Bab 2.pdf

  • Uploaded by: dilhaa
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 6,275
  • Pages: 39
Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

BAB 2 SIFAT DASAR ANTENA 2.1 Pendahuluan Apakah yang dimaksud antena? Antena berasal dari bahasa latin antennae yang berarti “sungut”, yaitu alat peraba pada bekicot, kecoa atau serangga lainnya. Kata antennae kemudian diadopsi kedalam bahasa Inggris, antenna atau dalam bahasa Indonesia disebut antena. Bab ini fokus pada pembahasan pada defenisi antena, parameter dasar, resistansi radiasi, pola radiasi, direktivitas, penguatan (gain), luas berkas (beam area), dan antena sebagai luasan (aperture).

2.2. Defenisi Antena Antena di defenisikan sebagai: •

Perangkat (device) yang terbuat dari logam konduktor yang dapat meradiasikan dan menerima gelombang radio (The IEEE Standard definitions of Terms for Antenna).



Transformator antara gelombang terbimbing dengan gelombang bebas atau sebaliknya.



Struktur transisi antara gelombang terbimbing dan gelombang bebas (John D. Kraus) Gambar 2.1 memperlihatkan struktur transisi sebuah antena. Gambar

konstruksi ini adalah model yang digunakan untuk menjelaskan proses radiasi yang dilakukan oleh antena. Pada prinsipnya sebuah antena berfungsi sebagai

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

1

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

peradiasi gelombang radio saat sebagai antena pemencar, dan penerima gelombang radio dari ruang bebas saat berfungsi sebagai antena penerima. Sebuah konduktor dapat meradiasi gelombang radio bila arus listrik mengalami: •

pembengkokan saluran transmisi



diskontinu (saluran tiba-tiba terpotong di ujung)



diterminasi



saluran transmisi mengalami perubagan fisik di ujung saluran

Gambar 2-1. Antena sebagai sebuah perangkat transisi (Antenna Theory, C.A. Balanis)

Gambar 2-2 Mekanisme pembangkitan radiasi oleh konduktor.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

2

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.3 Teorema Daya Sifat dasar sebuah antena, dapat di jelaskan dengan emnggunakan sebuah antena hipotetis berupa sebuah sumber titik yang disebut antena isotropis. Antena isotropis diasumsikan memiliki pola pancaran radiasi seperti bola, dengan sumber radiasi berada di pusat sumbu bola. Gain antena isotropis didefenisikan sama dengan 1 atau 0 dB (=10log10 1). Sumber isotropis sangat bermanfaat untuk menganalisa sifat dasar antena lain dan susunan beberapa antena (antenna arrays). Dalam praktek, sumber isotropis kemudian dijadikan sebagai antena acuan (reference) untuk menentukan sifat sebuah antena lainnya. Dalam praktek, sumber isotropis tidak dapat direlisasikan dan hanya sebatas antena hipotetis saja.

Gambar 2-3 Pola radiasi sumber isotropis yang berbentuk bola

Asumsi bahwa antena isotropis diletakkan dipusat bola dan jarak dari pusat bola ke permukaan bola adalah sama. Maka menurut hukum kekekalan energi, daya yang dipancarkan dipusat bola oleh antena isotropis sama dengan total daya pada permukaan bola. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

3

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

π 2π

W = ∫ ∫ Pr dA

(watt)

0 0

(2.1)

dimana:

Pr = rapat daya pada permukaan bola (watt/m2) dA = r2 sinθ dθ dφ (m2), luas diferensial permukaan bola W = daya yang dipancarkan di antrena (watt)

Jika jarak sumber isotropis di pusat bola ke titik pengamatan sejauh r adalah konstan, maka rapat daya dikulit bola dapat dihitung. Dari persamaan (2.1) dapat dihitung total daya dikulit bola sebesar, π 2π

W = ∫ ∫ Pr .r 2 . sin θ .dθ .dφ = 4πr 2 Pr 0 0

(2.2)

Rapat daya (Poynting vector) sumber isotropis difenisikan sebagai perbandingan antara total daya di kulit bola dengan luas permukaan bola.

Pr =

W

W 4πr 2

(W/m2)

(2.3)

Pr P

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

4

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Gambar 2-4. Ilustrasi konsep rapat daya sebagai fungsi jarak r.

2.4 Intensitas Radiasi (U) Intensitas radiasi adalah gambaran kekuatan pancaran radiasi yang di ukur pada jarak r2 dari sumber radiasi. Intensitas radiasi antena isotropis didefenisikan sebagai

U = Pr × r 2 Karena Pr = W 4πr 2 ,

(W/rad2)

(2.4)

maka daya total pada permukaan bola untuk sumber

isotropis dapat pula dihitung jika persamaan intensitas radiasi diketahui seperti berikut ini:

W = ∫∫ U sin θ .dθ .dφ = ∫∫ U .dΩ

(2.5)

Prr2

Daya yang dipancarkan sama dengan integrasi terhadap intensitas radiasi untuk seluruh ruang sudut 4π. Untuk antena isotropis, daya total pada selubung bola sebagi fungsi dari intensitas radiasi dinyatakan dengan

W = 4π .U 0

( watt)

(2.6) Contoh-1:

Diasumsikan bahwa sumber isotropis memancar dengan daya 1 watt.

Berapakah rapat daya bila dikur pada jarak 10 km dari sumber isotropis? Dari persamaan (2.3) diperoleh Pr = W/(4πr2) = 1/4π(10000)2 = 7,95x10-10 Watt/m Intensitas radiasi pada jarak 10 km dari pusat sumber adalah:

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

5

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

U = Pr x r2 = (7,95 x10-10) x (100002) = 7,95 x 10-2 watt/rad2

2.5 Daerah Antena Daerah disekeliling antena dibedakan atas: daerah reatif, daerah medan dekat dan daerah medan jauh. Daerah sekeliling antena dapat menjelaskan penyebab

perubahan

sifat

dasar

antena

akibat

perubahan

lingkungan

disekelilingnya.

