BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses penting yang harus dilalui
oleh
semua orang di dalam kehidupanya, baik itu di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Pendidikan berfungsi sebagai media untuk memperoleh ilmu pengetahuan, pengalaman serta dapat membentuk dan menumbuhkan karekter diri seseorang. Pendidikan tentunya mempunyai tujuan dalam setiap prosesnya. Tujuan pendidikan merupakan salah satu faktor penting di dalam suatu pendidikan, karena melalui tujuan maka akan tercapai arah sesuai dengan apa yang ingin dicita-citakan oleh pendidikan tersebut. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional dituangkan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 pada Bab II pasal 3 yaitu: “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjaga warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Suhana, 2014: 206). Tujuan pendidikan nasional dapat tercapai dengan memperhatikan mutu pendidikan yang ada. Mutu pendidikan itu sendiri dapat dilihat dari keberhasilan yang didapat seorang siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Surya dalam Rusman (2017: 76) menyatakan bahwa: “belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagi hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkunganya”. Pembelajaran yang bermakna merupakan proses belajar mengajar yang diharapkan
1
siswa dapat terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan menemukan langsung pengetahuan tersebut. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung kepada siswa agar dapat memahami gejalagejala alam yang ada disekitarnya secara ilmiah. Hakikat IPA yaitu proses penemuan yang akan menghasilkan tiga komponen dasar, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah sehingga melalui pembelajaran siswa diharapkan memiliki keterampilan ilmiah. IPA sering juga disebut sebagai sains yang terdiri dari Kimia, Biologi dan Fisika. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat dan gejala alam serta fenomena-fenomena alam. Tujuan dari mempelajari gejala alam tersebut adalah untuk menghasilkan produk fisika yang berguna untuk menciptakan teknologi bagi kesejahteraan manusia. Fisika merupakan mata pelajaran yang asik dan menyenangkan untuk dipelajari oleh siswa karena berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari yang dialami manusia. Berdasarkan hasil survey di lapangan melalui wawancara dengan guru mata pelajaran IPA di SMP Negeri 1 Palangka Raya menyatakan bahwa sekolah ini sudah menggunakan kurikulum 2013. Guru mata pelajaran IPA yaitu bapak Unru Maleh menyatakan bahwa SMP Negeri 1 Palangka Raya merupakan SMP percontohan, hal ini terlihat dari sarana dan prasarana yang layak digunakan untuk menunjang proses pembelajaran. Mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang tidak mudah untuk diajarkan kepada siswa apalagi jika harus mengimplementasikan kurikulum 2013. Proses pembelajaran mata pelajaran fisika kerap kali dilakukan di laboratorium, 2
akan tetapi masih kurangnya kegiatan diskusi kelompok dan melakukan percobaan menyebabkan rendahnya keaktifan siswa dan keterampilan proses psikomotor terutama dalam menyelidiki IPA. Dampak lain dari masalah diatas yaitu pada pencapaian hasil belajar fisika. Sekolah SMP Negeri 1 Palangka Raya telah menetapkan standar ketuntasan minimal siswa yaitu 70 untuk mata pelajaran IPA. Hasil belajar ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang mendapatkan nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada saat ulangan harian diperlihatkan pada Tabel 1: Tabel 1.Nilai Rata–Rata Ulangan Harian Materi Tekanan Kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya Kelas VIII-1 VIII-2 VIII-3 VIII-4 Nilai Rata-rata
63,18
65,52
55,84
58,71
VIII-5 62,27
Sumber: Guru mata pelajaran IPA kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya Tahun Ajaran 2017/2018.
Masalah yang ada di sekolah tersebut tentunya harus segera diselesaikan agar tidak berdampak negatif pada hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya. Seorang guru tentunya tidak dpat membiarkan hal ini terjadi terus-menerus tanpa adanya solusi tentunya akan menghambat proses pembelajaran. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut seorang guru harus dapat menerapkan suatu model pembelajaran. Model pembelajaran memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Model pembelajaran dapat melihat kebutuhan siswa, sehingga guru dituntut agar dapat memilih suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif dalam pengalaman belajarnya. Alternatif model pembelajaran yang memungkinkan untuk digunakan adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). 3
Model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu masalah sebelum memulai pembelajaran. Siswa dihadapkan pada masalah nyata yang memacunya untuk meneliti, menguraikan, dan mencari penyelesaian. Pembelajaran PBL sangat berkaitan dengan realitas kehidupan nyata siswa, sehingga siswa belajar tidak hanya pada wilayah pengetahuan, tapi juga mengalami dan merasakanya (Hartono, 2013: 114). Pembelajaran
dengan
menggunakan
model
PBL
ini
dalam
proses
pembelajaranya lebih menekankan pada pemecahan masalah yang terdapat di dunia nyata yang diberikan oleh guru berdasarkan pada informasi yang dimilki oleh siswa khususny untuk mata pelajaran fisika. Pembelajaran fisika di sini menuntut suatu keterampilan proses siswa untuk dapat memahami secara rinci karena pembelajjaran fisika ini merupakan pembelajaran yang mengkaitkan atara lingkungan sekitar siswa dengan materi pembelajaran. Model PBL ini dapat melibatkan siswa untuk dapat belajar cara berpikir kritis, dan dapat memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah, serta agar mendapatkan ilmu pengetahuan dari materi pembelajaran. Pembelajaran PBL dirancang agar dapat merangsang kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah. Model PBL ini dapat membelajarkan siswa agar lebih percaya atas kebenaran yang didapatkan melalui pemecahan masalah yang dilakukannya sendiri sehingga dapat memberikan makna tersendiri bagi siswa. “Pengetahuan siswa yang dibangun melalui proses pengalaman ini berbeda dengan sekedar mendengarkan. Belajar dengan pengalaman akan melibatkan proses perkembangan mental secara lebih utuh, mulai dari kognitif, afektif, dan psikomotorik” (Hartono, 2013: 115). Pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 semester II kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya pada materi tekanan dilaksanakan 5 jam pelajaran seminggu, dan terdapat kompetensi inti pengetahuan dalam kompetensi dasar : 3.8 Menjelaskan zat 4
dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tekanan darah, osmosis, dan kapilaritas jaringan angkut pada tumbuhan. 4.8 Menyajikan data hasil percobaan untuk menyelidiki tekanan zat cair pada kedalaman tertentu, gaya apung, dan kapilaritas, misalnya dalam batang tumbuhan. Berdasarkan karakteristik dan kompetensi dasar dari materi pokok tekanan yaitu menyelidiki tekanan pada benda padat, cair dan gas serta penerapanya dalam kehidupan sehari-hari. Pokok bahasan pada materi pokok tekanan ini banyak sekali berisi tentang konsep, perumusan, serta penerapan tekanan dalam kehhidupan seharihari, sehingga banyak hal yang dapat didiskusikan oleh siswa selama proses pembelajaran. Beberapa contoh yang dapat dijadikan masalah pada materi pokok tekanan yaitu mengapa kapal laut yang terbuat dari besi dan baja dapat terapung di air, mengapa makin tinggi suatu tempat maka makin rendah pula tekanan udaranya dan masih banyak conoh lainnya. Materi pokok tekanan ini apabila diajarkan dengan menggunakan model PBL maka siswa dapat mengalami sendiri, bukan hanya menunggu informasi yang diberikan oleh guru, tetapi berdasarkan usaha yang dilakukanya untuk dapat menemukan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Menurut peneliti model PBL ini dianggap cocok untuk diterapkan pada materi pokok tekanan. Model PBL ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat berpikir, menyelidiki, mengumulkan informasi serta berdiskusi mengenai konsep-konsep yang terdapat pada materi tekanan melaui pemecahan masalah dalam proses pembelajaran. Model PBL juga dapat meningkatkan kerja sama dan kekompakan siswa serta dapat melatih kepemimpinan di dalam sebuah kelompok belajar, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat berperan aktif karena memahami materi yang diajarkan oleh guru. 5
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul penelitian yaitu “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada Materi Pokok Tekanan di Kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya Tahun Ajaran 2017/2018”.
