Bab 2.docx

  • Uploaded by: Achmad Teguh Fikri Pratama
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,650
  • Pages: 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi Limfadenitis tuberkulosis adalah salah satu presentasi tuberkulosis ekstrapulmoner yang paling sering. Limfadenitis tuberkulosis di wilayah leher dikenal sebagai scrofula. Limfadenitis servical adalah bentuk paling umum dari TB luar paru pada anak-anak. Situasi menjadi lebih buruk karena peningkatan tajam dalam kejadian mycobacteria atipikal, epidemi HIV yang tidak terkontrol dan peningkatan limfadenitis TB yang resistan terhadap obat. 5 Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang. Infeksi Mycobakcterium tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi dari diskus. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen.3 Gizi buruk adalah

keadaan gizi subakut atau kronis, di mana

kekurangan gizi telah menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan fungsi yang berkurang. 8 B.

Etiologi dan Faktor Resiko Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium Tbuberculosis yang ditularkan melalui droplet dari inhalasi, pada anak TB tidak menular melalui dropletnya, faktor risiko sakit TB pada anak. Setiap kasus tuberkulosis pada 3

4 anak disebabkan kontak dengan orang yang terinfeksi. Faktor lain adalah jumlah orang serumah, lamanya tinggal serumah, dan satu kamar dengan penderita TB. Kuman penyebab TB mudah ditularkan lewat udara melalui droplet di dalam ruangan yang padat dan ventilasi yang tidak memadai sehingga kuman TB akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Kepadatan hunian dan ventilasi yang kurang berkontribusi terhadap penyebaran TB. Anak dengan hunian yang padat berisiko lima kali terinfeksi TB.2 C.

Epidemiologi Proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB di Indonesia tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011, 8,2% pada tahun 2012, 7,9% pada tahun 2013, 7,16% pada tahun 2014 dan 9% di tahun 2015. Variasi ini mungkin menunjukkan endemisitas yang berbeda antara provinsi, tetapi bisa juga karena perbedaan kualitas diagnosis TB anak pada level provinsi.Limfadenitis TB terlihat pada hampir 35 persen TB ekstraparu yang merupakan sekitar 15 hingga 20 persen dari semua kasus TB.4,6

D.

Patofisiologi Paru merupakan Port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam droplet yang ukurannya sangat kecil (<5mikron) akan terhirup dan masuk ke alveolus. Tidak semua individu dapat menghancur kuman TB yang masuk, pada beberapa orang malah kuman TB dapat melisiskan makrofag dan membentuk fokus primer, kemudian akan menyebar secara limfogen ke

5 kelenjar regional paru di apeks dan membentuk kompleks primer, waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks primer siktar 4-8 minggu.6 Setelah

imunitas

seluler

terbentuk,

fokus

primer

akan

mengalamiresolusi terjadi nekrosis walaupun kuman TB tetap hidup disana tapi tidak menimbulkan sakit TB. Namun kompleks primer juga dapat mengalami komplikasi membesar dan meninggalkan rongga menjadi cavitas. Penyebaran secara hematogen terjadi secara tersamar, menyebar sedikit demi sedikit ke jaringan yang vaskularisasibaik, paling serig di apeks paru, limpa, kelenjar limfe superfisial. Selain itu juga dapat bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnyakuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang dikemudian hari dapat mengalami reaktiasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.6

6

Gambar 1. Patogenetas Tuberkulosis 6

E.

Manifestasi Klinis Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas.1 - Nafsu makan kurang. - Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun (kemungkinan masalah gizi sebagai

penyebab harus disingkirkan dulu dengan tata laksana yang adekuat selama minimal

7 1 bulan). - Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik yang lain perlu

disingkirkan dahulu, seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus, atau malaria). - Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher,aksila, inguinal, atau tempat lain. - Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada. - Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan

baku atau perut membesar karena cairan atau teraba massa dalam perut. Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal, seperti: 1 - Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau pembengkakan

sendi. - Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP), dapat terjadi gejala iritabel, leher kaku,

muntah-muntah, dan kesadaran menurun. - Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma. - Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau inguinal. - Lesi flikten di mata.

