Bab I Fe.docx

  • Uploaded by: Qorina Apriliyani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Fe.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,478
  • Pages: 19
Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Judul Percobaan Penentuan kadar Fe (II) dalam sampel

1.2 Tujuan Percobaan 1. Mampu memahami prinsip analisa titrasi oksidimetri. 2. Mampu melakukan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel.

1.3 Dasar Teori 1.3.1 Titrasi/titrimetri Volumetri atau titrimetri merupakan suatu analisis kuantitatif didasarkan pada pengukuran volume titrasi yang bereaksi sempurna dengan analit. Titran merupakan zat yang digunakan untuk mentitrasi. Analit adalah at yang akan ditentukan konsentrasinya/kadarnya.

1.3.2 Persyaratan titrasi Reaksi yang dapat digunakan dalam metode volumetri adalah reaksi-reaksi kimia yang sesuai dengan persyaratan sebagai berikut: 1. Reaksi harus berlangsung cepat 2. Tidak terdapat reaksi samping 3. Reaksi harus stoikiometri, yaitu diketahui dengan pasti reaktan dan produk serta perbandingan mol / koefisien reaksinya. 4. Terdapat zat yang dapat digunakan untuk mengetahui saat titrasi harus dihentikan (titik akhir titrasi) yang disebut zat indikator.

1.3.3 Standarisasi larutan Proses dimana konsentrasi suatu larutan ditetapkan dengan tepat, dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dangan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi metode ini tidak dapat ditetapkan secara 1

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

umum, karena relatif hanya sedikit reaginasi kimia yang dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk memenuhi keinginan penganalisa ( Day, R.A., dan underwood, A.l., 1986) Apabila titrasi tidak cukup murni maka perlu distandarisasi dengan larutan standar primer. Standar yang tidak termasuk standar primer dikelompokan sebagai standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa – volume larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian yang relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standarisasi (Day underwood, 1999). contohnya : NaOH, karena NaOH tidak cukup murni (mengandung air, natrium karbonat dan logam-logam tertentu) untuk digunakan sebagai larutan standar secara langsung, maka perlu distandarisai dengan asam yang merupakan standarisasi primer, misal : Asam Oksalat (H2C2O4) .

1.3.4 Persyaratan Larutan Standar Primer Larutan standar primer juga harus memenuhi syarat, diantaranya sebagai berikut : 1. Kemurnian tinggi 2. Stabil terhadap udara 3. Bukan kelompok hidrat 4. Tersedia dengan mudah 5. Cukup mudah larut 6. Berat molekul cukup besar

1.3.5 Macam-Macam Titrasi Sesuai dengan jenis (tipe) reaksi yang terjadi pada pelaksanaan suatu titrasi, pada umumnya dipakai cara-cara/metode penitaran sebagai berikut :

2

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

1.3.5.1 Asam Basa (Asidi – Alkalimetri) Reaksi dasar dalam titrasi asidi alkalimetri adalah reaksi netralisasi / penetralan, yaitu reaksi asam basa yang dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 2 H+ + OH- ⥦ H2O Bila kita ukur berapa ml larutan asam dengan titar tertentu diperlukan untuk menetralkan suatu larutan basa, yang kadar atau titarnya dicari maka pekerjaan itu disebut sebagai asidimetri, sedangkan penitaran sebaliknya, asam dengan basa yang titarnya diketahui disebut alkalimetri.

1.3.5.2 Titrasi Oksidimetri (Redoks) Titrasi oksidimetri adalah titrasi yang menggunakan reaksi oksidasi-reduksi sebagai dasarnya. Reaksi ini melibatkan transfer elektron. Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengompensasi satu sama lain. (Underwood :1986) Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi – reduksi digunakan secara meluas dalam analisis titrimetri. Misalnya, besi dalam keadaan okida +2 dapat dititrasi dengan suatu larutan standar, serium (IV) sulfat : Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+ Suatu zat pengoksidasi lain yang digunakan secara meluas sebagai titran adalah kalium permanganat, KMnO4. Reaksi dengan besi (II) dalam larutan asam adalah : 5Fe+ + MnO4- + 8H+ → 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O Jenis-jenis titrasi oksidimetri umumnya yang dikenal adalah :

1. Permanganometri Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe2+ , asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya.

