Bab I (1).docx

  • Uploaded by: Anonymous 6L8BG2
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,111
  • Pages: 38
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Fungsi paling penting dari sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida. Tubuh kita begantung pada susunan saraf pusat (SSP), sistem pernafasan, jantung, dan sistem vaskular untuk menghasilkan pernafasan yang efektif. (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014 hal: 359) Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. (Syaifuddin, 2006 hal: 192) Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hiposia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis. Gagal nafas terjadi ketika satu atau lebih sistem atau organ gagal berfungsi dengan optimal. Gagal nafas merupakan diagnosis klinis yang luas dan tidak spesifik, menandakan sistem pernafasan tidak mampu mensuplai kebutuhan oksigen untuk menjaga metabolisme atau tidak dapat mengeluarkan jumlah karbon dioksida (CO2) Gagal nafas akut terjadi jika gagal nafas terjadi dengan cepat, sehingga mekanisme kompensasi tidak dapat mengatasi atau terganggu. (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014 hal: 359) Kegagalan pernafasan merupakan penyebab umum dari penyakit dan kematian, dampak terhadap masyarakat yaitu kehilangan produktivitas. Menurut Wei Er Cheng dkk, 2014. Angka kematian Unit Perawatan Intensif (ICU) di Eropa adalah sekitar 40%, dan studi epidemiologi menunjukkan bahwa kegagalan pernafasan akan menjadi lebih umum sebagai penduduk usia, meningkat sebanyak 80% dalam 20 tahun ke depan. Karena pengenalan diri obstruksi jalan pernafasan merupakan kunci penatalaksanaan yang berhasil, penting membedakan kedaruratan ini dari pingsan akibat stroke, serangan jantung, epilepsy, kelebihan obat atau keadaan

1

lain yang menyebabkan kegagalan pernafasan mendadak. Pada obstruksi saluran pernafasan yang lengkap, pasien tidak sanggup berbicara, bernafas atau batuk. Untuk penatalaksanaan keperawatan gagal nafas, perlu mengetahui gejala-gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada system pernapasan, sehingga dalam hal ini masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan yang efektif guna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernapasan ? 2. Apa yang dimaksud dengan gagal napas ? 3. Apa etiologi gagal napas ? 4. Apa tanda dan gejala gagal napas ? 5. Bagaimana patofisiologi gagal napas ? 6. Apa penatalaksanaan pasien dengan gagal napas ? 7. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan gagal napas ?

1.3 Tujuan Masalah 1. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem pernafasan 2. Mengetahui defenisi dari gagal napas 3. Mengetahui etiologi dari gagal napas 4. Mengetahui tanda dan gejala dari gagal napas 5. Mengetahui patofisiologi dari gagal napas 6. Mengetahui penatalaksanaan dari gagal napas 7. Mengetahui asuhan keperawatan dari gagal napas

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru

beserta

pembungkusnya

(pleura)

dan

rongga

dada

yang

melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.

Prinsip dasar sistem pernapasan yaitu untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru dan jaringan, membantu mengatur keseimbangan asam-basa tubuh. Prinsip dasar sistem pernafasan ini tersusun atas: 1. Zona Penghantar terdiri dari jalur bersambung yang mengangkut udara ke dalam dan keluar paru-paru (hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus) 2. Zona pernapasan (tersusun atas bronkiolus duktus alveolus, dan alveolus) melakukan pertukaran gas

3

Sistem pernapasan terdiri dari saluran pernapasan atas, saluran pernapasan bawah, dan rongga toraks. 1. Saluran pernapasan atas Terutama terdiri dari hidung, mulut, nasofaring,orofaring,laringofaring, dan laring. Yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara inspirasi. Bertanggung jawab untuk mendeteksi rasa dan bau serta mengunyah dan menelan makanan. 

Lubang hidung dan jalur hidung Udara memasuki tubuh melalui lubang hidung (Nares) di mana rambutrambut kecil yang disebut Vibrissae menyaring keluar debu dan partikel asing yang besar. Kemudian udara kemudian melewati dua saluran hidug, yang dipisahkan oleh Septum, lalu tulang rawan membentuk dinding anterior saluran hidung. Struktur tulang (konka atau turbin) membentuk dinding posterior. -

Konka menghangatkan dan melembabkan udara sebelum melewati nasofaring

-

Lapisan mukus mereka juga memerangkap partikel asing yang lebih halus, yang dibawa silia ke faring untuk ditelan.



Sinus dan nasofaring Empat pasang sinus paranasal bermuara ke hidung bagian dalam. Sinus menyebabkan resonansi perkataan dan menghasilkan mukus.

