Bab I Anak Talasemia.docx

  • Uploaded by: desi susanti
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Anak Talasemia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,556
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang berisiko tinggi untuk penyakit thalasemia. Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan terganggunya produksi hemoglobin dalam sel darah merah. "Prevalensi thalasemia bawaan atau carrier di Indonesia adalah sekitar 3-8 persen," kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, dalam sambutannya di puncak peringatan hari ulang tahun Yayasan Thalasemia Indonesia ke-25 di Gedung BPPT, Jakarta, hari ini.Wamenkes menjabarkan, jika persentase thalasemia mencapai 5 persen, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional thalasemia adalah 0,1 persen. "Ada 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi thalasemia lebih tinggu dari prevalensi nasional," ungkap Wamenkes. Beberapa dari 8 propinsi itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4 persen, Jakarta dengan 12,3 persen, Sumatera Selatan yang prevalensinya 5,4 persen, Gorontalo dengan persentase 3,1 persen, dan Kepulauan Riau 3 persen. Menurut Ali, setiap tahun, sekitar 300.000 anak dengan thalasemia akan dilahirkan dan sekitar 60-70 ribu, di antaranya adalah penderita jenis beta-thalasemia mayor, yang memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya."Beban bagi penderita thalasemia mayor memang berat karena harus mendapatkan transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Penderita thalasemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta rupah per bulan untuk pengobatan," ungkap Wamenkes. Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor, yang terjadi pada orang sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan thalasemia intermedia, yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala dan dapat bertahan hidup sampai dewasa. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1994 menunjukkan

1

persentase orang yang membawa gen thalasemia di seluruh dunia mencapai 4,5 persen atau sekitar 250 juta orang. Jumlah kasus thalasemia cenderung meningkat dan pada tahun 2001 diperkirakan jumlah pembawa gen thalasemia mencapai 7 persen dari penduduk dunia. 1.2. Rumusan masalah 1. Apa definisi thalasemia ? 2. Apa etiologi thalasemia ? 3. Bagaimana patofisiologi thalasemia? 4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ? 5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ? 6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ? 7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ? 8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ? 9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ? 1.3. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang menderita thalasemia 2. Tujuan Khusus a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia 1.4. Manfaat Penulisan 1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia 2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan keperawatan thalasemia

2

BAB II KONSEP TEORI 2.1. DEFINISI Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 ) Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010). Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012). 2.2. ETIOLOGI Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.

3

Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya. Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka. Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor (hoffbrand dkk,2006). Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah 1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan

4

2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin 2.3. KLASIFIKASI 1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α) Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu: a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)

Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia. b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl. c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl. d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)

5

Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya. 2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β) Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11. a. Thalassemia β o Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA b. Thalassemia β + Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit. Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu a. Thalasemia Mayor Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan : 

Lemah



Pucat



Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur



Berat badan kurang



Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.

6

b. Thalasemia minor/trait Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anakanaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya: 

Gizi buruk



Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba



Aktivitas

tidak

aktif

karena

pembesaran

limpa

dan

hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja Gejala khas adalah: 

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.



Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

2.4. ANATOMI FISIOLOGI 1. Sel darah merah Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Leukosit berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter sekitar 7,5 m dan tebal 2 m. Pembentukan sel darah merah (eritro poresis) mengalami kendali umpan balik. Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.

7

2. Haemoglobin Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. a. 2 Suksinil – KoA + 2 glisin b. 4 pirol  protoporfirin Ix c. Protoporfirin IX + Fe++  Heme d. Heme + Polipeptida  Rantai hemoglobin ( atau ) e. 2 rantai  + 2 rantai   hemoglobin A 3. Katabolisme hemoglobin Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-

8

sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall, 1997). 2.5. TANDA DAN GEJALA Semua

thalasemia

memiliki

gejala

yang

mirip,

tetapi

beratnya

bervariasi.Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. 2.6. PATOFISIOLOGI Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012) Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta

9

memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001). Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001). 2.7. MANIFESTASI KLINIS Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan. 1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi. 2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.

