Bab I-1.docx

  • Uploaded by: yodhaarspino
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,344
  • Pages: 16
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh

pulihnya

konduksi

saraf

secara

spontan

dan

lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Anestesi selalu diperlukan dalam setiap pencabutan gigi baik pencabutan gigi permanen atau gigi tetap maupun pencabutan gigi susu agar pasien tidak merasakan sakit pada waktu dicabut giginya. Dalam praktik dokter gigi dikenal dua macam anestesi, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Untuk praktik dokter gigi, khususnya di Indonesia, biasanya dipakai anestesi local. Anestesi lokal merupakan salah satu tindakan medis yang sering dilakukan dalam kesehatan gigi. Anestesi lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri secara lokal pada daerah yang diberikan anestetikum untuk periode yang singkat. Menurut Malamed SF, anestesi lokal dapat mengkontrol rasa nyeri dalam bidang kesehatan gigi. Penggunaan bahan anestesi lokal yang spesifik diharapkan dapat memberikan kenyamanan selama pasien menjalani perawatan dalam bidang gigi. Dr. Haas melakukan survei terhadap penggunaan anestesi lokal oleh dokter gigi di Ontario, Kanada, didapatkan jumlah ampul yang digunakan pada tahun 2007 oleh dokter gigi di Ontario sebanyak 2.250.124 ampul

dengan rata-rata 1.613 ampul perdokter gigi. Dimana didapatkan bahwa penggunaan artikain dan lidokain menjadi bahan anestesi lokal yang paling populer. Pada hasil survei didapatkan sebesar 44,20% menggunakan artikain dan yang menggunakan lidokain sebanyak 39,70% dari total penggunaan bahan anestesi lokal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan M dkk mengenai gambaran penggunaan bahan anestesi lokal untuk pencabutan gigi tetap oleh 31 dokter gigi di kota Manado yang terdiri dari 14 laki-laki dan 17 perempuan. Hasilnya menunjukkan sebanyak 74,19% atau 23 orang dokter gigi menggunakan lidokain HCl 2%, 16,12% atau 5 orang menggunakan artikain HCl 4% serta sebanyak 3,22% menggunakan mepivakain HCl 2%, prokain HCl dan lainnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa anestetikum lokal lidokain menunjukkan persentase tertinggi dengan alasan bahan anestesi tersebut memenuhi syarat ideal dari bahan, yang mulai kerja cepat dan bekerja lama serta tidak menyebabkan alergi. Anamnesis yang lengkap dan akurat, teknik anestesi yang baik dan benar sesuai prosedur, ketepatan pemilihan macam obat anestesi beserta dosis atau volumenya, ketepatan penyuntikan, penggunnaan jarum suntik yang steril dan tajam merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan anestesi. Kejadian-kejadian tidak menyenangkan atau komplikasi dapat terjadi, baik pada waktu maupun setelah pelaksanaan anestesi. Sehingga dalam makalah ini akan membahas tentang kontraindikasi dan efek samping obat anestesi.

B. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian kontraindikasi dan indikasi 2. Untuk mengetahui kontraindikasi obat anestesi infiltrasi dan topikal 3. Untuk mengetahui pengertian efeksamping obat anestesi 4. Untuk mengetahui macam – macam efek samping obat anestesi

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi dalam dunia kesehatan artinya suatu khasiat atau kegunaan dari terapi atau obat tertentu. Sedangkan kontraindikasi artinya aplikasi obat atau terapi tertentu tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan risiko terhadap pasien. B. Kontraindikasi Obat Anestesi 1. Kontraindikasi topical anestesi: a. Persistensi gigi sulung b. Pencabutan banyak gigi dalam satu kuadran c. Infeksi akut kronis misalnya abses 2. Kontraindikasi infiltrasi anestesi: a. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan. b. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. c. Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease. d. Pada penderita penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.

e. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan metastase. f. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi. g. Kurangnya kerjasama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita. C. Pengertian Efek Samping Obat Anestesi Menurut WHO, efeksamping obat adalah tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Sehingga efeksamping obat anestesi adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan dalam proses ataupun setelah melakukan anestesi. D. Macam – Macam Efek Samping Obat Anastesi Pada pemakaian obat anestetik lokal terdapat potensi terjadinya komplikasi (Narlan Sumawinata, 2013). Komplikasi tersebut dibagi atas komplikasi lokal (efek lokal) dan komplikasi sistemik (efek sistemik), yang penjelasannya sebagai berikut: 1. Efek Lokal

Beberapa efek lokal yang tidak diharapkan yang dapat dikumpulkan dari literatur adalah infeksi, hematoma, anestesia yang persisten atau parestesia, paralisis nervus fasialis, trismus, nyeri atau rasa terbakar saat penyuntikan, edema, cedera jaringan lunak, dan lesi intraoral pasca anestesi.