4



Orofaring dan laringofaring Orogaring

merupakan

menghubungkan

dinding

nasofaring

dan

posterior

mulus.

laringofaring.

Orofaring

Laringofaring

memanjang ke esofagus dan laring.



Laring Laring mengandung pita suara dan menghubungkan faring dengan trakea. Laring berperan sebagai titik transisi antara saluran napas atas dan bawah. Otot dan tulang rawan membentuk dinding laring, termasuk tulang tiroid yang besar dan berbentuk perisai yang terletak tepat di bawah garis rahang. Epiglotis, suatu jaringan penutup yang menutup bagian atas laring ketika pasien menelan, melindungi pasien dari aspirasi makanan atau cairan ke dalam saluran napas bawah.

5

2. Saluran pernapasan bawah

Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Secara fungsional dibagi menjadi jalan napas penghantar dan asinus (tempat terjadi pertukaran gas). Saluran pernapasan bawah terdiri dari : 

Trakea Memanjang dari tulang rawan krikoid sampai karina (juga disebut bifurkasio trakea). Cincin krtilago berbentuk C melindungu trakea agar tidak kolaps.



Bronkus Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal dari pada yang kiri memasok udara ke paru-paru kanan. Bronkus utama kiri menghantarkan udara ke paru-paru kiri, bronkus utama dibagi menjadi lima bronkus lobaris (sekunder). Setiap bronkus lobaris memasuki sebuah lobus pada setiap paru-paru, bronkus lobaris bercabang menjadi bronkus segmental ( bronkus tersier ). Segmen berlanjut bercabang menjadi bronkus yang lebih kecil, akhirnya bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus yang lebih besar terdiri dari tulang rawan, otot polos, dan epitel, seiring dengan mengecilnya bronkus, mereka kehilangan tulang rawan kemudian otot polos, bronkiolus terkecil hanya terdiri dari satu lapis sel epitel.



Bronkiolus respiratorius Setiap bronkiolus meliputi bronkiolus terminalis dan asinus-unit pernapasan utama untuk pertukaan gas. Di dalam asinus, bronkiolus terminalis bercabang menjadi bronkiolus respiratorius yang lebih kecil. 6

Bronkiolus respiratorius menuju ke alveolus secara langsung di sepanjang dinding mereka. 

Alveolus Bronkiolus respiratorius pada akhirnya akan menjadi duktus alveolus, yang berakhir dalam bentuk kumpulan alveolus yang dibungkus kapiler yang disebut sakus alveolus. Pertukaran gas terjadi di alveolus, dinding alveolus mengandung dua jenis sel epitel dasar : -

Sel tipe I ( paling banyak) merupakan sel selapis gepeng dan datar yang ditembus pada saat pertukaran gas

-

Sel tipe II mensekresikan surfaktan, suatu zat yang menyelubungi alveolus dan berperan dalam pertukaran gas dengan menurunkan tegangan permukaan.



Paru-paru Paru-paru tergantung di dalam rongga pleura kanan dan kiri, mengangkangi jantung, dan dipertahankan posisinya oleh ligamen pangkal dan pulmonal. Paru kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih besar daripada paru kiri, mempunyai tiga lobus dan menangani 55% pertukaran gas. Paru kiri mempunyai dua lobus, setiap dasar konkaf paruparu terletak di atas diafragma, apeksnya memanjang sekitar 1,5 cm di atas iga pertama.

7



Pleura dan rongga pleura

Pleura terdiri dari lapisan viseral dan parietal. -

Pleura viseralis memeluk kseluruhan permukaan paru, termasuk area di antara lobus.

-

Pleura parietalis melapisi permukaan dalam dinding dada dan permukaan atas diafragma.

Rongga pleura mengandung lapisan tipis cairan serosa. -

Cairan ini melumasi permukaan pleura, memungkinkan mereka untuk

saling

bergesekan

dengan

mulus

ketika

paru-paru

mengembang dan berkontraksi. -

Rongga pleura membuat suatu ikatan di antara kedua lapisan yang menyebabkan paru-paru bergerak bersama dengan dinding dada selama bernapas.

2.2 Fisiologi pernapasan Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (espirasi), dapat di bagi menjadi dua tahap, yaitu : 1. Stadium pertama Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus, akibat kerja mekanik dari otot-otot. 2. Stadium kedua Transportasi pada fase ini terjadi dari beberapa aspek, yaitu :

8



Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal)serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.



Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus.



Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi, dimana dioksigen dioksida untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.



Transportasi adalah merupakan tahap yang mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm). Kekuatan untuk mendorong memindah ini diperoleh dari selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.



Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal pada saat posisi tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang, kecuali pada apeks paruparu. (medikal Bedah, 2012).

3. Rongga Dada Menyatukan area yang dikelilingi oleh diafragma, otot skalenus dan fasia leher, dan iga, otot interkostalis, vertebrata, sternum, dan ligamen-ligamen. Rongga dada meliputi mediastinum dan sangkar dada. 

Mediastinum Terdiri dari ruang diantara kedua paru-paru. Mediastinum berisi jantung dan perikardium, aorta torasikus, arteri dan vena pulmonalis, vena kava dan vena azigos, timus, kelenjar getah bening, dan pembuluh – pembuluh, trakea, esofagus, dan duktus torasikus, sarag vagus, kardia, dan frenikus.



Sangkar dada

9

Terdiri dari tulang dan tulang rawa; menyokong dan melindungi paru. Kolumna vertebralis dan 12 pasang iga membentuk bagian posterior. Manubrium, sternum, prosesus xifoideus, dan iga membentuk bagian anterior, yang melindungi organ-organ mediastinum yang terletak di antara rongga pleura kanan dan kiri.

4. Inspirasi dan Ekspirasi

Bernapas melibatkan inspirasi (proses aktif) dan ekspirasi (proses yang relatif pasif). Kedua aksi tersebut bergantung pasda fungsi otot pernapasan dan efek perbedaan tekanan pada paru-paru. Selama pernapsan normal, otot interkostalis eksternal membantu diafragma, otot pernapasan utama. Diafragma menurun untuk memperpanjang rongga dada, sedangkan otot interkostalis

eksternal

berkontraksi

untuk

memperluas

diameter

anteroposterior; aksi yang terkoordinasi ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dan terjadilah inspirasi. Naiknya diafragma dan relaksasi otot interkostalis menyebabkan kenaikan tekanan interpleura, dan terjadilah ekspirasi. 10



Pernapasan internal dan pernapasan eksternal Pernapaswan internal (pertukaran gas di jaringan) terjadi hanya melalui difusi. Pernapasan eksternal

( pertukaran gas di paru0paru) terjadi

melalui ventilasi, perfusi, dan difusi pulmonal. 

Ventilasi Melibatkan pergerakan gas ke dalam dan keluar saluran pernapasan. Terjadi sebagai akibat dari perbedaan tekanan atmosfer dan intrapulmonal. Terdiri dari proses berikut ini : -

Sebelum inspirasi, tekanan intrapulmonal sama dengan

tekanan

atmosfer -

Gradien teknanan atmosfer intrapulmonal menarik udara ke dalam paru-paru sampai kedua tekanan menjadi sama

-

Selama inspirasi, diafragma dan otot interkostalis berkontraksi, memperbesar dada; tekanan intrapleura menurun dan paru-paru mengembang untuk mengisi rongga dada

-

Selama ekspirasi normal, diafgrama perlhan berelaksasai dan paruparuserta dada secara pasif kembali ke ukuran dan posisi saat istirahat

-

Selama ekspirasi dalam atau yang dipaksakan, tekanan intrapulmonal meningkat di atas tekanan atmosfer.



Perfusi Pulmonal Merujuk pada aliran darah dari sisi kanan jantung, melewati srikulasi pulmonal, dan ke dalam sisi kiri jantung, perfusi membantu

11

pernapasan skternal. Aliran darah pulmonal normal memungkinkan pertukaran gas di alveolus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu transpor gas ke alveolus meliputi :



-

Curah jantung kurang dari rata-rata 5L/menit

-

Peningkatan rsistensi pulmonal dan sistemik

-

Hemoglobin abnormal atau tidak mencukupi

Ketidakcocokan ventilasi – perfusi -

Pirau / sbunt (penurunan ventilasi) menyebabkan darah yang tidak teroksigenasi bergerak dari sisi kanan jantung ke sisi kiri jantung dan ke dalam sistem sirkulasi; dapat terjadi akibat defek fisik atau obstruksi jalan napas.

-

Ventilasi ruang rugi (penurunan perfusi) terjadi ketika alveoli tidak mempunyai pasokan darah yang adekuat untuk terjadinya pertukaran gas, seperti pada emboli paru dan infark paru.

-

Unit terdiam (gabungan pirau dan ventilasi ruang-rugi) terjadi ketika sedikit atau tidak ada ventilasi serta perfusi yang terjadi, seperti pada kasus pneumutoraks dan sindroma distres pernapasan akut.

