////////
'/.•///
BAB 2 1
PENYAKIT VASKULAR
Diagnosis Penyakit Vasl
^/ / / / / / / / / / / /
•////////// ^/ / / ^ / / / / . ' / / / /
Penyakit Pembuluh Getah Bening 1574
4
I L M U PENYAKIT DALAM
Edisi VI 2014
195 DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR Dono Antono, Rachmat Hamonangan
Penyakit vaskular meliputi spektrum yang luas dari
varises vena, atau peradangan lokal pada tungkai. Adanya
penyakit-penyakit yang melibatkan pembuluh dalam
p e m b e n g k a k a n s e l a n j u t n y a harus dapat d i b e d a k a n
sistem sirkulasi baik arteri, vena, maupun limfatik. Penyakit
penyebabnya berasal dari penyakit vena dan limfatik,
arteri koroner, penyakit arteri perifer (karotid, tungkai
trauma, peradangan atau kondisi sistemik seperti gagal
atas, renalis, mesenterika, dan tungkai bawah), aneurisma,
jantung, sirosis, sindrom nefrotik dan lainnya.
penyakit/?oynou/c/, penyakit Buerger, penyakit vena perifer, vena varikosa, trombosis vena (trombosis vena dalam dan
Penyakit Pembuluh Arteri
emboli paru), dan limfedema termasuk dalam kategori
Klaudikasio intermiten merupakan gejala utama dari
penyakit vaskular
penyakit arteri perifer pada tungkai atas dan bawah.
Cakupan spektrum yang luas berpengaruh pada
Penyakit ini sendiri merupakan jenis penyakit arteri perifer
tingginya mortalitas dan morbiditas penyakit vaskular
yang paling sering terjadi. Klaudikasio intermiten terjadi
Untuk itu, diagnosis penyakit vaskular menjadi sangat
karena peningkatan aktivitas otot yang tidak dicukupi
penting, tidak hanya pada pasien simptompatik, namun
dengan pasokan darah yang cukup. Gejala berupa rasa
terlebih pada deteksi awal penyakit vaskular sebagai
nyeri, berat, perasanan terbakar, letih, keram atau tarikan
pencegahan primer mengingat sudah
banyaknya
pada tungkai yang terkena. Gejala muncul pada berbagai
modalitas yang telah dikembangkan.
tingkat aktivitas, membaik dengan istirahat dan mengenai
Anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan
otot pada area yang divaskularisasi pembuluh darah
komponen penting dalam diagnosis penyakit vaskular
yang mengalami lesi Pada kondisi penyakit arteri perifer
dibantu dengan pemeriksaan vaskular lanjutan. Selain itu juga diperlukan pengetahuan pemeriksa dalam anatomi dan fisiologi pembuluh darah
ANAMNESIS Anamnesis
merupakan
tahapan
penting
dalam
m e n g i d e n t i f i k a s i d i a g n o s i s pada k e b a n y a k a n kasus dengan m e n g a r a h k a n pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan kebanyakan penyakit vaskular Gejala yang dirasakan pasien bergantung pada penyakit vaskular yang diderita.Pada pasien dengan penyakir arteri, gejala yang dirasakan dapat dikarenakan stenosis, sumbatan, atau terkadang aneurisma.Sedangkan penyakit vena dan limfatik harus dicurigaipada pasien denganpembengkakan.
Gambar 1. Iskemia tungkai akut
1501
PENYAKIT VASKULAR
1502
yang lebih berat, kebutuhan darah jaringan bahkan tidak
pembedahan, atau adanya riwayat trombosis vena pada
tercukupi pada saat istirahat, menyebabkan kondis yang
keluarga dapat membantu diagnosis. Pada 30% pasien
disebut iskemia tungkai kritis. Gejala yang dirasakan
dengan trombosis vena dalam, akan berlanjut menjadi
berupa nyeri persisten khususnya pada bagian akral.
insufisiensi vena kronik dengan gejala edema unilateral
Pada iskemia tungkai akut, terjadi oklusi total pembuluh
atau bilateral disertai dengan hiperpigmentasi, nyeri, gatal
arteri yang dapat dikarenakan embolime atau trombosis
atau ulkus yang membaik dengan peninggian posisi kaki.
lokal. Gejala muncul terutama pada area di mana tidak
Pada beberapa pasien, gejala diperberat dengan aktivitas
terdapat pembuluh arteri kolateral menimbukan gejala
sehingga disebut dengan klaudikasio vena.
5P - pain (nyeri), pallor (pucat), poikilotermia, parestesia dan paralisis.
Pembengkakan juga muncul pada pasien limfedema. Pembengkakan bersifat unilateral meskipun kadang dapat
Gambaran penyakit arteri perifer lainnya bervariasi.
terjadi bilateral. Kondisi lebih sering terjadi pada usia muda
Pasien dapat mengeluhkan adanya nyeri epigastrik post
(anak-anak dan remaja). Adanya infeksi kuli berulang,
pada
limfangitis, filariasis, trauma, keganasan, dan radiasi
penyakit arteri mesenterika. Adanya hipertensi refrakter
atau pembedahan pada limfonodi merupakan faktor
pada pasien berusia kurang dari 30 atau lebih dari 55
predisposes penting dalam mendiagnosis limfedema.
prandial yang merambat sampai ke punggung
tahun yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi mengarahkan diagnosis penyakit arteri renalis.Penyakit arteri karotis dapat berupa kelainan yang sementara seperti pada serangan iskemik transien (TIA) ataupun menetap seperti pada stroke.
P E M E R I K S A A N FISIS Seperti pada pemeriksaan komprehensif pada umumnya,
Penyakit vaskular dapat m e m b e r i k a n g a m b a r a n
tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi dan
vasospastik, di mana terjadi spasme pada pembuluh arteri
frekuensi pernafasan harus diperiksa.Tekanan darah harus
yang dapat disebabkan primer maupun karena penyakit
diukur di kedua lengan dalam posisi supinasi, duduk dan
tertentu seperti vaskulitis. Gangguan yang paling sering
berdiri. Kondisi umum, simetrisitas dan adanya perubahan
ditemukan adalah fenomena Raynaud.
Pada fenomena
wujud kulit dan edemajuga harus diamati. Warna kulit dan
didapatkan kepucatan atau sianosis pada jari
temperatur dapat memberikan tingkat keparahan perfusi
jari dila mendapatkan paparan suhu dingin. Jari tangan
tungkai, untuk itu tangan kaki dan jari-jari sebaiknya
merupakan area tersering, diikuti dengan jari kaku dan
diperiksa dengan sekasama. Edema dapat diamati secara
Raynaud,
lebih jarang dapat terjadi pada lidah, hidung dan cuping
unilateral pada kondisi trombosis vena dalam, insufisiensi
telinga. Nyeri dapat dirasakan pasien bila terjadi iskemia.
vena kronis dan limfedema.
Kondisi ini akan membaik dengan penghangatan. Bentuk
Ulkus dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
lain kelainan vasospastik antara lain akrosianosis, pernio,
arteri obstruktif atau emboli dan bersifat iskemik dengan
dan sindrom nyeri regional kompleks.
bentuk kecil, bulat, pucat, berbatas tegas dan sangat
Penyakit Pembuluh Vena dan Limfatik
tungkai (ujung jari-jari dan tumit) dan memiliki ukuran
Trombosis vena dalam dapat muncul dengan gejala
yang bervariasi. Ulkus diabetikum bersifat neurotropik dan
nyeri.Ulkus iskemik biasanya terletak pada area distal
pembengkakan yang seringknya bersifat unilateral.Rasa tidak nyaman dapat muncul. Faktor risiko dari trombosis seperti adanya periode imobilitas, kanker,trauma.
terjadi pada area yang terdapat kalus, penonjolan tulang dan area yang terpapar trauma ringan seperti gesekan. Tanpa penanganan, ulkus dapat berkembang menjadi gangren di mana area jaringan menjadi mati, berwana hitam dan lembab. Palpasi dilakukan dengan memeriksa pulsasi pada tungkai atas dan bawah. Adanya asimetrisitas, penurunan intensitas dan melemahnya nadi dapat mengarahkan pada penyakit arteri perifer. Pulsasi yang melompat lompat dapat mengarahkan pada diagnosis insufisiensi aorta. Pulsasi yang melebar dapat menunjukkan adanya aneurisma. Pada kondisi arteri yang mengalami stenosis, terkadang dapat dirasakan adanya thrill pada arteri, dan bila dilakukan auskultasi dapat ditermukan adanya bruit. Pemeriksaan Allen
Gambar 2. Edema pitting unilateral pada pasien dengan trombosis vena dalam
dilakukan untuk menentukan
kondisi arkus palmaris. Pada 5-10% populasi dan pasien dengan beberapa penyakit jaringan ikat, tromboemboli
DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR
1503
dan vasculitis seperti tromboangitis obliterans pemeriksaan
lutui pasien dan secara paksa mendorong pergelangan
ini akan positif. Pemeriksaan dilakukan dengan menekan
kaki ke posisi dorsofleksi. Adanya nyeri betis dengan
arteri ulnaris dan radialis sampai tangan pasien menjadi
maneuver ini, menandakan adanya trombosis pada venda
pucat kemudian melepascan salah satu arteri selama 1
dalam. Pemeriksaan ini sudah sering ditinggalkan karena
denyutan. Pada orang normal, warna tangan akan kembali
dianggapp tidak reliabel, tidak sensitif dan spesifik.
seperti sebelumnya, sedangkan pada pasien dengan arkus palmaris yang inkomplit atau terganggu, warna tidak kembali atau hanya kembali sebagian.
Gambar 3. Pemeriksaan Allen
Manuver Thoracic
Outlet
dilakukan pada pasien
Gambar 5. Tanda Homan
dengan sindrom thoracic outlet yang merupakan kondisi adanya penekanan pada komponen neurovaskular ketika keduanya keluar dai rongga dada dan dapat mengenai komponen pleksus brakialis dan arteri/vena subklaivia dan aksila. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa denyut nadi arteri radialis dan auskultasi arteri subklavia pada fossa supraventrikulan Manuver dinyatakan positif bila terdapat bruit subklavia diikuti dengan hilangnya denyut pada arteri radialis. Beberapa maneuver yang bisa dilakukan Antara lain maneuver Adson, dan
Costoclavicular
Hiperabduction.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Beberapa metode pemeriksaan penunjang
dapat
digunakan sebagai lini pertama dalam penapisan penyakit vaskular antara lain pemeriksaan fisiologis dalam bentuk pemeriksaan tekanan segmenral, pengukuran volume nadi (pletismografi), dancontinous
wave Doppler,
serta
ultrasonografi dupleks. Pemeriksaan tekanan segmental dapat digunakan untuk m e m b a n t u d i a g n o s i s p e n y a k i t arteri perifer dengan menunjukkan ketinggian dan jangkauan obstruksi terlebih bila digunakan bersama dengan plaetismografi (pengukuran volume nadi). Pengukuran dilakukan dengan mengukur terkanan darah tungkai pada posisi supinasi dengan spigmomanometer dibantu dengan instrumen Doppler
Cuff diposisikan pada proksimal arteri yang
diperiksa dan tekanan sistolik m a s i n g - m a s i n g arteri dibandingkan. Pemeriksaan dilakukan pada tungkai atas dan bawah kanan dan kiri. Perbedaan tekanan arteri yang sama pada kanan dan kiri yang melebihi ZOmmHg mengindikasikan adanya stenosis pada tekanan yang lebih rendah. Ankle Brachial Index (ABI) dapat diukur dengan membagikan terkanan pergelangan kaki dengan tekanan arteri brakialis. Nilai ABI normal berkisar 1,0-1,4. Nilai ABI <0,9 merupakan penanda diagnosis penyakir arteri perifer Gambar 4. Manuver thoracic outlet
tungkai bawah yang cukup baik dengan sensitivitas 96100%danspesifisitas79-95%.Nilai ABI > 1.4 menunjukkan adanya kekakuan vasklar [vascular
stiffness).
Salah satu pemeriksaan tradisional dalam membantu mengarahkan pada diagnosis trombosis vena dalam adalah
Tekanan darah pergelangan kaki (mmHg)
tanda Homan.Pemeriksaan dilakukan dengan menekuk
Tekanan darah brakialis tertinggi (mmHg)
PENYAKIT VASKULAR
1504
Pletismografi dapat digunakan bersama d e n g a n s p i g m o m a n o m e t e r pada pengukuran tekanan darah
ultrasonografi juga beragam (46-86%) dalam mendeteksi sternosi arterial.
segmental. Ptetismografi digunakan untuk mengukur perubahan volume pada setiap segmen tungkai. Bentuk gelombang nadi dapat dievaluasi untuk menilai ada tidaknya penurunan volume darah akibat stenosis arteri. Bentuk gelombang volume nadi yang normal dimaulai dengan upstroke yang tajam diikuti dengan dengan adanya takik dicrotic.
downstroke
Adanya stenosis akan
m e n g u b a h kontur menjadi s e m a k i n datar. S e b e l u m digeseroleh Duplex ultrasound, ptetisimografi merupakan pemeriksaan nonivasif yang paling sering digunakan
Gambar 7 Gambaran Doppler pada pasien dengan stenosis arteri femoralis superfisial menunjukkan adanya stenosis yang dibuktikan dengan angiografi
dalam diagnosis trombosis vena dalam. Pemeriksaan dupleks pada vena eksremitas dapat mengevaluasi adanya trombosis pada vena dalam secara non invasif. Pada g a m b a r a n n o r m a l , vena memiliki dinding yang tipis dan luman yang bebas ekoik. Dalam p e m e r i k s a a n , ada 4 hal y a n g harus dinilai yaitu (1) Variasi pada fase respirasi, di mana aliran darah vena akan menurun selama inspirasi dan meningkar selama ekspirasi pada ekstremitas bawah dan sebaliknya pada ekstremitas atas; (2) Peningkatan dengan penekanan distal, kecepatan aliran darah akan meningkat dengan penekanan pada distal ekstremitas dan pelepasan penekanan pada Gambar 6. Pencatatan volume nadi. Gelombang normal memiliki fitur tanjakan tajam, takik dikrotik dan periode diastasis. Keabnormalitasan menunjukkan hilangnya fitur-fitur tersebut
proksimal ekstremitas; (3) Aliran darah selalu mengarah ke jantung; dan (4) Variasi dengan maneuver valsava, di mana dengan melakukan valsava, akan meningkatkan aliran darah pada ekstremitas bawah dan sebaliknya menurunkan aliran darah pada ekstremitas atas. Adanya ketidaknormalan pada salah satu penilaian menunjukkan
PEMERIKSAAN
adanya gangguan pada sistem vena
PENCITRAAN
Pemeriksaan Ultrasonografi Ultrasonografi adalah salah satu modalitas pencitraan vaskular yang reliable.
Ultrasonografi bekerja dengan
memancarkan gelombang yang akan
memantui
bertanggung dari kepadatan objek dan memberikan g a m b a r a n j a r i n g a n . Ultrasonografi dapat m e m b a n t u dalam menegakkan diagnosis anurisma aorta abdominal, stenosis arteri renalis, penyakit arteri perifer Hal terpenting dari ultrasonografi vaskular adalah untuk menentukan kecepatan aliran darah dalam pembuluh. Adanya gangguan
Gambar 8. Gambaran Doppler pada pasien dengan trombosis vena dalam menunjukkan gambaran trombus pada vena poplitealyang menyebabkan oklusi total
pada dinding pembuluh akan menyebakan perubahan
Beberapa pemeriksaan invasif dapat digunakan untuk
kecepatan aliran serta terjadinya turbulensi pada aliran
membantu m e n e g a k k a n diagnosis penyakit vaskular
y a n g n o r m a l n y a laminar, s e h i n g g a
memungkinkan
b e b e r a p a di a n t a r a n y a a d a l a h Magnetic
pemeriksa untuk mendeteksi dan menilai adanya stenosis
Angiography
pada pembuluh serta merencanakan terapi. Kekurangan
(CTA) dan Angiografi.
(MRA), Computed
Tomography
Resonance Angiography
dari ultrasonografi adalah adanya gambaran artifak yang kadang terjadi. Adanya objek padat seperti kalsifikasi pada dinding pembuluh darah akan mengganggu gambaran
PEMERIKSAAN
MRA
jaringan yang lebih dalam. Ultrasonografi j u g a hanya bersifat fokal dan tak dapat menunjukkan keseluruhan
Magnetic
proses patologis yang terjadi bersamaan. Sensitivitas
pencitraan dalam m e m p e r o l e h g a m b a r a n p e m b u l u h
Resonance
Angiography
(MRA) adalah teknik
DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR
1505
darah menggunakan teknologi pencitraan magnetik.
P E M E R I K S A A N CTA
Pemeriksaan MRA didasarkan pada properti magnetik dasar pada jaringan manusia dan pemanfaatan propertk ini
Dalam perkembangannya, CT telah banyak digunakan
sebagai kontras jaringan. Pencitraan MRA berfokus pada
dalam diagnosis penyakit vaskular Computed
pergerakan darah dalam pembuluh darah dan menhiraukan
Angiography
jaringan yang tidak bergerak. Teknik ini bermanfaat dalam
terakhir sebagai modalitas pencitraanpada banyak kondisi
penatalaksanaan komponen-komponen vaskular seperi
n e u r o v a s k u l a r t e r m a s u k d a l a m m e n g e v a l u a s i arteri
aorta dan pemmbuluh arteri perifer MRA dibandingkan
karotis, stroke iskemik dan perdarahan, kelainan vaskular
dengan ultrasonografi memiliki sensitifitas dan spesifisitas
intrakranial dan trauma kranioservikal. Meskipun memiliki
Tomographic
{CTA) sudah banyak digunakan pada dekade
yang lebih tinggi (84% dan 97%) dalam mendeteksi
beberapa keterbatasan dalam adanya artifak, namun CTA
stenosis pada segmen-segmen arteri.Keunggulanlain MRA
terbukti mampu diterima sebagai salah satu pemeriksaan
adalah tidak diperlukannya penggunan kontras. Meskipun
penunjang yang bermanfaat. CTAjuga bila dibandingkan
demikian, beberapa kekurangan MRA perlu diperhatikan
dengan pemeriksaan ultrasonografi dan MRA memiliki
antara lain kondisi pasien yang harus dalam keadaan diam
sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi y a n g
dalam hitungan menit, serta keberadaan klip ataupun alat
mendekati 99%. Beberapa studi telah membandingkan
pacu jantung pada pasien yang merupakan kontraindikasi
CTA dengan modalitas lainnya, dan mendapatkan bahwa
dilakukannya MRA. Serta adanya turbulensi dalam aliran
CTA merupakan modalitas yang sensitif dan spesifik
darah dapat mempengaruhi hasil MRA
untuk kebanyakan kelainan vaskular dengan diameter
Beberapa waktu ini, telah dikenalkan Contast
Enhanced
MRA (CE-MRA).Modalitas pencitraan ini menggunakan Gadolinium sebagai kontras untuk
mempertajam
luman >2mm.Pemeriksaan CT pada pasien j u g a akan memaparkan pasien pada radiasi ionisasi yang cukup tinggi.
pencitraan dan meminimalisis kelemahan yang ada pada
CT juga memiliki manfaat dalam diagnosis penyakit
MRA.Dengan CE-MRA, hasil pencitraan yang reliabel
vena. CT venografi memiliki spesifisitas dan sensitivitas
dapat diperoleh dalam berbagai kondisi aliran darah
yang tinggi pada pasien degnan trombosis vena dalam
dalam pembuluh.
bila dibandingkan dengan ultrasonografi
Gambar 10. Pemeriksaan CT angiografi menunjukkan adanya stenosis pada arteri iliofemoral kanan, femoropopliteal, pada dan krural Angiografi Angiografi kontras menlalui kateter masih merupakan metode standar dalam mendiagnosis penyakit-penyakit vaskular Angiografi mampu dengan baik memberikan informasi struktur dan fisiologi pembuluh darah dan terapi terbaik yang dapat diberikan. Karena sifatnya yang invasif, harus dipertimbangkan beberapa komplikasi antrara lain yang terkait area akses angiografi, komplikasi sistemik dan komplikasi yang d i k a r e n a k a n kateter.Komplikasi pada akses vaskular meliputi terjadinya hematoma, perdarahan retroperioneal, formasi pseudoaneurisma, infeksi, dan yang paling sering, Gambar 9. Pemeriksaan CE-MRA menggunakan Gadolinium menunjukkan oklusi arteri femoropopliteal bilateral
perdarahan. Komplikasi sistemi erat kaitannya dengan alergi dan reaksi anafilakti, serta neftotoksisitas yang dipicu penggunaan kontras. Penggunaan kateter dalam
1506
teknik ini juga meningkatkan risiko terjadinya ateroemboli karena dapat mengganggu plak aterosklerosis yang sudah ada.
Gambar 11. Gambaran angiografi dengan kateter pada pasien menunjukkan stenosis arteri renalis bilateral
REFERENSI AbuRahma A F , Bergan JJ. Noninvasive Vascular Diagnosis, A Pratical Guide to Therapy, 2"^' ed. London: Springer-Verlag; 2007. Al-Qaisi M, Nott D M , King D H , Kaddoura S, Hamady M. Imaging of Peripheral Vascular Disease. Medical Imagin 2009;2: 2534 Creager M A , Beckman, JA, Loscalzo J. Vascular Medicine, A Companion to Braunv^'ald's Heart Disease, 2"'' ed. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2013. Fleischmann D, Hallett R L , Rubin G D . C T Angiography of Peripheral Arterial Disease. J Vase Interv Radiol 2006; 17:326 Mohler ER, Gerhard-Herman M, Jaff MR. Essential of Vascular Laboratory Diagnosis. Massachusetts: Blackwell; 2005. Mansour MA, Labropoulos N, Vascular Diagnosis. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2005. Schaberle W. Ultrasonography in Vascular Diagnosis. New York: Springer-Verlag; 2011.
PENYAKIT VASKULAR
196 ANEURISMA AORTA Refli Hasan
PENDAHULUAN Aorta adalah pembuluh darah arteri yang terbesar, dan membawa darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh, melalui cabang-cabang arteri. Aorta keluar dari ventrikel kiri memanjang mulai dari katup aorta di dada ke abdomen, kemudian bercabang menjadi arteri iliaka komunis. Sepanjang perjalanannya aorta secara anatomi dibagi menjadi aorta torakalis (komponen dada) dan aorta abdominalis (komponen perut). Selanjutnya aorta torakalis terbagi menjadi segmen ascending
(terdiri
dari aortic root, sinus valsava, segmen tubular), arcus (terdiri dari p e m b u l u h - p e m b u l u h darah besar), dan descending. suprarenal
Aorta abdominalis terbagi menjadi segmen dan infrarenal,
(Gambar 1 ) .
AORTA Dinding aorta sangat elastis, dan secara normal dapat meregang dan kemudian menyusut kembali sesuai yang diperlukan, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah. Pada orang dewasa diameter pangkal aorta sekitar 3,0 cm, 2,5 cm pada bagian yang menurun di toraks, 1, 8-2,0 cm pada abdomen. Dinding aorta terdiri dari tunika intima yang tipis, tersusun dari endotel, jaringan ikat sub-endotel, dan lamina elastika interna; tunika media yang tebal, tersusun dari sel-sel otot polos, dan matriks ekstraselular; dan tunika adventisia yang secara umum
karena adanya sifat-sifat biomekanis jaringan elastin dan
tersusun dari jaringan ikat (Gambar 2).
kolagen pada tunika media dan tunika adventisia.
