Bab I - Gerak N Otot.docx

  • Uploaded by: Achi Pezhegk
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I - Gerak N Otot.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,176
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hampir semua jenis makhluk hidup memiliki kemampuan untuk melakukan pergerakan. Fenomena pergerakan ini dapat berupa transport aktif melalui membran, translokasi polimerase DNA sepanjang rantai DNA, dan lain-lain termasuk kontraksi otot. Hewan berbeda dengan tumbuhan karena kemampuannya untuk bergerak dengan cepat dan gerak cepat pada hewan sering dihubungkan dengan otot. Pada makalah ini, fokus perhatian kita adalah otot. Dalam makalah ini akan dideskripsikan otot sebagai alat gerak, sifat dan struktur otot.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gerak ameboid? 2. Bagaimana gerak silia dan flagella? 3. Bagaimana otot dan gerak otot?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang gerak ameboid. 2. Untuk mengetahui tentang gerak silia dan flagella. 3. Untuk mengetahui tentang otot dan gerak otot.

1

BAB II PEMBAHASAN

Gerak merupakan salah satu ciri makhluk hidup. Hewan berbeda dengan tumbuhan karena kemampuannya untuk bergerak dengan cepat, dan gerak cepat pada hewan sering dihubungkan dengan adanya otot. Tumbuhan dapat memperlihatkan gerak, tetapi gerak ini biasanya merupakan akibat dari perubahan tekanan turgor atau pertumbuhan. Ada tiga mekanisme dasar yang dapat menimbulkan gerak pada hewan, yaitu: gerak ameboid, gerak silia dan flagela, serta kontraksi otot. A. Gerak Ameboid Gerak ameboid adalah suatu bentuk gerak yang merupakan ciri khas gerak ameba, oleh karena itu semua sel bukan ameba yang melakukan gerak seperti ameba disebut sel ameboid, misalnya leukosit, mesenkhim embrional, dan sel-sel kembara lain yang terdapat pada hewan berderajat tinggi. Gerak ameboid pada saat berkontraksi diyakini sama dengan perubahan kimia dan fisika seperti yang terjadi pada gerak ameba. Ameba tidak memiliki bagian kepala dan ekor yang nyata, semua permukaan tubuhnya dapat membentuk tonjolan yang disebut pseudopodium (kaki semu). Selama gerak ameboid, beberapa pseudopodia dapat terbentuk di beberapa bagian sel, namun biasanya hanya satu yang dominan, dan sel bergerak kearah pseudopodium yang dominan. Dari berbagai penjelasan mengenai gerak ameboid, salah satu yang nampaknya paling diterima pada saat ini adalah yang berdasar pada perubahan kekentalan sitoplasma. Sitoplasma ameba dibedakan menjadi bagian tepi ektoplasma berwarna jernih tidak bergranula, dan bagian tengah endoplasma yang bergranula. Pada bagian yang bergranula masih dibedakan lagi antara bagian luar seperti jelly (disebut plasmagel); dan bagian dalam yang lebih cair (disebut plasmasol). Pada ameba yang sedang bergerak, plasmasol yang ada di tengahtengah sel mengalir ke arah gerakan; begitu plasmasol mencapai ujung pseudopodium, sebagian dari plasmasol berbelok ke sisi kanan dan kiri, dan

2

sebagian lagi ke arah depan. Pada titik ini aliran plasmasol nampak seperti aliran “air mancur”. Plasmasol yang berbelok ke kanan dan kiri kemudian berubah menjadi plasmagel, sehingga sebagian besar plasmasol terus mengalir ke arah ujung pseudopodium membentuk tudung hialin. Aliran plasmasol ini akan terus berlangsung, sebab dibagian “posterior” sel terus terjadi perubahan plasmagel menjadi plasmasol (bagian ini disebut zona pengumpulan). Pembentukan pseudopodium akan berhenti apabila pada ujung depan pseudopodium terbentuk plasmagel. Mengenai

bagaimana

plasmasol

bergerak

ke

depan,

disini

dikemukakan tiga teori. Pertama, teori yang dikemukakan oleh R.D. Allen, mengatakan bahwa aliran plasmasol kedepan ditarik oleh kontraksi plasmagel kulit diujung anterior, terutama pada zona air mancur. Di zona gunting, partikel bergerak dengan kecepatan tinggi. Kedua, teori dikemukakan oleh R,J. Goldacre, bahwa kontraksi plasmagel didaerah posterior (di zona pengumpulan) akan mendorong endoplasma ditengah-tengah sel (endoplasma aksial) ke depan. Ketiga, adalah model pergeseran molekul atau gunting endoplasma gel. Jembatan-jembatan kimia pada sisi dalam dari endoplasma gel menggeser molekul-molekul endoplasma individual ke depan. Aliran molekul-molekul ini membawa endoplasma aksial ke arah anterior.

Gambar 2.1 Gerak Ameboid

B. Gerak Silia dan Flagela Silia merupakan organel seluler yang sering diklasifikasikan mejadi dua tipe: (1) flagel, merupakan organel yang relatif panjang, biasanya terdapat tunggal atau beberapa saja pada sel, dan (2) silia sebenarnya, adalah organel yang relatif kecil, terdapat dalam jumlah besar pada permukaan sel, misalnya Paramecium caudatum, memiliki silia sekitar 2.500 pada permukaan selnya.