B. Identifikasi Masalah Seorang guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan menggunakan model PBL. Guru harus mampu mengelola proses pembelajaran karena kunci keberhasilan siswa diukur dengan keberhasilan guru memberikan pelajaran tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Mata Pelajaran IPA khususnya fisika merupakan mata pelajaran yang tidak mudah untuk diajarkan kepada siswa. 2. Kurikulum 2013 tidak mudah untuk diimplementasikan pada pembelajaran IPA terlebih bidang fisika. 3. Siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran fisika. 4. Keterampilan hasil belajar psikomotor siswa dalam kegiatan praktikum masih rendah. 5. Hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya masih rendahnya terbukti dengan masih adanya siswa yang mendapat nilai dibawah KKM.
6
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran sebagaimana yang telah dirumuskan, maka ruang lingkup penelitian ini perlu dibatasi pada : 1. Guru yang mengajar adalah peneliti. 2. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif dan keterampian proses psikomotor siswa. 3. Hasil belajar kognitif diukur melalui THB. 4. Keterampilan proses psikomotor diukur melalui lembar pengamatan psikomotor.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana keterampilan psikomotor siswa di kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya tahun ajaran 2017/2018 pada materi pokok tekanan pada saat penerapan model PBL? 2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya tahun ajaran 2017/2018 setelah diterapkan model PBL pada materi pokok Tekanan?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui keterampilan psikomotor siswa di kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya tahun ajaran 2017/2018 pada materi pokok tekanan dengan menerapan model PBL. 2. Mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya tahun ajaran 2017/2018 setelah diterapkan model PBL pada materi pokok tekanan. 7
F. Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini yaitu : 1. Bagi Guru a. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi guru tentang pembelajaran
yang
dapat
menciptakan
suasana
pembelajaran
yang
menyenangkan, aktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses psikomotor siswa. b. Dapat mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya secara profesional dalam menerapkan model PBL. 2. Bagi Siswa a. Dengan mengguanakan model PBL, siswa dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. b. Dengan menggunakan model PBL, siswa dapat meningkatkan keterampilan proses psikomotor yang dimilikinya. c. Dengan menggunakan model PBL, siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini sebagai masukan dan acuan untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan berpikir khususnya dalam menerapkan model PBL.
8
BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Menurut Jufri (2013: 38) belajar merupakan perkembangan keterampilan, sikap dan tingkah laku pada diri peserta didik yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan mengobservasi, mendengar, mencontoh dan mempraktekan langsung suatu kegiatan. Hal yang serupa juga dikatakan oleh Sudjana dalam Hosnan (2014: 8) belajar merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Hamalik (2008: 36) menyatakan bahwa belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu yakni mengalami. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan kepribadian seseorang dalam bentuk tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan-kemampuan lainnya sebagai hasil dari pengalaman atau pelatihan. Belajar akan lebih bermakna jika seorang siswa tersebut dapat mengalami apa yang seharusnya dipelajarinya. Pengalaman langsung seorang siswa tidak hanya sekedar mengamati secara langsung tetapi siswa dituntut harus dapat terlibat langsung dalam kegiatan, serta dapat betanggung jawab pada hasil yang diperolehnya. b. Hasil Belajar Sutikno (2014: 180) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran yang telah ditempuhnya. 9
Menurut Gagne dalam (Hosnan, 2014: 6) hasil belajar memiliki lima kategori yaitu : 1) Kecakapam intelektual, yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol. 2) Sikap (attitude), yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. 3) Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berpikir agar terjadi aktivitas yang efektif. 4) Kecakapan motorik, yaitu hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik. 5) Informasi verbal, yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun lisan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan didalam dirinya. Perubahan-perubahan yang dimiliki oleh peserta didik setelah menerima pengalaman belajar mencakup aspek kognitif, afektik, dan psikomotorik. Pengalaman belajar yang akan diteliti oleh peneliti pada aspek ranah kognitif meliputi aspek : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension) dan penerapan (application).Perubahan belajar peserta didik dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi untuk memperoleh data, agar dapat menunjukkan kemampuan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran selama aktivitas belajar berlangsung. c. Hasil Belajar Psikomotor Menurut Herliani dan Indrawati (2009: 68) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran sains terkhusus hasil belajar psikomotor diperoleh ketika 10
siswa sedang melaksanakan praktikum di laboratorium dan saat siswa melakukan diskusi dalam pemecahan masalah. Trowbridge dan Bybee (1986: 130) menyatakan bahwa tujuan psikomotor dalam sains itu sendiri berhubungan dengan hasil belajar yang melibatkan manipulasi fisik, pengembangan keterampilan. dan kemampuan dalam menggunakan alat. Menurut Trowbridge dan Bybee (1986: 132) menyatakan bahwa aspek-aspek yang dapat dinilai dalam mata pelajaran Sains dengan merujuk pada klasifikasi hasil belajar psikomotor yaitu: 1) Moving Moving disebut sebagai gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi tindakan fisik atau gerakan dalam bentuk yang paling dasar. Bergerak adalah respons otot terhadap rangsangan sensorik. Hasil pembelajaran biasanya meliputi koordinasi fisik dan kelancaran gerakan di dalam melakukan sebuah praktikum sains. 2) Manipulating (Memanipulasi) Memanipulasi bisa termasuk pada aktivitas meliputi pola gerakan terkoordinasi yang melibatkan bagian tubuh seperti mata. telinga tangan. dan jari. Sekali lagi ada gerakan bagian tubuh seperti tangan. Kaki. Koordinasi gerakan tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata. 3) Communicating (Mengkomunikasi) Merkomunikasi adalah aktivitas yang dapat menyajikan gagasan dan perasaan diketahui orang lain atau, sebaliknya. Guru sains biasanya tertarik pada hasil belajar di level ini.
11
Penelitian
ini
dalam
penilaian
keterampilan
proses
psikomotornya
menggunakan adaptasi dari teori Trowbridge dan Bybee yaitu pada 3 aspek : moving, manipulating dan communicating. Menurut peneliti teori ini sesuai dengan model yang peneliti gunakan yaitu model PBL. Model PBL ini lebih mekankan pada pemecahan masalah dalam proses pembelajarannya melalui proses kegiatan praktikum yang dilakukannya sendiri agar dapat membuktikan dan mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut. d. Hasil Belajar Kognitif Menurut Sukiman (2012: 210) menyatakan bahwa hasil belajar kognitif adalah hasil belajar yang menyangkut kegiatan mental (otak) dalam kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis dan kemampuan mengevaluasi. Bloom dalam Rusman (2017: 131) menyatakan bahwa “domain ranah kognitif terdiri atas enam kategori”, yaitu: 1) Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. 2) Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut pesena didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga, yaitu menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi.
