Bab 2.docx

  • Uploaded by: lazuardi
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,304
  • Pages: 26
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Semen Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolis artinya jika dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahanbahan lain menjadi suatu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat, kompak dan keras. Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan. Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa Yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulcanictuff) yang berasal dari pulau santoris yang kemudian dikenal dengan dengan santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang ada di pegunungan Vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan nama pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu pozzoula. Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya, sehingga diperoleh mortar yang baik. Pada abad pertengahan, kualitas mortar mengalami penurunan yang disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna dengan tidak adanya tanah vulkanik. Usaha untuk membuat semen

3

4

pertama sekali dilakukan dengan cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang inggris pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur. Batuan kapur bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk clinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan portland. 2.2 PT. Lafarge Cement Indonesia Pembangunan pabrik semen ini mulai dirintis oleh sebuah perusahaan swasta nasional yaitu PT. Rencong Aceh Semen dengan melakukan studi kelayakan sejak tahun 1976 sampai 1979. Dari hasil studi tersebut PT. Rencong Aceh Semen bekerja sama dengan perusahaan asing yaitu Blue Circle Industries.ltd dari Inggris dan Cemential Holding A.G dari Swiss mengadakan usaha patungan untuk mendirikan sebuah pabrik semen di Aceh yang saat itu diberi nama PT. Semen Andalas Indonesia.

Gambar 2.1. PT. Lafarge Cement Indonesia Pabrik ini didirikan pada 11 April 1980. Pembangunan pabrik ini berlangsung selama 38 bulan yang dimulai sejak tahun 1980 dan selesai 1983,

pada tanggal 2 Agustus 1983 pabrik ini diresmikan oleh presiden Republik Indonesia sebagai pabrik semen yang kedelapan di Indonesia. Saat ini, saham PT. Semen Andalas Indonesia dimiliki oleh Group Lafarge, yaitu sebuah perusahaan multi nasional produsen semen terbesar didunia yang berpusat di Perancis. Status perubahan PT. Semen Andalas Indonesia berubah secara badan hukum pada tanggal 8 April 2010, menjadi PT. Lafarge Cement Indonesia. PT. Lafarge Cement Indonesia terletak di Lhoknga Aceh Besar, berjarak + 17 km bagian selatan dari kota Banda Aceh. Lokasi tersebut dipandang cocok untuk keberadaan pabrik semen karena didasarkan atas berbagai pertimbangan, antara lain: 1. Ketersediaan bahan baku semen yang cukup besar. 2. Bahan baku tersebut berada dalam lingkungan pabrik. 3. Lokasi pabrik berdekatan dengan pantai yang kedalaman lautnya sangat cocok untuk dermaga. 4. Sarana Transportasi yang sudah memadai. 2.3 Sarana dan Fasilitas Pabrik PT. Lafarge Cement Indonesia merupakan pabrik semen terpadu, hal ini disebabkan karena bahan baku, pabrik dan dermaga terletak dalam satu kawasan. Sebagai pabrik semen terpadu, PT. Lafarge Cement Indonesia memiliki sarana dan fasilitas sebagai berikut: 1. Pemasukan bahan baku terletak disekitar pabrik. 2. Unit pabrik terdiri dari: 1. Tiga unit mesin pemecah batu crusher, masing-masing berkapasitas 450 ton/ jam untuk siltstone dan shale, sedangkan 800 sampai 1000 ton/ jam untuk limestone. 2. Satu unit raw mill berkapasitas 260 ton/ jam. 3. Dua unit blending dan storage silo berkapasitas 2 x 1.300 dan 2 x 5.550 ton. 4. Satu unit suspension preheater yang terdiri dari empat stage siklon. 5. Satu unit rotary kiln berkapasitas 3600 ton/ hari.

5

6

6. Dua unit clinker silo berkapasitas masing-masing 30.000 ton. 7. Dua unit cement mill masing-masing berkapasitas 110 ton/ jam. 8. Lima unit cement silo. 9. Dua unit packer (mesin pengantong semen) berkapasitas 80 ton/jam. 3. Pelabuhan khusus dengan panjang 200 meter dan dapat disandari kapal dengan kapasitas muatan 14.000 ton, terletak + 200 meter dari pabrik serta mempunyai peralatan muatan semen curah berkapasitas 600 ton/ jam. Dapat juga diperguna-kan untuk bongkar muat batu bara dan gypsum, dengan menggunakan dua unit Jetty Crane. 4. PT. Lafarge Cement Indonesia juga memiliki sarana dan fasilitas yang terdapat di Belawan 5. Fasilitas penunjang yang terdapat di Batam mulai dioperasikan pada bulan Maret 1990 2.4 Utilitas Utilitas adalah suatu unit penunjang proses operasi dalam suatu pabrik. Pada unit utilitas ini akan dijelaskan unit-unit penunjang yang diperlukan untuk proses pembuatan semen pada PT. Lafarge Cement Indonesia. 2.4.1. Pembangkit Tenaga Listrik Untuk menggerakkan semua peralatan mesin, penerangan dan berbagai kebutuhan listrik lainnya, PT Lafarge Cement Indonesia menggunakan pembangkit listrik turbin uap yang dioperasionalkan oleh CHEC. Pembangkit tenaga listrik ini terdiri dari tiga unit turbin dengan kapasitas listrik masingmasing 15 MW. Pembangkit listrik ini dapat bekerja secara otomatis apabila terjadi kerusakan total pada pembangkit yang lain. Ketiga unit pembangkit listrik yang utama menggunakan jenis turbin uap. 2.4.2. Air dan Penggunaannya Penyediaan air pada PT Lafarge Cement Indonesia adalah untuk keperluan sebagai berikut:

