Bab 4, Pencitraan Diagnostik Pada Infeksi Maksilofasial Dan Spasium Fascia Edit.docx

  • Uploaded by: Iradatullah Suyuti
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 4, Pencitraan Diagnostik Pada Infeksi Maksilofasial Dan Spasium Fascia Edit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,446
  • Pages: 26
BAB 4 PENCITRAAN DIAGNOSTIK PADA INFEKSI MAKSILOFASIAL DAN SPASIUM FASCIA

Pencitraan diagnostik memegang peranan penting dalam penanganan pasien dengan infeksi kepala – leher yang dalam. Informasi didapatkan dari berbagai penelitian diagnostik, khususnya komputer tomografi (CT), adalah sangat penting dalam menggambarkan secara akurat perluasan anatomi dari proses, menggambarkan abses yang dapat dilakukan drainase dan evakuasi cairan secara bedah, serta menggambarkan dan menilai terkait dengan komplikasi. Selain itu, CT dapat membantu jarum aspirasi dalam pengambilan material cairan untuk analisis mikroba. Bab ini membahas peranan pencitraan diagnostik dalam perawatan pasien dengan infeksi pada kepala dan leher.

PENGGUNAAN PENCITRAAN Peralatan diagnostik modern memiliki sejumlah perbedaan penggunaan pencitraan dalam penilaian kondisi patologi di kepala dan leher.

PEMERIKSAAN FILM POLOS Pencitraan diagnostik dari kelainan maksilofasial dan spasium fascia biasanya dimulai dari pengamatan film polos. Radiografi panoramik dilakukan jika proses inflamasi melibatkan regio oral atau paraoral mengakibatkan kondisi patologik bersumber dari odontogenik dan menggambarkan perluasan dari proses.67 Gambaran anteroposterior dan lateral dari jaringan lunak servikal sangatlah penting jika potensi jalan nafas menjadi perhatian (gambar 4-1); gambaran ini khususnya diindikasikan dalam perawatan proses inflamasi atau infeksi yang melibatkan spasium submandibular, parafaringeal, atau retrofaringeal yang dapat mengakibatkan gangguan jalan nafas.

KOMPUTER TOMOGRAFI (CT) CT telah digunakan secara luas dan menjadi alat pencitraan paling maju dan banyak tersedia untuk digunakan dalam mengevaluasi infeksi kepala dan leher. Berbeda dengan radiografi film polos yang informasinya langsung tersimpan dalam film, gambar CT dapat tersimpan dalam komputer. Pada CT, digitalisasi data dihasilkan dengan gerakan rotasi pada mesin sumber sinar-x dan detektor data pada

mesin baik pada bidang aksial maupun koronal. Detektor ini mengukur intensitas dari tube radiasi yang melewati objek. Informasi ini kemudian dikirim ke komputer, yang kemudian menentukan densitas fisik dari banyak jaringan bervolume kecil menjadikan struktur besar akan melewati suatu persamaan matematika yang kompleks. Jaringan dengan volume kecil atau voxel, dimaknai sebagai air dengan satuan nilai tertentu. Satuan nilai dari CT, digambarkan dalam Hounsfield units (HU). Misalnya gambaran umum dari nilai CT seperti udara (-1000 HU), lemak (-80 hingga -100 HU), air (0 HU), darah (60 – 110 HU), dan tulang (1000 HU). Gambaran akhir dari CT berupa elemen gambar dua dimensi atau pixel. Setiap pixel sama dengan densitas rata-rata dari satu voxel. Gambaran akhir dari CT ditampilkan dalam warna hitam putih, dengan nilai yang lebih negatif nampak sebagai warna hitam, dan nilai yang lebih positif nampak sebagai warna putih pada gambar. Istilah yang sering digunakan pada tampilan gambar CT adalah level window dan lebar window.21 nilai terendah dari tampilan rentang nilai CT ditentukan dengan level window, dimana lebar window, atau tampilan rentang nilai, menentukan tampilan kontras (derajat perbedaan warna terang dan gelap). Sejumlah teknik tersedia untuk meningkatkan hasil diagnostik dari gambaran CT. Hal ini termasuk gambaran kombinasi level dan lebar window untuk mempertegas jaringan lunak atau tulang, mengubah ke dalam bidang yang berbeda, dan mengunakan media kontras beriodium. Media kontras beriodium diberikan secara intravena sebelum dan/atau selama penelitian dapat semakin meningkatkan hasil diagnostik dari penelitian dengan memperlihatkan lokasi dari struktur vaskular yang normal dan meningkatkan struktur atau proses patologis misalnya dinding abses. Sebagian besar kelebihan CT pada evaluasi infeksi spasium fascia kepala dan leher berupa (1) CT dapat menilai integritas tulang kortikal, (2) waktu pemeriksaan CT relatif singkat, (3) mesin CT – Scan cukup tersedia, dan (4) relatif lebih murah jika dibandingkan dengan gambaran MRI (magnetic resonance imaging). Kelebihan teknologi CT saat ini termasuk pengembangan CT-Scan helical atau spiral dan CT-Scan multidetektor. Kelebihan ini telah sangat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memindai area kerja. Pemindaian umumnya memerlukan waktu beberapa menit untuk bekerja yang saat ini dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu menit. Hal ini khususnya penting pada pasien dengan keterbatasan kemampuan untuk diam sejenak dikarenakan ketidaknyamanan terkait berbagai proses inflamasi. Gambar 4-1 A, Gambaran anteroposterior pada jalan nafas servikal normal. Jalan nafas servikal yang normal (tanda panah) harus nampak simetris pada sepertiga tengah dari spina servikal. Dimana harus nampak jelas bahu pada segmen proksimal dari trakea (tanda panah). B, gambaran lateral dari jalan nafas servikal. Pada orang dewasa lebar jaringan lunak prevertebra pada bagian C3 harus tidak melebihi 7 mm atau 20 mm pada bagian C7.

MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MRI tidak termasuk penggunaan radiasi ionisasi untuk menghasilkan gambar tetapi berupa kombinasi dari medan magnet dan energi radiofrekuensi. Dalam penggunaan mesin MRI, pasien ditempatkan dalam medan magnetik kuat dan kemudian atom hidrogen diubah arahnya menjadi searah garis medan. Garis arah ini kemudian diubah dengan mengeluarkan gelombang energi radiofrekuensi dalam bentuk gelombang radio tegak lurus dengan medan magnetik. Umumnya hasilnya berupa shift 180 derajat pada orientasi nukleus hidrogen seperti pada penebalan magnetisasi, atau nilai rata-rata dari semua momen magnetik proton, kemudian dirotasi menjauh dari arah medan magnetik, umumnya pada 90 derajat. Perhentian gelombang radio menghasilkan pengembalian penebalan magnetisasi menuju arah medan awal. Emisi energi radiofrekuensi dari proton tersebut saat kembali menuju kondisi ekuilibrium dideteksi dan digunakan untuk menghasilkan gambaran diagnostik. Kelebihan utama dari MRI dibandingkan CT adalah kemampuannya untuk menghasilkan gambaran bukan hanya dalam bidang aksial tetapi juga bidang sagital dan koronal. Gambaran MRI dijabarkan dalam istilah baik pada gambaran T1 atau T2 berat. T1 merujuk pada kondisi konstan dimana polarisasi magnetik atau relaksasi terjadi pada longitudinal atau sumbu Z. Istilah yang lebih mudah, T1 mengukur tingkat dimana jaringan menjadi termagnetisasi. T2 adalah tingkat dimana putaran menjadi tidak beraturan sebagai hasil inhomogeneitas lokal pada medan. Ketika perbedaan gambaran bervariasi, gambaran diperoleh dengan menitikberatkan karakteristik T1 atau T2 pada kelompok jaringan dalam suatu bidang gambar. Gambar T1 memberikan detail anatomi yang bagus, sedangkan gambar T2 sangat sensitif dalam mendeteksi proses penyakit. Gambar akhir dihasilkan dalam mesin MRI yang bekerja pada densitas atom hidrogen dan waktu konstan T1 dan T2. Deskripsi pada jaringan atau lesi umumnya mengacu pada intensitas sinyal, atau tingkat kecerahan pada urutan berat massa. Karakteristik lemak dan jaringan protein tinggi menghasilkan intensitas sinyal yang tinggi pada gambaran T1. Pada proses inflamasi, tumor, dan pengambilan cairan biasanya memiliki intensitas sinyal rendah pada urutan T1 dan intensitas sinyal tinggi pada urutan T2 yang menunjukkan peningkatan kandungan air (Gambar 4-2). Struktur dengan tampakan gelap pada gambaran T1 dan T2 termasuk aliran darah, kepadatan kalsifikasi, dan struktur jaringan fibrous. Penggunaan bahan kontras MRI secara intravena dapat menunjukkan lesi vaskuler, yang dapat bermakna pada pemeriksaan lesi inflamasi dan neoplasia. Bahan kontras MRI yang umum digunakan

adalah gadolinium – diethylenetriamine pentaacetic acid (DPTA). Berbeda halnya dengan bahan kontras beriodium yang digunakan pada CT-Scan, bahan kontras intravena yang digunakan pada MRI lebih aman, dengan resiko efek samping yang jarang terjadi.

KEDOKTERAN NUKLIR Meskipun CT dan MRI memberikan informasi anatomi yang cukup baik pada jaringan yang dipelajari, terdapat satu kelemahan utama adalah ketidakmampuan untuk memberikan informasi fisiologis yang signifikan mengenai jaringan. Sebaliknya, gambaran radionuklida dapat memberikan informasi yang cukup baik tentang berbagai proses fisiologi dan patologi. Kemampuan ini dapat menghasilkan deteksi awal sebelum perubahan morfologis menjadi nyata.

Gambar 4-2. Hasil scan MRI pada cellulitis spasium mastikator oleh karena abses perapikal molar rahang bawah. Gambaran aksial T1 dan T2 pada spasium mastikator dan dasar mulut. Pada urutan T1 masseter kanan (panah lurus) dan muskulus pterigoideus medial (panah kurva) nampak terdapat peningkatan ukuran dan menunjukkan penurunan intensitas sinyal (A). Penurunan intensitas sinyal pada sumsum dalam tulang mandibula menunjukkan adanya edema sumsum. Pada urutan T2, peningkatan intensitas sinyal terlihat didalam otot dan sumsum tulang mandibula yang mengindikasikan adanya edema. Terlihat berbeda pada tampakan struktur normal pada sisi kanan (B).

Gambaran radionuklida termasuk penggunaan radiofarmasi, berupa suatu bahan organik spesifik yang diberikan pada jaringan atau struktur dan label radionuklida nonspesifik, umumnya 99mTc. Pada kondisi lanjut, kemampuan bermetastasi radionuklida terbentuk pada peluruhan 99Mo menjadi 99Tc. Memiliki waktu paruh 6.3 jam dan mengalami transformasi isomerik menjadi

99

Tc dengan

melepaskan foton gamma. Pada gambaran radionuklida, jumlah dan distribusi sinar gamma yang diemisikan dari radionuklida pada pasien selama periode pemindaian dideteksi oleh kamera gamma dan digambarkan pada gambaran akhir. Gambaran radionuklida mengacu pada gambran dinamik atau statik. Gambaran dinamik atau alur studi dihasilkan selama dan/atau sesaat setelah injeksi dan dimaksudkan untuk mendemonstrasikan aliran darah pada area vaskularisasi, organ atau lesi, atau keduanya (Gambar 4-3). Gambaran statik dihasilkan setelah injeksi atau setelah periode waktu yang

tepat untuk pemindaian, gambaran diharapkan memvisualisasikan struktur atau organ spesifik agar kita mengetahui proses fisiologis dan patologis yang terjadi.

