Bab I (1).docx

  • Uploaded by: Lusiana Dewii
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,558
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental. Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Ada tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, dan Niesseria meningitides. Dari ketiga bakteri itu, Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang bayi di bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk menimbulkan gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek yakni sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut. Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.

Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Neurobehavior II tentang asuhan keperawatan klien dengan infeksi dan inflamasi system saraf pusat.

2. Tujuan Khusus a)

Dapat mengetahui pengertian dari meningitis.

b)

Mengetahiu penyebab terjadinya meningitis.

c)

Dapat memahami tanda dan gejala dari meningitis.

d)

Dapat mengatahui dan menjelaskan patofisiologi meningitis.

e)

Mengatahui Pemeriksaan diagnostik penyakit meningitis.

f)

Untuk memahami Komplikasi dari penyakit meningitis.

g)

Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis untuk klien meningitis.

h)

Dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami meningitis.

BAB II TUNJAUAN TEORI

I.

KONSEP DASAR A. PENGERTIAN MENINGITIS

Meningitis merupakan peradangan pada bagian arachnoid dan piameter (leptomeningens) selaput otak dan medulla spinalis. Peradangan pada bagian durameter disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian meningitis banyak disebabkan oleh bakteri. Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yatitu dura meter, arachnoid, dan pia meter. Dura meter terdiri atas lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falks serebri adalah lapisan ventrikel dura meter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari dura meter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebellum. Arachnoid merupakan membrane lembut yang bersatu ditempatnya dengan pia meter, diantaranya terdapat ruang sub arachnoid diamana terdapat arteri dan vena serebri dan di penuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang sub

arachnoid disebelah belakang otak belakang. Memenuhi celah diantara serebellum dan medulla oblongata. Pia meter merupakan membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Pia meter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan medulla spinalis. Secara ringkas pengertian dari meningitis adalah radang pada meningen atau membrane (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.

B. ETIOLOGI MENINGITIS Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti 1. Haemophilus influenza 2. Neisseria meningitis (meningococu) 3. Diplococus pneumonia 4. Streptococcus group A 5. Pseudomonas 6. Statphylococus aureus 7. Escherichia coli 8. Virus yang disebabkan oleh agen – agen virus yang sangat bervariasi 9. Organisme jamur.

C. PATOFISIOLOGI

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada bagian paling luar adalah dura meter, bagian tengah arachnoid, dan bagian dalam pia meter. Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang sub arachnoid dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui sistem ventrikel. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF dank arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan. Netrifil bergerak keruang sub arachnoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang sub arachnoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang sub arachnoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hedrosepalus. Eksudat yang bertumpuk juga akan berpengaruh terhadap saraf – saraf kranial dan perifer, makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intra kranial. Berdasarkan penyebabnya meningitis dapat digolongkan menjadi meningitis bakteri, meningitis virus, meningitis jamur, meningitis protozoa. 1. Meningitis bakteri Meningitis bakteri adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri terinfeksi masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah atau langsung dari luar pada fraktur atau luka terbuka. Faktor predisposisi dari meningitis bakteri diantaranya : a. Trauma kepala b. Infeksi sistemik/ sepsis c. Infeksi post pembedahan d. Penyakit sistemik Ketika organisme pathogen masuk keruang subarachnoid, maka reaksi peradangan terjadi dan mengakibatkan : a. Bendungan cairan serebrospinal b. Penumpukan eksudat c. Perubahan arteri pada subarkhnoid, pembesaran pembuluh darah, ruftur, dan thrombosis

d. Perubahan jaringn disekitarnya (edema). Bakteri-bakteri

yang

sering

menimbulkan

meningitis

diantaranya

meningococcus, pneumococcus dan haemopillus influenzae, bakteri-bakteri ini banyak terdapat pada nasopharing. Menifestasi klinik pada meningitis bakteri seperti nyeri kepala, panas, mual muntah, nyeri bagian belakang, kejang umum. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai menjadi koma. Tekanan darah umumnya normal, namun disertai dengan tanda-tanda iritasi mengingeal seperti adanya : a. Kaku kuduk (nuchal rigidity) b. Tanda brudzinski positif c. Tanda kernig positif Untuk memastikan meningitis, selain tanda dan gejala, maka perlu dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pada kultur cairan didapatkan 70 sampai 80 kasus adanya mikroorganisme. Apabila ditemukan kuman H. influenza biasanya didapatkan :

a. Adanya peningkatan tekanan SCF. b. Peningkatan kadar protein dalam CSF (lebih dari 100 mg/dl) c. Menurunnya glukosa CSF d. Meningkatnya kadar sel darah putih.