1. Air untuk keperluan proses 2. Air untuk pendinginan mesin 3. Air untuk keperluan sehari-hari 4. Air untuk pemadaman kebakaran Air untuk keperluan diatas diperoleh dari sungai Sarah, Leupung yang jaraknya + 16 km dari lokasi pabrik. Pengambilan air tersebut dilakukan dengan menggunakan pompa sebanyak 4 buah dan dialirkan melalui pipa 10 inchi. Total kapasitas kebutuhan air rata-rata per hari adalah 1.400 m 3. Air tersebut digunakan terlebih dahulu dilakukan pengolahan (water treatment), sehingga kondisi fisik dan kimia dari air tersebut sesuai dengan kebutuhan. Untuk mengolah air tersebut tersedia unit pengolahan berupa tangki sedimentasi sederhana dan unit sand filter. 2.4.3. Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran didalam kiln dan calciner adalah minyak solar (Diesel oil), batu bara (coal) dan sekam padi (rice husks). Minyak solar digunakan pada saat pembakaran awal dan selanjutnya digunakan bahan bakar batu bara. Bahan bakar batu bara sebelum dialirkan ke kiln dan calciner terlebih dahulu digiling didalam coal mill 30 ton/ jam, dan sekam padi dipergunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mengurangi pemakaian batu bara. Kebutuhan oksigen untuk proses pembakaran minyak dan batu bara ini, berasal dari primary air blower. Batu bara digiling dalam coal mill sampai pada kehalusan tertentu. Batu bara ini dikeringkan dengan udara panas sisa pembakaran dari kiln yang dialirkan dari preheater. Pada aliran udara panas terdapat aliran udara masuk, aliran udara keluar dan aliran udara recycle. Hal ini bertujuan untuk menjaga temperatur udara panas yang masuk ke coal mill tetap pada 290 oC. Batu bara yang telah digiling dialirkan ke Separator di dalam Coal Mill untuk dipisahkan antara batu bara yang halus dan kasar. Batu bara tersebut sebanyak 40% dialirkan ke kiln dan 60% lagi ke calciner.

7

8

2.5 Produksi dan Pemasaran 2.5.1. Proses Produksi Bahan baku yang terdiri dari batu kapur limestone, siltstone dan shale dan sedikit penambahan pasir besi iron sand dicampur dan digiling pada mesin penggiling raw mill. Pencampuran bahan baku ini dilakukan dengan menggunakan proses kering. Campuran tersebut kemudian dimasukkan dalam Blending Silo untuk proses homogenisasi, lalu diumpan ke menara pemanas awal (preheater) untuk proses pemanasan clinker dengan suhu + 1450 0C. Bahan bakar yang utama dipakai adalah batu bara. Clinker produk dari Kiln disimpan di Clinker Silo kemudian ditransfer ke Cement Mill dan dicampur dengan gypsum untuk memproduksi OPC Ordinary Portland Cement, Hasil gilingan berupa OPC disimpan di dalam Silo secara terpisah dan siap untuk dipasarkan dalam bentuk curah maupun dalam kantong. Untuk pemasaran di daerah Aceh, pengantongan dilakukan di Lhoknga dan di Lhokseumawe, sedangkan untuk daerah Indonesia lainnya dilakukan di Belawan, Dumai dan Batam. 2.5.2. Jenis Produksi PT. Lafarge Cement Indonesia menghasilkan dua tipe semen yaitu Ordinary Portland Cement yang memenuhi standar SISWA-13/81, ASTM C 150/78 maupun BS 12/78, Portland Composite Cement yang sedang dalam tahap produksi oleh PT. Lafarge Cement Indonesia. Kegunaan dari kedua jenis semen tersebut adalah sebagai berikut: 1.

Ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen Portland yang biasa dikenal sebagai semen abu-abu dan digunakan untuk keperluan konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus. OPC terbuat dari Clinker dan 5% Gypsum.

2.

Portland Composite Cement (PCC), merupakan jenis semen yang kuat terhadap tekanan awal tinggi, yang cocok digunakan untuk bangunan tingkat tinggi. PCC terdiri dari Clinker ditambah 20% Limestone dan 5% Gypsum.