2.5.1 Daerah Medan Reaktif (Reactive near field ) Daerah medan rektif antena adalah daerah yang secara fisik sangat dekat dengan fisik antena tersebut. Daerah medan rekatif didefenisi berada dalam daerah dengan diameter yang sama dengan panjang fisik maksimum antena (L). Untuk antena directional seperti Yagi (Dr. Yagi), maka yang menjadi ukuran adalah panjang batang penyanggah (boom) dari antenna tersebut. Pada antena parabola, yang menjadi ukuran dimensi fisik adalah diameter elemen pemantul (reflector) antena parabola tersebut. Visualisasi daerah medan antena diperlihatkan pada Gambar 2-5.

Gambar 2-5. Daerah medan antena dipole

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

6

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Sifat antena sangat sensitif terhadap benda – benda disekitar medan reaktif, khususnya logam. Sebuah logam yang berada dekat dengan antena dapat menyebabkan perubahan sifat dasar antena. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga agar daerah sekitar antena bebas dari logam – logam yang menyebabkan perubahan sifat dasar antenna, sehingga antara hasil perhitungan dan kenyataan dilapangan sedapat mungkin mendekati sama (dalam praktek tidak pernah sama).

2.5.2 Daerah Medan Dekat Antena atau Daerah Fresnel Daerah medan dekat atau sering disebut daerah Fresnel (Fresnel zone) yaitu daerah sekeliling antena yang berada pada radius

R2 =

2L2

λ

(2.7)

Jari-jari daerah medan dekat (R2) akan besar khususnya pada antena yang bekerja pada frekuensi yang rendah, misalnya pada radio pemancar MW yang bekerja pada frekuensi 1 MHz. Panjang gelombang adalah 300 m. Bila panjang antena adalah λ/4 (75 m), maka radius daerah medan dekat antena adalah 37,5 meter. Artinya, benda – benda logam dalam radius tersebut dapat mempengaruhi karakteristik antena. Dengan kata lain, karakteristik antena yang diukur saat itu sudah termasuk benda – benda disekitar antena. Bila antena tersebut di pindahkan kesuatu daerah yang terbuka, maka karakteristik antena tersebut akan berubah lagi.

2.5.3 Daerah Medan Jauh Antena atau Daerah Fraunhofer Daerah medan jauh sering juga disebut daerah Fraunhofer (Fraunhofer zone). Daerah medan jauh adalah daerah yang diharapkan dalam aplikasi. Diharapkan bahwa radiasi dari antena dapat menjangkau jarak yang sangat jauh, sebagaimana yang menjadi tujuan telekomunikasi radio. Daerah medan jauh di defenisikan dengan rumus (asumsi tidak ada pantulan)

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

7

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

R3 > R2 atau R3 >

2L2

λ

Sulwan Dase

(2.8)

2.6 Parameter Dasar Antena Parameter antena digunakan untuk menggambarkan kinerja (performance) antena tersebut. Beberapa parameter dasar antena didefenisikan dalam bab ini sesuai standarisasi yang ditetapkan oleh IEEE Standard Definitions of Term for Antennas. (IEEE Std 145-1983).

2.6.1 Pola Radiasi (Radiation Pattern) Pola radiasi antena didefenisikan sebagai “ sebuah fungsi matematikal atau penyajian secara grafis dari sifat –sifat radiasi sebuah antena sebagai fungsi dari koordinat ruang. Pola radiasi ditentukan oleh daerah medan jauh (far-field region) dan disajikan sebagai fungsi dari koordinat sudut ruang (φ dan θ). Sifatsifat radiasi termasuk didalamnya adalah rapat flux daya, intensitas radiasi, kuat medan (field strength), direktivitas, dan polarisasi”.

2.6.2 Pola radiasi Isotropis, Directional dan Omnidirectional Sebuah radiator isotropis didefenisikan sebagai “antena hipotetis tanpa rugi-rugi yang mempunyai radiasi yang sama kesemua arah”. Antena ini sangat ideal dan tidak dapat direalisasikan secara fisik namun berguna dalam analisa. Antena directional adalah sebuah antena yang “mempunyai radiasi gelombang elektromagnetik (radio) dominan dalam satu arah tertentu dan minimum dalam arah lainnya”. Sebagai contoh antena TV yang mempunyai pola radiasi seperti pada Gambar 2.6. Sebuah antena dengan pola radiasi omnidirectional didefenisikan sebagai antena

“yang mempunyai pola radiasi kesegala arah sudut sama besar”.

Sumber isotropis dapat dikategorikan sebagai antena yang mempunyai pola radiasi omnidirectional ideal. Pada kenyataannya, pola radiasi omnidirectional sulit untuk diwujudkan namun bisa didekati dengan antena vertikal seperti pada Gambar 2-7.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

8

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

r. sin θ .dφ

dA = r 2 sin θdθdφ

Gambar 2-6. Sistem koordinat bola dan pola radiasi directional.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

9

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Gambar 2-7. Pola radiasi antena vetikal

Pola radiasi antena digambarkan dalam bentuk tiga dimensi dengan pola medan bidang E dan H yang saling tegak lurus satu sama lain. Bidang E (Eplane) didefenisikan sebagai “ sebuah bidang yang berisi vektor medan listrik dalam arah maksimum radiasi”, dan bidang-H didefenisikan sebagai “sebuah bidang yang berisi vektor medan magnet dalam arah maksimum radiasi”. Gambar 2-8 memperlihatkan pola radiasi tiga dimensi antena Yagi 5-elemen dengan menggunakan software MMANA-GAL. Software ini dapat di download di internet dengan gratis

Distribusi arus dalam elemen antena

(a)

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

10

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

z

Pola radiasi antenna dalam 3 dimensi. Pola radiasi menggambarkan distribusi daya ditiap sudut ruang

