Bab I (2).docx

  • Uploaded by: Faedil Ichsan Ciremai
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I (2).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,454
  • Pages: 39
BAB I PENDAHULUAN A. Skenario Seorang laki-laki berumur 25 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dirasakan dibelakang dinding dada dan terasa menusuk. Nyeri ini menyebar ke punggung dan dirasakan memburuk jika pasien menarik napas dalam dan membaik jika posisi bersandar ke depan. Pasien saat ini sedang terapi OAT dan baru berjalan 1 bulan, tetapi pasien tidak berobat teratu. Pasien tidak ada riwayat merokok, minum alcohol ataupun menggunakan obat terlarang. Pada pemeriksaan fisis dia terlihat sakit sedang dengan tekanan darah 120/85, nadi 105x permenit, respirasi 20 kali permenit, saturasi oksigen 98%. Sekarang ini dia tidak mengalami demam. Lehernya lemas dengan ada limfadenopati anterior. Pada auskultasi dada, dalam batas normal. Vena jugular tidak melebar. Pemeriksaan jantung diperoleh takikardi dengan tiga komponen suara dengan intensitas tinggi. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas normal.

B. Kata Sulit 1. Terapi OAT : Terapi Obat Anti Tuberculosis yang diberikan pada penderita Tb.1 2. Limfadenopati anterior : Pembesaran Kelenjar limfe pada bagian anterior sebagai mekanisme sistem imun tubuh.2

C. Kata Kunci 1. Laki-laki 25 tahun 2. Datang ke UGD dengan keluhan nyeri dada 3. Nyeri dirasakan dibelakang dinding dada dan terasa menusuk 4. Nyeri menyebar ke punggung 5. Dirasakan memburuk jika pasien menarik napas dalam dan membaik jika posisi bersandar ke depan 1

6. Saat ini sedang terapi OAT dan baru berjalan 1 bulan tapi pasien tidak berobat teratur 7. Tidak ada riwayat merokok, minum alcohol ataupun menggunakan obat terlarang 8. Pada pemeriksaan fisis terlihat sakit sedang 9. Tekanan darah 120/85 mmHg, nadi 105x permenit, respirasi 20x permenit dan saturasi oksigen 98% 10. Tidak demam 11. Leher lemas serta terdapat limfadenopati anterior 12. Pada auskultasi dalam batas normal 13. Vena jugular tidak melebar 14. Pemeriksaan jantung diperoleh takikardi dengan tiga komponen suara dengan intensitas tinggi 15. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas normal D. Pertanyaan 1.

Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi dari jantung !

2.

Bagaimana mekanisme nyeri dada?

3.

Mengapa nyeri dirasakan pada skenario memburuk saat inspirasi dalam dan membaik saat bersandar ke depan?

4.

Bagaimana hubungan terapi OAT dengan gejala yang ada pada skenario ?

5.

Bagaimana hubungan antara riwayat penyakit limfadenopati anterior dengan gejala yang timbul ?

6.

Jelaskan langkah-langkah diagnosis !

7.

Sebutkan dan jelaskan differential diagnosis dari skenario !

2

BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi dari Jantung 1. Anatomi Jantung3 Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan anatomi dalam. a. Anatomi luar Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan, yang ditempati oleh arteri descendens anterior kiri, dan sulkus interventrikuler posterior di sebelah belakang, yang dilewati oleh arteri descendens posterior. Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium, terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral dan pericardium parietal. Permukaan jantung yang diliputi oleh perikardium visceral lebih dikenal sebagai epicardium, yang meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk (refleksi) menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah. Adanya perikardium ini menyebabkan jantung terfiksasi dalam rongga dada dengan terbentuknya ligamen. Perlekatan perikardium parietal dengan manubrium sternii disebut ligamen perikardiosternal superior dan perlekatan pada

processus

sifoideus

sebagai

ligamen

perikardiosternal

inferior.

Selanjutnya pada kolumna vertebral dan pada diafragma sebagai ligamen perikardiovertebral dan pada diafragma sebagai ligamen perikardiofrenikus. Pada orang normal jumlagh cairan perikardium adalah 10-20ml.

3

Gambar 1. Anatomi luar b. Anatomi dalam Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum, sebuah partisi yang mengandung myocardium yang dilapisi oleh endocardium. Tiap sisi dipisahkan oleh katup atrioventrikular menjadi atrium pada ruang yang atas dan ventrikel pada ruang yang bawah.

Gambar 2. Anatomi dalam

4

1) Katup jantung: Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung terdapat katup – katup jantung yaitu katup atrioventrikuler dan katup semiluner. Katup atrioventrikular tersusun oleh double folds endocardium yang diperkuat dengan sedikit jaringan fibrosa.  Katup atrioventrikular kanan (katup trikuspid) memliki 3 flaps/cusps/daun.  Katup atrioventrikular kiri (katup mitral) memiliki 2 flaps/cusps/daun. Aliran darah jantung adalah aliran searah, darah memasuki jantung melalui atrium dan keluar melewati ventrikel di bawahnya. Katup antara atrium dan ventrikel membuka dan menutup secara pasif tergantung pada perubahan tekanan dalam ruangan. Katup terbuka ketika tekanan atrium lebih besar dari tekanan ventrikel. Selama ventrikel benkontaksi (sistol) tekanan pada ventrikel meningkat di atas atrium dan katup tertutup, untuk mencagah aliran backward. 2) Lapisan jantung Jantung tersusun dari 3 lapis jaringan: pericardium, myocardium, dan endocardium. a) Pericardium Tersusun atas 2 sacs (kantong), outer sacs terdiri atas jaringan fibrosa dan bagian dalam dari double layer dari membran serosa. Fibrosa luar sacs bersambungan dengan tunica adventisiadari pembuluh darah besar di bawahnya. Lapisan luar dari membran serosa disebut parietal pericardium, membatasi fibrous sacs, inner layer, visceral pericardium (epicardium),

adherent

dengan

otot

jantung.

Membran

serosa

mengandung sel epitelial flattened. Mengsekresikan cairan serosa ke rongga antara lapisan viseral dan parietal, yang mana dapat menghasilkan pergesekan antara rongga ketika jantung berdenyut.

5

Gambar 3. Lapisan Perikardiuum b) Myocardium Otot jantung yang hanya ada di jantung. Bekerja tidak di bawah control seperti

otot. Tiap sel memiliki nuckleus dan cabang-cabang.

Ujung-ujung sel dan cabang-cabang berhubungan sangat dekat dengan ujung dan cabang dari adjacent cell. Myocardium lebih tebal pada bagian apex dan semakin tipis pada bagian base. Hal ini menggambarkan jumlah beban kerja pada tiap bilik terhadap kontribusinnya dalam memompa darah. Myocardium paling tebal terdapat pada ventrikel kiri yang mempunyai beban kerja paling tinggi. c) Endocardium Bagian tipis, halus, glistening membrane yang membuat aliran darah mulus masuk ke dalam jantung. Mengandung epithelial sel datar, dan bersambungan dengan garis endhotelium pada pembuluh darah. 2. Fisiologi Jantung3 a. Sistem Konduksi Jantung 1) Sinoatrial Node (SA Node)/ Pacemaker: sekumpulan masa kecil dari sel khusus yang terbentang pada dinding atrium kanan dekat pembukaan vena 6

cava superior. Disebut pacemaker karena menginisiasi impuls menyebabkan kontraksi atrium. 2) Atrioventrikular Node (AV Node): terdapat pada dinding atrial septum dekat katup atriventrikular. Menkonduksi impuls yang tiba melalui atria dan yang berasal dari SA Node. Disini terdapat delay, sinyal elektrik butuh 0,1 sekon untuk melewati ventrikel, menyebabkan atria selesai berkontraksi sebelum ventrikel mulai berkontraksi. AV Node juga memiliki fungsi secondary pacemaker, mengambil alih fungsi SA Node bila terjadi masalah, namun menjadi lebih lambat daripada SA Node. 3) Atrioventrikular Bundle (AV Bundle atau Bundle of His): fiber khusus yang berasal dari AV Node. AV Bundle melintasi fibrous ring yang memisahkan atrium dan ventrikel, pada ujung atas sekat ventrikel, AV Bundle terbagi menjadi cabang bundle kanan dan kiri. Bersamaan dengan myocardium ventrikel, cabang-cabang membagi menjadi fiber halus yang disebut serat purkinje. AV bundle, cabang bundle, dan serat purkinje menghantarkan impuls elektrik dari AV node ke apex jantung dimana mulailah terjadi kontraksi ventrikel. b. Siklus jantung 1) Fase Pengisian 2) Fase Kontraksi Isovolumetrik 3) Fase Ejeksi 4) Fase Relaksasi Isovolumetrik

