Bab I-daftar Pustaka.docx

  • Uploaded by: Nalia Resi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I-daftar Pustaka.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,584
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut UU No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2007) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Menurut Nyumairah (2013) salah satu bentuk kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosional, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu (Buchanan & Carpenter, 2000 cit. Videback, 2008). Penyebab gangguan jiwa adalah emosional, emosional merupakan hasil interaksi antara faktor subjektif (proses kognitif), faktor lingkungan (hasil belajar), dan faktor biologis (proses hormonal), dengan kata lain, emosi muncul pada saat manusia berinteraksi dengan lingkungan dan merupakan hasil upaya untuk beradaptasi dengan lingkungannya kemudian terjadi resiko perilaku kekerasan (Herlina 2011 cit. Yuliawati, 2013). Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien skizofrenia adalah resiko perilaku kekerasan (Dwi & Prihantini, 2014). Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011). Melihat dari dampak dan kerugiannya, resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi seseorang. Jadi,

1

resiko perilaku kekerasan dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2007). Penatalaksanaan atau penanganan resiko perilaku kekerasan sangat diperlukan dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan isolasi dan/atau restrain. Restrain adalah aplikasi langsung kekeuatan fisik pada individu, tanpa izin individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat menggunakan tenaga manusia, alat mekanis, atau kombinasi keduanya (Dwi & Prihantini, 2014).

B. RUMUSAN MASALAH 1) Apa pengertian dari resiko perilaku kekerasan? 2) Apa saja penyebab dari resiko perilaku kekerasan? 3) Bagaimana rentang repon dari resiko perilaku kekerasan? 4) Apa saja tanda dan gejala pada pasien resiko perilaku kekerasan? 5) Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut? 6) Bagaimana pohon masalah dari resiko perilaku kekerasan? 7) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien resiko perilaku kekerasan?

C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mengetahui tentang teori dan asuhan keperawatan klien dengan resiko perilaku kekerasan

2. Tujuan khusus 1) Mengetahui pengertian dari resiko perilaku kekerasan 2) Mengetahui penyebab dari resiko perilaku kekerasan. 3) Mengetahui tentang rentang respon resiko perilaku kekerasan 4) Mengetahui tanda dan gejala dari resiko perilaku kekerasan. 5) Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut dari resiko perilaku kekerasan. 6) Mengetahui pohon masalah pada resiko perilaku kekerasan.

2

7) Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari resiko perilaku kekerasan.

3

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresif (agressive behavior) yang menyebabkan atau di maksudkan menganggu hubungan intrapersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu, perawat harus pula mengetahui tentang rentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Menurut Stuart & Sundeen (1996) marah merupakan persaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang di rasakan sebagai ancaman. Menurut Purba (2008) marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang. Meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Muhith, A, 2015) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepeda diri sendiri maupun orang lain.

B. ETIOLOGI Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu untuk beresiko perilaku kekerasan, yaitu: 1. Faktor predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu (Keliat, 2011): a. Faktor psikologis

4

Psychoanalytical Theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Frued berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas. Frustation aggression theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut frued ini berawal dri asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan

psikologi

lainnya

mengenai

perilaku

agresif:

mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Hal ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut: 1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mempu untuk menyelesaikan secara efektif. 2) Severe emotional deprivation atau reaksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak atau seductional parental yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri. 3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan dan koping (Muhith. 2015). b. Faktor sosial budaya Social Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosional secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajari. Pembelajaran ini bias

5

internal dan eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut, seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal: seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat orang dewasa mengespresikan beragai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Cultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengeskpresikan marah dengan cara asertif (Muhith. 2015). c. Faktor biologis. Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis: 1) Neurobiologis: Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses

impuls

agresif:

sistem

limbik,

lobus

frontal

dan

hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif. 2) Biokimia

6

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress. 3) Gangguan Otak Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Muhith, 2015). 2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart & Sundeen (2002) Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : a. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. b. Peristiwa besar dalam kehidupan c. Peran dan ketegangan peran d. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik e. Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan interpersonal dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas. Menurut Yosep (2009), Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan : a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

7

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. d. Ketidaksiapan

seorang

ibu

dalam

merawat

anaknya

dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga. Menurut Keliat (1996), Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni: 1) Klien: Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2) Lingkungan: Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi social.