Gambar 4-3. Hasil pemindaian tulang radionuklida pada pasien dengan osteomyelitis kronis pada premaksila dan mandibula. A. Fase aliran awal diambil sesaat setelah injeksi label-

99m

Tc metilena

difosfonat menunjukkkan aliran pada pembuluh kepala dan leher; berupa tidak terdapat akumulasi aktivitas pada mandibula yang menunjukkan adanya kemungkinan osteomyelitis. Gambaran statik dihasilkan segera setelah (B) dan 5 jam setelah (C) injeksi menunjukkan serapan progresif dari radiofarmasi mandibula dan premaksilla. Pola keseluruhan menggambarkan adanya osteomyelitis kronis.

Pemindaian radionuklida pada tulang terutama berguna pada evaluasi kondisi inflamasi dan neoplastik yang melibatkan struktur tulang maksilofasial.21,80,92,93 Pengujian memperlihatkan keterlibatan struktur tulang sebelum perubahan yang dibuktikan pada film polos standar. Pada radiografi konvensional, sekitar 60% kandungan mineral dari bagian tulang yang terlibat patologis akan hilang sebelum perubahan patologi terlihat nyata. Radiofarmasi yang umumnya digunakan pada pemindaian tulang adalah campuran

99m

Tc-fosfat seperti polifosfat, pirofosfonat,

hidroksietilena difosfonat (HEDP) dan metilena difosfonat (MDP). Meskipun mekanisme pasti yang mendasari kenaikan fosfat pada tulang tidak diketahui secara pasti, penyerapan pada permukaan hidroksiapatit dipercayai memainkan peran penting. Faktor yang mempengaruhi serapan radiofarmasi oleh tulang adalah aliran darah regional, tingkat pembentukan tulang, dan efisiensi ekstraksi. Indikasi umum untuk pemindaian tulang pada radionuklida yaitu untuk memperlihatkan malignansi primer dan sekunder, kelainan tulang displastik dan metabolik dan diferensiasi antara selulitis dan osteomyelitis. Diferensiasi antara selulitis dan osteomyelitis sangat penting secara klinis dan dapat dilakukan menggunakan pemindaian tulang radionuklida tiga atau empat fase. Gambaran contoh pada area yang diteliti dihasilkan selama injeksi, berupa suatu arteriogram radionuklida (Gambar 4-3), dan selanjutnya gambaran aliran darah atau statik.94 gambaran arteriogram dihasilkan selama fase 1 pada pengujian yang menunjukkan peningkatan vaskularitas dalam osteomyelitis atau selulitis. Gambaran aliran darah menunjukkan peningkatan serapan pada jaringan lunak pada selulitis dan melibatkan jaringan lunak disekitar inti osteomyelitis. Fase kedua dari pengujian didapatkan sekitar 2 jam setelah injeksi dan memperlihatkan peningkatan serapan tulang pada osteomyelitis (Gambar 4-3, B). Fase ketiga dilakukan kurang lebih 5 jam setelah injeksi (Gambar 4-3,

C). Pada pasien dengan osteomyelitis terjadi peningkatan lanjut pada aktivitas farmasitik pada tulang yang terlibat jika dibandingkan dengan tulang normal sekitar, harus dibandingkan sekitar 2 jam. Gambaran dapat juga dihasilkan pada 24 jam setelah injeksi; gambaran ini terdiri dari empat fase pengujian dan harus memperlihatkan akumulasi peningkatan radiofarmasitik di daerah sekitar osteomyelitis. Gambaran ini kemudian disebut sebagai fase keempat hasil pemindaian tulang. Selain radiofarmasi dengan kandungan bahan teknetium, bahan lain yang digunakan dalam mengevaluasi osteomyelitis akut atau kronik termasuk

67

Ga sitrat dan label -

111

In leukosit.80,94

Pemindaian dengan Gallium berguna dalam mendeteksi sejumlah kondisi dengan neoplastik dan inflamasi, beberapa kelainan salivarius oleh karena peningkatan serapan glandula saliva yang dapat terjadi pada tumor saliva maligna, limfoma, inflamasi akut dan kronis, post irradiasi sialadenitis, abses, dan sarkoidosis aktif. Pasien dengan sarkoidosis aktif sering memperlihatkan peningkatan serapan pada glandula parotis dan lakrimalis. Pemindaian Gallium melibatkan pemberian secara intravena 67Ga sitrat sebanyak 3-5 mCi dan gambaran dihasilkan pada 6, 24, 48, dan 72 jam setelah dilakukan tindakan. Meskipun pemindaian Gallium sangat berguna sebagai alat pencitraan, metode tersebut tidak dapat membedakan antara proses inflamasi dengan neoplastik, dengan hasil negatif pada kasus abses inaktif yang berkapsul. Penandaan sel darah putih (WBC) dengan

111

In membantu untuk melokalisir awal pada proses

inflamasi akut. Penandaan WBC didapat dengan mengisolasi dan memberikan penanda secara in vitro pada sampel WBC dari jaringan vena. Sampel WBC yang telah ditandai kemudian diinjeksikan kembali kepada pasien dan hasil gambaran didapatkan 3 dan 24 jam setelah injeksi.

Gambar 4-4. A, Ultrasonografi pada regio submandibular menunjukkan celah kista brankhialis. Suatu daerah kosong sonolusensi dari echo internal (tanda panah). Peningkatan akustik, yang menjadi ciri khas kista, direpresentasikan oleh daerah echogenik dibalik kista. Tampakan normal, echogenik kelenjar submandibula (tanda panah memanjang). B, Pemeriksaan ultrasonografi pada parotis kanan menunjukkan suatu gambaran echogenik sialolith pada hilus parotis kanan (panah).

ULTRASONOGRAFI (USG) Ultrasonografi telah digunakan sebagai alat diagnostik pada bagian tubuh manusia; meskipun demikian, metode tersebut belum digunakan secara luas pada pemeriksaan lesi inflamasi yang melibatkan kepala leher.54,62 satu kekurangan utama dari ultrasonografi adalah ketidakmampuannya

untuk penetrasi ke struktur tulang misalnya pada maksilla dan mandibula. Akibatnya, penggunaannya hanya terbatas pada area regio maksilofasial dimana gelombang suara tidak dapat melakukan penetrasi pada tulang (misal lobus superfisial pada parotid, regio maksilofasial inferior [segitiga mandibula dan leher]). Ultrasonografi berguna dalam membedakan antara massa padat dan kista serta memperlihatkan hubungan massa tersebut ke struktur lainnya (Gambar 4-4). Klasifikasi echomorfologi pada pembengkakan jaringan lunak kepala dan leher, yang telah dilaporkan terdiri dari edema, infiltrasi, preabses, dan abses rendah-echo serta bebas-echo.104 Ultrasonografi berguna pada evaluasi sialolith pada pasien dengan sialodenitis obstruktif akut atau pada pasien yang memiliki kontraindikasi dilakukan sialografi kontras karena terdapat riwayat alergi iodin. Pada kasus ini, sialolith nampak sebagai densitas echogenik fokal dengan menunjukkan adanya bayangan akustik22 (Gambar 4-4, B).

MAKSILOFASIAL DAN ANATOMI RUANG FASIAL PERTENGAHAN WAJAH DAN SINUS PARANASALIS Dua buah tulang maksila menjadi dasar dari rangka maksilofasial. Ruang berisi udara berbentuk piramid terletak di dalam maksila yang dikenal sebagai “sinus maksilaris” (gambar 4-5 sampai 4-7).125 Dinding lateral dari maksila atau permukaan infratemporal, memisahkan fossa infratemporal dari sinus maksilaris, dinding median dari maksila atau permukaan nasal membentuk bagian penting dari dinding lateral rongga hidung. Bagian superior atau permukaan orbital dari tulang maksila membentuk bagian terbesar dari lantai orbita (atap dari sinus), memisahkan sinus maksilaris dari orbital. Pada aspek superomedialis, plat ethmomaksilaris memisahkan sinus maksilaris dari lubanglubang udara ethmoidal (gambar 4-8). Dinding anterior dari maksila memberikan kontur pada bagian tengah wajah dan memisahkan sinus dari perbatasan jaringan subkutan wajah. Dinding posterior dari sinus memisahkan sinus maksillaris dari ruang fossa pterigopalatina. Sinus maksilaris memiliki saluran ke pertengahan meatus, dekat dengan saluran yang menyambungkan sinus frontal dan lubang udara anterior ethmoidal. Saling berdekatannya saluran ostia ini merupakan satu jalur penyebaran infeksi dari satu sinus ke sinus lainnya.26 Setiap sinus maksillaris memiliki tiga perluasan atau ceruk yang melalui ke perbatasan struktur. Ceruk alveolar adalah sebuah perluasan ventral ke puncak alveolar, ceruk orbital mewakili sebagian besar apikal dari sinus, dan ceruk zigomatik mewakili pneumatisasi dari bagian media zigoma. Ceruk alveolar sering terkait erat dengan akar gigi molar rahang atas. Kedekatan ini dapat membuat infeksi odontogenik dari gigi molar meluas ke sinus. Kurang lebih 10% sampai 15% bakteri infeksi sinusitis yang melibatkan sinus maksilaris yang

berasal dari odontogenik. Suatu infeksi odontogenik atau dari bagian lain yang melibatkan sinus dapat meluas sampai ke sinus yang melibatkan struktur yang membatasi sinus. Tulang ethmoidal terletak dalam maksila. Ini merupakan jembatan anatomi yang penting antara sepasang rahang dan dasar dari cranium (gambar 4-9). Tulang ethmoidal dibentuk dari bilateral, badan bentuk piramidal yang disebut sebagai labirin, masing-masing memuat 5 sampai 8 lubang udara individual.15,75,83 Lubang-lubang udara ini sering secara kolektif disebut sebagai sinus ethmoidalis dan dibagi menjadi kelompok anterior, media, dan poterior. Setiap kelompok memiliki pola pengeringan yang berbeda. Lubang udara ethmoidal terpisah dari sinus maksilaris oleh plat ethmomaksilaris dan dari sinus sphenoid dari septum ethmosphenoid (gambar 4-10).83 Bagian lateral dari tiap labirin ethmoidal membentuk sebuah segmen besar dari dinding media orbita. Segmen dari ethmoidal dikenal sebagai plat orbital dari tulang ethmoid, atau lamina papyracea. Lamina papyracea dalah tulang yang relatif tipis yang membuat mudah perluasan dari sinusitis ethmoidal ke orbital. Sinus paranasalis juga terletak di tulang frontal dan sphenoidal. Sepasang sinus frontal, sering menjadi ruang udara asimetris yang terletak sepenuhnya dalam tulang frontal. Mereka menunjukkan jumlah terbesar variasi dalam perkembangan, mulai dari agenesis lengkap hingga pneumatisasi masif dari tulang frontal. Sepasang sinus sphenoidalis terletak di dalam tulang sphenoidal dibawah sella tursica. Garis tengah sinus sphenoidalis berkaitan erat dengan sejumlah struktur penting, mencakup ornita, pituitary, chiasm optik, sinus cavernosus, dan arteri carotid interna. Sebagaimana sinus frontalis, sinus sphenoidalis dapat menunjukkan derajat variasi dari pneumotisasi. Keduanya sering