3

Silia adalah khas pada Siliata, namun dijumpai pula pada permukaan tubuh Coelenterata, Turbelaria, dan Nematoda. Pada semua filum hewan, kecuali Nematoda dan Arthropoda, silia biasanya dijumpai pada tempat tertentu pada dalam tubuh hewan. Flagel adalah khas pada Flagelata, namun flagel dijumpai pula pada sel-sel koanosit bunga karang (sponges), solenosit, dan sel nyata pada nefridi beberapa invertebrata, gastrodermis Coelenterata, dan sel-sel sperma beberapa kelompo hewan. Aktivitas silia terbatas pada medium cair, jadi hanya terdapat pada permukaan tubuh yang tenggelam atau dikelilingi oleh cairan. Gerak silia menghasilkan salah satu atau kedua macam akibat, tergantung dari inersia permukaan yang bersilia itu. Bila inersianya kecil, yang terjadi adalah gerak permukaan yang bersilia itu dalam mediumnya (berpindah tempat). Sebaliknya, bila inersianya besar, atau jika permukaan yang bersilia itu tidak dapat bergerak bebas, maka medium cair eksternal yang bergerak melewati permukaan bersilia tersebut. Karena itu permukaan bersilia paling efektif untuk digunakan berpindah tempat dengan cepat hanya pada hewan yang amat kecil seperti Protozoa, Porifera, dan larva yang bersilia.

Gambar 2.2 Potongan melintang suatu silium dengan bagain-bagiannya

Diameter silia dan flagel biasanya 0,2 sampai 0,5 µm. panjang silia umumnya 10-20 µm, sedangkan flagel dari 20 µm sampai beberapa mm. Struktur silia dan flagel pada dasarnya sama. Masing-masing mengandung 9 pasang mikrotubul periferal dan 2 mikrotubul tunggal sentral. Susunan seperti ini praktis berlaku pada semua silia dan flagel pda dunia hewan. Semua (9 pasangdan 2) mikrotubuli itu disebut aksonema; aksonema dibungkus oleh

4

suatu membran yang bersambungan dengan membrane sel hewannya. Pada kira-kira titik masuknya aksonema kedalam sel, kedua mikrotubul sentral berakhir pada semacam lempeng kecil yang terdapat didalam lingkaran 9 pasang lainnya. Juga didekat tempat itu kepada masing-masing pasangan dari kesembilan mikrotubul ditambah suatu serabut, sehingga dari dasar silia masuk kearah dalam terdapat serabut triplet yang tersusun melingkar. Tabung pendek yang terdiri atas 9 triplet itu disebut kinetosom, dan mempunyai struktur yang sama dengan sentriol. Gerak dasar silia terdiri atas: (1) gerak pendulum, (2) gerak fleksural, (3) gerak undulasi, dan (4) gerak corong. Gerak yang paling sederhana adalah gerak pendulum; disini silia bergerak seperti bandul kearah depan dan kebelakang yang dapat melengkung hanya bagian pangkalnya saja. Gerak pendulum ini dapat dilihat misalnya gerak silia pada hulu kerongkongan (faring) katak. Pada gerak fleksural, silia mulai melengkung diujungnya, yang dilanjutkan atau dirambatkan kearah bawah, kebagian basalnya; pelurusan kembali dimulai dari dasar kearah ujung silia. Pelengkungan seperti ini terlihat misalnya pada silia laterofrontal pada Lamelibranchiata. Gerak undulasi atau gerak bergelombang, secara khusus terdapat pada flagel . gelombag merambat dari dasar menuju keujung flagel, dan agaknya tidak pernah terjadi sebaliknya.

Gambar 2.3 Gerak dasar Silia dan Fabel

5

Gerak silia yang merupakan gabungan antara gerak pendulum dengan gerak fleksural tergolong lazim. Pada silia frontal insang Mytilus (sebangsa kerang laut), kayuhan efektifnya merupakan gerak pendulum yang cepat dan kaku dengan sedikit saja melengkung. Kayuhan balik dimulai dengan pelengkungan didekat dasar silia dan dirambatkan kearah ujungnya. Dengan demikian terlihat bahwa kayuhan balik berkaitan dengan silia yang permulaannya agak lemas, dan berangsur-angsur menjadi kaku dari dasar menuju keujung silia. Gerak bentuk corong dapat dianggap sebagai perpaduan antara gerak pendulum dengan gerak fleksural; gerak itu tidak berlangsung hanya pada satu bidang datar tetapi pada banyak bidang datar. C. Otot dan Gerak Otot 1. Otot Invertebrata Invertebrata telah memiliki otot lurik maupun otot polos dengan banyak variasi. Otot lurik telah dijumpai pada Cnidaria primitif sampai Arthropoda. Bivalvia atau kerang (tergolong Moluska) memiliki dua macam tipe otot. Pertama otot lurik yang dapat berkontraksi dengan cepat, yang memungkinkan kerang dapat mengatupkan cangkangnya dengan cepat bila ada gangguan. Kedua adalah otot polos yang mampu melakukan kontraksi dengan lambat dan berlangsung lama. Dengan memanfaatkan otot ini, kerang dapat menutup cangkangnya erat-erat sampai beberapa jam, bahkan beberapa hari. Otot ini bukan merupakan otot biasa. Kini diketahui bahwa otot retraktor (otot penutup cangkang) memanfaatkan hanya sedikit energi metabolik dan membutuhkan sedikit impuls untuk melaksanakan aktivitasnya. Otot terbang pada serangga secara fungsional berlawanan dengan otot pada bivalvia. Sayap pada beberapa jenis lalat kecil dapat bergerak dengan frekuensi lebih dari 1000 kali tiap detik. Otot demikian disebut sebagai otot fibrilar. Otot-otot untuk keperluan terbang itu (otot tak langsung) tidak melekat langsung pada sayap, melainkan pada dinding toraks. Serabut-serabut otot vertikal yang berkontraksi menyebabkan atap

6

toraks (tergum) turun, berkat adanya titik tumpu (untuk pengukit) yang dibentuk oleh dinding lateral toraks, turunnya tergum menyebabkan sayap bergerak ke atas. Serabut-serabut longitudinal, ketika berkontraksi akan memperpendek toraks pada arah anteroposterior, ini akan meninggikan toraks dan menurunkan sayap. Implus saraf diperlukan agar sayap tetap aktif, tetapi mungkin untuk setiap 20 atau lebih gerakan sayap diperlukan hanya satu implus saraf.