Aorta mempunyai peranan untuk mentransmisikan
Aorta melebar pada saat sistole untuk memungkinkan
tekanan darah arteri yang berpulsasi ke seluruh titik
menampung porsi stroke volume, dan rekoil (mengecil)
cabang arteri, hal ini bergantung kepada kemampuan
selama diastole menyebabkan darah berkesinambungan
aorta sebagai saluran yang elastis. Oleh karena itu dinding
mengalir ke perifer Akibat secara terus-menerus terpapar
aorta memiliki gaya peregangan terhadap siklus perubahan
tekanan yang berpulsasi dan regangan, menyebabkan
bentuk, resisten terhadap kerusakan struktur, dan juga
aorta rentan terhadapjejas dan penyakit, sehingga dapat
mempunyai daya tahan. Kemampuan ini dimungkinkan
terjadi aneurisma. 1507
PENYAKIT VASKULAR
1508
menjadi penyebab kematian ke-15 pada individu di atas usia 65 tahun. Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) adalah bentuk a n e u r i s m a aorta y a n g paling sering d i j u m p a i , AAA mengenai 3%-9% pada pria usia di atas 60 tahun. Ruptur aneurisma ini menyebabkan kematian sekitar 15. 000 orang per-tahun di Amerika Serikat. Hampir seluruhnya timbul di aorta infra-renal, lebih dari 10% terdapat di aorta pararenal atau aorta viseral. Prevalensi AAA 5 kali lebih tinggi pada pria dibanding wanita, dan insidensinya berkaitan dengan faktor usia, yang secara umum terjadi diatas usia 60 tahun. AAA j u g a berkaitan erat dengan rokok. Perokok dan mantan perokok memiliki risiko 5 kali lebih besar dibandingkan yang tidak merokok. Faktor risiko lain meliputi emfisema, hipertensi, hiperlipidemia dan lebih dari 20% penderita AAA memiliki riwayat keluarga dengan aneurisma aorta. A n e u r i s m a A o r t a T o r a k a l i s (AAT) lebih s e d i k i t kejadiannya dibanding AAA, dengan perkiraan insidensi 5. 9-10. 4 penderita aneurisma baru per-100. 000 orang per-tahun. Pada pasien-pasien dengan AAT degeneratif Gambar 2. Dinding Aorta, I: Tunika Intima, M : Tunika Media, A : Tunika Adventisia
diagnosa umumnya diketahui pada dekade keenam dan ketujuh dari kehidupan. AAT dapat melibatkan arkus, ascending dan/atau aorta descending. Aorta ascending yang paling umum (60%), descending (35%) dan arkus
DEFINISI
(<10%).
Aneurisma didefinisikan sebagai dilatasi patologis suatu
dinding aorta juga meningkat, risiko untuk ruptur dan
segmen pembuluh darah. Aneurisma melibatkan ketiga
diseksi aorta juga meningkat. Untuk AAT dengan diameter
lapisan dinding pembuluh darah, dimana dinding aorta
dibawah 4 cm, rata-rata kejadian ruptur atau diseksi lebih
Sejalan dengan pembesaran aneurisma, tekanan pada
intak, tapi berdilatasi, dan hal ini yang membedakannya
kecil dari 3%/tahun. Untuk AAT dengan diameter lebih dari
dari pseudoaneurisma {false aneurysms),
6 cm, perkiraan ruptur atau diseksi adalah 6. 9%/tahun,
yaitu adanya
lesi yang timbul akibat perdarahan melalui dinding
dengan keseluruhan angka mortalitas 1 1 . 8%/tahun.
aorta, menimbulkan hematoma periaortik yang dapat disebabkan oleh trauma, atau ulkus penetrasi. Istilah aneurisma aorta mengacu kepada segmen
PATOGENESIS
patologis dari dilatasi aorta yang memiliki kecendrungan untuk berkembang dan ruptur Perkembangan dari dilatasi
P e m a h a m a n akan patogenesis dari aneurisma aorta
aorta yang dapat dianggap sebagai suatu aneurisma
(AA) akan bermanfaat untuk studi lebih lanjut guna
masih diperdebatkan, kecuali satu kriteria yaitu adanya
pengembangan pedoman penatalaksanaan.
p e n i n g k a t a n d i a m e t e r s e d i k i t n y a 5 0 % lebih b e s a r
The Vascular Biology Research Program of the National
dibandingkan terhadap nilai ekspektasi untuk segmen
Heart,
aorta yang sama, pada individu normal dengan umur dan
menyimpulkan patogenesis aneurisma aorta abdominalis
jenis kelamin yang sama.
dalam 4 tahapan:
EPIDEMIOLOGI
Lung and Blood
Institute
(Wasseff et al, 2001)
1.
Degradasi proteolitik dinding aorta
2.
Inflamasi dan respons imun
3.
Stres biomekanik dinding aorta
4.
Faktor genetik
Aneurisma aorta jarang dijumpai pada ras afrika-amerika, asia dan pada orang-orang keturunan hispanik. Data
D e g r a d a s i Proteolitik D i n d i n g A o r t a
terbaru dari Centers for Disease Control and
Integritas dinding aorta tergantung pada keseimbangan
menunjukkan bahwa penyakit aneurisma
Prevention menjadi
remodeling dari matriks ekstraselular (ECM), terutama
penyebab kematian ke-18 dari semua individu, dan
sekali elastin, kolagen dan sel otot polos vaskular (VSMCs).
ANEURISMA AORTA
Pembentukan aneurisma mengikutsertakan
1509
proses
dan ECM. Hasil dari respons inflamasi meningkatkan
kompiek pengrusakan media aorta melalui degradasi
pengeluaran molekul adesi, growth factors,
elastin dan kolagen. Elastin merupakan komponen utama
kemokin, yang memfasilitasi pengumpulan dan aktivasi
sitokin dan
tunika media, protein lamelar ECM yang mengandung
lokal dari sel-sel inflamasi dan remodeling matriks. Selain
monomer tropoelastin larut. Pembentukan elastin oleh
itu, sel-sel imun (makrofag, sel mass, limfosit T dan B,
V S M C s berhenti saat p e n d e r i t a d e w a s a , karena itu
netrofil, VSMCs dan fibroblas adventisial) memproduksi
elastin memiliki waktu paruh 40-70 tahun. Hal ini dapat
sitokin dan enzim, merangsang reaksi inflamasi, degradasi
menjelaskan predisposisi usia tua untuk terbentuknya AA.
matriks ekstraselular, dan neovaskularisasi. Inflamasi
Normalnya lebih dari 9 9 % elastin di arteri dijumpai dalam
vaskular merupakan proses produksi pengumpulan subtipe
bentuk insoluble cross-linked yang dapat meregang hingga
leukosit aktif ke dinding pembuluh darah, merangsang
70% dari panjang awal. Kolagen merupakan komponen
interaksi kompiek dengan sel di vaskular dan ECM. Poses ini
utama pada tunika adventitia dan dijumpai lebih sedikit
dimulai dan diperhebat oleh sekresi lokal dari molekul adesi,
pada media. Kolagen berperan penting untuk kekuatan dan
faktor kemotaktik dan sitokin, yang mana tanda proses ini
ketahanan dinding arteri. Berbeda dengan elastin, kolagen
terjadi berupa kerusakan vaskular dan diakibatkan oleh
disintesis selama hidup, karena itu kandungan kolagen
peptida vasoaktif (Angiotensin II), ligand CD40, kolesterol
mempresentasikan efek sintesis dan degradasi. VSMCs
teroksidasi, dan produk akhir glikasi.
membentuk elemen penting dan menghasilkan mediator yang berperan dalam penyakit AA dengan memproduksi TGF-betal, ECM dan proteolisis inhibitor Kepadatan VSMC tergantung pada usia, jenis kelamin dan lokasi dari nonaterosklerosis aneurisma. Apoptosis VSMC dihubungkan dengan penebalan fibrous cap, pembesaran inti nekrosis, kalsifikasi plak, ekspansi medial dan degenerasi, hancurnya elastin, dan gagalnya remodeling. Terjadinya a n e u r i s m a m e n g i k u t s e r t a k a n
Angiotensin II (Ang II) merupakan peptida efektor utama dalam sistem renin-angiotensin. Selain sebagai vasokonstrlktor yang poten, Ang II merangsang aktivitas pro-inflamasi pada dinding vaskular, merangsang produksi sitokin inflamasi, molekul adesi, dan pembentukan reactive oxygen species (ROS), menghasilkan akumulasi makrofag, diferensiasi miofibroblas, dan dilatasi aorta terlokalisasi yang diikuti diseksi.
proses
Pada p e n e l i t i a n S a t o h dan k a w a n - k a w a n
pada
k o m p l e k s p e n g r u s a k a n l a p i s a n m e d i a dan l a m i n a
aneurisma aorta abdominal, dikaitkan dengan peran
aorta melalui degradasi elastin dan kolagen. Hal ini
Siklopilin A. Siklopilin A adalah suatu peptidyl-prolyl
menyebabkan menurunnya kekuatan dinding aorta yang
isomerasi A, dikenal sebagai imunophilins. Suatu reaktif
dapat mengarah menjadi aneurisma. Pembentukan AAA
oksigen yang dapat memicu aktivasi MMP2 yang pada
secara in vivo menunjukkan adanya peranan berbagai
akhirnya akan mengakibatkan terjadinya aneurisma aorta
protease, termasuk serin protease dan cathepsins. Model
(Gambar 3).
ini, sebagaimana studi pada jaringan aorta manusia, menduga peran penting dari matrix metalloproteinase (MMP) yang berasal dari makrofag dan sel otot polos aorta dalam pembentukan aneurisma. M M P , juga dikenal dengan matriks metallopeptidase,
Stres Biomekanik Dinding A o r t a Patobiologi dari AA diduga melalui proses multifaktorial, termasuk proses biologi, biomekanik, dan biokimia. Peran dari faktor biomekanik pada patobiologi AA sangat sedikit
atau, matriksins, tergabung dalam keluarga zinc
diketahui. Secara umum dianggap bahwa AAA dapat
endoproteinase. MMP dijumpai pada berbagai organisme,
terus membesar, diseksi dan bahkan berpotensi ruptur
mulai dari bakteri dan t a n a m a n , hidra dan c a c i n g ,
saat stress pada dinding melewati kekuatan dinding.
sampai manusia. Selama proses aneurisma aorta,
Tekanan y a n g disebabkan oleh cairan pada dinding
keseimbangan remodeling dinding aorta terutama
arteri dibagi tiga: (1) tekanan hidrostatik, (2) peregangan
degradasi elastin dan kolagen, mengarah ke perlemahan
sirkumferensial menyebabkan tekanan longitudinal, dan
dinding aorta dan dilatasi aneurisma. MMP memainkan
(3) stres akibat aliran darah.
peran penting dalam kontrol inflamasi, terutama dalam hal rusaknya dinding aorta. Inhibisi farmakologi dari MMP menggunakan tissue inhibitor of metalloproteinases ( T I M P s ) dan a l f a Z m a k r o g l o b i n m e n u n j u k k a n d a p a t menekan pembentukan aneurisma pada hewan.
Walaupun rupturdianggap sebagai ketidakseimbangan antara stress dinding dengan kekuatan dinding, pengukuran kekuatan dinding yang akurat secara in vivo tidak memungkinkan. Oleh karena itu, penilaian stress pada dinding kemungkinan tidak berguna untuk memperkirakan risiko ruptur tanpa mengetahui kekuatan
Inflamasi dan Respons Imun
dinding. Bagaimanapun juga, dengan
Respons inflamasi vaskular melibatkan interaksi kompiek
perkembangan pasien dan menilai tekanan pada dinding
mengikuti
antara sel inflammasi (limfosit, monosit, makrofag, netrofil),
aorta mungkin dapat berguna untuk menilai stabilitas
sel vaskular endotelial, V S M C s , fibroblas adventisial
dari aneurisma.
PENYAKIT VASKULAR
1510
Matriks Spesies A-^okgigen reaktif
Angiotensin
reaktif
—
Siklofilin A — ^ , Ma^fs ^^^^tf 4 ^;>\metaloproteinase-2 ^ matriks
Apoptosis polos
sel-sel otot polos
Gambar 3. Angiotensin I I , Siklopillin A ( cyclophillin A ) dan terjadinya aneurisma aorta abdominal
Faktor Genetik
pembuluh darah yang lain. Proses aterosklerosis yang
Riwayat keluarga diketahui sebagai faktor risiko untuk
meliputi proses akumulasi leukosit, proses pembentukan
terjadinya AAA. Diperkirakan sekitar 15% pasien AAA
foam cell, proses evolusi plak, dan plak yang tidak stabil
memiliki riwayat keluarga. Analisa hubungan genetik
atau plak ruptur. Proses aterosklerosis ini t e r u t a m a
keluarga dengan AAA diidentifikasi pada dua lokasi yang
merusak tunika intima, yang disebut atheroma atau
dapat menyebabkan AAA. Lokasinya yaitu pada kromosom
atheromatous atau plak fibropatty', yang masuk ke lumen
19q13 dan 4 q 3 1 . Ada banyak kandidat gen pada dua
arteri dan melemahkan tunika media, yang berkaitan
regio ini yang dapat dihubungkan dengan pembentukan
dengan kalsifikasi.
AAA, namun tidak satupun polimofisme genetik atau defek teridentifikasi secara positif berhubungan dengan pembentukan AAA.
P r o s e s N e k r o s i s Kistik M e d i a l Istilah nekrosis kistik medial {cystic
medial
necrosis)
dikemukakan pertama kali oleh Erdheim pada tahun 1930, dalam penelitiannya terkait sindrom Marfan. Nekrosis kistik ETIOLOGI Etiologi dari a n e u r i s m a a o r t a diantaranya adalah : 1.
Degeneratif (aterosklerosis): usia, riwayat merokok c e r u t u , j e n i s kelamin laki-laki, riwayat keluarga aneurisma aorta, hiperkolesterol
2.
Nekrosis kistik medial: sindrom marfan, sindrom Ehlers-
3.
Diseksi aorta kronis
4.
I n f e k s i : sifilis, tuberculosis
5.
Trauma
Danlos tipe IV, riwayat keturunan, katup aorta bicuspid
Proses Degeneratif (Aterosklerosis) Proses aterosklerosis memegang peranan utama pada kerusakan aorta, dimana proses ini dapat juga terjadi pada
medial {cystic medial
necrosis)
adalah suatu gambaran
histopatologik yang menjelaskan proses degenerasi dari kolagen dan jaringan elastin pada tunika media aorta, dan hilangnya sel medial yang diganti dengan bahanbahan mukoid. Umumnya proses nekrosis ini terjadi pada proksimal aorta, yang mengakibat kelemahan lingkar dan dilatasi dinding pembuluh darah. Kejadian ini sering terjadi pada pasien dengan sindrom Marfan dan Ehlers-Danlos tipe IV. Faktor genetik yang berperan pada sindrom Marfan dan Ehlers-Danlos tipe IV adalah mutasi dari gen yang menyandi fibrilin-1 dan prokolagen tipe III. Ditemukan adanya lokus pada kromosom 5q13-14, 11q23. 3-q24, dan 3p24-25. Sindrom lain yang terkait adalah sindrom LoeysDietz, dengan mutasi genetik receptor TGF-B (TGFBR1 dan TGFBR2).
ANEURISMA AORTA
1511
Faktor Diseksi A o r t a K r o n i s Proses diseksi aorta yang melemahkan dinding aorta, dapat berlanjut ke dilatasi dinding aorta. Hal ini perlu pemantauan ketat secara teratur dengan alat pemeriksaan penunjang trauma. Sedangkan trauma yang dimaksud adalah trauma benda tajam atau tumpul pada dada, khususnya aorta desenden dekat insersi ligamentum arteriosum. Faktor Infeksi d a n Vaskulitis Faktor infeksi yang berperan adalah penyakit sifilis, penyakit tuberkulosis dan infeksi lainnya. Aneurisma aorta pada Penyakit sifilis ditemukan 9 0 % di daerah aorta asending atau arkus aorta. Proses yang terjadi adalah proses inflamasi pada periaorta dan mesoaorta jaringan elastin, sehingga dinding aorta akan menipis dan melemah. Sedangkan proses spesifik tuberkulosis berasal dari infeksi langsung dari kelenjar getah bening hilus terinfeksi, atau abses di hilus. Dapat juga karena kerusakan elastik dari dinding aorta akibat dari proses dektruksi granulomatosa pada dinding medial. Infeksi lainnya bisa disebabkan oleh bakteri stafilokokus, streptokokus,
Gambar 4a. A : Aorta Normal, B : AAT, C: AAA.
salmonella atau infeksi j a m u r Umumnya ditemukan kultur darah yang positif. Vaskulitis yang berkaitan dengan aneurisma aorta adalah penyakit Takayasu arteritis, giant cell arteritis, dan proses inflamasi spondyloartropati. Penyakit Takayasu ini umumnya menyerang wanita, usia rata-rata 29 tahun, umumnya menyerang aorta di luminal. Penyebabnya masih belum diketahui. Sedangkan giant cell arteritis selain menyerang arteri di temporal atau
Intima
cranial juga dapat menyerang aorta dan mengakibatkan
' I Sakular Fusiformis i ' 1 ' Aneurisma sejati
aneurisma. Spondyloartropati misalnya adalah ankylosing spondylitis terkait dengan inflarnasi pada jaringan yang
Aneurisma palsu
kaya fibrilin-1.
KLASIFIKASI Aneurisma diseksi
Aneurisma aorta dapat diklasifikasikan atas fusiform atau saccular. Aneurisma fusiform adalah yang paling umum ditemui, ditandai oleh pelebaran simetris secara
Gambar 4b. True aneurysms, false aneurysms, diseksi aneurisma.
umum, dengan bentuk yang cukup seragam, dan melibatkan sekeliling dinding aorta. Aneurisma saccular m e n u n j u k k a n dilatasi lokal y a n g m e l i b a t k a n hanya sebagian dari keliling dinding aorta, muncul sebagai
menghindari komplikasi yang mengancam nyawa, yaitu ruptur atau diseksi aorta
suatu kantong yang keluar dari dinding pembuluh darah (Gambar 4a, 4b). Aneurisma aorta berdasarkan lokasi yang terkena, dapat diklasifikasikan menjadi aneurisma aorta abdominal (AAA) dan aneurisma aorta torakal (AAT). Epidemiologi, patofisiologi dan penatalaksanaan sangat bergantung pada lokasi anatomis dari lesi. Untuk aneurisma aorta dimanapun lokasinya, tujuan dari penatalaksanaan adalah
DIAGNOSIS Diagnosis a n e u r i s m a aorta d i t e g a k k a n b e r d a s a r k a n anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis aneurisma aorta torakalis umumnya asimtomatik, tetapi bila aneurisma membesar dapat menekan dan m e n g a k i b a t k a n erosi j a r i n g a n sekitar.
1512
PENYAKIT VASKULAR
maka keluhan yang timbul berupa nyeri dada, sesak
Ekokardiografi
napas, batuk, wheezing, atau pneumonia rekuren, akibat
Gambaran ekokardiografi yang perlu dicari pada dugaan
dari efek penekanan dari trakea dan bronkus utama.
aneurisma aorta torakalis adalah mengukur diameter aorta
Sedangkan suara serak terjadi akibat kompresi pada
relatif terhadap diameter yang diperkirakan berdasarkan
nervus rekurens laringeus dan disfagia akibat kompresi
umur dan besar tubuh (Gambar 6).
pada esofagus. Pada ruptur aneurisma aorta torakal bisa ditemukan keluhan sindrom akut aorta berupa nyeri dada hebat, baik di leher, punggung dan a b d o m e n , disertai tanda-tanda syok. Aneurisma aorta abdominal u m u m n y a j u g a asimtomatik, tetapi risiko menjadi ruptur pada diameter lebih dari 5 cm menjadi lebih besar dan dapat menimbulkan gelaja nyeri a b d o m e n akut dan hipotensi mendadak. Nyeri abdomen menjalar ke bokong dan kaki disertai dengan tanda-tanda syok, gangguan
USG Abdomen USG dapat dengan mudah mendeteksi aneurisma aorta abdomen, dan aneurisma ditemukan pada pemeriksaan pasien tanpa disengaja (Gambar 7). C T Scan d e n g a n K o n t r a s CT scan dipergunakan untuk deteksi lebih lanjut ukuran
kesadaran mulai dari anxietas sampai koma, muntah, dan Iain-Iain. Pada pemeriksaan fisis aneurisma aorta torakalis terjadi dilatasi aorta yang dapat menyebabkan regurgitasi aorta yang berujung pada gagal j a n t u n g kronik, dan penekanan pada vena kava superior yang bermanifestasi edema pada leher, muka, dan extremitas superior Sedangkan pada aneurisma aorta abdominal bisa ditemukan massa yang berpulsasi, luas, tidak nyeri bila ditekan, dan pada saat pemeriksaan penunjang ditemukan secara kebetulan seperti foto polos abdomen atau USG abdomen. Saat aneurisma semakin membesar, pasien umumnya mengeluhkan nyeri abdomen, pinggang, atau skrotum disertai perut yang berdenyut. Pada aneurisma aorta abdominalis dapat disertai trombus yang bila lepas terjadi e m b o l i arteri di t u n g k a i b a w a h y a n g memperlihatkan gambaran livedo retikularis.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
F o t o Toraks
Gambar 6. Ekokardiografi aneurisma aorta torakalis
Umumnya ditemukan pelebaran bayangan mediastinum dan letak trakea yang terdorong, kompresi trakea atau cabang bronkus kiri yang tergeser atau tertekan (Gambar 5).
Gambar 5. Foto toraks dengan pelebaran mediastinum
Gambar 7. USG Aneurisma aorta abdominalis
ANEURISMA AORTA
1513
dari aneurisma aorta dan merupakan metode yang sangat
PENATALAKSANAAN
akurat untuk mendiagnosa adanya aneurisma maupun Penatalaksanaan awal pada pasien dengan aneurisma
mengetahui ukuran aneurisma (Gambar 8).
aorta adalah dengan cara mengontrol penyakit yang Aortografi Merupakan pemeriksaan baku emas {goldstandard)
dapat m e m p e r b u r u k A A , yaitu m e n g o n t r o l t e k a n a n adanya
d a r a h , optimalisasi profil lemak, berhenti m e r o k o k ,
aneurisma a o r t a , dapat menunjukkan semua bagian
d a n m e r e d u k s i hal lain y a n g d a p a t
anatomi dan bagian aorta yang terlibat (Gambar 9).
aterosklerosis.
menyebabkan
Pada pasien dengan hipertensi sebaiknya target tekanan darah di bawah 140/90 m m H g pada pasien t a n p a d i a b e t e s atau di bawah 130/80 m m H g pada pasien dengan diabetes. Obat antihipertensi yang jadi pilihan adalah anglotensin-converting angiotensin
reseptor
blockers,
enzyme
inhibitor,
dan beta
adrenergic-
blocker. P e n a t a l a k s a n a a n dengan statin untuk mencapai target LDL kolesterol kurang dari 70 mg/dl untuk pasien d e n g a n risiko yang setara dengan penyakit j a n t u n g koroner seperti penyakit aterosklerotik nonkoroner, A A aterosklerotik, dan pada risiko tinggi timbulnya penyakit j a n t u n g koroner akibat kejadian iskemik The National
Cholesterol
Education
koroner.
Program
ATP
III
merekomendasikan pasien aterosklerosis nonkoroner Gambar 8. CT scan aneurisma aorta
diobati seperti pasien dengan penyakit jantung koroner, target terapi adalah LDL kurang dari 100 mg/dl. Terapi awal sebaiknya diberikan statin. Penatalaksanaan A A selanjutnya dengan tindakan invasif yaitu berupa Endovascular ^ Endovascular
aneurism
repair
dan Open
surgical.
(EVAR) yaitu berupa
tindakan invasif insersi pada transfemoral
dari stent
e n d o v a s k u l a r ke d a e r a h a n e u r i s m a . EVAR p e r t a m a kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh Juan Parodi. (gambar 10) Open surgical yang pertama sekali berhasil dikerjakan pada tahun 1951 oleh DuBost dan kawank a w a n . ( g a m b a r 11) K e u n g g u l a n dari grafting
dibandingkan open surgical
endovascular
iaiah tidak adanya
insisi torak dan kebutuhan akan s o k o n g a n sirkulasi ekstrakorporeal parsial atau total, clamping aorta, angka morbiditas rumah sakit rendah dan rawat inap yang lebih singkat. Dalam studi dengan metode uji acak oleh Prinssen M et al, j u g a dilaporkan bahwa open
repair
memiliki risiko kehilangan darah lebih banyak sehingga diperlukan transfusi darah, durasi tindakan lebih lama, durasi rawat inap yang lebih lama, dan risiko komplikasi sistemik yang lebih tinggi. Gambar 9. Aortografi aneurisma aorta
PENYAKIT VASKULAR
1514
P e n a n d a radiopak untuk p e n e m p a t a n s t e n S t e n t porsi s u p r a r e n a j _ (belum digunakan)
B a d a n stent (dikerahkan)
Aneurisma < lorta a b d o m i n a l i s Alien aca c o m m u n i s P e n a n d a radiopak untuk p e n e m p a t a n stent kontralateral
/
Arteri iliaca e k s t e r n a Arteri iliaca interna
Arteri iliaca c o m m u n i s
- Balon pencetak
S t e n t porsi suprarenal dikerahkan B a d a n stent stent kontralateral dikerahkan, dengan t u m p a n g tindih badan stent yang m e n c u k u p i kawat pemandu kontralateral melewati badan stent
.... Artenihaca eksterna km
B a l o n pencetak d i g u n a k a n untuk menutup tempat anastomosis s e p a n j a n g stent
stent ipsilateral dikerahkan gepenuhnya Bagian ekstensi pend
AUTHOR PKA&E N O H
Gambar 10. Repair endovaskular aneurisma aorta abdominalis dengan menggunakan endograf
Bagian ekstensi kontralateral panjang
ANEURISMA AORTA
REFERENSI 1.