2.5.3. Pemasaran PT. Lafarge Cement Indonesia memasarkan produksinya di dalam negeri. Tahun-tahun pertama daerah pemasaran di dalam negeri mencapai Indonesia bagian timur. Sejak tahun 1988, sesuai dengan kesepakatan diantara pabrik-pabrik semen anggota ASI (Asosiasi Semen Indonesia), daerah pemasaran PT. Semen Andalas Indonesia (PT. Lafarge Cement Indonesia) terbatas pada Aceh, Sumatra Utara dan Riau. PT. Lafarge Cement Indonesia mempunyai lima terminal pemasaran, diantaranya: 1.

Aceh Besar – Lhoknga Plant, Jl.BandaAceh – Meulaboh Km.17

2.

Lhokseumawe – Pelabuhan utama Krueng Geukuh

3.

Medan – Jl. Ujung Baru Pelabuhan Belawan,

4.

Pulau Batam – Pelabuhan Magcobar Batu Ampar

5.

Dumai – Jln. Datuk Laksamana Areal Pelabuhan PT. Pelindo I.

2.6 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Health and Safety Lafarge berkomitmen menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi karyawannya untuk melakukan semua kegiatan usaha dengan prosedur yang aman. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan nilai-nilai utama yang diterapkan pada semua aspek pekerjaan. PT. Lafarge Cement Indonesia memadukan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja ke dalam sistem manajemen disemua tingkatan didalam group. Manajemen bertanggung jawab terhadap pencegahan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat kerja. Semua orang diharapkan memiliki dan menerapkan nilai-nilai utama kesehatan dan keselamatan kerja melalui komitmen yang jelas dan saling melibatkan satu sama lain. Dengan aturan tentang safety yang sangat ketat diharapkan dapat meminimalisirkan terjadinya kecelakaan bagi karyawankaryawannya. 2.6.1. PPE Personal Protective Equipment

9

10

Standar operasional keselamatan dan kesehatan menetapkan persyaratan personal protective equipment (PPE) sebagai alat pelindung diri minimum untuk berbagai jenis aktivitas di dalam lingkungan PT. Lafarge Cement Indonesia. Ketentuan tersebut wajib dipatuhi bagi setiap karyawan maupun bukan karyawan seperti kontraktor, pengangkut, vendor dan pengunjung. Persyaratan PPE minimum yang wajib bagi setiap karyawan maupun non karyawan terdiri dari: 1. Sepatu safety; dengan pelindung jari-jari kaki yang tahan terhadap impact, tahan tusukan/ panas dan terbuat dari bahan konduktif. 2.

Kacamata safety; lensa pengaman yang tahan terhadap impact dan dilengkapi dengan sisi perisai.

3.

Helm dengan tali dagu; dengan lapisan luar yang keras dan liner penyerap goncangan yang dirancang untuk menangani dampak dari benda jatuh.

4.

Pakaian visibilitas tinggi; memungkinkan pemakai tampil mencolok sehingga mudah ditemukan di lingkungan kerja. PPE dipilih untuk dapat digunakan pada lokasi yang sesuai dengan

spesifikasi desain, peraturan daerah dan standar industri.

Gambar 2.2. Penggunaan PPE di PT Laferge Cement Indonesia

2.6.2. Lototo Lockout, Tagout, Tryout Lototo adalah suatu metode penting yang diharuskan untuk mengontrol energi berbahaya dan untuk mencapai nol energi sebelum melakukan pekerjaan pada mesin atau peralatan. Setelah mesin atau peralatan telah benar terlepas atau terisolasi dari sumber energi selanjutnya harus dilakukan penguncian, ditandai dan mencoba ulang peralatan tyout. LO lockout berarti secara fisik mengunci kontrol mesin atau peralatan (misalnya mengunci pegangan katup pada pipa). TO tagout berarti untuk memasang tag/ informasi dengan kunci untuk mengidentifikasi pemilik kunci dan penanggalan pada mesin atau peralatan. TO tryout berarti untuk memverifikasi dengan menguji bahwa mesin atau peralatan telah benar-benar bebas dari energi dan tidak akan beroperasi sebelum memulai pekerjaan. Kunci master padlock 11

12

Risk assesment

Master padlock

Isolation box

Isolasi power

Personal padlock

Gambar 2.3. Aplikasi LOTOTO PT. Lafarge Cement Indonesia Prosedur ini berlaku untuk semua kegiatan yang membutuhkan isolasi energi yang dilakukan oleh karyawan pabrik, kontraktor dan sub-kontraktor di area tempat bekerja. 2.6.3. WAH Working at High Standar

operasional

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

menetapkan pedoman umum dan sistematis untuk menghilangkan, menghindari dan mencegah risiko insiden yang timbul dari bekerja di ketinggian. Standar ini berlaku bagi setiap individu yang berpotensi untuk jatuh dari ketinggian 1,8 meter atau lebih. Kecelakaan kerja dapat saja terjadi pada jarak ketinggian kurang dari 1,8 meter, sehingga risiko harus dinilai dan dilakukan pengontrolan dalam pekerjaan. Ketentuan tersebut adalah wajib dan berlaku untuk semua yang berkepentingan di PT. Lafarge Cement Indonesia meliputi karyawan, kontraktor, pengangkut, vendor dan pengunjung.