12



Difusi Molekul oksigen dan karbon dioksida bergerak di antara alveolus dan kapiler, selalu dari area dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke area dengan konsentrasi yang lebih rendah. Baik epitel alveolus maupun endotel kapiler tersusun atas satu lapis sel. Diantara lapisan ini terdapat ruang interstesial sempit yang terisi oleh elastin san kolagen. Normalnya, oksigen dan karbondioksida bergerak dengan mudah melewati lapisan ini. Oksigen berpindah dari alveolus ke dalam aliran darah, tempat ia akan diangkut oleh hemoglobin dalam SDM. Ketika oksigen tiba dalam aliran darah, ia menggantikan karbon dioksida ( hasil sampingan metabolisme), yang berdifusi dari SDM ke dalam darah dan kemudian ke alveolus. Sebagian besar oksigen yang diangkat berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin. Sebagian kecil oksigen larut dalam plasma dan dapat diukur sebagai tekanan parsial oksigen pada darah arteri atau PaO2. Setelah oksigen berikatan dengan hemoglobin, SDM mengalir ke jaringan. Melalui difusi seluler, terjadilah pernapasan internal ketika SDM melepaskan oksigen dan menyerap karbondioksida, SDM kemudian mengangkut karbondioksida kembali ke paru-paru untuk dikeluarkan selama ekspirasi. (Dr. Lyndon Saputra, 2014. Hal 40-51)

13

2.3 Definisi Gagal Nafas Gagal napas merupakan diagnosisi klinis yang luas dan tidak spesifik, menandakan sistem pernafasan tidak mampu mensuplai kebutuhan oksigen untuk menjaga metabolisme atau tidak dapat mengeluarkan jumlah karbon dioksida (CO2) yang cukup. Gagal napas akut didefenisikan sebagai tekanan parsial oksigen arteri (PO2) ≤ 50 mmHg pada udara ruangan atau tekanan parsial CO2 (PaCO2) ≥ 50 mmHg dengan pH ≤ 7,35 sebagai penanada lain dari gagal napas akut. (Black, J dan Hawks, J, 2014 : 359) Gagal

napas

adalah

ventilasi

tidak

adekuat

disebabkan

oleh

ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang karbon dioksida secara adekuat (kapita selekta penyakit, 2011) Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbondioksida Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya. (Bruner and Suddart 2002) Gagal napas timbul ketika pertukaran gas antara oksigen denga karbon dioksida di paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan tekanan oksigen arterial kurang dari 50 mmHg (hipoksemia) dan tekanan karbon dioksida arterial meningkat lebih dari 45mmHg (hiperkapnea). Definisi berdasarkan analisis gas darah tersebut tidak besifat absolut, bergantung dengan riwayat penyakit sebelumnya dari klien. Hal yang membedakan antara gagal pas akut dengan akut eksaserbasion dari gagal napas kronik yaitu:

14

1. Gagal napas akut adalah kegagalan pernapasan yang ditunjukkan pada klien dengan struktur dan fungsi paru yang dalam keadaan normal sebelum timbulnya penyakit. 2. Gagal napas kronik adalah kegagalan pernapasan yang terlihat pada klien dengan penyakit paru kronis seperti bronkitis kronis, emfisema, dan “ black lung siseases” (coal miner’s diseases) Gagal napas akut dapat diklasifikasikan sebagai hipoksemia atau gagal ventilasi dengan onset yang cepat dalam menit hngga jam atau meningkat dari hari ke hari. Klien dengan gagal napas hipoksemia akut mengalami hipoksemia arteri berat dan hanya sedikit berespons terhadap pemberian oksigen tambahan, meskipun ventilasi adekuat. Gagal napas hipoksemia dapat disebabkan mudah difusi seperti edema paru, nyaris tenggelam ( near drowning ), sindrom gawat napas (akut) dewasa (adult/acute respiratory distress syndrome [ARDS]) atau masalah lokal seperti pneumonia, perdarahan ke rongga dada, atau tumor paru. (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014 hal: 359)

2.4 Etiologi Gagal Napas Menurut Irman Somantri (2009: 89), penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan gagal ventilasi (ventilatory failure) yaitu sebagai berikut : 1. Kelainan yang merusak otot respiratory termasuk : a. Neuromuskular disorder, seperti multiple sklerosis, miastenia gravis, Sindrom Guillain-Barre atau poliomielitis. b. Cedera tulang belakang ( spinal cord injury ) yang mempengaruhi persyarafan pada otot interkostal. 2. Lesi sitem saraf pusat atau indeksi yang dapat merusak pusat mekanisme respirasi di otak seperti stroke / Cerebral Vaskuler Accident (CVA), serebral edema, peningkatan tekanan intrakranial, dan meningitis. 3. Overdosis obat, seperti analgesik opioid dan sedatif, yang dapat menimbulkan hiperventilasi. 4. Lain-lain seperti obesitas berat, sleep apnea, dan obstruksi jalan napas atas (termasuk endotracheal tube).