Gambar 2.4 Struktur Otot Terbang Burung

2. Otot Vertebrata Otot pada vertebrata dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung a. Otot Rangka Otot rangka disebut juga otot lurik atau otot sadar, aktivitasnya akan menghasilkan gerakan anggota tubuh, kepala, rahang, bola mata dan sebagainya. Setiap sel otot rangka (serabut otot) berbentuk silinder panjang, berinti banyak, terletak di tepi. Bila dilihat di bawah mikroskop cahaya, akan nampak adanya garis-garis melintang gelap dan terang berselang-seling sehingga memberi gambaran lurik-lurik pada sel otot. Membran sel otot disebut sarkolema yang dibungkus oleh endomesium yaitu jaringan ikat yang banyak mengandung serabut kolagen,

7

retikulum dan elastin. Beberapa serabut tunggal akan bergabung menjadi satu berkas yang disebut fasikulus, yang dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut perimesium. Seluruh fasikulus dibungkus bersama-sama oleh epimesium menjadi sebuah berkas yang disebut otot. Endomesium, perimesium dan epimesium bergabung bersama membentuk tendon atau urat untuk melekatkan otot pada tulang atau jaringan yang lain. Otot rangka diinervasi oleh sistem saraf somatik (sistem saraf sadar). Bila kita memisahkan satu sel otot dari fasikulusnya maka dapat dilihat bahwa di dalam sel otot tersebut terdapat beratus-ratus serabut halus yang tersusun sejajar dan homogen, yang disebut miofibril. Bila diamati lebih lanjut, akan nampak bahwa di dalam setiap miofibril terdapat miofilamen tebal dan miofilamen tipis yang tersusun sejajar namun tidak homogen, sehingga memberikan gambaran pita gelap-terang pada miofibril.

Gambar 2.5 Tiga Macam Sel-sel Otot pada Vertebrata

Pita gelap disebut sebagai pita A (A=Anisotropik) merupakan bagian yang ditempati filamen tebal dan tipis. Di tengah-tengah pita A terdapat daerah yang agak terang, disebut sebagai zona H (H=Heller, yang berarti cahaya). Pita H merupakan bagian dari miofibril yang dibangun oleh miofilamen tebal. Pita yang terang disebut pita I (I=isotropik), yang di tengahnya terdapat garis tipis berbentuk gambaran garis Z (Z=Zwischemsheibe, yang berarti cakram antara). Pita I merupakan bagian pada miofibril yang dibangun oleh miofilamen tipis saja. Bagian dari miofibril yang dibatasi oleh 2 garis 8

Z disebut sarkomer, yang panjangnya sekitar 2 µm. Jadi setiap sarkomer terdiri atas pita A yang kedua ujungnya diapit oleh pita I. Dengan adanya pita A dan pita I yang tersusun berselang-seling ini maka otot rangka tampak bergaris-garis melintang sehingga disebut sebagai otot lurik. Sarkomer disebut juga sebagai unit fungsional atau unit kontraksi otot, sebab peristiwa kontraksi otot terjadi pada setiap sarkomer. Untuk mengadakan suatu kontraksi yang seragam, otot rangka memiliki suatu sistem tubulus tranversal (tubulus T). Sistem tubulus T ini merupakan invaginasi sarkolema yang membentuk suatu jaringan tubulus kompleks yang saling beranastromosis melingkari batas antara pita H dan pita I dari setiap sarkomer. Membran tubulus T ini berhubungan dengan sisterna terminal di retikulum sarkoplasma. Melalui membran tubulus T ini potensial aksi dirambatkan untuk memicu pembebasan Ca++ dari dalam retikulum sarkoplasma. 1) Struktur Filamen Tipis (Filamen Aktin) Filamen tipis tersusun atas aktin, tropomiosin, dan troponin. Aktin berada sebagai suatu filamen panjang (disebut aktin F), yang tersusun atas mono aktin globular (disebut aktin G). Setiap filamen tipis terdiri atas dua filamen aktin yang saling berpilin dalam suatu bentukan spiral ganda. Suatu sifat khusus dari molekul aktin G adalah struktur asimetrinya. Bila molekul aktin G berpolimer membentuk aktin F, maka mereka saling berikatan belakang dengan depan, sehingga menghasilkan suatu filamen dengan polaritas yang berbeda. Selain itu, aktin G mengandung suatu tempat perlekatan dengan miosin (miosin binding sit). Tropomiosin pada suatu filamen tipis merupakan suatu benang panjang (panjang ± 40 nm), tersusun atas 2 rantai polipeptida yang membentuk suatu spiral. Rantai polipeptida ini saling berpilin satu sama lain. Pada setiap filamen terdapat dua benang tropomiosin yang berjalan di atas sub unit aktin sepanjang luar antara dua benang aktin yang terpilin. Fungsi tropomiosin

9

adalah sebagai tempat perlekatan miosin pada molekul aktin pada saat otot istirahat. Troponin pada suatu filamen tipis merupakan suatu kompleks 3 subunit, yaitu subunit TnT (yang melakat erat pada tropomiosin), subunit TnC (yang mengikat ion Kalsium), dan subunit TnI (berfungsi menghambat interaksi aktin dan miosin). Setiap tropomiosin menutupi 7 molekul aktin G, akan dibatasi oleh satu kompleks troponin.