1) Fase pengisian a) Dimulai pada akhir diastol b) Tekanan pada atria lebih tinggi dari pada tekanan ventrikel, katup mitral dan trikuspidal terbuka, katup aorta dan pulmonal tertutup c) Terjadi pengisian cepat, disusul oleh pengisian lambat (diastasis) pada Ventrikel. 7

d) Aktifitas nodus SA dimulai pada pengisian lambat yang disebarkan pada otot atrium. Gelombang P pada EKG 2) Fase Kontraksi Isovolumetrik a) Tekanan di ventrikel melebihi tekanan atria, katup mitral dan trikuspidal tertutup  suara jantung 1 (S1) b) Penekanan katup mitral dan trikuspidal secara tiba-tiba kearah atrium c) Volume

ventrikel

tidak

berubah

walaupun

tekanan

meningkat

(isovolumetrik) d) Depolarisasi ventrikel. Kompleks QRS pada EKG 3) Fase Ejeksi a) Dimulai pada saat tekanan ventrikel menyebabkan terbukanya katup aorta dan pulmonal b) Terdiri dari fase ejeksi cepat dan lambat c) Jumlah darah yang dipompa selama fase ini 70 ml (stroke volume) d) Akhir dari fase ini terjadi repolarisasi ventrikel. Gelombang T pada EKG 4) Fase Relaksasi Isovolumetik a) Tekanan ventrikel menurun dengan cepat, tekanan arteri besar meningkat sehingga katup aorta dan pulmonal menutup  suara jantung 2 (S2) b) Volume ventrikel tidak berubah walaupun otot ventrikel relaksasi (relaksasi isovolumetrik) c) Fase ini berakhir bila tekanan dalam ventrikel lebih rendah dari tekanan atrium d) 3. Histologi Jantung4 Secara mikroskopik jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu endokardium, miokardium, dan epikardium. a. Endokardium Lapisan endokardium dari dalam keluar : 1. Lap. Endotel 8

2. Lap. Subendotel 3. Lap. Elastikomuskuler 4. Lap. Subendokardial Endokardium pada Atrium lebih tebal daripada endokardium pada ventrikel

Gambar 3. Lapisan endokardium pada atrium dan ventrikel

b. Miokardium 1) Bagian paling tebal dari dinding jantung 2) Atrium tipis, ventrikel tebal 3) Ventrikel kanan lebih tipis daripada ventrikel ki 4) Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen) : a) Fascia adheren b) Gap junction c. Epikardium Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari: 1) Jar. ikat fibroelastis 2) Mesotel 3) Epikard  perikardium Perikardium terbagi 2, yaitu: 1) Perikardium viseralis 2) Perikardium parietalis

9

2. Mekanisme nyeri dada Peradangan pada pericardium viceralis atau pericardium parietalis atau keduanya. Peradangan pada pericardium ini salah satunya disebabkan karena infeksi virus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Melalui aliran darah virus kemudian bias masuk ke pleura. Virus tersebut lalu menginfeksi pleura. Kemudian virus juga bermaksud menginvasi ke jantung. Lapisan terluar pada jantung adalah pericardium maka pericardium yang pertama kali terinfeksi oleh virus tersebut. Untuk mengalahkan virus yang datang, cairan serosa yang ada pada ruangan pericardial meningkat karena produksi interferon serta antibody lainnya. Peningkatan ini menyebabkan distribusi cairan pericardial tidak seimbang serta mengakibatkan lapisan pericardial khususnya parietalis dapat bergesekan dengan pleura. Gesekan antara pleura dan pericardium yang meradang itulah yang menyebabkan nyeri dada.5 Rasa nyeri di daerah dada dan perut dipengaruhi oleh saraf intercostales (Th1-12), N.sympathicus, N.parasympaticus. Rasa nyeri alat dalam, berhubungan dengan susunan saraf otonom.5 1. Rasa nyeri jantung Rasa nyeri pada penyakit jantung biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral aferen. Badan sel berada di dalam ganglion akan posterior, serabut saraf akan mengikuti nervus cardiacus (symphaticus), ujung cabang-cabang para symphaticus dan nervus Vagus membentuk plexus cardiacus. 2. Rasa nyeri perut Rasa nyeri perut yang disebut rasa nyeri alat dalam biasanya dirasakan dan Th5 12. Badan sel saraf ini berada di dalam ganglion akar posterior dan bersatu dengan nervus splanchnicus. Pada rasa nyeri jantung atau perut, bila ganglion symphaticus diblok, jalanan transmisi tersebut akan terputus, sehingga menghilangkan rasa sakit.

10

Nyeri dada dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Lokasi nyeri dada tergantung derivate segmental saraf aferen. gambaran klinis nyeri dada yang berhubungan dengan jantung:5 a. Nyeri angina pectoris, yaitu suatu sindrom klinis terjadinya sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Rasa sakit tidak lebih 10 menit dan dengan istirahat rasa sakit menghilang. Letak rasa sakit biasanya di sternum atau sub sternum, kadang menjalar ke punggung, rahang, leher. Kadang rasa sakit seperti di epigastrium, gigi dan bahu. Rasa sakit seperti ditekan benda berat, seperti dijepit, atau perasaan tak enak. Angina pectoris ada 3 macam, yaitu (a) Angina pectoris stabil, timbul sakit dada bila melakukan aktifitas fisik sampai kapasitas tertentu dan menghilang bila istirahat; (b) Angina pectoris tidak stabil, angina pectoris yang dating pertama kali, angina pectoris makin lama makin berat, pre infarction angina; (c) Prizmental angina, yaitu rasa nyeri dada justru pada saat istirahat disertai ST elevasi pada pemeriksaan EKG. b. Nyeri infark miokard akut (IMA), adalah nyeri dada yang terjadi akibat kerusakan (nekrosis) otot jantung akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Rasa nyeri pada IMA terjadi karena rangsang kimiawi atau mekanik pada ujung reseptor saraf. Rangsang ini melalui serabut aferen simpatis ke ganglion simpatis, radiks posterior menuju medula spinalis Th15. Di sini impuls aferen simpatis bertemu dengan impuls somatik struktur thoraks. Hal ini merupakan dasar terjadinya cardiac referred pain. Impuls berjalan melalui traktus spinotalamikus ke talamus, dan menuju kortex serebri sehingga terdapat sensasi rasa sakit. Keluhan nyeri dada akibat IMA adalah sebagai berikut : lokasi nyeri dada bisa substernal, prekordial, epigastriurn. Nyeri dada menjalar ke lengan kiri, leher dan rahang. Lamanya nyeri dada lebih dari 30 menit. Kualitas nyeri dada berupa seperti ditekan, diremas, atau terasa berat. Nyeri dada tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitras sublingual. Dapat disertai palpitasi, sesak 11

