saat sarapan. Namun, kebutuhan akan selai kini tidak hanya didominasi oleh rumah tangga saja. Kebutuhan skala industri juga semakin besar seperti industri roti, es krim, yogurt, pancake dan waffle. Permintaan akan selai terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), permintaan akan selai berturutturut dari tahun 2012 sampai 2014 yaitu 1470,74 ton, 1595,61 ton dan 1728,72 ton per tahun. Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran buah yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa atau glukosa, dengan atau tanpa penambahan air dan memiliki tekstur yang lunak dan plastis (Suryani, et al., 2004). Kebiasaan mengolesi roti dengan selai terus berkembang dan memasyarakat, sehingga tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan atas saja tetapi telah meluas ke kalangan menengah ke bawah. Selai termasuk salah satu makanan yang trend dan favorit bagi anak-anak hingga orang tua. Selai cukup mengenyangkan karena mengandung karbohidrat sebagai sumber energi dari manisnya gula (Sufi, 2009). Selai mudah dijumpai dimana saja, mulai dari pasar modern hingga pasar tradisional. Selai sebagai bahan pelengkap makanan biasa digunakan di restoran, kios hingga pedagang roti keliling. Selai biasanya terbuat dari santan kelapa, kacang-kacangan, coklat dan buah-buahan. Jenis buah-buahan yang biasa dipakai dalam pembuatan selai adalah nenas, stroberi dan blueberry. Salah satu cara untuk meningkatkan tingkat kesukaan masyarakat terhadap selai buah, agar selai rasanya beraneka ragam dan juga bermafaat pada saat dikonsumsi sehingga selai buah banyak disukai oleh masyarakat, maka dari itu dilakukanlah pembuatan selai dengan memanfaatkan buah sirsak sebagai bahan dasar dalam pembuatan selai.
1
Daging buah sirsak sangat cocok sebagai bahan dasar dalam pembuatan selai, karena pada buah sirsak memiliki kandungan vitamin, mineral, dan serat pangan. Dalam daging sirsak juga mengandung sekitar 20 mg Vitamin C. Vitamin C dapat membantu menjaga daya tahan tubuh, menghindari diri dari radikal bebas, dan menghindari penuaan dini. Selain itu, buah sirsak banyak mengandung zat mineral penting seperti fosfor sekitar 27 mg dan kalsium 14 mg per 100 g pada buahnya. Kedua kandungan ini adalah nutrisi yang penting untuk kesehatan tulang (Maria, 2013). Selama ini buah sirsak tidak begitu banyak diminati karena rasa khas yang asam membuat banyak orang tidak menyukainya padahal di sisi kandungan gizinya tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan rasa suka dan nilai ekonomis terhadap buah sirsak, maka buah sirsak dapat diolah menjadi selai, dalam pembuatan selai bahan yang dapat ditambahkan adalah sukrosa, sukrosa memiliki fungsi sebagai pemberi rasa manis dan pembentuk tekstur pada selai, sifat manis yang dimiliki oleh sukrosa dapat mengimbangi rasa asam dalam buah sirsak tetapi belum dapat diketahui konsentrasi terbaik sukrosa dalam pembuatan selai buah sirsak. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variasi terbaik penambahan sukrosa dalam pebuatan selai sirsak, sehingga dapat menghasilkan produk selai buah yang sangat disukai oleh masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah Komposisi terbaik buah sirsak dan sukrosa pada proses pembuatan selai
buah sirsak.
1.3
Tujuan Penelitian Untuk memperoleh komposisi terbaik buah sirsak dan sukrosa
pada
proses pembuatan selai buah sirsak.
1.4
Manfaat Penelitian Mendapatkan komposisi terbaik buah sirsak dan sukrosa pada proses
pembuatan selai buah sirsak.