3

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

Karena KMnO4 mempunyai warna tersendiri yang spesifik, maka tidak diperlukan suatu penunjuk untuk menentukan titk ekuivalen. Satu tetes KMnO4 0,1 N dan 200 ml air akan menyebabkan warna merah jambu yang nyata. Supaya larutan KMnO4 yang baru dibuat tidak berubah titarnya harus dibiarkan dulu selama satu minggu, selama itu zat-zat organic yang masih terkandung dalam larutan itu akan teroksidasi, sehingga terbentuk MnO2 (pengoksid langsung dalam lingkungan netral). 2KMnO4 + H2O → 2MnO2 + 2KOH + 3O MNO2 yang terbentuk ini berfungsi sebagai katalis pada pemecahan lebih lanjut. Setelah dibiarkan selama satu minggu, larutan disaring dengan penyaring abses untuk kemudian langsung disimpan dalam botol reagent yang berwarna coklat. Supaya reaksi dalam KMnO4 berlangsung dengan cepat biasanya titrasi dilakukan pada suhu kurang lebih 60oC, sedangkan untuk membuat situasi asam digunakan larutan H2SO4.

2. Bikromatometri Bikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida. (Khopkar, 1990). Digunakan larutan baku Kalium Bikromat, sebagai oksidator yang lebih lemah dari KmnO4. Larutan baku kalium bikromat lebih stabil dari KmnO4. Pengasaman dapat dilakukan dengan H2SO4, HClO4, HCl.

Cr2O72- + 14H+ + 6e- → 2Cr3+ + 7H2O Jingga

hijau

Indikator yang digunakan, natrium difenilbenzidinsulfonat dengan perubahan warna dari hijau ke violet. ( Ibnu, dkk, 2005)

4

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

3. Iodometri – Iodimetri Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai penitar disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai penitar disebut iodometri (Rivai, 1995). Yang dimaksud dalam golongan ini adalah titrasi dengan iodine (iodimetri) dan thiosulfat (iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi, dapat langsung dititrasi dengan iodine. H2SO3 + I2 +H2O → H2SO4 + 2HI Zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam membentuk iodin dan KI. 2FeCl + 2KI → 2FeCl2 + 2KCl + I2 Kemudian iod yang terbentuk tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan thiosulfat (Na2S2O3) I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 Kelebihan iod akan menyebabkan larutan menjadiwarna kuning akan tetapi selalu dipergunakan larutan kanji sebagai penunjuk dimana kanji dengan iod akan memberikan warna biru pada titrasi I2 iod dengan larutan thiosulfat, larutan kanji baru ditambahkan bila sebagian iod telah bereaksi(warna coklat berubah menjadi warna kuning) dengan demikian maka disarankan penambahan larutan thiosulfat dari awal titrasi sampai selesai dilakukan tetes demi tetes.

1.3.5.3 Titrasi Pengendapan (Argentometri) Dasar titrasi pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan yang sukar larut, termasuk di dalam golongan adalah argentometri (titrasi dengan AgNO3) yaitu titrasi yang berdasarkan pada pengendapan ion klorida, iodioda, atau bromida dengan AgNO3 yang konsentrasinya telah diketahui. NaCl + AgNO3  AgCl + NaNO3

1.3.5.4 Titrasi Kompleksometri Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks (ion kompleks yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa 5

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

kompleks. Reaksi – reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali. Contoh reaksi kompleks : Ag+ + 2CN- → Ag(CN)2

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan persyaratan dasar terbentuknya demikian adalah tingkat kelarutannya tinggi. Kompleksan yang paling banyak digunakan adalah EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) dalam bentuk garam dinatriumnya. Indikator yang digunakan dalam titrasi jenis ini adalah banyak ragamnya, antara lain EBT (Erichrome Black Ted) yang dengan kalsium, magnesium, atau kation lain membentuk kompleks berwarna merah tua (merah anggur) sedangkan warna indikatornya sendiri adalah biru tua. (Underwood, 1986).