nafas, banyak keringat dan pucat. Meskipun pada umumnya nyeri dada IMA merupakan nyeri dada yang berat, tetapi pada Framingham Study dijumpai 25% penderita IMA tanpa keluhan nyeri dada (silent myocardial infarction) yaitu terutama pada penderita diabetes melitus. c. Nyeri karena perikarditis dirasakan restrosternal juga, tetapi biasanya bertambah sewaktu berbaring terlentang dan membaik kalau duduk tegak atau sedikit membungkuk. Pada waktu bernafas dalam, nyerinya bertambah. Perasaan tak enak di dada yang disertai perasaan seperti letih, nafas pendek, jantung berdebar-debar, dan takikardi; perasaan tidak tenang dapat disajikan oleh pasien dengan prolaps katup mitral. Jenis-jenis nyeri dada: 1. Diseksi aorta : Di dada bagian tengah, sering berpindah ke punggung dengan cepat, sangat berat, onset mendadak 2. Perikarditis : Nyeri tajam di dada bagian tengah (central sharp pain) berhubungan dengan respirasi dan posisi tubuh 3. Nyeri gastroesofagus : Nyeri rasa terbakar di dada bagian tengah. Bisa berhubungan dengan makanan. Penyebab ; Refluks esofagus, dyspepsia 4. Kolesitis : Nyeri perut di kuadran kanan atas yang khas disertai demam 5. Iskemia Miokard : Nyeri klasik di dada sentral, menjalar ke lengan kiri. Bisa menjalar ke leher, epigastrium, atau sisi kanan tubuh. Penyebab : Angina, Infark Miokard. 6. Nyeri Pleuritik : Nyeri tajam hanya di sisi kiri atau kanan ditimbulkan oleh pernapasan. Bisa berhubungan dengan posisi tubuh. Penyebab: Pneumonia, Emboli Paru.

3. Nyeri dirasakan sakit saat inspirasi dalam dan membaik saat bersandar ke depan Rasa nyeri pada penyakit jantung biasanya dirasakan dari Th 1 – 4 yang dinamakan serabut sensorik aatau visceral aferen. Badan sel berada di dalam 12

ganglion posterior, serabut saraf akan mengikuti nervus cardiaticus (Sympatucus ), ujung cabang-cabang parasympatucus dan nervus vagus membentuk plexus cardiacus. Sensasi nyeri yang berasal dari toraks akan menjalar melalui dua jaras menuju sistem saraf pusat, yaitu:6 Pertama jaras parietal. Sensasi parietal yang dijalarkan langsung ke dalam saraf spinal setempat berasal dari peritoneum parietalis, pleura, atau pericardium. Dan sensasi ini biasanya dilokalisasikan tepat diatas daerah yang menimbulkan nyeri. Karena pada kasus nyeri dada yang dirasakan menjalar ke punggung maka penjalarannya melalui jaras yang kedua yaitu jaras visceral bukan jaras parietal. Sensasi visceral dijalarkan melalui serabut-serabut sensorik otonom (simpatis dan parasimpatis) dan sensasi nyeri akan dialihkan kedaerah permukaan tubuh. Bila nyeri yang dijalarkan melaui jaras viceral ini dialihkan kepermukaan tubuh, biasanya nyeri itu akan dilokalisasikan sesuai segmen dermatom dari mana organ yang rusak itu berasal pada waktu embrio. Seperti pada kasus ini organ yang rusak adalah jantung maka pada jaras viceral akan dilokalisasikan pada daerah leher, bahu,retrosternal dan lengan bawah, karena daerah-daerah dermatom pada bagian ini berasal dari satu sel dermatom yang sama dengan jantung pada waktu embrio. Sehingga saraf simpatis pada jaras viceral akan menghantarkan nyeri kedaerahdaerah tersebut. Rasa nyeri yang berasal dari jantung di alihkan kebagian leher dengan melewati bahu, lalu melalui otot pectoralis turun ke lengan dan ke dalam daerah substernal dada. Ini semua adalah daerah permukaan tubuh yang mengirimkan serabut saraf sensorik nya ke segmen C3 sampai T5 medulla spinalis, sehingga nyeri yang di rasakan lebih terasa pada daerah punggung.6 Memburuk ketika inspirasi dan membaik ketika bersandar ke depan merupakan tanda khas dari nyeri perikard yang bersifat nyeri pleuritik sebagai akibat radang pleural, misalnya tajam dan bertambah pada waktu inspirasi, batuk dan perubahan posisi tubuh. Hal ini dapat di lihat dengan di berikannya tekanan keras pada diafragma stetoskop yang di letakkan pada dinding dada pada batas 13

sternum bagian bawah kiri. Bising gesek ini paling sering terdengar selama inspirasi dengan pasien posisi duduk, tetapi bising gesek pleural yang bebas mungkin terdengar selama inspirasi dengan pasien bersandar atau condong ke depan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nyeri dada memburuk pada saat inspirasi karena saat inspirasi paru-paru mengembang sehingga terjadi gesekan antara paruparu dan jantung, sedangkan saat bersandar ke depan terdapat ruang yang cukup lebar antara paru-paru dan jantung, sehingga bisa meminimalkan atau bahkan menghilangkan gesekan yang terjadi antara pericard dan pleura. Hal inilah yang menyebabkan nyeri nya berkurang. 6

3. Hubungan OAT dengan gejala yang ada pada skenario Pada penderita tubercolosis, gejala nyeri dada agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila timbul infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan intertisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke rongga pleura sehingga terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Nyeri dada timbul bila gesekan kedua pleura yang radang sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya. 1 4. Hubungan antara riwayat penyakit limfadenopati anterior dengan gejala yang timbul Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibagian atau di bersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekian kita. Partikel infeksi ini dapat mental dalam udara bebas selama 1-2jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, Ia akan menempel pada saluran atau jaringan paru partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan 14

dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial

bersama

gerakan

Silia

dengan

sekretnya

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di sini Ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman dapat bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonial kecil yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon.1 Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).1 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 1 Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

15

sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1 Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolapskonsolidasi.1 Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.1 Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi 16

dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. 1 Riwayat limfadenopati yang di alami oleh pasien tersebut merupakan suatu proses patomekanisme dari perjalanan infeksi tuberculosis yang di derita. 5. Langkah – langkah diagnosis 1. Anamnesis 7 a. Menanyakan identitas pasien : nama, umur, alamat, pekerjaan. b. Menanyakan keluhan utama (nyeri dada) dan menggali riwayat penyakit sekarang. Tanyakan : 1) Onset dan durasi nyeri dada : timbul mendadadak, kapan dan sudah berapa lama 2) Sifat nyeri dada : lengan/tangan, dagu, punggung, atau menetap di dada 3) Tanyakan gejala lain yang berhubungan :  Jantung berdebar-debar, sesak napas, batuk, berkeringat, rasa tertindih beban berat, rasa tercekik  Mual, muntah, nyeri perut/ulu hati  Kejang, pusing, otot lemah/lumpuh, nyeri pada ekstremitas, edema  Pingsan c. Menggali triwayat penyakit terdahulu yang sama dan berkaitan, untuk menilai apakah penyakit sekarang ada hubungannya dengan yang lalu, penyakit yang dapat mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi maupun presipitasi), misalnya hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus, gangguan fungsi tiroid, RHD, penyakit jantung, penyakit darah dan lain-lain. d. Menggali riwayat keluarga dan lingkungan :7 meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama yang berhubungan dengan gangguan pada sistem kardiovaskuler atau pada sistem