Gambar 2.6 Struktur Mikroskopis Sarkomer

2) Struktur Filamen Tebal (Filamen Miosin) Suatu filamen tebal tersusun atas molekul-molekul miosin yang merupakan suatu molekul besar seperti batang tipis (panjang ± 200 nm dan diameter 2-3 nm), yang tersusun atas dua spiral peptida yang saling terpilin. Setiap molekul miosin, pada salah satu ujungnya memiliki dua bulatan (disebut bagian “kepala”) yang panjangnya 20 nm dan lebar 2 nm. Bagian ini disebut sebagai jembatan silang (cross bridge) miosin yang menonjol keluar filamen tebal. Untuk memudahkan, biasanya molekul miosin digambarkan seperti tongkat golf, dimana bagian yang melengkung adalah jembatan silangnya, dan tangkainya adalah bagian “leher dan ekornya”.

10

Bila molekul miosin diberi perlakuan dengan tripsin (suatu enzim proteolitik), maka molekul miosin akan terpisah menjadi dua bagian, yaitu meromiosin ringan (LMM) dan meromiosin berat (HMM). Meromiosin ringan merupakan bagian ekor, dan meromiosin berat membentuk bagian leher dan kepala miosin. Pada bagian kepala ini terdapat bagian yang mengandung enzim ATP-ase dan tempat perlekatan aktin. Pada proses kontraksi otot (penggerseran filamen tipis), bagian kepala ini memegang peranan yang paling dominan. Bila jembatan silang miosin bersentuhan dengan molekul aktin, akan nampak aktivitas ATP-ase mengkatalisis reaksi berikut: Mg-ATP + aktomiosin

aktomiosin-Mg++ + ATP aktomiosin-Mg++ + ADP + Pi

energi yang dibebaskan oleh ATP ini digunakan untuk menggeser aktin ke tengah sarkomer dengan gerakan rotasi kepala miosin. Pelepasan kepala miosin dari aktin juga menggunakan energi ATP. Jadi kalau tidak ada ATP baru, maka kepala miosin tidak dapat keluar dari aktin. b. Otot Polos Sel otot polos bila dilihat di bawah mikroskop cahaya tidak menunjukkan adanya garis-garis melintang. Otot polos vertebrata dapat dijumpai pada dinding organ-organ dalam dan pembuluh darah: saluran pencernaan makanan, uterus, kandung kencing, ureter, arteri dan arteriole. Juga terdapat pada iris mata dan otot penggerak rambut. Sel otot polos berbentuk seperti gelendong dengan 1 inti di tengah sel (gambar 4.5 C), penampangnya berukuran 2-10 µm, sedangkan panjangnya 50-200 µm (penampang otot rangka dapat mencapai 20 kali otot polos dan panjangnya bisa ribuan kali otot polos). Sering sel-sel otot polos dihubungkan secara kelistrikan dengan “gap junction” (persambungan renggang), sel-sel pada suatu area dapat berkontraksi sebagai unit fungsional tunggal. Retikulum sarkoplasma tidak berkembang dengan baik dan tubulus T tidak ada.

11

Berdasarkan pada perbedaan dalam bagaimana serabut otot menjadi aktif. Otot polos dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu otot polos unit jamak (multi unit) dan otot polos unit tunggal (single unit). Otot polos unit jamak menunjukkan sifat-sifat antara otot rangka dan otot polos unit tunggal. Seperti Nampak pada namanya, suatu otot polos unit jamak terdiri dari banyak unit-unit yang fungsinya secara bebas terpisah satu dengan yang lain, yang distimulus secara terpisah oleh saraf untuk berkontraksi (mirip dengan unit-unit motor pada otot rangka). Jadi otot rangka dan otot polos unit jamak keduanya neurogenik, yaitu kontraksinya tergantung pada adanya impuls dari saraf. Namun berbeda dengan otot rangka, depolarisasi yang terjadi pada otot polos dalam merespon stimulasi saraf otonomik untuk menuju ke respon kontraktil adalah potensial depolarisasi bertingkat (pada otot rangka adalah pontesial aksi). Kekuatan kontraktilnya tidak hanya tergantung pada jumlah unit-unit distimulasi dan kecepatan stimulasinya, tetapi juga pada pengaruh hormon-hormon dan obatobatan yang sedang bersirkulasi. Otot polos unit jamak terdapat pada (1) dinding pembuluh darah besar, (2) saluran udara besar ke paru-paru, (3) otot-otot mata yang mengatur lensa untuk melihat dekat atau jauh, (4) otot iris mata, dan (5) otot pada dasar folikel rambut. Otot polos unit tunggal disebut juga “otot polos viseral” sebab dijumpai pada dinding organ-organ berongga atau visera (misalnya saluran pencernaan, alat reproduksi, saluran kencing dan pembuluh darah kecil). Istilah otot polos unit tunggal diambil dari fakta bahwa serabut-serabut otot polos yang menyusun otot ini menjadi aktif dan berkontraksi secara serempak sebagai suatu unit tunggal. Sel-sel otot polos unit tunggal secara kelistrikan dihubungkan bersama dengan persambungan renggang (gap junction). Bila suatu potensial aksi terjadi pada suatu daerah pada pembungkus otot polos unit tunggal, maka potensial aksi ini dengan cepat disebarkan melalui titik-titik khusus pada kontak kelistrikan ini ke seluruh kelompok sel yang

12

bersambungan, yang kemudian berkontraksi sebagai suatu unit yang terkoordinasi

tunggal.