asimetris yang dipisahkan oleh septum intrasinus dan jarang

berhubungan. Septum biasanya terletak di midline anterior dan biasanya berdeviasi ke satu sisi posterior (lihat gambar 4-10). Sebuah wujud fungsional penting adalah kompleks ostiomeatal, yang mana merupakan wujud fungsional yang dibentuk dari turbin tengah dan meatus, bulla ethmoidal, hiatus semilunaris, prosesus uncinate, ostium dari sinus maksilaris, dan infundibulum (lihat gambar 4-5). Ostia dari semua sinus paranasalis, kecuali untuk lubang udara ethmoidal posterior dan sinus sphenoidal, terbuka ke kompleks. Pertengahan meatus terletak antara turbinate tengah inferior pada dinding lateral dari rongga hidung. Terletak dalam segmen cephalad dari pertengahan meatus adalah bulla ethmoidal.Bullasegmen cephalad dari pertengahan meatus adalah bulla ethmoidal. Bulla ethmoidal menerima drainase dari lubang udara ethmoidal tengah melalui ostia yang berada diatas bulla. Terletak langsung di bawah bulla ethmoidal adalah sebuah lekukan yang dikenal sebagai hiatus

emilunaris. Bagian inferior, hiatus semilunaris digambarkan oleh ridge yang dikenal sebagai processus uncinate. Lubang udara ethmoidal anterior dapat kering secara langsung ke segmen anterior dari hiatus semilunaris yang dikenal sebagai

ethmoid infundibulumI atau ke duktus

frontonasal. Duktus frontonasal , yang mengeringkan sinus frontal, dapat mengeringkan di depan, atas, atau secara langsung ke infundibulum ethmoidal. Dalam kompleks osteiomeatal pengeringan ostia berada dekat yang mana memungkinkan infeksi menyebar cepat dari sinus satu ke sinus lainnya. Lagi pula, banormalitas anatomi darei satu atau lebih dari komponen ostiomeatal yang kompleks dapat merusak ventilasi sinus, drainase, atau keduanya dengan demikian memfasilitasi berkembangnya sinusitis.

Gambar 4-5 Anatomi CT Coronal dari sinus paranasalis. Potongan CT sampai pada permukaan anterior (A), unit osteomeatal (B). (Dari DelBalso AM, editor:Maxillofacial imaging, Philadelphia, 1990, WB Saunders.) (A sampai E,G dan H dari DelBalso AM, editor:Maxillofacial imaging, Philadelphia, 1990, WB Saunders.) Sambungan gambar 4-5 Sinus maksilaris posterior dan lubang-lubang udara ethmoid (C) dan maksillaris posterior dan sinus sphenoidal (D). Anatomi axial dari maksilofasial dan regio servikal atas. Berikut ini gambaran axial dengan contrast-enhanced dan T1-weight memeprlihatkan anatomi normal dari regio maksilofasial. E, potongan CT axial sampai pada lubang udara ethmoid dan orbita. Terlihat lubang udara ethmoid anterior (A) dan posterior (P), sinus sphenoidalis (S), lamina papyracea (panah terbuka), globe (G), dan lemak intracoronal (F). F, potongan axial MRI T1-weighted sampai pada sinus ethmoidal dan orbital. Lemak orbital menunjukkan tanda intensitas yang tinggi, sedangkan pneumatik sinus ethmoidal tidak memiliki tanda intensitas. Terlihat sinus maksilaris (garis panah putih) , aliran udara nasal (M), lapisan lemak retroantral (ujung panah), lateral (L) dan medial (m) otot pterigoid, otot masseter (M), proximal ramus mandibula (panah lurus hitam), otot temporalis (T) dan ruang faringeal (P). G, gambar axial CT sampai pada sinus maksilaris dan nasofaring. Terlihat ceruk alveolar dari sinus maksillaris (A), otot masseter (panah putih besar), galndula parotid (P), vena retromandibular (panah hitam kecil), otot pterigoid media (M), ramus mandibula (R), ruang parafaringeal (garis panah terbuka) prosesus styloideus (panah hitam kecil), arteri carotid (C), vena jungular (J), pilar tonsil (T), dan jaringan lunak prevertebral (garis panah puti kecil). H, potongan axial CT contrast-enhanced sampai rongga mulut pada tingkat palatum lunak (S).

Gambar 4-6 Tampakan

Water’s dari sinus paranasalis memperlihatkan tulang frontal, ethmoid, dan sinus

maksilaris dan struktur yan membatasi. (Dari DelBalso AM, editor:Maxillofacial imaging, Philadelphia, 1990, WB Saunders.) Gambar 4-7 Tampakan lateral dari sinus paranasalis memperlihatkan hubungannya dengan struktur anatomi yang membatasi : Sinus frontal (F), sinus ethmoidal (E), sinus sphenoidal (S), septum ethmoidsphenoid (panah hitam kecil), planum sphenoidal (panah putih besar), permukaan serebral dari atap ethmoidal (mata panah hitam), lapisan berkisi dari ethmoid (mata panah putih terbuka), atap orbita (garis panah putih), dinding posterior dari sinus maksilaris (mata panah hitam),

fossa

pterigopalatina (mata panah hitam besar), lapisan pterigoid (panah hitam besar), ceruk zygomatikum dari sinus maksilaris (Z), perluasan anteromedial dari sinus maksilaris (mata panah putih kecil), garis paralel menunjukkan perluasan anterolateral dari sinus maksilaris (panah putih kecil), dan dan dianggap sebagai “massa” yang diproduksi dari pertemuan turbinate posterior dan prosesus koronoid (garis panah hitam). (Dari DelBalso AM, editor:Maxillofacial imaging, Philadelphia, 1990, WB Saunders.)

Gambar 4-8 Tampakan

Water’s coned-down dari sinus maksilaris memperlihatkan struktur yang biasanya

tumpang tindih diatasa sinus maksilaris. Ini meliputi foramen orbital (panah kecil hitam), fissur orbital superior (panah besar putih), foramen rotundum (panah kecil putih), foramen oval (panah besar hitam), perluasan lateral dari sinus sphenoidal (mata panah putih kecil), lapisan ethmomaksilari (mata panah hitam), lubang-lubang udara ethmoidal posterior (mata panah putih besar), perluasan infratemporal (mata panah terbuka) dari garis temporal (mata panah putih tebal), ceruk zygomatik (Z), dan lubang-lubang udara ethmoidal anterior (A). (Dari DelBalso AM, editor:Maxillofacial imaging, Philadelphia, 1990, WB Saunders.) Gambar 4-9 Tampakan Caldwell’s. Memperlihatkan atap posterior dari sinus maksilaris (panah putih kecil), atap anterior dari sinus maksilaris (garis panah putih), sinus maksilaris (M), lapisan ethmomaksilari (mata panah putih), segmen anterior (panah hitam kecil) dan posterior dari lamina dura papyracea (panah besar hitam), fissure orbital superior (S), atap dari sinus ethmoidal (mata panah hitam kecil), sinus ethmoidal (E), garis temporal atau linea innominata (mata panah putih tebal), ceruk superior dari

rongga hidung (N), dinding medial dari sinus maksilaris, (mata panah tebal), foramen rotundum (mata panah putih terbuka), dan sinus frontal (F). Gambar 4-10 Tampakan submentovertex (dasar) dari sinus paranasalis memperlihatkan hubungan dari sinus paranasal ke struktur yang membatasi. Bagian antral (panah besar hitam), orbital (garis panah putih), dan garis cranial (mata panah hitam tebal); dinding medial dari sinus (S); septum intra sphenonid memisahkan sinus spheoidal (panah putih kecil); septum ethmoid-sphenoid (panah putih besar); dan lubang-lubang udara ethmoid (panah hitam kecil) ditunjukkan. (Dari DelBalso AM, editor:Maxillofacial imaging, Philadelphia, 1990, WB Saunders.) PENCITRAAN DIAGNOSTIK DARI PERTENGAHAN WAJAH DAN SINUS PARANASALIS Telaah Film Biasa. Pencitraan diagnostik dari proses inflamasi meliputi pertengahan wajah biasanya diawali dengan telaah film biasa, yang mana umunya terdiri dari tulang fasial atau rangkaian sinus paranasalis. Gambaran penting yang harus termasuk dalam telaah pertengahan wajah dan sinus paranasalis adalah Waters, Caldwell, dan tampakan lateral. Gambaran tambahan seperti tampakan posteroanterior atau submentovertex (SMV) juga dibutuhkan untuk evaluasi lengkap pasien. Gambaran Waters, Caldwell, lateral dan SMV dimaksudkan untuk memperlihatkan proses inflamasi termasuk sinus paranasalis. Gambaran Waters memberikan visualisasi optimal dari struktur fasial anterior yang bebas dari tumpangtindih dari struktur posterior seperti ridge petrous tulang temporal (lihat gambar 4-6 dan 48). Sangat berguna dalam mengevaluasi sinus maksilaris, gambaran ini memberikan visualisasi optimal dari dinding lateral dan medial sinus maksilaris, lingkaran orbital inferior (palpable orbital) , dan dasar orbita (atap dari sinus). Gambaran Waters juga memperlihatkan bagian anterior dari dinding media orbita yang bebas dari tumpangtindih bagian poterior.86 Struktur penting sering ditemukan pada gambaran Waters dan Caldwell adalah lapisan ethmomaxillaris, lapisan tulang yang memisahkan lubang-lubang udara ethmoidal dan sinus maksilaris (lihat gambar 4-9). Destruksi dari lapisan tersebut mengindikasikan sebuah neoplastik atau proses inflamasi yang aggresive. Ceruk aleolar, sebuah perluasan normal dari sinus maksilaris, sering berkaitan erat dengan akar-akar gigi molar rahang atas. Hubungan dekat ini dapat menghasilkan penyebaran infeksi odontogenik dari sinus maksilaris. Meskipun tidak dipertimbangkan, gambaran primer untuk evaluasi ethmoidal dan sinus frontal, gambaran Waters dapat memberikan informasi mengenai statusnya karena hanya Waters yang menggambarkan proyeksi lubang udara ethmoidal anterior dan posterior tersendiri dari