2.
3.
4. 5. 6.
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13. 14.
15.
16.
17.
18.
Braverman C . A. Thompson R. W. Sanchez L. A. Diseases of The Aorta in Braunwald's Heart Disease, E d 9. Elsevier Saunders. 2012.1309-11. Dzau, V. J. Creager, M. A. Diseases of The Aorta in Harrison's P r i n c i p l e of Internal M e d i c i n e E d . 18. M c G r a v ^ - H i l l Companies Inc. 2012. 3335-9. Zeller John L . Aortic Aneurysms, J A M A Patient Page, The Journal of The American Medical Association, Vol. 32 No. 18, 2009. Topol E.J. Diseases of The Aorta, Text Book of Cardiovascular Medicine, E d . 3, Lippincott William & Willkins, 2007. Macura J. K et al. Pathogenesis in Acute Aortic Syndrome, The American Journal of Radiology;181,2003, 309-16. Elefteriades J. A, Parkas E. A. Thoracic Aortic Aneurysm, Journal of The American College of Cardiology, Vol. 55 No. 29, 2010. Weintraub Neal L . U n d e r s t a n d i n g Aortic A b d o m i n a l Aneurysms, The New England Journal of Medicine, 361;11. 2009. National Center for Chronic Disease and Health Promotion, Division for Heart Disease and Stroke Prevention, Aortic Aneurysms Fact Sheet, 2006. Kotze CW, Ahmed IG. Etiology and Pathogenesis of Aortic Aneurism. 2008. Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurism and Aneurism Rupture, 1-16. Grzela T, Bikowska B, Litwiniuk M. Matrix Metalloproteinase in Aortic Aneurism - Executors or Executioners. Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurism and Aneurism Rupture. 2008. 25-48. Ju X, Tilton R G , Brasier AR. Multifaceted Role of Angiotensin II in Vascular Inflammation and Aortic Aneurysmal Disease. Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurism and Aneurism Rupture. 2008. 119-130. Weintraub N L . Understanding Abdominal Aortic Aneurism. The New England Journal of Medicine 2009; 361:114-116. H i r a t z k a L F et a l . G u i d e l i n e s for the Diagnosis and Management of Patient With Thoracic Aortic Disease. Journal of the American College of cardiology 2010; 55: 75-88. Prinssen M et al. A Randomized Trial Comparing Conventional and Endovascular Repair of Abdominal Aortic Aneurysms. The New England Journal of Medicine 2004; 351:1607-1617. Pearce W H et all. Atherosclerotic peripheral vascular disease symposium II Controversies in Abdominal Aortic Aneurism Repair. Circulation. 2008;118:2860-3. E V A R Trial Participants. Endovascular aneurism repair versus open repair in patients with abdominal aortic aneurism (EVAR Trial 1): randomissed controlled trial. Lancet. 2005;365: 2179-2186. The E V A R Trial Participants. Comparison of endovascular aneurism repair with open repair in patients with abdominal aortic aneurism (EVAR Trial 1), 30 day operative mortality results: randomissed controlled trial. Lancet. 2004;364: 843848.
1515
197 PENYAKIT ARTERI PERIFER Dono Antono, Rahmat HamonanganI
Penyakit arteri perifer diderita oleh 12-14% populasi
PENDAHULUAN
secara umum. Di Amerika Serikat, penyakit arteri perifer Penyakit arteri perifer (PAP) adalah semua penyakit yang
diderita sekitar 8,5 j u t a populasi berusia >40 tahun.
terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung
Prevalensi tertinggi penyakit arteri perifer didapatkan pada
dan aorta. Penyakit arteri perifer meliputi arteri karotis,
individu dengan usia tua, ras kulit hitam non hispanik dan
arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan
wanita. Risiko penyakit arteri perifer meningkat seiring
setelah m e l e w a t i a o r t o i l i a k a , t e r m a s u k e k s t r e m i t a s
bertambahnya usia. Individu berusia >40 tahun memiliki
bawah dan ekstremitas atas. Dalam topik ini, akan lebih
risiko menderita penyakit arteri perifer sebesar 4 , 3 % ,
membahas pada penyakit arteri ekstremitas bawah yang
dibandingkan dengan individu berusia >70 tahun yang
paling sering ditemukan di masyarakat.
memiliki risiko sebesar 14,5%. Di Eropa juga didapatkan
Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia
hasil yang tidak terlalu berbeda. Pada populasi kulit putih,
di atas 40 tahun adalah aterosklerosis. Insiden tertinggi
didapatkan kejadian 6-18% pada usia di atas 55 tahun dan
t i m b u l pada d e k a d e k e e n a m dan t u j u h . Prevalensi
meningkat seiring bertambahnya usia, mencapai 20% pada
penyakit aterosklerosis perifer meningkat pada kasus
usia di atas 70 tahun dan 60% pada usia di atas 85 tahun.
diabetes melitus, hiperkolesterolemia, hipertensi,
Sebuah penelitian yang dilakukan pada tujuh negara Asia
hiperhomosisteinemia dan perokok.
termasuk Indonesia terhadap pasien diabetes melitus tipe 2, didapatkan penyakit arteri perifer pada 17,7% populasi.
V e n a iliaka e k s t e r n a Arteri femoralis -
Vena femoralis
Arteri poplitela
Arteri perforantes
A r t e r i tibials a n t e r i o r
Vena saphena magna
A r t e r i tibialis p o s t e r i o r
V e n a s a p h e n a parva
Arteri peroneal
V e n a tibialis a n t e r i o r
A r t e r i dorsalis p e d i s - ,
V e n a tibialis p o s t e r i o r
Arkus plantaris
A r k u s v e n a dosrsalls
Gambar 1. Vaskularisasi perifer ekstremitas bawah Sumber: http://www/.nebraskamed.com/app_files/images/staywell/125516jpg 1516
PENYAKIT ARTERI PERIFER
1517
dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simptomatik), arteri
ANATOMI VASKULAR
femoralis dan poplitea (80 - 90%), termasuk arteri tibialis Pembuluh utama pada ekstremitas bawah adalah arteri
dan peroneal (40 - 50%). Proses aterosklerosis lebih sering
femoralis yang merupakan kelanjutan dari arteri iliaka
terjadi pada percabangan arteri, tempat yang turbulensinya
eksterna yang kemudan akan berlanjut menjadi arteri
meningkat, memudahkan terjadinya kerusakan tunika
popliteal dan kemudian bercabang menjadi arteri tibialis
intima. Pembuluh darah distal lebih sering terkena pada
anterior dan arteri tibialis posterior. Arteri peroneal
pasien usia lanjut dan diabetes melitus.
merupakan cabang dari arteri tibialis posterior Konsep angiosome ditemukan pada tahun 1987 yang membagi tubuh menjadi teritori - teritori vaskular menurut
PENDEKATAN
UMUM
sumber arteri yang memberian vaskularisasi serta vena yang berasal dari area tersebut. Area kruris memiliki 5
Pasien dengan penyakit arteri perifer dapat datang
area angiosome yang berasal dari arteri suralis medial
dengan berbagai keluhan bergantung pada arteri yang
dan lateral, arteri tibialis anterior dan posterior, dan arteri
t e r k e n a , s e p e r t i riwayat pernyakit j a n t u n g koroner,
peronealis. Sedangkan pada kaki dan pergelangannya,
a n g i n a , g a n g g u a n berjalan, nyeri terlokalisasi pada
terdapat 6 area angiosom yang berasal dari 3 arteri utama
tungkai, luka yang sulit sembuh pada ekstremitas, pusing/
kaki. Secara umum, sisi dorsum kaki dan j e m p o l kaki
vertigo, gangguan neurologi, riwayat hipertensi dan
diberikan vaskularisasi oleh arteri tibialis anterior dan arteri
gagal ginjal, nyeri perut dan diare post prandial, dan
dorsalis pedis, sisi plantar kaki dan jempol kaki kecuali
disfungsi ereksi
tumit lateral oleh arteri tibialis posterior dan plantaris, dan
Mengetahui komorbiditas yang dimiliki pasien dapat
pergelangan kaki lateral dan bagian luar tumit diberikan
membantu mengarahkan diagnosis sekaligus memutuskan
vaskularisasi oleh arteri peronealis.
penatalaksanaan yang efektif untuk pasien, antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok dan riwayat penyakit jantung koroner. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi vaskular arteri perifer terkait yang meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Selain itu pemeriksaan tekanan
Arteri plantaris, , lateralis N
darah j u g a harus dilakukan pada kedua tungkai atas Arteri plataris , < medlalis
dan tungkai bawah bila diperkirakan berisiko menderita penyakit arteri perifer Beberapa modalitas pemeriksaan penunjang j u g a
Arteri tiblllas posterior Arteri perones nealis r a m u s calcaneus Arteri tibilias posterior r a m u s calcaneus
dapat digunakan dalam membantu diagnosis antara lain
IK
Arteri platans medialls
metode ultrasound
untuk mengukur ankle brachial
index
dan pemeriksaan duplex ultrasound, angiografi. Computed Arteri tibialis posterior r a m u s calcanus
Gambar 2. Angiosom eksteremitas bawah Sumber: http://www.podiatrytoday.com/files/imagecache/ normal/PT0312Case8.png
Tomography Angiography Angiography
(CTA), dan Magnetic
Resonance
(MRI).
PENATALAKSANAAN
UMUM
Penatalaksanaan umum sebaiknya meliputi modifikasi gaya hidup fokus pada penghentian merokok, olahraga
PATOGENESIS Mekanisme terjadinya aterosklerosis sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada
teratur 30 menit/hari, normalisasi indeks massa tubuh (<23kg/m2) dan diet mediteranian. Terapi farmakologis dapat ditambahkan untuk mengontrol tekanan darah dan mengontrol kolesterol. Statin. Perbaikan profil lemak terbukti dapat menurunkan
pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi
risiko mortalitas, kejadian kardiovaskulardan stroke pada
tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan
pasien dengan penyakit arteri perifer. Pasien dengan
kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat
penyakit arteri perifer disarankan memiliki kadar kolesterol
elastis di sana-sini, fragmentasi lamina elastika interna,
L D L < 1 0 0 m g / d L bila m e m u n g k i n k a i n 7 0 m g / d L , atau
dan dapat terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan
penurunan paling tidak 50% bila tidak dapat mencapai
fibrin. Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal
target.
PENYAKIT VASKULAR
1518
Antiplatelet. Pemberian antiplatelet direkomendasikan
Artery Disease (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis
untuk semua pasien dengan penyakit arteri perifer yang
berdasarkan kriteria Fontaine
simptomatik. Efektivitas aspirin dosis rendah (75-150
sebagian besar pasien tidak mengalami gejala apapun.
dan Rutherford,
meskipun
mg) disebutkan sama dengan dosis harian aspirin yang
Gejala LEAD yang yang paling tipikal adalah klaudikasio
lebih tinggi. Efektivitas klopidogrel dalam menurunkan
intermiten dengan karakteristik nyeri pada betis yang
insidens kardiovaskular pada pasien dengan penyakit
diperberat dengan berjalan dan membaik dengan istirahat.
arteri perifer j u g a telah diteliti, salah satunya dalam
Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi
CAPRIE Trial. Pemberian kombinasi dua antiplatelet belum
sumbatan tersebut. Pada kondisi berat (Fontaine III)
direkomendasikan karena risiko perdarahan yang tinggi.
atau disebut dengan iskemia tungkai kritis (Critical
Antihipertensi. Tekanan darah pada pasien penyakit arteri perifer harus dikendalikan dengan baik. Secara umum, direkomendasikan tekanan darah < 140/90mmHg, sedangkan untuk pasien dengan diabetes direkomendasikan <130/80mmHg. Obat yang direkomendasikan adalah penghambat angiotensin-converting-enzyme
(ACE) karena
terbukti menurunkan insidens kardiovaskular pada pasien dengan penyakit arteri perifer Penghambat reseptor beta tidak dikontraindikasikan pada pasien PAP tungkai bawah, justru direkomendasikan pada pasien yang direncanakan bedah vaskular karena memiliki efek protektif terhadap jantung.
Limb
Ischemia) nyeri dapat muncul meskipun pada saat istirahat dan membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat dibedakan dari nyeri penyakit vena di mana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan neuropati perifer di mana terdapat instabilitas berjalan. Diagnosis Pemeriksaan klinis dapat dilakukan untuk membantu penapisan namun memerlukan penunjang
untuk
menegakkan diagnosis LEAD. Pada inspeksi dapat terlihat k e p u c a t a n tungkai bagian distal t e r u t a m a bila kaki ditinggikan. Hilangnya/samarnya nadi pada palpasi dapat membantu mengarahkan diagnosis yang lebih spesifik.
PENYAKIT ARTERI PERIFER EKSTREMITAS BAWAH
Auskultasi pada area paha dapat menemukan adanya bruit arteri femoral. Pada kondisi yang lebih berat, dapat terjadi rontoknya rambut kaki, penebalan kuku,
G a m b a r a n Klinis
kulit menjadi
seperti lilin dan mengkilap, penurunan suhu kulit serta
Penyakit Arteri Ekstremitas Bawah atau Lower
Extremity
adanya gangren dan ulkus.
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Arteri Ekstremitas Klasifikasi Fontaine Stadium
Gejala
O
I
Asimptomatik
^
II
Klaudikasio intermiten
^
III
Nyeri iskemik saat istirahat
IV
Ulserasi atau Gangren
<» o
Grade 0 1 I I II III III
Klasifikasi Rutherford Kategori Gejala 0 Asimptomatik 1 Klaudikasio ringan 2 Klaudikasio Sedang 3 Klaudikasio berat 4 Nyeri iskemik saat istirahat 5 6
Kehilangan jaringan ringan Kehilangan jaringan berat
Gambar 3. Gambaran klinis PAP tungkai bawah. Oklusi arteri tibialis posterior bagian proksimal (kiri) dan oklusi arteri tibialis anterior (kanan)
PENYAKIT ARTERI PERIFER
1519
Selain a n a m n e s i s dan p e m e r i k s a a n fisik, untuk mendiagnosis LEAD diperlukan pemeriksaan objektif.
Pemeriksaan dilakukan dengan
memposisikan
s p h y g m o m a n o m e t e r di atas p e r g e l a n g a n kaki dan
Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dengan menghitung
instrumen doppler di distal untuk mengukur tekanan pada
ankle brachial index iAB\) sangat berguna untuk mengetahui
arteri dorsalis pedis dan posterior. Nilai tekanan arteri
adanya penyakit arteri perifer. Sering kali LEAD tidak
tertinggi pada pergelangan kaki (arteri tibialis posterior
ada keluhan klasik klaudikasio. Hal tersebut bisa terjadi
atau arteri dorsalis pedis) kemudian dibagi dengan tekanan
karena penyempitan terbentuk perlahan-lahan dan sudah
tertinggi antara kedua lengan. Bila pada pemeriksaan
terbentuk kolateral. Untuk mengetahuinya diperlukan
didapatkan hasil ABI yang normal namun dicurigai atau
pemeriksaan sistem vaskular perifer, pengukuran tekanan
memiliki faktor risiko untuk terjadinya LEAD, pemeriksaan
darah segmental (pada setiap ekstremitas), pemeriksaan
ABI data diulangi setelah aktivitas. Pasien diminta untuk
ultrasonografi doppler vaskular dan ABI pada setiap pasien
berjalan di treadmill dengan kecepatan 3.2km/jam dan
yang berisiko penyakit arteri perifer.
kecuraman 10-20% sampai pasien merasakan klaudikasio.
Ankle Brachial Index (ABI). Tes ini merupakan tes non invasif yang penting pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit arteri perifer atau pasien yang berisiko tinggi terjadinya penyakit arteri perifer Pemeriksaan ABI memiliki sensitivitas 7 9 % dan spesifisitas 96% dalam mendiagnosis
Bila terdapat kondisi di mana pasien tidak dapat dilakukan pemeriksaan ABI atau Nilai ABI >1,4 dapat dilakukan pemeriksaan toe-brachial
index. Nilai foe brachial
index
<0.7 dinilai diagnostik untuk PAR Tes Treadmil. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk
penyakit arteri perifer Nilai ABI pada orang sehat berkisar
berjalan di atas treadmill dengan kecepatan 3.2km/
0,91 -1,4. Nilai ABI <0.90 digunakan sebagai batas diagnosis
j a m dan kecuraman 10-20% sampai pasien merasakan
penyakit arteri perifer. Nilai ABI 0.4-0.9 menunjukkan
klaudikasio. Tes ini sangat bermanfaat untuk menilai
adanya penyakit arteri perifer ringan-sedang, dan nilai
efektivitas terapi (terapi latihan, obat, dan revaskularisasi).
ABI < 0.4 menunjukkan suatu penyakit arteri perifer berat.
Tes ini juga dapat dilakukan di awal pada pasien yang
Pada kasus tertentu dimana terdapat kekakuan vaskular
dicurigai menderita LEAD dengan nilai ABI normal, juga
yang sering ditemukan pada pasien Diabetes Melitus dan
untuk membedakan klaudikasio vaskular (penurunan
pasien gagal ginjal, nilai ABI dapat berada di kisaran >l 1.4.
tekanan darah setelah aktivitas) dan neurogenik (tekanan
Nilai ABI berkorelasi dengan tingkat keparahan LEAD di
darah tetap). Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada pasien
mana ABI <0.50 memiliki risiko tinggi amputasi.
dengan penyakit jantung koroner yang bergejala, gagal jantung dekompensasi dan gangguan jalan. Metode Ultrasound.
Pemeriksaan Duplex
Ultrasound
(DUS) dapat memberikan informasi anatomi dan aliran Ankle Brachial Index K a n a n 80/60=0,5
A n k l e Brachial Index Kiri 120/160=075
darah (hemodinamik) pada arteri. Pemeriksaan ABI dan DUS cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien dengan LEAD. Kelemahan dari DUS selain pemeriksaan membutuhkan pengalaman dan ketelitian pemeriksa, DUS j u g a tidak
T e k a n a n darah sistolik brakial 150mmHg
T e k a n a n darah sistolik brakial leOmmHg
dapat memberikan gambaran penuh secara jelas dari arterial bila dibandingkan dengan pemeriksaan DSA [Digital
Subtraction
Angiography),
Tomography Angiography)
CTA
atau MRA [Magnetic
[Computed Resonance
Angiography). Pemeriksaan lain seperti CTA, MRA dan DSA dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan. Pemeriksaanpemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan dapat menggambarkan arteri dengan T e k a n a n darah sistolik tibialis posterior 4 0 m m H g T e k a n a n darah sistolik dorsalis pedis 8 0 m m H g
T e k a n a n darah sistolik tibialis posterior 1 2 0 m m H g T e k a n a n darah sistolik dorsalis pedis S O m m H g
jelas, namun tidak seperti DUS, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak dapat memperlihatkan status hemodinamika arteri. Pemeriksaan laboratorium untuk evaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot; hematokrit untuk melihat polisitemia, analisa urine untuk melihat protein serta pigmen untuk
Gambar 4. Contoh penghitungan ankle brachial index
melihat mioglobin di urine. Kreatinin fosfokinase untuk
PENYAKIT VASKULAR
1520
menilai nekrosis otot. Pemeriksaan foto toraks untuk
Teknologi balon perifer yang bersalut obat telah
melihat kardiomegali. Elektrokardiografi untuk menilai
banyak dikembangkan walau masih memerlukan penelitian
aritmia atau kemungkinan infark lama. Ekokardiografi
lanjutan. Pada beberapa kasus, teknik endovaskular dapat
dimensi untuk menilai ukuran ruang jantung, fraksi ejeksi,
melakukan implantasi stent perifer Tujuan utama prosedur
kelainan katup, evaluasi gerak dinding ventrikel, mencari
pemasangan stent ini adalah untuk meningkatkan patensi
trombus atau tumor, defek septum atrial. Ultrasonografi
jangka panjang atau meningkatkan hasil primer tindakan
abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.
endovaskular yang kurang memuaskan seperti stenosis residual atau rekoil. Pemasangan stent harus diupayakan
Penatalaksanaan
menjauhi daerah lipatan seperti daerah lutut dan segmen-
S e m u a pasien d e n g a n PAP t u n g k a i bawah berisiko
segmen yang nantinya potensial dapat digunakan untuk
mengalami kejadian kardiovaskular. Untuk itu, prevensi
lokasi bypass bila tindakan operasi diperlukan.
sekunder lebih difokuskan pada pasien PAP tungkai bawah. Penatalaksanaan konservatif pasien dengan klaudikasio intermiten bertujuan pada perbaikan gejala yang diukur dengan peningkatan jarak jalan dan kenyamanan pasien tanpa klaudikasio. Terapi konservatif terdiri dari terapi fisik dan farmakoterapi Terapi fisik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan meningkatkan kapasitas fisik. Pada umumnya latihan dilakukan 3 kali seminggu selama 3 bulan dengan durasi 20-60 menit. Terapi dilakukan secara progresif dan berkelanjutan. Dengan latihan fisik diharapkan adanya peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respons inflamasi, metabolisme muskuloskeletal dan oksigenasi jaringan dan perbaikan
Gambar 5. Angiografi pada pasien dengan PAP arteri tibialis posterior sebelum dan setelah revaskularisasi dengan metode endovaskular
viskositas darah. Terapi farmakologi pada beberapa penelitian disinyalir dapat memperbaiki gejala pada klaudikasio. Obat yang paling banyak terbukti adalah Citostazol kali/hari dan Naftridrofuryl
100 mg dua
600mg/hari. Selain itu juga
beberapa obat juga terbukti dapat menurunkan gejala kaludikasio seperti PentoxifyUin (1,2 gram/hari). Carnitine, Buflamedil,
obat penurun lipid, dan antiplatelet
Terapi bedah vaskular. Beberapa merode pembedahan dapat dilakukan, namun metode yang paling umum d i g u n a k a n a d a l a h d e n g a n bypass.
Material yang
digunakan dapat berupa graft autolog, prostetik ataupun autolog. Pada pasien dengan gangrene terinfeksi atau iskemia tungkai yang tidak dapat dikembalikan, amputasi merupakan pilihan yang terakhir.
Terapi endovaskular. Metode endovaskular telah banyak dikembangkan mengingat lebih rendahnya mortalitas dan morbiditas pada penggunaan metode endovaskular bila dibandingkan dengan bedah vaskular. Banyak institusi pengobatan yang menempatkan terapi endovaskular sebagai pilihan pertama terapi revaskularisasi kasus penyakit arteri perifer. Pemilihan terapi revaskularisasi d i d a s a r k a n pada p e n e l a a h a n m a s i n g - m a s i n g kasus dalam hal kecocokan anatomi, komorbiditas, sarana fasilitas kesehatan dan preferensi pasien. Kelemahan metode endovaskular ini adalah pada ketahanan jangka panjangnya bila dibandingkan dengan metode bedah vaskular Patensi setelah terapi endovaskular terbaik adalah pada lesi-lesi arteri iliaka komunis dan tingkat patensi semakin menurun pada arteri yang semakin distal. Tingkat patensi juga berbanding terbalik dengan panjang lesi, lesi multipel dan difus, kualitas arteri run-off yang buruk dan penyakit komorbid yang ada terutama diabetes melitus dan gagal ginjal.
PENATALAKSANAAN KLAUDIKASIO INTERMITEN Penatalaksanaan klaudikasio intermiten meliputi kontrol faktor risiko untuk memperbaiki prognosis dan gejala. Pilihan terapi untuk meringankan gejala terdiri dari metode non invasif (terapi latihan dan medikamentosa) dan terapi revaskularisasi invasif Terapi medikamentosa j u g a bertujuan untuk menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas terkait kardiovaskular. Pada pasien yang menjalani terapi latihan, ABI seharusnya dimonitor rutin, walaupun peningkatan fungsi yang substansial tidak segera mengikuti perubahan ABI yang signifikan. Pada kasus yang berat, terapi revaskularisasi invasif perlu dipertimbangkan. Perkembangan teknologi endovaskular membuat revaskularisasi ini menjadi pilihan untuk terapi klaudikasio yang berat. Pasien dengan lesi aorto-iliak dapat segera d i p e r t i m b a n g k a n untuk revaskularisasi karena probabilitas perbaikan gejala yang rendah hanya
PENYAKIT ARTERI PERIFER
1521
dengan terapi non invasif. Teknil< revaskularisasi operatif
P e n a t a l a k s a n a a n I s k e m i a T u n g k a i Kritis
saat ini lebih banyak dicadangkan untuk lesi luas yang tidak nnemungkinkan lagi untuk terapi endovaskular.