Limfadenitis cervical datang dengan pembesaran kelenjar getah bening cervical sebagian besar paratrakeal atau kelenjar getah bening supraklavikula. Tes tuberkulin dapat membantu dalam diagnosis. Riwayat kontak juga dapat ditemukan. Rontgen dada mengungkapkan temuan abnormal dalam banyak kasus. Perawatan pilihan adalah terapi antituberkulosis multi-agen selama 12 -

8 18 bulan. Regresi nodus yang membesar terjadi dalam 2-3 bulan setelah memulai terapi.7

F.

Diagnosis 1. Anamnesis 1 Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas. - Nafsu makan kurang. - Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun (kemungkinan masalah gizi

sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tata laksana yang adekuat selama minimal 1 bulan). - Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik yang lain perlu

disingkirkan dahulu, seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus, atau malaria). - Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher,aksila, inguinal, atau tempat lain. - Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri

dada. - Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan

pengobatan baku atau perut membesar karena cairan atau teraba massa dalam perut. Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal, seperti:

9 - Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau pembengkakan

sendi. - Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP), dapat terjadi gejala iritabel, leher kaku,

muntah-muntah, dan kesadaran menurun. - Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma. - Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau inguinal.

Lesi flikten di mata. 2. Pemeriksaan fisis 1 Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis yang khas. - Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada

posisi di daerah bawah atau di bawah P5. - Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.

Kelainan pada pemeriksaan fisis baru dijumpai jika

TB mengenai

organ tertentu. - TB vertebra: gibbus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia. - TB koksae atau TB genu: jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau lutut. - Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) multipel, tidak nyeri tekan, dan

konfluens (saling menyatu). - Meningitis TB: kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain. - Skrofuloderma: Ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi di daerah leher,

aksila, atau inguinal.

10 - Konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih di limbus kornea yang sangat

nyeri. 3. Pemeriksaan penunjang 1 - Uji tuberkulin: dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1 ml tuberkulin

PPD secara intra kutan di bagian volar lengan dengan arah suntikan memanjang lengan (longitudinal). Reaksi diukur 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasi transversal diukur dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tidak ada indurasi sama sekali. Indurasi 10 mm ke atas dinyatakan positif. Indurasi <5 mm dinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm meragukan dan perlu diulang, dengan jarak waktu minimal 2 minggu. Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit TB) pada anak. Reaksi uji tuberkulin positif biasanya bertahan lama hingga bertahun-tahun walau pasiennya sudah sembuh, sehingga uji tuberkulin tidak digunakan untuk memantau pengobatan TB. - Foto toraks antero-posterior (AP) dan lateral kanan. Gambaran radiologis

yang sugestif TB di antaranya: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas, efusi pleura, atelektasis, atau kalsifikasi. - Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum, untuk

mencari basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan

11 Mycobacterium tuberculosis dari biakan. Hasil biakan positif merupakan diagnosis pasti TB. Hasil BTA atau biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB. - Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsi kelenjar, kulit, atau jaringan lain

yang dicurigai TB. - Pemeriksaan serologi seperti PAP TB, ICT, Mycodot dan lain-lain, nilai

diagnostiknya tidak lebih unggul daripada uji tuberkulin sehingga tidak dianjurkan. Sampai saat ini semua pemeriksaan diagnostik TB hanya dapat mendeteksi adanya infeksi TB, tapi tidak dapat membedakan ada tidaknya penyakit TB. - Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan Meningitis TB. - Pungsi lumbal harus dilakukan pada TB milier untuk mengetahui ada

tidaknya meningitis TB. - Foto tulang dan pungsi pleura dilakukan atas indikasi. - Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urin dan feses rutin, sebagai pelengkap

data namun tidak berperan penting dalam diagnostik TB.

12

Gambar 2. Alur diagnostik TB pada Anak 6

13

Gambar 3. Skoring TB pada Anak 6

14 Diagosis gizi buruk dapat dilihat secara klinis dan pemeriksaan fisik sehingga mudah dan bisa segera dilakukan tatalaksana terhdapa pasien. 9 Gejala pada marasmus adalah : 9 a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar Gejala pada kwasiokor berupa tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh , dan juga :9 a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelup

15 G.

Penatalaksanaan 1. Medikamentosa1 Terapi TB terdiri dari dua fase, yaitu:1 - Fase intensif: 3-5 OAT selama 2 bulan awal: - Fase lanjutan dengan paduan 2 OAT (INH-rifampisin) hingga 6-12 bulan.