yang lainnya.86 Lubang-lubang udara ethmoidal anterior diproyeksikan lebih superior dari aspek media orbita, dan lubang-lubang udara posterior diproyeksikan di atas aspek medial sinus maksilaris. Gambaran Caldwell memberikan visualisasi optimal dari garis tengah dan struktur fasial posterior seperti orbita, sinus ethmoidal dan sinus frontal, serta fossa nasal (lihat gambar 4-9). Bagian bawah dari sinus maksilaris bukan visualisasi yang baik pada gambaran Caldwell karena tumpangtindih ridge petrous tulang temporal. Dasar orbital atau atap dari sinus ditunjukkan oleh dua garis:garis superior menunjukkan atap posterior dan garis inferior menunjukkan atap anterior. Proyeksi ini dapat memberikan gambaran menyeluruh yang baik dari lusensi relatif atau opasitas dari seluruh kompleks sinus ethmoidal. Namun, penilaian individual dari kelompok lubang-lubang udara ethmoid tidak memungkinkan karena tumpangtindih dari lubang-lubang udara anterior dan posterior. Lamina papyraceae dan lapisan ethmomaksilari diperlihatkan dengan baik melalui proyeksi ini. Lamina papyraceae divisualisasikan sebagai dua garis: garis yang terletak paling medial menunjukkan segmen anterior dan garis terletak lebih lateral menunjukkan segmen posterior. Lapisan ethmomaksilari divisualisasikan sebagai septum osseous memisahkan sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis. Gambaran Caldwell memberikan penampilan terbaik dari sinus frontal, yang mana sering menunjukkan derajat terbesar dari variasi anatomi sinus paranasalis. Gambaran lateral dari rangkaian tulang fasial biasanya tegak, gambaran lateral kiri; dalam beberapa kasus dengan gejala, gambaran lateral harus diperoleh sebagai gantinya (lihat gambar 4-7). Gambaran lateral cross-table dari tulang fasial dapat diperoleh pada pasien yang lemah, yang mana memiliki suspek sinusitis akut sphenoid dan juga yang memiliki tingkat cairan-udara yang tidak dapat dilihat pada gambaran lateral tegak lurus. Gambaran lateral dari respektif sinus bertumpang tindih. Namun, gambaran lateral dapat memberikan informasi penting tentang berbagai sinus. Gambaran ini sering kali paling baik dalam memperlihatkan kemunculan tingkat cairan-udara dalam sinus maksilaris dan sinus sphenoidalis. Dinding anterior dan posterior dari sinus frontal diperlihatkan dengan baik pada gambaran lateral, membuatnya menjadi evaluasi yang esensial dari lesi destruktif yang meluas atau erosi dinding sinus (misalnya, mukokel, osteoma). Sebagai tambahan, gambaran lateral ini sangat berguna dalam membedakan antara tranlusensi yang berkurang dari sinus frontal sebagai hasil dari penebalan dinding sinus atau sinusitis. Gambaran lateral juga memperlihatkan sinus sphenoidalis dan hubungannya dengan sella tursica dan planum sphenoidale. Opaksifikasi dari

sinus sphenoidali dapat terjadi sebagai hasil dari sinusitis

sphenoidalis, terbentuknya mucocel, perluasan suporior tumor nasopharyngeal, atau perluasan inferior tumor pituitary.

Gambaran SMV dapat digunakan dalam menilai proses inflamasi yang terkait pada pertengahan wajah karena memperlihatkan batas-batas sinus ethmoidal, sinus maksilaris, dan sinus sphenoidalis. Septum ethmospenoid, dan septum sekunder antara satu lubang ethmoid (lihat Gambar 4-10). Tiga garis yang harus diperhatikan pada gambaran SMV yaitu garis antral, orbital dan fossa cranial media. Garis antral berbentuk seperti huruf S dan menegaskan dinding lateral dan posterolateral dari sinus maksilaris. Garis orbital muncul sebagai garis lurus yang bertumpang tindih diatas garis orbital dan menegaskan dinding lateral dari orbital. Garis fossa cranial media yang bernbentuk C ditemukan sedikit posterior ke garis antral dan orbital dan menegaskan perluasan anterior dari fossa cranial media. SMV adalah satu-satunya proyeksi sinus yang memperlihatkan sinus sphenoidalis sebagai struktur pemisah, dengan demikian kondisi patologi yang penting pada gambaran lateral dapat diketahui lokasi dan didefenisikan. Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging Gambaran CT lebih dipilih untuk evaluasi proses inflamasi dari sinusparanasalis. CTdapat menunjukkan jaringan lunak penting dan komponen osseous dari sinus paranasalis dan struktur di sekitarnya. Gambaran yang diperoleh dengan menggunakan jendela tulang dapat memberikan informasi anatomi yang detail mengenai status komplek ostiomeatal dan struktur dibawah osseous. Selain itu, pemeriksaan CT dilakukan dengan mudah dan bukan berupa subjek artifak yang dihasilkan dari dessifikasi dari sekresi sinus yang terjadi selama sinusitis kronis. MRI sangat berguna dalam mengevaluasi neoplasma sinosial karena gambaran langsung dapat diperoleh dari bidang-bidang lain selain bidang axial dan MRI memiliki resolusi jaringan lunak yang lebih baik. Pemeriksaan MRI contrast-enhanced sangat berguna dalam menunjukkan awal tumor. Pemeriksaan CT untuk evaluasi infeksi-infeksi yang melibatkan sinus paranasalis, pertengahan wajah, atau kedua region ditunjukkan dalam bidang axial dan coronal. Bagian coronal harus memberikan gambaran yang optimal dari komplek osteomeatal. Gambaran coronal secara langsung juga penting ketika volume rata-rata dapat terjadi pada segmen-segmen tulang parallel ke bidang CT scan, menghasilkan gambaran suboptimal dari sebuah area (misalnya, dasar orbita). Scan harus meliputi seluruh sinus paranasalis dan struktur di sekitarnya. Semua potongan axial dan direk coronal digambbarkan melalui window tulang dan jaringan lunak, window paruparu dapat digunakan dalam mengevaluasi berbagai komponen yang terkandung di udara dari kompleks osteomeatal. Abnormalitas penting diperhatikan pada evaluasi sinus paranasalis mencakup opasifikasi, kemunculan tingkat air-fluid (Gambar 4-11), ketebalan mukosa, serta peningkatannya, massa jaringan lunak, perubahan hiperostotik, dan destruksi atau pergeseran tulang (Gambar 4-12). Dalam evaluasi proses patologi yang mencakup sinus maksilaris, keterlibatan struktur penting di sekitarnya. Lemak yang penting untuk dievaluasi pada potongan axial CT adalah pad lemak retroantral, berlokasi disekitar sinus sampai pada dinding lateral sinus (lihat gambar 4-5,G, dan 4-11, 13). Hilangnya lemak dapat menghasilkan perluasan transmural dari inflamasi atau proses neoplastic yang melibatkan sinus. Lapisan ethmomaksilaris adalah struktur osseous penting lainnya yang ditemukan dan dievaluasi pada potongan CT direk corornal. Lapisan ethmoksilaris memisahkan sinus maksilaris darisekitar lubang udara ethmoid (lihat gambar 4-8 dan 4-9), kerusakan lapisan tulang ini terjadi

karena inflamasi agresif dan proses neoplastic yang melibatkan kedua sinus maksila dan sinus di sekitar ethmoid. Jaringan lunak abnormal penting diperhatikan pada pemeriksaan CT dari sinus paranasalis dan pertengahan wajah termasuk keterlibatan orbital (Gambar 4-13), destruksi tulang (Gambar 4-14), penebalan dan sakit dari otot (myositis), sakit atau hilangnya bidang fasial (fasciitis), edem di bawah kulit dan jaringan-jaringan subkutan (cellulitis), efek massa, kumpolan cairan dengan maupun tanpa peningkatan kontras peripheral, serta adenopati. Evaluasi sinus paranasalis juga harus melibatkan seluruh evaluasi dari kompleks ostiomeatal (Gambar 4-5, B). kompleksini adalah bagian penting karena drainase ostia dari seluruh sinus paranasalis kecuali ethmoid posterior dan sinus sphenoid yang berdekatan. Abnormalitas anatomi dari satukomponen dengan komponen lain kompleks ostiomeatal dapat merusak ventilasi sinus, drainase, atau keduanya dengan demikian memfasilitasi berkembangnya sinusitis. Selain itu, dekatnya drainase ostia ini dapat membuat penyebaran yang cepat infeksi sinus dari satu tempat ke tempat lainnya. Umumnya abnormalitas ditemui pada gambaran coronal dari kompleks ostiomeatal meliputi pneumatisasi prominen dari tubinate media (concha bullosa), turbinate lingkaran paradokxi, uncinate bulla,proses lingkaran uncnate media, deviasi septum, dan bulla ethmoid yang terlalu besar. Abnormalitas patologi yang dapat dilihat pada area ini meliputi ketebalan mukosa kronis pada segmen manapun dari kompleks, osteomeatal, polip nasal, dan neoplasma nasal yang langka. PATOLOGI SINUS PARANASALIS Gangguan Inflamasi Gangguan inflamasi mewakili kondisi patologi yang paling umum yang melibatkan pertengahan wajah dan sinus paranasalis. Gangguan inflamasi yang melibatkan sinus paranasalis terbagi menjadi tiga kategori umum berdasarkan penyebabnya: infeksi, oninfeksi, dan kelainan granuloma. INFEKSI SINUSITIS Sinus paranasalis dapat terinfeksi oleh sejumlah agen infeksius meliputi virus, bakteri dan jamur. Proses infekasi yang melibatkan sinus paranasalis seringkali diklasifikasikan menurut durasi atau perjalanan klinis penyakit, pada hari atau minggu terakhir akut, minggu terakhir subakut, dan minggu terakhir kronis sampai bulanan. Manifestasi radiografi dari keberagaman yang menutup keterbatasan spectrum dari temuan radiografi. Infeksi sinusitis akut. Sinusitis akut lebih sering diikuti dengan infeksi saluran pernapasan atas:meskipunbi juga terjadi karena trauma, drainase eksesif, edem alergi dengan oklusi dari drainase ostia, obstruksi nasal, atau pertahanan dari benda asing. Sinusitis akut paling sering disebabkan oleh virus, terjadi konjungsi dengan infeksi nasal yang disebabkan virus. Temuan radiografi pada sinusitis akut oleh virus berbeda-beda, mulai dari sinus yang bersih,menjadi sedikit meningkat ketebalan mukoperiosteum, meningkat menjadi ketebalan secara uumu densitas radiografi. Temuan inimerupakangambaran dari edema mukosa yang disebabkan oleh vasodilatasi serta peningkatan produksi lendir dari sel goblet dan kelenjar mukosa.

Evaluasi dari gambaran sinus, hubungan dari radiografi dan temuan klinis adalah penting karena sejumlah proses patologi dapat berawal dengan tampilan radiografi yang serupa. Selain itu edema mucosal, densitas radiografi meningkat dapatdihasilkan dari perubahan mukosa, densitas radiografi ditingkatkan dapat dihasilkan dari perubahan mukosa kronis disebabkan oleh sinusitis kronis, trauma sebelumnya, dan prosedur bedah sebelumnya. Factor lain yang dapat dihasilkan dengan peningkatan densitas radiografi sinus meliputi hypoplasia dari sinus dengan atau tanpa variasi dalam ketebalan dinding osseous sinus. Sinusitis bakteri akut dihasilkan dari infeksi bakteri sekunder dari obstruksi sinus oleh bakteri normal yang ditemukan di saluran nasal dan kavum oral. Dua bakteri yang paling banyak terlibat pada sinusitis bakteri akut adalah Hemophilus influenza dan Streptococcus pneumonia. Bakteri lain yang kurang umum meliputi Staphylococcus epidermis, Streptococcus viridans, Branchamella catarrhalis, dan difteri.3,17,43,101,102 Sekitar 10% sampai 15% dari kondisi patologi sinus maksilaris adalah berasal dari gigi dan sering berkaitan dengan abses molar da premolar, akar yang mana berhubungan dekat dengan dasar dari sinus maksilaris.Sinusitis akut juga bisa terjadisetelah terganggunya sinus dan diawali oleh bakteri oral selama prosedur bedah gigi (lihat Gambar 4-13). Kesalahan penutupan saluran dapat menghasilkan fistula oroantral dan sinusitis kronis. Pelepasan purulent mukosamenghasilkan cairan eksudat purulent berakumulasi dalam sinus, menyebabkan tingkat airfluid tinggi.17,70,106,122,130(lihat Gambar 4-11) Temuan radiografi dalam sinusitis bakteri akut berubahubah dan jarak peningkatan densitas general menunjukkan edema mukosa, sampai pada tingkat airfluid disebabkan oleh pembentukan material purulent, sampai pada opasifikasi komplit dari sinus yang disebabkan oleh adanya sejumlahbesar material purulent dan edema mukosa. Pada sinusitis bacterial tingkat air-fluid, jika ada, terbatas pada satu atau dua sinus. Meskipun tingkat air-fluid seringkali penting menghasilkan sinusitis akut, hal ini juga dapat dihasilkan dari lavage antral sebelumnya, trauma sebelumnya, atau diskrasia darah dengan perdarahan ke sinus, tekanan yang dibutuhkan untuk selalu menghubungkan temuan radiografi dengan riwayat klinis. Pemeriksaan CT memperlihatkan tingat air-fluid dengan porsi bergantung pada keterlibatan sinus (lihat Gambar 411,B). Pada pemeriksaan MRI munculnya sinusitis akun tidak sempurna digambarkan dengan kondisi patologi di bawahnya. Inflamasi, mukosa edematous dan cairan khas memeperlihatkan intensitas signal rendah pada T1-weighted dan intensitas signal meningkat pada T2-weighted.43,66,111,122 (lihat Gambar 4-14) Sinusitis noninfeksius akut Rhinitis alergi dan sinusitis adalah nonifeksius, proses inflamasi yang mengenai sekitar 10% dari populasi.1,43,116 Kedua kondisi ini menunjukkan kondisi akut paling umum, proses noninfeksius mengenai saluran sinonasal.3,106 Kondisi sesuai musim menghasilkan reaksi antibody dari immunoglobulin E. pada sinusitis alergi mukosa periosteum berhubungan sejak awal dengan sinus maksilaris menjadi hiperplastik dan edematous. Perubahan yang mirip sering terjadi dalam tepi mukosa ethmoid, frontal dan sinus sphenoidal. Ketebalannya sering uniform dan simetris, meskipun bentuk massa polip terlokalisir sering terjadi. Temuan radiografi pada gambaran sinusitis alergi bermacam-macam perubahan mukosa. Selain itu, ketebalan mukosa secara menyeluruh maupun local, pengamatan radiografi memperlihatkan edema dari turbinate. Tingkat air-fluid tidak