12
3) Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teoriteori dalam situasi baru dan konkret. 4) Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga yaitu analisis unsur, analisis hubungan, clan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. 5) Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. 6) Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu. Hasil belajar kognitif ini dapat dilihat atau diukur melalui kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal. Berikut taksonomi ranah kognitif yang disampaikan oleh Leorin Anderson (Rusman, 2017: 133) dapat dilihat pada Tabel 2: Tabel 2. Taksonomi Ranah Kognitif (Leorin Anderson, 2001) a.
Mengingat
b.
Memahami
c.
Menerapkan
Mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dan sebagainya. Menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, memaparkan dan sebagainya. Melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktikan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dan sebagainya. 13
d.
Menganalisis
Menguraikan, membandingkan, mengorganisasikan, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusu outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan dan sebagainya. e. Mengevaluasi Menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan dan sebagainya. f. Mengkreasi Merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membarui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, mengubah dan sebagainya. Sumber : Rusman ( 2017: 133)
Berdasarkan Tabel di atas, dalam penelitian ini hanya digunakan tiga acuan taksonomi ranah kognitif dalam soal tes hasil belajar yaitu pada : 1) Mengigat, 2) Memahami, dan 3) Menerapkan. e. Pengertian Pembelajaran Menurut Arifin dalam Faizi (2012: 18) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan menyampaikan materi ajar kepada siswa agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Rusman (2017: 85) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses menciptakan kondisi kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan pengertian yang dijelaskan oleh para ahli, dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan guru dalam satu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk memberi ilmu pengetahuan agar peserta didik dapat belajar lebih baik lagi.
14
2. Model Pembelajaran Menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2010: 133) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang) merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas. Menurut Hosnan (2014: 181) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu kerangka konseptual yang melukiskan tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran atau para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu cara atau teknik yang digunakan oleh seorang guru atau perancang pembelajaran dalam proses pembelajaran agar dapat tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. a. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning (PBL) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2006: 214). Hosnan (2014: 298) menyatakan bahwa PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dan dapat bersifat terbuka bagi peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah serta dapat membangun pengetahuan baru. PBL menjadikan masalah konsep nyata sebagai pemicu bagi proses belajar peserta didik sebelum peserta didik mengetahui konsep formal.
15
Menurut Ratumanan
dalam Trianto (2007:
68) menyatakan bahwa
pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Model PBL ini bercirikan pada penggunaan masalah yang terjadi di kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri (Hosnan, 2014: 295). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang bertujuan untuk mengenalkan serta melibatkan siswa terhadap suatu masalah yang relevan dengan materi ajar yang akan dibahas selama proses pembelajaran berlangsung. Model PBL ini menuntut siswa agar dapat melakukan segala aktivitas
yang
mengarah pada pemecahan masalah yang telah disiapkan oleh guru melalui beberapa tahapan-tahapan ilmiah sehingga peserta didik diharapkan mampu memiliki keterampilan dalam berpikir maupun keterampilan dalam memeahkan masalah. b. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Hosnan (2014: 299) menyatakan tujuan utama PBL bukanlah hanya menyampaikan
suatu
pengetahuan
kepada
peserta
didik,
melainkan
pada
pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah dan sekaligus mengembankan kemampuan peserta didik untuk secara aktif 16
membangun pengetahuan sendiri. PBL juga diguanakan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. Ibrahim
dalam
Trianto,
(2007:70)
menyatakan
bahwa
pembelajaran
berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan peserta didik dalam pengalaman nyata. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari model PBL yaitu membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah serta membantu peserta didik agar dapat mengembangkan pengetahuan sendiri melalui belajar peran orang dewasa yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. c. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Rusman (2017: 336) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi karakteristik model pembelajaran PBL, sebagai berikut: 1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar. 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). 4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimilikioleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 17
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. 6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif. 8) Pengembangan keterampilan dan pemecahan masalah sama peningnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan. 9) Keterbukaan proses pembelajaran dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar. 10) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Berdasarkan karakteristik di atas dapat dikatakan bahwa model PBL ini dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pada permasalahan nyata dalam kehidupan yang menjadi poin utamanya. Menurut Rusman (2017: 337) menyatakan bahwa alur dalam proses pembelajaran PBL dapat dilihat pada Gambar berikut:
18
Menemukan Masalah Belajar Pengarahan Diri Analisis Masalah Dan Isu Belajar Belajar Pengarahan Diri Penemuan Dan Laporan Belajar Pengarahan Diri Penyajian Solusi Dan Refleksi Belajar Pengarahan Diri Kesimpulan, Integrasi Dan Evaluasi (Sumber: Rusman, 2017:337) Gambar 1. Alur Proses Pembelajaran PBL
d. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL) “Penerapan model pembelajaran PBL terdiri atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa” (Hosnan, 2014: 301). Kelima tahapan-tahapan PBL tersebut disajikan pada tabel berikut. 19
Tabel 3. Langkah-langkah PBL Tahap Tahap 1 Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah
Tahap 2 Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Aktivitas Guru dan Peserta Didik Guru menjelaskan tujuan pembeljaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan. Guru membangun peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yng berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. Guru menorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencankan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video atau model Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.
Sumber : Hosnan, (2014: 302)
Berdasarkah tabel di atas, dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: Tahap 1 Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran materi 2) Guru menjelaskan tahapan dalam problem-based learning. 3) Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam mengatasi masalah. 4) Guru memberikan suatu permasalahan kepada siswa. Tahap 2. Mengorientasikan peserta didik untuk belajar 1) Guru membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk melaksanakan eksperimen. 2) Guru mendorong siswa untuk mengidentifikasi tugas-tugas belajar
permasalahan
20
terkait
Tahap 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 1) Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat berkaitan dengan permasalahan yang ada. 2) Guru mendorong siswa melaksanakan eksperimen perbaikan. 3) Guru mendorong siswa untuk mencari penjelasan dan solusi dari permasalahan yang ada. Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 1) Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan laporan hasil eksperimen sistem pengapian dan mempersiapkan presentasi Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 1) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasi dan prosesproses yang telah digunakan e. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 1) Keunggulan Model PBL Suyadi (2013: 142) menyatakan keunggulan model Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut: a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik. c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
21
d) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya, dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan. f) Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif-menyenangkan. g) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru. 2) Kelemahan Model PBL Suyadi (2013: 143) menyatakan kelemahan model Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut: a) Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. b) Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha" untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Artinya, perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah yang dibahas pada peserta didik. c) Proses pelaksanaan PBL membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang. Itu pun belum cukup, karena sering kali peserta didik masih memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Padahal, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum yang ada. 22
3. Tekanan a. Tekanan Zat Padat Menurut Irawan dan Dwi (2015: 54) menyatakan bahwa tekanan zat padat sebanding dengan gaya yang dikerjakan dan berbanding terbalik dengan luas bidang tempat gaya bekerja. Ttekanan zat padat adalah besaran gaya per satuan luas permukaan tempat gaya itu bekerja, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 𝐹
P = 𝐴 …………………………………………………………….(1) dengan : P = Tekanan (N/𝑚2 atau Pascal) F = Gaya (N) A = Luas Permukaan (𝑚2 ) b. Tekanan Zat Cair 1) Tekanan Hidrostatis “Tekanan hidrostatik adalah tekanan dalam zat cair yang disebabkan oleh berat zat cair tersebut” (Tim Abdi Guru, 2016: 75). Besarnya tekanan hidrostatis bergantung pada ketinggian zat cair, massa jenis zat cair, dan percepatan zat cair. Secara matematis tekanan hidrostatis dinyataka dengan persamaan sebagai berikut (Irawan dan Dwi, 2015: 56): 𝑃ℎ = 𝜌 𝑔 ℎ…………………………………………………………(2) dengan: 𝑃ℎ
= tekanan hidrostatis (N/m2)
𝜌
= massa jenis zat cair (kg/m3)
g
= percepatan gravitasi (m/s2)
h
= kedalaman atau ketinggian (m) 23
2) Hukum Pascal Irawan dan Dwi (2015: 56) menyatakan bahwa hukum Pascal ini dikemukan oleh seorang ahli filsafat, ahli matematika, dn ahli fisika Prancis yang bernama Blaise Pascal (1623-1662). Hukum Pascal berbunyi “tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan kesegala arah dan sama besar”. Secara matematis, hukum Pascal dituliskan sebagai berikut (Tim Abdi Guru, 2016: 77). 𝐹1 𝐴1
=
𝐹2 𝐴2
…………………………………………………………...(3)
dengan:
F1
= gaya yang bekerja pada pengisap I (N)
F2
= gaya yang bekerja pada pengisap II (N)
A1
= luas penampang pengisap I (m2)
A2
= luas penampang pengisap II (m2) Tim Abdi Guru, (2016: 77) ada beberapa alat-alat teknik yang bekerja
berdasarkan hukum Pascal. a) Dongkrak Hidrolik Dongkrak hidrolik diperlukan ketika akan mengganti ban roda mobil yang kempes. Cukup dengan memasang dongkrak di dekat roda yang akan diganti dan menggerakkan pengungkitnya, mobil akan terangkat. Prinsip kerjanya, saat dongkrak ditekan, pengisap kecil menekan cairan yang ada dalam reservoir (tandon). Selanjutnya tekanan akan diteruskan sehingga pengisap besar (yang dibebani mobil) dapat terangkat .