15

Menurut Irman Somantri (2009: 90), penyakit dan kelainan paru yang dapat menyebabkan oxygenation failure antara lain sebagai berikut : 1. Hambatan aliran darah, area paru sedang melakukan perfusi tetapi pertukaran gas tidak dapat terjadi (akan menimbulkan hipoksemia), seperti pneumonia, atelektasis, dan tumor paru. 2. Klien tinggal pada ketinggian atau yang menginhalasi bahan toksis, gas, atau rokok, dan karbon monoksida. Pada kondisi ini klien dapat bernapas tetapi dengan kadar oksigen yang rendah. 3. Klien dengan ARDS, seperti dari bahan liquid.

2.5 Manifestasi Klinis Gagal Nafas ( kapita selekta penyakit, 2011) 1. Pernapasan cepat 2. Gelisah 3. Ansietas 4. Bingung 5. Kehilangan konsentrasi 6. Takikardi

2.6 Patofisiologi Gagal Nafas Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru nya normal secara struktural maupun fungsional sebelum penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi

16

tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernapasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pneumonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

2.7 Penatalaksanaan Gagal Nafas a. Jalan napas Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obatobatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artificial dibandingkan jalan napas alami. Keuntungan jalan napas artificial adalah dapat melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP .memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute untuk bronkhoskopi. b. Oksigen Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai.

17

c. Bronkhodilator Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya. d. Agonis beta-adrenergik Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara parenteral atau oral. e. Antikolinergik Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik. f.

Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.

g. Fisioterapi dada dan nutrisi Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas. h. Pemantauan hemodinamik Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif. Menurut jurnal di studi saat ini melaporkan tingkat keberhasilan untuk NIV menggunakan CPAP atau BiPAP; BIS berhasil 78% pasien. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang diterbitkan melaporkan tingkat keberhasilan 50-80% dengan NIV untuk kegagalan pernafasan akut. BIS adalah bermanfaat dalam senting pasien pra dengan CPE di RCT dan studi meta-analisis. Implikasi lebih lanjut mengenai penggunaan NIV perlu ditangani dalam konteks Departemen Kesehatan Palestina. Modalitas baru pengobatan, seperti tim BIS, permintaan terlatih yang tidak hanya dapat menerapkan terapi tersebut, tetapi juga memungkinkan perawatan tersebut untuk menerjemahkan perbaikan pada pasien dan hasil klinis.

18

NIV telah menjadi pengobatan awal disukai pasien dengan gagal napas hiperkapnia dan pada mereka dengan kegagalan pernafasan hypoxemic di antaranya kondisi klinis dapat segera dibalik (48-72 jam), ketika kontrol jalan napas tidak diperlukan, dan pasien hemodinamik dan electrocardiographically menjadi stabil. Menurut jurnal ATC adalah cara penyapihan yang berguna pada pasien yang yang berventilasi mekanis karena gagal napas akut dibandingkan dengan PSV. ATC adalah sebuah mode tambahan untuk melakukan SBT yang menunjukkan PaO2 yang lebih tinggi dan dinamika yang lebih tinggi pada tingkat kesesuaian dengan jumlah pasien yang lebih tinggi.

19

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian 1. Identitas Klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas. 3. Riwayat kesehatan Sekarang Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien 4. Riwayat Kesehatan Terdahulu Apakah ada riwayat gagal napas terdahulu, kecelakaan/trauma, mengkonsumsi obat berlebihan. 5. Dasar Data Pengkajian a. Aktivitas/ Istirahat Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia b. Sirkulasi Gejala riwayat adanya bedah jantung paru, fenomena embolik (darah, udara, lemak). Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus seperti pada eklampsi Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia dapat terjadi ,tetapi EKG sering normal. Kulit dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi (tahaplanjut). c. Integritas Ego

20

Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental. d. Makanan /Cairan Gejala : Kehilangan selera makan, mual. Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus. e. Neurosensori Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik. f. Pernapasan Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara Tanda : -

Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal

-

Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.

-

Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas bronkial.