Penatalaksanaan Klaudikasio I n t e r m i t e n
N y e r i s a a t istirahat
G a n g r e n , lesi i s k e m i a
Kontrol nyeri
Kontrol nyeri (morfin), R a w a t luka, Terapi infeksi (antibiotik)
Terapi k o n s e r v a t i f ( K o n t r o l f a k t o r risiko, latihan fisik, f a r m a k o t e r a p i selama 3-6 bulan)
Revaskularisasi segera Tidak m e m u n g k i n k a n
Memungkinkan Hasil Tercapai
Hasil Tidak Teracapal
Revaskularisasi endovaskular Teknik gagal e n d o v a s k u l a r tidak s e s u a i
G a m b a r a n lesi Endovaskular dapat d i l a k u k a n ?
Revaskularisasi bedah
Ya P e n i l a i a n klinis d a n n o n klinis
Tidak
Terapi e n d o v a s k u l a r
Baik
Bedah bypass
Kontrol f a k t o r risiko kardiovaskular, denridemen, adaptasi s e p a t u
Follow up
Gejala K o n t r o l risiko kardiovaskular
Tidak baik Kontrol f a k t o r risiko, k o n t r o l nyeri (morfin), r a w a t luka Prostaglandin, pertlmbangkan stimulasi korda spinalis
Gambar 6. Algoritme penatalaksanaan klaudikasio intermiten
Amputasi, RehabilltasI Gambar 7. Algoritme penatalaksanaan iskemia tungkai kritis
ISKEMIA T U N G K A I KRITIS Merupakan kondisi PAP tungkai bawah paling berat
Revaskularisasi dapat dilakukan secara endovaskular
di mana didapatkan nyeri iskemik saat istirahat, lesi
maupun bedah terbuka. Endovaskular lebih diprioritaskan
iskemik atau gangren dikarenakan penyakit obstruksi
mengingat risiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan
arteri. Tekanan pergelangan kaki <50 mmHg biasanya
dengan bedah terbuka. Meskipun demikian bedah bypass
cukup untuk kriteria diagnosis. Pada pasien dengan lesi
dapat dijadikan rencana c a d a n g a n bila d i b u t u h k a n
iskemia atau gangren, tekanan pergelangan kaki <70
seperti bila terjadi kegagalan pada pelaksanaan terapi
mmHg
endovaskular Pada pasien yang tidak dapat dilakukan
cukup sebagai diagnosis. Pada kasus dengan
kondisi kalsinosis medial, tekanan ibu jari (foe
pressure)
revaskularisasi, satu-satunya obat yang direkomendasikan
dibawah 30 mmHg dapat digunakan utnuk menggantikan
adalah Prostaglandin 120ug/hari per oral atau 60ug/hari
tekanan ankle. Berbeda dengan iskemik tungkai akut,
parenteral, namun efektivitasnya belum terbukti secara
iskemia tungkai kritis bersifat kronis. Iskemia tungkai kritis
penuh. Selain itu dapat pula dilakukan stimulasi korda
merupakan salah satu indikator aterosklerosis berat yang
spinalis dan angiogenesis terapetik (terapi gen dan sfem
meningkatkan risiko infark miokard, stroke dan kematian
celt) namun belum ada uji acak mengengenai efikasi dan
vaskular tiga kali lipat dibandingkan pasien dengan hanya
keamanannya.
klaudikasio intermiten. Penatalaksanaan
ISKEMIA TUNGKAI AKUT
Terapi k o m p r e h e n s i f m e l i p u t i kontrol f a k t o r risiko aterosklerosis, revaskularisasi, rawat luka, adaptasi sepatu,
Iskemia tungkai akut adalah kondisi di mana terjadi
penanganan infeksi bila ada dan terapi rehabilitasi secara
penurunan mendadak perfusi tungkai yang biasa
awal. Tujuan utama terapi adalah perbaikan arteri dan
melibatkan trombus dan emboli. Trombus dapat berasal
penyelamatan tungkai. Revaskularisasi dilakukan secara
dari perkembangan penyakit arteri, diseksi aorta, thrombus
cepat tanpa penundaan bersamaan dengan pemberian
graft,
terapi dasar (antiplatelet dan statin)
lainnya. Tingkat kegawatan pasien bergantung pada
a n e u r i s m a , hiperkoagulabilitas, iatrogenik dan
PENYAKIT VASKULAR
1522
Tabel 2. Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut Kelas
Katergori
Defisit Sensori
Defisit Motorik
Prognosis
I IIA
Viabel Terancam Marginal
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada ancaman segera
MB
Terancam
Tidak ada Tidak ada / Minimal (ibu jari) Lebih dari ibu jari
Ringan/Sedang
Permanen
Anestesia jelas
Paralisis jelas
Dapat diselamatkan direvaskularisasi Kerusakan jaringan berat Amputasi
Dapat diselamatkan bila ditangani bila
segera
Iskemia Tungkai A kut
Viabel
Mengancam
Permanen
Heparin
Heparin
Amputasi
Pelanksanaan, Evaluasi risiko
Pencitraan darurat
Teknik pencitraan semi darurat
Pembuatan keputusan
Treombektom i Trombolisis melalui
Memungkinkan
Tidak memungkinkan
Lesi penyebab
Revaskularisasi terbuka
i Tidak
Ya Revaskularisasi endovaskular
Memungkinkan ^ Lakukan
Terapi medis
Memungkinkan ^ Lakukan
Tidak memungkinkan
Tidak memungkinkan
4
Gambar 8. Algoritme penatalaksanaan iskemia tungkai akut
Penatalaksanaan
atau waktu pembekuan darah. Penggunaan dosis tinggi
Obat terpilih adalah heparin, sebab bekerja cepat dan
dengan tujuan supaya distal penyumbatan pada daerah
cepat dimetabolisme. Dosis 100 - 200 unit/ kilogram berat
iskemia dan kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang
badan bolus, diikuti 1 5 - 3 0 unit/ kilogram berat badan/
meluas.
j a m , jika perlu 300 unit/ kilogram berat badan bolus,
Ekstremitas yang sudah tidak dapat diselamatkan
diikuti 60 - 70 unit/ kilogram berat badan/jam dengan
biasanya m e m b u t u h k a n a m p u t a s i . P e n a t a l a k s a n a a n
infus kontinu. Dengan pemantauan APTT 1 , 5 - 2 , 5 kontrol
berfokus pada penyelamatan tungkai atau paling tidak.
PENYAKIT ARTERI PERIFER
1523
membatasi ketinggian annputasi. Tungkai yang nnasih viable
poplitea ditentukan oleh lokasi dan lamanya sumbatan
nnennbutuhkan pencitraan segera serta penneriksaaan
dan kondisi pasien. Operasi tersebut dengan
komorbid. Namun pada kondisi kegawatan, angiografi
aortobifemoral bypass,
bisa dilakukan tanpa pemeriksaan ultrasound
femoral bypass
sebelumnya
axillofemoral bypass,
bypass
femoral-
dan aortoiliak endarterektomi. Paling
sedikit 24 j a m pertama setelah operasi harus dirawat di
untuk mencegah keterlambatan. Modalitas revaskularisasi yang digunakan dapat
ruang rawat intensif agar sirkulasi distal baik, waspada
berupa trombolitik m e n g g u n a k a n kateter perkutan,
t e r h a d a p g a n g g u a n paru, j a n t u n g dan ginjal dapat
trombo-ekstraksi dan trombo-aspirasi (dengan atau
diawasi.
tanpa trombolotik), serta bedah trombektomi dan bypass.
Jika ditemukan tanda-tanda trombosis dan emboli
Pemilihan metode didasarkan pada jenis sumbatan, lokasi,
berulang harus dilakukan operasi segera. Heparin
durasi iskemia, komorbiditas, risiko dan hasil terkait
diberikan sampai 48 - 72 j a m dengan dosis tinggi yang
terapi. Trombolisis sistemik tidak memiliki peranan dalam
direkomendasikan, kemudian dosis diturunkan sesuai kondisi pasien selama 7 hari dan dilanjutkan dengan
penatalaksanaan pasien iskemia tungkai akut. Teknik endovaskular merupakan terapi awal pilihan. Metode ini memiliki mortalitas dan morbiditas yang
antikoagulan oral atau heparin dosis rendah suntik subkutan.
lebih rendah bila dibandingkan dengan bedah terbuka, khususnya pada pasien dengan komorbid berat, derajat keparahan yang sesuai.
Hasil tindakan paling baik bila
dilakukan pada pasien iskemi tungkai akut dalam 14
PENYAKITARTERIKAROTISEKSTRAKRANIALDAN VERTEBRAL
hari setelah gejala dan derajat keparahan awal (kelas II). Tindakan endovaskular yang biasa digunakan adalah
Stroke iskemik merupakan salah satu p e r m a s a l a h a n
p e m b e r i a n agen trombolisis intratrombosis melalui
kesehatan utama di dunia sebagai penyebab pertama
kateter Dapat juga digunakan alat untuk menyingkirkan
disabilitas j a n g k a panjang dan salah satu penyebab kematian terbanyak. Transient
trombus secara mekanik atau aspirasi.
ischaemic
attack
(TIA)
Alternatif lain dapat dilakukan operasi dengan teknik
didefinisikan sebafai defisit neurologis yang berlangsung
embolektomi dengan balon Fogarty dengan anestesi lokal
selama 1-2 j a m dan tidak lebih dari 24 j a m . Kejadian
atau regional. Untuk penyakit aortoiliaka dan femoral-
stroke dan TIA meningkat seiring usia dan lebih berisiko
Penatalaksanaan Penyakit Arteri Riwayat gejala stroke/TIA dalam 6
Pencitraan arteri karotid dengan DUS, CTA dan/atau MRA
Stenosos arteri carotid <60%
Stenosos arteri carotid 60-99%
Prognosis baik? Memungkinkan secara anatomi? Tidak TMT
Pencitraan arteri karotid dengan DUS, CTA dan/atau MRA
Stenosos arteri carotid
Stenosos arteri carotid
<50%
50-69%
Stenosos arteri carotid 70-99%
Pertimbangkan revaskularisasi + TMT
Ya Pertimbangkan revaskularisasi + TMT
Gambar 9. Penatalaksanaan penyakit arteri karotid
TMT= terapi medis terbaik
Revaskularisasi + TMT direkomendasikan
PENYAKIT VASKULAR
1524
untuk terjadi pada p e r o k o k , p e n d e r i t a h i p e r t e n s i ,
PENYAKIT ARTERI EKSTREMITAS ATAS
hiperkolesterolemia, diabetes, penyakit serebrovaskular, Arteri subklavia dan trunkus brakiosepalika merupakan
atrial fibrilasi dan kondisi penyebab emboli lainnya. Aterosklerosis pada arteri besar khususnya arteri karotis
lokus minoris terjadinya aterosklerosis pada ekstremitas
internal menyebabkan sekitar 2 0 % seluruh kasus stroke
atas. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah
iskemik. Untuk pembahasan ini, dikhususkan pada stenosis
adanya perbedaan tekanan darah di kedua lengan sebesar > 1 5 m m H g . Gambaran tersebut seringkali ditemukan
arteri karotis eksternal.
pada pasien asimptomatik. Bila terjadi iskemia pada
Keputusan untuk revaskularisasi pada pasien dengan stenosis arteri karotis didasarkan gambaran klinis terkait
lengan, maka pasien akan merasakan nyeri keram pada
arteri carotid yang terkena, derajat stenosis serta umur,
saat aktivitas atau disebut kaludikasio lengan. Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi nyeri istirahat dan
jenis kelamin, komorbiditas dan harapan hidup.
gangren.
Evaluasi neurologis digunakan untuk membedakan oasien s i m p t o m a t i k dan a s i m p t o m a t i k .
Bila trunkus brakiosepalik dan subklavia menimbulkan
Manifestasi
penyakit arteri karotis dapat dibagi hemosferik d a n /
g e j a l a , d a p a t terjadi subclavian
atau ocular (amaurosis fugax). Gejala iskemi hemisferik
m a n a s t e n o s i s terjadi pada p o k s i m a l dari p a n g k a l
steal
syndrome
di
biasanya berupa kombinasi kelemahan, paralusis, baal,
arteri vertebralis sehingga menyebabkan insufisiensi
atau kesemutan pada area kontralateral arteri penyebab.
vertebrobasiler (pusing, vertigo, pandangan kabur, disfasia,
Dapat pula terjadi afasia dan gangguan kepribadian serta
disartia, k e b i n g u n g a n , hilangnya k e s a d a r a n , ataksia
kebutaan sementara atau permane, total atau parsial
gangguan postural dan visual) yang dapat diperburuk
akibat sumbatan pada arteri retina.
dengan aktivitas lengan.
Pada pasien dengan stroke atau TIA, pencitraan
Diagnosis klinis iskemia tugkai atas d i d a s a r k a n
kepala harus segera dilakukan. CT scan dapat digunakan
atas anamnesis dan pemeriksaan fisik di mana terdapat
untuk m e m b e d a k a n stroke iskemik dan perdarahan.
perbedaan tekanan darah lengan kanan dan kiri serta
MRI dapat dilakukan, dan memiliki sensitivitas yang
pemeriksaan pulsasi arteri aksila, brakial, radial dan ulnar.
lebih tinggi untuk mendeteksi iskemia otak. Pada pasien
Ditemukannya defisit pulsasi, nyeri, kepucatan, parestesi
dengan stenosis arteri karotis, DUS digunakan untuk
dan penurunan suhu lengan membantu diagnosis iskemi
menilai derajat stenosis, morfologi plak, adanya penyakit
lengan atas. P e m e r i k s a a n DUS dapat m e m b e d a k a n
intracranial, sierkulasi kolateral intracranial, adanya emboli
stenosis dan oklusi serta menilai aliran darah
asimptomatik dan patologi lain. Manfaat antiplatelet dalam kejadian kerdiovaskular terkait aterosklerosis telah terbuki, meskipun belum ada
PENYAKIT ARTERI MESENTERIKA
kekhususan pada kasus penyakit arteri carotid, aspirin dosis rendah atau klopidogrel harus diberikan pada
Penyakit arteri mesenterika terjadi bila terjadi sumbatan
seluruh pasien dengan atau tanpa gejala. Statin diberikan
pada salah satu cabang arteri mesenterika. Terjadi pada
pada pasien tanpa memandang konsentrasi kolesterol
1 dari 100.000 per tahunnya. Kematian dalam 5 tahun
awal. Pemberian statin telah terbukti menurunkan risiko
terjadi pada 4 0 % pasien dan mencapai 86% bila ketiga
kematian dan stroke berulang pada penderita dengan
arteri viseral utama terkena. Aterosklerosis merupakan
stroke atau TIA.
patogenesis dari 9 5 % kasus, sehingga dapat ditemukan
Tabel 3. Diagnosis Banding Iskemia Tungkai Atas dan Arteri yang Terpengaruh Penyebab Aterosklerosis
Subklavia
Aksila
Brakial
•
Antebrakial
Palmar
•
Sindrom thoracic outlet
m
Giant cell arteritis
m
•
Takayasu arteritis
m
m
Embollsme
•
Displasia fibromuskular
•
•
•
• •
Penyakir Buerger
•
•
Ergotlsme
•
•
Penyakit jaringan ikat
•
•
Obat sitotoksik. Diabetes, Hiperkoagulabilitas, Cryoglobinemia
•
PENYAKIT ARTERI PERIFER
1525
penyakit aterosklerosis penyerta lainnya. Penyebab lainnya
dapat j u g a bersifat asimptomatik dan terjadi pada 3-6
meliputi penyakit fibromuskularm sindrom Dunbar dan
persen individu normotensif.
vaskulitis. Faktor predisposisi lainnya meliputihipertensi, diabetes mellitus, merokok dan hiperkolesterolemia. Kebanyakan pasien bersifat asimptomatik, mengingat banyak cabang kolateral antara trunkus caeliacus, arteri mesenterika superior, arteri mesenterika inferior dan arteri mesenterika internal. Pasien biasa menunjukkan gejala angina abdomen yang ditandai dengan keram dan kolik perut yang sangat nyeri yang biasanya muncul setelah makan serta disertai gastropati iskemik (takut akan makanan, mual, muntah, diare, malabsorpsi, penurunan berat badan progresif). Pemeriksaan paling penting pada penyakit arteri mesenterika adalah duplex ultrasound (DUS). Selain pemeriksaan rutin, juga dapat dilakukan tes post-prandial
Tabel 4. Gambaran Klinis Penyakit Arteri Renalis Tanda Klinis Onset hipertensi <30 tahun dan >55 tahun Hipertensi dengan hipokelmia Hipertensi dan bruit abdomen Hipertensi progresif Hipertensi resisten Hipertensi malignan Azotemia baru atau perbrurkan fungsi ginjal dengan pemberian ACE inhibitor atau ARB Hipertrofi ginjal yang tidak terjelaskan Gagal ginjal yang tidak terjelaskan
untuk melihat k e c e p a t a n dan t u r b u l e n s i usus. Bila pemeriksaan dirasa belum cukup untuk mendiagnosis,
Diagnosis penyakit arteri renalis didasarkan pada
dapat dilakukan pemeriksaan CTA dan MRA. Pemeriksaan
pemeriksaan fisik dalam menyingkirkan penyebab lain
tonometry gastrointestinal 24 j a m dapat dilakukan untuk
h i p e r t e n s i sekunder. P e m e r i k s a a n p e n u n j u n g y a n g
melihat adanya iskemia splanknik.
pertama harus dilakukan adalah Duplex Ultrasound
Modalitas terapi yang digunakan untuk revaskularisasi adalah operasi dan endovaskular Terapi endovaskular telah menunjukkan hasil perioperative yang lebih baik dibandingkan dengan operasi t e r b u k a . Pada hampir 100% kasus, nyeri akan membaik setelah tevaskulatisasi, meskipun kejadian stenosis berulang dapat terjadi (2940%). Meskipun belum ada uji acak untuk membuktikannya, dual terapi dengan antiplatelet selama 4 minggu post
untuk
menilai aterosklerosis dan derajat stenosis, turbulensi, serta pola fisiologi seperti kecepatan aliran dan resistensi vascular. Pemeriksaan CTA dan MRA memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tingi namun penggunaan kontras pada kasus ini harus dipertimbangkan terlebih dahulu. CTA dan MRA dapat dilakukan pada pasien dengan bersihan kreatinin >60mLymenit dan >30 mlVmenit secara berurutan.
tindakan dilanjutkan dengan aspirin j a n g k a panjang
P e n a n g a n a n pasien meliputi p e n a n g a n a n arteri
telah menjadi standar terapi. Direkomendasikan follow up
perifer secara umum dan pencegahan aterosklerosis dan
dengan DUS setiap 6-12 bulan.
secara khusus pada kontol tekanan darah dan menjaga fungsi ginjal. ACE inhibitors dan calciunn channel
blockers
direkomendasikan untuk menangani hipertensi pada PENYAKIT ARTERI RENALIS Penyakit arteri renalis terkait erat dengan aterosklerosis (90%) pada ostium dan sepertiga proksima arteri renalis utama dan aorta perirenal. Kejadian penyakit bertambah risikonya seiring pertambahan usia, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal penyakit aortoiliak dan penyakit jantung kotoner Sekitar 80% pasien degnan penyakit arteri renalis meninggal karena kejadian kardiovaskular Tanda klinis utama meliputi adanya hipertensi refrakter, gagal ginjal yang tidak dapat dijelaskan, dan/atau edema pulmonal. Sumbatan menyebabkan hipoperfusi yang akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron dan menyebabkan hipertensi atau memperparah hipertensi yang sudah ada pada pasien. Nefropati iskemik dapat terjadi tidak hanya karena hipoperfusi, namun juga adanya mikroemboli dan menyebabkan g a n g g u a n kapasitas filtrasi. Kematian pada penyakit arteri renalis meningkat seiring dengan penurunan GFR. Penyakit arteri renalis
penyakit arteri renalis serta menghambat perkembangan gangguan ginjal. Yang harus diperhatikan adalah ACE inhibitors dapat menurunkan tekanan
hidrostatik
kapiler glomerulus menyebabkan penurunan GFR dan peningkatan kreatinin serum sehingga dikontraindikasikan pada penyakit arteri renalis bilateral. Penurunan GFR yang signifikan merupakan indikasi untuk dilakukannya revaskularisasi. Obat-obat antihipertensi lain seperti thiazides, hydralazine,
angiotensin
II receptor blockers, dan
beta blockers dapt digunakan juga unutk mencapai target tekanan darah. Keputusan untuk melakukan revaskularisasi didsarkan atas harapan hidup, komorbiditas, kualitas kontrol tekanan dara dan fungsi ginjal. Revaskularisasi arteri renalis dapat memperbaiki fungsi ginjal dan tekanan darah dengan segera. Namun tetap ada risiko terjadinya perburukan mortalitas dan mobiditas pada sebagian kecil pasien. Untuk itu, revaskularisasi arteri renalis direkomendasikan pada pasien dengan stenosis yang signifikan secara
1526
fungsi dan anatomi pada kasus tetentu seperti terjadinya edema pulmonal atau gagal ginjal kongestif dengan fungsi ventrikel kanan yang baik atau pada pasien iskemia ginjal akut.
REFERENSI Anderson JL, Halperin JL, Albert N M , Bozkurt B, Brindis R G , Curtis L H , et al. Managemt of Patients With Peripheral Artery Disease (Compilation of 2005 and 2011 A C F F / A H A Guidelines Recommendations): A Report of the American College of Cardiology Foundation/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation 2013. Beckman ]A, Creager MA, Libby P. Diabetes and atherosclerosis, epidemiology, pathophysiology, and management. J A M A 2002;287;2570-81. Bennet P C , Siverman S, Gill PS, Lip G Y H . Ethnicity and Peripheral Artery Disease. Q J Med. 2009; 102: 3-16 Creager M A , Dzau VJ. Vascular diseases of extremities. In Harrison's principles of internal medicine. 16*^ ed. Kasper D L et al (ed); NY: McGraw-Hill; 2005.p.l486-94. Creager MA, Libby P. Peripheral arterial diseases. In Heart Disease a Textbook of Cardiovascular Medicine. 6*" ed. Braunwald, Zipes, Libby (ed); WB Saunders Company; 2001 .p. 1457-78 Gaylis H . Diagnosis and treatment of peripheral arterial disease. JAMA 2002; 287; 3 1 3 - 16. Gey DC, Lesho EP, Manngold J. Management of peripheral arterial disease. American Family Physician 2004;Feb;l-12. Go AS, Mozaffarian D, Roger V L , Benjamin AJ, Berry, Borden V^B, et al. Heart Disease and Stroke Statistics - 2013 Update: A Report from the American Heart Association. Circulation. 2013; 127: e6-e245. Holcroft JW. Blaisdell FW. Acute arterial insuffisiency I n : Vascular Surgery Principles and Practice, 2"^^ ed, Veith FJ et al (ed). NY, McGraw-Hill, 1994; 381-87. Hiatt WR. Medical treatment of peripheral arterial disease and claudication. N Engl J Med.2001;344;1608-21. lida 0,Uematsu M, Terasgi H . The Angiosome Concept. 2010 Jackson MR. Clagett P, Antithrombotic therapy in peripheral arterial occlusive disease. C H E S T 2001; 119; 283 - 99. Mandell BF, Hoffman GS. Rheumatic diseases and the cardiovascular system. In Heart Disease a Textbook of Cardiovascular Medicine, ed. Braunwald, Zipes, Libby (ed); WB Saunders Company; 2001.p 2199 - 208. Ouriel K. Detection of peripheral arterial disease in primary care. J A M A 2001; 2 8 6 : 1 3 8 0 - 1 . Rosenfield K, Vale PR, Isner JM, Disease of peripheral vessels. In Textbook of cardiovascular medicine, i'^'^ ed. Topol EJ et al (ed); Philadelphia: Lippincott Williams R Wilkins; 2002.p. 2109-37.
Tendera M , A b o y a n s V, B a r t e l i n k M L , B a u m g a r t n e r I, C l e m e n t D, Collet JP, et al. ESC G u i d e l i n e s o n t h e diagnosis a n d t r e a t m e n t o f p e r i p h e r a l a r t e r y disease. E u r H e a r t 2 0 1 1 ; 3 2 : 2 8 5 1 9 0 6 - .