Kelompok

sel-sel

otot

yang

saling

bersambungan seperti ini, yang fungsinya secara kelistrikan dan mekanik sebagai suatu unit, dikenal sebagai suatu sinsitsium fungsional. Untuk berkontraksi, otot polos unit tunggal dapat mengaktifkan diri sendiri (self-excitable) tanpa memerlukan stimulus melalui saraf. Ternyata dalam otot polos unit tunggal ini ada kelompok-kelompok sel otot polos khusus yang mampu manghasilkan potensial aksi tanpa stimulasi eksternal sama sekali. Berbeda dengan sel-sel otot polos unit jamak, sel otot unit tunggal ini tidak menjaga potensial istirahat yang konstan, namun potensial membrannya berfluktuasi terus tanpa pengaruh faktor eksternal sama sekali. Ada dua macam depolarisasi spontan yang ditunjukkan oleh sel-sel yang aktif secara spontan, yaitu aktivitas pengatur irama (pacemaker) dan potensial gelombang lemah (slowwave potentials). Pada aktivitas pengatur irama, membran potensial secara bertingkat mendepolarisasi diri sendiri, sebab pergantian aliran ionik pasif menyertai perubahan otomatis permeabilitas membran. Bila membran telah didepolarisasi ke ambang, maka suatu potensial aksi dimulai. Setelah repolarisasi, potensial membran segera didepolarisasi kembali ke ambang, begitu seterusnya, sehingga dengan siklus seperti ini pengatur irama dapat membangkitkan sendiri potensial aksinya. Pada potensial gelombang lemah, terjadi pergantian secara bertingkat antara hiperpolarisasi dan depolarisasi. Di sini terjadi ayunan potensial yang disebabkan oleh perubahan-perubahan siklikal spontan pada kecepatan transpor Na+ secara aktif melalui membran. Potensial digerakkan menjauhi potensial ambang selama ayunan hiperpolarisasi dan mendekati potensial ambang selama ayunan depolarisasi. Bila potensial ambang tercapai, maka suatu ledakan potensial aksi terjadi pada puncak ayunan depolarisasi. Potensial

13

ambang tidak selamanya tercapai, namun osilasi (alunan) potensial gelombang lemah dapat berlanjut tanpa pembangkitan potensial aksi. Potensial aksi tercapai atau tidak sangat tergantung pada titik permulaan

dari

potensial

membran

pada

permulaan

ayunan

depolarisasi. Tidak semua otot polos mengalami perubahan potensial membran. Namun bagaimanapun juga, sekali potensial aksi dimulai oleh suatu sel otot polos yang aktif sendiri, maka potensial aksi akan disebarkan ke sel-sel tetangga dari sinsitsium fungsional melalui persambungan renggang sehingga seluruh sel pada kelompok berkontraksi tanpa input saraf sama sekali. Aktivitas kontraktil yang bebas dari pengaruh saraf seperti ini dan berasal dari otot disebut aktivitas milogonik. c. Otot Jantung Otot jantung menyusun dinding jantung, memiliki sifat antara otot rangka dan otot polos. Serabutnya mirip otot rangka tetapi disarafi oleh sistem saraf otonom dan dapat berkontraksi tanpa stimulasi sama sekali. Sel jantung sering bercabang-cabang dan membentuk ayaman (anastomosis). Di bawah sel otot cahaya sel otot jantung tampak bergaris-garis melintang seperti otot rangka. Mempunyai inti terletak di tengah-tengah sel. Antara sel satu dengan sel lain disebelahnya membentuk sinsitium yang digubungkan oleh cakram sisipan (intercalated disc ), yang merupakan persambungan listrik (electric junction), yang dapat menyebarkan potensial aksi ke seluruh jantung seperti terjadi pada otot polos unit tunggal (gambar 4.5 B). Sel otot jantung mamalia memiliki sarkoplasma yang berkembang baik dan sistem tubulus T yang pada umumnya lebih luas dari pada yang terdapat pada otot rangka. Otot jantung amfibi teroganisasi lebih sederhana dari pada vertebrata yang lebih tinggi, sehingga sangat berguna untuk mempelajari bagaimana kontraksi diatur oleh aktifitas listrik membran sel. Otot jantung katak hanya memiliki suatu retikulum dan sistem tubular yang rudimeter.