berhubungan dengan sinusitis alergi dan ketika muncul, mengindikasikan kehadiran superinfeksi bakteri.106 Sinusitis akut, tanpa mempengaruhi penyebabnya dapat berkaitan dengan sinusitis kronis. Factorfaktor yang dapat mendukung perubahan ini meliputi kegagalan drainase, infeksi persisten, kehilangan cilia, dan perubahan mukosa. Drainase sinus yang tidak adekuat dapat dihasilkan dari factor mekanik seperti deviasi septum, polip hidung, hipertropi adenoid, tumor nasofaring dan edema mukosa pada daerah drainase ostia. Drainase yang tidak adekuat dapat menghasilkan akumulasi sampai pertumbuhan bakteri sinus, mengingat kegagalan aerasi dapat mendukung pertumbuhan bakteri patogenik anaerob dan mikroaerofilik. Perawatan yang tidak adekuat yang menjadi sinusitis bakteri akut dapat menjadi kronis, infeksi yang dapat melibatkan tulang di sekitarnya. Perubahan mukosa, seringkali secara alami tidak dapat kembali, dapat dihasilkan dari cidera kimia yang menghasilkan kehilangan epitelium ciliate, dengan demikian kerusakan drainase sinus normal dan terjadi kerudakan regenerative pada mukosa. Alergi dapat menyebabkan perkembangan sinusitis kronis yang disebabkan oleh edema muukosa dan hipersekresi; kedua kerusakan drainase sinus normal yang mendukung sinusitis kronis yang bercirikan adanya hyperplasia mucosal yang irreversible dan penebalan yang seringkali dihasilkan pada lipatan mukosa atau pseudopolip.97,106,119,129,130 (lihat Gambar 4-11) Selain itu pada keterlibatan mukosa, proses infalamasidapat menyebar ke bawahtulang, menghasilkan perubahan hiperostotik, tanda sinusitis kronis. Infeksi bakteri akut dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronis. Secara radiografi, tingkat airfluid dan penebalan mukosa terkait sinus harus diperhatikan. Pemeriksaan CT memperlihatkan peningkatan kontrasdari mukosa yang terinflamasi, penebalan mukosa, dan tingkat air-fluid. Pada pemeriksaan MRI ketebalan khas edema mukosa dipertunjukkan dengan intensitas signal rendah T1-weighted dan peningkatan intensitas signal pada T2-weighted yang mirip untuk melihat sinusitis akut (Gambar 4-14). Tetapi, kemunculan sekresi yang terjebak dapat bergantung pada derajat hidrasi. Pada rangkaian T1 dan T2-weighted, pengurangan intensitas signal sebagai sekresi menjadi terkonsentrasi. Hilangnya signal pada rangkaian T1 dan T2 adalah penting ketika sekresi mongering dan mengeras.111 Komplikasi Sinusitis Perkembangan sinusitis kronis memperlihatkan satu komplikasi yang berhubungan dengan sinusitis akut atausinusitis yang terjadi berulang. Sebagai tambahan, sejumlah dari komplikasi lain yang berasosiasi dengan sinusitis akut dan kronis. Komplikasi ini dapat dibagai menjadi dua kelompok utama: terbatas pasa sinus semata dan berkaitan denganstruktur disekitarnya. Kelompok pertam dari komplikasi meliputi formasi dari hipertropi polip, kita mucosal, dan mococel. Kelompok pertama dari komplikasi meliputi formasi dari hipertrofi polip, kista mucosal, dan mucocel. Kelompok kedua dihasilkan dari perluasan proses inflamasi pada struktur di sekitar dinding sinus dan meliputi sejumlah inflamasi nasal, orbital, dan lesi intracranial atau osteomyelitis. Kista retensi mukosa Komplikasi lokal yang paling umum dari sinusitis adalah formasi dari kista retensi mucus, terjadi sekitar 10% dari populasi.7,70,106,119,128 Kista ini dihasilkan dari terhalangannya pengeringan saluran

kelenjar seromukus diikuti oleh perluasan kista. Lesi yang terjadi paling sering pada sinus maksilaris dan jaraknya dari sinus terdekat kurang dari 1 cm sampai lesi yang isinya besar. Berbeda dengan mukokel yang terbentuk pada dinding sinus, , kista retensi mucus menempel pada rongga sinus tanpa menyebabkan terdorongnya tulang. Secara radiografi lesi ini biasanya muncul berbentuk bulat, densitas jaringan lunak dalam melibatkan sinus (Gambar 4-15). Lesi dari gigi yang yang dapat memiliki tampilan radiografi awal muncul identik dengan kista retensi sebagai lesi periapikal yang melibatkan satu gigi molar rahang atas. Lesi kista dihasilkan dari proses inflamasi terjadi pada apex gigi nonvital. Hal ini juga secara langsung melibatkan sinus maksilaris atau yang berlokasi dalam tulang alveolar yang berdekatan dan proyeksi diatas sinus, dengan demikian mensimulasikan penemuan patologi dari daerah sinus. Dalam kasus ini, hubungan dengan vitalitas dari gigi yang berdekatan dibutuhkan untuk membedakan lesi yang berasal dari sinus dan gigi. Pada pemeriksaan MRI, lesi ini secara khas memeperlihatkan intensitas signal rendah sampai intermediate pada T1 dan intensitas signal tinggi pada T2. Mucocel Komplikasi lokal yang paling signifikan dari sinusitis adalah terbentuknya mucocel. Mucocel adalah lesi kistik nyata sejajar dengan mukosa sinus.Mucocel dihasilkan dari obstruksi drainase ostia diikuti dengan kelanjutan sekresi cairan dalam obstruksi sinus atau lubang udara.* Obstruksi ostial biasanya dihasilkan dari infalamasi atau proses alergi, meskipun juga bisa dihasilkan dari neoplastic, postsurgical, atau factor traumatic.106,112,119 Sebagai hasil dari lanjutan sekresi cairan ke obstruksi sinus atau lubang udara, terbentuknya cairan dihasilkan pada desakan atropi, remodeling osseous, dan bungkuknya dinding sinus (lihat Gambar 4-12). Karakter ekspansil dari mukokel didasari oleh tampakan klinisnya. Mukokel umumnya muncul pada sinus frontal dan lubang udara ethmoid. 106,107 Mukokel frontal membentuk kira-kira dua pertiga dari semua mukokel, sedangkan mukokel ethmoid membentuk sekitar 20% sampai 30%.7,106,109 Mukokel sinus ethmoid lebih sering melibatkan lubang udara ethmoid anterior; namun, bisa jugaa berasal dari lubang udara ethmoid posterior dan meluas ke sekitar sinus sphenoid. 109,122 Mukokel ini terkadang disebut sebagai sphenoethmoid mucoceles. Mukokel sinus maksilaris tidak biasa dan terbentuk sekitar 5% sampai 10% dari semua mukokel.106 Pada kesempatan langka, mukokel muncul pada sinus sphenoid dan septa ruang terpisah pada sinus maksilaris.38,84,109,112 Mereka juga bisa muncul pada sinus maksilaris setelah prosedur Caldwell-Luc. Mukokel dapat menjadi terinfeksi dan lalu disebut pyoceles. Karakteristik radiografi tertentu biasanya untuk semua mukokel yaitu pengamatan film polos dan CT. Sebagai tambahan, beberapa temuan radiografi berhubungan dengan efek lokal dari mukokel. Temuan film polos biasa dan CT meliputi kehadiran dari ekspansil massa yang disebabkan pindahnya atau membungkuknya sinus atau dinding lubang udara. Potongan axial CT sampai semua jenis mukokel noninfeksi memperlihatkan circumscribed yang baik, massa jaringan lunak nonenhanching. Kalsifikasi makroskopik periferal terbukti sekitar 5% dari mukokel.129 Kehadiran rim enhancement atau peningkatan densitas dari massa jaringan lunak memberi tahukan keberadaan infeksi dan lebih akurat terdiagnosa sebagai pyocele. Temuan film polos berkaitan dengan mukokel frontal meliputi kaburnya sinus yang terlibat, erosi septum intrasinus, kehadiran dari dinding halus rongga sinus, dan definisi yang buruk atau kehilangan garis mukoperiosteal.106 Potongan axial CT sampai pada mukokel sinus frontal juga dapat