2
BAB II TINJAUN PUSTAKA
2.1
Selai Selai adalah makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari
pengolahan buah-buahan, gula atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan (SNI, 2008). Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari 45 bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Bubur buah adalah daging buah yang telah dihaluskan (Fachruddin, 2003). Selai diperoleh dengan jalan memanaskan campuran antara bubur buah dengan gula. Penambahan gula dengan kadar yang tinggi dapat menyebabkan tekanan osmotik pada jasad renik yang akan menyerap dan mengikat air sehingga mikroba tidak bebas menggunakan air untuk umbuh pada rosuk. Kemudian bubur buah dengan gula dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%. Pemanasan atau pemasakan yang terlalu lama menyebabkan hasil selai menjadi keras dan sebaliknya jika terlalu singkat akan menghasilkan selai yang encer (Astawan dkk, 2004). Selai dapat dibuat dari berbagai macam buah diantaranya nanas, strawberi, jambu biji, ceremai, pepaya, pisang, sirsak, mangga, labu merah dan apel. Buah dapat dipilih sesuai dengan ketersediaan yang ada dilingkungan sekitar atau berdasarkan rasa buah yang disukai oleh konsumen pada umumnya (Margono, 2000).
3
Adapun syarat mutu selai buah menurut SNI_01-3746-2008 dapat dilihat pada Tabel 1. Kriteria Uji Keadaan (Rasa, Warna, Bau dan Tekstur) Kadar air maksimum Kadar gula minimum Kadar pektin maksimum Total asam maksimum Padatan tak terlarut Padatan terlarut Serat buah Kadar bahan pengawet Asam asetat Timbal (Pb),
Satuan % % % % % %b/b mg/kg Mg/kg
Tembaga Mg/kg Seng (Zn) & Timah (Sn) Mg/kg Cemaran Arsen (As) Mg/kg Angka lempeng total Koloni/g Bakteri bentuk coli APM Kapang dan khamir Koloni/g Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)
2.2
Persyaratan Normal 35 55 0,7 0,45 0,5 Min 65 Positif 50 Negative Maks. 1,5 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 1,0 Maks 5.102 <3 Mkas. 50
Sirsak (Annona Muricata L.) Sirsak (Annona muricata L.) merupakan tanaman yang berasal dari negara
Amerika Selatan. Di Indonesia tanaman sirsak dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (ketinggian 1000 m dpl). Sirsak mempunyai hubungan kerabat dengan jenis buah lainnya seperti srikaya, mulwa (buah nona) dan sebagainya (Nuswamarhaeni, dkk., 1999). Di dataran yang beriklim kering, tanaman sirsak masih mampu tumbuh dan berbuah asalkan air tanahnya dangkal, kurang dari 150 cm. Curah hujan yang sesuai adalah antara 1.500-2.000 mm/tahun dengan musim kemarau 4-6 bulan. Tanah yang baik bagi tanaman sirsak yaitu yang mempunyai pH antara 5,5-7 (Sunarjono, 2005). Tinggi tanaman sirsak antara 3 sampai 8 meter. Buah sirsak memiliki biji yang banyak. Bijinya berwarna hitam licin dan mengkilap. Buah sirsak yang masih muda memiliki duri yang rapat dan runcing. Buah sirsak yang telah tua berwarna hijau keputih-putihan dengan sekat duri jarang dan tumpul. Bila telah cukup tua, buah sirsak dapat dipetik. Buah sirsak akan
4
cepat matang apabila diperam pada tempat yang lembab. Buah sirsak yang masak dipohon,
rasanya
lebih manis daripada buah sirsak yang diperam
(Sunarjono, 2005). Bentuk buah sirsak tidak beraturan, tetapi pada umumnya berbentuk jorong yang mengecil pada bagian ujungnya. Kulit buah sirsak mempunyai duriduri pendek dan lunak. Daging buahnya lembek, berwarna putih berserat, berbiji hitam pipih dan banyak. Rasa buah sirsak asam manis dan segar serta aromanya harum (Nuswamarhaeni, dkk., 1999). Buah sirsak yang telah matang enak untuk dimakan, rasanya manis sampai manis kemasaman, buah sirsak dapat dibuat dodol atau bubur kental (puree) yang tahan lama disimpan. Selain itu, buah sirsak juga dapat dijadikan minuman olahan yaitu sirup (Sunarjono, 2005). Buah sirsak dapat dipanen setelah tua penuh, yaitu setelah durinya tampak jarang dan beraroma, serta warnanya kekuning-kuningan. Buah sirsak dipanen dengan memotong tangkainya. Hasil buah sirsak rata-rata 10 buah/pohon/tahun dengan bobot berkisar 5-30 kg. Di Hawai, produksi buah sirsak dapat mencapai 7-18 ton/ha/tahun. Sirsak ditanam pada jarak 4-5 m. Biasanya setelah tanaman berumur 8 tahun lebih, produksi buah sirsak akan menurun (Sunarjono, 2005). Daging buah sirsak yang matang dapat dimakan segar atau dibuat jus. Saat ini, sebagian besar sirsak dikonsumsi dalam bentuk minuman olahan. Produk olahan sirsak lainnya berupa jelly, permen atau dodol. Daging buah yang terdapat dalam satu sirsak matang berkisar 67,5%, kulit buahnya sekitar 20%, bijinya sekitar 8,5%, dan tangkai buahnya sekitar 4% (Ashari, 2006). Mutu buah sirsak terutama ditentukan oleh derajat ketuaan dan kematangan serta kemulusannya. Buah sirsak dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat perkembangan maksimum, yang menjamin dapat tercapainya proses pematangan yang sempurna. Ketuaan dapat ditandai dari bentuk buah, warna kulit, ukuran buah (panjang, lebar dan berat) serta kerapatan duri-durinya (Sjaifullah, 1996). Sirsak memiliki kandungan zat gizi yang banyak salah satunya karbohidrat. Sumber karbohidrat pada buah sirsak berasal dari gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) dengan kadar 81,9-93,6% dari kandungan gula total.