17

lain yang mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap fungsi sistem kardiovaskuler.  Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama  Mengenai penyakit menular, tanyakan seberapa dekat/sering bertemu dengan anggota keluarga yang sakit e. Menayakan riwayat kebiasaan dan Pola aktivitas sehari-hari:7 meliputi pola nutrisi dan cairan (makan dan minum), pola eliminasi (urine/bowel), istirahat-tidur, personal hygiene serta aktivitas/kebiasaan lain yang dapat memperburuk kondisi klien. Merokok f. Riwayat Psikososial meliputi riwayat psikologis pasien yang berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta dampaknya terhadap kehidupan sosial pasien. Gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini pada saat anamnesis dengan penderita jantung : 1. Angina (atau nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemik miokardium.

sebagaian

penderita menyangkal adanya “nyeri” dada dan

menjelaskan rasa kekakuan , rasa penuh, tertekan, atau berat pada dada tanpa nyeri. Angina dapat dijumpai sebagai nyeri yang dijalarkan, atau nyeri yang seolah berasal dari mandibula, atas, atau pertengahan punggung. Terdapat juga angina “silent” yang timbul tanpa disertai rasa tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah. 2. Dispnena (atau kesulitan benapas) akibat meningkatnya usaha benapas yang terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru; ortopnea (atau kesulitan bernapas pada posisi berbaring); dispnea nocturnal paroksismal (atau dispnea yang terjadi sewaktu tidur) terjadi akibat ventrikel kiri dan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur. 3. palpitasi (atau merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepatan, keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.

18

4. Edema perifer (atau pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruangan interstisial) jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan. 5. Sinkop, atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat. 6. Kelelahan dan kelemahan, sering kali akibat cerah jantung yang rendah dan perfusi aliran darah perifer yang berkurang. 2. Pemeriksaan Fisik 7 Kesan Umum

: meliputi kondisi pasien yang tampak.

Tanda-tanda vital

: meliputi Tekanan Darah (hipertensi, normal, hipotensi), Denyut Nadi, Respirasi rate, Suhu, Tinggi badan, Berat badan.

Wajah : mungkin di dapatkan pucat, cyanosis (dampak dan menurunnya distnbusi oksigen ke jaringan perifer), oedema periorbital (dampak dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta retensi air dan garam), grimace/tanda kesakitan, dan lain-lain. Hidung : pernafasan, cuping hidung, cyanosis. Mata

: konjunctiva pucat, ptechieae ; sclera icterus/normal; arcus senilis pada cornea; keadaan pembuluh darah retina (fundus mata).

Leher

: Distensi vena jugularis (Jugularis Venous Pressure > 5, 2 cm atau > 3 cm), adanya denyutan menunjukkan CHF.

Palpasi Vocal fremitus untuk menilai getaran suara pada dinding dada. Denyut apex (normal : ICS V Mid Clavicula Line. Sinistra selebar 1 cm), denyut apex meningkat pada Insuffisiensi aorta/mitral, sedikit meningkat pada hipertensi dan aorta stenosis, bila denyut apex didapatkan pada linea sternalis sinistra menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kanan. a. lCS II LSS adalah thrill akibat bising pulmonal stenosis 19

b. lCS IV LSS adalah thrill akibat bising ventrikel septum defect c. lCS II LSD adalah thrill akibat bising aorta stenosis d. Apex pada fase diastole menunjukksn Mitral stenosis, sedangkan pada fase sistole menunjukkan Mitral Insuffisiensi Denyut arteri di lokasi : a. Clavicula dan/ atau lCS II LSD menunjukkan Aneurisma aorta b. lCS II LSS menunjukkan Patent ductus arteriosus, Aneurisma arteri pulmonalis, aneurisms aorta descending. Denyut dan Tekanan Arteri Denyut nadi dipalpasi untuk mendapatkan informasi berikut: Frekuensi, keteraturan, amplitude, kualitas denyut. perubahan frekuensi atau keteraturan denyut arteri merupakan pertanda adanya aritmia jantung. irama jantung yang tidak teratur dihubungkan dengan variabilitas amplitudo denyut nadi. Bila jarak antara dua implus jantung tidak teratur waktu pengisian dan volume sekuncup, pada setiap denyut jantung menjadi berbeda. Misalnya, pemendekan darak antara dua denyut jantung mengurangi waktu pengisisan dan volume akibat nya, amplitudo denyut arteri perifer tersebut berkurang. Tekanan dan Denyut Vena Tekanan vena jugularis dan pulsasinya mencerminkan fungsi jantung bagian kanan vena jugularis interna diperiksa untuk mengetahui tekanan vena sentral dan untuk analisis pulsasi. pemerkiraan besarnya tekanan vena sental maka vena jugularis interna diperiksa pada waktu tubuh bagian atas ditinggikan sekitar 13 sampai 30 derajat. biasanya titik tertinggi denyut vena tidak melebihi 3 cm di atas sudut sternum atau sudut Louis (yaitu sudut yang dibentuk oleh pertemuan antara manubrium sterni dan corpus sterni). peningkatan tekanan vena yang abnormal, seperti pada kegagalan sisi kanan jantung, dapat diperiksakan denganmengukur jarak vertikel antara denyut vena jugularis dan sudut sternum. pada peningkatan tekanan yang ekstrim, biasanya sampai

20

melampaui 25 cm air (H2O ), vena jugularis tetep terisi hingga sudut rahang pada posisi tubuh yang ditinggikan 90 derajat. Dalam keadaan normal tekanan vena naik turun sesuai dengan pernapasan. Inspirasiakan menyebabkan tekanan vena menurun karena berkurangnya tekanan intratoraks (yang dikenal sebagai tanda kussamaul) menunjukan gangguan aliran balik vena ke jantung kanan, seperti pada gagal jantung kanan yang berat. Perkusi Menilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru (normal resonan/sonor). Auskultasi pada beberapa tempat yang benar yaitu: 1. Perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya suara tambahan. 2. Di daerah apeks / iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung berasal dari katup mitral. Di daerah sela Iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal. Di daerah sela Iga II kanan untuk mendengar bunyi jantung berasal dari aorta. Di daerah sela Iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari trikuspidal. 3. Perhatiakn irama dan frekuensi suara jantung. 4. Mendapat intensitas suara jantung. 5. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah. 6. Daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimumnya. 3. Pemeriksaan Penunjang7 a. Elektrokardiogram (EKG) Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina 21

dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif. b. Foto rontgen dada Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta. 4. Pemeriksaan laboratorium a) Darah lengkap haemoglobin, hematokrit, LED, leukosit, eritrosit, trombosit b) Arterial Blood Gasses : pH, PaCO2 , PaO2 , HC03, 02 Saturasi, Base Excess c) Liver Function Test

SGOT, SOPT, bilirubin, urobilin

d) Renal Function Test

BUN/ureum, kreatinin, uric acid

e) Fraksi Lemak

Kholesterol (total, low density lipoprotein, high density

lipoprotein),trigliserida f) Kimia darah : kadar gula darah g) Cardiac isoenzym : CK-MB, SGOT, LDH, CPK h) Elektrolit : Kalium, Natrium, Calcium, Clorida, Phospor i) Urine analisis

Reduksi, Sedimentasi

j) FaaI Hemostasis : PPT dan APTT pada kiien pasca terapi Streptokinase k) Serum katekolamin l) Kultur darah