10

a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa. b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual. 3. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lamakelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia. 2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. 1. Screening test Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007). a. Interpretasi apusan darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

11

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF) Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Maureen,1999). c. Indeks eritrosit Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999). d. Model matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen, 1999). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).

12

2. Definitive test a. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007). b. Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 c. Molecular diagnosis Pemeriksaan

ini

Thalassemia. Molecular

adalah gold diagnosis bukan

standard dalam saja

dapat

mendiagnosis menentukan

tipe

Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku. 2.9. PENATALAKSANAAN 1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian

transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,

13

namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam. b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan

meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi). c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian

tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian. d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat

penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu. 2. Penatalaksanaan Perawatan a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang b.

Perawatan khusus : 1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan. 2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar. 3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi. 4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.

14

5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai. 3. Penatalaksanaan Pengobatan a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan. b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan. c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri. d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor. 4. Penatalaksanaan Pencegahan. a. Pencegahan primer penyuluhan sebelum

perkawinan (marriage

counselling) untuk

mencegah

perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

15

b. Pencegahan sekunder Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

16

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. PENGKAJIAN a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. b. Umur Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun. c. Riwayat Kesehatan Anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. d. Pertumbuhan dan Perkembangan Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. e. Pola Makan Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia. f. Pola Aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah. 17

g. Riwayat Kesehatan Keluarga Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor. h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC) Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir. i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia 1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia. 2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar. 3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan 4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman 5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik. 6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali). 7.

Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal

8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik. 9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena

18

adanya

penumpukan

zat

besi

dalam

jaringan

kulit

(hemosiderosis).(Nurarif,2013) 3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/ Na ke jaringan yang ditandai dengan klien mengeluh lemas dan mudah lelah ketika beraktifitas. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia) yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa tempat. 3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis. 4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan. 5. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas.

3.3. INTERVENSI 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/ Na ke jaringan Tujuan NOC : mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan. Intervensi NIC : a. Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea, diaforesis, pucat, tekanan dan frekuensi respirasi) b. Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi. c. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen. d. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.

19

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia) yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa tempat. Tujuan NOC : menunjukkan integritas jaringan yang baik Intervensi NIC : a. Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda dehisensi, atau eviserasi pada daerah insisi. b. Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangang sirkulasi. c. Ajarkan keluarga tentang tanda kerusakan kulit d. Gunakan TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka. 3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis. Tujuan NOC : menunjukkan pola pernapasan efektif Intervensi NIC : a. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi. b. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. c. Informasikan kepada keluarga bahwa tidak boleh merokok diruangan d. Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis 4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan. Tujuan NOC : mengoptimalkan tumbuh kembang pada anak Intervensi NIC : a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang

20

b. Pantau tingga dan berat badan gambarkan pada grafik pertumbuhan c. Dorong aktivitas yang sesuai dengan usia klien d. Konsultasikan dengan ahli gizi. 5. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas. Tujuan NOC : faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien Intervensi NIC : a. Pantau tanda/gejala infeksi b. Lakukan pemberian transfusi darah. c. Ajarkan kepada keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkan kepusat kesehatan d. Konsultasikan kepada dokter tentang pemberian transfusi darah.

21

BAB IV PENUTUP 4.1. KESIMPULAN Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Manifestasi dari thalasemia misalnya anemia berat yang bergantung pada transfuse darah, gagal berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan, pembesaran hati dan limpa, ekspansi tulang, defek pertumbuhan/endokrin, anemia hemolitik mikrositik hipokrom. 4.2. SARAN Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari para pembaca demi terciptanya makalah lain yang lebih baik lagi.

22

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, Suzanne.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner & Suddarth. Jakarta : EGC. Sudayo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Ed.5, Jilid II ). Jakarta : Interna Publishing. Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar Interpratama Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

23

Related Documents

Bab I Bp Anak Fix.docx
December 2019 20
Bab V Anak Fic.docx
December 2019 24
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87

More Documents from "Indrastika Wulandari"