24
(Sumber : www.shutterstock.com)
Gambar 2. Dongkrak hidrolik b) Mesin Pengangkat Mobil Hidrolik Cara kerja mesin pengangkat mobil hidrolik adalah udara bertekanan tinggi dimampatkan di atas permukaan minyak. Udara yang mampat ini meneruskan tekanan ke bagian bawah pengisap yang mengangkat mobil, dengan cara demikian,mobil yang beratnya satu atau dua ton dapat diangkat dengan mudah.
(Sumber : www.shutterstock.com)
Gambar 3. Mesin pengangkat mobil hidrolik c) Kempa Hidrolik Fungsi kempa hidrolik, di antaranya untuk mengepres kertas atau kapas, memeras air buah-buahan atau minyak dari biji-bijian, membuat lubang pada lempeng baja, membuat pahatan logam timbul, dan mengangkat beban yang berat. Cara kerjanya, pengisap besar terangkat dan menekan kapas atau kertas (Tim Abdi Guru, 2016: 78).
25
d) Rem Hidrolik Rem hidrolik merupakan salah satu sistem rem yang digunakan kendaraankendaraan, misalnya mobil (Irawan dan Dwi, 2015: 56). 3) Bejana Berhubungan Bejana berhubungan adalah suatu wadah atau bejana yang tidak memiliki sekat atau saling berhubungan (Irawan dan Dwi, 2015: 57).
(Sumber:http://ipaedukasi-supena.blogspot.co.id/2012/04/tekanan.html)
Gambar 4. Bejana Berhubungan Tim Abdi Guru, (2016: 76) menyatakan bahwa hukum bejana berhubungan berbunyi sebagai berikut: “jika bejana berhubungan diisi zat cair yang sama, dalam keadaan setimbang permukaan zat cair dalam bejana-bejana itu terletak pada satu bidang datar”. “Peristiwa bejana berhubungan tidak akan berlaku apabila bejana diisi oleh lebih dari satu jenis zat cair, bejana dalam keadaan tertutup, dan terdapat pipa kapiler diantara salah satu mulut bejana berhubungan tersebut” (Irawan dan Dwi, 2015: 57). “Kapilaritas adalah gejala turun atau naiknya zat cair dalam pembuluh yang sempit, jika pembuluh yang kedua ujungnya terbuka itu dimasukkan tegak lurus ke dalam bak yang berisi zat cair. Pembuluh yang sempit disebut pipa rambut atau pipa kapiler” (Tim Abdi Guru, 2016: 76). 26
4) Hukum Archimedes Irawan dan Dwi, (2015: 58) menyatakan hukum Archimedes berbunyi “Suatu benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan mengalami gaya ke atas seberat zat cair yang di pindahkan oleh benda itu”. Hukum ini dikemukakan oleh ilmuwan berkebangsaan Yunani benama Archimedes. Secara matematis hukum Archimedes dapat dinyatakan dengan persamaan berikut. 𝐹𝑎 = 𝜌 𝑔 𝑉𝑏 ………………………………………………………..(4) dengan: 𝐹𝑎
= gaya ke atas atau gaya apung (N)
𝜌
= massa jenis zat cair (kg/m3)
𝑔
= percepatan gravitasi (m/s2)
𝑉𝑏
= volume benda yang tercelup (m3)
a) Konsep Terapung, Melayang, dan Tenggelam Benda yang dimasukkan ke dalam zat cair akan terapung, melayang, atau tenggelam. Pada benda terapung, gaya ke atas sama dengan berat benda; massa jenis benda leblh kecil dari massa jenis zat cair; dan volume benda yang tercelup di dalam zat cair hanya sebagian. Pada benda melayang, gaya ke atas sama dengan berat benda; massa jenis benda sama dengan massa jenis zat cair, dan seluruh volume benda tercelup dalam zat cair. Pada benda tenggelam, gaya ke atas lebih kecil dari berat benda; massa jenis benda lebih besar dari massa jenis zat cair; dan seluruh volume benda tercelup dalam zat cair.
27
1) Tenggelam Suatu benda dikatakan tenggelam jika benda tersebut tercelup seluruhnya dan berada di dasar suatu zat cair. Gambar 5 di bawah ini menunjukkan sebuah benda yang tenggelam pada suatu zat cair.
N FA
w
Gambar 5. Benda Tenggelam Suatu benda akan tenggelam di dalam suatu zat cair jika berat benda (𝑤) lebih besar daripada gaya ke atas (𝐹𝐴 ). Pada saat tenggelam, besarnya gaya apung FA lebih kecil daripada berat benda wb = mbg. Pada peristiwa ini, volume benda yang tercelup di dalam fluida sama dengan volume total benda, namun benda bertumpu pada dasar bejana sehingga ada gaya normal pada benda sebesar N (Supiyanto, 2006:183):
Fy = 0 FA+ N – wb = 0 FA+ N
= wb
FA = wb– N FA <w ρf g Vt <ρb g Vb Volume benda yang tercelup (Vt) sama dengan volum benda (Vb), maka syarat tenggelam adalah massa jenis benda lebih besar dari massa jenis zat cair (𝜌𝑏 >𝜌𝑓 ).
28
Jadi, massa jenis benda lebih besar dari massa jenis fluida, maka benda tersebut akan tenggelam. 2) Melayang Suatu benda dikatakan melayang jika benda tersebut tercelup seluruhnya tetapi tidak mencapai dasar dari zat cair tersebut.Gambar 6 di bawah ini menunjukkan sebuah benda melayang pada suatu zat cair.