6. Differential diagnosis dari skenario Penyakt Jantung Koroner 8 A. Epidemiologi Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab kematian nomor satu di Negara maju. Di Amerika serikat, setiap menit dilaporkan setiap menit ada satu orang meninggal akibat PJK. Di Indonesia juga dilaporkan hal yang sama atau hamper sama. Penyebab utama penyakit ini adalah proses penuaan dan berbagai 22

factor resiko yang memacu. Jadi terjadinya PJK karena umur rata – rata penduduk dunia saat ini yang semakin meningkat ditambah gaya hidup masa kini yang penuh resiko terjadinya PJK yang membuat penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang utama. Padahal jantung sebenarnya merupakan organ yang paling kuat disbanding organ – organ lain dalam tubuh manusia. B. Patofisiologi 1. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal, dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau spasme, peningkatan kebutuhan jaringan otot myocard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah, sebab aliran darah koroner dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncupnya seperti pada saat melakukan aktifitas fisik, bekerja atau berolah raga. Mekanisme pengaturan aliran koroner mengusahakan agar oksigenase jaringan tetap seimbang agar oksigenase jaringan mampu melakukan fungsi secara optimal. Metabolisme myocard hamper 100% memerlukan oksigen, dn telah berlangsung dalam keadaan istirahat, sehingga ekstraksi oksigen dari aliran darah koroner akan habis dalam keadaan tersebut. Peningkatan kebutuhan oksigen hanya dimungkinkan dengan menambah aliran dan bukan dengan meningkatkan ekstraksi aliran darah. Meskipun tampaknya sederhana, bahwa kebutuhan konsumsi oksigen jaringan tergantung pada pasok arteri koroner, tetapi mekanisme yang mendasari cukup kompleks.

23

2. Faktor – factor yang Mempengaruhi Aliran Koroner 2.1 Anatomi dan mekanis Arteri koroner bermuara dipangkal aorta pada sinus valsav, yang berada di belakang katup aorta. Arus darah yang keluar dari bilik kiri bersifat turbulen yang menybabkan terhambatnya aliran koroner. 2.2 Faktor mekanis akibat tekanan pada arteri koroner Arteri koroner tidak seluruhnya berada di permukaan jantung, tetapi sebagian besar berada dimyocard sehingga sewaktu jantung berkontraksi atau sistol tekanan intramyocard meningkat, hal mana akan menghambat aliran darah koroner. Karena itu dapat dipahami aliran darah koroner 80% terjadi pada saat diastole dan hanya 20% saat sistol. Besar kecilnya liang arteri koroner juga menentukan aliran. Makin kecil liang yang disebabkan oleh proses aterosklerosis, maka makin kecil pula aliran darah koroner. 2.3 Sistem otoregulasi Otot polos arteriole mampu melakukan adaptasi, berkontraksi (vasokonstriksi) maupun berdilatasi (vasodilatasi) baik oleh rangsangan metabolis maupun adanya zat – zat lain seperti adenine, ion K, prostaglandin dan kinin. Demikian pula oleh karena adanya regulasi saraf, baik yang bersifat alfa dan beta adrenergic maupun yang bersifat tekanan (baroreseptor). 2.4 Tekanan perfusi Meskipun aliran darah dalam arteri koroner dapat terjadi, tetapi perfusi ke dalam jaringan memerlukan tekanan tertentu, yang disebut tekanan perfusi. Tekanan perfusi dipengaruhi oleh tekanan cairan dalam rongga jantung, khususnya tekanan ventrikel kiri yang secara umum diketahui melalui pengukuran tekanan darah. Tekanan pefusi normal antara 70 – 130 mmHg.

24

C. Gejala Klinis Gejala utama PJK adalah angina pectoris (AP). AP didefenisikan sebagai perasaan tidak enak di dada akibat iskemia myocard. Perasaan tidak enak didada ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang – kadang ini tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. Serangan tidak berhubungan dengan perubahan posisi badan atau tarik napas. D. Faktor Resiko Factor – factor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya PJK yaitu umur, jenis kelamin laki – laki, genetic, stress, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, merokok, kurang olah raga, asam urat dan hemosistin. E. Pemeriksaan 1. Elektrokardiogram (EKG) Merupakan alat pemeriksaan yang paling murah dan paling cepat dalam mendeteksi PJK. Akan tetapi hasil EKG tidak dapat member gambaran 100% tepat karena banyak kondisi lain yang member gambaran mirip dengan PJK., misalnya anemia, hipertensi atau hipotensi, obesitas, mana, disegmen yang mana dan berapa persen penyempitannya. 2. Treadmill test atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan beban) Treadmill tes merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang menderita PJK dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya PJK. Selain itu, treadmill tes juga dapat menilai kapasitas jantung dan gangguan irama. Tes ini sebenarnya menilai perubahan gambaran EKG pada waktu jantung diberi beban yaitu excercise. 3. Echocardiography (ekokardiografi) Echocardiography adalah suatu prosedur yang mengunakan gelombang suara ultra,untuk menilai struktur dan fungsi jantung. Tes ini dapat mengvisualisasi secara langsung struktur jantung, maka alat ini digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung bawaan pada anak. Dengan menilai

25

pergerakan jantung, alat ini dapat mendeteksi adanya gangguan aliran darah diarteri koroner tertentu. 4. Angiografi Koroner (Kateterisasi jantung) Angiografi koroner adalah suatu cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikkan ke dalam arteri koroner untuk melihat apakah ada penyempitan pada A. Coronaria. 5. Cardiac`Magnetic Resonance Imaging (cardiac MRI) Teknik ini dipakai untuk menilai iskemia otot jantung melalui pergerakan dinding jantung. Kelemahannya yaitu tidak bisa dilakukan pada pasien yang memiliki unsure logamdi dalam badannya, misalnya pada pasien : pasien yang memiliki pacu jantung yang permanen, pernah dilakukan pemasangan stent, aneurysma clips didalam otak, logam dimata, pompa insulin, stimular saraf, gigi palsu logam atau sendi artificial. 6. Pemeriksaan Terhadap Faktor Resiko Anamnesis untuk mencari factor turunan, gaya hidup, pemeriksaan TD dan laboratorium. F.

Terapi 1. Obat Antiangina 1.1.Nitrat Nitrat organic yang digunakan sebagai obat antiangina seperti nitrogliserin (Gliserin Trinitrat = GTN), IsoSorbide DiNitrat (ISDN) dan Isosorebide 5-mononitrat didalam tubuh akan berubah menjadi nitric oxide (NO) setelah berkaitan dengan sulfhydriyl group. 1.2.Antiplatelets Low dose aspirin, ticlopidine, clopidogrel, dan trifluisal. 1.3.β-bloker Memiliki

efek

inotropik

dan

kronotropik

negative

sehingga

meningkatkan suplai Oksigen dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung. 26

1.4.CalciumChannel Blockers (CCB) CCb menurunkan beban jantung karena menurunkan afterload dan preload, meningkatkan aliran darah koroner karena melebarkan pembuluh darah koroner,dan mengurangi kebutuhan oksigen jantung karena menghambat kontraktilitas miokard. 1.5.Trimetazidine MR Menghambat enzim 3-ketoacyl rantai panjang pada mitokondria. Melalui metabolisme energy otot jantung akan lebih banyak berasal dari oksidase glukosa disbanding fatty acid. 1.6.ACE-Inhibitor Obat ini menurunkan kejadian cerebrovskuler dan kardiovaskuler seperti AP. Hal ini disebabkan karena ACE-Inhibitor meningkatkan fungsi vasomotor endotel pada pasien PJK, memiliki efek antiinflamasi dan remodelling, sehingga ACE-Inhibitor dianjurkan untuk pasien AP yang LVH. 1.7.Ivabradine Merupakan obat baru yang secara selektif dan spesifik menghambat arus depolarisasi di nodus SA, sehingga memiliki potensi menurunkan laju jantung yang setara dengan atenolol. Dengan menurukan laju jantung, obat ini selain meningkatkan durasi diastolic, meningkatkan perfusi dan suplei oksigen miokard`, juga menurunkan beban jantung dan kebutuhan oksigen. Dengan demikian obat ini secara teoritis dapat digunakan sebagai obat pengganti β-blockers bagi pasien

yang kontraindikasi

dengan β-blocker. Kardiomiopati9 Kardiomiopati adalah penyakit yang mengenai miokardium secara primer, dan bukan sebagai akibat hipertensi, kelainan kongenital, katup, koroner, arterial, dan perikardial. Di negara-negara Barat kardiomiopati bukan merupakan penyebab utama

