BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan suplai oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, NonST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction / STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan SKA (Sindrom Koroner Akut) ?
Apa saja etiologi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut) ?
Apa saja patofisiologi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut) ?
Apa saja klasifikasi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut) ?
Bagaimana tatalaksana terapi yang dapat dilakukan terhadap penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut) ?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa yang imaksud dengan SKA (Sindrom Koroner Akut).
Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut).
Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut).
Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut).
Untuk mengetahui bagaiman tatalaksana terapi dari penyakit SKA (Sindrom Koroner Akut).
1|FARMAKOTERAPI I
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA) Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, biasanya disebabkan oleh plak aterosklerosis. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI). Menurut Garko, penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner adalah penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam pada satu atau lebih arteri koroner menjadi sempit akibat akumulasi kronis dari plak ateromatous yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan oksigen sehingga merusak struktur dan fungsi jantung dan meningkatkan resiko nyeri dada (contohnya angina pektoris) dan serangan jantung (infark miokard).
2.2 Etiologi Sindrome Koroner Akut (SKA) Penyebab tersering adalah deposit ateroma di jaringan subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis). Aterosklerosis adalah proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa dan molekul inflamasi pada dinding arteri koroner. Progresivitas aterosklerosis berhubungan dengan faktor lingkungan dan genetik dimana faktor tersebut akan berubah menjadi faktor resiko penyakit jantung koroner. Penyebab sindroma koroner akut adalah: a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Pada kebanyakan pasien, mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur akan mengakibatkan infark kecil di distal adalah petanda kerusakan miokard.
b) Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi) Penyebab agak jarang , yang mungkin sebab oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
2|FARMAKOTERAPI I
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Juga bisa terjadi akibat konstiksi abnormal pada pembuluh darah yang kecil.
c) Obstruksi mekanik yang progresif Penyebab ini adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan. d) Inflamasi dan/atau infeksi Inflamasi bisa disebabkan oleh/berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak sehingga terjadi SKA. e) Faktor atau keadaan pencetus Faktor ini merupakan faktor sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang menyebabkan terbatasnya perfusi miokard, dan biasanya pasien ini menderita angina stabil. 2.3 Patofisiologi Sindrome Koroner Akut (SKA) Sebagian besar Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang pecah akibat perubahan koposisi plak dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akn diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi seingga terbentuk trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh darah koroner. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard/MI). Infark miokrd tidak selalu disebabkan oleh oklus total pembuluh darah koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), serta distritmia remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spame maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progesi pembentukan plak atau restenosis setelah intervensi koroner
3|FARMAKOTERAPI I
perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak ateroskerosis.
2.4 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA) Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dan pemeriksaan biomarka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi : 1.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) Infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) ini merupakan gambaran cedera miokard transmural akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus.
2.
Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah sama dengan angina pektoris tak stabil dan penatalaksanaan juga adalah sama. Akan tetapi NSTEMI ditegakkan dengan adanya nekrosis miokard dan adanya peningkatan biomaker jantung.
3.
Angina pektoris tidak stabil (APTS) APTS adalah dimana simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien. Yang termasuk dalam angina tak stabil adalah : a)
Bila pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi lebih dari 3 kali per hari.
b)
Bila pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, tapi serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat nyerinya tetapi faktor presipitasi makin ringan.
c)
Pasien dengan serangan angina masa istirahat.