-

Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi

-

Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung.

g. Keamanan Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik. h. Seksualitas Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia i. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Makan/kelebihan dosis obat b. Pemeriksaan Fisik

21

A. Primary Survey 1. Airway b. Penilaian a) Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi) b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi seperti adanya bunyi mengorok atau gargling c. Pengelolaan airway a) Bersihan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid b) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal c) Pasang airway definitif sesuai indikasi d. Evaluasi 2. Breathing dan ventilasi oksigenasi a. Penilaian a) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan b) Inspeksi dan palpasi pernapasan  Tampak sesak  Pernapasan cuping hidung  Ronchi paru kiri dan kanan  RR 35x menit b. Pengelolaan a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask c. Evaluasi 2. Circulation

a. Penilaian a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal b) Mengetahui sumber perdarahan internal c) Periksa nadi: kecepatan, kualitas,keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak dikemukakannya pulsasi dari arteri

22

besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. d) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis e) Periksa tekanan darah  Suplai O2 SP02 78%  Badan dingin  HR 140x/menit b. Pengelolaan a) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada waktu usia subur), golongan darah dan crossmatch serta Analisis Gas Darah (AGD) b) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat c) Pasang PSAG/ bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. d) Cegah Hipotermia c. Evaluasi 3. Disability

a. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS b. Nilai pupil: besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi c. Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi, dan circulation  GCS 8  Suhu 38,6 4. Exposure Enviroment

a. Buka pakaian penderita b. Cegah hipotermia, beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang nyaman.

Keadaan umum

23

Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otototot bantu pernafasan, sianosis. a. B1 (Breathing)  Inspeksi Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.  Palpasi Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.  Perkusi Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.  Auskultasi Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada.

b. B2 (Blood) Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT. c. B3 (Brain) Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan

24

pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran. d. B4 (Bladder Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok. e. B5 (Boowel) Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.

f. B6 (Bone) Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument. Diagnosa gagal napas : 1. Pola Napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru 2. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi dan perfusi tidak seimbang 3. Kelebihan volume cairan b.d edema pulmona

c. NANDA, NOC, NIC No. NANDA 1.

NOC

Pola Napas tidak Status efektif

NIC Respirasi

: Manajemen Jalan Napas

b.d Kepatenan jalan nafas

penurunan

Setelah

ekspansi paru

tindakan

Aktivitas :

dilakukan keperawatan

25

24 jam pasien dapat mempertahankan

pola

pernapasan yang efektif

1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan. 2. Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn

Kriteria Hasil : a. Mendemonstrasikan batuk

efektif

suara

nafas

dan yang

3. Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg

ada

4. Berikan oksigen dalam bantuan

sianosis dan dyspneu

ventilasi dan humidifier sesuai

(mampu

dengan pesanan

bersih,

tidak

5. Pantau dan catat gas-gas darah

mengeluarkan sputum,

mampu

sesuai

bernafas

dengan

kecenderungan kenaikan PaCO2

mudah, tidak ada

atau kecendurungan penurunan

pursed lips)

PaO2

b. Menunjukkan jalan nafas

yang

paten

(klien tidak merasa

untuk

mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam

kepala tempat tidur ditinggikan

dalam

30 sampai 45 derajat untuk

normal,

tidak ada suara nafas

mengoptimalkan pernapasan 8. Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien

abnormal) sirkulasi;

aliran darah yang tidak obstruksi dan arah,

pada

tekanan yang sesuai melalui

dada

frekuensi

rentang

satu

kaji

7. Pertahankan tirah baring dengan

pernafasan

c. Status

6. Auskultasi

:

irama

tercekik, nafas,

indikasi

pembuluh

darah besar sirkulasi

untuk mebebat dada selama batuk 9. Instruksikan

pasien

melakukan

untuk

pernapasan

diagpragma atau bibir 10. Berikan

bantuan

ventilasi

mekanik bila PaCO > 60 mmHg.

26

pulmonal

dan

sistemi

PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam.

d. Perfusi

jaringan:

PaO2 tidak dapat dipertahankan

perifer; keadekuatan

pada 60 mmHg atau lebih, atau

aliran darah melalui

pasien memperlihatkan keletihan

pembuluh

atau depresi mental atau sekresi

kecil

darah

ekstremitas

menjadi sulit untuk diatasi.

untuk mempertahankan

Monitoring Pernafasan

fungsi jaringan Aktivitas : 1. Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas 2. Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan retaksi otot intercostal 3. Monitor bising pernafasan seperti ribut atau dengkuran 4. Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi 5. Palpasi jumlah pengembangan paru 6. Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks sampai basis secara bilateral 7. Catat lokasi trakea