PENYAKIT VASKULAR
198 PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK Syadra Bardiman Rasyad
PENDAHULUAN
besar (kolitis iskemi), tetapi juga lambung (gastritis erosi akut=stres), hati (hepatitis iskemi), pankreas (pankreatitis
Penyakit vaskular mesenterika (PVM) merupakan suatu
iskemi) dan kandung empedu (beberapa bentuk dari
masalah yang serius dan sering terjadi, dapat bersifat fatal
kolesistitis akalkulosa) (Tabel 1).
hingga menyebabkan kematian, baik yang disebabkan
Klasifikasi PVM berdasar etiologi (Tabel 2). Seringkali
oleh s u m b a t a n secara a n a t o m i s dari makrovaskular
PVM secara akut disebabkan oleh suatu penghentian
mesenterika maupun vasospasme patofisiologis pada
aliran masuk arteri danjuga seringkali sekunder terhadap
tingkat mikrovaskular Dengan makin baik dan majunya
embolus arteri mesenterika superior (AMS) atau salah satu
penatalaksanaan dari pasien yang sakit parah dengan
dari cabang utamanya. Insufisiensi arteri mesenterika kronis
berbagai penyebab apapun pada saat ini, maka didapatkan
dapat bermanifestasi secara klinis seperti angina usus.
pula proporsi yang lebih besar dari pasien yang diketahui dengan diagnosis PVM yang jelas dan terjadi secara
Tabel 1. Klasifikasi Anatomis pada Sindrom Iskemi Splangnik
mendadak. Pemahaman, pengenalan dan penalatalaksanaan yang tepat dari PVM selanjutnya menjadi penting.
DEFINISI Penyakit vaskular mesenterika adalah suatu keadaan
Organ
Keadaan
Usus halus Usus besar Lambung Hepar Pankreas Kandung empedu
Iskemi mesenterika Kolitis iskemi Gastritis erosif (stres) akut Hepatitis iskemi Pankreatitis iskemi Kolesistitis akalkulosa
insufisiensi vaskular mesenterika yang terjadi karena aliran darah ke satu atau lebih organ gastrointestinal berkurang untuk mempertahankan kebutuhan nutrisinya.
Tabel 2. Penyebab dari Iskemi Mesenterika
Biasanya keadaan ini merupakan akibat pengurangan
Sumbatan Arteri • Akut Global (trombosis atau emboli) Segmental (biasanya emboli) • Kronik
pada aliran darah splangnik atau iskemi splangnik, tetapi pada beberapa kasus keadaan ini disebabkan oleh suatu peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap suatu keadaan hipermetabolik yang hebat seperti misalnya pada sepsis.
Angina usus (biasanya aterosklerotik) Vena (trombosis akut) Strangulasi (segmental, secara predominan pada sistem venosa) Non-sumbatan Iskemi mesenterika bukan sumbatan {nonocclusive mesenteric ischemia = IMNO) Enterokolitis nekrotisasi neonatal {neonatal necrotizing enterocolitis = NNE)
KLASIFIKASI Klasifikasi PVM yang ada pada saat ini dibuat berdasarkan anatomi dan etiologinya. Secara anatomi, sindrom klinik yang berhubungan dengan iskemi splangnik tidak hanya mencakup iskemi usus halus dan iskemi usus 1527-
PENYAKIT VASKULAR
1528
Keadaan ini hampir selalu menunjukkan iskemi global dari jaringan pembuluh darah mesenterika, biasanya akibat
pada bed vaskular y a n g mengalami perfusi), bukan pengurangan dari aliran.
sumbatan setidak-tidaknya 2 dari 3 pembuluh darah splangnik utama; arteri seliaka, arteri mesenterika superior
TIngkatan Cidera
dan arteri mesenterika inferior Disini aliran darah mungkin
Tingkatan dari cidera terjadi dari lapisan yang paling
cukup untuk mempertahan kan kebutuhan metabolik yang
superfisial dari dinding usus (puncak villus) sampai lapisan
minimal, tetapi tidak cukup untuk memenuhi peningkatan
yang yang lebih dalam (muskularis propria). Iskemi yang
kebutuhan metabolik yang lebih besar pada suatu kegiatan
lebih hebat atau lebih lama menyebabkan edema sub-
yang lebih berat seperti misalnya pada olah raga.
epitelial, diikuti dengan pelepasan yang sebenarnya
Sumbatan vena jarang terjadi, biasanya sebagai akibat
dari sel epitel, yang dimulai dari puncak villus. Bahkan
trombosis akut. Keadaan ini dapat menyebabkan suatu
dengan iskemi yang lebih lama menyebabkan nekrosis
keparahan klinis, berkisar dari episode yang sembuh
m u k o s a secara k e s e l u r u h a n , diikuti oleh k e r u s a k a n
sendiri sampai kejadian yang lebih berat.
lapisan submukosa, dan akhirnya muskularis propria,
Bentuk yang paling sering dari iskemi mesenterika
menyebabkan nekrosis transmural.
adalah sumbatan karena penjepitan usus halus, biasanya akibat suatu pita yang lengket. Pada sebagian besar
Cidera Reperfusi
laporan dari pasien yang dioperasi terhadap sumbatan
Meskipun hipoksia berperan dalam organ yang mengalami
usus halus secara menyeluruh, penjepitan terjadi pada
cidera selama hipoperfusi (berkurangnya suplai darah ke
20-40%.
organ) yang menyebabkan iskemi, kebanyakan cidera
Iskemi mesenterika non-oklusif (IMNO) merupakan
tetap bertahan tidak hanya selama periode iskemi itu
suatu kejadian klinis dan patologis yang berbeda akibat
sendiri, tetapi juga selama reperfusi (kembali normalnya
vasokontsriksi splangnik dalam respons terhadap syok
suplai darah ke organ). Meskipun oksigen tidak ada selama
kardiogenik atau hipovolumik, dan kemungkinan bentuk
iskemi, tapi tiba-tiba secara mendadak menjadi berlebihan
lain dari stres fisiologis s i s t e m i s y a n g hebat. Pada
pada saat reperfusi.
orang dewasa, vasospasme mesenterika ini juga dapat
Sejumlah penelitian telah menunjuk kan bahwa
mencetuskan iskemi mesenterika akut, terutama bila ini
blokade dari metabolit oksigen toksik secara bermakna
tumpang tindih dengan keberadaan suatu sumbatan
memperbaiki cidera pasca iskemi.
pembuluh darah kronis sebelumnya yang tanpa gejala. Enterokolitis nekrotisasi neonatal (ENN), merupakan
F a k t o r - F a k t o r Toksik p a d a L u m e n
suatu keadaan kompleks dan belum dipahami benar, yang
Fungsi utama dari saluran cerna adalah mencerna dan
terjadi secara predominan pada bayi prematur akibat stres
mengabsorpsi jaringan binatang dan tumbuhan yang
fisiologis yang hebat, dan kemungkinan merupakan suatu
ditelan atau tertelan. Untuk memungkinkan proses ini,
manifestasi yang unik dari iskemi mesenterika non-oklusif
sejumlah substansi korosif yang kuat disekresikan kedalam
Meskipun etiologi dari keadaan ini multifaktor, ada bukti
lumen, tapi zat ini juga dapat menyebabkan cidera jaringan
bahwa iskemi usus vasospatik mempunyai peranan yang
lokal dan sistemik bila barier epitel usus rusak. Faktor ini
penting.
mencakup asam hidroklorida, garam empedu, bakteri, toksin bakteri, protease dan sistem enzim pencernaan lainnya.
MEKANISME CIDERA USUS ISKEMI Iskemi telah lama dianggap sebagai mekanisme utama dari cidera organ splangnik yang terjadi akibat hipoperfusi m e s e n t e r i k a . Pada t a h u n - t a h u n t e r a k h i r ,
sejumlah
mekanisme lain telah ditemukan yang j u g a berperan penting. Ini mencakup metabolit oksigen yang toksik, netrofil, protease lumenal y a n g toksik, bakteria dan toksin.
Penyembuhan Pasca Cidera Iskemi Penyembuhanjaringan pasca cidera iskemi ditentukan oleh patensi mikrovaskulatur dari usus. Jika iskemi terjadi cukup lama dengan suatu cidera mikrovaskular dan konsekuensi terjadinya trombosis, maka akan terjadi nekrosis progresif permanen yang m e n y e b a b k a n kehilangan integritas dari propria muskularis dan menyebabkan kehilangan integritas dinding usus. Pemberian antikoagulan prapengobatan dapat mencegah pembentukan trombosis,
Cidera Hipoksia
usus kecil dapat mentolerir iskemi yang terjadi yang
Hipoksia itu sendiri dapat secara bermakna memberikan
kemudian disusul dengan penyembuhan lebih cepat dan
andil t e r h a d a p cidera y a n g terlihat setelah i s k e m i .
sempurna. Data j u g a menunjukkan bahwa migrasi sel
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kejadian yang
mukosa memberikan perbaikan secara bermakna terhadap
penting adalah gangguan dari konsumsi oksigen (hipoksia
mukosa setelah iskemi.
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
1529
P E N G A R U H SISTEMIK DARI ISKEMI USUS
usus lokal secara sistemik dapat menyebabkan cidera organ yang j a u h .
Hemodinamik Volume sirkulasi splangnik dewasa mengandung kira-kira 1400 ml atau 30% dari volume darah sirkulasi, hingga jika terjadi gangguan distribusi volume darah splangnik akan memberikan efek sistemik yang penting. Pada k e a d a a n s y o k , r e s p o n s t a h a n a n v a s k u l a r utama dari t u b u h secara keseluruhan dimediator di usus. Respons ini merupakan salah satu dari cara yang penting dimana tekanan darah sistemik dipertahankan. Konstriksi pembuluh darah vena pasca kapiler secara efektif menurunkan volume dari pengumpulan darah pada bed splangnik. Hasilnya adalah suatu "autotransfusi" yang meningkatkan pre-load jantung dan bertindak mempertahankan curah j a n t u n g . Mekanisme hemodinamik ini, sebagian besar dimediator oleh sistem saraf simpatis, yang bertindak sebagai baris pertama dari pertahanan terhadap hipovolumea akut.
SINDROM ISKEMI SPLANGNIK G a s t r i t i s S t r e s Erosi A k u t Etiologi dan patofisiologi. Pada beberapa pasien yang menderita stres fisiologis berat (hipotensi, trauma multipel, luka bakar luas), erosi akut pada mukosa lambung sering terjadi dalam beberapa j a m , tetapi biasanya beberapa hari setelah kejadian akut. Penelitian endoskopis pada pasien-pasien perawatan intensif dengan penyakit kritis menunjukkan 100% terjadinya ulkus mukosa. Sebagian besar dari lesi ini hilang dalam 7-17 hari, tetapi perdarahan masif dapat terjadi jika terjadi erosi. Meskipun etiologi dari ulkus stres bersifat multifaktor, pengurangan aliran darah mukosa lambung tampaknya merupakan faktor utama yang mendasarinya. Mekanisme yang sebenarnya dari iskemi yang dapat menyebabkan
Mediator Sirkulasi y a n g Berasal dari Splangnik
mukosa lambung mengalami ulkus belum diketahui
( F a k t o r Toksik y a n g D i d a p a t Dari U s u s )
dengan jelas. Metabolit oksigen toksik (radikal bebas)
Perhatian besar difokuskan pada peranan saluran cerna
yang mengatur perfusi tampaknya berperan penting.
dalam m e m p e r t a h a n k a n status hipermetabolik yang
Beberapa prostaglandin kemungkinan bersifat protektif
terlihat pada pasien dengan stres hebat dan pasien pasca
Konsekuensi dari iskemi ini adalah kehilangan resistensi
operasi. Karena barier mukosa usus gagal, banyak faktor
mukosa terhadap difusi kembali asam. Iskemi mukosa
yang berasal dari usus masuk kedalam aliran limfe, portal
dapat diperberat oleh keberadaan asam intralumen
dan kemungkinan sirkulasi sistemik. Konsekuensinya
sehingga dapat meningkatkan cidera, tapi sebaliknya
bukan hanya gangguan hemodinamik sistemik tetapi juga
apabila pH intragastrik dapat dipertahankan diatas 4.0
cidera organ non-splangnik yang j a u h .
maka akan menurunkan insiden perdarahan dan angka
Toksin bakteri dan bakteri. Seperti dibicarakan, bakteri intrinsik dapat mengalami translokasi dari lumen usus ke dinding usus, nodus limfatikus mesenterika, hati dan portal dan bahkan sirkulasi sistemik. Patofisiologi awal suatu kebocoran endotoksin lebih mungkin, daripada translokasi bakteri itu sendiri. Pada penelitian hewan dan manusia yang sakit kritis menunjukkan bahwa endotoksin portal, danjuga endotoksin level sistemik sangat meningkat. Dari semua temuan ini menyokong hipotesis dimana bakteri usus normal kemungkinan berhubungan dengan efek fatal dari iskemi usus.
kematian. Secara patologis, lesi awal akan terlihat sebagai suatu area fokal hiperemia dan warna pucat pada fundus yang kemudian berkembang menjadi suatu lesi erosi yang sebenarnya. Lesi dapat j u g a terjadi pada antrum dan duodenum tetapi biasanya tidak begitu luas. E p i d e m i o l o g i . Ulkus stres biasanya terjadi pada suatu perawatan intensif dalam jangka waktu yang lama setelah trauma hebat, perdarahan, syok kardiogenik, luka bakar hebat atau stres fisiologis hebat lainnya. Ulkus stres seharusnya dibedakan dari cidera mukosa yang terlihat
Mediator peradangan yang berasal dari usus lainnya.
setelah cidera neurologis atau minum obat. Ulkus Cushing
Cidera iskemi dapat menyebabkan pelepasan sejumlah
terjadi dengan cidera neurologis yang secara klinis dan
mediator peradangan sistemik yang dapat memberikan
patofisiologis berbeda dari ulkus stres yang cenderung
andil terhadap cidera organ yang jauh. Model penelitian
merupakan ulkus tunggal yang terjadi pada kurvatura
distres
mayor dari lambung, dan sering dihubungkan dengan
respiratory
hipersekresi asam yang masif atau perforasi. Sebaliknya,
dimana metabolit oksigen toksik dan
lesi dari ulkus stres sering multiple, bergelanggang dan
yang paling banyak adalah pada sindrom pernapasan pada orang dewasa (ARDS=adult dystress syndrome),
komplemen fragmen (terutama C5a) telah diambil untuk
berbatas tegas, biasanya terletak pada fundus lambung
mediator cidera ini.
dan k a d a n g - k a d a n g terdapat j u g a ulkus yang sama
Metabolit asam arakidonat juga telah digunakan pada
pada antrum dan d u o d e n u m . Ulkus ini paling sering
efek sistemik dari cidera iskemi usus. Jelas bahwa cidera
dihubungkan dengan perdarahan daripada perforasi.
1530 Ulkus Curling,
PENYAKIT VASKULAR
dihubungkan dengan cidera luka bakar,
Prognosis
yang secara patofisiologis nnirip dengan ulkus stres pada
Prognosis pasien ini adalah jelek, tetapi lebih berhubungan
pasien yang bukan luka bakar
dengan penyakit yang mendasarinya daripada ulkus gaster itu sendiri. Lebih dari 8 0 % berhasil dikontrol dengan
G a m b a r a n Klinis
pengobatan konservatif dan 80% dari sisanya yang 20%
Meskipun lesi ini dapat ditunjukkan secara endoskopis
terkontrol secara berhasil dengan pengobatan yang
pada pasien yang sakit sangat parah, manifestasi klinik
lebih invasif, tetapi non-operatif Dengan demikian hanya
yang sebenarnya j a r a n g . Perdarahan gastrointestinal
kira-kira 10% dari pasien dengan masalah ini mengalami
bagian atas nnerupakan komplikasi dari ulkus stres yang
dampak yang fatal dari perdarahan ulkus stres.
paling ditakuti oleh dokter. Meskipun tes guaiac-positif didapati pada 1 5 % dari aspirat lambung pasien ICU, namun secara klinis kejadian perdarahan bermakna yang memerlukan transfusi, terjadi kurang dari 3%. Biasanya perdarahan baru terjadi setelah beberapa hari dirumah sakit. K e m u n g k i n a n ini d i s e b a b k a n
karena fungsi
gastrointestinal kembali normal yang berarti normalnya kembali sekresi asam pada pasien yang mulai sembuh dari penyakit kritis. Hal ini dapat dilihat pada selang nasogastrik yang berwarna merah gelap dengan konsistensi guaiacpositif. Dengan pengobatan medis yang adekuat (H2 bloker antasida atau sukralfat) sebagian kasus sembuh spontan. Tapi kadang-kadang perdarahan tidak bisa berhenti dan mengancam kehidupan, hal ini tentunya memerlukan pengobatan yang lebih spesifik.
Etiologi dan patofisiologi. Pankreatitis
iskemi
didefisinisikan sebagai pankreatitis akut yang berkembang setelah suatu periode gangguan pada sirkulasi, bila tidak ada faktor predisposisi lain yang d i t e m u k a n . Iskemi splangnik yang terjadi pada pasien syok atau hipotensi telah diimplikasikan pada permulaan dari beberapa kasus penyakit pankreas klinik. A d a b e b e r a p a f a k t o r e t i o l o g i dari p a n k r e a t i t i s iskemi, yaitu hipovolumia, tromboemboli, vasokonstriksi splangnik sekunder terhadap pelepasan pressor, diuretik, atheroemboli, hiperkalsemia, trauma operasi dan syok elektrik. Pintas jantung-paru (CPB =
cardiopulmonary
bypass) adalah faktor predisposisi terhadap pankreatitis, dikarenakan aliran rendah, perfusi non pulsatil, hipotermia
Pengobatan Penatalaksanaan progressif termasuk
Pankreatitis Iskemi
normalisasi
hemodinamik, pembilasan dengan NaCI dan netralisasi a s a m . Setiap usaha dilakukan dengan prinsip untuk mempertahankan volume sirkulasi darah yang adekuat, mencegah syok dan hipotensi, dan mengobati sepsis yang mana semua upaya tersebut dilakukan untuk mencegah memberatnya iskemi mukosa gaster. Netralisasi asam lambung dengan antasid, blokade reseptor histamin atau penghambat pompa proton terbukti efektif Pada pH lambung diatas 5,99% asam lambung dibuffer dan
dan sludging vena. Meskipun tidak ada penelitian yang dipublikasikan langsung mengevaluasi peranan dari vasopressor pada etiologi pankreatitis iskemi, aksis reninangiotensin sangat diaktivasi oleh perfusi non pulsatil dari CPB yang dihubungkan paling umum dengan pankreatitis iskemi. Secara patologi, temuan yang paling umum adalah hiperemia, bruising, perdarahan mikroskopis, fokal nekrosis dan edema interstitiel yang ditemukan postmortem pada pankreas pasien yang meninggal karena syok.
aktivitas enzim digestif pepsin secara efektif dihambat.
Epidemiologi. Pasien yang berisiko terhadap pankreatitis
Sebagaian besar pasien perdarahannya berhenti dengan
iskemi adalah mereka yang mengalami periode syok
pengobatan yang relatif sederhana ini dan beberapa
menetap dan
penelitian m e n u n j u k k a n p e n u r u n a n y a n g b e r m a k n a
Meskipun insiden biokimia dari pankreatitis (terutama
insiden perdarahan klinis dengan cara ini.
h i p e r a m i l a s e m i a ) setelah hipotensi y a n g b e r m a k n a
selanjutnya
mendapat
resusitasi.
Jika perdarahan terus berlanjut, dapat dilakukan cara
mungkin mendekati 80%, manifestasi klinik dari penyakit
non-operatif lainnya, seperti koagulasi dengan endoskopi
terlihat pada lebih sedikit pasien. Lagipula, pasien yang
atau infus vasopressin (pitressin) dengan arteriografi, atau
mengalami CPB risikonya meningkat untuk pankreatitis
bahkan embolisasi. Dengan cara tersebut 8 0 - 9 0 % dari
pasca operasi, dengan sebanyak 4 % dari mortalitas yang
pasien dapat dihentikan perdarahannya. Sisanya adalah
terlihat setelah operasi jantung yang berhubungan dengan
sejumlah kecil pasien yang gagal dihentikan perdarahannya
komplikasi ini. Hiperamilasemia terlihat pada separuh
walaupun telah dilakukan penatalaksanaan non-operatif
pasien yang mendapat CPB, tetapi pada beberapa analisis
agresif Tindakan operasi membawa mortalitas yang tinggi
kasus dari isoenzim amilase menghasilkan bahwa pada
(30%) dan seharusnya dilakukan hanya setelah semua
proporsi yang bermakna peningkatan ini disebabkan oleh
usaha pada cara non-operatif gagal. Bila tidak dapat
peningkatan level dari amilase salivarius. Penelitian lain
dihindari, seharusnya segera dilakukan tindakan operasi
menunjukkan hubungan yang baik antara total serum
berupa gastrektomi total.
amilase dengan manifestasi klinik pankreatitis.
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
1531
Gambaran Klinik. Beberapa pasien dengan panl
kolitis iskemi non-iatrogenik jarang terjadi akibat oklusi
iskemi adalah asimptomatik dan dibuktikan hanya dengan
yang jelas dari aliran masuk arteri, tetapi sebagai akibat
otopsi mengalami pankreatitis. Gejala yang paling sering
tekanan perfusi menurun, vasokonstriksi atau keduanya.
adalah nyeri abdomen dan nausea. Distensi lambung dan
Seperti pada usus halus, vasokonstriksi ini secara luas
ileus dapat terjadi beberapa hari setelah syok. Demam
dimediator oleh aksis renin-angiotensin. Distribusi cidera
derajat rendah mungkin juga ada, tetapi tidak spesifik.
biasanya segmental, tetapi dapat melibatkan seluruh
Walaupun jarang, keadaan dapat berkembang menjadi
kolon, tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
pankreatitis fulminan, nekrosis pankreatitis dan bahkan
Beberapa keadaan dari kolitis iskemi tidak dikenali secara
pembentukan abses.
klinik, dan beberapa diantaranya tidak memerlukan obat
Diagnosis. Diagnosis pankreatitis iskemi sulit ditegakkan. Hiperamilasemia merupakan temuan laboratorium yang paling umum, sering pertama kali tampak 24-48 j a m setelah periode syok. Peningkatan amilase tidak jarang
khusus atau intervensi operasi. Secara patologis, kolon menunjukkan penebalan, ulkus mukosa dan stenosis. Ada perbedaan cidera dari mukosa ke muskularis propria.
setelah syok, namun tidak spesifik untuk pankreatitis.
E p i d e m i o l o g i . Kolitis iskemi biasanya pada usia
Analisis dari isoenzim amilase dan pankreatik amilase
pertengahan atau usia lanjut. Sering dijumpai adanya
mungkin bermanfaat. Demam dan lekositosis dapat terjadi
riwayat penyakit jantung iskemi atau insufisiensi arteri
dan ahli klinik harus membedakan keadaan ini dari krisis
perifer. Pasien dengan kelainan jaringan ikat, diabetes
intra abdominal, seperti iskemi atau perforasi usus.
melitus atau penyakit kolon sebelumnya mempunyai
Pemakaian rutin dari CT scan generasi baru dengan
risiko terhadap penyakit ini. Kasus spontan dari kolitis
dan tanpa kontras intravena membantu dalam menegakkan
iskemi cenderung terjadi pada penyakit yang parah dan
diagnosa pankreatitis. Seringkali, diagnosis ditegakkan
pasien yang imunitasnya menurun, sering menderita
dengan laparotomi atau autopsi.
penyakit sistemik yang menyebabkan aliran darah menjadi
Pengobatan. Seperti halnya pankreatitis yang disebabkan oleh etiologi y a n g lebih u m u m , p e n g o b a t a n untuk pakreatitis iskemi tidak spesifik dan kebanyakan suportif Istirahat usus (puasa), dekompresi lambung (selang nasogastrik) dan nutrisi parenteral
lambat. Seringkali ada riwayat nyeri perut bagian bawah sebelumnya yang sembuh secara spontan. Ini juga dapat terjadi pada pelari maraton pada semua tingkat usia, terutama wanita dan pecandu cocain.
kemungkinan
Gambaran klinis. Ada tiga pola dasar gejala klinik, yang
m e n g u n t u n g k a n . Pada kasus y a n g berat, antibiotik
paling umum yaitu pasien mengalami kram dan atau nyeri
dianjurkan, meskipun trial kontrol pada pasien dengan
perut bagian bawah pada daerah fosa iliaka sinistra. Pola
bentuk yang lebih kontroversial dari pankreatitis ringan
kedua yang juga sering adalah mual, muntah, diare dan
gagal menunjukkan keuntungan dari pemakaian antibiotik
keluarnya darah atau mukus melalui rektum. Dapat terjadi
profilaksis. Seperti pada sindrom iskemi splangnik lainnya,
suatu gawat perut dengan tanda-tanda peritonitis sebagai
pengobatan lebih ditujukan pada penurunan penyebab
tanda yang muncul pertama. Pada sebagaian kecil pasien
yang potensial dari vasokonstriksi splangnik. Dengan
menunjukkan penyakit yang subklinis dengan adanya
kontrol dari penyakit yang mendasarinya, sebagian besar
suatu striktura pada usus.
pasien sembuh tanpa gejala sisa yang berarti.