14

Ion Ca++ masuk ke ultosol dari retikum sarkoplasma maupun dari cairan ekstraseluler selama eksitasi jantung. Sepeti otot polos unit tunggal, jantung memperlihatkan aktifitas pengatur irama, yaitu membangkitkan potensial aksinya sendiri tanpa pengaruh eskternal sama sekali. Seperti pada otot polos, jantung disarafi oleh sistem saraf otonom. Keunikan otot jantung

yaitu potensial aksinya memiliki

durasi puncak potensial yang jauh lebih panjang sebelum repolarisasi. 3. Fisiologi Aktivitas Otot Jaringan otot seperti jaringan yang lain, memiliki sifat umum yaitu: (1) irritabilitas (peka terhadap rangsangan), (2) konduktivitas (mampu merambatkan impuls), dan (3) metabolisme sifat jaringan otot yang khas adalah kontraktilitas (kemampuan untuk berkontraksi) yang tinggi, ekslensibilitas, elastisitas. Sifat iribilitas (disebut juga sifat eksitabilitas) merupakan kemampuan otot untuk memberi tanggapan atau merespon stimulus yang mengenal baik langsung maupun melewati saraf sifat iribilitas ini dapat melemah, misalnya otot dalam keadaan lelah akibat pemberian rangsang yang terus menerus, dan dapat meningkat. Apabila otot dalam kondisi optimum, yaitu cukup energi dan oksigen. Berdasarkan intensitasnya, rangsang dapat dibedakan menjadi 5, yaitu : 

Rangsang bawah ambang (subminimal atau subliminal), yaitu rangsang yang tidak mampu menimbulkan respon.



Rangsang ambang (minimal atau liminal atau “threhold”), adalah rangsang yang terkecil yang tepat dapat menimbulkan tanggapan.



Rangsang submaksimal adalah rangsang yang intensitasnya bervariasi dari rangsang ambang sampai rangsang maksimal.



Rangsang maksimal adalah rangsang yang dapat menimbulkan tanggapan maksimal.



Rangsang supramaksimal adalah rangsang yang intensitasnya lebih besar dari rangsang maksimal, tetapi tanggapan yang ditimbulkan juga maksimal.

15

Sifat konduktivitas ditunjukkan sel otot dari kemampuannya merambatkan potensial aksi dari sel ke sel melalui persambungan listrik maupun sarkolemanya. Seperti sel-sel yang lain, sel otot juga melakukan metabolisme yang mencakup proses anabolisme dan katabolisme. Kontraktilitas atau kemampuan untuk berkontraksi (menegang) pada sel otot memiliki protein kontraktil. Bila otot mendapat rangsangan yang cukup kuat maka otot akan memendek. Pemendekan ini dapat mencapai

1 6

kali panjang semula. Bahkan pada otot rangka dapat 1

memendek sampai 10 kali panjang semula. Sifat ekstensibilitas adalah kemampuan otot untuk memanjang apabila diberi beban atau diberi gaya. Misalnya otot uterus pada ibu hamil, otot-otot lambung yang berisi penuh makanan, dan otot rangka yang diberi beban akan mengalami perpanjangan. Sehubung dengan sifat ekstensibilitas dari otot, Hukum Starling mengatakan bahwa : kuat kontraksi otot berbanding lurus dengan panjang mula-mula otot tersebut. Bila otot sebelum kontraksi diberi gaya, misalnya ditarik sehingga sedikit memanjang, maka bila otot berkontraksi akan dihasilkan kerja yang lebih besar dibanding dengan otot yang tidak diberi gaya. Lawan dari sifat ekstensibilitas adalah sifat elastisitas otot, yaitu kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot dihilangkan. Sifat ini dapat dilihat pada uterus yang kembali mengecil setelah kelahiran dan juga lambung akan mengempis kembali apabila sudah kosong. Selain itu, otot juga mampu bertambah besar bila dilatih (hipertropi) dan mengecil apabila tidak dilatih (atropi). Bila otot selalu dilatih secara teratur (misalnya dengan latihan beban) ukuran otot akan membesar karena bertambahnya diameter sel-sel otot akibat meningkatnya sintesis aktin dan miosin. Sebaliknya bila otot tidak pernah dilatih, maka otot dapat mengecil (mengalami atropi) akibat dari berkurangnya aktin dan miosin. Keadaan ini disebut “desuse atrophy”. Atropi yang lain adalah “deinervation atrophy”, karena tidak adanya pengaruh saraf ke otot. 16

Contohnya

dapat

dilihat

pada

anggota

tubuh

yang

mengalami

kelumpuhan. Hiperplasia adalah membesarnya otot karena bertambahnya jumlah sel otot, sedangkan ukuran sel-sel ototnya tetap. Diduga bertambahnya jumlah sel-sel otot bukan akibat pembelahan mitosis, tetapi karena sel otot yang

membesar

akan

membelah

menurut

panjangnya

sehingga

mengakibatkan bertambahnya jumlah sel. Sel otot berkontraksi menurut prinsip all or none (ya atau tidak sama sekali) yang berarti bahwa bila suatu sel otot direnggang, maka ia akan berkontraksi dengan kapasitas kontraksi penuh, tanpa bergantung pada kekuatan stimulus, asal kekuatan, stimulus lebih besar atau dengan stimulus ambang. Stimulus bawah ambang (stimulus subliminal) tidak akan direspon sama sekali, artinya otot tidak akan berkontraksi sama sekali. Stimulus bawah ambang dapat menimbulkan apabila diberikan dengan cara sumasi (penjumlahan), yaitu dua atau lebih stimulus bawah ambang dikenakan pada otot pada otot dengan cepat. Prinsip “all or none” juga berlaku pada kontraksi otot jantung. Berbeda dengan sel otot, maka kontraksi otot (jaringan otot) tidak mengikuti prinsip all or none, artinya otot akan berkontraksi lebih kuat apabila dikenai stimulus yang lebih kuat. 4. Macam-macam Kontraksi Otot a. Kontraksi Isotonik dan Isometrik Kontraksi isotonik mempertahankan ketegangan konstan dalam otot sepanjang perubahan otot. Hal ini dapat terjadi hanya ketika kekuatan maksimal otot yang berkontraksi melebihi total beban pada otot. Kontraksi otot isotonik dapat berupa konsentris (otot lebih pendek) atau eksentrik (otot memanjang). Berbeda dengan kontraksi isotonik, kontraksi isometrik menghasilkan kekuatan tanpa mengubah panjang otot. Ini biasanya terjadi pada otot yang ditemukan ditangan dan lengan bawah: panjang otot tidak berubah, dan sendi tidak bergerak, sehingga berlaku untuk pegangan cukup. Contohnya adalah ketika otot-otot tangan dan lengan