27

penyakit jantung, sedangkan di negara berkembang merupakan 30% atau lebih dari seluruh kematian karena penyakit jantung. Kardiomiopati dapat dibagi berdasarkan etiologi atau berdasarkan klinik. Berdasarkan etiologi kardiomiopati dibagi 2 jenis, yaitu : 1) Tipe primer, terdiri atas penyakit otot jantung yang penyebabnya tak diketahui; dan 2) Tipe sekunder, terdiri atas penyakit otot jantung dengan sebab yang diketahui atau berhubungan dengan penyakit yang mengenai sistem organ lain. Berdasarkan klinik, kardiomiopati dibagi atas: kardiomiopati dilatasi atau kongestif, restriktif, dan hipertrofik. Pada kardiomiopati dilatasi atau kongestif (bendungan) terlihat pembesaran ventrikel kiri dan atau kanan, penurunan fungsi sistolik, gagal jantung kongestif, aritmia, emboli. Pada kardiomiopati restriktif terdapat jaringan parut endomiokardial atau infiltrasi miokardial yang menyebabkan restriksi atau hambatan pengisian ventrikel kiri dan atau kanan. Kardiomiopati hipertrofik ditandai dengan hipertrofi atau penebalan ventrikel kiri yang tidak merata dengan khususan lebih mengenai septum daripada dinding ventrikel, dengan atau tanpa obstruksi alur keluar ventrikel kiri; biasanya pada rongga ventrikel kiri yang tidak dilatasi. A. Kardiomiopati Dilatasi Atau Kongestif Pengertian Kardiomiopati dilatasi ditandai oleh dilatasi ventrikel dan gejala dan tanda gagal ventrikel. Umumnya penyebabnya ‘idiopatik’, sehingga menyingkirkan disfungsi ventrikel sekunder akibat iskemia atau penyakit katup jantung, atau hipertensi. Gambaran klinis serupa dapat timbul pada iskemia kronis dimana terjadi disfungsi ventrikel kiri berat dengan atau tanpa angina simtomatik, namun keadaan ini lebih sering disebut sebagai ‘kardiomiopati iskemik’. Etiologi kardiomiopati dilatasi ‘idiopatik’ tetap tidak jelas. Progresi dari miokarditis viral menjadi kardiomiopati dilatasi mengimplikasikan etiologi viral pada beberapa pasien. Gambaran Klinis Gambaran klinis dari kardiomiopati dilatasi berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri dan atau kanan. Didapatkan rasa lelah, letargi, dan dispnu umum dan kadang pasien datang dengan edema paru yang jelas. Gagal jantung kanan dapat mendominasi dengan didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis (jugularis vein pressure / JVP), asites, dan edema perifer, terutama jika terdapat regurgitasi trikuspid bermakna sebagai akibat dari dilatasi ventrikel kanan, meskipun biasanya terlihat pada akhir kondisi ini. Palpitasi akibat aritmia atrium

28

atau ventrikel dapat timbul, terutama AF yang merupakan penyerta yang sering. Dapat terjadi embolisasi sistemik atau paru sekunder akibat pembentukan trombus atrium atau ventrikel, terutama jika ada AF. Pulsus alternans mungkin ditemukan, apeks ventrikel kiri bergeser, dan dapat didengar bunyi jantung ketiga ventrikel kiri dan kanan. Mungkin ditemukan bukti klinis edema paru dan regurgitasi mitral dan atau trikuspid fungsional. Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiogram (EKG) mungkin tidak spesifik namun dapat mengkonfirmasi adanya aritmia atrium atau ventrikel. Progresi gelombang ‘r’ yang jelek di lead dada anterior sering ditemukan sebagai akibat dilatasi ventrikel. Radiografi toraks sering memperlihatkan kongesti vena paru atau edema paru. Ekokardiografi biasanya memperlihatkan dilatasi baik ventrikel kiri maupun kanan, dengan fungsi global ventrikel yang jelek dan sering disertai distensi atrium dan regurgitasi katup atrioventrikel (AV). Karakter global disfungsi ventrikel penting karena adanya disfungsi regional akan mendukung penyakit jantung iskemik sebagai kemungkinan etiologi. Aliran darah yang lambat dalam ventrikel kiri yang mengalami dilatasi dan dengan konstr uksi yang jelek akan menyebabkan pembentukan trombus terutama pada apeks ventrikel, sering dapat dilihat dengan ekokardiografi dua-dimensi. Tes latihan dengan penilaian konsumsi oksigen menggunakan analisis gas pernapasan dapat memberikan penilaian kapasitas fungsional yang objektif, serta mendemonstrasikan abnormalitas EKG dasar yang dapat merefleksikan iskemia miokard. Pengukuran tekanan arteri pulmonal dapat dilakukan dengan kateterisasi jantung. Tekanan pulmonary capillary wedge dan tekanan akhir-diastolik ventrikel kiri memungkinkan evaluasi derajat keparahan hemodinamik dan membantu pemilihan terapi medis yang sesuai. Angiografi ventrikel kiri, selanjutnya menandai karakter dan luas disfungsi ventrikel kiri serta derajat keparahan regurgitasi mitral fungsional dan angografi koroner menyingkirkan penyakit jantung iskemik sebagai etiologi dasar. Biopsi miokard kadang dapat membantu, terutama pada infiltrasi miokard. Penatalaksanaan Tatalaksana kardiomiopati dilatasi didasarkan pada tatalaksana gagal jantung. Diuretik, digoksin, penghambat enzim pengkonversiangiotensin (penghambat ACE), dan nitrat kerja panjang. Semua obat ini memiliki peran dalam tatalaksana

29

kardiomiopati dilatasi, dengan penghambat ACE menjadi obat yang penting karena efek tambahannya pada mortalitas. Penyekat β. Metoprolol dan carvedilol, misalnya, juga efektif pada beberapa pasien meskipun mekanisme kerjanya tetap tidak jelas dan mungkin luas. Obatobatan anti aritmia karena banyak yang memiliki efek inotropik negatif dan dapat memperburuk gagal jantung. Amiodaron. Umum diresepkan untuk aritmia atrium dan ventrikel karena efektif dan ditoleransi dengan baik, relatif bebas dari efek inotropik negatif. Aritmia ventrikel agresif dan mengancam hidup kadang membutuhkan insersi defibrilator internal meskipun saat ini tidak banyak terdapat bukti pengaruhnya pada pasien-pasien tersebut. Antikoagulan. Umum direkomendasikan pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi terutama bila disertai dengan aritmia atrium atau adanya trombus ventrikel. Namun demikian, banyak yang menyarankan untuk tetap memberikan antikoagulan pada pasien disfungsi ventrikel kiri dan atau dilatasi atrium berat walau tidak ditemukan bukti adanya aritmia atau trombus. Transplantasi jantung. Dilakukan pada pasien berusia muda dnegan inkapasitas fungsional berat atau gagal jantung yang memburuk. Kesulitan dalam mendapatkan donor telah menyebabkan pengembangan teknik bedah alternatif, seperti kardiomioplasti dan bedah reduksi ventrikel, namun teknik-teknik ini belum terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas. B. Kardiomiopati Restriktif 1. Pengertian Kardiomiopati restriksif merupakan jenis kardiomiopati terjarang kecuali di daerah geografis tertentu, seperti Afrika, dimana fibrosis endomiokard lebih sering ditemukan. Presentasi kardiomiopati restriktif sering serupa, jika tidak identik, dengan gambaran perikarditis konstruktif. Pembedaan kedua keadaan ini penting karena perikarditis konstriktif dapat diterapi dengan baik dengan pembedahan, sementara tatalaksana kardiomiopati restriktif terutama bersifat suportif. Terdapat sejumlah penyebab kardiomiopati restriktif lain yang kadang terjadi pada orang dewasa : 1. Amiloid; 2. Sarkoid; dan 3. Hemokromatosis. 2. Gambaran Klinis Gambaran klinis disebabkan oleh disfungsi diastolik dengan relaksasi ventrikel terbatas. Kontraksi sistolik biasanya dipertahankan tetap baik hingga akhir perjalanan penyakit dimana terjadi dilatasi dan disfungsi ventrikel.