2.5 Tatalaksana Terapi Sindrom Koroner Akut (SKA) 2.5.1 Terapi Non-Farmakologi Terapi farmakologi yang dapat dilakukan yaitu : a. Merubah gaya hidup misalnya berhenti merokok. 4|FARMAKOTERAPI I
b. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL dan memperbaiki koroner pada penderita sindrom koroner akut, karena : Memperbaiki fungsi paru-paru dan memperbanyak O2 masuk ke dalam miokard. Menurukan tekanan darah c. Diet dapat mengurangi kadar hiperglikemia
2.5.2
Terapi Farmakologi
a. Anti-iskemi 1. Nitrat Mekanisme obat ini yaitu menyebabkan vasodilatasi perifer, terutama vena, bekerja pada otot polos vaskular yang mencakup pembentukan nitrat oksida, meningkatkan cGMP intraseluler, dan menurunkan tekanan pada jantung sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan nyeri cepat menghilang 2. Calcium Channel Blocker Mekanisme : Pada otot jantung dan otot polos vaskular, Ca++ terutama berperan dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar Ca++ intrasel akan meningkatkan kontraksi. Masuknya Ca++ dari ujung ekstrasel ke dalam ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar Ca++ ekstrasel dan intrasel dan karena ruang intrasel bermuatan negatif. Blokade kanal Ca++ menyebabkan berkurangnya kadar Ca++ intraseluler sehingga menurunkan kekuatan kontraksi otot jantung, menurunkan kebutuhan otot jantung akan oksigen, dan menyebabkan vasodilatasi otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tekanan arteri dan intraventrikular. Beberapa contoh obat Calcium channel antagonis : verapamil, nifedipin, felodipin, amlodipin, nikardipin, dan diltiazem. Amlodipin mempunyai durasi kerja panjang, lebih jarang menyebabkan takikardia daripada nifedipin. Verapamil dan diltiazem menekan nodus sinus, menyebabkan bradikardia ringan. Diltiazem memiliki aksi yang berada di antara verapamil dan nifedipin dan tidak menyebabkan takikardia. 3. β-adrenergic Blocking Agents β bloker dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan perfusi darah iskemi, dan mencegah angina. Selain itu juga dapat menurunkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen pada pasien angina. Obat ini efektif sebagai monoterapi atau dapat dikombinasikan dengan nitrat dan/atau calcium channel blocker. β bloker merupakan obat pilihan pertama pada angina kronis sebagai terapi daily maintenance dan lebih baik dari nitrat atau calcium channal blocker. Jika β blcker tidak efektif, kombinasi bisa dimulai. Dosis awal β bloker sebaiknya pada batas terendah dari dosis biasa dan ditambahkan sesuai respon
5|FARMAKOTERAPI I
pasien. Tujuannya yaitu menurunakan denyut jantung istirahat sampai 50-60 denyut per menit. b. Antitrombotik 1. Obat Penghambat Siklo-oksigenase (COX)
Aspirin Aspirin bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara menghambat siklooksigenase di dalam platelet (trombosit) melalui asetilasi yang ireversibel. Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui jalur tersebut dan bukan yang lainnya. Sebagian dari keuntungan ASA dapat terjadi karena kemampuan anti inflamasinya, yang dapat mengurangi ruptur plak. Dosis awal 160 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis 80 mg sampai 325 mg untuk seterusnya. Dosis yang lebih tinggi lebih sering menyebabkan efek samping gastrointestinal.
2. Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat
Klopidogrel Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang lebih baru bekerja dengan menekan aktivitas kompleks glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan menghambat agregasi trombosit secara efektif. Klopidogrel dapat dipakai pada pasien yang tidak tahan dengan aspirin dan dalam jangka pendek dapat dikombinasi dengan aspirin untuk pasien yang menjalani pemasangan stent.
3. Antikoagulan
Unfactionated Heparin (UFH) Unftactionated Heparin (selanjutnya disingkat sebagai UFH) merupakan glikosaminoglikan yang terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul antara 3000-30.000. Rantai polisakarida ini akan mengikat antitrombin III dan mempercepat proses hambatan antitrombin II terhadap trombin dan faktor Xa.
Heparin dengan berat molekul rendah (LMWH) LMWH mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada heparin standar. Heparin ini mempunyai keuntungan karena hanya membutuhkan dosis tunggal harian melalui suntikan subkutan dan dosis profilaksis tidak membutuhkan pemantauan.
6|FARMAKOTERAPI I
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, biasanya disebabkan oleh plak aterosklerosis. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI). Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan suplai oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi.
7|FARMAKOTERAPI I
DAFTAR PUSTAKA
8|FARMAKOTERAPI I