a. Infeksi Infeksi setelah penyuntikan anestetik lokal dalam kedokteran gigi biasanya jarang terjadi berkat dipakainya instrumen sekali pakai. Anestetik lokal dianjurkan untuk tidak disuntikkan di daerah terinfeksi karena adanya risiko penyebaran infeksi.Penyebab utama terjadinya infeksi adalah terkontaminasinya jarum sebelum disuntikkan.Biasanya hal ini terjadi jika jarum menyentuh membran mukosa di rongga mulut. Penyebab lain adalah penanganan alat dan penyiapan daerah kerja yang kurang steril, dll. Infeksi yang terjadi bisa pula berupa infeksi silang, yakni terjadinya infeksi karena kontaminasi antara operator, pasien, atau perawat.Faktor lokal yang bisa menyebabkan dokter gigi atau perawat terinfeksi silang adalah karena faktor kelalaian, misalnya tertusuk jarum yang telah dipakai pada pasien yang mengidap penyakit menular seperti hepatitis.Untuk menghindari hal ini, alat suntik hendaknya tidak dibiarkan terbuka di tempat menyimpannya (baki alat), atau kalau ada, memakai safety syringe. b. Luka Jaringan Lunak

Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak berhati-hati menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranestesi. Hal ini menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang signifikan. Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak handicapped. c. Nyeri

Penyebab nyeri dapat terjadi karena teknik injeksi yang kurang hatihati,jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple,deposisi cepat

padaobat anestesi local yang menyebabkan kerusakan jaringan,jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang). Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan kecemasan pasien,menciptakan gerakatan tiba-tiba pada pasien dan menyebabkan jarum patah. d. Rasa Terbakar

Rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat pada daerah palatal,kontaminasi dengan alkohol dan larutan strelisasi yang menyababkan rasa terbakar. Jika disebabkan karena pH,maka akan menghilang sejalan dengan reaksi anestesi. Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat,kontaminasi dan obat anestesi yang terlalu hangat

dapat

menyebabkan

kerusakan

jaringan

yang

dapat

gusi

akan

berkembang menjadi trismus,edema,bahkan paresti. e. Pengelupasan Jaringan

Iritasi

yang

berkepanjangan

atau

iskemia

pada

menyebabkan beberpa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi epitel, antara lain aplikasi topical anestesi pada gusi yang terlalu lama, sensivitas yang sangat tinggi pada jaringan, adanya reaksi pada area topical anestesi. Penyebab abses steril antara lain iskemi sekunder akibat penggunaan local anestesi dengan vasokonstriktor (noreppineprin), biasanya berkembang pada palatum keras. Nyersi dapat terjadi pada deskuamasi epitel atau abses steril sehingga ada kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.

f.

Edema Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa gangguan. Edema dapat terjadi karena trauma selama injeksi, infeksi, alergi, hemoragi, jarum yang teriritasi, hereditary angioderma. Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang terkena. Angioneurotik edema yang dihasilkan akibat topical anestesi pada individu yang alergi dapat membahayakan jalan nafas. Edema pada lida, faring, dan laring dapat berkembang pada situasi gawat darurat.

g. Paresti

Pasien merasa mati rasa selama beberapa jam atau bahkan berhariharisetelah anestesi local. Penyebabnya karena trauma pada beberapa syaraf,injeksi anestesi local yang terkontaminasi alkohol atau cairan strelisasi yang menyebabkan iritasi sehingga dapat mengakibatkan edema dan sampai menjadi paresti. h. Hematoma Adakalanya, terjadi pendarahan setelah injeksi. Dalam keadaan normal, pendarahan (bleeding) yang terjadi biasanya sedikit sekali sehingga pasien tidak menyadarinya. Jika terjadi pendarahan yang banyak, akan mengakibatkan pembengkakan dan akan menjadi iritan untuk jaringan sehingga menimbulkan nyeri dan trismus. Namun hematoma

makin

lama

akan

menghilang

perlahan-lahan.

Kadangkadang, pada hematoma yang terjadi di otot pterygoideus medialis, diperlukan manipulasi aktif pada rahang agar tidak menjadi

trismus. Secara teori, terkumpulnya darah secara lokal akan merupakan media kultur yang ideal bagi bakteri, walaupun infeksi pada hematoma jarang terjadi. Jika ada indikasi infeksi, dianjurkan untuk memberikan antibiotic. i. Parestesia Parestesia atau anestesia yang persisten, adakalanya terjadi setelah penyuntikan anestetik lokal. Parestesia bisa terjadi selama beberapa jam lebih lama dari durasi anestesia yang biasa terjadi, atau bisa beberapa hari, atau pernah dilaporkan terjadi beberapa hari atau bahkan bulan. Penyebab parestesia bisa disebabkan oleh trauma pada jaringan saraf. Trauma pada saraf bisa terjadi antara lain oleh tusukan jarum ketika penyuntikan. Pasien merasakan adanya kejutan listrik (electricshock)