memperlihatkan perluasan intracranial dan intraorbital, proptosis, sutura diastasis, dan maasa jaringan lunak supraorbital. Mukokel ethmoid paling baik didiangnosa dengan pengamatan CT dan memperlihatkan nonenhancing, ekspansil, massa jaringan lunak karena membungkuknya dinding lubang udara. Mukokel ethmoid berasal dari sinus ethmoid posterior(sphenoethmoid mucoceles) dapat menunjukkan dengan signifikan keterlibatan dan perluasan sekitar sinus spenoid. Sebagai tambahan, CT scan axial juga menunjukkan keterlibatan orbital dan nasal. Mukokel sinus maksilaris sering diawali dengan gambaran film polos yang menunjukkan keganasan. Temuan ini mencakup opasifikasi dari sinus yang terlibat dan sering kehilangan atau destruksi yang jelas kelihatan dari dinding sinus (lihat Gambar 4-12). Pemeriksaan CT memperlihatkan isi massa sircumscribed yang baik dengan sinus yang bungkuk atau atropi. Pada pemeriksaan MRI wujud dari mukokel bisa bervariasi tergantung pada derajat hidrasi dari adanya material mucoid. Mukokel yang tidak berkomplikasi menunjukkan intensitas signal rendah pada rangkaian T1 dan dan intensitas signal tinggi pada rangkaian T2. Namun, bergantung pada derajat hidrasi yang ada, mukokel bisa memperlihatkan peningkatan intensitas signal pada rangkaian T1 dan T2 atau ketiadaan dari intensitas signal dalam rangkaian.111 Mukokel sinus sphenoid pada film polos dan pengamatan CT memperlihatkan opsifikasi dari sinus dan perluasan serta penipisan dari dinding sinus.84 Perluasan intracranial dan perluasan anterior juga dapat terjadi. Perluasan intracranial dapat dihasilkan pada massa sellar atau parasellar pada pemeriksaan CT.84,106 Perluasan anterior ke lubang udara ethmoid posterior juga bisa terjadi, sering dihasilkan di dalam destruksi tulang yang tidak bisa dibedakan dari yang disebabkan oleh keganasan.106 Komplikasi Orbital dan Ekstrasinus dari Sinusitis Jika ditangani dengan tidak benar atau tidak responsive pada terapi yang tepat, sinusitis akut dan lebih jarang, sinusitis kronis dapat melibatkan sekitar orbita dan strukturnya.* Komplikasi orbital akut termasuk selulitis atau pembentukan abses, pembentukan subperiosteal abses dan sindrom fissure orbital, serta osteomyelitis dari dinding osseous (lihat Gambar 4-13). Komplikasi orbital biasanya dihasilkan dari ethmoiditis yang terisolasi, ethmoiditis dan sinusitis melibatkan sekitar frontal dan sinus maksilaris, atau keduanya. Penanganan perluasan intracranial yang tidak benar dari sinusitis akut berpengaruh signifikan terhadap angka morbiditas dan mortalitas. Perluasan intracranial dapat terjadi seluruh anatomi meliputi perineural dari retrograde thrombophlebitis atau penyebaran langsung dari sinus yang terlibat membatasi fossa cranial atau jalur hematogenous. Komplikasi intracranial meliputi meningitis purulent, subdural akut atau epimas epidural, abses otak, dan thrombosis sinus cavernosus. Osteomyelitis dari dinding sinus yang terlibat juga bisa terjadi. Hal ini biasanya ditemukan pada sinus frontal, meskipun juga bisa terjadi pada ssinus maksilaris, biasanya seelah pencabutan gigi. Komplikasi yang tidak biasa dari osteomyelitis dari sinus frontal pada anak-anak adalah perluasan dari proses inflamasi ke cranium danperkembangan dari abses sublageal superfisial tanpa tanda dari destruksi tulang, menghasilkan keadaan klinis yang dikenal sebagai Pott’s puffy tumor. 1,39,97,106 Temuan radiografi berkaitan dengan osteomyelitis pada 7 sampai 14 hari dan termasuk kehilangan outline yang jelas dari margin sinus dan tampakkan seperti “dimakan ngengat” pada tulang yang terlibat yang dihasilkan dari dekalsifikasi local.97 Area ini bisa

berkembang berubah menjadi sklerotik, sequestra fokal, atau keduanya. CT menyajikan gambaran yang optimal dari sequestra yang bisa mudah dilihat pada film polos (lihat Gambar 14). Sinusitis fungal Dua infeksi fungal yang utama melibatkan sinus paranaslis adalah aspergillosis (yang disebabkan oleh genus Aspergillus)dan mucormycosis (yang disebabkan oleh jenis Rhizopus, Mucor, dan Absidia). Aspergillosisadalah infeksi jamur yang paling banyak pada sinus paranasalis.53,95 Aspergili adalah jamur saprofit yang ada di mana-mana yang kadang-kadang menjadi pathogen pada manusia. Aspergillosis dari sinus paranasalis dapat terjadi pada beberapa bentuk yang berbeda-beda. Sebaliknya pada orang yang sehat, dapat ditemukan dalam keadaan kronis, bentuk noninvasive dari sinusitis, biasanya terbatas pada satu sinus maksillaris.8,14,72,121 Sekitar setengah dari kasus yang parah, konkresi padat berkumpul dalam sinus; seperti yang ditemukan dianggap patogen dari Aspergillosis. Radiodensitas ini terdiri dari kalsium fosfat (apatite) primer dan tersier dan sejumlah kecil dari kalsium sulfide dan banyak garam metal. 61,117 Material ini tersimpan di dalam area nekrotik dari mycelium, biasanya di tengah isi massa sinus, dan dengan mudah terdeteksi pada film polos dan pengamatan CT.61 Potongan CT juga memperlihatkan penebalan dari dinding asseous sinus dan area densitas rendah pada jaringan lunak isi massa sinus.65 Infeksi Aspergillus juga dapat ditemukan mulanya sebagai bola jamur (aspergilloma) di dalam sinus yang terlibat. Yang mana secara radiografi bisa seperti sebuah neoplasma. Pada pasein yang lemah atau immunocomproised, infeksi Aspergillus perta kali tampak sebagai infeksi dengan destruksi yang cepat dari rongga hidung dan melibatkan sinus paranasalis.18,76,77 Destruksi tulang yang meluas dan cepat menunjukkan keganasan yang dapat dilihat di beberapa kasus. Mucormycosis merupakan infeksi jamur yang paling fatal, akut dan oportunistik. Hal ini desebabkan oleh jamur termasuk famili Mucoraceae, yang mana meliputi spesies dari jenis Rhizopus, Mucor, Absidia.* Jamur pada mucormycosis menginvasi dinding arteri dan menghasilkan arteritis diikuti degan vascular thrombosis dan infraksi jaringan di sekitarnya. Rhinocerebral mucormycosis dimulai dengan infeksi hidung, diikuti dengan perluasan ke sinus paranasalis dan orbital dan intracranial. Penyebaran jamur biasanya terjadi di seluruh saluran vascular.31 Perluasan intracranial dapat dihasilkan dari infraksi atau pembentukan abses.14,31,33 Film polos dan temuan CT mengenai mucormycosis terdiri dari penebalan nodular dari batas mucoperiosteum sinus maksilaris, biasanya tanpa tingkat cairan-udara; sinus ethmoid tampak kabur; destruksi tulang dari multiple area focal.14,17,33 CT berperan penting dalam mengetahui atau mencurigai infeksi Mucor. Gamba dkk33 menjelaskan beberapa temuan CT pada pasien dengan mucomycosis. Tanda klinis awal dari mucormycosis craniofasial menggambarkan strukter yang terlibat.10 keterlibatan awal dari saluran sinonasal merupakan gambaran dari penebalan mucosal nonspesifik, sering tanpa tingkat cairan-udara. Keterlibatab dari jaringan lunak infratemporal dan fossa pterigopalatina menghasilkan kehilang dari pad lemak retroatral dan berbagai bidang lemak yang memisahkan otot mastikasi. Keterlibatan orbital dapat dihasilkan dalam edema preseptal, ptosis, infitrasi lemak dalam apex orbital, pembentukan abses subperiosteal, dan perubahan dalam otot-otot orbita. Perluasan intracranial biasanya melibatkan cerebellum dan otak parenkim di dasar otak, menghasilkan abses fokal, area infraksi, atau keduanya. Destruksi tulang, ketika muncul, terjadi lambat dalam proses penyakit (lihat Chapter 11). Penyakit Granulomatous

Penyakit granulomatous mempengaruhi hidung dan sinus paranasal menggambarkan kelompok heterogen dari karakteristik patologi dari pembentukan jaringan lunak granuloma yang sering kali ditunjukkan dengan tanda klinisdan radiografi yang serupa. 62 Destruksi besar penting dalam pemeriksanaan klinis seringkali dapat dibedakan dari proses neoplastic. Penyakit granulomatous melibatkan hidung dan sinus paranasalis meliputi sejumlah penyakit ingfeksi; tuberculosis, leprosy, syphilis, yaws, penyakit autoimmune seperti Wegener’s granulomatosis, idiopathic midline granuloma, sarcoidosis dan benda asing yang dapat menimbulkan granulomata dihasilkan dari keterpaparan jangka panjang pada beryllium dan garam chromate.62,106,129 Radiografi dan gambaran CT dalam perbedaan ini adalah serupa. Pemeriksaan awal CT memeperlihatkan penebalan dan nodul jaringan lunak nasal. Keterlibatan berikutnya dari sinus paranasalis dapat terjadi. Pada fase selanjutnya proses penyakit, destruksi tulang, dan massa jaringan lunak menunjukkan kehadiran proses neoplastik. RUANGAN FASCIAL Ruangan fasial dari kepala dan leher memperlihatkan jalur utama dari penyebaran infeksi yang dalam. Kegagalan mengenali dan menangani dengan tepat infeksi ruang fasial dapat menyebabkan kematian karena obstruksi jalur nafas atau mediastinitis. Pencitraan diagnostik adalah penting dalam mengevaluasi infeksi ruang fasial. ANATOMI Jaringan lunak kepala dan leher dapat dibagi menjadi serangkaian ruang. Beberapa ruangan merupakan ruangan anatomi normal yang mengandung berbagai struktur (contohnya, ruang masticator), sedangkan selain lainnya merupakan ruangan potensial , dapat ditemukan hanya ketia terlibat dalam proses patologi (contohnya, ruang retrofaringeal). Hubungan anatomi yang penting ada diantara berbagai ruang actual dan potensial yang dapat menyebabkan penyebaran yang cepat dari infeksi seluruh kepala dan leher dan bahkan ke mediastinum. Secara konseptual, bidang fasial dari kepala dan leher dapat tervisualisasi sebagai rangkaian dari”kanal”.* Luar lipatan, yang mana mengelilingi leher dan kepala, terdiri dari kulit dan fascia superfisial (jaringan subkutan). Dua bentuk dari fascia superfisial adalah yang (1) terdiri dari otot ekspresi wajah, meliputi platysma, dan (2) berdasarkan lokasi superfisial, segera dievaluasi pada pemeriksaan klinis dan biasanya tidak memerlukan pencitraan diagnostik dari proses patologi. Secara anatomi dalam leher dapat dibagi menjadi lapisan investing superfisial, lapisan pertengahan atau pretracheal, dan lapisan dalam atau lapisan prevertebral. Ruangan ini merupakan jalur utama menyebaran proses inflamasi dan harus dievaluasi secara menyeluruh dengan pengamatan pencitraan apapun. Lapisan investing merupakan lapisan paling superfisial dan mengelilingi seluruh leher. Lapisan ini melekat paling posterior ke prosesus spinous dan ligamentum nuchae dan paling anterior ke dagu., badan tulang hyoid, dan manubrium sterni. Paling superior, lapisan superfisial yang melekat pada protuberansia occipital eksterna dan garis nuchal, ujung prosesus mastoid, batas paling bawah lengkungan zygomatic, dan batas paling bawah mandibular antara sudut dan dagu. Paling inferior, melekat pada sternum, klavikula, dan acromion scapula.9 Pada leher investing fascia terbelah untuk menyertakan trapezius, sternocleidomastoid, dan otot-otot infrahyoid (omohyoid, sternohyoid, dan tirohyoid). Pada region maksilofasial lapisan investing terbagi menjadi bentuk submandibular, sublingual, masticator, dan ruang parotid (lihat Gambar 4-16).