Back-lobe

Major lobe

Side-lobe

(b)

Major-lobe

Side-lobe

Minor-lobe Back-lobe

Gambar2-8(a). Distribusi arus pada tiap elemen antena dan (b) pola radiasi antena Yagi 5-elemen hasil simulasi dengan menggunakan software MMANA-GAL dalam tampilan tiga dimensi dan (c) dalam dua dimensi

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

11

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.7 Lobe – lobe Pada Pola Radiasi (Radiation Pattern Lobes) Pola radiasi antena menghasilkan pola yang unik pada setiap sudut ruang. Pola radiasi antena membentuk pola pancar berbentuk kuping (lobe) kearah depan, sisi samping dan belakang antena directional. Lobe pada pola radiasi antena dibedakan atas tiga bagian yaitu: berkas pancar utama (major lobe), dan berkas pancar kecil (minor-lobe). Minor lobe terdiri dari back-lobe dan side-lobe. Back lobe adalah berkas pancar antena kearah belakang antena dan side-lobe untuk berkas pancar ke arah sisi samping antena (dalam 3 dimensi). Pada Gambar 2-9, pola radiasi antena digambarkan dalam kordinat ruang (a) dan pada bagian (b) digambarkan dalam bentuk rectangular. Pola radiasi dapat dinyatakan dalam bentuk: a. diagram medan, (listrik dan magnet) b. diagram daya, (P, U) atau c. diagram fasa.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

12

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

(b) Gambar 2-9. Besaran yang dapat diperoleh dari pola radiasi antena. (a). Penggambaran tiga dimensi dan (b) persegi (rectangular)

Emaks (V/m) θ = 00

(a)

Pmaks (dBM) θ = 00

(b)

Gambar 2-10 (a) Penggambaran pola radiasi medan listrik antenna dan (b) pola radiasi daya antena dalam bentuk dua dimensi

Wmaks (dBm) θ = 00

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

W (dB) θ = 00

W = 10 log

Wθ Wϑ =0

13

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

(a)

Sulwan Dase

(b)

Gambar 2-11 (a) Pola radiasi dengan besaran daya absolute (dBm) dan (b) pola radiasi dengan besaran daya relative (dB)

Menurut skala, diagram arah (pola radiasi) antena dapat ditampilkan dalam bentuk diagram: a. diagram absolute ( dalam besarannya, daya atau intensitas ) b. diagram relative (diukur terhadap referensi tertentu) atau c. diagram normal (dibandingkan terhadap level maksimum)

Pola radiasi dari intensitas medan listrik mengacu pada tiga komponen yaitu: 1. Komponen θ dari medan listrik adalah sebuah fungsi dari sudut θ dan φ atau Eθ(θ,φ) dengan satuan (V/m). 2. Komponen φ dari medan listrik adalah sebuah fungsi dari sudut θ dan φ atau Eφ(θ,φ) dengan satuan (V/m). 3. Fasa dari medan adalah adalah sebuah fungsi dari sudut θ dan φ atau δθ(θ,φ) dan δφ(θ,φ) dalam satuan (radian atau derajat).

Bila medan listrik dibandingkan terhadap nilai maksimumnya maka akan diperoleh sebuah pola radiasi medan dinormalisasi (normalized field pattern). Pola medan dinormalisasi sangat bermanfaat dalam menggambarkan pola radiasi sebuah antena diatas kertas diagram arah. Pola radiasi medan ternormalisasi untuk komponen θ dari medan listrik secara matematis dapat dinyatakan sebagai :

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

14

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Eθ (θ , φ )n =

Sulwan Dase

Eθ (θ , φ ) Eθ (θ , φ )max

(tanpa dimensi)

(2.9)

Hal sama pada penggambaran pola radiasi antena berdasarkan penerimaan daya. Umumnya, pola radiasi dinyatakan dalam besaran dinormalisasi, nilai maksimum 1 atau 0 dB. Besarnya level daya yang diterima pada setiap sudut pengukuran dinormalkan terhadap level daya maksimum. Level daya yang dinormalisasi dapat dihitung dengan persamaan

WdB = 10 log

Wθ W = 10 log θ Wmaks Wθ =00

(2.10)

Pola radiasi sebuah antena dapat juga dinyatakan dalam besaran daya per unit luas (power per unit area) atau Poynting vector (P), diukur pada jarak tetap dari antena (r tetap). Secara matematis dinyatakan sebagai

Wn (θ , φ ) =

dimana:

P(θ , φ ) P(θ , φ )max

(tanpa dimensi)

[

(2.11)

]

P(θ , φ ) = Poynting vector = Eθ2 (θ , φ ) + Eφ2 / Z 0 , (W/m2) P(θ , φ )max = nilai maksimum dari P(θ , φ ) , dalam satuan (W/m2) Z0

= impedansi intrinsic ruang bebas = 120.π (Ω)

Untuk memperlihatkan main-lobe dan minor-lobe secara detail, maka besaran pada pola radiasi sering dinyatakan dalam skala decibel yang dinyatakan dengan:

(Eθ (θ , φ ))dB = 20 log(Eθ (θ , φ ))

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

(2.12)

15

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

atau

Sulwan Dase

(Pn (θ , φ ))dB = 10 log(Pn (θ , φ ))

(2.13)

Walaupun karakteristik radiasi sebuah antena dalam bentuk pola radiasi tiga dimensi (Gambar 2-8b), tetapi untuk perhitungan praktis beberapa pola radiasi umumnya yang digunakan adalah bentuk dua dimensi.

z

x

y

Tampilan 3-dimensi z

y

Tampak depan dilihat dari sumbu-x

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

16

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

z

Letak antena

x

Dilihat dari sumbu -y

Gambar 2-12 Gambar pola radiasi antenna dipole λ/2 dalam bentuk dua dan tiga dimensi.