FA
w
Gambar 6. Benda Melayang Saat benda melayang, besarnya gaya apung FAsama dengan berat benda w = mg. Peristiwa ini akan mengakibatkan volume fluida yang dipindahkan (volume benda yang tercelup) sama dengan volume total benda yang melayang (Supiyanto, 2006:183): Fy = 0 FA– wb = 0 FA – mb g = 0 FA = mb g ρb g Vb = ρf g Vt ρb Vb = ρf Vt Karena, Vb = Vt maka ρb = ρf
29
Vt (volume benda yang tercelup) sama dengan Vb (volume benda total) maka syarat benda melayang adalah ρb= ρf. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika massa jenis benda sama dengan massa jenis fluida, maka benda akan melayang. 3) Terapung Benda dikatakan terapung jika benda tersebut tercelup sebagian di dalam zat cair.Gambar 7 di bawah ini menunjukkan sebuah benda yang terapung pada suatu zat cair. FA
w
Gambar 7. Benda Terapung Terapung terjadi jika sebagian volume benda yang tercelup di dalam fluida sehingga volume fluida yang dipindahkan lebih kecil dari volume total benda yang mengapung (Supiyanto, 2006:182): Fy = 0 FA – w = 0 FA – mbg = 0 FA = mbg ρf g Vt
= ρb g Vb
ρf Vt = ρb Vb Karena Vt (volume benda yang tercelup) lebih kecil daripada Vb (volume benda total), maka syarat benda mengapung adalah (ρb<ρf).Artinya massa jenis benda lebih kecil daripada massa jenis fluida.
30
b) Penerapan Hukum Archimedes Tim Abdi Guru, (2016: 79) menyatakan beberapa hasil teknologi yang menerapkan hukum Archimedes antara lain sebagai berikut: 1. Kapal Laut Kapal yang terbuat dan baja tentu sangat berat. Namun, kapal tersebut dapat terapung di laut. Agar dapat terapung, kapal dibuat berongga dan berisi udara. Massa jenis udara jauh lebih kecil daripada massa jenis air sehingga massa jenis kapal beserta muatannya dan udara tetap lebih kecil daripada massa jenis air. Semakin besar volume kapal yang berada dalam air, semakin besar zat cair yang dipindahkan. Akibatnya, semakin besar gaya angkat yang dialami kapal itu.
(Sumber: www.encrypted-tbn0.gstatic.com)
Gambar 8. Kapal Laut
2. Galangan Kapal “Galangan kapal digunakan untuk mengangkat kapal ke atas permukaan air ketika kapal itu diperbaiki. Setelah kapal masuk dalam galangan, air dalam galangan dipompa keluar sehingga galangan kapal yang telah berisi kapal dapat terangkat” (Tim Abdi Guru, 2016: 79).
31
(Sumber: www.google.co.id)
Gambar 9. Galangan Kapal 3. Hidrometer Irawan dan Dwi, (2015: 59) menyatakan bahwa hidrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur massajenis zat cair. Aiat ini berbentuk tabung yang berisi pemberat dan ruang udara sehingga akan terapung tegak dan stabil seketika. Cara menggunakan aiat ini adalah dengan mencelupkannya pada zat cair yang akan diukur massa jenisnya. Kemudian, dilihat skaia permukaan zat cair dan niiai itulah yang merupakan nilai massa jenis dari zat cair tersebut.
(Sumber: Tim Abdi Guru, 2016: 79)
Gambar 10. Hidrometer 4. Jembatan Poton Irawan dan Dwi, (2015: 59) menyatakan bahwa jembatan ponton adalah jembatan yang terbuat dari tabung-tabung, drum-drum kosong atau bahan lain yang terapun g di atas permukaan air.
32
5. Kapal Selam Kapal selam adalah kapal iaut yang dapat berada dalam tiga keadaan, yaitu mengapung, melayang, dan tenggelam. Ketiga keadaan ini dapat dicapai dengan cara mengatur banyaknya air dan udara dalam badan kapal selam, ketika kapal selam ingin terapung maka bagian badan kapal harus berisi udara, ketika akan meiayang udara di dalam badan kapal dikeluarkan dan diisi dengan air sehingga mencapai keadaan meiayang. Jika ingin tenggelam maka air dalam badan kapal hams lebih diperbanyak lagi.
(Sumber: www.studiobelajar.com) Gambar 8. Kapal Selam c. Tekanan Zat Gas Menurut Irawan dan Dwi (2015: 60) menyatakan bahwa gas dapat memberikan sebuah tekanan karena pada dasarnya setiap partikel-partikel gas yang terdapat di atmosfer bumi mengalami gaya gravitasi, sehingga gaya-gaya ini dapat menimbbulkan tekanan yang disebut tekanan udara (tekanan atmosfer). Tekanan udara dapat didefinisikan sebagai gaya per atuan luas yang bekerja pada suatu bidang oleh gaya berat kolom udara yang berada di atasnya.
33
1) Mengukur Tekanan Udara Tekanan udara dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan barometer. Alat ini pertama kali dibuat oleh Evangelista Torricelli seorang matematikawan dan fisikawan Italia. Torricelli menyimpulkan bahwa tekanan udara yang disebabkan oleh lapisan atmosfer bumi di permukaan laut 76 cmHg, yang sama dengan satu atmosfer (1 atm). 1 atm = 76 cmHg = 1,01 x 105 N/𝑚2 = 1,01 x 105 Pa 2) Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Tekanan Udara Semakin rendahnya posisi suatu tempat dari permukaan laut, maka akan semakin besar tekanan udaranya. Tekanan udara di permukaan laut lebih besar dari pada tekanan udara di tempat yang lebih tinggi. Hubungan antara ketinggian tempat dan tekanan udara dirumuskan sebagai berikut: h=(
76−𝑥 0,1
) 𝑥 10 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 …………………………………………(5)
Keterangan : h = ketinggian tempat di atas permukaan laut (m) x = tekanan tempat di atas permukaan laut (cmHg) 3) Tekanan Gas dalam Ruang Tertutup Menurut Irawan dan Dwi (2015: 61) menyatakan bahwa gas atau udara yang terdapat dalam ruuang tertutup melakukan tekanan. Berdasarkan teori partikel, dapat diketahui bahhwa partikel-partikel gas bergerak secara acak sehingga tiap partikel tersebut akan menumbuk dinding wadahnya. Tumbukan-tumbukan itulah yang dapat menimbulkan tekanan pada dinding wadah. Tekanan udara dalam ruang tertutup tidak dapt diukur menggunakan barometer, karena barometer hanya dapat mengukur tekanan udara di ruang terbuka. Alat untuk mengukur udara dalam ruang tertutup adalah manometer.
34
Menurut Irawan dan Dwi (2015: 61) menyyatakan bahwa manometer raksa dalam suatu ruangan dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝜌 = 𝜌0 ∓ 𝜌𝑟𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑔ℎ…………………………………………(6) Keterangan : h = perbedaan (selisih) tinggi raksa 𝜌0 = Tekanan udara luar (+) digunakan bila tekanan ruang lebih besar dari tekanan atmosfer, sebaliknya (-) digunakan bbila tekanan ruang lebih kecil dari tekanan atmosfer.