Lapisan tengah dalam fascia servikal meluas dari dasar tengkorak ke seluruh pericardium yang menutupi carotid. Ini dibagi menjadi divisi muscular dan visceral. Divisi muscular meliputi serat otot dan adventitia dari pembuluh besar; divisi visceral meliputi otot konstriktor dari faring dan esophagus, dan bentuk fascia bukofaringeal dan dinding anterior ruang retrofaringeal. Laing, trakea, dan galndula tiroid juga diselimuti oleh lapisan tengah dari dalam fascia servikal. Lapisan dalam dari dalam fascia servikal terdiri dari prevertebral dan divisi alar. Divisi alar membentuk batas posterior dari ruang retrofaringeal dan mengelilingi otot leher bagian dalam. Divisi alar juga berkontribusi terhadap pelapis carotid dan menyatu dengan lapisan tengah dari dalam servikal fascia pada perkiraan level T1 ke T2. Divisi prevertebral yang melekat pada aspek anterior dari badan vertebral dan meluas ke prosesus melintang vertebra. Ruang potensial yang penting dari penyebaran infeksi dari kepala dan leher ke mediastinum adalah ruang yang potensial antara divisi alar dan divisi prevertebral dari lapisan dalam servical fascia dalam yang disebut sebagai “ruang berbahaya”. Ruang potensial ini dibatasi oleh gabungan divisi alar dan prevertebral dari servikal fascia dalam dengan prosesus melintang vertebra. Runagn berbahaya meluas dari dasar tengkorak ke tingkat diafragma (lihat Chapter 8).

PENCITRAAN DIAGNOSTIK Film Polos Pencitraan diagnostic dari pasien yang diketahui atau dicurigai memiliki infeksi ruang fasial sering diawali dengan pemeriksaan film polos dari faringeal dan airway servikal. Pemeriksaan ini biasanya mencakup gambaran anteroposterior dan lateral dari jalur nafas yang diambil dengan penetrasi derajat terendah dari gambaran pembanding dari servikal tualang belakang (Gambar 4-17, lihat Gambar 14-1). Temuan film polos terkait dengan infeksi ruang fasial akutmeliputi penebalan jaringan lunak faringeal, distorsi dengan atau tanpa pergeseran ruang udara faringeal disebabkan oleh edema jaringan lunak atau pembentukan abses, gas jaringan lunak, dan radiodesitas benda asing. Selain itu, film polos diperoleh dari penggunaan teknik standar dari jaringan osseous yang bisa memperlihatkan osteomyelitis mandibula atau servikal tulang belakang dan radiodensitas sialolithiasis. Gambaran lateral dari jalur nafas servikal khususnya, penting dalam mengevaluasi retrofaringeal, parafaringeal, dan infeksi ruang submandibular. Pada beberapa penelitian, evaluasi yang tidak hanya patensi besar dari jalur nafas tapi juga lebarnya jaringan lunak prevertebral adalah penting. Pada orang dewasa dengan leher dalam posisi netrnetral, ketebalan jaringan lunak prevertebral tdak melebihi 10mmpada level C1, 7mm pada level C3, dan 20 mm pada level C7.59 Pada umur anak sekolah lebar normal maksimum dari jaringan retrofaringeal pada C2 tidak melebihi 6mm dan 15mm pada C6.47 Penilaian ini menunjukkan lebar maksimum dari jaringan normal; nilai rata-rata untuk populasi dari mana nilai ini diturunkan lebih rendah. Karena infeksi ruang retrofaringeal atau ruang parafaringeal dapat terjadi dengan penilaian dalam batas normal, klinisi harus selalu melihat tanda lain dari infeksi pada gambaran lateral seperti peningkatan fokal dalam penebalan jaringan lunak, emfisema jaringan lunak, benda asing, deviasi local dari jalur nafas. Selain itu, gambaran anteroposterior dari jalur nafas harus diperiksa tanda dari kondisi patologi. Normalnya, posisi yang tepat gambaran anteroposterior dari jalur nafas meneunjukkan keterlibatan ruang parafaringeal, retrofaringeal, atau petracheal. Area yang penting untuk evaluasi region

subglottic dari trakea; di sisi yang berbeda menjadi jelas dalam bagian subglottic. Penyempitan konsentris dari area ini menghasilkan tampakan V terbalik terlihat pada pasien dengan croup. Computed Tomography CT mungkin yang paling digunakan secara luas sebagai modal penggambaran tingkat lanjut dari evaluasi infeksi dalam fascia.* CT dapat memberikan informasi penting mengenai perluasan ke jaringan lunak, meliputi gambaran dari perluasan penuh proses inflamasi pada kepala dan kemungkinanya di episcentrum,perbedaan antara myositis-fasciitis dan terbentuknya abses, diperlihatkan dengan akurat dari status jalur nafas, dan melibatkan kelompok berbeda dari limfa nodus. Perbedaan antara myositis-fasciitis dan abses merupakan tanda klinis yang sangat penting karena abses memerlukan intervensi bedah yang cepat untuk membuat drainase yang baik, sedangkan selulitis bisa hanya dengan pemberian antibiotik yang tepat. CT juga memberikan informasi yang penting mengenai status sekitar struktur osseous dan dapat memeprlihatkan reaksi periosteal dengan cepat yang mengalami osteomyelitis. Potongan axial CT contrast-enhance harus dilakukan di bidang axial pada kenaikan 5mm menyeluruh pada ruang fascial dan rantai nodus limfa mayor menerima drainase dari region kepala dan leher yang terlibat. Pada kasus dengan keterlibatan mediastinal perluasan penuh dari keterlibatan mediastinal harus dapat diperlihatkan. Temuan CT yang berkaitan dengan keterlibatan ruang fascia meliputi myositis dan fasciitis (Gambar 4-18), deformitas jalur nafas,massa terinflamasi, kumpulan cairan dan abses, serta osteomyelitis pada tulang. Beragamnya prosedur intervensi dapat ditunjukkan dengan petunjuk dari CT. Aspirasi jarum-tipis dari kumpulan cairan untuk mendapatkan material untuk analisis mikroba dilakukan secara rutin. Selain itu, drainase abses dan penempatan drain bisa dilakukan segera dengan menggunakan petunjuk dari CT. Meskipun MRI telah digunakan secara meluas dalam mengevaluasi kondisi kepala dan leher, MRI tidak digunakan secara luasa dalam mengevaluasi infeksi dalam ruang fascia. Keuntungan utama dari MRI meliputi kemampuan untuk memperoleh gambaran langsung tidak hanya pada bidang axial namun juga bidang coronal dan sagital. Gambarannya kurang peka terhadap artifak dari restorasi gigi, dan material kontras intravena yang digunakan pada pemeriksaan MRI kurang toksik daripada kontras iodin yang digunakan pada CT scan.49 Kemampuan pada gambar di bidang sagital dan parasagital sangat berguna dalam menunjukkan keterlibatan retrofaringeal dan mediastinal superior dari region thoracic inlet, area yang kadang-kadang sulit pada gambar rutin pemeriksaan CT axial karena artifak dari tulang sekitar. Namun, MRI memiliki sejumlah kekurangan utama dalam evaluasi infeksi kepala dan leher, meliputi panjang dari waktu penggambaran dan penampakan serupa dari abses dan selulitis pada gambaran T2-weighted, membuat perbedaan antara dua kesulitan secara bersamaan.49,74 Selain itu, peningkatan gambaran dari dinding abses bisa menjadi isointense dengan mengenai seluruh lemak setelah pemberian gadolinium, menghasilkan deteksi yang terbatas atau penggambaran abses. Manifestasi cutaneous juga tidak dapat menjadi jelas pada MRI jika gambaran parameter tidak dimonitor.49 Selain itu, pemeriksaan MRI lebih mahal dibandingkan pemeriksaan CT standar dan tidak dapat dilakukan dalam keadaan emergensi. Temuan MRI yang berkaitan dengan myositis dan fasciitis meliputi peninggkatan yang nyata dalam ukuran dari otot yang terlibat atau bidang jaringan yang berkaitan dengan variable intensitas signal

rendah pada T1-weighted dan intensitas signal meningkat pada rangkaian T2-weighted (Gambar 419, lihat Gambar 4-2). Peningkatan dari proses inflamasi terjadi pada rangkaian T1-weighted setelah pemberian gadolinium.74,120,126 Abses memeperlihatkan karakteristik signal yang mirip dan efek massa. Dinding abses dapat dibedakan pada rangkaian T2-weight atau T1-weighted setelah pemberian gadolinium. Gambaran dari dinding abses tidak bisa selalu memungkinkan karena peningkatan intensitas signal dari selulitis sekeliling abses bisa jadi mirip dinding abses pada rangkaian T2-weighted. Sebagaimana peningkatan gambaran setelah peningkatan gadolinium dapat menghasilkan gambaran cincin menjadi isointens dengan lemak disekelilingnya. Keterlibatan ruang marrow oleh proses inflamasi dihasilkan dalam pengurangan intensitas signal tinggi secara normal dari marrow yan terlihat pada rangkaian T1-weighted dan peningkatan intensitas signal dari marrow pada rangkaian T2-weighted. RUANG FASCIAL Ruang fasial submandibular Ruang fasial submandibular dibentuk oleh lapisan investing terpisah dengan tulang hyoid ke dekat glandula submandibula; paling superior, lapisan ini melekat pada fascia ke mentum bdan anterior mandibula.9,46,100 Lapisan investing naik meutup permukaan superfisial dari otot yang merupakan dasar mulut (mylohioid dan digastrikus). Ruang fascia submandibular dipertombangkan pada perluasan ke anterior dari ruang fascia parafaringeal dan dibagi menjadi ruang sublingual atas dan ruang submandibular bawah oleh otot milohioid (Gambar 4-20, lihat Gambar 4-16); kedua ruangan ini berhubungan secara bebas di sekitar batas posterior otot milohioid. Ruang sublingual yang berlokasi di antara otot milohioid inferior dan lateral, dan kompleks otot genioglossus dan hypoglossus-styloglossus medial.9,100,105 komponen utama dari ruang sublingual meliputi otot geniohioid dan genioglossus, kompleks otot hyoglossus-styloglossus, glandula sublingual, bagian dalam saluran dan kelenjar submandibular. Saraf dan arteri lingual, dan saraf kedua belas (hypoglossal). Otot styloglossus terdiri dari ujung prosesus styloid dan melewati ke bawah dan ke atas antara otot konstriktor faringeal media dan superior. Sebagai otot styloglossus yang melewati antara otot konstriktor, membuat hubungan potensial antara ruang submandibular dan parafaringeal yang disebut sebagai bucofaringeal gap. Gap ini merupakan jalur potensial menyebarnya infeksi antara dua ruang maring-masing. Ruang submaksilaris yang berlokasi dibawah otot milohioid dan mengandung lobus seperfisial dari kelenjar mandibular,nodus limfa submandibular dan submental, anterior perut dari otot digastric. Perlekatan fascial ke anterior perut dari otott digastric membagi lagi ruang submandibular menjadi ruang submental sentral dan ruang submandibular lateral.105 Tidak ada hambatan anatomi utama yang ada antara dua ruang submental dan submandibular yang layak; konsekuensinya, infeksi dapat meluas cepat melintasi midline ( lihat Chapter 8 dan 9). Pemahaman dasar axial dan coronal anatomi cross sectional merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi proses inflamasi yang melibatkan ruang submandibular dan berbagai divisinya. Kelenjar submandibular yang berlokasi dalam ruang submandibular. Potongan CT memeperlihatkan bahwa secara normal memiliki densitas CT yang dapat dibedakan dengan otot sekitarnya. Pada potongan axial CT seluruh ruang mandibular yang layak, lobus superfisial dari kelenjar submandibular diperlihatkan dengan baik, densitas jaringan lunak yang biasanya dikelilingi oleh bidang lemak (lihat Gambar 4-20). Kehilangan bidang jaringan lunak yang berkaitan dengan perluasan neoplastic atau proses inflamasi yang melibatkan kelenjar maupun struktur yang membatasi kelenjar. Meskipun mengandung nodus limfa intraglandula, kelenjar submandibular berhubungan dekat dengan sejumlah nodul limfa submandibular yang kecil. Nodus limfa ini