5
Buah sirsak mengandung sangat sedikit lemak (0,3 g/100 g), sehingga sangat baik untuk kesehatan. Selain komponen gizi, buah sirsak juga sangat kaya akan komponen non gizi. Salah satu diantaranya adalah mengandung banyak serat pangan (dietary fiber), yaitu mencapai 3,3 g/ 100 g daging buah (Salman, 2011). Sirsak diperkaya dengan vitamin, mineral, dan serat pangan. Mengonsumsi 100 g daging sirsak dapat mencukupi kebutuhan serat harian sebesar 13%. 100 g daging sirsak mengandung vitamin C sekitar 20 mg/100 g bahan. Vitamin C dapat membantu menjaga daya tahan tubuh, menghindari diri dari radikal bebas, dan menghindari penuaan dini. Selain itu, buah sirsak banyak mengandung zat mineral penting seperti fosfor dan kalsium masing-masing dengan kandungan 27 mg dan 14 mg/100 g pada buahnya. Kedua kandungan ini adalah nutrisi yang penting untuk kesehatan tulang (Maria, 2013). Kandungan atau komposisi gizi pada buah sirsak secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Komposisi kimia buah sirsak per 100 g bahan Komposisi Kimia Jumlah Air (g) 81,2 Kalori (kj) 66,0 Protein (g) 1,0 Lemak (g) 0,3 Abu (g) 0,7 Karbohidrat (g) 16,8 Serat Pangan (g) 3,3 Gula (g) 13,5 Kalsium (mg) 14,0 Magnesium (mg) 21,0 Fosfor (mg) 27,0 Sodium (mg) 14,0 Besi (mg) 0,6 Vitamin C (mg) 20,6 Sumber. Nutritiondata, 2014
2.3
Gula (Sukrosa) Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh berasal dari
6
tebu atau bit yang mengalami proses pemurnian sampai kadar sakarosa 99,3% (Buckle at. al, 2009). Gula dalam pembuatan manisan tomat selain sebagai pemanis juga berfungsi sebagai pengawet. Jika konsistensi gula dalam bahan cukup tinggi maka gula berperan sebagai pengawet, karena dapat menurunkan Aw (Water activity) dari bahan makanan sampai suatu keadaan dimana pertumbuhan mikroorganisme tidak memungkinkan lagi, prinsip bekerjanya gula sebagai pengawet ialah gula dengan konsentrasi 65% bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, khamir dan kapang. Hal ini terjadi sebagai akibat efek dehidrasi yang ditimbulkan karena terjadi tekanan osmosa yang tinggi dari gula, yang bisa menyebabkan terjadinya kerusakan bagi jasat renik terutama jenis osmofilik yaitu jasat renik yang hidup pada lingkungan yang mempunyai kandungan air rendah (Buckle at. al, 2009). Menurut Buckle et al., (2009), beberapa jenis gula yang ada mempunyai ukuran partikel maupun kemurnian yang beraneka ragam, jadi gula biasa yang mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi terdapat dalam ukuran kristal normal, untuk gula ukuran menengah (gula kastor atau gula halus yang lembut) biasanya mengandung seperti pati, yang ditambahkan untuk mencegah terjadinya pengerasan. Gula banyak digunakan dalam pengawetan produk makanan. Sukrosa, glukosa, dan madu semuanya dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan bahan pangan. Daya larut yang tinggi dari gula merupakan salah satu sifat gula yang dipakai dalam pengawetan bahan pangan.