pada

daerah

yang

dipersarafi

nervus

yang

terkena.Pernah dilaporkan juga parestesia terjadi karena penyuntikan anestetik

yang

telah

terkontaminasi

alkohol

atau

larutan

pensteril.Kontaminan, terutama alkohol dilaporkan merupakan zat yang neurolitik dan bisa menimbulkan trauma pada saraf yang berlangsung lama (parestesia yang bisa berlangsung berbulan-bulan). Hemoragi di sekitar saraf jugamerupakan penyebab lain: pendarahan akan meningkatkan tekanan pada saraf yang bisa mengakibatkan parestesia. Anestetik lokal sendiri dilaporkan bisa menimbulkan parestesia.

j. Paralisis Nervus Fasialis (Facial Palsy) Jika injeksi dilakukan terlalu dekat dengan nervus fasialis maka saraf motoris ini akan paralisis. Hal ini terjadi jika jarum injeksi pada anestesi blockmandibula terlalu ke belakang dan memasuki kapsul glandula parotis.Berbagai cabang nervus fasialis akan terpengaruh dan efek dramatiknya adalah paralisis sementara dari otot-otot ekspresi wajah (sama dengan Bell’s palsy). Efek ini berlangsung sekitar satu hingga dua jam. Pada keadaan seperti ini, nervus trigeminus tidak teranestesi

sehingga

untuk

memperoleh efek anestesia

yang

dikehendaki dapat dilakukan injeksi kembali tetapi pada tempat yang tepat. k. Trismus Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang dengan

pembukaan

mulai

menjadi

terbatas

(rang

terkunci).

Etiologinya karena trauma pada otot atau pembuluh darah pada fosa infra temporal. kontaminasi alkohol dan larutab sterlisasi dapat meyebabkan iritasi jaringankemudian menjadi trismus. Hemoragi juga penyebab lain trismus. 2. Efek Sistemik

Anestetik

lokal

modern

boleh

dikatakan

cukup

aman

pemakaiannya. Walaupun demikian, reaksi yang tidak dikehendaki akan selalu tetap ada, dan reaksi tersebut digolongkan dalam reaksi terkait dengan prosedur injeksi, dengan obat (anestetik lokal), dengan

vasokonstriktor, dan dengan komponen lain yang ditambahkan ke dalam suatu kartrid anestetik lokal. a. Reaksi Terkait dengan Penyuntikan 1) Pingsan

Reaksi tidak dikehendaki yang paling sering terjadi pada penyuntikan anestetik lokal adalah pingsan, suatu reaksi psikomotor. Banyak pasien yang merasa cemas atau takut disuntik, apalagi disuntik di daerah rongga mulut. Perasaan takut ini akan meningkatkan denyut nadi dan tekanan darah akibat aktivasi saraf parasimpatik, atau merendahnya parameter akibat sinkop vasovagal, sehingga cardiac output berkurang. Jika pasien dibaringkan mendatar dan kakinya diletakkan lebih tinggi, biasanya akan dapat memulihkan aliran vena ke jantung serta tekanan darahnya. Jika pasien sudah sadar, pasien boleh diberi minuman manis karena kemungkinan terjadinya hipoglikemi. Hipoglikemi ini bisa disebabkan oleh belum adanya asupan energi sebelum datang ke dokter gigi akibat rasa takutnya. Episode pingsan ini dapat dicegah melalui manajemen penanganan pasien yang simpatik, mendudukkan pasien pada posisi berbaringdan santai (supine atau semi-recumbent) sebelum memulai perawatan dan melakukan penyuntikan dengan baik. 2) Infeksi Silang

Penyuntikan anestetik lokal mungkin merupakan aspek paling invasif dari prosedur perawatan restoratif. Terdapat suatu risiko

yang serius, misalnya infeksi silang (cross infection) melalui jarum

yang

terkontaminasi.

Terdapat

beberapa

tindakan

kewaspadaan (precaution) untuk menghindari infeksi silang ini yang harus dilaksanakan yakni: a) kartrid dan jarum sekali pakai hanya boleh dipakai untuk satu pasien, b) sterilkan atau autoklafkan semua instrumen, c) tangani instrumen dengan hatihati sekali, misalnya dengan memakai pelindung jari, dan tempatkan jarum bekas ke dalam kontener yang dapat ditutup dan dihancurkan. Infeksi yang dapat ditransmisikan dari pasien ke pasien atau ke operator adalah: a) herpes simpleks b) hepatitis B dan C (juga varian lain) c) human immunodeficiency virus, dan, d) penyakit Creutzfeldt-Jakob b. Reaksi Terkait dengan Anestetik Lokal