2.6.4. Ruang Terbatas Confine Space Confine space adalah daerah tertutup yang dapat dimasuki oleh seseorang dan fungsi utamanya adalah bukan sebagai tempat hunian. Selain itu juga memiliki akses masuk/ keluar yang terbatas dan mengandung bahaya aktual atau potensial termasuk karakteristik sebagai berikut: 1. Kandungan gas berbahaya dengan komposisi yang kurang atau berlebih seperti oksigen, karbon monoksida, gas mudah terbakar lower explosive limit atau debu. 2. Tidak dapat terlindungi dari material yang bisa tertelan atau menjebak seorang pekerja. 3. Kondisi struktur ruang yang dapat menjebak pekerja. 2.7 Proses Pembuatan Semen 2.7.1. Semen Portland Portland Cement Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan menggiling clinker yang mengandung Kalsium Silikat Hidrat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Tipe I Ordinary Portland Cement Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung sulfat 0,0% – 0,10% dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur rel, dan lain-lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 55% (C3S), 19% (C2S), 10% (C3A), 7% (C4AF), 2,8% MgO, 2,9% (SO3), 1,0% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO. 2.7.2. Semen Portland Campur Portland Composite Cement

13

14

Semen Portland Campur adalah Bahan pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak clinker semen portland dan gypsum dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi blast furnace slag, pozzoland, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6 – 35 % dari massa semen portland campuran. Dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, beton pra tekan dan pra cetak, pasangan bata, plesteran dan acian, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng, potongan ubin. Keuntungan semen jenis ini adalah lebih mudah dikerjakan, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air dan permukaan lebih halus. 2.8 Bahan Baku Pembuatan Semen Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu kapur limestone, batu silika siltstone, batu serpih shalestone dan pasir besi ironsand. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi semen yaitu: 1. Limestone digunakan sebanyak ± 80 %. Batu kapur merupakan senyawa oksida yang mempunyai rumus kimia CaCO3 Calcium Carbonat, pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%. 2. Siltstone digunakan sebanyak ± 10 % Batu silica memiliki rumus kimis SiO2 silicon dioksida. Pada umumnya batu silica terdapat bersama oksida logam lainya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna pasir silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karna kadar airnya yang tinggi. Pasir silica yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%.

3. Shale digunakan sebanyak ± 8 %. Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen adalah SiO2Al2O32H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air + 20%, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi + 46%. 4. Ironsand digunakan sebanyak 2 %. Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 ferri oksida yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan clinker. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3+ 75% - 80%. 5. Gypsum digunakan sebanyak 5 % Gypsum pada proses pembuatan semen adalah sebagai retarder pengatur lamanya waktu pengerasan setting time. Hilangnya kristal air dalam gypsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gypsum sebagai retarder. 2.9 Teknologi Pembuatan Semen Proses Kering pada proses ini bahan baku limestone, siltstone, shalestone dan ironsand dihancurkan di dalam raw mill dalam keadaan kering dan halus. Untuk menunjang proses pengeringan di raw mill maka udara panas sebagai media pengering dialirkan dari tanur putar. Kemudian hasil penggilingan raw mill tersebut yang berkadar air 0,5–1% dikalsinasikan di dalam tanur putar kiln. Konsumsi panas di rotary kiln yang dibutuhkan yaitu 700 – 900 Kcal/ Kg clinker. Hasil pembakaran di tanur putar berupa butiran hitam yang disebut clinker. Kemudian clinker tersebut digiling di cement mill dengan bahan tambahan seperti gypsum, atau limestone pada perbandingan tertentu untuk membentuk semen. Kerugian : 1. Impuritas Na2O dan K2O menyebabkan penyempitan pada saluran preheater. 2. Campuran tepung kurang homogen karena bahan yang digunakan dicampur dalam keadaan kering. 15

16

3. Adanya air yang terkandung dalam material sangat mengganggu operasi karena material lengket pada inlet chute. 4. Banyak debu yang dihasilkan sehingga dibutuhkan alat penangkap debu. Keuntungan : 1. Rotary kiln yang digunakan relatif pendek. 2. Heat consumption rendah yaitu sekitar 800 – 1000 kcal/ kg clinker sehingga bahan bakar yang digunakan lebih sedikit. 3. Kapasitas produksi besar dan biaya operasi rendah. 2.9.1 Urutan Proses Pembuatan Semen 1. Penambangan Batu Kapur limestone Batu kapur sebagai sumber CaO bersifat padat dan keras, tersedia dalam jumlah yang cukup banyak disekitar lokasi pabrik. Pengambilan limestone yang tersedia pada lokasi quarry I dilakukan dengan penambangan terbuka open pit mining dengan sistem bertangga, yaitu penambangan yang dimulai dari puncak bukit. Penambangan dengan sistem ini lebih mudah dalam pelaksanaannya.