1.3.5.5 Penentuan Valensi 1. Aturan cara bilangan Oksidasi Dalam reaksi redoks hanya beberapa unsur yang mengalami oksidasi-reduksi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui spesi-spesi yang mengalami perubahan biloks sebelum persamaan redoks tersebut disetarakan. Beberapa aturan dalam penentuan bilangan oksidasi, yaitu: -

Bilangan oksidasi senyawa atau ion sama dengan muatannya.

-

Bilangan oksidasi semua unsur adalah 0.

-

Bilangan oksidasi atom atau gugus atom sama dengan total bilangan oksidasi atom penyusunnya.

-

Bilangan Oksidasi dari H adalah +1, kecuali pada hidrida logam (-1).

-

Bilangan oksidasi dari O2 adalah -2, kecuali pada peroksida (-1).

-

Bilangan oksidasi logam selalu sama dengan muatan ion yang dapat dibentuk. (Purba, 2004).

Tahap-tahap cara bilangan oksidasi adalah : 1.

Tuliskan bilangan oksidasi unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi diatas lambangnya. 6

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

+2

+7

MnO + Cl-→ Mn2+ + Cl2 -1

2.

0

Memasangkan zat pengoksidasi dengan produknya dan zat pereduksi dengan

produknya. +2

+7

MnO + Cl-→ Mn2+ + Cl2 -1

3.

0

Menyetarakan koefesien unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi

+2

+7

MnO + Cl-→ Mn2+ + Cl2 -1X2

4.

0

Menghitung pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi masing-masing unsur. +5 +2

+7

MnO + Cl-→ Mn2+ + Cl2 -2

0 -2

Menuliskan jumlah ē yang terlibat

5.

+5e+2

+7

MnO + Cl-→ Mn2+ + Cl2 -2

0 -2e-

Jadi valensi MnO4- adalah ∑ ē yang terlibat dibagi dengan koefisiennya = 7

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

5 =5 1

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

2. Aturan setengah sel Menurut cara ini redoks dipecah menjadi dua buah reaksi. Setengah reaksi oksidasi dan setengah reduksi. Suatu setengah reaksi menyatakan dari jumlah reaksi. Tahap-tahap setengah reaksi : Cr2O72- + 14 H+ + 2S2O32- → 2Cr3+ + 7H2O + S4O62Tuliskan dua buah setengah reaksi yang belum setara, satu untuk spesies yang dioksidasi dan hasilnya setara satu untuk spesies yang direduksi dengan hasilnya.

1.

R

= Cr2O72- → Cr3+

O

= S2O32- → S4O62-

Menyetarakan jumlah atom unsur-unsur diruas kiri dan kanan (kecuali H dan O)

2.

R

= Cr2O72- → 2Cr3+

O

= 2S2O32- → S4O62-

Menyetarakan atom oksigen dan hidrogen. Untuk larutan asam atom O disetarakan dengan menambahkan H2O ruas yang kekurangan O dan atom H disetarakan dengan menambahkan ion H+ pada ruas kekurangan yang kekurangan atom H. Jika larutan basa, diasamkan terlebih dahulu. R

= Cr2O72- + 14 H+ + 6 ē → 2Cr3+ + 7H2O

O

= 2S2O32- → S4O62- + 2 ē

Menyetarakan jumlah muatan listrik dengan menambahkan ē pada ruas yang mewakili

3.

jumlah muatan yang lebih besar. R

= Cr2O72- + 14 H+ + 6 ē → 2Cr3+ + 7H2O

O

= 2S2O32- → S4O62- + 6 ē

Menentukan valensi zat yang diinginkan. Misalnya Cr2O72- mempunyai valensi ∑

4.

muatan dibagi dengan koefesien Cr2O72- = 6/1 = 6. (Underwood, 1986)

8

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

1.3.5.6 Normalitas Normalitas larutan adalah berat setara gram zat terlarut per liter larutan. Normalitas adalah satuan konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan dengan satuan (N). Rumus : 𝑁=

gram ekivalen zat terlarut Liter larutan Atau

𝑁=

gram mol zat terlarut x valensi Liter larutan

1.3.5.7 BE (Berat Ekivalen) BE (Berat Ekivalen) adalah Mr yang telah di pengaruhi oleh reaksi berdasarka lepasnya/diterimanya atom H. Rumus :