27

8. Monitor kelemahan otot diafragma 9. Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang 10. Tentukan apakah harus dilakukan pengisapan dari hasil auskultasi seperti adanya ronkhi atau wheezing 11. Auskultasi lagi paru setelah dilakukan treatmen 12. Monitor kemampuan pasien untuk batuk 13. Catat lama, karakteristik dan lama batuk 14. Monitor sekresi pernafasan pasien 15. Monitor dispnu dan persitiwa yang bisa meningkatkan kejadian dispnu 16. Monitor adanya suara parau dan perubahan suara setiap jam dengan wajah yang terbakar 17. Monitor krepitus 18. Monitor hasil penyinran (X-rey)

Monitor Tanda-tanda Vital Aktivitas : 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

28

4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor

frekuensi

dan

irama

pernapasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernapasan abnormal 10. Monitor

suhu,

warna,

dan

kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor

adanya

(tekanan

nadi

cushing yang

triad

melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik) 13. Identifikasi

penyebab

dari

perubahan vital sign

2.

Gangguan pertukaran

a. Setelah gas

tindakan

dilakukan keperawatan

24jam pasien dapat : b.d ventilasi dan b. Status respirasi : perfusi tidak seimbang

Manajemen Asam Basa

pertukaran gas c. Indikator : a. Status mental

Aktivitas : 1. Jaga kepatenan akses IV 2. Jaga kepatenan jalan napas 3. Pantau ABG dan level elektrolit 4. Monitor

status

hemodinamik

dalam rentang

termasuk CVP (tekanan vena

yang diharapkan

sentral), MAP (tekanan arteri

b. Mudah bernafas

rata-rata), PAP (tekanan arteri

c. Tidak ada sianosis

paru)

d. Saturasi O2 dalam batas normal

5. Pantau

kehilangan

asam

(muntah, diare, diuresis, melalui

29

e. Keseimbangan

nasogastrik)

perfufsi ventilasi

dan

bikarbonat

(drainase fistula dan diare) 6. Posisikan untuk memfasilitasi

Status

respirasi

:

ventilasi yang adekuat seperti

ventilasi

membuka

Indikator :

menaikkan kepala tempat tidur

a. Rata-rata pernafasan

jalan

napas

dan

7. Pantau gejala gagal pernapasan dalam

rentan

yang

diharapkan

PaO2

peningkatan

yang

rendah,

PaCO2,

dan

kelemahan otot napas

b. Kedalaman

8. Pantau pola napas

pernafasan c. Ekspansi

seperti

9. Pantau dada

yang simetris d. Mudah bernafas

factor

penentu

pengangkutan oksigen jaringan seperti PaO2, SaO2, kadar Hb dan cardiac output 10. Sediakan terapi oksigen 11. Berikan

dukungan

ventilasi

mekanik 12. Pantau factor penentu konsumsi oksigen seperti

SvO2, avDO2

(perbedaan oksigen arterivena) 13. Dapatkan

hasil

labor

untuk

menganalisa keseimbangna asam basa seperti ABG, urin dan level serum 14. Pantau

ketidakseimbangan

elektrolit yang semakin buruk dengan

mengoreksi

ketidakseimbangan asam basa 15. Kurangi

konsumsi

oksigen

seperti tingkatkan kenyamanan,

30

control demam dan kurangi kecemasan 16. Pantau status neurology 17. Berikan

obat

alkali

seperti

sodium bicarbonat, berdasarkan hasil ABG 18. Dorong pasien dan keluarga untuk aktif dalam

pengobatan

ketidakseimbangan asam basa

Monitoring Pernapasan Aktivitas : 1. Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas 2. Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan retaksi otot intercostal 3. Monitor bising pernafasan seperti ribut atau dengkuran 4. Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi 5. Palpasi jumlah pengembangan paru 6. Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks sampai basis secara bilateral

31

7. Catat lokasi trakea 8. Monitor kelemahan otot diafragma 9. Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang 10. Tentukan apakah harus dilakukan pengisapan dari hasil auskultasi seperti adanya ronkhi atau wheezing 11. Auskultasi lagi paru setelah dilakukan treatmen 12. Monitor kemampuan pasien untuk batuk 13. Catat lama, karakteristik dan lama batuk 14. Monitor sekresi pernafasan pasien 15. Monitor dispnu dan persitiwa yang bisa meningkatkan kejadian dispnu 16. Monitor adanya suara parau dan perubahan suara setiap jam dengan wajah yang terbakar 17. Monitor krepitus 18. Monitor hasil penyinran (X-rey)

3.