2.8 Polarisasi Antena Salah satu parameter dasar antena yang penting adalah polarisasi. Polarisasi antena mengikuti arah vektor medan listrik (E ) antena terhadap bidang tanah. Sejauh ini, dikenal beberapa polarisasi antena yaitu: 1. Polarisasi linier (linier polarization) 2. Polarisasi elips (elliptical polarization) 3. Polarisasi melingkar (Circular Polarization)

2.8.1 Polarisasi Linier Sebuah gelombang fungsi waktu dan posisi medan listrik disebut berpolarisasi linier (lihat Gambar 2-12a) jika dalam arah rambatannya disepanjang sumbu z positif (keluar dari kertas) memenuhi persamaan: E y = E 2 sin (ωt − β z ) (volt/m)

(2.14)

Jika bidang tanah adalah sumbu x-z, maka polarisasi gelombang seperti pada Gambar 2.12a adalah polarisasi vertical. Bila arah vektor medan listrik sejajar sumbu-x, maka polarisasi gelombang tersebut adalah polarisasi horizontal.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

17

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Karena polarisasi gelombang dihasilkan dari sebuah antena, maka jenis antena yang menghasilkannya disebut juga antena berpolarisasi vertikal atau horizontal. Antena dipole λ/2 dapat menghasilkan polarisasi medan listrik vertikal atau polarisasi horizontal, tergantung bagaimana antena tersebut diletakkan diatas bidang tanah. Gambar 2-13 memperlihatkan sebuah antenna dipole λ/2 dengan polarisasi gelombang yang dihasilkannya.

Gambar 2-13 Polarisasi gelombang elektromagnetik

Bidang tanah (x-z)

x

Ex

Polarisasi horisontal y

E1

z

x

z (out) Arah rambatan

y x

Arah rambatan (x-z)

Polarisasi vertikal

y E2 Bidang x-z

z z

x

Bidang y-z

y

Gambar 2-14. Penentuan polarisasi gelombang dari sebuah antena dipole λ/2

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

18

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.8.2 Polarisasi Elips (Elliptical Polarization) Bila medan listrik adalah sebuah gelombang yang merambat dalam arah z positif, mempunyai komponen medan dalam arah x dan y seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13b, maka

polarisasi gelombang disebut

berpolarisasi elips (elliptical polarization). Vektor E akan berputar sebagai fungsi dari waktu disepanjang arah rambatan (serah sumbu-z). Perbandingan antara major axis terhadap minor axis disebut axial ratio (AR). Dari Gambar 2-13b, gelombang tersebut mempunyai AR = E2/E1. Bila antena dengan polarisasi elips dimiringkan dengan sudut kemiringan τ, maka polarisasi gelombang akan mengalami perubahan seperti pada Gambar 2-15. Axial ratio (AR) untuk polarisasi elips yang dimiringkan sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2-14 adalah

AR =

OA OB

( 1 ≤ AR ≤ ∞ )

(2.15)

Gambar 2-15 Polarisasi elips yang dimiringkan

Komponen medan listrik dalam arah x (Ex) dan y (Ey) dinyatakan dengan

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

19

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

E x = E1 sin (ωt − βz )

(2.16)

E y = E 2 sin (ωt − β z + δ )

(2.17)

dimana: E1 = amplitudo gelombang polarisasi linier dalam arah x E2 = amplitudo gelombang polarisasi linier dalam arah y

δ = sudut fasa-waktu (time-phase angle) antara Ey dan Ex Dengan menggabung persamaan (2.16) dan (2.17) diperoleh vektor medan E total sesaat: E = xE1 sin (ωt − β z ) + yE 2 sin (ωt − β z + δ )

(2.18)

Pada z = 0, E x = E1 sin ωt dan E y = E 2 sin (ωt + δ ) . Bila vektor satuan medan Ey diuraikan akan diperoleh: E y = E 2 (sin ωt cos δ + cos ωt sin δ )

(2.19)

Dari hubungan Ex dan E1 diperoleh bahwa: sin ωt = E x E1 dan

(2.20)

cos ωt = 1 − (E x E1 )

2

(2.21)

Sedemikian sehingga persamaan (2.19) dapat ditulis ulang menjadi 2 E x2 2 E x E y cos δ E y − + 2 = sin 2 δ E1 E 2 E12 E2

(2.22)

atau

aE x2 − bE x E y + cE y2 = 1

(2.23)

dimana

a=

1 E sin 2 δ 2 1

b=

2 cos δ E1 E 2 sin 2 δ

dan

c=

1 E E sin 2 δ 2 2

Persamaan (2.23) menggambarkan polarisasi elips pada Gambar 2-15.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

20

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.8.3 Polarisasi Melingkar (Circular Polarization) Bila E1 = 0, polarisasi gelombang akan linier dalam arah y. Untuk E2 = 0, polarisasi gelombang akan linier dalam arah x.

Jika δ = 0 dan E1 = E 2 ,

polarisasi gelombang akan linier juga tetapi pada bidang sudut 450 terhadap sumbu x ( τ = 45 0 ). Untuk E1 = E 2 dan δ = ±90 0 , polarisasi gelombang akan melingkar (circular polarization). Bila δ = +90 0 polarisasi gelombang melingkar putar kiri (left-circularly polarized) dan jika δ = −90 0 polarisasi gelombang melingkar putar kanan. Untuk polarisasi melingkar, AR = 1. Gambar 12.c memperlihatkan polarisasi gelombang melingkar. Gelombang merambat meninggal bidang kertas menuju ke arah pembaca (z positif).