𝐵𝐸 =

𝑀𝑟 banyak atom H yang dilepas atau diterima

1.3.5.8 Oksidasi-Reduksi & Oksidator-Reduktor Oksidsi menjelaskan pelepasan elektron atau sebuah molekul, atom, atau ion yang mengalami penaikan bilangan oksidasi. Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atomatau ion yang mengalami penurunan bilangan oksidasi. Senyawa yng memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa lain dikatakan sebagai reduktor (zat yang mengalami oksidasi) , senyawa yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi senyawa lain dikatakan sebagai oksidator (zat yang mengalami reduksi)

9

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

1.3.5.9 Pembuktian rumus

1.3.5.9.1 Rumus standarisasi Grek Reduktor

=

Grek H2C2O4

=

V H2C2O4 x N H2C2O4

Vawal V H2C2O4 Vawal V H2C2O4 Vawal

= V KMnO4 x N KMnO4

x n H2C2O4 valensi H2C2O4 x x

m H2C2O4 Vawal m H2C2O4 126

Grek KMnO4 = V KMnO4 x N KMnO4

V H2C2O4 x M H2C2O4 x Valensi V H2C2O4

Grek Oksidator

= V KMnO4 x N KMnO4

x valensi H2C2O4 = V KMnO4 x N KMnO4 x2

= V KMnO4 x N KMnO4 N KMnO4 =

m H2C2O4 Fp 𝑥 63 𝑥 𝑉 KMnO4

1.3.5.9.2 Rumus Kadar Fe(II) dalam FeSO4 . 7H2O Grek Reduktor

=

Grek Oksidator

Grek KMnO4

=

Grek Fe2+

V KMnO4 x N KMnO4

=

V Fe2+ x N Fe2+

V KMnO4 x N KMnO4

=

V KMnO4 x N KMnO4

=

-

-

Vawal

x

Massa 𝐹𝑒2+ Mr Fe2+

x Valensi Fe2+

Massa 𝐹𝑒2+ fp 𝑥 56

Karena massa Fe2+ tidak diketahui, maka digunakan rumus : % massa

=

Massa Fe2+

=

masaa 𝐹𝑒 2+ massa 𝐹𝑒 2+total

x 100%

% masaa x massa 𝐹𝑒 2+tota 100%

Sehingga : V KMnO4 x N KMnO4

=

V KMnO4 x N KMnO4

=

% massa

10

V FeSO4 .7H2O

=

Massa 𝐹𝑒2+ fp 𝑥 56 % masaa x massa 𝐹𝑒 2+tota/100% fp 𝑥 56

V KMnO4 x N KMnO4 x fp 𝑥 56 massa 𝐹𝑒 2+

x 100%

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

BAB II METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan yang digunakan 2.1.1. Alat yang digunakan 1.

Erlenmeyer 250 mL

2.

Buret

3.

Neraca Digital

4.

Gelas Ukur 50 mL

5.

Gelas Kimia 100 mL

6.

Labu Ukur 100 mL

7.

Spatula

8.

Kaca Arloji

9.

Hot Plate

10.

Pipet Volume 10 mL

11.

Statif dan Klem

12.

Botol Semprot

2.1.2. Bahan yang Digunakan

11

1.

Sampel (FeSO4.7H2O)

2.

Larutan KMnO4 0.1 N

3.

Larutan H2SO4 4 N

4.

Hablur Asam Oksalat

5.