35
B. Penelitian yang Relevan 1. Ambar Apriani (2015) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Fluida Statis di Kelas X Semester II SMAN-2 Palangka Raya Tahun Ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian menunjjukkan bahwa peningkatan pemahaman konsep peserta didik pada materi pokok luida statis diperoleh skor gain yang dinormalisasi sebesar 0,69 dengan kategori sedang. Ketunttasan hasil belajar kognitif secara individu diperoleh 39 peserta didik tuntas belajarnya dan 1 peserta didik tidak tuntas dari 40 peserta didik. Secara klasikal pembelajarn tuntas, karena diperoleh 97,5% peerta didik tuntas dan mencapai standar ketuntasan klasikal yaitu ≥ 75%. TPK yang tuntas sebanyak 17 (80,95%) TPK dari 21 TPK. 2. Bariqul Amalia Nisa (2015) dengan judul “Remediasi Pembelajaran Fisika melalui Penerapan Model PBL untuk Mencapai Ketuntasan Aspek Kognitif Siswa pada Materi Pokok Elastisitas Kelas X SMAN 8 Surakarta”. Hasil penelitian menunjukan hasil remidiasi pembelajaran Fisika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa dari 12,50% menjadi 97,50%. Hal ini dapat dilihat juga dari hasil tes awal diperoleh nilai rata-rata 2,10 dan nilai rata-rata tes akhir adalah 3,14.
36
C. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir untuk penelitian ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut:
KONDISI AWAL 1. Kurang aktifnya siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. 2. Pembelajaran masih bersifat konvensional, dimana guru lebih berperan aktif dari pada siswa dalam proses pembelajaran. 3. Rendahnya keterampilan proses psikomotor siswa dalam melakukan kegiatan praktikum. 4. Rendahnya hasil belajar kognitif siswa ini terlihat dari banyaknya siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM.
Setelah melakukan wawancara
Evaluasi Hasi Akhir
Di berikan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning.
Dengan masalah yang diberikan, siswa akan terampil melakukan praktikum. Dengan masalah yang diberikan, siswa akan mampu mengolah informasi.
1. Kualitas pembelajaran meningkat. 2. Aktivitas beajar siswa menjadi lebih aktif. 3. Meningkatnya keterampilan proses psikomotor siswa dalam melakukan praktikum. 4. Meningkatnya hasil belajar kognitif siswa.
Gambar 9. Kerangka Berpikir model Problem Based Learning
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
pra-eksperimental
menggunakan
rancangan one-shot case study yaitu terdapat suatu kelompok diberi perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya (Sugiyono, 2012: 112). Adapun desain penelitian ini dapat dilihat seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Desain Penelitian One Shot Case Study Perlakuan X Sumber: Sugiyono, (2012: 112)
Dampak O
Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan yaitu penerapan model PBL O = Kondisi setelah diberikan perlakuan yaitu keterampilan proses psikomotor dan tes hasil belajar siswa (THB).
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1.
Populasi “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2012 : 119). Populasi dalam penelitian ini adalah lima kelas VIII yang ada di SMP Negeri 1 Palangka Raya disajikan pada Tabel 5 .
38
Tabel 5. Sebaran Populasi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya Kelas Jumlah Siswa VIII-1
38
VIII-2
38
VIII-3
38
VIII-4
38
VIII-5
38
Total
190
Sumber: Guru IPA SMP Negeri 1 Palangka Raya
2.
Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi, 2006:
131). Pada Penelitian ini diambil sampel sebanyak 1 kelas dari populasi sebanyak 5 kelas dengan menggunakan teknik sampling probability sampling tepatnya simple random sampling. “simple random sampling dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan
anggota
sampel
dari
populasi
dilakukan
secara
acak
tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu” (Sugiyono, 2012 : 122). Pemilihan sampel penelitian dilakukan secara acak (simple random sampling) dengan asumsi seluruh kemampuan siswa dalam kelas tersebut dianggap homogen dengan melakukan undian terhadap semua kelas populasi yang akan dijadikan sebagai kelas sampel.
C. Definisi Operasional Variabel Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan oleh peneliti, maka definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
39
1. V1 : Model PBL Model pembelajaran PBL adalah suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada proses penyelesaian masalah dimana dalam proses belajarnya siswa dituntut agar dapat berperan aktif dan kolaboratif, dalam memecahkan masalah, sehingga siswa dapat memiliki keterampilan dalam berpikir. 2. V2 : Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif adalah kemampuan-kemamuan berpikir siswa termasuk didalamnya ada 6 aspek yaitu: a. pengetahuan (knowledge); b. pemahaman (comprehension); c. penerapan (application); d. analisis (analysis); e. sintesis (synthesis); f. evaluasi (evaluation). Hasil belajar kognitif ini dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi pembelajaran yang bertujuan untuk menunjukkan tingkat pemahaman siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Penelitian ini mengukur hasil belajar siswa hanya terdiri dari 3 aspek yaitu: a. pengetahuan (knowledge); b. pemahaman (comprehension); c. penerapan (application). 3. V3 : Keterampilan Psikomotor Keterampilan proses psikomotor adalah kemampuan bertindak siswa selama menerima pengalaman belajar. Keteramilan proses psikomotor berhubungan dengan aktivitas fisik dalam melakukan kegiatan pembelajaran seperti melakukan praktikum.
40
D. Teknik Pengumpulan Data “Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data” (Sugiyono, 2012: 308). 1. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Adapun tahap-tahap dari penelitian adalah sebagai berikut : a. Tahap Persiapan Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan sebagai berikut: 1) Menetapkan tempat penelitian. 2) Melakukan observasi ditempat penelitian. 3) Menyusun proposal penelitian dan membuat instrumen penelitian. 4) Melakukan Seminar proposal penelitian. 5) Melakukan revisi proposal penelitian. 6) Melaksanakan validasi instrumen tes hasil belajar. Validasi bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen tes hasil belajar telah layak digunakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. 7) Permohonan izin penelitian pada instansi terkait. 8) Melakukan uji coba instrumen hasil belajar untuk menentukan soal-soal tes hasil belajar yang digunakan. b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran pada kelas sampel terpilih dengan materi tekanan pada zat cair dengan menggunakan model PBL. Pembelajaran di 41
kelas dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Peneliti memberikan kegiatan unjuk kerja kepada setiap kelompok belajar di kelas sampel pada saat proses belajar mengajar (PBM) berlangsung. Setiap kelompok yang melaksanakan kegiatan unjuk kerja diberi skor oleh pengamat sesuai petunjuk pada lembar pengamatan psikomotor yang telah disediakan. Kegiatan unjuk kerja bertujuan untuk mengetahui keterampilan psikomotor siswa selama penerapan model PBL berlangsung pada materi tekanan. 2) Setelah kegiatan pembelajaran selesai, pada pertemuan ke-3 siswa diberi THB dengan soal pilihan ganda sebagai alat evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar kognitif siswa pada materi pokok tekanan. c. Tahap Analisis Data Data diperoleh setelah penelitian berlangsung akan di analisis dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Menganalisis data keterampilan proses psikomotor peserta didik setelah diberikan pembelajaran dengan model PBL melalui sebuah lembar pengamatan. 2) Menganalisis jawaban tes hasil belajar kognitif siswa untuk menghitung seberapa besar ketuntasan individu, klasikal dan TPK setelah pembelajaran menggunakan model PBL pada materi pokok tekanan. d. Tahap Penarikan Kesimpulan Pada tahap ini, penarikan kesimpulan didapat dari hasil analisis data dengan memberikan pembelajaran pada kelas VIII SMP Negeri 1 Palangka Raya menggunakan model PBL pada materi pokok tekanan.