Pasien mengalami d e m a m ringan dan takikardia. Sebagian besar pasien tidak tampak sakit berat. Adanya
Kolitis I s k e m i Etiologi dan patofisiologi. Kolitis iskemi semakin banyak diketahui sejak tahun 1960 dengan perkembangan dari
nyeri tekan yang sering pada daerah fosa iliaka sinistra dan sering terlihat darah pada pemeriksaan rektum. Pasien yang tidak jelas keluhannya sangat sulit dievaluasi.
pada operasi aneurisma aorta. Penyakit iskemi kolon dapat
Diagnosis. Perubahan laboratorium biasanya tidak khas,
terjadi sekunder akibat berbagai penyebab, termasuk
selalu ditemukan leukositosis ringan. Diagnosis kolitis
c i d e r a arteri i a t r o g e n i k , aliran d a r a h y a n g lambat,
iskemi paling mudah ditemukan dengan sigmoidoskopi
peningkatan tekanan intralumen atau trombosis spontan
f l e k s i b e l ( k o l o n o s k o p i ) . Ahli e n d o s k o p i
dari arteri atau vena utama yang mensuplai kolon.
menolak melakukan endoskopi pada pasien ini, karena
Penyebab yang paling umum dari kolitis iskemi adalah
cenderung
takut terjadi perforasi, namun dengan cara yang hati-
gangguan iatrogenik dari AMI pada waktu operasi aorta.
hati dan meminimalkan tiupan udara, hal tersebut dapat
Ini terjadi sebagak 3 - 5 % dari pasien yang mengalami
d i m i n i m a l k a n . Mukosa akan tampak normal sampai
penempatan kembali aorta tanpa implantasi kembali AMI.
kedalaman skop 12-15 cm, disebakan adanya sirkulasi
Kolitis iskemi dapat terjadi secara spontan dari berbagai
kolateral arteri rektalis media. Kemudian tampak mukosa
penyebab lain seperti penyakit aterosklerosis dan status
menjadi edema, berdarah, rapuh dan adanya tukak. Hasil
aliran rendah. Tidak seperti iskemi usus y a n g kecil,
biopsi dapat menunjukkan suatu kolitis iskemi yang khas
1532
PENYAKIT VASKULAR
apabila dilakukan saat proses akut. Kolitis iskemi kronik
E p i d e m i o l o g i . Pasien d e n g a n penyakit yang parah,
m e n y e b a b k a n d e p o s i s i h e m o s i d e r i n , suatu t e m u a n
paling berisiko untuk terjadinya kolesistitis akalkulosa.
diagnostik pada biopsi.
Yaitu mereka yang mengalami operasi emergensi. Puasa
Pemeriksaan barium e n e m a dapat menunjukkan
yang lama, nutrisi parenteral, ventilasi dengan tekanan
suatu lesi peradangan dari kolon secara s e g m e n t a l .
positif, dan trauma hebat semuanya berhubungan dengan
Gambaran spesifik berupa "thumbprinting"
sindrom ini j u g a .
(cetakan jari)
yang merupakan indikasi adanya edema mukosa, serta pembentukan kantung dan penyempitan segmen yang terkena. Angiografi tidak diperlukan untuk diagnosis kolitis iskemi dan sering dapat membingungkan. Kadang-kadang dapat juga ditemukan sumbatan AMI pada orang sehat. Pengobatan.Sebagian
besar kasus kolitis
G a m b a r a n klinis. D i a g n o s i s klinis dari k o l e s i s t i t i s akalkulosa seringkali sulit. Pada pasien dengan penyakit yang parah atau cidera dan pada pasien yang status neurologisnya terganggu, keluhan nyeri kuadran atas kanan dan nausea merupakan gejala yang paling sering
iskemi
d i l a p o r k a n . Pada p a s i e n - p a s i e n d e n g a n alat bantu
memerlukan pengobatan supportif saja. Memperbaiki
pernapasan, pemakaian sedasi dan analgesia sering
kondisi kardiovaskular, hindari vasokonstriktor splangnik,
menutupi tanda klinik y a n g j e l a s . Distensi, demam yang
dekompresi nasogastrik dan antibiotika sistemik yang
tidak dapat dijelaskan, bising usus negatif dan perburukan
m e n c a k u p flora usus m e r u p a k a n pengobatan dasar.
penyakit yang tidak diharapkan pada seluruh keadaan
Pengamatan yang seksama dan pemeriksaan abdomen
klinis merupakan tanda klinik yang paling penting dalam
ulang adalah penting. Pemeriksaan kolonoskopi ulang
mendiagnosa kolesistitis akalkulosa.
d a p a t d i l a k u k a n u n t u k m e l i h a t efek p e n g o b a t a n . Pemakaian obat-obatan seperti vasodilator dan glukagon telah dicoba tetapi hasilnya tidak begitu baik. Indikasi untuk operasi bila ada peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus yang dalam dan obstruksi serta bila pada kolonoskopi ulang menunjuk kan penyakit yang bertambah berat. Tindakan operasi yang optimal adalah dengan melakukan reseksi segmen yang jelas mengalami iskemi dan mengangkat ujung usus yang tersisa (atau secara alternatif, pembentukan Hartmann's pouch). Upaya reVaskularisasi ataupun anastomosis primer tidak menunjukkan hasil yang baik terhadap penyakit kolitis iskemi.
Diagnosis. Biasanya ada leukositosis, tetapi sering sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya. Nilai laboratorium lainnya juga tidak khas. Sering kali demam yang tidak dapat dijelaskan atau peningkatan leukosit membuat ahli klinik mempertimbangkan diagnosis penyakit ini. Peningkatan ringan level bilirubin dalam serum, alkalin fospatase dan transaminase kadang-kadang terlihat. Uttrasound dan CT dapat membantu dalam menunjukkan diagnosis dengan menentukan pembesaran kandung empedu dengan penebalan dinding (6mm) dan adanya cairan pericholecystic yang mungkin tampak sebagai halo. Nyeri tekan pada palpasi dengan alat ultrasound, atau adanya gambaran ekogenisitas yang medium pada
P r o g n o s i s . B e b e r a p a kasus kolitis i s k e m i s e m b u h spontan. Tapi pada sejumlah kecil pasien terus mengalami pembentukan striktura setelah episode iskemi. Pada kasus ini diperlukan suatu pengamatan yang seksama dari perjalanan penyakit sambil dipersiapkan suatu tindakan operasi elektif.
pankreas, difus, homogen, tak berbayang, menunjukkan pus pada lumen k a n d u n g e m p e d u y a n g s e m u a n y a dianggap temuan positif Dengan menggunakan kriteria ini, sensitifitas 98% dilaporkan untuk diagnosis dari kolesistitis akalkulosa dengan menggunakan ultrasound. Diagnostik aspirasi perkutaneus dari kandung empedu mungkin juga bermakna, tetapi tetap kontroversial. Scintigrafi empedu kurang bermakna karena umumnya positif pada populasi
Kolesistitis A k a l k u l o s a Etiologi dan patofisiologi. Kolesistitis akalkulosa
pasien ini, bahkan dengan tidak adanya kolesistitis.
merupakan kolesistitis nekrosis yang terjadi tanpa adanya
Pengobatan. Tidak seperti kolesistitis pada penyakit
batu empedu. Seringkali terjadi pada penyakit yang kritis,
batu e m p e d u , pada kolesistitis a k a l k u l o s a p e r a n a n
syok, trauma atau pasien pasca operasi. Etiologi dari
pengobatan medis tidak ada. Pengobatan adalah berupa
kolesistitis akalkulosa jelas multifaktor, tetapi tampak
percobaan kolesistektomi bila diagnosis sudah ditegakkan.
bahwa iskemi non-oklusif berperan penting pada sejumlah
Prosedur kolesistektomi bersifat kontroversial, beberapa
kasus. Obstruksi dari duktus sistikus, narkotik dan sejumlah
penulis melaporkan angka mortalitas yang tinggi dengan
faktor lain (tromboxan A2, leukotrien,
platelete-activating
kolesistostomi d i b a n d i n g k a n d e n g a n kolesistektomi
factor, tumor nekrosis faktor) juga terlibat. Stasis empedu,
konvensional. Penundaan tindakan operasi sering
seperti yang terjadi pada puasa yang lama dan nutrisi
menyebabkan terjadinya ganggren yang progresif pada
parenteral, kemungkinan merupakan penyebab pada beberapa kasus.
kandung empedu, dapat terjadi perforasi dan peritonitis. Bila diobati dengan tepat, dapat menurunkan angka kematian (10 -15%).
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
1533
Beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata
Dua kelompok utama dari pasien y a n g berisiko
nnenunjang tindakan profilaksis terhadap kolesistitis
terhadap hepatitis iskemi adalah: pasien yang menderita
akalkulosa. Caranya adalah dengan pengosongan reguler
penyakit kardiovaskular dengan manifestasi baik sebagai
dari kandung empedu dengan memberikan diet tinggi
gagal jantung atau aritmia, atau pasien yang menderita
lemak atau pemberian kolesistokinin intravena.
hipotensi sekunder terhadap perdarahan atau sepsis. Insiden dilaporkan sangat bervariasi, tetapi terlihat ada
Hepatitis Iskemi Etiologi dan patofisiologi. Hepatitis iskemi didefinisikan
peningkatan yang bermakna dari bilirubin hampir 3 3 % dari pasien yang mengalami episode hipotensi yang berat.
sebagai insufisiensi yang berhubungan dengan nekrosis
Gambaran klinis. Manifestasi klinik hepatitis iskemi berupa
sentrilobuler, yang tampak setelah terjadi syok sirkulasi.
ikterus dengan peningkatan sementara level transaminase
Juga diketahui sebagai syok hepar atau insufisiensi hepar
dalam serum setelah periode hipotensi.
pasca trauma dengan gambaran histopatologis yang sangat khas.
Perjalanan penyakit hepar iskemi dapat dibagi dalam 3 fase yang berbeda: Pertama
adalah awal dari cidera
Diantara organ-organ splangnik, hati mempunyai
hati yang dimulai dengan gangguan hemodinamik dan
keunikan, yaitu mendapat suplai darah dari 2 sumber
berakhir dengan perbaikan aliran normal. Selama fase ini
yang sangat berbeda kandungan oksigen relatifnya, tetapi
level serum enzim biasanya normal. Kedua adalah cidera
tidak dalam responsnya terhadap iskemi. Kira-kira 2/3
hati yang ditandai dengan berbagai perobahan berupa
dari suplai darah disediakan oleh sirkulasi porta, yang
peningkatan dalam aminotransferase, alkalin fosfatase
dalam keadaan istirahat mempunyai campuran oksigen
dan laktatdehidrogenase. Peningkatan bilirubin biasanya
vena dengan kejenuhan 3 5 % sampai 50%. Tetapi selama
berlangsung 2 sampai 3 hari sebelum peningkatan enzim
syok kejenuhan ini turun 6% sampai dengan 10%, yang
dan jarang lebih tinggi dari 5-10 mg/dl. Abnormalitas
disebabkan oleh peningkatan kehilangan oksigen pada
laboratorium ini biasanya hilang dalam 1-2 minggu.
bed splangnik, dan kemudian ditambah lagi dengan
Ketiga adalah fase penyembuhan yang biasanya terjadi
menurunnya (secara disproporsional) aliran arteri hepatika
s e c a r a s p o n t a n a p a b i l a p e n y e b a b dari iskemi hati
dan darah vena porta dalam respons terhadap syok.
disingkirkan.
Meskipun dibawah keadaan normo volumik, sumbatan yang tersembunyi baik pada arteri hepatika ataupun vena porta akan menyebabkan vasodilatasi kompensasi dalam bed dari pembuluh yang lain (disebut respons buffer arteri hepatika) kedua bed secara bersama-sama akan memberikan respons selama periode syok, karena mekanisme homeostatik tumpang tindih dengan respons selektif dari k e d u a bed p e m b u l u h d a r a h t e r h a d a p angiotensin II. Sebagai akibatnya, hepar sebagai organ yang aktif secara metabolik dengan kebutuhan oksigen yang tinggi dalam keadaan normal, berada dalam keadaan sakit untuk mentolerir periode syok yang lama. Meskipun faktor awal penyebab hepatitis iskemi
Diagnosis. Diagnosis dipastikan dengan
adanya
peningkatan level transaminase serum dan bilirubin tanpa adanya bukti penyakit hati atau empedu primer Pada beberapa kasus, hepatitis iskemi sukar dibedakan dengan penyakit hepatobiliaris karena penyebab lain dan bahkan dapat tumpang tindih. Keadaan tumpang tindih ini tidak hanya membuat diagnosis menjadi lebih sulit bahkan dapat memperburuk dampaknya. Pada sebagian besar kasus, penyakit
traktus
biliaris seharusnya disingkirkan dengan sonografi atau kolangiografi. Pengobatan. Pengobatan hepatitis iskemi sangat supportif
adalah anoksia, tapi tampaknya pengaturan metabolit
Elemen yang paling penting, seperti pada semua sindrom
oksigen toksik (radikal bebas) pada reperfusi mungkin
iskemi splangnik, adalah pencegahan dari serangan iskemi
berperan penting j u g a . Sel-sel hepatosit dan endotel
dan melakukan intervensi bila serangan terjadi.
vaskular hati kaya akan xanthine oksidase, selanjutnya enzim danjuga substratnya (O^, hipoxanthin) akan keluar selama reperfusi. Epidemiologi. Hepatitis iskemi pertama kali dikenal dalam hubungannya dengan syok kardiogenik dan gagal jantung kongestif, seringkali setelah serangan infark jantung akut. Karena penatalaksanaan pasien dengan perdarahan dan
Tindakan yang penting adalah hindari
obat
vasokonstrlktor, kontrol cairan dan hemodinamik sistem dan fungsi j a n t u n g serta pelihara kejenuhan oksigen yang adekuat. Sepsis merupakan faktor y a n g dapat memperburuk keadaan dan seharusnya dihindari atau secara agresif segera diobati. Prognosis. Gangguan fungsi hati pada hepatitis iskemi
syok kardiogenik yang membaik, maka sering terjadi
biasanya tidak mengancam kehidupan. Pada penyakit yang
suatu gangguan insufisiensi hati yang tersembunyi dan
sangat parah, cidera hati dapat mengakibatkan kegagalan
tidak terdiagnosis dalam satu atau dua hari setelah kondisi
multi organ dan bahkan kematian. Jika pasien tetap hidup,
hipotensi pada syok kardiogenik itu dapat diatasi dengan baik.
disfungsi hati biasanya sembuh.
1534
Embolus Arteri Mesenterika Akut Etiologi dan patofisiologi. Infark mesenterika akut paling sering disebabkan oleh suatu sumbatan emboli atau trombotik dari satu atau lebih pembuluh mesenterika. Emboli arteri biasanya berasal dari jantung dan terjadi pada hampir dari 7 5 % kasus. Sebagian besar emboli terjadi pada pasien yang mengalami atrial fibrilasi. Trombus mural setelah infark jantung juga merupakan suatu sumber yang sering dari emboli perifer Aorta proksimal juga dapat menunjukkan plaque atheromatosa ke arah bawah yang menyebabkan embolisasi perifer Emboli terhadap AMS terjadi kira-kira 5% dari semua kasus embolisasi arteri perifer Embolus biasanya berada sedikit distal dari AMS, dengan demikian menyumbat pembuluh beberapa sentimeter dari asalnya. Seringkali, embolus menempel ke cabang yang lebih distal, menyumbat tempat asalnya dari kolika media, kolika kanan atau bahkan dari cabang perifer yang lebih kecil. Epidemiologi. Yang berisiko untuk terjadinya emboli mesenterika ini adalah pada pasien berusia lanjut, orangorang dengan penyakit pembuluh darah atherosklerotik yang tersebar yang telah ada sebelumnya, mereka yang punya riwayat stroke, infark j a n t u n g dan insufisiensi Vaskular perifer (tabel 3). Pasien yang mengalami emboli mesenterika seringkali mengalami atrial fibrilasi, mempunyai riwayat kardioversi atau menderita infark jantung yang luas. Gambaran klinis. Pada pasien dengan nyeri perut akut yang disebabkan emboli mesenterika sering ditemukan pula emboli ditempat lain seperti sekeliling mata, kaki dan kuku. Tanda-tanda vital biasanya normal pada awalnya, namun keluarnya cairan ke intralumen segera akan menyebabkan dehidrasi dengan manifestasi klinis sebagai takikardi, output urine menurun, dan bahkan hipotensi. Demam derajat rendah, kadang-kadang di bawah 38°C mungkin juga dijumpai. Diagnosis. Diperlukan suatu kecepatan dan ketepatan diagnosis pada emboli mesenterika akut ini karena sebagian besar pasien yang berisiko dengan usia lanjut ini hanya mempunyai sedikit cadangan fisiologis, sehingga onset dari serangan sangat cepat dan berakibat fatal sampai pada kematian. Arteriografi tidak hanya dapat memastikan diagnosis dari iskemi mesenterika pada pasien yang berisiko tersebut, tetapi juga menunjukkan kondisi anatomis yang dapat membantu ahli bedah untuk merencanakan usaha rekonstruksi sebelum laparotomi.
PENYAKIT VASKULAR
Tabel 3. Faktor Klinik yang Menjadi Predisposisi Iskemi Mesenterika Oklusi arteri Emboli (15% - 40% dari kasus) Kejadian emboli sebelumnya Atrial fibrilasi [cardioversion terakhir) RHD Artificial valve Ml (nfark jantung) terakhir Instrumentasi vaskular terakhir Kateterisasi jantung Angiografi Angioplasti Trombosis (15% - 65%) Dikenal sebagai penyakit vaskular Aterosklerosis Diseksi aorta Vaskulitis (termasuk SLE) Trauma Status hiperkoagulasi Dehidrasi Trombosis Vena (2% - 20%) Status Hiperkoagulasi Hormon atau kehamilan Karsinoma dan karsinomatosis Polisitemia Koagulopati Defisiensi Protein S Defisiensi Protein C Dehidrasi Obstruksi Vena Hipertensi portal Sindrom Budd-Chiari Karsinoma Aliran darah splangnik rendah CHF (gagal jantung kongestif) Syok Obstruksi Usus Trauma Skleroterapi Vasospasme (5% - 25%) Dehidrasi Syok CHF Tamponade perikardial Cardiopulmonary by pass Dialisis Obat-obat vasokonstriksi : Digitalis glikosid P-adrenergik antagonist a-adrenergik agonist Vasopressin Cocaine
Dengan alasan ini maka kalau fasilitas arteriografi tersedia, pasien seharusnya segera m e n d a p a t k a n arteriografi
Vasospasme yang berhubungan dengannya dan keadaan
sebelum tindakan operasi.
sirkulasi kolateral mungkin dijumpai. Vasospasme ini dapat
Temuan yang paling sering pada arteriografi adalah
menyulitkan dalam keberhasilan penatalaksanaan operasi
sumbatan AMS di tempat asal dari arteri kolika media.
dari lesi ini, seperti dibicarakan pada bagian selanjutnya.
1535
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
Pengobatan. Setelah diagnosis dari emboli mesenterika
pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF), dan pasien
ditegakkan, diindikasikan melakukan laparotomi yang
dengan infark jantung sebelumnya. Status hiperkoagulasi
tepat. Pada laparotomi, ahli bedah dapat menemukan
(polisitemia vera, dehidrasi, sindrom pasca splenektomi,
nekrosis yang sesungguhnya dari usus tersebut, dari
karsinoma), diseksi aorta dan trauma juga dihubungkan
duodenum sampai rektum.
dengan trombosis arteri mesenterika.
Penatalaksanaan operasi terdiri dari pembentukan kembali aliran masuk arteri jika memungkinkan, penilaian yang akurat dari usus yang sehat dan reseksi segmen iskemi. Pada kasus emboli arteri mesenterika superior ( A M S ) , aliran paling baik dibentuk kembali d e n g a n mengisolir A M S proksimal pada titik dimana pulsasi berhenti, membuat suatu insisi transversal pada pembuluh darah dan m e m i n d a h k a n / mengangkat embolus dan bekuan yang ada dengan kateter balon embolektomi. Setelah arteri dibersihkan, seharusnya dibilas dengan Na heparin. Pulsasi seharusnya merupakan bukti pada cabang distal AMS setelah embolektomi yang berhasil. Pada beberapa kasus, infus dari vasodilator seperti papaverin digunakan untuk mengatasi vasospasme yang
Gambaran klinis. Trombosis arteri mesenterika dapat terjadi secara lebih tersembunyi dibandingkan emboli mesenterika akut. Rasa nyeri mungkin lebih bersifat perlahan pada mulanya dengan intensitas lebih ringan sampai sedang. Gambaran fisik sama dengan sumbatan emboli dini, dengan sedikit nyeri tekan pada daerah yang dirasakan nyeri, distensi lambung ringan dan bising usus hipoaktif dengan adanya abdomen yang lembek. Tandatanda aterosklerosis sistemik berupa pulsus perifer yang berkurang atau bruit, seringkali ditemukan. Gambaran tingkat lanjut sama d e n g a n infark mesenterika dari penyakit emboli. Diagnosis. Sama dengan prinsip yang digunakan dalam
sering menyertai embolektomi, dan heparinisasi seringkali
mendiagnosa emboli mesenterika. Penyakit trombotik
digunakan untuk membantu mencegah trombosis
seringkali terjadi jauh lebih tersembunyi. Seperti halnya
sekunder terhadap trauma endotel dan juga mengobati
d e n g a n p e n y a k i t e m b o l i a r t e r i , tes l a b o r a t o r i u m ,
s u m b e r y a n g mendasari embolus.
dan foto polos biasanya mempunyai nilai diagnostik
Setelah reVaskularisasi, usus yang tidak sehat harus
hanya setelah infark terjadi. Arteriogram penting untuk
direseksi karena jika usus tersebut dibiarkan, usus ini
memastikan diagnosis trombosis arteri mesenterika dan
mungkin bertindak sebagai sumber sepsis.
untuk merencanakan suatu tindakan operasi. Sumbatan
Prognosis. Kematian pada penyakit emboli pembuluh darah mesenterika tinggi, bervariasi dari 50-90%. Bila manifestasi sistemik berat telah terjadi, disertai dengan iskemi intestinal yang mengalami gangren berarti pasien masuk k e s t a d i u m lanjut. Upaya terbaik y a n g harus dilakukan dalam upaya penyelamatan pasien adalah
u m u m n y a terjadi p a d a b a g i a n p e r t a m a dari A M S , dengan aksis AMS dan seliaka tersumbat. Disini dijumpai pembuluh darah kolateral yang besar dari AMI dan arteri lumbalis yang dapat berarti bahwa ini proses iskemi kronis yang sudah terjadi lebih dulu (proses akut dan kronis telah mengalami tumpang tindih).
segera melakukan reseksi dan mulai memberikan nutrisi
Pengobatan. Setelah diagnosis trombosis mesenterika
parenteral.
ditegakkan, biasanya diindikasikan laparotomi. Pada
Namun lebih dari pada itu semua, hal yang paling efektif untuk hasil yang baik adalah pencegahan, diagnosis
laparotomi, usus t a m p a k iskemi d e n g a n j a r a k y a n g b e r v a r i a s i , t e r g a n t u n g pada sirkulasi kolateral. Jika
yang cepat dan pengobatan dini yang agresif.
s u m b a t a n 2 dari 3 p e m b u l u h d a r a h
Trombosis Arteri Mesenterika Akut
darah y a n g tersisa dapat m e n y e b a b k a n iskemi dari
Etiologi dan patofisiologi. Sumbatan oleh trombus pada suplai Vaskular mesenterika terjadi kira-kira 10-15% dari kasus iskemi mesenterika akut. Trombosis mesenterika akut biasanya terjadi ditempat lesi aterosklerosis yang ada sebelumnya atau abnormalitas anatomis lain. Penurunan pada curah jantung, sekunder terhadap dehidrasi atau p e r d a r a h a n , atau setelah infark j a n t u n g , s e r i n g k a l i mendahului episoda trombotik.
mesenterika
sebelumnya terjadi, maka trombosis akut dari pembuluh lambung dan rektum. S e p e r t i pada p e n y a k i t emboli
penatalaksanaan
operasi terdiri dari pembentukan kembali aliran masuk arteri, penilaian viabilitas usus dan reseksi s e g m e n yang mengalami iskemi. Pada kasus trombosis A M S , reVaskularisasi seringkali lebih sulit, biasanya memerlukan pintas vena saphena dari lesi yang tersumbat. Prosedur ini dimulai dengan mobilisasi bagian keempatdari duodenum dari l i g a m e n t u m treitz, m e m u n g k i n k a n
penutupan
Epidemiologi. Trombosis arteri mesenterika seringkali
kira-kira AMS proksimal sampai aorta. Segmen pendek
terjadi pada kondisi aliran darah vaskular yang lambat (lihat
dari vena saphena kemudian dilakukan interposisi dari
tabel 3). Pasien tertentu yang berisiko untuk terjadinya
aorta infrarenal ke bagian yang sesuai dari AMS. Tempat
trombosis mesenterika adalah usia lanjut, aterosklerotik
alternatif dari aliran ke dalam cangkokan berupa aorta
d e n g a n p e n y e m p i t a n pada d a e r a h p r o k s i m a l A M S ,
supra seliaka dan arteri hepatika dekstra. Pada beberapa
PENYAKIT VASKULAR
1536 kasus yang sangat berat usaha yang bersifat heroik
mesenterika cenderung tersembunyi. Gejalanya berupa
ini tidak diindikasikan karena irreversibilitas cedera
nyeri abdomen yang tidak jelas, diare (sering berdarah)
gastrointestinal, atau keadaan dari pasien ini. Pada pasien
dan muntah. Sering gejala yang non spesifik ini diikuti
ini operasi lebih diarahkan terhadap reseksi dari semua
oleh kegagalan sirkulasi seperti terjadinya hipovolumia.
usus yang tidak sehat.