2.9 Sudut Ruang (Beam area or solid angle) Total sudut dalam satu lingkaran adalah 2π rad (atau 3600) dan keliling lingkaran adalah 2πr. Luas A sebuah permukaan pada sebuah bola dilihat dari pusat bola disebut sudut ruang (solid angle) , Ω. Luas diferensial, dA, dipermukaan bola dinyatakan sebagai dA = (r sin θ d φ )(rd θ ) = r 2 sin θ d θ d φ = r 2 d Ω

(2.24)

dimana dΩ = sudut ruang dari bola terhadap luas dA π

Luas bola = 2πr 2 ∫ sin θ .dθ = 2πr 2 [− cos θ ]0 = 4πr 2 π

(2.25)

0

Dimana 4π = sudut ruang sebuah bola. 1 steradian = 1 sr = (sudut ruang bola)/ (4π)

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

21

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2

⎛ 180 ⎞ 2 2 = 1 rad2 = ⎜ ⎟ (deg ) = 3282,8064 deg ⎝ π ⎠

Karena itu, 4π stereadian = 3282,8064 x 4π = 41.252,96 ≅ 41.253 deg2 (deg =degree = derajat) = sudut ruang dalam bola. Luas berkas atau sudut ruang berkas (beam solid angle) ΩA untuk sebuah antena adalah merupakan integral dari pola daya ternormalisasi pada bola (4π.sr) atau

Luas, A = r 2

Area = r 3

1.sr

Gambar 2-16. Konsep radian dan steradian

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

22

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2π π

ΩA =

∫ ∫ P (θ , φ )dΩ n

(sr=steradian)

(2.26)

0 0

Sudut ruang ekivalen ΩA

Pola aktual dari luas berkas ΩA Half-power beam width θHP

Sudut ruang dapat juga dihitung dengan rumus pendekatan menggunakan titik sudut setengah saya (half-power) dari “main lobe” sebagai Ω A ≅ θ HPφ HP

Dimana θHP dan

(2.27)

φHP adalah sudut dari lebar berkas setengah daya

(HPBW=half-power beam width). HPBW adalah sudut dimana daya turun setengah ( -3 dB) terhadap level daya maksimum.

2.10 Intensitas Radiasi (Radiation Intensity) Daya yang di radiasi dari sebuah antena per satuan sudut ruang di sebut intensitas radiasi , U (watt per steradian atau per derajat kuadrat). U = Pr × r 2

(watt/rad2)

(2.28)

2.11 Direktivitas (Directivity) Direktivitas didefenisikan sebagai “perbandingan intensitas radasi maksimum terhadap intensitas radiasi rata-rata dari sebuah antena”. Bila persamaan intensitas medan dari antenna diketahui, maka direktivitas dapat dilakukan dengan persamaan (2.29). Perhitungan dengan menggunakan persamaan (2.29) sering disebut perhitungan eksak.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

23

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

D=

U max U rata 2

Sulwan Dase

(tanpa satuan, biasanya dinyatakan dalam dB)

(2.29)

Bila persamaan intensitas medan tidak diketahui namun pola radiasi antena diketahui, maka direktivitas antena dapat dihitung dengan menggunakan rumus pendekatan Kraus seperti pada (2.30).

D≅



θ HPφ HP



41.253

(2.30)

θ 0φ 0

dimana θHP dan φHP adalah sudut dimana daya turun setengah (half power beamwidth). Contoh-1:.

U = U m cos θ }0≤φ ≤2π

0≤θ ≤π 2

Diketahui:

U = 0 untuk θ dan φ lainnya.

Maka direktivitas antena tersebut berdasarkan perhitungan eksak adalah π 2 2π

W =

∫ 0

2π π 2

∫ U m cos θ . sin θ .dθ .dφ = − ∫ ∫ U m dφ . cos θ .d (cos θ ) 0

0 0

π 2

⎡ 1 ⎤ 2π W = U m ⎢− cos 2 θ ⎥ × φ ]0 ⎣ 2 ⎦0

W = πU m ,

dimana W = 4π.U0, sehingga direktivitas adalah

D= atau

U m 4π = =4 U0 π

D = 10 log 4 = 6 dB

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

24

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa antenna dengan persamaan intensitas medan

U = U m cos θ }0≤φ ≤2π

0≤θ ≤π 2

memiliki tingkat keterarahan atau

direktivitas 4 kali terhadap antena isotropis dalam arah sudut ruang yang dibatasi oleh sudut 0 ≤ θ ≤ π 2 dan 0 ≤ φ ≤ 2π .

Ant-1

Ant-2

Gambar 2.-16. Ilustrasi efek direktivitas dua antena yang berbeda

Dari Gambar 2-16 dapat dijelaskan dalam ilustrasi berikut: Asumsi bahwa efisiensi antena adalah 100%. Kemudian dua buah antena mempunyai direktivitas masing – masing 1 dan 10 dicatu dengan daya sebesar WT. Pada jarak r dari kedua antena tersebut dilakukan pengukuran level daya yang diterima. Mula-mula akan diukur besarnya level daya yang diterima oleh pancaran dari antena-1 pada titik pengukuran. Misalkan level daya yang diterima adalah sebesar Wr. Kemudian antena-1 diganti dengan antena-2 (D = 10) dan diukur level daya yang diterima. Hasil menunjukkan bahwa maka besarnya level daya yang diterima naik sebesar 10 kali daya yang diterima bila antena-1 yang digunakan (10WR). Artinya, direktivitas antena-2 adalah 10 kali antena-1.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

25

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Contoh-2: Asumsi, sebuah antena pada berkas pancar utama (main lobe) mempunyai half-power beamwidth (HPBW) θ = φ = 200. Dengan rumus pendekatan Kraus diperoleh direktivitas antena tersebut sebesar:

D=

(

)

(

)

4π (sr ) 41.253 derajat 2 41.253 derajat 2 ≅ = = 103,13 0 0 Ω A (sr ) 20 0 × 20 0 θ HP φ HP

atau

D = 10 log 103,13 = 20,13 dB

2.12 Penguatan Antena (Antenna Gain) Gain dari sebuah antena didefenisikan sebagai perbandingan antara rapat daya radiasi S(r,φ,θ) antenna tersebut dalam arah φ dan θ terhadap rapat daya radiasi dari sumber iotropis S(r) pada jarak r yang sama:

G (φ ,θ ) =

dimana:

S (r ,φ ,θ ) So (r )

Prad = ηPin → η =

Prad Pin

(2.31)

(2.32)

η = efisiensi antena ( 0 ≤ η ≤ 1 ).