42
E. Instrument Penelitian Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen dalam mengumpulkan data, yaitu: 1. Instrumen 1: Lembar pengamatan keterampilan psikomotor dalam bentuk tes
kinerja. Pengamatan ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses psikomotor siswa. Keterampilan proses psikomotor setiap siswa dinilai oleh pengamat sesuai dengan rubrik penilaian observasi. Pengamatan ini dilakukan bersamaan dengan saat kegiatan belajar-mengajar menggunakan model PBL pada materi tekanan berlangsung dan diamati oleh beberapa orang pengamat yang sudah terlatih. 2. Instrumen 2: Tes hasil belajar dalam bentuk pilihan ganda. Tes ini bertujuan untuk
mengukur hasil belajar kognitif siswa dan diberikan setelah semua pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada materi tekanan selesai. Tes yang diberikan berupa tes objektif dengan 4 pilihan (a, b, c, dan d). Setiap item diberi skor 1 jika jawaban benar dan 0 jika jawaban salah. Sebelum dipergunakan, soal terlebih dahulu diuji cobakan untuk mengetahui validitas isi, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya daya pembeda.
F. Teknik Analisis Data 1. Keterampilan Proses Psikomotor Kisi-kisi keterampilan proses psikomotor disajikan pada Tabel 6
43
Tabel 6. Kisi-Kisi Ranah Psikomotor Pertemuan I
Tujuan Psikomotor
Komponen Psikomotor
1. Siswa dapat
Melakukan demonstrasi (Moving) (P1)
memilih alat dengan benar. 2. Siswa dapat memasang alat percobaan dengan benar. 3. Siswa dapat menggunakan suntikan dengan benar. 4. Siswa dapat melaporkan hasil percobaan dengan benar
II
1. Siswa dapat memilih alat dengan benar. 2. Siswa dapat memasukkan garam dengan benar. 3. Siswa dapat mengamati perubahan pada telur puyuh dengan benar. 4. Siswa dapat melaporkan hasil percobaan dengan benar.
Melakukan Percobaan (Manipulating) (P2)
Membuat Kesimpulan (Communicating) (P3) Melakukan demonstrasi (Moving) (P1) Melakukan Percobaan Manipulating (P2)
Membuat Kesimpulan (Communicating) 44
Aspek Yang Diamati 1. Ketepatan dan kecepatan dalam mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dengan lengkap sesuai topik percobaan Hukum Pascal. 2. Ketepatan dalam menyusun alat percobaan Hukum Pascal. 3. Ketepatan dalam meletakkan mobil mainan pada suntikan yang berdiameter kecil sesuai prosedur kerja pada percobaan hukum Pascal. 4. Ketepatan dalam merasakan tekanan pada suntikan yang berdiameter besar. 5. Ketepatan dalam mengulangi langkah percobaan 2-4 sesuai dengan prosedur kerja. 6. Ketepatan dalam mencatat dan memasukkan data kedalam table. 7. Ketepatan dalam menyimpulkan hasil percobaan. 8. Ketepatan dalam menyerahkan laporan hasil percobaan 1. Ketepatan dan kecepatan dalam mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dengan lengkap sesuai topik percobaan Hukum Archimedes. 2. Ketepatan dalam mengisi stoples dengan air sesuai petunjuk kerja. 3. Ketepatan dalam meletakkan telur puyuh kedalam setoples yang telah berisi air. 4. Ketepatan dalam mengamati apa yang terjadi pada telur puyuh saat dimasukkan kedalam air 5. Ketepatan dalam mengulangi langkah 2-4 dengan menambah garam sesuai dengan prosedur kerja. 6. Ketepatan dalam menyimpulkan keadaan telur ketika di masukkan ke dalam stoples yang berisi air.
(P3)
7. Ketepatan dalam menyimpulkan keadaan telur puyuh saat ditambahkan garam kedalam stoples berisi air dan telur. 8. Ketepatan dalam menyerahkan laporan hasil percobaan.
2. Tes Hasil Belajar Kognitif Instrumen yang diuji cobakan adalah Tes Hasil Belajar (THB) kognitif. Instrumen THB kognitif dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas isi, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif (Uji Coba) Tujuan Pembelajaran
Kunci
No.
Aspek
No Soal
Khusus (TPK)
Jawaban
1. Menyebutkan pengertian tekanan 2. Menyebutkan pengertian tekanan hidrostatis 3. Menunjukkan persamaan tekanan hidrostatis 4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tekanan hidrostatis 5. Menyelesaikan soal kejadian alam yang berkaitan dengan hukum hidrostatik.
2.
6. Menyelesaikan soal-soal tentang tekanan hidrostatik
45
C1
1
b
C1
2
a
C1
3
C2
4
d
C3
5
d
C3
6,7,8
b, a, d
d
3. . 7. Menyebutkan bunyi hukum Pascal 8. Menunjukkan persamaan hukum Pascal
4.
5.
6
7
C1
9,11
c, a
C1
10
c
9. Melalui percobaa siswa dapat menyebutkan alatalat yang prinsip kerjanya berdasarkan hukum pascal 10. Melalui percobaan siswa mampu menyelesaikan soal yang berkaitan dngan hukum pascal.
C1
12,15
d, c
C3
13,14
d, b
11. Menyebutkan bunyi hukum bejana berhubungan 12. Menjelaskan tinggi permukaan zat cair dalam bejana berhubungan 13. Menyelesaikan soal-soal hitungan tentang bejana berhubungan 14. Menyebutkan konsep bejana berhubungan dalam kehidupan seharihari
C1
16,18
a, c
C2
17,19
a, c
C3
20
d
C1
21,22
b, d
15. Menyebutkan bunyi hukum Archimedes 16. Menunjukkan persamaan hukum Archimedes
C1
23
b
C1
24
b
17. Menjelaskan massa jenis benda mengapung 18. Menjelaskan massa jenis benda melayang 19. Menjelaskanmassa jenis benda tenggelam
C2
25
c
C2
26
a
C2
27
d
46
8
20. Melalui percobaan siswa dapat menjelaskan pemanfaatan hukum Archimedes dalam kehidupan sehari-hari
Keterangan:
C2
28,29,30
d,c b
C1 = Aspek Pengetahuan (14 Soal = 46,7 %) C2 = Aspek Pemahaman (9 Soal = 30 %) C3 =Aspek Penerapan (7 Soal = 23,3 %)
3. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian Instrumen THB kognitif yang berupa tes obyektif berjumlah 30 soal dengan 4 (empat) pilihan jawaban akan diuji cobakan pada kelas yang akan diajarkan dengan menggunakan model PBL. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tes, meliputi : a. Uji Validitas Isi Ley (Azwar, 2012: 111) menyatakan bahwa validitas isi adalah sejauh mana kelayakan suatu tes sebagai sampel dari domain aitem yang hendak diukur. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skala antara 1 (tidak relevan) sampai dengan 4 (sangat relevan). “Uji validitas isi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Aiken V sebagai berikut” (Azwar, 2012: 112): ∑𝑠
𝑉 = 𝑛 (𝑐−1) ………………………………………………………(7) Keterangan: V
= koefisien validitas isi (content validity coefficient)
s
= r – lo
r
= angka yang diberikan oleh seorang penilai
lo
= angka penilaian validitas yang terendah (dalam hal ini = 1)
n
= banyaknya penilai
c
= angka penilaian validitas yang tertinggi (dalam hal ini = 4)
47
Penilaian dilakukan dengan cara memberi angka antara 1 (sangat tidak relevan) sampai dengan 4 (sangat relevan). Angka 4 = sangat relevan Angka 3 = relevan Angka 2 = kurang relevan Angka 1 = tidak relevan Harga koefisien Aiken V dalam penelitian ini menggunakan kriteria V positif dan nilai V > 0,5 dikatakan bahwa butir-butir tersebut sudah valid secara konten. b. Uji Reliabilitas Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Tes mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, maka pengertian reliabilitas tesberhubungan dengan ketepatan hasil tes (Suharsimi, 2015: 100). Reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus (K-R 21) sebagai berikut (Suharsimi, 2015: 117): 𝑛
r11 = (𝑛−1) (1 −
𝑀 ( 𝑛−𝑀) 𝑛𝑠𝑡2
) ………………………………………(8)
Keterangan: r11
= Koefisien reliabilitas tes
n
= Banyaknya butir item
M
= Mean total (rata-rata hitung dari skor total)
St2
= Varian total
48
Kriteria reliabilitas instrumen adalah : Tabel 8. Kriteria Koefisien Reliabilitas Koefisien Validasi Kriteria Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Sangat tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Tinggi Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Cukup Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah Sumber : Suharsimi (2015: 89)
c.