Pada pemeriksaan fisik adanya nyeri tekan perut secara
Pengobatan trombolitikjuga telah disarankan sebagai
umum dan distensi yang terjadi kemudian. Dan kemudian
Pengobatan trombosis arteri mesenterika, terutama jika
akan terjadi peritonitis yang sesungguhnya bila infark
iskemi didiagnosis secara tepat, namun n a m p a k n y a
transmural atau perforasi telah terjadi.
ada hal-hal yang membatasi manfaatnya yaitu risiko perdarahan dan kemungkinan pelepasan faktor-faktor lumen yang toksik dari lumen usus.
Diagnosis. Kadang-kadang onset yang tersembunyi dari trombosis vena mesenterika menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis. Tes laboratorium seringkali didapatkan
Prognosis. Kematian pada trombosis Vaskular mesenterika
leukositosis dan peningkatan hematokrit, yang merupakan
adalah tinggi, berkisar 70-90%. ReVaskularisasi yang
cerminan dari hemokonsentrasi. Seperti halnya dengan
berhasil dapat dihubungkan dengan hasil jangka panjang
sumbatan arteri, serum marker lainnya biasanya hanya
yang baik. Pemberian nutrisi penunjang parenteral yang
berubah seperti perkembangan iskemi menjadi infark.
baik dan adekuat pasca operasi akan meningkatkan
Foto polos sering menunjukkan dilatasi, fluid-filled loop of
keberhasilan kesembuhan pada pasien ini.
bowel (cairan bebas pada rongga perut). Edema mukosa
Trombosis Vena Mesenterika (TVM)
diagnostik non-invasif dari MRI dan CT kadang-kadang
lebih menonjol daripada sumbatan arteri. Modalitas
Etiologi dan patofisiologi. Trombosis vena mesenterika mungkin merupakan hal y a n g idiopatik atau secara sekunder terjadi akibat sejumlah kelainan klinis tertentu. Kelainan h i p e r k o a g u l a s i t u r u n a n , b e r u p a defisiensi
dapat memberikan diagnosis dini dari T V M , sehingga m e m u n g k i n k a n pemberian antikoagulan secara dini. Akhirnya, sebagian besar pasien menunjukkan indikasi yang jelas untuk laparotomi.
protein S, protein C, dan anti thrombin III telah diketahui
Pengobatan. Beberapa kasus trombosis vena segmental
merupakan penyebab yang sering, padahal sebelumnya
atau parsial dapat diobati dengan antikoagulan terutama
diklasifikasi- kan sebagai idiopatik. S u m b a t a n vena
bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini. Bila diagnosis
sekunder dapat terjadi mungkin akibat trauma, status
infark vena sesungguhnya telah ditegakkan, maka segera
hiperkoagulasi atau iritasi intraperitoneal.
dilakukan operasi.
Trombosis akut dari vena mesenterika diikuti oleh hiperemia, edema, dan perdarahan sub-serosa pada usus yang sakit (seperti gambaran infark hemoragik). Lumen usus dengan cepat terisi dengan cairan hitam seperti darah. Timbunan cairan sangat menonjol dalam kasus sumbatan vena dan mungkin bersifat masif. Dengan sumbatan vena yang ekstensif, trombosis sekunder dari sirkulasi arteri mungkin juga terjadi. Sebagai akibatnya, tempat pertama dari sumbatan, apakah arteri atau vena, tidak pernah dapat ditentukan. Lagipula, phlebitis septik sekunder terhadap peradangan (pyelophlebitis) dari sistem porta dapat terjadi dan menimbulkan emboli septik pada hepar Epidemiologi. Meskipun hampir 50% dari kasus trombosis vena mesenterika (TVM) adalah idiopatik, namun pasien yang berisiko dapat diidentifikasi (lihat tabel 3). Pasien dengan hipertensi portal, dehidrasi atau dengan sumber sepsis intraperitoneal (apendisitis, penyakit usus yang meradang, divertikulitis) berisiko terhadap trombosis sekunder, seperti pasien pada status hiperkoagulasi. Laporan j u g a telah menjelaskan T V M sebagai suatu komplikasi dari skleroterapi endoskopi. Manifestasi klinis. Onset suatu trombosis
vena
Pada laparotomi, tampak usus m e n e b a l , e d e m a , berdarah dan terisi dengan cairan warna hitam, memberikan warna usus yang berwarna maroon (merah genteng), usus yang sakit mirip dengan loop strangulasi. Reseksi seharusnya dilakukan, dengan perhatian terhadap daerah yang dieksisi di luar area infark yang ditemukan, karena bila ditemukan j u g a trombosis vena didaerah tersebut, tapi tidak dilakukan reseksi atau reparasi, maka laparotomi kedua seringkali diindikasikan pada kasus ini karena trombosis dapat berkembang dengan baik setelah operasi. Setelah operasi, antikoagulan dengan heparin dan warfarin seharusnya diberikan. Pengobatan ini biasanya diteruskan dalam jangka waktu yang panjang. Sebagai tambahan, jika trombosis sifatnya idiopatik, evaluasi yang seksama dari fungsi pembekuan darah pasien dan riwayat keluarga seharusnya dilakukan. Pada beberapa kasus, klinikus harus waspada terhadap suatu proses keganasan yang tersembunyi. Prognosis. Hasil operasi untuk trombosis vena mesenterika sedikit lebih baik d i b a n d i n g s u m b a t a n a r t e r i . Sifat segmental yang sering terjadi dari sumbatan mungkin menyebabkan hasilnya lebih baik. Seperti halnya dengan iskemi arteri, diagnosis dini dan intervensi operasi yang tepat merupakan kunci penanganan yang berhasil.
1537
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
dari sumber sepsis endogen pada proses yang sedang
Sindrom Disfungsi Organ Multipel (SDOM) Etiologi dan patofisiologi. Sindrom disfungsi organ multipel (SDOM) dulunya disebut multisystem
organ
failure (MSOF). Kompleks ini mencakup cidera jaringan pertama, adult
respiratory
dystress
syndrome
(ARDS)
dan hipermetabolisme, diikuti dengan kegagalan organ lain (tabel 4). Ini menyebabkan sebagian besar pasien yang dirawat di ICU menetap lebih lama dari 5 hari dan menyebabkan kematian dengan angka lebih dari 90% pasien-pasien bedah yang dirawat di ICU. Lagipula, perawatan pasien dengan SDOM membutuhkan sumber tenaga manusia berkualitas dan biaya yang tinggi.
berlangsung. Kemungkinan ini disebabkan sekunder dari bakteremia persisten dan endotoxemia dari Gl tractnya sendiri. Seperti telah dibicarakan sebelumnya, kerusakan barier mukosa Gl tract merupakan port d'entry tidak hanya untuk bakteri tetapi juga endotoksin dan faktor lumen lainnya yang memberikan andil terhadap respons peradangan sistemik dan cidera organ jauh. Sesungguhnya, telah dianjurkan bahwa pemeliharaan barier mukosa Gl tract dengan pemberian makanan secara enteral dapat membantu menurunkan mortalitas pada suatu perawatan kritis, sedangkan pemberian nutrisi penunjang parenteral dapat meningkatkan insiden translokasi bakteri akibat
Tabel 4. Keterllbatan Organ pada Sindrom Disfungsi Organ Multipel
dari atrofi usus.
Organ gastrointestinal Usus halus - iskemi mukosa non oklusif Usus besar - kolitis iskemi Lambung - gastritis stres Hati - hepatitis iskemi Kandung empedu - kolesistitis akalkulosa Pankreas - pankreatitis iskemi
cidera reperfusi iskemi terhadap barier mukosa usus
Organ non gastrointestinal Paru - adult respiratory distress syndrome Jantung - kontraksi otot jantung turun Ginjal - gagal ginjal SSP - obtundatio Sistem pembekuan - disseminated intrsvascular coagulation Sistem imun - aktivasi mediator peradangan
Dari semua etiologi yang diusulkan terhadap SDOM, superfisial tampaknya yang paling mungkin. Pasien yang diperkirakan mengalami syok sirkulasi, hipoksia, sepsis dan bentuk awal yang lain dari stres fisiologis yang hebat tetap mengalami iskemi non-oklusif ringan dari usus yang sering tidak berkembang ke arah nekrosis usus yang sebenarnya. Meskipun proses ini tidak secara langsung dikenal secara klinik, hal ini sering menyebabkan kerusakan mukosa dengan hilangnya fungsi barier epitel. Setelah fungsi barier hilang, translokasi bakteri dan kemungkinan toksin lumen lainnya, di fasilitasi pada tikus yang mengalami syok hemoragik, rangkai menyeluruh dari kejadian ini terlihat dan dicegah dengan pra pengobatan dengan allopurinol, menunjukkan bahwa radikal bebas, diatur dari xanthine oksidase pada reperfusi, mungkin berperan penting. Tidak diketahui apakah ini adalah
Kejadian yang menyebabkan SDOM adalah cidera
bakteri, toksin atau enzim pencernaan yang memediator
lokal akibat trauma, infeksi atau hipoperfusi, kemudian
cidera sistemik atau apakah agent ini sebagai pencetus
terjadi respons radang lokal, kemungkinan sebagai akibat
pelepasan mediator peradangan dari usus itu sendiri,
aktivasi platelet, cidera endotel, pelepasan mediator
hepar atau dimana saja. Pada setiap kasus, kehilangan
radang dan aktivasi sistem pembekuan. Sebagai akibatnya,
fungsi barier ini kemungkinan basis dari kenyataan bahwa
komplemen, koagulasi dan sistem kalikrein diaktivasi,
usus merupakan motor dari kegagalan organ multiple.
menyebabkan status hipermetabolik, dengan peningkatan hebat konsumsi oksigen dan kebutuhannya. Seringkali paru-paru merupakan organ pertama yang gagal (ARDS) dan menyebabkan ketergantungan ventilator j a n g k a panjang. Kemudian diikuti kegagalan organ lain seperti ginjal, sistem imun, saluran cerna dan hati, menyebabkan gagalnya sistem kardiovaskular, sepsis dan meninggal. Meskipun karakteristik hemodinamik dan metabolik dari SDOM menunjukkan hal yang mirip sepsis dengan berbagai p e n y e b a b , b e b e r a p a dari pasien ini tidak menunjukkan sumber sepsis dan hasil kultur ulang negatif
Epidemiologi.Pasien y a n g berisiko t e r h a d a p S D O M adalah mereka yang mengalami stress fisiologis hebat, yaitu trauma, perdarahan, gagal jantung,
foypossjantung-
paru, penyakit yang parah, luka bakar atau operasi yang besar Meskipun laparotomi atau laparoskopi eksplorasi telah direkomendasikan pada pasien yang menunjukkan pemburukan progressif tanpa suatu sumber yang jelas, tindakan ini tidak ditunjang dengan penelitian yang pasti. G a m b a r a n klinis. Sindrom disfungsi organ multipel
Meskipun dengan penatalaksanaan yang baik terhadap
merupakan suatu sindrom yang progressif berupa
kontaminasi bakteri dan sumber sepsis, namun tetap saja
terjadinya kegagalan organ secara serentak. Waktu
dapat terjadi suatu sindrom dari kegagalan organ multipel.
kejadiannya bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa
Secara jelas, beberapa dari pasien ini mengalami sepsis
bulan dan dapat dijelaskan dalam berbagai stadium.
1538
PENYAKIT VASKULAR
Stadium awal secara klinis sama dengan sepsis, ada demam
Epidemiologi. Kebalikan dari pasien dengan penyakit
dan leukositosis. Pada stadium kedua, kegagalan organ
aterosklerosis, pasien ini sering lebih muda dengan usia
progressif menjadi jelas dan terdeteksi adanya ekstraksi
rata-rata limapuluhan saat diagnosis, laki-laki lebih sedikit
oksigen sistemik. Pada stadium ini, mortalitasnya hampir
dibanding wanita dengan rasio 1:3.
mencapai 50%. Jika penyakit ini terus berlanjut, akan terjadi kegagalan organ lebih lanjut, dan akhirnya terjadi kolaps kardiovaskular yang menyebabkan kematian.
Gambaran klinis. Sebagian besar pasien mengalami nyeri abdomen, tetapi kurang dari separuh yang mengalami gejala angina intestinal klasik. Sisanya menunjukkan
Diagnosis. Tidak ada tes laboratorium atau rontgen yang
berbagai sindrom nyeri abdomen yang tidakjelas. Diare,
bersifat diagnostik dari SDOM. Diagnosis harus ditegakkan
nausea dan muntah senng dijumpai. Beberapa pasien
dengan evaluasi dari seluruh gambaran klinis dengan
b e r h u b u n g a n d e n g a n kehilangan berat badan yang
perhatian yang diberikan secara khusus terhadap status
bermakna (dikarenakan menghindari m a k a n a n pada
imunologis dan pulmonen
bulan-bulan sebelumnya).
P e n g o b a t a n . Tidak a d a p e n g o b a t a n khusus untuk
D i a g n o s i s . D i a g n o s i s s i n d r o m ini sulit d i t e g a k k a n ,
kegagalan multipel organ. Tindakan non-spesifik berupa
diperlukan
pencegahan dan pengobatan penunjang masih merupakan
m e n d a p a t k a n hasil y a n g m e m u a s k a n . S e l a n j u t n y a ,
pengobatan utama disertai evaluasi agresif terhadap
dianjurkan pasien menjalani seri pemeriksaan saluran
k e m u n g k i n a n s u m b e r infeksi. Sejumlah
cerna bagian atas seperti, small bowel
pengobatan
eksperimental sedang dievaluasi, termasuk nutrisi, aspek i m u n o l o g i s dan obat p e n u n j a n g
kecermatan
dan p e n g a l a m a n
untuk
follow-through,
barium enema, ERCP (endoscopic retrograde cholangio-
kardioVASKULAR.
pancreatography), urografi intravena dan CT scan perut.
Beberapa diantaranya dalam penelitian klinis dan segera
Jika pemeriksaan ini gagal, dapat dilakukan arteriografi.
dipersiapkan untuk pemakaian secara luas.
Arteriografi seliaka selektif yang menunjukkan kompresi
Prognosis. Saat ini mortalitas SDOM telah mengalami penurunan dari hampir 90% beberapa tahun yang lalu menjadi 34-40% saat ini, walaupun tetap merupakan suatu sumber mortalitas utama di ICU.
Ultrasonogram duplex merupakan tes yang kurang i n v a s i f untuk m e m a s t i k a n d i a g n o s i s
penyempitan
p e m b u l u h darah m e s e n t e r i k a . MRI j u g a d i g u n a k a n untuk mengukur kecepatan aliran darah mesenterika
Sindrom Kompresi Arteri Seliaka
dan mungkin bermanfaat dalam mengidentifikasi calon
Etiologi dan patofisiologi. Kasus pertama yang diduga sindrom kompresi arteri seliaka (disebut juga sindrom ligamentum arcuata mediana) dilaporkan dari Finlandia tahun 1963 pada seorang laki-laki usia 57 tahun yang menderita nyeri perut kronik dan stenosis seliaka. Sejak saat itu perhatian ahli klinik mulai ditujukan pada kasus y a n g b e r h u b u n g a n dengan pasien yang mengalami nyeri perut kronik dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan. Seperti yang dijelaskan oleh Harjola, sindrom ini berupa nyeri perut kronik yang disebabkan penyempitan arteri seliaka akibat kompresi s e r a b u t
dari arteri seliaka proksimal, AMS dan AMI biasanya tampak normal.
ligamentum
arcuata mediana diafragma. Pada laparotomi, pembuluh darah tampak normal, tetapi tertekan oleh pita fibrosa dari l i g a m e n t u m . Meskipun tidak d i r a g u k a n bahwa perbaikan secara subjektif pada nyeri abdomen terlihat pada beberapa pasien setelah prosedur ini, tapi tidak jelas apakah secara objektif aliran darah arteri seliaka ini membaik.
untuk operasi. Pengobatan. Keberhasilan pengobatan ditentukan oleh kebebasan seluruh aksis seliaka hingga sampai ke trifurcatio dari perangkap serabut ligamentum arcuata mediana. Sebagai tambahan, dilakukan juga mobilisasi dan eksisi jaringan syaraf peri-seliaka baik bagian sisi aksis seliaka, dilatasi arteri seliaka intra-operatif melalui arteri lienalis. Jika diperlukan dapat dilakukan rekonstruksi arteri seliaka dengan reseksi dan reanastomosis primer, atau dengan cangkok pintas. Prognosis. Ditentukan oleh keberhasilan dekompresi aksis seliaka dan dilatasi atau rekonstruksi ditangan ahli bedah berpengalaman. Hilangnya gejala dalam waktu yang lama telah dilaporkan pada 7 0 - 8 0 % pasien.
Iskemi Mesenterika Non-Oklusif (IMNO) Etiologi dan patofisiologi. Mekanisme mendasar yang menyebabkan IMNO adalah suatu vasokonstriksi splangnik
Iritasi dari serabut syaraf otonom viseral dengan
selektif yang sebetulnya merupakan autoregulasi normal
konstriksi otot diafragma juga telah diusulkan sebagai
dari aliran darah pada mikrosirkulasi usus. Hasilnya
penyebab dari sindrom ini, namun simpatektomi atau
adalah iskemi intestinal karena tubuh mengatur aliran
g a n g l i o n e k t o m i t e r n y a t a tidak selalu m e m p e r b a i k i
darah usus secara tidak langsung terhadap organ vital
keadaan.
lainnya. Vasokonstriksi splangnik yang hebat terjadi pada
1539
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
keadaan syok kardiogenik, hemoragik dan bentuk lain dari
Secara praktis, ini berarti bahwa bila pasien dengan
stres fisiologis yang hebat. Mediator humoral, terutama
penyakit yang kritis sebelumnya, kemudian didapatkan
Angiotensin II dan kemungkinan vasopressin, secara
nyeri abdomen non-spesifik dan distensi usus, maka
langsung memediator respons ini. Kolon kanan tampaknya
diagnosis iskemi mesenterika seharusnya difikirkan dan
sangat peka terhadap IMNO.
dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi.
Epidemiologi. Sejak pengenalan pertama dari IMNO pada tahun 1958, kesadaran klinis dari masalah ini berkembang dengan baik. Laporan awal menyatakan bahwa IMNO terjadi k i r a - k i r a 1 0 - 2 0 % dari s e m u a k a s u s i s k e m i mesenterika. Laporan lebih baru, menunjukkan bahwa insiden mungkin mencapai 50%. Tingginya angka ini mungkin karena makin membaiknya pengertian tentang sindrom klinik ini dan dapat pula disebabkan penurunan
Diagnosis radiografi dari v a s o s p a s m e splangnik adalah dengan arteriografi mesenterika superior selektif Keberadaan lesi aterosklerosis seringkali mengkomplikasi interpretasi ini. Gambaran yang khas melibatkan spasme yang jelas dari pembuluh darah makroskopis (bukan lesi yang bertanggung j a w a b terhadap iskemi), serta kehilangan dari blush arteri normal dari pembuluh darah mikro dinding usus.
nilai ambang untuk memasukkan pasien kedalam kategori
Pengobatan. Penatalaksanaan awal dari pasien yang
diagnostik ini. Walaupun sebagian besar pasien pada syok
dicurigai m e n g a l a m i I M N O d i a r a h k a n pada koreksi
sirkulasi mengalami penurunan perfusi splangnik, namun
kelainan yang mendasari terjadinya vasospasme mesente-
tetap sulit untuk m e m b e d a k a n respons homeostatik
rika. Selanjutnya memperbaiki volume intravaskular dan
normal ataukah respons patologi yang menunjukkan
curahjantung. Seterusnya resusitasi volume, reduksi after
suatu iskemi usus. Pada beberapa penelitian lain ternyata
load, hindari obat vasokonstriksi (termasuk digitalis) dan
insiden yang sesungguhnya dari IMNO mungkin menurun,
kadang-kadang obat inotropik tertentu. Sebagai tambahan,
kemungkinan ini karena makin meningkatnya penggunaan
dekompresi lambung, pemberian oksigen dan antibiotik
kateter arteri pulmonary dan agen vasodilator untuk
merupakan tindakan penunjang selanjutnya. Diupayakan
memonitor dan mengoptimalkan sistem hemodinamik
menghindari setiap tindakan yang meningkatkan aktivasi
pada perawatan intensif modern.
aksis renin-angiotensin, sekresi vasopresin atau sistem
Infark j a n t u n g , gagal j a n t u n g kongestif, aritmia jantung, operasi besar alat dalam, peritonitis, dialisis kronis, hipovolumia dan syok merupakan faktor predisposisi pasien IMNO, j u g a pada penggunaan digitalis glikosid (yang potent dan merupakan vasokonstriktor splangnik yang selektif), vasopressor, diuretik dan p e m a k a i a n
syaraf simpatis. Setelah diagnosis dengan arteriografi mesenterika, diberikan injeksi bolus tolazolin (25 mg) atau papaverin (60 mg) yang diberikan selama 20 menit. Dilakukan a r t e r i o g r a m ulang untuk menilai respons pengobatan, biasanya dapat dilihat suatu perbaikan pada vasospasme. Setelah injeksi bolus, dilanjutkan dengan
kokain.
infus berkelanjutan dari papaverin (30-60 mg/jam) dan
G a m b a r a n klinis. Tanda-tanda dan gejala yang ada
ditempatnya. Pengobatan kemudian dilanjutkan selama
dari IMNO mungkin sama dengan penyakit trombus mesenterika akut, seperti adanya gejala kram perut, nyeri abdomen sekitar pusat yang kemudian menetap, nyeri tumpul. Onset serangan seringkali secara klinis sangat tersembunyi secara klinis. Lagipula, beberapa dari pasien ini mungkin tidak menunjukkan gejala yang nyata, nyeri abdomen difus, malabsorpsi dan maldigesti dengan ileus yang semuanya umumnya terlihat pada pasien dengan IMNO. Sayangnya, temuan ini tidak spesifik untuk suatu dignosis IMNO.
pasien dibawa kembali ke ICU d e n g a n kateter A M S 12-24 jam dengan perhatian diarahkan terhadap tandatanda perbaikan klinis (penurunan distensi abdomen, kembalinya peristaltik usus dengan mendengar bising usus dan defekasi), penurunan rasa nyeri dan perbaikan sepsis atau keadaan umum. Operasi berperan penting meskipun peranannya sekunder dalam penatalaksanaan iskemi non-oklusif. Diagnosis dan arteriografi terapeutik yang terlambat serta laparotomi yang tidak tepat kemungkinan dapat memperburuk vasospasme splangnik, dengan demikian
Diagnosis. Peningkatan jumlah lekosit dan abnormalitas
arteriogram sebelum laparotomi adalah penting. Jika
elektrolit telah d i l a p o r k a n sampai 7 5 % dari pasien
a b d o m e n t e r b u k a dan penyakit iskemi n o n - o k l u s i f
IMNO. Tapi data ini tidak begitu spesifik, karena hal ini
diketahui, abdomen seharusnya ditutup dan pasien dibawa
dapat pula m e n c e r m i n k a n keparahan penyakit yang
ke ruang angiografi untuk mendapat arteriografi dan infus
mendasarinya atau menunjukkan adanya
nekrosis
vasodilator. Jika dilakukan laparotomi, keputusan untuk
usus yang sesungguhnya. Foto polos abdomen hanya
reseksi dilakukan setelah penilaian usus yang cermat
menggambarkan pola gas yang non-spesifik.
pada status perfusi yang optimal untuk viabilitas usus.