Gambar 2.17. Daya – daya dalam antenna

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

26

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Daya yang diberikan ke

Sulwan Dase

ntenna (Pin) sebagian akan diradiasikan ke ruang

bebas (Prad), sebagian dipantulkan kembali (Pref), dan sebagian hilang dalam bentuk rugi-rugi ohmis (PRL). Daya rugi-rugi dan daya radiasi didefenisikan sebagai

Ploss =

1 2 I Rl 2

(2.33)

Prad =

1 2 I Ra 2

(2.34)

Dalam hubungannya dengan rugi-rugi pada antenna, maka Gain di defenisikan sebagai

G (θ , φ ) =

dPrad dΩ 4πdPrad dΩ = dPin (4π ) Prad η

(2.35)

G (θ , φ ) = η .D (θ , φ )

(2.36)

Contoh-3: Sebuah

ntenna mempunyai resistansi input 50 ohm mempunyai

resistansi radiasi 40 ohm dan resitansi rugi-rugi ohmis 10 ohm. Bila arus rata-rata yang masuk kedalam Hitunglah Gain

ntenna adalah 0,1 A dan direktivitas

ntenna adalah 2.

ntenna tersebut.

Solusi: Diketahui:

RT = 50 ohm, Rl = 10 ohm, dan Ra = 40 ohm. I = 0,1 Ampere D=2

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

27

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Daya input,

Pin =

Sulwan Dase

1 2 1 2 I RT = 0,1 × (50) = 0,25W 2 2

Disipasi daya yang diserap oleh

Ploss =

1 2 1 2 I Rl = 0,1 × (10) = 0,05W 2 2

Daya yang di radiasikan oleh

Prad =

ntenna (rugi-rugi)

ntenna ke ruang bebas

1 2 1 2 I Ra = 0,1 × (40) = 0,2W 2 2

Bila direktivitas D0 = 2, maka : ⎛P ⎞ ⎛ 0,2 ⎞ G = ηD0 = ⎜⎜ rad ⎟⎟ × D = ⎜ ⎟(2 ) = 1,6 0 , 25 P ⎠ ⎝ in ⎠ ⎝

Atau

G = 10 log(1,6) = 2,04 dB

2.13 Luasan Antena (Antenna Aperture) Aperture atau luasan sebuah antena adalah daerah tangkapan energi sebuah antena terhadap gelombang radio yang melintasinya. Aperture antena diukur dalam satuan panjang gelombang dan tidak sama dengan luas fisik antena. Luas fisik sebuah antena dapat saja berubah bila dimensi bahan antena berubah, namun eperture antena tersebut tetap. Antena dapat dianggap sebagai sebuah penampang konduktor yang mempunyai luas fisik dan luas listrik. Analisa antena sebagai sebuah luasan sangat membantu dalam memahami karakteristik antena. Konsep ini memberi pandangan bahwa sebuah antena dapat dianggap sebagai luasan pengumpul gelombang radio (collector aperture), atau sebagai luasan pemantul (scattering aperture) atau sebagai resonator yang beresonansi pada frekuensi kerja tertentu. Pemahaman bahwa antena dapat dilihat sebagai sebuah luasan, menjadi prinsip kerja antena pemantul parabola, antena Horn (Dr. A. Balanis) dan antena Yagi. Untuk memahami konsep ini, marilah kita amati sebuah antena Horn yang kita tempatkan sebagai antena penerima. Asumsi bahwa gelombang radio

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

28

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

melintasi permukaan antena Horn. Rapat daya pada mulut antena Horn adalah

(P )

(W/m2). Jika luas fisik mulut corong (Horn ) adalah A, maka daya dari

gelombang radio yang dapat di’tangkap’dari permukaan corong adalah: W = P. A

(watt)

(2.37)

Daya yang diserap oleh antenna Horn, sebagian hilang sebagai panas, sebagian dipancarkan kembali (reradiation) dan selebihnya dimanfaatkan untuk diteruskan ke receiver untuk diproses. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka aperture dibedakan menjadi: aperture efektif, aperture pengumpul, eperture hambur, aperture fisik dan rugi-rugi.

E

Antena Horn

x



A

P

z

H

y

Rdio Penerima

Gambar 2.16. Rapat daya pada mulut antena corong (Horn)

Dengan menggunakan persamaan (2.38), maka dapat dihitung besarnya luas tangkapan (aperture) antena sebesar::

A=

W P

(m2)

(2.38)

dimana: A = luas tangkapan antena (aperture) dalam satuan m2 W = daya dari gelombang radio yang diterima dalam satuan Watt P = rapat daya gelombang radio yang melintasi antena dalam satuan

W/m2.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

29

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.13.1 Aperture Efektif Aperture efektif sebuah antena menyatakan ‘luas tangkapan efektif’ dari antena tersebut. Untuk memahami pengertian ini, maka marilah kita menganalisa sebuah rangkaian ekivalen dari sebuah antena sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.17. Misalkan diterminal keluaran antena dikoneksikan dengan sebuah beban dengan impedansi terminal sebesar ZT. Jika Impedansi antena adalah Z A , maka besarnya arus yang mengalir dalam rangkaian adalah

I=

dimana

V Z A + ZT

(A)

(2.39)

Z T = RT + jX T Ω

(2.40)

Z A = RA + jX A

(2.41)

RA = Rr + RL

(2.42)

dan RA = tahanan antena Rr = tahanan pancar antena RL = tahanan rugi-rugi antena atau tahanan ohmic antenna