Uji Tingkat Kesukaran Indeks kesukaran (difficulty index) adalah bilangan yang menunjukkan sukar
dan mudahnya sesuatu soal. Indeks kesukaran diberi simbol P, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Suharsimi, 2015: 223): B
P = JS …………………………………………………………….(9) Keterangan: P
= indeks kesukaran
B
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS
= jumlah seluruh siswa peserta tes Harga indeks kesukaran diinterpretasikan menurut kriteria yang tersaji sebagai
berikut: Tabel 9. Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Klasifikasi 0,00 – 0,30 Soal sukar 0,31 – 0,70 Soal sedang 0,71 – 1,00 Soal mudah Sumber : Suharsimi Arikunto(2015: 225
d. Uji Daya pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suharsimi, 2015: 226). 49
Daya pembeda dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Suharsimi, 2015: 228): D=
BA JA
-
BB JB
= PA - PB..................................................................(10)
Keterangan: D
= daya pembeda
BA
= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
JA
= banyaknya peserta kelompok atas
BB
= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
JB
= banyaknya peserta kelompok bawah
PA
= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB
= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 10. Kriteria Daya Pembeda Klasifikasi daya Pembeda 0,00 – 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,70 0,71 – 1,00 Negatif Sumber:Suharsimi (2015: 232)
Keterangan Jelek Cukup Baik Baik Sekali Semua tidak baik
e. Teknik Analisis Data 1) Penilaian Psikomotor siswa Penilaian psikomotor digunakan untuk mempermudah pemberian skor terhadap siswa saat melakukan praktikum pada materi zat dan kalor. Hasil belajar psikomotor setiap siswa dianalisis menggunakan rubrik dengan 4 kriteria penilaian psikomotor 50
yang diberikan pengamat yaitu sangat baik (skor empat), baik (skor tiga), cukup baik (skor dua) dan kurang (skor satu). Rumus untuk menghitung nilai keterampilan psikomotor peserta didik adalah sebagai berikut (Kunandar, 2014: 270): 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
x 100 %.....................................(11)
Kriteria penilaian psikomotor yang diberikan pengamat tiap aspek yaitu sangat baik (skor empat), baik (skor tiga), cukup (skor dua) dan kurang (skor satu). Berikut merupakan tabel kriteria penilaian psikomotor (Kunandar, 2014: 270): Tabe 11. Kategori Penilaian Keterampilan Unjuk Kerja (Psikomotor) Nilai konversi Kategori Angka 91 – 100 Sangat baik 71 – 90 Baik 61 – 70 Cukup Kurang ≤61 Sumber : Kunandar ( 2014: 270)
2) Tes Hasil Belajar (THB) a) Ketuntasan Individu Menurut permendikbud No. 23 tahun 2016 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu pada standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran dan kondisi satuan pendidikan. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh SMP Negeri 1 Palangka Raya untuk mata pelajaran fisika adalah ≥70. Ketuntasan individu dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Trianto, 2010: 241): 𝑇
KB = [𝑇 ] × 100%........................................................................(12) 1
51
Keterangan : KB = Ketuntasan belajar T
= Jumlah skor yang diperoleh siswa
T1
= Jumlah skor total
b) Ketuntasan Klasikal Ketuntasan belajar secara klasikal dikatakan tuntas jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 75% siswa yang telah tuntas dari jumlah seluruh siswa. Ketuntasan klasikal dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Purwanto, 2012: 102): 𝑃
𝑁𝑘𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑙 = [𝑃𝑇 ] × 100%.............................................................(13) 𝑆
Keterangan: 𝑁𝑘𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑙
= Nilai persentase ketuntasan belajar klasikal siswa
𝑃𝑇
= Jumlah siswa yang tuntas belajar
𝑃𝑆
= Jumlah seluruh siswa
c) Ketuntasan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Ketuntasan TPK dikatakan tuntas bila persentase (P) siswa yang mencapai TPK tersebut ≥ 70%. Ketuntasan TPK dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Purwanto, 2012: 102): 𝑆
NTPK = [𝑆𝑀] 𝑥 100 %...................................................................(14) Keterangan: NTPK = Persentase ketuntasan TPK S
= Jumlah siswa yang mencapai TPK
SM
= Jumlah seluruh siswa
52
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. 2016. Revitalisasi Penilaian Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama. Apriani, Ambar. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Fluida Statis di Kelas X Semester II SMAN-2 Palangka Raya Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya. Azwar, Saifuddin. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Faizi, Mastur. 2013. Ragam Metode Mengajar Eksakta pada Murid. Jogjakarta: Diva Press. Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pemebelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hartono, Rudi. 2013. Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta: DIVA press. Herliani, E. & Indrawati. (2009). Penilaian Hasil Belajar: untuk Guru SD. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA). Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia. Irawan, E.I & Dwi H. 2015. Bimbingan Pemantapan IPA-Fisika untuk SMP/MTs. Bandung: Yrama Widya. Jufri, A. Wahab. 2013. Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung: Pustaka Reka Cipta. Kunandar. 2014. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Nisa, Bariqul Amalia. 2015. Remediasi Pembelajaran Fisika melalui Penerapan Model PBL untuk Mencapai Ketuntasan Aspek Kognitif Siswa pada Materi Pokok Elastisitas Kelas X SMAN 8 Surakarta. Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Purwanto, Ngalim. 2012. Prinsip-prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Bandung: PT. RajaGrafindo Persada. . 2017. Belajar dan Pembelajjaran Berorientasi Proses Pendidikan. Bandung : Kencana. 53
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana. Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. . 2015. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Suhana, Cucu. 2014. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Baandung: Alfabeta. Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran . Yogyakarta: Pedajogja Supiyanto. 2006. Fisika SMA 2 Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Sutikno, M. Sobry. 2014. Metode dan Model-model Pembelajaran. Mataram: Holistica Lombok. Suyadi. 2015. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tim Abdi Guru. 2016. IPA Fisika untuk Kelas VIII. Jakarta: Erlangga. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Kontruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka. .2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Impementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Trowbridge & Bybee. 1986. Becoming a Secondary Schoolm Science Teacher. Thrid Edition. Ohio: A Bell & Howel Company.
54