C. RENTANG RESPON Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan menganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Oleh karnanya perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.(Muhith 2015)

Respon adaptif Asertif Frustasi

Pasif

8

Respon maladaptif Agresif Amuk

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresifkekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu: a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega. b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis. c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami. d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain. e. Amuk : Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri (Muhith 2015).

D. TANDA DAN GEJALA Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: 1. Data Obyektif: a. Muka merah b. Pandangan tajam c. Otot tegang d. Nada suara tinggi e. Berdebat f. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak

9

g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang

2. Data Subyektif: a. Mengeluh perasaan terancam b. Mengungkapkan perasaan tidak berguna c. Mengungkapkan perasaan jengkel d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung.

E. PENATALAKSAAN PASIEN DENGAN KEKERASAN AKUT 1. Pertama putuskan bahwa pasien hilang kendali secara akut. Apabila demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi, bukan dengan percakapan. Segera temui pasien jangan menunggu 2. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berada pada posisi yang aman. Waspadai tanda-tanda peringatan (misal: gelisah, sikap menuntut) apabila bercakap-cakap tampak bermamfaat, coba lakukan, tapi berilah batas yang jelas selama wawancara. 3. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut:larazepam 1-2 mg IM setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis: haloperidol 5 mg IM/jam untu dosis 3-4 atau depridol (5 mg IM/jam 2-3 dosis tidak direkomendasikan oleh FDA untuk keperluan tersebut. Apakah pasien menggunakan obat-obatan yang menekan SSP, apakah pasien dalam kondisi dedirium? Kalau demikian, berikan medikasi dan observasi ECT dapat mengendalikan kekerasan psikotik 4. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan penuh penghormatan-manusiawi, langsusng pasti tenang, menentramkan. Jangan menantang dan memprofokasikan atau secara terang-terangan tidak setuju dengan pasien 5. Temukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental, cedera otak? Penggunaan obat-obatan apakah ada pencetus lingkungn yang dapat dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik

10

6. Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian dan medikasi, apabila harus paksa kerumah sakit apakah ini benar-benar masalah criminal dan benarkah melibatkan polisi (Tomb, D, 2003)

F. POHON MASALAH

G. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas pasien b. Penanggung jawab c. Keluhan utama d. Alasan masuk. e. Faktor predisposisi 1) Riwayat penyakit pasien 2) Riwayat pengobatan 3) Riwayat trauma 4) Riwayat penyakit keluarga 5) Riwayat masa lalu yang tidak menyenangkan

11

f. Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital, TB, BB, kondisi fisik g. Psikososial 1) Genogram 2) Konsep diri a) Citra tubuh b) Identitas c) Peran d) Ideal diri e) Harga diri 3) Hubungan sosial: dengan orang terdekat, dalam masyarakat, hambatan dalam hubungan dengan orang lain. 4) Spiritual: nilai keyakinan, kegiatan ibadah. h. Status mental 1) Penampilan 2) Pembicaraan 3) Aktivitas motorik 4) Alam perasaan 5) Afek 6) Interaksi selama wawancara 7) Persepsi 8) Pola piker 9) Tingkat kesadaran 10) Memori 11) Tingkat konsentrasi dan berhitung 12) Kemampuan penilaian 13) Daya tilik diri i. Kebutuhan persiapan pulang 1) Makan 2) BAB/BAK 3) Mandi 4) Berpakaian/berhias 5) Istirahat dan tidur

12

6) Penggunaan obat 7) Pemeliharaan kesehatan 8) Kegiatan di dalam rumah j. Mekanisme koping 1) Mampu berbicara dengan orang lain 2) Mampu menjelaskan masalah ringan 3) Lebih suka diam jika ada masalah k. Masalah psikososial dan lingkungan 1) Masalah dengan kelompok 2) Masalah dengan lingkungan 3) Masalah dengan kesehatan 4) Masalah dengan perumahan 5) Masalah dengan ekonomi l. Aspek medic m. Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang perilaku: 1) Muka merah dan tegang 2) Pendangan tajam 3) Mengatupkan rahang dengan kuat 4) Megepalkan tangan 5) Jalan mondar-mandir 6) Bicara kasar 7) Mengancam secara verbal atau fisik 8) Melempar dan memukul 9) Merusak barang.