Pada anak, obat TB diberikan secara harian (daily) baik pada fase intensif maupun fase lanjutan. - TB paru: INH, rifampisin, dan pirazinamid selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan

INH dan rifampisin hingga genap 6 bulan terapi (2HRZ – 4HR). - TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstra paru: 4-5 OAT selama 2 bulan

fase intensif, dilanjutkan dengan INH dan rifampisin hingga genap 9-12 bulan terapi. - TB kelenjar superfisial: terapinya sama denganTB paru. - TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2

minggu, kemudian dosis diturunkan bertahap (tappering off) selama 2 minggu, sehingga total waktu pemberian 1 bulan. Kelompok risiko tinggi memerlukan medikamentosa profilaksis. - Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi pada kelompok yang mengalami

kontak erat dengan pasien TB dewasa dengan uji BTA positif. - Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang

telah terinfeksi TB tapi belum sakit TB. Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun obat dan

16 dosis yang digunakan sama yaitu INH 5-10 mg/kgBB/hari. Profilaksis primer diberikan selama kontak masih ada, ulang. Jika hasilnya negatif, dan kontak tidak ada, profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, dievaluasi apakah hanya terinfeksi atau sudah sakit TB. Jika hanya infeksi profilaksis primer dilanjutkan sebagai profilaksis sekunder. Profilaksis sekunder diberikan selama 612 bulan yang merupakan waktu risiko tertinggi terjadinya sakit TB pada pasien yang baru terinfeksi TB. minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3 bulan dilakukan uji tuberculin.1 2. Bedah - TB paru berat dengan destroyed lung untuk lobektomi atau pneumektomi. - TB tulang seperti spondilitis TB, koksitis TB, atau gonitis TB. - Tindakan bedah dapat dilakukan setelah terapi OAT selama minimal 2 bulan, kecuali

jika terjadi kompresi medula spinalis atau ada abses paravertebra tindakan bedah perlu lebih awal. Tindakan pembedahan memiliki peranan penting dalam tatalaksana penyembuhan spondilitis tuberkulosa dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan konservatif pada pasien – pasien dengan nyeri, defisit neurologis dan progresifitas sudut Cobb’s. Pengobatan konservatif tidak bisa mencegah terjadinya resiko progresifitas dari deformitas khyfotic. Pembedahan diindikasikan jika ada deformitas tulang belakang, defisit neurologis, abses tuberculosa dan kegagalan pengobatan konservatif.10

17 3. Suportif Asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan terapi TB. Jika ada penyakit lain juga perlu mendapat tata laksana memadai. Fisioterapi dilakukan pada kasus pasca bedah.

Gambar 4. Dosis Obat TB 6

18

Gambar 5. Dosis TB berdasarkan berat badan 6

19 H.

Pemantauan - Respons klinis

Respons yang baik dapat dilihat dari perbaikan semua keluhan awal. Nafsu makan yang membaik, berat badan yang meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam, batuk lama, tidak mudah sakit lagi. Respons yang nyata biasanya terjadi dalam 2 bulan awal (fase intensif). Setelah itu perbaikan klinis tidak lagi sedramatis fase intensif. - Evaluasi radiologis

Dilakukan pada akhir pengobatan, kecuali jika ada perburukan klinis. Jika gambaran radiologis juga memburuk, evaluasi kepatuhan minum obat, dan kemungkinan kuman TB resisten obat.Terapi TB dimulai lagi dari awal dengan paduan 4 OAT. Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya benar. Efek samping yang kadang muncul adalah hepatotoksisitas, dengan gejala ikterik yang bisa disertai keluhan gastrointestinal lainnya. Keluhan ini biasanya muncul dalam fase intensif. Pada kasus yang dicurigai adanya kelainan fungsi hepar, maka pemeriksaan transaminase serum dilakukan sebelum pemberian OAT, dan dipantau minimal tiap 2 minggu dalam fase intensif - Jika timbul ikterus OAT dihentikan, dan dilakukan uji fungsi hati (bilirubin

dan transaminase). Bila ikterus telah menghilang dan kadar transaminase <3x batas atas normal, paduan OAT dapat dimulai lagi dengan dosis terendah. Yang perlu diingat, reaksi hepatotoksisitas biasanya muncul karena kombinasi dengan berbagai obat lain yang bersifat hepatotoksik seperti parasetamol, fenobarbital,

20 dan asam valproat. - Dalam pemberian terapi dan profilaksis TB evaluasi dilakukan tiap bulan. Bila

pada evaluasi profilaksis TB timbul gejala klinis TB, profilaksis diubah menjadi terapi TB. I.