Gambar 2.4. Penambangan bahan baku limestone di PT. Lafarge Cement Indonesia Langkah-langkah penyediaan bahan baku : 1. Pembersihan Cleaning

Pembersihan yaitu pembabatan yang dilakukan untuk membuka daerah penambangan baru. Langkah ini perlu dilakukan untuk membersihkan permukaan tanah dari kotoran yang mengganggu proses penambangan. 2.

Pengeboran Drilling Pengeboran dilakukan untuk membuat lubang pada batu kapur sebagai

tempat meletakkan bahan peledak. Jarak dan kedalaman lubang pengeboran disesuaikan dengan kondisi batuan dan lokasi penambangan. 3.

Peledakan Blasting Tahap ini dilakukan untuk melepaskan batuan dari batuan induknya. Langkah pertama adalah mengisi lubang yang telah dibuat dengan bahan peledak, tetapi tidak semua lubang diisi dengan bahan peledak. Lubang-lubang kosong ini untuk meredam getaran yang ditimbulkan akibat ledakan.

4.

Pengangkutan Loading Loading merupakan proses pengangkatan batu kapur hasil peledakan

kedalam Dump Truck dengan menggunakan Back hoe dan Wheel Loader. Setelah batu kapur digali, dengan alat muat lalu dimasukkan kedalam Truck Loader. 5.

Hauling Merupakan proses pemindahan batu kapur hasil ledakan dari lokasi

tambang ke tempat penggilingan dengan menggunakan Dump Truck. 6. Crusher Limestone dimasukkan kedalam hopper, dan kemudian oleh appron feeder dimasukkan kedalam alat pemecah limestone hammer crusher. Prinsip alat pemecah ini berdasarkan putaran rotation dan pukulan impact dari hammer. Produk yang lolos dari saringan grate basket masuk ke discharge belt conveyor, sedangkan material jatuhan dari appron feeder ditampung oleh drag chain dan masuk juga kedalam belt produk conveyor dengan ukuran < 25 mm. Selanjutnya batu kapur yang sudah sedikit halus diangkut dengan belt conveyor untuk proses homogenisasi membentuk layer-layer di limestone stock pile.

17

18

Gambar 2.5. Limestone Crusher di PT. Lafarge Cement Indonesia 2. Penambangan siltstone dan shalestone Kegiatan

penambangan

siltstone

dan

shalestone

sama

dengan

penambangan batu kapur, hanya saja proses penambangan ini tidak membutuhkan proses pengeboran dan peledakan, tetapi langsung digali dengan back hoe/ loader. Bahan diperoleh dari sistem penambangan terbuka quarry II yang terletak di daerah Krueng Raba, sekitar 2 km dari lokasi pabrik. Proses clearing dilakukan dengan buldozer.

Gambar 2.6. Siltstone Crusher di PT. Lafarge Cement Indonesia Pada proses crushing, tanah liat dituang ke dalam clay hopper, kemudian appron feeder akan mentransfer tanah liat dengan speed tertentu ke double roller crusher. Selanjutnya double roller crusher yang dilengkapi dengan kuku baja

teeth yang berputar berlawanan arah akan memecahkan tanah liat yang keras hingga ukuran 20 – 30 mm, hasilnya appron feeder akan mengalirkan kembali tanah liat yang telah hancur ke drag chain. Belt conveyor selanjutnya mengangkut ke stock pile tertutup agar terhindar dari air. Stockpile ini mempunyai kapasitas 20.000 ton.

Gambar 2.7. Shalestone Crusher di PT. Lafarge Cement Indonesia

3. Penyediaan Pasir Besi Iron Sand Pasir besi dipakai sebagai sumber ferrit (Fe2O3) karena umumnya Fe2O3 sangat kurang dalam tanah liat. Pasir besi berbentuk butiran dengan diameter ratarata 1 mm, sehingga tidak perlu lagi dihancurkan. Pasir besi ini didatangkan dari Lampanah - Aceh Besar, yang diangkut dengan menggunakan dump truck ke tempat penampungan iron sand stockpile. Dari tempat penimbunan, pasir besi diangkut dengan dump truck ke feed hopper, kemudian dipindahkan dengan menggunakan belt conveyor ke weight feeder untuk mengatur berat pasir besi yang diumpankan bersama limestone dan siltstone/ shalestone dengan perbandingan tertentu ke unit raw mill. 4. Penyediaan Gypsum Gypsum adalah mineral yang mempunyai rumus kimia CaSO 4.2H2O. Bahan ini banyak terdapat di alam, juga dapat diperoleh sebagai hasil sampingan 19

20

industri yang dinamakan dengan gypsum sintetik. Gypsum yang digunakan pada PT. Lafarge Cement Indonesia adalah gypsum alam yang diimpor dari Thailand dengan menggunakan kapal Tongkang. Gypsum dari pelabuhan ditransport ke tempat penyimpanan gypsum storage dengan menggunakan belt conveyor.