2. Diagnosa keperawatan Diagnosa yang muncul adalah : a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b. Perilaku kekerasan c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

13

3. Rencana intervensi keperawatan Tujuan: a. pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan b. pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan c. pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan. d. pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan e. pasien dapat menyebutkancara mencegah/mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan keperawatan a. Bina hubungan saling percaya, dalam menbina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan anda: mengucap salam, berjabat tangan, menjelaskan tujuan, membuat kontrak topic. b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu. c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang bias dilakukan pada saat marah yaitu secara verbal: orang lain, diri sendiri dan lingkungan. e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya. f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara: 1) SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur dan bantal. 2) SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara obat. a) Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul kasur dan bantal

14

b) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat. c) Susun jadual minum obat secara teratur d) Susun jadwal kegiatan harian cara kedua 3) SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal: a) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik b) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik. 4) SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual a) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal b) Latihan sholat/berdoa c) Buat jadwal latihan shoalat/berdoa g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal, susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal. h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal. 1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik. 2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal. i. Latih mengontrol perilaku kekerasn secara spiritual: 1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien. 2) Latihan mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan pasien. 3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah

15

j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat: 1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat. 2) Susun jadwal minum obat secara teratur. k. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan

Latihan SP 1 : Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya cara mengontrol secara fisik ke 1. ORIENTASI: “Selamat pagi pak, perkenalkan saya T A, Panggil saya T, saya perawat yang dinas di puskesmas….Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?” “Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah?” “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah Bapak.” “Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 20 menit?” “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau diruang tamu?”

KERJA: “Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O… ia, jadi ada 2 penyebab marah Bapak” “pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang kerumah istri belum menyediakan makanan, apa yang Bapak rasakan?” “apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal” “setelah itu apa yang Bapak lakukan?O… ia, Bapak memukul istri Bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan terhidang? Iya,

16

tentu tidak.. Apa kerugian cara Bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring pecah. Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian? “Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.” “Bagaimana kalua kita belajr satu cara dahulu?” “Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka Bapak berdiri, lalu tarik nafas dalam dari hidung, ttahan sebentar, lalu keluarkan tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus…, tahan, dan tiup melalui mulut, nah lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah dapat melakukannya. Bagaimana perasaanya?” “Nah, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya.”

TERMINASI “Bagaimana

perasaan

Bapak

setelah

berbincang-bincang

tentang

kemarahan Bapak? “iya jadi ada 2 penyebab Bapak marah…… dan yang Bapak rasakan…. Dan yang Bapak lakukan… serta akibatnya.” “Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak yang lalu. Jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak. Sekarang kita buat jadwal latihanya ya pak, berapa kali sehari Bapak mau latihan nafas dalam? Jam berapa saja pak?” “Baik, bagaimana kalau 2 hari lagi saya datang dan kita latihan cara lain untuk mencegah/mengontrol marah? Tempatnya dirumah Bapak saja ya, selamat pagi!”

Latihan SP 1: latihan megontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2 ORIENTASI:

17

“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang lagi.” “Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak marah? Apakah latihan nafas dalamnya sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya. Bagus sekali, bapak telah lakukan dengan baik.” “baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara kedua” “mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?” “dimana kita bicara? Bagaimana kalau diruang tamu?”

KERJA “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, dada berdebar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal.” “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal, nah coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya bagus, sekali bapak melakukannya.” “Lampiaskan kekesalam ke kasur atau bantal.” “Nah cara ini pun dapat bapak lakukan secara rutin jika perasaan marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.

TERMINASI “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?” “Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba bapak sebutkan lagi! Bagus “Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan bapak sehar-hari. Pukul kasur bantal mau berapa pukulan? Bagaimana kalau setiap bangun tidur

18

Baik, jadi pukul 5 pagi dan pukul 3 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, pak sekarang kita masukkan di jadwal kegiatan bapa.” “bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol marah dengan belajar minum obat. Mau pukul berapa, Pak? Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 2: latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat. ORIENTASI: “Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang lagi.” “Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak marah? “Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal dan kasur sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?” “Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?” “Mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?” KERJA “Bapak sudah dapat obat dari dokter?” Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum? Bagus! “Obatnya ada tiga macam pak, yang nama oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran bapak tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tenag, yang merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini harus bapak minum 3 kali dalam 1 hari pada pukul 7 pagi, 1 siang, dan jam 7 malam.” “Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak dapat mengisap es batu.” Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dahulu.”