Cairan serebrospinal pada meningitis yang disebabkan tuberkulosa didapatkan a. Warna : jernih atau santkrome b. Sel

: jumlah sel meningkat

c. Kadar protein meningkat d. Kadar glukosa menurun e. Terdapat kuman tuberkulosa.

2. Meningitis Virus Virus penyebab infeksi pada meningitis masuk melalui sistem respirasi, mulut, genetalia atau melalui gigitan binatang. Jenis penyakit virus yang dapat menyebabkan meningitis adalan measles, mumps, harpes simpleks dan herpes zoster. Menifestasi klinis yang dapat menyertai seperti nyeri kepala, nyeri sekitar muka dan mata, photopobia dan adanya kaku kuduk. Adanya kelemahan, rash, dan nyeri pada ekstermitas mungkin terjadi. Demam dan tanda-tanda iritasi meningeal juga dapat dijumpai seperti adanya kaku kuduk, tanda brudzinski dan kernik. Pada meningitis virus terapi yang utama adalah menghilangkan gejala (asimtomatik) , bedrest pada masa akut mengurangi rasa nyeri kepala kontrol demam dan menghindari kejang.

D. KLASIFIKASI MENINGITIS

Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya: 1. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang subarachnoid. 2. Sepsis Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza. 3. Tuberkulosa

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran sebagai konsekuensi dari infeksi – infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatic tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenic atau hasil sekunder invasive (seperti lumbal pungsi) alat – alat infasif (seperti pemantau TIK).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis di perlukan untuk mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.

F. PEMRIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan tekanan intracranial. Analisis cairan otak di periksa untuk mengetahui jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari normal. Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organisme penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Caounter immune electrophoresis (CIE) dugunakan secara untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal pada urin. Pemeriksaan lainya di perlukan sesuai klinis klien meliputi foto Rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etilogi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi : Pemberian antibitotik yang mampu melewati barrier darah otak ke ruang subarachnoid

dalam

konsentrasi

yang

cukup

untuk

menghentikan

perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif dugunakan. Obat anti – infeksi (meningitis tuberkulosa) : 1. Isoniazid 10 – 20 mg/KgBB/24 jam, oral, 2 x sehari maksimal 500 mg selama 1 ½ tahun. 2. Rifampisin 10 – 15 mg/KgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun. 3. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/KgBB/24 jam, IM, 1 – 2 x sehari selama 3 bulan. Obat anti – infeksi (meningitis bacterial) : 1. Sefalosporin generasi ketiga 2. Amfisilin 150 200 mg (400mg)/KgBB/24 jam, IV, 4 – 6 x sehari. 3. Kloramfenikol 50mg/KgBB/24 jam IV 4 x sehari Pengibatan simtomatis : 1. Antikonvulasi, Diazepam IV; 0,2 – 0,5 mg/KgBB/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6mg/KgBB, atau Fenitoin 5mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau fenobarbital 5 – 7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari

2. Antipiretik : parasetamol/asam salisilat 10 mg/KgBB/dosis. 3. Antiedema serebri : diuretic osmotic (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. 4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2. 5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan volume cairan intravena.

H. KOMOLIKASI MENINGITIS

1. Peningkatan tekanan intracranial 2. Hydrosephalus 3. Infark serebral 4. Defisit saraf kranial 5. Ensepalitis 6. Syindrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH) 7. Abses otak 8. Kerusakan visual 9. Defisit intelektual 10. Kejang 11. Endocarditis 12. Pneumonia.

II.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Pengkajian keperawatan meningitis meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial (pada anak dikaji dampak hospitalisasi). 1. Anamnesis Keluhan utama yang serung menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. 2. Riwayat penyakit saat ini Faktor riwayat sangat penting diketahui untuk mengetahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab disini harus dintanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien meningitis, biasanya didapat keluhan yang berhubungan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. 3. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadin predisposisi keluhan sekarang meliputi pernah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, ostitis media, mastoiditis, anemia sal sabit, dan hemaglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat traua kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutana apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti tuberculosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi tuberkulosa. 4. Pengkajian psiko – sosio - spiritual Klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekpresi, emosi, dan pikiran.

5. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang megarah pada keluhan – keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien. Pemeriksan fisik dimulai dengan memeriksa tanda – tanda vital. Pada klien meningitis bisanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, dimulai dari fase sistemik, kemarahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menganggu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda – tanda peningkatan TIK. Apabila disertai dengan peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda – tanda peningkatan TIK. a. B1 (Breathing) Inspkesi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, pengunaan otot bantu nafas, dan peningakatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan. b. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien tidak mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus dengan tanda – tanda seperti : demam tinggi yang tiba – tiba muncul, lesi pur pura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok

dan tanda – tanda koagulasi intravaskuler disaminata. Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi. c. B3 (Brain) Merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingan dengan sistem lainya 1) Tingkat kesadaran Merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila sudah mengakami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untu memantau pemberian asuhan keperawatan. 2) Fungsi serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental mengalami perubahan. 3) Pemriksaan saraf kranial Saraf I. biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papilledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda – tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

Saraf V. pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tulo konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternikleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (regiditas nukal). Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. 4) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koodinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan. 5) Pemeriksaan reflek Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal. Reflek patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan adanya tanda lesi UMN. 6) Gerakan involunter Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan dystonia pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. 7) Pemeriksaan sensorik Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal, dan diskriminatif normal. d. B4 (Bladeder) Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urin, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjlal. e. B5 (Bowel)

Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung . pemeuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. f. B6 (Bone) Adanya bengkak dan nyeri pada sendi – sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi pur pura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ektremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehinggga mengganggu aktivitas hidup sehari – hari (ADL).

B. DIAGNISA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. 2. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batu, dan perubahan tingkat kesadaran. 4. Ketidak efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan tingkat kesadaran, depresi pusat nafas di otak 5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan infeksi meningokokus. 6. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak 7. Hipertermia berhubungan dngan inflamasi pada meningen dan peningkatan pada metabolism umum. 8. Risiko tinggi defisit cairan tubuh yang berhubungan dengan muntah dan deman 9. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik. 10. Resiko tinggi sidera yang berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal. 11. Gangguan aktivitas sehari – hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum

12. Resiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psiko sosial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, ketidak berdayaan dan merasa tidak ada harapan. 13. Cemas berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan ancaman.

C. RENCANA KEPERAWATAN Dx I. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat. Kriteria hasil : 1. Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar 2. Disorientasi negative 3. Konsentrasi baik 4. Perfusi jaringan dan oksigenasi baik 5. Tanda – tanda vital dalam batas normal 6. Syok dapat dihindari. Intervensi : 1. Monitor klien dengan ketat setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4 – 6 jam setelah lumbal pungsi. Rasional : untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakarnial 2. Monitor tanda – tanda peingkatan tekanan intracranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irregular, refleks pupil menurun, kelemahan). Rasional : untuk mendeteksi tanda – tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal 3. Monitor tanda – tanda vital dan neurologis tiap 5 -30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan – perubahan tekanan intracranial ke dokter.

Rasional : perubahan – perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakanial dan penting untuk intervensi awal. 4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan – gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring Rasional : untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial. 5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati – hati, cegah gerakan yang tiba – tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher. Rasional : untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial. Dx II. Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, peningkatan jaringan otak, dan edema serebri. Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3 x 24 jam. Kriteria hasil : 1. Klien tidak gelisah 2. Klien tidak mengeluh neyri kepala, mual dan muntah 3. GCS 4, 5, 6 4. Tidak tedapat papilledema 5. TTV dalam batas normal. Intervensi : Mandiri : 1. Kaji faktor penyebab dan stuasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK Rasional : deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis / tanda – tanda kegagalan untuk menentukan perawatam kegawatan atau tindakan pembedahan. 2. Monitor tanda – tanda vutal tiap 4 jam Rasional : suatu keadaan normal bisa sirkulasi serebri terpelihara dengan baik atau ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. 3. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

Rasional : tindakan yang terus meneru dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. 4. Cegah/hindari adanya valsava maneuver Rasional : mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK 5. Bantu klien jika batuk, muntah Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan intratorakal dan intraabdominal yang dapat meningkatkan tekanan TIK

Dx III. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan, jalan nafas kembali efektif Kriteri hasil : 1. Secara subjektik sesak nafas (-) 2. Frekuensi nafas 16 – 20x/menit 3. Tidak menggunakan otot bantu napas 4. Retraksi ICS (-) 5. Ronkhi (-/-) 6. Mengi (-/-) 7. Dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif Intervensi : 1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot bantu aksesoris, warna, dan kekentalan sputum Rasional : memantau dan mengatasi komplikasi potensial 2. Atur posisi fowler dan semi fowler Rasional

:

peninggian

kepala

tempat

tidur

memudahkan

meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif.

pernafasan,

3. Ajarkan cara batuk efektif Rasional : klien berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut. 4. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada Rasional : terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif 5. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN B. SARAN Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada umumnya. Saran kami, lebih banyak membaca untuk meningkatkan pengetahuan. Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikanperbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"

Bab I (1).docx
June 2020 10
Kata Pengantar.docx
June 2020 12
Makalah Gambus.docx
December 2019 21
Imunisasi.docx
December 2019 13