30

Dispnu dan intoleransi latihan mendominasi dan tanda klinis terutama berkaitan dengan disfungsi ventrikel kanan seperti peningkatan JVP dengan peningkatan lebih lanjut pada inspirasi (tanda Kussmaul), edema perifer, hepatomegali, dan asites. Mungkinterdengar suara jantung ketiga dan atau keempat. Edema paru jarang timbul hingga akhir proses penyakit. 3. Pemeriksaan Penunjang Temuan EKG dan radiografi toraks tidak spesifik meskipun adanya kalsifikasi perikard mengarahkan diagnosis perikarditis konstriktif dan bukannya kardiomiopati restriktif. Pada ekokardiografi, miokard biasanya menebal dengan pengisian ventrikel kiri abnormal pada ultrasonografi Doppler. Pada amiloidosis, deposisi miokard menghasilkan gambaran tekstur ‘groundglass’ yang khas pada miokard yang menebal. Ventrikel biasanyaa tidak mengalami dilatasi hingga tahap akhir penyakit namun terdapat dilatasi biatrial dini yang dapat menjadi cukup besar (‘atria raksasa’). Informasi penting bisa didapatkan dari pemindaian MRI jantung. Penebalan perikard dapat dilihat pada perikarditis konstriktif dan pemindaian CT paling baik untuk mengkonfirmasi. Kateterisasi jantung mendemostrasikan peningkatan tekanan atrium kanan dengan gelombang ‘a’ yang nyata dan penurunan ‘x’ serta ‘y’ yang cepat. Tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan abnormal dengan penurunan awal tekanan secara cepat pada onset diastol, diikuti oleh peningkatan tekanan diastolik secara cepat pada kedua ventrikel hingga plato yang meningkat sepanjang sisa diastol, yang disebut dengan gambaran ‘dip-and-plateau’ atau ‘square root’. Pola serupa juga terlihat pada perikarditis konstriktif, meskipun pada konstriksi tekanan diastolik ventrikel sangat serupa sementara tekanan ini sering berbeda pada restriksi. Dalam praktik, sangat sulit membedakan keduanya berdasarkan hemodinamik saja. Biopsi miokard merupakan bagian diagnostik penting dari kateterisasi jantung. Adanya amiloid, sarkoidosis, atau hemakromatosis biasanya dapat diidentifikasi dari bahan biopsi ventrikel kiri atau kanan. 4. Penatalaksanaan Tatalaksana umumnya bersifat suportif dengan terapi untuk retensi cairan dan aritmia. Penyekat saluran kalsium dapat memperbaiki relaksasi ventrikel. Perjalanan klinis biasanya perburukan progresif meskipun onset dan kecepatannya sering bervariasi. Pada hemokromatosis, vena seksi dan penggunaan agen kelat mungkin berguna. Jika dari pemeriksaan penunjang kemungkinan konstriksi perikard tidak dapat disingkirkan, maka mungkin tepat mempertimbangkan torakotomi eksplorasi, karena pasien dengan

31

konstriksi dapat memberi respon baik terhadap perikardiektomi dan kondisi yang dapat diterapi ini sebaiknya tidak terlewat. Pada restriksi, transplantasi jantung harus dipertimbangkan untuk pasien dengan penyakit sangat berat. C. Kardiomiopati Hipertrofik Kardiomiopati hipertrofik (hypertrophic cardiomyopathy / HCM) di tandai oleh hipertrofi ventrikel kiri yang tidak dapat dijelaskan, biasanya berbercakbercak, dan kadang hipertrofi miokard ventrikel kanan. Kardiomiopati hipertrofik terjadi tanpa adanya penyebab sekunder hipertrofi ventrikel seperti AS atau hipertensi sistemik dan sering terlokalisasi di bagian atas septum interventrikel (IVS) dan dinding anterior bebas LV. Jika ventrikel kanan terlibat, hampir selalu berkaitan dengan penyakit ventrikel kiri. Secara histologis, terdapat hipertrofi dengan kekacauan susunan sel miokard dan disrupsi komponen miofibrilar dalam miosit yang mengalami hipertrofi. Biasanya disertai fibrosis penyerta dengan derajat yang bervariasi. HCM diturunkan sebagai kelainan dominan autosomal dan beberapa mutasi genetik penyebab telah diisolaso, termasuk rantai berat (heavy chain) miosin jantung β pada kromosom 14 dan gen troponin T jantung pada kromosom I, yang merupakan sebagian besar mutasi genetik yang telah diisolasi saat ini. Maka, mungkin terdapat riwayat keluarga pada keadaan ini, meskipun seringkali tidak, mengimplikasikan bahwa beberapa kasus mungkin disebabkan oleh mutasi spontan. Gambaran Klinis Gejala antara lain dispnu, nyeri dada, palpitasi, rasa pusing, atau sinkop. Kadang kematian mendadak merupakan tampilan klinis pertama. Tanda klinis HCM mungkin minimal. Paling sering didengar murmur ejeksi sistolik pada batas sternal kiri. Denyut nadi biasanya normal, meskipun peningkatan denyut yang cepat ‘melompati’ bisa didapatkan. Denyutan apeks mungkin dipertahankan sebagai fungsi hipertrofi ventrikel. Pemeriksaan Penunjang Ekokardiografi transtorasik (TTE) merupakan pemeriksaan diagnostik utama yang paling banyak mendemonstrasikan hipertrofi septal asimetrik pada LV, meskipun hipertrofi yang terbatas pada dinding apikal atau posterior juga dapat terjadi. Ultrasonografi (ekokardiografi) Doppler dapat menilai derajat keparahan obstruksi alur keluar ventrikel kiri, meskipun obstruksi yang paling bermakna biasanya timbul pada akhir sistol setelah sebagian besar ejeksi ventrikel