2.9.2 Proses Penggilingan Bahan Baku Unit Raw Mill Bahan baku limestone, siltstone / shale, iron sand dimasukkan ke hopper yang dilengkapi dengan weight feeder. keempat material dikirim dengan belt conveyor ke bagian penggilingan yang disebut raw mill. Perbandingan keempat bahan baku tersebut yang ditimbang melalui weight feeder yaitu: 80% limestone, 18% siltstone/ shale dan 2% pasir besi yang langsung diatur dari central control room (CCR).

Gambar 2.8 Raw Mill di PT. Lafarge Cement Indonesia Raw mill merupakan silinder baja tertutup yang diputar oleh double drive motor induksi dengan kecepatan 14,5 rpm dan power 2.900 kW per motor dengan kapasitas 260 ton/ jam. Raw mill mempunyai diameter dalam shell 4,88 m dan panjang shell 15,39 m, terdiri dari tiga bagian yaitu ruang pengering drying chamber, ruang penggiling I grinding chamber I dan ruang penggiling II clasifying chamber II. Material yang masuk ke raw mill mula-mula dikeringkan didalam drying chamber, dengan menggunakan panas dari cyclone preheater pada

temperatur 3500C, yang dialirkan dengan menggunakan fan. Bila kiln dan preheater tidak beroperasi, maka digunakan pembangkit gas panas hot gas generator untuk menghasilkan udara panas. namun untuk saat ini pembangkit gas panas ini tidak difungsikan karena rusak, Penurunan kadar air mineral yang terjadi dalam drying chamber sekitar 2 – 6 %. Kemudian material masuk ke grinding chamber I yang berisi bola-bola mill ball mill yang berdiameter 90 mm, 80 mm, 70 mm dan 60 mm dengan total beratnya 110 ton. Karena adanya putaran pada raw mill, menyebabkan grinding media ball mill menumbuk material hingga halus. Material yang telah digiling kemudian menuju separator. Didalam separator material akan terpisah antara yang kasar dan yang halus, material yang telah halus akan terkumpul di cyclone separator dengan bantuan hisapan fan. Material yang kasar keluar melalui central discharge. Akibat putaran tersebut material-material yang halus dan yang kasar terpisah menjadi dua bagian. Material yang kasar jatuh ke bawah ditengah-tengah separator dan dimasukkan kembali ke dalam grinding chamber I sebanyak 35% dan 65% lagi ke grinding chamber II untuk dihaluskan kembali dengan menggunakan bola-bola mill yang berdiameter 60 mm, 50 mm, 40 mm, 30 mm dan 25 mm. Material yang dihaluskan pada grinding chamber II dihisap ke separator. Disini dipisahkan lagi antara material yang kasar dengan debu (halus), material yang telah menjadi debu akan terkumpul di cyclone separator dengan bantuan hisapan fan. Selanjutnya material halus yang berasal dari cyclone separator akan menjadi produk Raw Mill raw meal dan akan turun langsung ke air slide dan masuk ke bucket elevator untuk selanjutnya akan dikirimkan ke blending silo. 2.9.3 Blending Silo dan Proses Homogenisasi Di dalam blending silo ini material raw meal diblending hingga homogen, dengan tujuan agar keempat material bercampur dengan rata. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara yang berasal dari tiga buah compressor dibawah storage silo. Raw meal yang telah dikeluarkan dari storage silo kemudian

21

22

dibawa oleh air slide dan bucket elevator untuk selanjutnya digunakan untuk umpan kiln. 2.9.4 Proses Pemanasan, Pembakaran dan Pendinginan Unit Kiln Pada unit kiln proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi tiga tahap proses, yaitu: 1. Proses pemanasan awal preheater 2. Proses pembakaran kiln 3. Proses proses pendinginan cooler Ketiga tahap tersebut merupakan unit terpenting dalam proses pembuatan semen, karena pada unit ini terjadi reaksi-reaksi senyawa pembentuk clinker.

1.

Proses Pemanasan Awal Preheater Pada proses pemanasan awal, material yang berasal dari storage silo

dimasukkan ke kiln feed hopper, setelah melalui weight feeder dan

dengan

bantuan air slade, material masuk ke cyclone preheater. Preheater terdiri dari empat stage cyclone yang diatur secara vertikal. Pada stage I terdapat dua pasang cyclone , sedangkan pada stage II, III dan IV terdapat masing-masing sepasang cyclone, serta dilengkapi dengan sebuah calciner. Pada setiap stage dipasang cyclone ganda agar pengaturan jumlah material yang masuk ke preheater lebih mudah dan pemisahan material pada tiap-tiap stage lebih baik. Preheater berguna untuk pemanasan awal raw mill sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih mudah. Preheater terdiri dari susunan cyclone yaitu tempat terjadinya pertukaran panas antara material dengan gas panas dari kiln. Dalam perjalanan dari atas ke bawah yaitu dari kiln (process counter current). Karena menyerap panas maka sebagian material akan teruai dan menguap, dan akan melepaskan H2O dan CO2.