Gambar.2.17. Rangkaian ekivalen antena dengan beban ZT.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

30

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Dengan mensubtitusi persamaan (2.40), (2.41) dan (2.42) kedalam (2.39) maka diperoleh besarnya arus yang mengalir dalam rangkaian sebesar

I=

V

(Rr + RL + RT )2 + ( X A + X T )2

(A)

(2.43)

(Watt)

(2.44)

Daya total yang diterima oleh antena sebesar W=

V 2 Rr (Rr + RL + RT )2 + ( X A + X T )

Dengan mensubstitusi persamaan (2.44) ke dalam (2.28) diperoleh luas antena menjadi

V 2 Rr W 1 A= = . P P (Rr + RL + RT )2 + ( X A + X T )

(m2)

(2.45)

Luas aperture efektif dicapai bila XA = -XT dan RA = RT. Keadaan ini disebut impedansi terminal dan impedansi antena konjugat kompleks satu sama

(

)

lain Z A = ZT* . Sedemikian sehingga RA = RT dan XA = -XT.. Luas aperture efektif antena menjadi

Ae =

V2 4 P.(RR + RL )

(m2 atau λ2)

(2.46)

Luas efektif maksimum akan dicapai bila RL = 0. Situasi dimana rugi-rugi ohmik bahan antena (RL = 0) dalam praktek sering sulit dicapai. Dari (2.46) untuk RL = 0, diperoleg luas efektif maksimum sebesar V2 Aem = 4 PRL

(m2 atau λ2)

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

(2.47)

31

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Perbandingan luas aperture efektif terhadap luas aperture efektif maksimum disebut effective ratio dengan notasi α

α=

Ae , Aem

0≤α≤1

(tanpa satuan)

(2.48)

2.13.2 Luas Rugi-rugi (Loss aperture) Rugi-rugi daya yang hilang sebagai panas didalam antena disebut rugi-rugi ‘luas tangkapan’ antena atau loss aperture. Besarnya rugi-rugi daya yang hilang menjadi panas dinyatakan dengan persamaan WL = I 2 RL

(W)

(2.49)

Besarnya ‘luas rugi-rugi’ daya pada antena dinyatakan dengan persamaan

AL =

I 2 RL V 2 RL = 2 2 P P (Rr + RL + RT ) + ( X A + X T )

[

]

(m2)

(2.50)

2.13.3 Luas Hambur (scattering aperture) Energi gelombang radio yang tiba di antena, sebagian akan diradiasikan kembali (reradiation) ke ruang bebas. Hamburan (scattering) daya dari antena tersebut terjadi ketika antena beresonansi terhadap frekuensi gelombamng radio yang di ‘tangkap’nya atau ketika antenna memantulkan secara total energi yang tiba di antena. Hal tersebut akan menyebabkan radiasi gelombang radio dari antena. Besarnya daya yang dihamburkan kembali dari antena sebesar

Ws = I 2 Rr

(Watt)

(2.51)

Besarnya luas hambur antena (scattering aperture) sebesar

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

32

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

As =

Sulwan Dase

V2 , (m2) 4.P.RT

(2.52)

Luas hambur dihitung dengan asumsi RL = 0 dan ZT conjugate kompleks dengan ZA. Bila ZT = 0, maka antena akan memantulkan secara total energi gelombang radio yang datang kepadanya (pemantulan sempurna). Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk membuat elemen pemantul pada antena Yagi atau pemantul parabola. Perbandingan luas apetture hambur maksimum dibandingkan terhadap luas aperture efektif maksimum dinyatakan dengan persamaan

Asm = 4 x Aem.

(m2 atau λ2)

(2.53)

Perbandingan aperture hambur (As) dengan aperture efektif (Ae) didefenisikan sebagai;

As =β, Ae

0≤β≤ ∞

(tanpa satuan)

(2.54)

2.13.4. Luas Pengumpul (Collector aperture) Jumlah semua aperture Ae, As, AL disebut aperture pengumpul atau collector aperture. Aperture pengumpul didefenisikan dengan persamaan

Ac =

[

V 2 (Rr + RL + RT )

P (Rr + RL + RT ) + ( X A + X T ) 2

2

]

(m2 atau λ2)

(2.55)

Gambar-2.18 Rugi-rugi hamburan pada antenna

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

33

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.13.5. Luas Fisik (Phisical aperture) Luas fisik adalah luas maksimum tampak depan antena dari arah rapat daya. Untuk antena yang menggunakan pemantul atau berupa celah (slot), luas aperture fisis sangat menentukan, tetapi untuk beberapa jenis antena tidak ada artinya sama sekali. Luas aperture fisik: AP = P × L

dimana:

(m2 atau λ2))

(2.56)

P = panjang antena L = lebar antena

Perbandingan antara aperture efektif dengan aperture fisis disebut absorbtion ratio (perbadingan serapan) dan dinyatakan secara matematis sebagai

γ=

Aem ; dimana Ap

0≤γ≤∞

(2.57)

2.13.6 Luas Efektif dan Hubungannya Dengan Direktivitas Hubungan antara luas efektif (Aem ) dengan direktivitas (D) dinyatakan dengan

D=



λ2

. Aem

(2.58)

Sehingga direktivitas dapat dinyatakan dengan tiga persamaan yang berbeda yaitu:

D=

U (θ ,φ )max S (θ ,φ )max = U av S av

(2.59)

D=

4π ΩA

(2.60)

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

34

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

D=

dan



λ2

Sulwan Dase

Aem

(2.61)

Gain antena mempunyai keterkaitan dengan luas efektif antena yang dinyatakan dengan G = k .D

dimana:

(2.62)

k=

Ae Aem

G=

Ae 4π × Aem Aem λ2

G=



λ2

(2.63)

Ae

(2.64)

2.14 Efisiensi dan Gain Antena Dari persamaan (2.46), (2.47) bila di substitusi ke persamaan (2.63) diperoleh efisiensi antena sebagai fungsi resistansi rugi-rugi ohmik (RL):

k=

RR RR + RL

(2.65)

Dengan demikian diperoleh hubungan antara gain antena pada (2.62) dengan efisiensi k pada persamaan (2.65) ⎛ RR ⎞ ⎟⎟ D G = ⎜⎜ ⎝ RR + RL ⎠

(2.66)

Arti fisis dari persamaan (2.66) menjelaskan bahwa gain antena akan sama dengan direktivitas antena bila rugi-rugi ohmik dalam konduktor antena (RL) sama dengan nol. Rangkuman dari keseluruhan perhitungan diatas diperlihatkan dalam Tabel-1.