19

“Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu labelnya di kotak obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosisnya yang harus diminum, pukul berapa saja yang harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!” “Jangan pernah menghentikan obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.” “Sekarang kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwalnya ya pak”

TERMINASI “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?” “Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.” bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara yang baik. Mau pukul berapa, Pak? Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 3: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social/ verbal ORIENTASI “Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang lagi.” “Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak marah? Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal, kasur dan minum obat sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara bicara untuk mengontrol rasa marah?” “dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?” “mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”

KERJA

20

“Baiklah kita akan latihan cara bicara yang baik untuk mencegah perasaan marah. Sekarang saya akan menjelaskan tentang cara bicara yang baik bila Bapak sedang marah, ada 3 caranya pak : “Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara rendah serta tidak menggunakan kata- kasar, misalnya pak saya mau minta makanan, coba bapak praktekkan? Bagus bapak. “Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya karena sedang ada pekerjaan, katakan maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada pekerjaan, coba bapak praktekkan ? bagus bapak” “Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal ibu dapat mengatakan saya menjadi marah karena perkataanmu itu coba bapak praktekkan? Bagus bapak.”

TERMINASI “Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah dengan cara bicara yang baik?” “Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. Bagus sekali. Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau melakukan latihan bicara yang baik?” “Besok kita akan membicarakan cara mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah.” “bapak mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.” “Tempatnya dimana bapak? bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya pak. Assalamualaikum.”

Latihan SP 4: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual. ORIENTASI: “Assaalamualaikum bapak, apakah ibu masih ingat dengan saya?, sesuai dengan janji saya kemarin, saya datang lagi”

21

“Bagaimana perasaan bapak pada pagi hari ini?. apakah bapak sudah melakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal? Bagaimana dengan minum obatnya? bagaimana dengan cara berbicara yang baik, apakah bapak sudah melakukannya.” “Sekarang kita melanjutkan berbicang-bincang tentang cara mengontrol rasa marah dengan cara ibadah. seusai kontrak kemarin, kita akan bicara selama 20 menit.

KERJA “Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan sebelumnya di rumah? Baik bapak, ada banyak kegiatan ibadah ya. Nah, dari berbagai kegiatan ini menurut bapak mana yang kira-kira yang efektif yang bisa bapak lakukan di rumah sakit? Baik, bapak memilih dengan Istighfar ya? Nah kalau bapak sedang marah coba ibu langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Setelah nafas dalam

bapak

bisa

merasa

rileks,

kemudian

ibu

ucapkan

Astaghfirullahaladzimii. Mari kita cobakan bu? bagus sekali. bapak bisa lakukan kegiatan ini secara teratur untuk meredakan kemarahan ya bapak.”

TERMINASI “Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan ibadah?” “Coba bapak sebutkan lagi berapa cara mengendalikan marah yang sudah kita pelajari?. Bagus sekali.” “Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau melakukan kegiatan ibadah?.” “Besok saya akan datang lagi, nanti kita akan bicarakan kemampuan bapak yang telah kita latih selama ini dan apakah bapak sudah mengontrol rasa marahnya,bapak mau jam berapa ?” “bapak mau dimana? bagaimana Disini lagi? baik jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya Bapak. Assalamualaikum.”

22

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi lain. Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya. Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam kemarahannya.

23

DAFTAR PUSTAKA Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan , 138-139. Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika. Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press. Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Undang-Undang No.18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika Aditama. Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Ganggguan Jiwa. Medan: USU Press Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Andi. Keliat, Budi Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC: Jakarta Yosep. Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. PT. Refika Aditama, Bandung Tomb, D, A. (2003). Buku Saku Psikiatri. EGC: Jakarta

24

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Pembahasan.docx
December 2019 10
Kata Pengantar.docx
April 2020 5
Kata Pengantar.docx
November 2019 10
Proposal.docx
April 2020 9
Kata Penganta1.docx
April 2020 13