Gambar 2.9 Preheater kiln dengan empat tingkat cyclone PT. Lafarge Cement Indonesia Material yang berupa raw meal bersama gas panas masuk ke cyclone I. Akibat gaya dorong dari udara panas dan gaya berat dari material yang masuk melalui bagian samping cyclone maka akan membentuk spiral (pusingan), dan terjadi pemisahan antara gas dan material. Gas panas yang keluar dari cyclone I bertemperatur 300 – 4000C, sebagian dikirim ke raw mill dan sebagian lagi dikirim ke cooling tower. Selanjutnya material yang keluar dari cyclone I langsung masuk ke gas duct cyclone III pada temperatur sekitar 720 – 8050C, dan akan terus ke cyclone II. Dari cyclone II material masuk ke gas duct cycloneIII terus menuju cyclone IIkemudian ke cyclone I. sedangkan material yang melalui bagian bawah cyclone III masuk ke calciner pada temperatur sekitar 950 – 10000C. Pada cyclone I yang bertemperatur sekitar 300 – 4000C terjadi pelepasan air kristal sampai mencapai kadar air 0,3%. Pada cyclone II yang bertemperatur 600 – 6500C terjadi kalsinasi sekitar 15%. Pada cyclone III yang bertemperatur 720 – 8050C terjadi kalsinasi sekitar 24 – 25%, dan pada cyclone IV yang bertemperatur 800 – 9050C terjadi kalsinasi sekitar 85%, sedangkan kalsinasi 23

24

sempurna 100% akan terjadi di dalam rotary kiln. Kalsinasi merupakan reaksi pelepasan CO2 dari bahan baku. 2.

Proses Pembakaran Kiln Material yang keluar dari preheater dan kalsiner langsung masuk ke

rotary kiln secara perlahan-lahan untuk dilakukan pembakaran sehingga penyempurnaan reaksi kalsinasi dalam pembentukan clinker. Pembakaran material dalam rotary kiln sampai mencapai temperatur 14500C, panas ini dihasilkan dari pembakaran batu bara yang bereaksi dengan oksigen.

Gambar 2.10 Rotary Kiln PT. Lafarge Cement Indonesia Rotary kiln merupakan silinder dengan diameter 4,4 m dan panjang 68 m, diletakkan pada bidang horizontal dengan kemiringan 3,5% dan kecepatan putar max 4 rpm. Kiln dilapisi dengan batu tahan api fire brick yang berfungsi untuk menjaga ketahanan kiln dan menghalangi kehilangan panas selama terjadinya pembakaran. Secara garis besar, proses pembakaran di dalam kiln terdiri dari tiga daerah, yaitu: 1. Daerah kalsinasi (calcinacing zone), 820 – 9000 C

Kalsinasi akan sempurna di dalam kiln dengan naiknya suhu sehingga dapat menguraikan CO2. 2. Daerah pemijaran (sintering zone) 900 – 14000 C Pada daerah ini terjadi pembentukan senyawa-senyawa : C 2S2, C3A, C4AF dan C3S. 3. Daerah pendinginan cooling zone 1400 – 13000 C Daerah pendinginan terletak diujung keluar material dari kiln. Di daerah ini material mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari cooler yang masuk ke kiln.

3. Proses Pendinginan Cooler Setelah mengalami pembakaran di dalam kiln, material yang berbentuk lahar panas masuk ke grate cooler dan didinginkan secara tiba-tiba dengan menggunakan udara pendingin yang dihembuskan dari 12 buah fan. Akhirnya material akan berbentuk bulatan-bulatan keras yang disebut terak clinker.Udara hasil pendinginan clinker dipisahkan ke dalam tiga bagian yaitu: 1. Ke kiln untuk pembakaran bahan yang disebut dengan secondary air duct. 2. Dialirkan melalui tertier air duct menuju preheater. Dari preheater udara panas dilewatkan ke raw coal mill untuk pengeringan bahan baku serta ke cooling tower. 3. Dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap (chimmey), setelah disaring dengan dust colector. Tujuan dilakukan pendinginan adalah untuk quenching (penurunan temperatur secara tiba-tiba untuk terbentuknya clinkerisasi), dan juga untuk menjadikan clinker lebih rapuh sehingga mudah pada penggilingan selanjutnya. Setelah mengalami pendinginan, bongkahan terak clinker yang ukurannya besar dihancurkan dengan menggunakan breaker hammer crusher. Clinker yang telah