7
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Januari – Juli 2019 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Gorontalo.
3.2
Alat dan Bahan 3.2.1
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pisau (alat
untuk pemotong/pengiris), loyang, talenan, kompor gas, blender, kuali, wajan, pengaduk, timbangan analitik, gelas ukur, serta alat untuk analisis seperti oven, cawan porselin, desikator, centrifuge, pipet morth, Erlenmeyer. 3.2.2
Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian yaitu: buah sirsak
(masak), sukrosa (gula pasir) dan air.
3.3
Prosedur Kerja Pembuatan Selai Buah Sirsak (Sidauruk, 2011) 1.
Tambahkan air kedalam daging buah sirsak dengan perbandingan 1:1, kemudian dihaluskan menggunakan blender.
2.
Buatlah karamelisasi sukrosa terlebih dahulu
3.
Campurkan daging buah sirsak kedalam karamelisasi sukrosa sesuai dengan perlakuan sebagai berikut : a) Perlakuan S1 = 25% : 75% b) Perlakuan S2 = 50% : 50% c) Perlakuan S3 = 75% : 25%
4.
Masak daging buah sirsak dan sukrosa selama selama 30
menit
dengan api sedang. 5.
Kemudian dinginkan selai yang sudah masak
6.
Kemas selai dalam wadah plastik
7.
Selai sirsak siap disajikan
8
Daging buah sirsak
Dihaluskan
Proses karamelisasi sukrosa
Ditambahka daging buah sirsak sesuai perlakuan Sirsak : sukrosa S1 = 25% : 75%, S2 = 50% : 50%, S3 = 75% : 25%
Dicampurkan
dimasak selama 30 menit
Didinginkan
Dikemas
Selai Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Selai Sirsak.
3.4
Parameter Yang Diuji
3.4.1
Analisis Organoleptik ( SNI 2006 ) Pengujian
organoleptik
adalah
pengujian
yang
didasarkan
pada
penginderaan. Penginderaan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indera yang berasal dari benda tersebut.
9
Penginderaan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indera mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa ikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengkuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode hedonik pada 30 orang panelis. Parameter yang diuji meliputi : 1.
Tekstur
2.
Warna
3.
Rasa
4.
Bau Kepada panelis disajikan sampel satu persatu, kemudian panelis diminta
menilai sampel tersebut berdasarkan tingkat kesukaan terhadap tekstur, warna, rasa dan bau sampel. Dengan memberikan standar nilai yang telah tersedia. Skala nilai :
Sangat suka
=7
Suka
=6
Agak suka
=5
Netral/biasa
=4
Agak tidak suka
=3
Tidak suka
=2
Sangat tidak suka
=1
3.4.2
Analisa Kadar pH (Winarno, F. G . 2004)
Analisa penentuan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter, dengan urutan kerja sebagai berikut: - Timbang sampel yang telah dirajang kecilkecil sebanyak 10 g di homogenkan menggunakan mortar dengan 20 mL aquades selama 1 menit. - Tuangkan kedalam beker glass 10 ml, kemudian diukur pH-nya
10
dengan menggunakan pH meter. Sebelum pH meter digunakan, harus ditera kepekaan jarum penunjuk dengan larutan buffer pH 7. - Besarnya pH adalah pembacaan jarum penunjuk pH setelah jarum skala konstan kedudukannya. 3.4.3
Analisa Kadar Vitamin C (Sudarmadji et al., l997) Analisa kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode titrasi
iodin pada saus tomat yang telah melalui proses pemasakan. Prosedur kerja penentuan kadar vitamin C sebagai berikut : 1.
Mengambil 20 g bahan yang sudah ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
2.
Menambahkan akuades sampai 100 mL dan dipisahkan filtratnya dengan kertas saring.
3.
Diambil 5 mL filtrat tersebut dengan pipet lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan amilum 1%.
4.
Dititrasi dengan 0,01 N standar iodin sampai larutan berwarna biru.