Aquadest

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

2.2. Prosedur Kerja 2.2.1. Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan Bahan Baku Asam Oksalat 1. Menimbang dengan teliti 500 mg hablur asam oksalat, membilas dengan air suling ke dalam labu ukur 100 mL, melarutkan dan mengimpitkan hingga tanda batas. 2. Kemudian memipet larutan dari labu ukur sebanyak 10 mL dan memasukannya ke dalam Erlenmeyer 250 mL,menambahkan 25 mL larutan H2SO4 4 N dan mengencerkan hinga 100 mL. 3. Kemudian memanaskan larutan hingga 70oC dan menitrasi dengan KMnO4 0.1 N (dalam keadaan panas) hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna hingga mejadi ungu. 4. Melakukan secara duplo 2.2.2. Penentuan Kadar Fe(II) dalam Sampel 1. Menimbang 500 mg sample besi sulfat dan melarutkan dalam Erlenmeyer 250 mL

dengan

aquadest

yang

telah

didihkan

terlebih

dahulu

dan

mendinginkannya kembali. 2. Kemudian menambahkan 25 mL H2SO4 4 N dan menitar dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. 3. menghitung kadar Fe(II) dalam sample. 2.3. Safety Alat dan Bahan 1. Menggunakan

jas

lab

dalam

praktikum

untuk

keselamatan

dan

kenyamanan praktikan. 2. Menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung

dengan

bahan-bahan bersifat korosif, pekat, dan sebagainya. 3. Menggunakan masker untuk menghindari gas-gas yang bersifat toxic dan

sejenisnya.

12

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Tabel standarisasi KMnO4 dengan bahan baku Asam Oksalat

Percobaan

Berat

Volume

Volume

Volume

C2H2O4

Asam

H2SO4 4N

Titrasi

Oksalat Sampel 1

504,2 mg

10 ml

Perubahan Warna Awal

Titrasi

Bening

Merah

KMnO4 25 ml

9,1 ml

Muda Sampel 2

503,0 mg

10 ml

25 ml

9,3 ml

Bening

Merah Muda

Sampel 3

508,3 mg

10 ml

25 ml

9,3 ml

Bening

Merah Muda

Rata- Rata : 9,23 ml

Rata – Rata : 505,16

3.2 Penentuan kadar Fe (II) dalam FeSO4.7H2O Berat Sampel

Volume larutan Fe

Volume H2SO4 4N

Volume Titrasi KMnO4

100 ml

25 ml

20,4 ml

FeSO4.7H2O 506,7 mg

4.3 Hasil Percobaan -

Normalitas KMnO4

= 0,086 N

-

Kadar Fe (II)

= 19,38 %

13

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan

Percobaan ini bertujuan untuk memahami prinsip analisis titrasi oksidimetri dan mampu melakukan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel. Langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan kadar Fe (II) dalam sampel FeSO4.7H2O adalah melakukan

standarisasi KMnO4 yang sebenarnya. Standarisasi KMnO4 dilakukan dengan cara ditimbang dengan teliti ± 500 mg hablur asam oksalat, kemudian dibilas dengan air suling ke dalam labu ukur 100 ml dan dilarutkan hingga tanda batas. Asam Oksalat yang telah dibilas kemudian dipipet 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan H2SO4 bertujuan agar reaksi berjalan cepat dalam suasana asam. H2SO4 ini bukan merupakan oksidator sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dan juga tidak beroksidasi oleh KMnO4 . reaksi dilangsungkan dalam suasana asam karena jika reaksi berlangsung dalam suasana asam karena jika reaksi berlangsung dalam suasana basa, maka akan terbentuk endapan coklat MnO4 yang mengganggu. Reaksi : MnO4- + 8H+ + 5e-

Mn2+ + H2O

Selanjutnya, larutan dipanaskan hingga suhu 70˚ dan segera dititrasi dangan KMnO4 0, 1 N (dalam keadaan panas) sampai terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Fungsi pemanasan adalah agar reaksi dapat berjalan cepat. Selain itu KMnO4 hanya dapat diketahui kadarnya saat titrasi bila dalam keadaan panas karena KMnO4 pada saat itu mudah untuk terurai. Reaksi yang berlanggsung adalah : 5C2O4- + 2MnO4 + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2++ 8H2O

Dalam percobaan ini metode yang digunakan adalah titrasi oksidimetri yaitu reaksi reduksi-oksidasi antara zat penitrat dan zat yang dititrasi. Pereaksi pengoksidasi 14