32

kiri telah terjadi. Timbul gerakan anterior sistolik katup mitral yang lebih dikenal sebagai SAM (Isystolic anterior motion), yaitu keadaan anterior ujung daun katup mitral aposisi terhadap septum interventrikel, dan terjadi regusgitasi mitral dengan berbagai derajat umum. Pada keluarga dengan HCM, diagnosis dapat ditegakkan pada skrining ekokardiografi dan, pada beberapa kasus, dapat diidentifikasi secara tidak sengaja pada pasien yang menjalani ekokardiografi untuk alasan lain. Bila diagnosis tidak jelas dengan TTE konvensional, ekokardiografi transesofageal (TEE) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI) memberikan konfirmasi diagnosis slternatif yang berguna. EKG dapat memperlihatkan sejumlah abnormalitas-kompleks QRS lebar dan berbentuk aneh, mungkin terdapat kriteria voltase untuk hipertrofi ventrikel kiri, perubahan segmen ST-T yang melebar, defek konduksi interventrikel dan AFmeskipun EKG normal pada sekitar 5 hingga 25% pasien. Pada pasien dengan HCM yang telah terkonfirmasi, pengawasan EKG ambulatori (Holter) penting karena adanya aritmia ventrikel bermakna dapat timbul pada 25% dewasa dan asimtomatik. Adanya aritmia ventrikel bermakna dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Kateterisasi Jantung mungkin diperlukan, terutama pada pasien dengan nyeri dada, untuk menentukan apakah terdapat penyakit jantung koroner yang terjadi secara bersamaan. Angiografi ventrikel kiri sering memperlihatkan obliterasi ruang ventrikel kiri selama sistol. Pengukuran gradien pada alur keluar ventrikel kiri dapat dilakukan, untuk mengkonfirmasi derajat keparahan obstruksi alur keluar. Penatalaksanaan Tatalaksana bertujuan untuk menghilangkan gejala dan terapi aritmia yang potensial mengancam nyawa. Gejala bisa disebabkan oleh rwlaksasi niokard yang jelek, fungsi sistolik yang hiperdinamik dengan obstruksi alur keluar ventrikel kiri bermakna, aritmia, terutama AF, atau adanya regurgitasi mitral bermakna. Karena adanya hipertrofi ventrikel yang berat dan luas, gejala iskemia bermakna dapat timbul meskipun arteri koroner normal. Penyakit β dan penyakit saluran kalsium, terurtama verapamil, dapat digunakan untuk membantu relaksasi miokard dan mengurangi obstruksi alur keluar ventrikel kiri. Bila obstruksi alur keluar ventrikel kiri merupakan gejala yang utama, miomektomi bedah mungkin berguna. Penggantian katup mitral mungkin diperlukan pada MR berat. Pacu jantung dua ruang (dual chamber cardiac pacing) juga telah direkomendasikan pada beberapa pasien; perubahan pada aktivasi listrik

33

atrium dan ventrikel dapat memperkuat pengisian ventrikel dan mengurangi obstruksi alur keluar. Aritmia ventrikel sering diterapi dengan amiodaron meskipun pada beberapa kasus risiko tinggi, peran implan defibrilator masih diteliti. Prognosis Perjalanan penyakit kardiomiopati hipertropik adalah beragam, meskipun banyak penderita menunjukan perbaikan atau kestabilan gejala bersamaan dengan waktu. Fibrilasi atrium merupakan hal yang biasa pada akhir perjalanan penyakit, timbulnya biasanya munuju pada suatu peningkatan gejala yang berat, yang mungkin disebabkan oleh karena kehilangan kemampuan pompa atrium untuk mengisi ventrikel yang menebal. Aritmia ini, bila tetap ada, biasanya berkaitan dengan diagnosis yang buruk. Endokarditis infeksi timbul pada kurang dari 10% penderita dan disini diperlukan profilaksis endokarditis terutama pada penderita dengan obstruksi pada saat istirahat dan regurgitasi mitral. Progresifitas kardiomiopati hipertropik ini ke arah disfungsi dan dilatasi ventrikel kiri tanpa perbedaan alur luar telah ada yang dilaporkan tetapi bukan merupakan hal yang biasa. Penyebab utama kematian pada kardiomiopati hipertropik adalah mati mendadak yang dapat timbul pad penderita yang asimptomatis atau timbul tiba-tiba pada masa stabil penderita yang simptomatis. Sebaiknya, penderita muda dan penderita yang tanpa obstruksi atau dengan obstruksi yang ringan kelihatannya mempunyai resiko istimewa untuk kematian mendadak. Karena kematian mendadak sering timbul selama atau segera setelah latihan fisik maka latihan fisik yang berat harus dicegah pada semua penderita, terlepas daripada gejalanya.meskipun hemodinamik dapat memegang peranan yang penting, tapi hampir semua kematian, terutama mati mendadak disebabkan karena aritmia ventrikel. Obat penyekat beta kelihatannya tidak efektif mencegah kematian mendadak. Kalsium antagonis atau obat anti aritmia belum terbukti efektif melindungi kematian mendadak, hanya dari sejumlah obat-obatan tersebut, kelihatannya amiodaron yang dapat memberi harapan yang terbaik.

34

Tabel Evaluasi Laboratorium Pada Kardiomiopati Dilatasi Restriksi Rontgen Pembesaran jantung Ringan sedang-besar Hipertensi vena pulmonal EKG Kelainan ST-T Voltase rendah Defek konduksi

Ekokardiogram Dilatasi disfungsi kiri

dan Penebalan dinding ventrikel ventrikel kiri Sistolik normal

Radionuklir

Dilatasi dan Fungsi sistolik disfungsi ventrikel normal (RVG) kiri (RVG)

Kateterisasi

Dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri Elevasi tekanan ventrikel kanan dan kiri Curah jantung menurun

Fungsi sistolik normal Peningkatan tekanan Pengisian kanan dan kiri

Hipertrofi Ringan sampai sedang

Kelainan ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, Q abnormal Hipertrofi septum asimetris (ASH) Gerakan katup mitral ke muka saat sistolik (SAM) Fungsi sistolik kuat (RVG), ASH (RVG atau T1) Fungsi sistolik Obstruksi aliran ventrikel kiri Elevasi tekanan ventrikel kanan dan kiri

Cor Pulmonal 9 A. Pengertian Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Kor pulmonal akut adalah perenggangan atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal akut sering disebabkan oleh emboli paru masif, sedangkan kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif.

35

B. Etiologi Etiologic cor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok: 1. Penyakit pembuluh darah paru; 2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis; 3. Penyakit neuro muscular dinding dada; 4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli. C. Patofisiologi Penyakit paru kronis akan mengakibatkan: 1. Berkurangnya vascular bes paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang berkembang atau kerusakan paru; 2. Asidosis dan hiperkapnia; 3. Hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh darah paru; 4. Polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka penjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. D. Gejala Klinis Gagal nafas, nyeri dada. E. Diagnosis Anamnesis, Pada pemeriksaan fisis ditemukan edema, foto torak, laboratorium. F. Penatalaksanaan Pengobatan cor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untk menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. 1. Terapi Oksigen Terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan volume sekuncup ventrikel kanan, terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lainnya. Pemakaian oksigen dalam jangka waktu yang lama dapat meiningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen. 2. Digitalis Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri karena bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. 3. Diuretika Diuretika diberikan apabila ada gagal jantung kanan. Dengan terapi diuretic dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun.

36

4. Flebotomi Rindakan flebotomi pada pasien cor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi untuk menurunkan hematokrit dengan nilai 59%. 5. Antikoagulan Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien.

37

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil diskusi skenario 3 dengan gejala-gejala yang di kemukakan maka kami belum dapat memastikan diagnosis pasti karena masih memerlukan pemeriksaan penunjang yang lain untuk mendiagnosis secara pasti sesuai kasus skenario. B. Saran Demi kesempurnaan Laporan ini maka kritik dan saran sangat dibutuhkan dari pembaca.

38

DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo, AW.,Setiyohadi B., Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid II..2009. Jakarta: Interna Publishing 2. Sudoyo, AW.,Setiyohadi B., Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid III..2009. Jakarta: Interna Publishing 3. Rilantono, LI., Baraas F., Karo SK., Roebiono PS. Buku Ajar Kardiologi. Dalam : Hamed oemar, editor. Anatomi Jantung dan Pembuluh darah. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UI 4. De Fiore. Atlas Histologi kedokteran De fiore.

39

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"