Perhitungan :
Vit. C = mL iod x 0,88 x fp x100 Berat bahan fp = faktor pengenceran
3.4.4
Kadar air (Andarwulan dkk, 2011) Sebanyak 5 g sampel ditimbang dengan cepat dalam cawan kering,
kemudian dihomogenkan, dikeringkan dalam oven suhu 100-105 oC selama 6 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Cawan dimasukan kembali dalam oven sampai memperoleh berat konstan. Kadar air dalam bahan dihitung dengan rumus berikut:
% kadar air =
berat awal−berat akhir berat awal
11
3.4.5
Kadar Viskositas (Moechtar, 2007) Prosedur pengukuran kekentalan adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang 300 mL sampel uji dalam gelas beaker 500 mL 2. Spindel dipasang pada viskosimeter dan diatur kecepatan 3. Spindel diturunkan hingga terendam dalam pasta sampai pada garis batas spindel. Kepala spindel harus berada pada posisi tengah dari pasta. 4. Dibaca viskositas larutan sampel pada alat kemudian dilakukan perhitungan sesuai faktor konversi. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada tiap sampel.
3.5
Analisis Data Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan sehingga terdapat 9 kombinasi perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam, jika perlakuan berpengaruh maka dilanjutkan dengan uji beda jarak nyata Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Model matematis analisis sidik ragam sebagai berikut: Үij = µ + τi + Ɛij Keterangan: Үij
: Nilai pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke-j µ : Rata-rata umum
τί
: Taraf penggunaan sukrosa dalam selai sirsak ke-i
Ɛij
: Galat taraf penggunaan sukrosa dalam selai sirsak ke-i
dan ulangan keData uji organoleptik, pH,vitamin C, kadar air, kadar abu dan viskositas dianalisis dengan mengunakan analisis sidik ragam (asira). Jika perlakuan berpengaruh nyata F tabel < Fhitung akan diuji lanjut beda nyata terkecil (BNT)
12
Tabel 3. Analisa ragam percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F hitung
Perlakuan
t–1
JKP
KTP
Galat Total
t (r-1) tr – 1
JKG JKT
KTG
KTP/ KTG
F tabel 5% 1%
Dimana : T
= perlakuan
R
= ulangan
JKP
= jumlah kuadrat perlakuan
JKG
= jumlah kuadrat galat
JKT
= jumlah kuadrat Total
KTP
= kuadrat tengah perlakuan
KTG = kuadrat tengah galat Data digunakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Gaspersz, 1991).
13
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., F.Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta. Astawan, M. dan Andreas, L.K. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka. Ashari, S. 2006. Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta. Badan Pusat Statistika. 2015. Nilai Produksi Industri Menurut Jumlah Produksi di Indonesia Tahun 2014. Jakarta : Badan Pusat Statistika [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori (SNI 01-2346-2006). Badan Standarisasi Nasional- BSN. SNI 3746: 2008. Selai Buah. Jakarta. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H. dan Wootton, M. 2009. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UIPress. Jakarta. Fachruddin, L. 2003. TTG. Membuat Aneka Sari Buah. Kanisius, Yogyakarta. Gaspersz, V. 1991. Metode perancangan percobaan . Bandung : Armico Margono. 2000. Metode penelitian pendidikan Jakarta : Rineka Cipta. Maria. 2013. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Buah Sirsak Untuk Kesehatan http://www.makeitaffordable.com (20 Oktober 2018). Mattjik, A.A., dan Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan. Jilid 1 Edisi ke2. IPB Press : Bogor. Hal 64. Moechtar, 2007. Viskometer, Jakarta. Nuswamarhaeni, S., Diah Prihatini, Endang Puspita., 1999. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta. Nutritiondata. 2014. Nutrition Fact Raw Soursop. http://nutritiondata.self.com. (12 Oktober 2018). Salman. 2011. Kandungan Gizi Buah Sirsak. http://www.kucoba.com (20 Oktober 2018). Suryani, A., E. Hambali dan M. Rivai. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya. Jakarta.
14
Sufi, S.Y. 2009. Sukses Membuat Aneka Olahan Nanas. Jakarta : Kriya Pustaka. Sunarjono, H. 2005. Sirsak dan Srikaya Budidaya untuk Menghasilkan Buah Prima. Penebar Swadaya. Jakarta. Sjaifullah. 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta: Penebar Swadaya. Sidauruk, M. 2011. Studi pembuatan selai campuran dami nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbí L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, UNAND. Padang. Sudarmadji, et al, 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Winarno, F. G . 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
15