Masalah Gizi Pada Pasien Tuberkulosis Salah satu penyakit infeksi yang sering dikaitkan dengan malnutrisi adalah TB paru. Pada pasien TB umumnya ditemukan keadaan anoreksia, malabsorbsi makronutrien dan mikronutrien, serta perubahan metabolisme yang menyebakan terjadinya wasting. Pada sebuah studi kohort di Amerika Serikat menyatakan bahwa 45% pasien TB mengalami penurunan berat badan dan 20% mengalami anoreksia. Peningkatan produksi sitokin yang memiliki aktivitas proteolitik dan lipolitik menyebabkan peningkatan penggunaan energi pada pasien TB. Dengan demikian, malnutrisi merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan pada pasien TB.11 Timbulnya penyakit TB paru tidak lepas dari peranan faktor risiko. Status gizi sangat berperan penting. Anak dengan gizi buruk akan mengakibatkan kekurusan, lemah dan rentan terserang infeksi TB. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang berkurang pada anak. Pada tahun 2004 Alsagaf dan Mukty mengatakan bahwa status gizi yang buruk dapat memengaruhi tanggapan tubuh berupa pembentukan antibodi dan limfosit terhadap adanya kuman penyakit. Pembentukan ini memerlukan bahan baku protein dan karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi buruk produksi

21 antibodi dan limfosit terhambat. Gizi buruk dapat menyebabkan gangguan imunologi dan memengaruhi proses penyembuhan penyakit.12 Tuberkulosis dapat menyebabkan atau memperparah malnutrisi dengan cara mengurangi nafsu makan dan meningkatkan katabolisme. Keadaan ini berhubungan dengan keparahan penyakit TB dan prediktor kematian pada penderita TB. Penderita dengan kenaikan berat badan yang rendah selama terapi TB beresiko untuk gagal terapi dan relaps dari penyakit TB.13 Penelitian di India menunjukkan bahwa penderita TB tujuh kali beresiko untuk mempunyai IMT <18,5 kg/m2 dan lingkar lengan tengah <24 cm. Aktivasi respon imun selama infeksi akan meningkatkan komsumsi energi.33 Malnutrisi pada TB juga diperkirakan akibat penurunan jumlah protein visceral, indeks antroprometri dan status mikronutrisi.13 Prinsip diet untuk pasien TB adalah diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP), cukup lemak, vitamin, dan mineral. Diet TKTP diberikan agar pasien TB mendapat cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang meningkat. Umumnya kebutuhan energi penderita penyakit infeksi lebih tinggi karena selain terjadi hiperkatabolisme, juga terjadi malnutrisi. Kedua kondisi tersebut diperhitungkan dalam menentukan kebutuhan energi dan protein. Oleh karena itu, rekomendasi kebutuhan energi total untuk pasien TB ditingkatkan menjadi 35-45 kkal/kgBB. Rekomendasi kecukupan energi untuk pasien TB dengan infeksi lainnya dilakukan melalui diet yang disesuaikan dengan peningkatan kebutuhan energi masing-masing individu.14

22 Berbagai vitamin dan mineral berperan pada jalur metabolisme, fungsi seluler, dan sistem imun. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan vitamin dan mineral, maka pada pasien TB perlu diberikan suplementasi multivitamin dan mineral, sebab vitamin dan mineral yang berasal dari makanan diperkirakan tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan karena umumnya nafsu makan pasien menurun.14 Perubahan status gizi pasien TB setelah pengobatan bisa dilihat dari perubahan nilai IMT dari awal pengobatan. Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi perubahan status gizi seseorang adalah asupan makan dan keadaan penyakit Keadaan penyakit bisa dilihat dari keadaan karakteristik pasien dan keadaan karakteristik penyakit. Perubahan kenaikan berat badan lebih banyak terjadi pada bulan ke-6 pengobatan atau pada akhir fase lanjutan dibandingkan dengan bulan ke-2 pengobatan atau akhir fase intensif. 15

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"