Kelebihan volume b.d pulmo

d. Setelah cairan

oedema

tindakan

dilakukan

Manajemen Cairan

keperawatan

24jam pasien dapat : Keseimbangan Cairan

Aktivitas : 1. Timbang BB tiap hari

32

Kriteria Hasil : a. Tekanan

2. Hitung haluran darah

DBN

3. Pertahankan intake yang akurat 4. Pasang kateter urin

b. Kesimbangan intake & output c. Perubahan napas

suara

5. Monitor (seperti

status

hidrasi

:kelebapan

mukosa

membrane, nadi) 6. Monitor

status

hemodinamik

termasuk CVP, MAP, PAP 7. Monitor hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan BUN, Ht ↓) 8. Monitor TTV 9. Monitor

adanya

indikasi

retensi/overload

cairan

(seperti :edem, asites, distensi vena leher) 10. Monitor

perubahan

BB

klien

sebelum dan sesudah dialisa 11. Monitor status nutrisi 12. Monitor

respon

pasien

untuk

meresepkan terapi elektrolit 13. Kaji lokasi dan luas edem 14. Anjurkan klien untuk intake oral 15. Distribusikan cairan > 24 jam Monitoring Elektrolit Aktivitas : 1. Monitor jumlah serum elektrolit

33

2. Monitor albumin serum dan total jumlah protein sebagai indikasi 3. Monitor untuk keseimbangan asam dan basa perorangan 4. Identifikasi kemungkinan penyebab dari keseimbangan elektrolit 5. Kenali

dan

laporkan

keadaan

keseimbangan elektrolit 6. Monitor kehilangan cairan dan asosiasikan

kehilangan

elektolit

sebagai indikasi. 7. Monitor neurology

untuk dari

manifestasi keseimbangan

elektrolit 8. Monitor kecukupan ventilasi. 9. Monitor kadar osmolaritas serum dan urin 10. Catat perubahan di bagian perineal, seperti kekakuan dan tremor 11. Ajarkan mencegah

pasien atau

cara

untuk

meminimalkan

keseimbangan elektrolit 12. Instruksikan pasien atau keluarga terhadap

modifikasi

diet

yang

spesifik. 13. Konsultasikan ke dokter tanda dan gejala

dari

kehilangan

keseimbangan cairan dan elektrolit

34

Terapi Intravena Aktivitas : 1. Periksa tipe, jumlah, expire date, karakter dari cairan dan kerusakan botol 2. Tentukan dan persiapkan pompa infuse IV 3. Hubungkan botol dengan selang yang tepat 4. Atur cairan IV sesuai suhu ruangan 5. Kenali apakah pasien sedang penjalani pengobatan lain yang bertentangan dengan pengobatan ini 6. Atur pemberian IV, sesuai resep, dan pantau hasilnya 7. Pantau jumlah tetes IV dan tempat infus intravena 8. Pantau terjadinya kelebihan cairan dan reaksi yang timbul 9. Pantau kepatenan IV sebelum pemberian medikasi intravena 10. Ganti kanula IV, apparatus, dan infusate setiap 48 jam, tergantung pada protocol 11. Perhatikan adanya kemacetan aliran 12. Periksa IV secara teratur 13. Pantau tanda-tanda vital

35

14. Batas kalium intravena adalah 20 meq per jam atau 200 meq per 24 jam 15. Catat intake dan output 16. Pantau tanda dan gejala yang berhubungan dengan infusion phlebitis dan infeksi lokal

36

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas antara organisme dengan

lingkungan,

yaitu

pengambilan

oksigen

dan

eliminasi

karbondioksida. (Linda D. Urden dkk, 2014 : 21 ) Gagal napas terjadi jika pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Gagal

napas

adalah

kegagalan

sistem

pernapasan

untuk

mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

37

DAFTAR PUSTAKA

Burrnert and Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. EGC. Jakarta Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh dr.Joko Mulyanto,dkk. Jakarta: Salemba Emban Patria Depkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Ditjen Bina Yanmedik. ElBatonouny, Mahmoud dan Akram M Abdelbary. 2017. Use of automatic tube compensation(ATC) for weaning from mechanical ventilation in acute respiratory failure. Egypt : Elsevier B.V Dr. H. Syaifudin, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Uuntuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EGC. Herdman, T.H and Kamitsuru. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses Definitions & Classification 2015 & 2017 Oxford: wiley Blackwell. Ibrahim, Baraa Jihad and Dina Khalid Jaber.2014. The Effectiveness of Non Invasive Ventilation In Management of Respiratory Failure in Palestine a Prospective Observational Study. Jurnal Critical Care Medicine vol 2. July 2014 M. Bulechek, Gloria dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) America: Elsevier Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta Kedokteran edisi 2. Jakarta: EGC Robinson, Joan. M dan Lyndon Saputra. 2014. Buku Ajar Visual Nursing Jilid Satu. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher. Somantri,Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

38

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"