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

35

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

2.14 Persamaan Friis Perhatikan Gambar 2.20. Bila daya sebesar WT ditransmisi oleh sebuah transmitter (pemancar), dan Gain antena pemancar sebesar GT. Pada jarak sebesar R jauhnya dari pemancar ditempatkan sebuah receiver (penerima) dengan gain antena penerima sebesar GR. Asumsi bahwa redaman pada saluran transmisi di pemacar dan penerima sebesar AtT dan AtR . Tabel-1: Luas Efektif, Direktivitas, dan Parameter untuk Dipole. Antena

Aem/ λ2

D

D (dB)

Isotropis

1 = 0,79 4π

1

0

Dipole Pendek

3 = 0,119 8π

1,5

1,76

Dipole λ/2

30 = 0,13 73π

1,64

2,14

Besarnya rapat daya di penerima sebesar

P=

WT 4πR 2

(W)

(2.67)

Dengan memperhitungkan gain antena di pemancar dan penerima, maka

P=

WT GT GR 4πR 2

(2.68)

Sekarang, besarnya daya yang di penerima oleh antenna dengan luas efektif sebesar Aer W R = P. Aer =

PT GT Aer 4πR

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

(W)

(2.69)

36

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Dari persamaan (2.64), diperoleh gain antena pemancar sebesar:

Gt =

4πAet

(2.70)

λ2

Dengan mensubstitusi persamaan (2.53) ke dalam (2.52) diperoleh

WR = WT .

dimana:

Aet Aer R 2λ2

(W)

(2.71)

Aet = luas efektif antena transmitter Aer = luas efektif antena receiver R = jarak anatar transmitter dan receiver

λ = panjang gelombang sinyal yang ditransmisi. Dengan membandingkan antara daya yang diterima (WR) di penerima dan daya yang dipancarkan (WT) akan diperoleh besarnya redaman ruang bebas (free space loss=FSL) antara stassiun pemancar dan stasiun penerima.

FSL =

WR Aet Aer = 2 2 WT Rλ

(2.72)

Bila antena yang digunakan adalah antena isotropis dengan luas efektif (1/4π), maka persamaan (2.72) menjadi

FSL =

1 1 = 2 2 (4π ) R λ (4πRλ )2 2

(2.73)

Bila dinyatakan dalam satuan decibel, maka FSL menjadi

FSL = 0 − 20 log(4π ) − 20 log(R ) − 20 log(λ )

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

37

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

atau

FSL = −32,5 − 20 log(R )Km − 20 log( f )MHz

Sulwan Dase

(2.74)

Karena redaman bersifat negative, maka tanda (-) pada persamaan (2.74) tidak ditulis lagi, dan persamaan (2.74) menjadi FSL = 32,5 + 20 log(R )Km + 20 log( f )MHz

(2.75)

Persamaan (2.75) dikenal sebagai rumus transmisi Friis.

Gambar 2.19 Ilustrasi redaman pada ruang bebas

Gambar 2.20. Blok diagram pengukuran Free space loss (FSL)

Rumus transmisi Friis sangat berguna dalam perencanaan jaringan radio (radio-link) dalam hubungan titik ke titik (point-to-point) seperti jaringan terrestrial. Ketika jaringan telepon sellular berkembangan, persamaan redaman ruang bebas Friis mendapat koreksi dari beberapa peneliti seperti oleh Okumura dan Hatta yang kemudian popular disebut persamaan redaman ruang bebas

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

38

Antena dan Propagasi Gelombang Radio

Sulwan Dase

Okumura-Hatta. Persamaan ini digunakan untuk menganalisis redaman ruang bebas antara BTS (base transceiver station) dan stasiun bergerak (mobile station) dalam hal ini pengguna ponsel yang sedang bergerak.

Contoh-4:

Hitunglah redaman ruang bebas antara stasiun pemancar dan penerima yang berjarak 10 Km. Jika frekuensi kerja 430 MHz, redaman kabel di pemancar dan penerima sebesar 0,03 dB/m, dan Gain antena pancar dan penerima sebesar GT = 10 dB, GR = 10 dB. Tinggi antena masing – masin 20 meter dari permukaan tanah. Misalkan bahwa panjang kabel masing-masing adalah 30 meter, maka hitunglah: 1. Radaman ruang bebas (FSL) 2. Daya yang diterima diterminal input penerima bila daya pancar 1 watt.

Solusi: 1. FSL = 32,5 + 20log (f)MHz + 20log(R)Km FSL = 32,5 + 20 log (430) + 20 log (10) FSL = 105,169 dB

2. WR = (WT)dBm + (GT)dB + (GR)dB – FSLdB – (ALT)dB – (ALR)dB (dBm) WR = (30)dBm + (10)dB + (10)dB – (105,169)dB – (30x0,03)dB – (30x0,03)dB WR = -56,969 dBm atau WR = 2 nW Catatan: Pada beberapa literatur, jarak dinyatakan dengan notasi R atau D (distance).

Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang

39

Related Documents


More Documents from ""

Bab 2.pdf
December 2019 1
Kabel Bawah Laut.docx
December 2019 6