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

yang digunakan pada percobaan ini adalah kalium permanganat yaitu oksidator kuat. Kalium permanganat berwarna ungu namun saat mengoksidasi warna ungunya hilang. Titrasi menggunakan kalium permanganat tidak memerlukan indikator, karena kelebihan dari kalium permanganat berfungsi sebagai indikatornya. Kamudian, larutan dititrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Setelah melakukan titrasi, dilakukan perhitungan Normalitas KMnO4 yang didapat setelah standarisasi dan melakukan perhitungan adalah 0,086 N. Nilai Normalitas dari KMnO4 yang telah distandarisasi digunakan untuk menentukan kadar Fe (II) dalam sampel. Langkah yang dilakukan adalah menimbang dengan teliti 500 mg sampel besi sulfat kemudian larutkan dalam erlenmeyer 250ml dengan 100ml aquadest yang telah dididihkan terlebih dahulu dan didinginkan kembali. Fungsi aquadest dididihkan terlebih dahulu adalah untuk menghilangkan oksigen yang masih terkandung atau terlaut, karena besi cepat teroksidasi oleh oksigen. Selanjutnya, ditambahkan 25 ml H2SO4 . Fungsi penambahan H2SO4 yaitu sebagai pemberi suasana asam. H2SO4 tidak bersifat oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan, dan juga tidak beroksidasi oleh kalium permanganat. Selanjutnya, titrasi dengan kalium permanganat untuk menentukan kadar Fe (II) dalam sampel FeSO4.7H2O . Proses titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Setelah dilakukan perhitungan, didapat kadar Fe (II) dalam sampel FeSO4.7H2O adalah 19,38% .

15

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan : 1.

Normalitas KMnO4 adalah sebesar 0.1005 N.

2.

Kadar Fe(II) dalam sample sebesar 19,8 %.

5.2 Saran 

Sebaiknya saat melakukan praktikum harus menggunakan perlengkapan leb seperti, kacam mata, sarung tangan, jas lab, masker, dll



16

Sebaiknya saat melakukan titrasi harus berhati – hati.

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda Underwood, A.L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Tim Penyusun. 2009. Penuntun Praktikum Proses Kimia Terapan. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda Rivai, 1995, Iodometri dan Iodometri, http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/ iodometri-dan-iodimetri/, 30-05-16, 15 : 45 Purba, 2004, Purba,Michael. 2004. Kimia untuk SMA kelas XI. Jakarta: Erlangga

17

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

LAMPIRAN



Standarisasi KMnO4 9,1 𝑚𝑙+9,3 𝑚𝑙+9,3 𝑚𝑙

-

Volume rata-rata KMnO4

=

-

Massa C2H2O4

= 505,16 mg

-

Faktor pengenceran

=

-

BE

= 63

N KMnO4

=

=

=

3

100 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙

=

27,3 3

= 10 ml

𝑚𝑔 𝐻2 𝐶2 𝑂4 𝑓𝑝 𝑥 𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 63 505,16 𝑚𝑔 10 𝑥 9,23 𝑚𝑙 𝑥 63 505,16 5814,4

= 0,086 N 

Penentuan kadar Fe (II) dalam sampel -

Massa FeSO4.7H2O

= 506, 7 mg

-

Volume titrasi 𝐾𝑀𝑛𝑂4

=20,4 ml

-

N KMnO4

= 0,086 N

-

BE Fe

= 56

Kadar Fe (II)

=

=

=

𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 56 𝑚𝑔 𝐹𝑒𝑆𝑂4 .7𝐻2 𝑂 20,4 𝑚𝐿 𝑥 0,086 𝑁 𝑥 56 506,7 𝑚𝑔 98,24 506,7

𝑥100 %

𝑥 100 %

𝑥 100 %

= 19,38 %

18

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

= 9, 23 ml

Laporan Penentuan Kadar Fe 2+

[KELOMPOK 2]

GAMBAR ALAT

Neraca Digital

Spatula

Buret

Pipet ukur

Erlenmeyer

Kaca Arloji

Hot plate

Bulp

Labu ukur

19

S-1 TEKNOLOGI INDUSTRI KIMIA | Dosen pembimbing : Drs. Harjanto, M.Sc

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"

Bab I Fe.docx
April 2020 25
Isi Laporan.docx
April 2020 19
Data Data.xlsx
April 2020 21
Undone Cara Anajab.docx
November 2019 23