1) Toksisitas Toksisitas anestetik lokal biasanya disebabkan karena terserapnya anestetik lokal dalam jumlah besar ke dalam pembuluh darah. Ketika anstetik lokal disuntikkan, obat ini akan berdifusi ke sekeliling tempat injeksi dan kemudian terabsorpsi ke dalam sirkulasi

sistemik

untuk

kemudian

dimetabolisme

dan

diekskresikan. Dosis anestetik lokal yang dipakai dalam kedokteran gigi biasanya rendah sehingga efek sistemiknya jarang muncul. Namun, jika anestetik lokal masuk ke pembuluh darah,

misalnya karena penyuntikan yang tidak sengaja menembus pembuluh darah maka kadar anestetik lokal di dalam darah akan meningkat. Hal yang sama bisa terjadi ketika ada pengulangan penyuntikan.

Anestetik

lokal

merupakan

suatu

penstabil

membran.Karena sifatnya obat ini dapat memblok konduksi saraf. Reaksi yang sama juga akan menyebabkan efek toksik merugikan yang kebanyakan terlihat di susunan saraf pusat (SSP) dan jantung. Pada umumnya, toksisitas SSP akan teridentifikasi secara klinis sebelum simtom kardiak muncul. Tanda dan gejala. Di tahap awal, reaksi eksitatori terhadap overdosis anestetik lokal adalah tremor, kejang-kejang, atau menggigil. Reaksi eksitatori awal ini diduga disebabkan oleh blokade selektif dari neuron inhibitori kecil di dalam sistem limbus SSP. Pada kadar plasma yang rendah, anestetik lokal akan menyebabkan respons eksitatori disertai rasa pening, gangguan penglihatan dan pendengaran, rasa cemas, disorientasi, dan anestesia di sekeliling rongga mulut. Ketika kadar anestetik di plasma meningkat, akan terlihat gejala depresi SSP seperti mengantuk, bicara yang tidak jelas, hipotensi, hilang kesadaran, dan henti napas. Mungkin juga terjadi kolaps sirkulasi akibat fibrilasi ventrikular. 2) Alergi Alergi adalah suatu hipersensitivitas akibat terpajan suatu alergen. Reaksi alergi mencakup berbagai manirestasi klinis mulai dari respons ringan dan yang timbul 48 jam setelah terpajan alergen

sampai dengan reaksi yang timbul dengan cepat dan fatal yang timbul

dalam

beberapa

detik

setelah

terpajan

alergen.

Kemungkinan yang menjadi alergen dalam pemberian anestetik lokal adalah obatnya (anestetik), lateks, dan bahan pengawet (metilparaben atau antioksidan sulfit). Anestetik golongan amida dilaporkan menunjukkan tingkat alergi yang rendah sedangkan golongan ester sebaliknya. Walaupun demikian, terdapat laporan adanya reaksi alergi terhadap lateks yang terdapat pada kartrid. Sejak dihilangkannya metilparaben dari komponen anestetik lokal belum pernah dilaporkan adanya reaksi alergi. Tanda alergi biasanya berupa erupsi kulit dan urtikaria, atau respons anafilaktik seperti dispnea dan hipotensi. Reaksi terhadap sulfit yang pernah dilaporkan

adalah

urtikaria,

angioedema,

bronkospasme,

takhipnea, nausea, dan sesak napas. Pernah dilaporkan juga terjadinya syok anafilaktik. 3) Methemoglobinemia Methemoglobinaemia adalah suatu keadaan terdapatnya sianosis tetapi tidak terdapat abnormalitas respirasi atau abnormalitas jantung yang merupakan suatu reaksi bergantung pada dosis karena methemoglobinemia terjadi pada pemberian dosis anestetik yang besar.Komplikasi ini terbilang jarang. 4) Kontraksi Uterus Efek membahayakan yang paling sering dijumpai adalah masuknya anestetik lokal mengandung vasokonstriktor ke dalam

pembuluh darah karena tersuntiknya pembuluh darah secara tak sengajayang akan meningkatkan curah jantung dan detak jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, M., 2013, Teknik Indikasi dan Kontraindikasi pada Anestesi Lokal dalam Kedokteran Gigi. Diakses dari : https://dokumen.tips/documents/teknikanestesi.html. Shamlan, J., 2014, Anastesi dan pencabutan gigi anak. Diakses pada : file:///C:/Users/Acer/Downloads/pdi705_slide_anastesi_dan_pencabutan_gi gi_anak.pdf. Wiyatmi, H., 2014, Anestesi Lokal dalam Pencabutan Gigi di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Provinsi DIY, RSJ Grhasia, DIY.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Ruhul Lengkap.docx
June 2020 11
Bab I-1.docx
June 2020 18
Suci.docx
June 2020 10
Tentu Saja.docx
June 2020 20
138-575-1-pb (1).docx
June 2020 7