homogeneous, tampakan nonenhancing dan diameternya tidak pernah melebihi 1,.5cm.90,92,108 dalam lobus kelenjar submandibular tidak diperlihatkan dengan baik pada potongan axial CT karena densitas CT dekat dengan jaringan lunak sekitarnya dari dasar mulut; bagaimanapun, bisa dilihat pada potongan langsung coronal CT. Pada potongan MRI seluruh ruang submandibular, otot yang memiliki intensitas signal rendah pada rangkaian T1 dan T2, sedangkan lemak dalam ruang fascial memperlihatkan intensitas signal yang tinggi pada rangkaian T1-weighted. Kelenjar submandibular dan sublingal memrpelihatkan intensitas signal intermediapada T1-weighted dan secara relative intensitas signal tinggi pada rangkaian T2weighted. Lobus superfisial kelenjar mandibular diketahui dengan cepat karena dikelilingi oleh intensitas signal yang tinggi lemak paling anterior. Dalam lobus kelenjar submandibular dapat diketahui antara otot milohioid dan styloglossus serta hioglossus. Selain itu, pada kelenjar submandibular, beberpa otot dilihat dalam evaluasi region submandibular pada pemeriksaan CT dan MRI karena hal ini memperlihatkan tidak hanya ruang tetapi juga subdivisi utama dari ruang.24,58,68,105 Otot-otot ini meliputi otot milohyoid dan genioglossus, serta perut anterior dari otot digastric (lihat Gambar 4-20). Otot milohyoid yang berbentu seperti kipas muncul dari ridge milohyoidpada aspek medial dari mandibula dan bersama dengan pasangan otot genioglossus, yang secara cepat dapat dilihat dariscan axial dan direct coronal. Pada potongan axial seluruhnya berasal dari tampilan mylohyoid sebagai ikatan dari densitas jaringan lunak sekitar ke aspek medial dari mandibula; pada scan direct coronal, tampak sebagai otot yang menggantung dan meluas antara aspek media dari kedua hemimandibula. Otot genioglossus tampak sebagai dua ikatan otot paramedian yang terpisahkan oleh celah vertical densitas rendah atau septum midline lingual. Otot ini berasal dari tuberkula genial pada aspek internal dari aspek internal anterior midline mandibular dan melewati yang paling superior ke bagian lidah. Ruang sublingual tampak seperti adera densitas rendah antara otot paramidline genioglosus media dan otot mylohyoid serta permukaan medial dari lateral mandibular. Atapnya dibentuk oleh mukosa dari dasar mulut. Landmark penting digunakan dalam mengidentifikasi ruang ini adalah pembuluh darah lingual, yag mana meningkat setelah injeksi kontras intravena, dan kompleks otot hyoglossus-styloglossus,yang mana tampak tipis, kompleks curvilinear media. Padascan axial bawah secara berturut-turut.area densitas rendah adalah penting antara mandibula dan otot mylohyoid, menunjukkan ruang submandibular. Scan lebih rendah memperlihatkan lobus superfisial dari kelenjar submandibular dan nodus submandibular. Pada scan direct coronal, ruang submandibular tampak jelas diantara aspek media mandibular dan otot mylohyoid. Anterior belly dari digastric dan otot mylohyoid. Anterior belly dari digastric meluas ke bawah dank e belakang dari fossa digastric pada batas inferior dari dagu ke ujung terbesar dari tulang hyoid dan pembagian ruang submandibula menjadisubmental sentral dan ruang submandibular lateral. Pada potongan CT axial seluruh mandibular inferior otot anterior belly digastric dapat dilihat di dalam fossa digastric yang berlokasi di bawah lapisananterior mandibular. Potongan axial CT dibawah tingkat dari mandibular pasangan anterior belly dari digastric penting dibawah jaringan subkutan leher, perluasan antara mandibular dan ujung terbesar tulang hyoid. Infeksi melibatkan ruang submandibular sering menghasilkan infeksi gigi, adenitis di sublingual atau sialodenitis.37,46 infeksi odontogenik diawali dengan keterlibatan ruang sublingual biasanya berkaitan dengan gigi premolar, sedangkan infeksi yang meliatkan ruang submandibular berkaitan dengan gigi molar.

Satu infeksi yang paling berpotensi fatal melibatkan ruang submandibular adalah Ludwig’s angina.37,46,79,127 Ludwig’s angina merupakan yang paling kuat, selulitis yang keras dari seluruh ruang fascia mandibular bilateral. Biasanya dihasilkan dari infeksi gigiatau nodus supuratif dalam ruang submandibular; meskipun, juga dapat terjadi sebagai hasil dari sialodenitis akut. Selulitis ini, sering berkaitan dengan pembentukan phelgmon, dapat meluas ke mediastinum oleh jalur ruang parafaringeal dan retrofaringeal. Keterlibatan dari ruang ini dapat menghasilkan tertutupnya jalan nafas dan kematian., sedangkan keterlibatan mediastinum superior dapa menghasilkan mediastinitis.50,52,96,127 Temuan film polos meliputi pembengkakkan jaringan lunak dari dasar mulut dan suprahyoid leher dan deformitas jalur nafas. (lihat Gambar 4-17). Temuan Ct meliputi selulitis jaringan lunakruang submandibular dan sublingual (Gambar 4-21), lihat Gambar 4-18), pembentukan abses, dan kumpulan cairan. Perluasan ke ruang parafaringeal, retrofaringeal, atau keduanya atau mediastinum dapat menghasilkan selulitis dengan atau tanpa abses dalam ruang ini. Pergeseran jalur nafas atau deformitas yang selalu menyertinya berkaitan dengan ruang anatomi ini. Ruang dari Badan Mandibular dan Osteomyelitis dari Rahang. Ruang dari bandan mandibular dibentuk oleh lapisan superfisial atas yang meluas dari dalam fascia servikal yang membagi menjadi aspek bukal dan lingual mandibular.46,100 Ruang ini berhungan dengan periosteum mandibular. Infeksi dari ruang badan mandibular merupakan awal dari osteomyelitis akut atau kronis mandibular. Osteomyelitis akut dari ridge alveolar mandibular dan maksila paling sering terjadi sebagai hasil dari keberlanjutan penyebaran yang berasal dari infeksi odontogenik pada sekeliling gigi yang melibatkan rahang ke sekitar spongiosa. Penyebab lain yang kurang umum akut osteomyelitis meliputi prosedur bedah (contohnya, ekstraksi, kuretase apical), bakteri dari ligament periodontal, penyebaran hematogenous bakteri dari tempat jauh, atau osseous yang mengalami infeksi jaringan lunak. Osteomyelitis akut dari odontogenik dihasilkan dari penyebaran langsung infeksi pula pakut tanpa pembentukan granuloma atau eksaserbasi akut dari lesi periapikal kronis. (Gambar 4-22). Perluasan proses inflamasi hingga ruang sumsum dapat menghasilkan perluasan akut osteomyelitis yang melibatkan segmen besar dari tulang. Perluasan transkortikal dasi prosesinflamasi dapat menghasilkan destruksi kortikal, fistel, dan reaksi periosteal. Perluasan ke batas jaringan lunak tulang dapat menghasilkan myositis, fasciitis, selulitis, dan abses (lihat Gambar 4-2, 4-18,dan 4-22) Temuan radiografi awal pada osteomyelitis akut yang menimbulkan mutasi biasanya tidak ada pada 7 sampai 14 hari pertama kecuali pada perluasan yang bisa terjadi dari ruang periodontal sekitar apks akar atau osteoporosis general sekitar apex gigi (Gambar 4-23). Temuan film polos biasanya menjadi jelas antara 7 sampai 14 hari. Temuan ini meliputi trabeluka yang tampak buruk, single atau multiple area raidolusen yang tampak buruk, serta hilangnya lamina dura antara lesi lusen dan apeks gigi. Osteomyelitis akut juga dapat berkembang dalam lesi periapikal kronis. Pada kasus ini kehilangan progresif dari margin terpisah dari lesi yang paling awal yang dapat ditemukan pada film polos, disertai oleh kehilangan trabekula pada tulang sekitarnya sebagai proses perluasan ke area tersebut. Perluasan infeksi ke jaringan lunak sekitar dan ruang fasial adalah biasa dan sering pada gejala klinis awal yang terindikasi pada pemeriksaan CT, dan harus segera dilakukan. Pemeriksaan CT dari pasien ini harus dipertunjukkan dengan kontras intravena kecuali sebaliknya bila kontraindikasi. Potongan CT harus digambarkan menggunakan window jaringan lunak dan window tulang. Informasi menguntungkan dapat memiliki efek tertentu untuk memanajemen pasien. Gambaran diperoleh menggunakan window jaringan lunak dengan kontras sangat berguna dalam memperlihatkan perluasan abses jaringan lunak. Sedangkan gambaran yang diperoleh dengan

menggunakan window tulang dapat memperlihatkan abses periapikal yang tidak dapat muncul pada film polos atau gambaran CT yang diperoleh menggunakan window jaringan lunak (lihat Gambar 418,B). Bedah drainase dari abses osseous dan jaringan lunak seringkali merupakan perawatan efektif dari beberapa pasien. Temuan CT pada pasien ini dapat meliputi reaksi periosteal, myositis, fasciitis, selulitis, bases, dan saluran sinus. Perubahan osseous dapat meliputi kerusakan local osseous yang dihasilkan dari abses, sequestra, dan pembentukan periosteal tulang baru. MRI sangat berguna dalam menilai pasien yang mengalami osteomyelitis akut. Pada pemeriksaan MRI, perubahan inflamasi yang melibatkan sumsum dan jaringan lunak menunjukkan signal yang kurang pada rangkaian T1-weighted, intensitas signal intermedia pada rangkaian densitas proton, dan intensitas signal tinggi pada rangkaian T2weighted (lihat Gambar 4-2). Osteomyelitis kronisdapat dihasilkan dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan baik atauu proses inflamasi tingkat rendah yang tidak pernah menjadi fase akut. Osteomyelitis kronis merupakan infeksi persisten dari tulang, seringkali dengan abses. Tampilan radiografi bermacammacam, berkisar dari area radiolusen single menunjukkan abses sampai tampilan “dimakan ngengat” dalam area multiple dari destruksi tulang dibatasi oleh tampilan normal tulang.35,67,95 Perubahan sklerotik sering ditemukan disekeliling abses, sequester,peningkatan densitas foci menunjukkan kematian tulang. Menjadi lebih banyak di sekeliling tulang yang menjadi osteoprorosis. Perubahan ini merupakan penunjukkan yang terbaik pada pemeriksaan CT (Gambar 4-42). Potongan CT dapat menunjukkan involucrum yang jelas atau komunikasi fistula, yang mana tidak dapat dilihatpada film polos. Ruang Mastikasi Ruang mastikasi, yang mana namanya sesuai dengan otot yang menyertai yaitu otot mastikasi; terdiri dari masseter, lateral, pterigoid media dan insersi otot temporal (Gambar 4-25 dan 4-26; lihat Gambar 4-5,4-46, dan 4-20). 20,46,55 Ini juga termasuk ramus dan bagian posterior mandibular dan cabang divisi mandibular nervus trigeminal. Percabangan ini meliputi mastikasi, bukal,lingual, dan nervus alveolaris inferior.

Related Documents


More Documents from "mira utami ningsih"