17

bawah memegang objek; sendi tangan tidak bergerak, tapi otot-otot menghasilkan kekuatan yang cukup untuk mencegah objek jatuh. b. Hubungan antara Kecepatan Memendek dengan Beban Beban merupakan determinan penting pada kecepatan otot memendek. Kecepatan memendek akan maksimal bila tidak ada beban eksternal, kecepatan memendek akan menurun bila beban dinaikkan, dan kecepatan menjadi 0 (nol) bila beban sama dengan atau melebihi tegangan maksimal. c. Kontraksi Otot rangka Teori kontraksi otot yang banyak diterima pada saat ini adalah teori pergeseran filamen (sliding filament theory). Teori pergeseran filamen mengatakan bahwa kontraksi otot disebabkan oleh pergeseran filamen tipis oleh aktivitas jembatan silang miosin. Jadi tidak ada pelipatan atau pemendekkan filamen. Kontraksi otot melibatkan potensial aksi ujung akson saraf motorik, ATP, dan ion kalsium yang tersimpan dalam retikulum sarkoplasma. Proses kontraksi otot secara garis besar sebagai berikut: impuls saraf yang sampai pada ujung akson saraf motorik akan meningkatkan permeabilitas membran prasinaps terhadap Ca++. Masuknya Ca++ ke dalam neuron prasinaps (secara difusi), akan memicu pembebasan neurotransmiter (dari dalam vesikel) secara oksositosis ke celah sinaps. Neurotransmiter yang dibebaskan ke celah sinaps akan berdifusi dan berinteraksi dengan protein reseptor pada membran sel otot. Interksi ini akan membangkitkan impuls (potensial aksi) baru pada membran sel otot. Potensi aksi akan merambat sepanjang sarkolema dan masuk ke tubulus T. Depolarisasi membran tubulus T akan menyebabkan dibebaskannya ionsitol-1,4,5-triphospate (IP3) ke ujung sisternae dari retikulum sarkoplasma ke dalam mioplasma. Dalam mioplasma, Ca++ akan diikat oleh troponin (subunit TnC), yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi molekul tropomiosin sehingga tempat perlekatan miosin pada aktin terbuka.

18

Dengan bergesernya tropomiosin, jembatan silang miosin melekat ke filamen aktin, dan dengan menggunakan energi ATP, jembatan silang mengangguk menggeser filamen aktin ke arah tengah sarkomer memendek. Dalam keadaan istirahat, tempat lekat miosin pada aktin tertutup oleh tropomiosin. Molekul tropomiosin diikat pada tempanya oleh troponin. Kontraksi akan dimulai apabila tropomiosin yang menutupi tempat lekat miosin pada aktin dipindahkan, dan ini terjadi apabila troponin (subunit TnC) mengikat ion Ca++. Bila troponin menerima ion Ca++ maka posisinya akan berubah, dan perubahan ini akan diikuti oleh berubahnya posisi tropomiosin sehingga tempat lekat miosin terbuka. Terbukanya tempat lekat miosin pada aktin diikuti oleh menempelnya jembatan silang miosin pada aktin. Dengan bantuan energi dari pemecahan ATP oleh ATP-ase menjadi ADP + Pi, maka jembatan silang akan mendayung filamen aktin ke tengah sarkomer. Konsep utama teori pergeseran adalah bahwa jembatan silang miosin akan “mendayung” sepanjang filamen aktin dan menariknya ke arah tengah sarkomer. Dasar fisikal dan kekuatan pergeseran adalah siklus pembentukkan dan pembongkaran aktomiosin, yaitu siklus perlekatan dan pelepasan jembatan silang miosin dengan monomer aktin. Suatu kepala miosin pertama-tama melekat pada satu monomer aktin dan kemudian mengalami perubahan vektorial dalam konfigurasi atau orientasi, sehingga filamen aktin digeser ke arah tengah sarkomer. Peristiwa berikutnya adalah terlepasnya perlekatan jembatan silang miosin dari aktin kemudian kembali ke posisi semula dan siap memulai siklus baru yang dimulai dengan melekat pada monomer aktin berikutnya. Proses ini berlangsung sangat cepat, sehingga selama satu kontraksi otot tunggal, jembatan silang mengalami siklus gerakan (melekat, menggeser, terlepas) berkali-kali. Akhirnya, apabila Ca++ ditarik kembali secara aktif ke dalam retikulum sarkoplasma, konsentrasinya dalam mioplasma turun, Ca++ yang diikat troponin

19

dilepas, tropomiosin bergeser untuk menutup kembali tempat perlekatan miosin pada aktin, dan otot relaksasi. Setiap siklus jembatan silang akan menggeser filamen aktin sejauh 10 nm dengan memerlukan 1 ATP. Satu hal yang penting dari model ini adalah bahwa aktomiosin dibentuk secara tidak kekal, dan ATP akan dipecah hanya apabila siklus jembatan silang selesai.