25

26

hancur diangkut menggunakan pan conveyor dan bucket elevator menuju tempat penyimpanan clinker clinker silo Pada kondisi operasi kiln yang tidak normal, akan menghasilkan clinker yang berkualitas rendah, ini harus dipisahkan dengan clinker yang berkualitas baik. Clinker yang berkualitas baik di tempatkan dalam clinker silo, sedangkan clinker yang berkualitas rendah ditempatkan dalam low burn clinker silo. Clinker tersebut dipakai sebagai campuran dengan clinker yang berkualitas baik. Selanjutnya clinker ini diangkut dengan menggunakan belt conveyor ke unit penggilingan semen cement mill. Sisa udara panas hasil pendinginan clinker masih mengandung debu yang sangat halus dalam jumlah banyak. Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan maka udara panas dimasukkan ke alat pemisah pasir debu yaitu bag filter Dust Colector sebelum dilepas ke atmosfer. Udara yang lebih bersih dilepaskan ke atmosfer melalui cerobong asap. Debu-debu yang terperangkap didalam dust colector dengan bantuan chain conveyor dan bucket elevator dimasukkan ke dalam clinker silo. 2.9.5 Proses Penggilingan Clinker Unit Cement Mill Proses akhir pembuatan semen

adalah penggilingan clinker yang di

campur dengan gypsum. Clinker yang berasal dari clinker silo diangkut dengan belt conveyor untuk di umpankan ke unit cement mill. Cement mill berjumlah dua buah yang bekerja dengan sistem tertutup close circuit.

Gambar 2.11 Cement Mill PT. Lafarge Cement Indonesia

Cement mill merupakan silinder baja tertutup dengan panjang shell 12,53 m, yang masing-masing diputar satu motor induksi dengan kecepatan 12 rpm. Power motor induksi yang dihasilkan cement mill adalah 2.900 kw per motor. Cement mill mempunyai ruangan, tetapi tidak mempunyai ruangan pengering dry chamber. Setiap ruangan diisi dengan grinding media dengan diameter yang berbeda. Ruang I diisi dengan ball mill yang berdiameter 70 - 90 mm sebanyak 54 ton, ruang II diisi dengan ball mill yang berdiameter 40 – 60 mm sebanyak 52 ton, Clinker pada gypsum yang diangkut ke unit cement mill ditempatkan dalam masing-masing hopper untuk diumpankan melalui weight feeder ke cement mill. Material yang digiling pada unit ini mempunyai komposisi 95 – 97 % clinker dan 3 – 5 % gypsum. Selama penggilingan temperatur dalam ruangan tersebut dipertahankan sekitar 1200 C. Penjagaan temperatur dimaksudkan agar gypsum tidak terurai karena fungsinya sebagai retarder (memperlambat) proses pengerasan semen. Jika air yang disemprotkan terlalu banyak akan menyebabkan buntu pada diafragma. Maka untuk menghindari pengumpulan dialirkan udara pendingin melalui exhaust fan. Material halus yang menjadi semen dengan bantuan Air Slide dialirkan ke cement silo. Kehalusan semen yang diperoleh sekitar 3.600 cm 2/gr (pengukuran dilakukan dengan alat blaine). 2.9.6 Pengepakan dan Pengapalan Semen dari cement silo dengan bantuan bucket elevator dan air slide dibawa ke unit pengepakan packing plant.pengeluaran semen dari cement silo dilakukan dengan cara pengontrolan valve pada unit aerasi, yaitu sistem pengeluaran dengan menggunakan hembusan udara yang berasal dari roots blower. Hembusan udara dilakukan dari bawah cement silo, hal ini untuk mempermudah pengeluaran semen.

27

28

Gambar 2.12 Proses Pengepakan PT. Lafarge Cement Indonesia Pada packing plant, semen mula-mula dimasukkan ke distribution hopper kemudian diteruskan ke chute yang mempunyai katup valve yang berguna untuk mengatur aliran semen masuk ke cement packer. Pengantongan semen diisi melalui spout yang berjumlah delapan buah yang terdapat pada cement packer. Jumlah semen yang memasuki kantong dapat diatur secara otomatis sesuai dengan kebutuhan. Semen yang telah siap dikantongkan dalam kemasan 40 kg per kantong dapat dikirim ke truck dengan memakai belt conveyor. Untuk semen curah, semen dikirim ke pelabuhan menggunakan belt conveyor. Di pelabuhan semen ditampung dalam dua buah hopper, kemudian dengan bantuan air slide dan dua buah screw pump semen dimasukkan ke kapal khusus 600 ton per jam. siklon, bejana proses, bejana bertekanan, tangki penyimpanan, dll.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab 2.docx
August 2019 56
Pt Adaro Energy Tbk.
August 2019 82
Amir3 Extdepok
October 2019 37
Amir1-extdepok
October 2019 37
Sk Tim Akreditasibaru.docx
October 2019 34
Lampiran Preparat 1.docx
November 2019 32