Gambar 2.7 Struktur jembatan silang d. Kontraksi Otot Polos Meskipun organisasi internal otot polos kurang jelas, namun terdapat bukti dari pengamatan dengan mikroskop elektron adanya jembatan silang antara filamen tebal dan tipis, sehingga diyakini mekanisme kontraksi otot polos mirip model pergeseran filamen seperti pada kontraksi otot bergaris melintang. Kontraksi otot polos, seperti pada otot rangka dan otot jantung, sangat tergantung pada konsentrasi Ca++ intraseluler. Perbedaannya terletak pada mekanisme pengaturan kontraksi oleh Ca++. Pada otot rangka aktin diatur oleh interaksi Ca++ dengan troponin, sedangkan pada otot polos karena miofilamen tipis otot polos dengan pengaturan rantai miosin (“myosin-linked regulation”). Miosin otot polos dapat berinteraksi dengan filamen aktin hanya jika miosin rantai ringan difosforilasi. Ion Ca++ mengatur fosforilasi miosin rantai ringan secara tidak langsung dengan jalan berkombinasi dengan protein pengikat

20

Ca++ (kalmodulin). Kompleks Kalmodulin-Ca++ mengaktifkan enzim “miosin rantai ringan-kinase”, yang memfosforilasi miosin rantai ringan, memulai kontraksi dan memelihara siklus jembatan silang berjalan terus selama Ca++ masih tersedia. Kontraksi dengan pengaturan rantai miosin seperti itu juga terjadi pada otot Moluska dan beberapa kelompok Invertebrata yang lain, dan pada sistem kontraktil aktin-miosin non otot. Depolarisasi pada sarkolema menyebabkan permeabilitasnya terhadap Ca++ meningkat, sehingga Ca++ berdifusi masuk ke sarkoplasma

(mengikuti

gradien

konsentrasi)

untuk

memulai

kontraksi. Kontraksi berakhir bila Ca++ dikeluarkan dari sarkoplasma dengan memompa Ca++ kembali ke luar sel. Ada beberapa sel otot polos yang retikulum sarkoplasmanya membentuk tautan dengan sarkolemanya. Otot polos dapat diaktifkan secara spontan oleh saraf, hormon dan pada beberapa kasus regangan otot. Semua sumber eksitasi aktif umumnya meningkatkan konsentrasi Ca++ intraseluler. 5. Peranan ATP dan Fosfagen pada Kontraksi Otot Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa untuk berkontraksi. Otot memerlukan energi ATP dengan reaksi berikut: ATPase

ATP e

ADP + H3PO4 + energi untuk kontraksi (1)

Selain ATP, di dalam otot tersimpan pula fosfagen yang dapat berupa fosforilkreatin (fosfokreatin), fosforilarginin, fosforiltaurosiamin, atau fosforilambrisin. Apabila karena satu dan lain hal ATP menurun (misalnya olahraga berat dalam waktu yang lama), maka keadaan dapat diatasi dengan dengan jalan merombak fosfogen. Fosfogen akan memberikan gugus fosfotnya kepada ADP untuk resintesis ATP. Sebagai contoh fosfagen kita ambil fosfokreatin, reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:

21

keratin fosfokinase

Fosfokreatin + ADP

keratin + ATP (2)

Jika otot bekerja keras dan lama, maka mungkin pasok oksigen ke otot menjadi kurang dan tidak mencukupi untuk mengoksidasi glukosa secara sempurna. Apabila hal ini terjadi maka otot akan mendapatkan energinya sebagian besar dari glikolisis anaerob. Selama glikolisis, glukosa didegradasi menjadi asam laktat dengan mengeluarkan energi. Namun energi dari glikolisis ini tidak digunakan oleh otot secara langsung untuk kontraksi, tetapi digunakan untuk mensintesis kembali fosfokreatin. Persamaan reaksi:

Glukosa

asam laktat + energi untuk resintesis fosfat (anaerob)

(3)

Reaksi (2) dapat berlangsung bolak-balik, sehingga apabila ATP berlebihan, maka banyak fosfokreatin dihasilkan dan disimpan dalam otot. Jika otot berkontraksi dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan. Ini berkaitan dengan menurunnya

22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Gerak merupakan salah satu ciri makhluk hidup. Hewan berbeda dengan tumbuhan karena hewan dapat bergerak dengan cepat, dan gerak cepat pada hewan dapat dihubungkan dengan otot. Otot pada vertebrata dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung sedangkan Invertebrata telah memiliki otot lurik maupun otot polos dengan banyak variasi. Otot lurik telah dijumpai pada Cnidaria primitif sampai Arthropoda. Ada tiga mekanisme dasar yang dapat menimbulkan gerak pada hewan, yaitu: gerak ameboid, gerak silia dan flagela, serta kontraksi otot. Gerak ameboid adalah suatu bentuk gerak yang merupakan ciri khas gerak ameba. Silia adalah khas pada Siliata, namun dijumpai pula pada permukaan tubuh Coelenterata, Turbelaria, dan Nematoda. Flagel adalah khas pada Flagelata, namun flagel dijumpai pula pada sel-sel koanosit bunga karang (sponges), solenosit, dan sel nyata pada nefridi beberapa invertebrata, gastrodermis Coelenterata, dan sel-sel sperma beberapa kelompo hewan.

B. Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

23

DAFTAR PUSTAKA

Soewolo. 1999. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

24

Related Documents

Gerak
October 2019 50
N At I O N A L I N S
June 2020 30
N At I O N A L I N S
June 2020 24
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87

More Documents from "Indrastika Wulandari"