Kunci keberhasilan penatalak sanaan dari masalah ini
Operasi disesuaikan terhadap evaluasi dan reseksi dari
terletak pada indeks kecurigaan yang tinggi, diperkuat
usus yang mengalami nekrosis. Jika reseksi usus dilakukan,
lagi dengan diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat.
operasi kedua mungkin diperlukan untuk menilai viabilitas
PENYAKIT VASKULAR
1540 selanjutnya, terutama jika ketidak stabilan hemodinamis
Prognosis. Angka kematian pada pasien dengan obstruksi
yang mendasarinya terjadi.
intestinal secara dramatis meningkat dengan kejadian
Prognosis. Angka kematian IMNO tinggi (>90%) dan sebagaian besar disebabkan keparahan dari penyakit yang mendasarinya. Tapi dengan tindakan yang agresif d i k o m b i n a s i d e n g a n a r t e r i o g r a f i y a n g baik d a p a t menurunakan mortalitas sampai 50%.
nekrosis usus. Laparotomi, penurunan segmen yang mengalami jepitan dan reseksi dari semua usus yang tidak sehat memberikan hasil yang terbaik.
Enterokolitis Nekroti Sasi Neonatal (ENN) Etiologi dan patofisiologi. Enterokolitis nekrotisasi
Obstruksi Strangulasi Etiologi dan patofisiologi. Obstruksi
neonatal (ENN) merupakan suatu penyakityang mengancam strangulasi
melibatkan pembuluh darah gabungan dari suatu segmen usus y a n g m e n g a l a m i kompresi mekanis ekstrinsik. Proses ini dapat melibatkan usus halus (obstruksi usus halus mekanis), kolon (sigmoid atau volvulus cecal), atau lambung (hernia paraesofagus dengan volvulus). Patofisiologi strangulasi melibatkan aliran darah vena dan arteri, keadaan ini diduga terjadi sekunder terhadap dilatasi yang hebat dan masif dari segmen usus dengan peningkatan tekanan intra lumen yang cukup untuk pertama-tama mengganggu aliran vena, kemudian aliran arteri. Dilatasi segmental sering menyebabkan volvulus dan menyebabkan pemendekan suplai Vaskular segmental utama bagi loop yang terlibat, dengan konsekuensi iskemi. Kadang-kadang segmen yang mengalami pelintiran akan secara spontan mengecil sendiri meskipun bilamana terjadi strangulasi yang sesungguhnya, hal tersebut jarang sekali mengecil tanpa intervensi operasi. Epidemiologi. Jepitan usus adalah keadaan yang sering terjadi, tapi juga yang paling dapat diobati. Diperkirakan jepitan terjadi pada 20-40% dari pasien-pasien pasca operasi o b s t r u k s i usus halus. A d a n y a j e p i t a n pada obstruksi usus halus dapat meningkatkan angka mortalitas mendekati dua kali lipat. Gambaran klinis dan diagnosis. Diagnosis obstruksi usus sendiri biasanya mudah. Pengenalan dini dari obstruksi strangulasi secara klinis atau laboratoris akan sangat menguntungkan dalam penatalaksanaannya. Rasa nyeri yang kontinyu seperti kolik, demam, takikardi, tanda-tanda fisik dari peradangan peritonium parietal, leukositosis, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan peningkatan serum enzim merupakan tanda-tanda yang dapat membedakan iskemi usus. Hal yang sulit adalah membedakan antara pasien dengan penjepitan dini dan pasien yang mengalami obsruksi sederhana. Pengobatan. Penyebab yang mendasari obstruksi (adhesi, hernia, karsinoma) harus dikoreksi dengan operasi dan setiap segmen dari usus yang tidak sehat direseksi. Pada beberapa keadaan anastomosis primer adalah tepat. Bila berhubungan dengan sepsis intraperitoneal atau kolon yang tersumbat, suatu ostomi dan rekonstruksi terencana merupakan pilihan yang lebih baik.
kehidupan yang hanya terjadi pada bayi prematur dengan stres yang hebat. Penyakit ini ditandai dengan distensi lambung, berak darah, muntah (dengan kegagalan menelan makanan) dan keadaan klinis yang buruk. Insiden ENN meningkat dengan meluasnya perawatan intensif neonatus modern dan pengobatan agresif pada bayi prematur Etiologi yang tepat dari ENN tidakjelas, tetapi tampaknya hal awal yang mendasarinya adalah vasokonstriksi splangnik sekunder terhadap stres fisiologis yang hebat. Tampaknya ada 2 langkah proses patofisiologi : vasokon striksi mesenterium menyebabkan iskemi, dan suatu cedera mukosa awal yang kemungkinan mengganggu fungsi bariernya. Kejadian awal ini diikuti oleh perkembangan dari lesi mukosa yang reversibel menjadi infark transmural, yang berhubungan dengan sejumlah faktor lain seperti makanan pertama bayi dengan formula susu non ASI, adanya pertumbuhan yang berlebihan dari bakteri (kuman Klebsiella) dan kemungkinan yang paling penting adalah ketidak mampuan sistem kekebalan tubuh. Kemungkinan tidak s e m p u r n a n y a sistem kekebalan bayi prematur m e m u n g k i n k a n lesi yang reversibel (nekrosis epitel) berkembang yang disebabkan oleh invasi bakteri menjadi infark transmural irreversibel. Secara histologis, usus menunjukkan nekrosis iskemi dengan mukosa yang lebih sering terkena (sama dengan iskemi mesenterika). Epidemiologi. ENN dapat terjadi dengan pola endemik dan epidemik pada ICU yang sama. Jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi ibu, geografi dan musim semuanya tidak mempunyai efek pada insiden dari ENN. Jarang terlihat ENN pada bayi yang dilahirkan setelah masa kehamilan 35-36 minggu. Prematuritas, pemberian makanan non ASI dan stres fisiologis hebat, seperti bayi yang mengalami RDS, merupakan faktor predisposisi yang penting. Gambaran klinis. Gambaran klinis klasik dari ENN adalah perburukan yang membahayakan dari bayi prematur yang berusia lebih muda dari 2-3 minggu. Terjadi distensi lambung, bayi tidak mau makan dan dapat mengalami diare berdarah atau feses dengan bercak darah, adanya tanda-tanda dan gejala ileus atau obstruksi, tanda-tanda sistemik berupa apneu, bradikardia, hipotermi dan letargi. Tanpa p e n g o b a t a n , bayi dapat mengalami perforasi intestinal, sepsis, asidosis dan hipotensi.
1541
PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK
Diagnosis. Tes laboratorium pada diagnosis ENN non-
penyakit arteri perifer difus, risiko akan meningkat bila
spesifik. Trombositopenia dengan atau tanpa DIC sering
pasien mengalami hiperkolesterolemia dan diabetes.
terlihat, j u g a adanya leukopenia, asidosis metabolik
Penyakit ini didapatkan pada usia pertengahan dan usia
refrakter dan hiponatremia.
lanjut.
Gambaran radiografi yang berupa gas pada dinding usus dapat untuk menegakkan diagnosis, namun temuan ini tidak selalu terlihat terutama pada bayi yang tidak makan. Pneumoperitoneum yang sesungguhnya mungkin juga terjadi, meskipun temuan ini juga tidak spesifik untuk ENN. Pengobatan. Diagnosis dini dan pengobatan non-operatif yang baik, menunjukkan keberhasilan pada p e n a t a laksanaan sejumlah kasus ENN. Pengobatan penyakit ini sama dengan IMNO pada dewasa, tetapi tanpa pemakaian vasodilator atau angiografi. Hipovolumia seharusnya dikoreksi, istirahatkan usus (puasa dan nasogastrik dekompresi) dan pemberian antibiotik sistemik. Nutrisi parenteral j u g a seharusnya dimulai sejak dini, pasien d i p u a s a k a n s e l a m a 10-14 hari. S e r i n g k a l i t i n d a k a n tersebut cukup untuk memungkinkan regenerasi dari mukosa yang cedera dan m e n c e g a h p e r k e m b a n g a n sekunder terhadap infark transmural. Sebagian besar ahli gastroenterologi meyakini bahwa operasi seharusnya dilakukan hanya pada sebagian kasus yang parah yang mengalami perkembangan menjadi infark transmural, dengan atau tanpa perforasi. Tindakan operasi adalah berupa reseksi usus yang nekrotik, ileostomi dekompresi
Gambaran klinis. Angina intestinalis dikenal dengan gejala klinis yang disebut triad klinis yaitu nyeri sesudah makan, kehilangan berat badan kronis dan takut makan (sitofobia). Gejala-gejala ini sangat khas dan penting untuk diagnosis. Rasa nyeri berupa kram, analog dengan angina pektoris. Diare dan konstipasi mungkin ada disertai anoreksia. Pemeriksaan fisik tidak spesifik kecuali untuk penurunan berat badan yang kronis dan temuan lain yang berhubungan dengan manifestasi aterosklerosis secara umum. Dapat ditemukan peningkatan peristaltik selama serangan. Diagnosis. Diagnosis dicurigai bila pasien mengalami penurunan berat badan dengan nyeri abdomen setelah makan. Diperlukan pemeriksaan arteriografi biplanar u n t u k m e m u n g k i n k a n v i s u a l i s a s i dari p e m b u l u h pembuluh viseral. Meskipun diagnosis yang tepat tidak dapat dilakukan berdasarkan arteriografi saja, temuan dari penyempitan yang hebat pada beberapa pembuluh viseral dengan formasi kolateral yang ekstensif dan diperkuat dengan gambaran klinis yang khas, cukup untuk mewaspadai pengobatan. Yang paling penting, pasien harus jelas mengalami kehilangan berat badan
dan rekonstruksi.
yang drastis.
Prognosis. Dengan diagnosis dini dan pengoba tan yang
peran pada evaluasi selanjutnya dari aliran mesenterika.
tepat, keberhasilannya mencapai 60-80%. Bila terjadi perforasi dan sepsis sistemik yang hebat, maka angka mortalitas mencapai 50%.
Iskemi Mesenterika Kronis (Angina Intestinalis) Etiologi dan patofisiologi. Angina intestinalis merupakan s i n d r o m klinis dari nyeri a b d o m e n setelah m a k a n , yang sifatnya intermiten, berasal dari obstruksi kronis arteri splangnik (biasanya aterosklerosis). Penyakit ini analog dengan angina pektoris dan claudicatio calf, dua manifestasi yang lebih umum dari hipoksia jaringan yang bersifat episodik. Angina intestinalis yang sebenarnya merupakan suatu masalah klinis yang sangat jarang. Bila angina intestinalis terjadi, hampir selalu akibat penyempitan atherosklerotik y a n g hebat dari p e m b u l u h s p l a n g n i k mayor, y a n g berhubungan dengan oklusi dari 1 atau 2 pembuluh yang tersisa. Derajat stenosis arteri yang ditemukan pada autopsi usus kebanyakan tidak sesuai dengan gejala kelainan saluran cerna selama pasien hidup.
Pemeriksaan ultrasound doppler duplex memegang Teknik non-invasif ini secara eksperimental digunakan untuk menghitung aliran darah mesenterika, dengan kesalahan laporan 10%. Gas usus dan obesitas merupakan faktor-faktor yang m e n d u k u n g . Sayangnya teknologi ini belum berkembang secara utuh dan belum tersedia secara universal. Satu laporan kasus tindakan provokatif untuk mendiagnosis iskemi mesenterika kronis dengan tindakan pemeriksaan pH intralumen pada usus halus setelah tes makan. Pengobatan. Tidak ada pengobatan medis yang efektif untuk angina intestinalis. Jika seluruh modalitas yang ada belum bisa untuk m e n e g a k k a n d i a g n o s i s nyeri abdomen pada pasien, maka tindakan operasi biasanya dipertimbangkan untuk menyingkirkan rasa sakit dan m e n g h i n d a r i infark. O p e r a s i d i l a k u k a n berupa end arterektomi, cangkokan pintas baik dengan prostese atau materi autogene dan implantasi kembali dari pembuluh mesenterika distal ke segmen aorta yang sehat. Tindakan yang lebih disukai adalah cangkokan pintas dari AMS dengan vena saphena autolog atau material prostetik;
Epidemiologi. Pasien yang berisiko mengalami iskemi
keuntungan yang j e l a s dari j a r i n g a n autolog belum
mesenterika kronis adalah mereka yang m e n g a l a m i
ditunjukkan untuk revaskularisasi viseral, seperti yang
1542 dilakukan untuk ginjal dan revaskularisasi ekstrennitas. Kontroversi terjadi terhadap ketepatan pintas pennbuluh tunggal dibandingkan dengan rekonstruksi beberapa pembuluh darah. Angioplasti transluminal perkutaneus telah dilakukan dalam mengobati iskemi mesenterika kronis. Risiko dan insiden kegagalan teknis berupa diseksi pembuluh darah, meningkat pada Vaskularisasi mesenterika. Dengan alasan ini, pemakaian angioplasti disini belum mendapatkan penerimaan secara luas. Prognosis. Angka kematian dari angina mesenterika berkisar dari 3-30% dan lebih 9 0 % dari yang diobati tetap hidup dan nyeri abdomennya hilang, berat badannya bertambah dan kebiasaan makannya normal kembali.
REFERENSI 1.
2.
3.
4.
5.
Cooper BT, Hall MJ, Barry R E . Penyakit usus halus dan usus besar: Iskemik intestinal. Dalam: Manual Gastroenterologi, Alih Bahasa: Lyndon Saputra, Cetakan I, Jakarta: Percetakan Binarupa Aksara 1989;145-51. Bastidas JA, Reilly PM, Bulkley G B . Mesenteric Vascular Insufficiency. Handbook of Gastroenterology. Lippincott-Raven Publishers Philadelphia-New York; 1998;654-62. Daldiyono Hardjodisastro. Kolitis iskemik. Dalam: Gastroenterologi-Hepatologi, Cetakan kedua, Jakarta: C V . Sagung Seto 1997;184-96. Glickman R M , Isselbacher KJ. Diseases of the small intestine. Harrison's Principles of internal medicine. Eighth Edition. McGraw-Hill Kogakusha L T D ; 1977;1544-45;1562. Silen W. Acute intestinal obstruction. Harrison's Principles of internal medicine. Eighth Edition. McGraw-Hill Kogakusha L T D ; 1977;1567-70.
PENYAKIT VASKULAR
199 ISKEMIA MESENTERIKA Murdani Abdullah, Charles Limantoro, Intan Airlina Febiliawanti
ultrasonogram dan computed
PENDAHULUAN
tomography
scan (CT-scan)
juga membantu mendiagnosis lebih dini. ^""^
Gangguan iskemia viseral sering j u g a disebut iskemia mesenterika disebabkan oleh penurunan aliran darah intestinal yang mengakibatkan gangguan oksigenasi dan suplai nutrisi. Gangguan ini menyebabkan morbiditas
DEFINISI
dan mortalitas yang tinggi, dengan konsekuensi klinis
Iskemia mesenterika adalah suatu keadaan yang terjadi
berupa sepsis, infark intestinal bahkan kematian, sehingga
akibat adanya insufisiensi vaskular mesenterika yang
d i p e r l u k a n d i a g n o s i s y a n g cepat dan p e n a n g a n a n
menyebabkan kekurangan aliran darah di intestinal dan
yang tepat. Pada pasien yang mengalami misdiagnosis
disertai adanya ketidakseimbangan oksigenasi jaringan
dapat menyebabkan terjadinya infark intestinal dengan
dan suplai nutrisi. ^"^ ^'^
risiko mortalitas sebesar 9 0 % , dan meskipun dengan tatalaksana yang baik, angka mortalitas tetap sebesar 50-80%, sedangkan yang berhasil hidup dengan dilakukan reseksi saluran cerna ekstensif akan mengalami disabilitas seumur hidup. Dalam beberapa tahun belakangan, insiden dari iskemia mesenterika meningkat mencapai 0 . 1 % dari seluruh kasus rawat inap rumah sakit.
ANATOMI DARI SIRKULASI INTESTINAL Secara u m u m , lokasi dari iskemi intestinal memiliki h u b u n g a n linear dengan lokasi kemungkinan oklusi vaskular yang besar. Untuk itu, pemahaman mengenai
Istilah iskemia mesenterika pertama kali dikemukakan
anatomi vaskularisasi saluran cerna sangat penting untuk
pada abad ke 15 oleh Antonio Beneviene akibat adanya
mengerti patofisiologi, gambaran klinis dan tatalaksana
peristiwa berkurangnya aliran darah saluran cerna yang
iskemia mesenterika.
u m u m n y a disebabkan oleh oklusi, v a s o s p a s m e atau
Sirkulasi s p l a n g n i k y a n g m e m e n u h i
kebutuhan
hipoperfusi dari p e m b u l u h darah mesenterika yang
vaskularisasi ke saluran cerna terdiri dari arteri coeliacus,
memiliki komplikasi klinis berat sehingga dibutuhkan
arteri mesenterika superior (AMS) dan arteri mesenterika
diagnosis dan tatalaksana dengan segera. Operasi yang
inferior (AMI). Trunkus coeliacus memenuhi kebutuhan
berhasil m e l a k u k a n p e r b a i k a n iskemia m e s e n t e r i k a
darah saluran cerna dan d u o d e n u m . AMS memenuhi
akut dilakukan pertama kali pada tahun 1895 dengan
kebutuhan darah distal duodenum hingga kolon mid-
m e l a k u k a n reseksi pada s a l u r a n c e r n a y a n g sudah
t r a n s v e r s u m dan A M I m e m e n u h i k e b u t u h a n kolon
mengalami gangren, kemudian pada tahun
1957
transversum hingga rektum. Anastomosis didapatkan pada
embolektomi pertama kali berhasil dilakukan, pada tahun
cabang-cabang dari pembuluh darah utama dan jika salah
1960, kombinasi dari pemakaian heparin dan reseksi
satu arteri tersumbat maka aliran tersebut akan digantikan
saluran cerna menjadi terapi standar dari trombosis vena
oleh pembuluh darah kolateral.
mesenterika. Pada tahun 1970 angiografi digunakan
Ketika pembuluh darah utama tersumbat, maka jalur
pertama kalinya untuk mengevaluasi iskemia mesenterika
kolateral akan terbuka sebagai respons terhadap turunnya
disertai pengenalan metode infus papaverine intra arterial
tekanan arteri di distal. Aliran kolateral tersebut terdiri
yang dapat memperbaiki prognosis pasien. Penggunaan
atas gabungan dari arteri pancreaticoduodenal inferior
1544
PENYAKIT VASKULAR
dan superior yang menghubungkan trunkus coeliacus
sebesar 13-15%. Prevalensi dan insiden pasien dengan
d e n g a n arteri m e s e n t e r i k a superior, arteri f r e n i k u s
iskemia mesenterika di Indonesia belum diketahui.^"^^"^
yang menghubungkan aorta dengan trunkus coeliacus, arteri marginal dari Drummond's dan arkus Riolan yang
KLASIFIKASI
berada diantara arteri kolika kiri dan tengah yang akan menghubungkan arteri mesenterika superior dengan inferior, arteri iliaka interna yang mengisi aliran kolateral.
Iskemia mesenterika bisa dikategorikan sebagai akut
Titik Griffith yang berada pada pleksura splenikus dan titik
atau kronik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Iskemia
Sudek pada area rektosigmoid merupakan lokasi tersering
mesenterika akut (IMA) berasal dari kurangnya suplai
terjadinya iskemia .
darah terhadap sirkulasi intestinal yang mempengaruhi
Sirkulasi splangnikus menerima sebesar 2 5 % dari
viabilitas dari organ yang terkena. Diperkirakan sekitar
kardiak output dalam kondisi basal dan sebesar 3 5 %
sepertiga kasus IMA berasal dari emboli arteri, sepertiga
atau lebih dalam kondisi postprandial. Kurang lebih
lagi dari tombosis arteri akut dan sisanya berasal dari
sebesar 70% dari aliran splangnikus memasuki mukosa
oklusi dan non oklusi vena. Sebuah review baru-baru ini
yang merupakan kondisi metabolik paling aktif dalam
menyatakan bahwa kejadian trombosis dari aliran arteri
saluran cerna. Ujung vili merupakan area yang rentan
mesenterika hanya sekitar 15 hingga 30% kasus dan ketika
t e r h a d a p terjadinya iskemia. Aliran darah intestinal
ini terjadi maka angka mortalitas berkisar 90%.^
diregulasikan secara kompleks yang terutama dikontrol oleh resistensi arteriol, sfingter prekapiler dan beberapa substansi vasoaktif mempengaruhi perfusi saluran cerna.
PATOFISIOLOGI
Katekolamin, angiotensin II, dan vasopresin menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan peptida intestinal vasoaktif
Dua pertiga aliran darah mesenterika memberi suplai
menyebabkan vasodilatasi. Hasil dari terjadinya iskemia
nutrisi pada mukosa usus. Autoregulasi vaskularisasi
seperti asidosis, h i p o k s e m i a , dan hiperkalemia bisa
splangnikus tidak bekerja bila tekanan perfusi turun
m e n y e b a b k a n vasodilatasi. Hipoksia dan kurangnya
di b a w a h 40 m m H g . IMA m e r u p a k a n
reperfusi menyebabkan terjadinya iskemia.^^
proses patofisiologi akibat hipoperfusi usus mendadak,
sekelompok
dengan akibat iskemia dan nekrosis usus. Luasnya injuri berhubungan dengan durasi dan area anatomis daerah mesenterika yang m e n g a l a m i iskemia. Iskemia usus
EPIDEMIOLOGI
yang berkepanjangan akan mengakibatkan metabolisme anaerob. Pada tingkat sel, penurunan ATP akan diikuti
Saat ini, prevalensi dari iskemia mesenterika akut (IMA)
penimbunan laktat dan produk katabolik. Permeabilitas
m e n c a p a i 0 . 1 % dari kasus rawat inap rumah sakit. Prevalensi pasien dengan trombus vena mesenterika belum diketahui, hal ini disebabkan karena banyaknya
vaskular dan mukosa meningkat dan terjadi injuri pada jaringan. Selanjutnya akan terjadi nekrosis hemoragik dengan kerusakan mukosa, edema dinding usus dan
kasus yang terlewatkan akibat gejala yang tidak khas
perdarahan usus
dan spontan menghilang. Dalam sebuah penelitian di Madrid dimana pada 21 pasien dengan emboli arteri
Hal yang berperan penting dalam fisiologi sirkulasi
mesenterika yang mengalami sedikit keterlambatan dalam
mesenterika adalah besarnya kapasitas dari arteri yang
tatalaksana awal, viabilitas intestinal masih mencapai
ada dalam aliran splangnik dalam memberikan respons
100% pada pasien yang mengalami gejala kurang dari 12
resistensi dari rangsangan yang berbeda seperti hipotensi
j a m , berkurang menjadi 56% jika gejala ada selama 12-
arteri, kondisi postprandial yang akan menyebabkan
24 j a m , dan hanya 18% jika gejala didapatkan lebih lama
adanya fluktuasi sebesar 10 hingga 3 5 % pada curah
dari 24 j a m . Identifikasi dini dan tata laksana terhadap
jantung.
iskemia mesenterika non oklusi (ISNO) mengurangi angka
Mekanisme yang berperan dalam variasi ini bisa
mortalitas hingga 50-55%, sedangkan trombus vena
diklasifikasikan sebagai bagian dari autoregulasi intrinsik
mesenterika memiliki angka mortalitas dalam 30 hari
sebagai respons dari berkurangnya perfusi tekanan secara
Tabel 1. Tipe, Klasifikasi dan Etiologi Iskemia Mesenterika Iskemia Mesenterika Akut (IMA)
' Iskemia Mesenterika Kronik (IMK)
Oklusi arteri mesenterika (trombus -15-20% atau emboli~50%)
Disebabkan karena adanya plak aterosklerotik pada dua
Oklusi vena mesenterika (5-10%)
atau lebih arteri di organ abdominal
Non oklusi iskemi mesentenka (20-25%)
1545
ISKEMIA MESENTERIKA
akut dan juga sebagai kontrol ekstrinsik yang melibatkan
air yang meningkatkan risiko bakteremia dan endotoksemia
mekanisme hormonal dan neural, dimana dalam hal ini
dan menyebabkan multi organ dysfunctions
termasuk sistem saraf simpatik, sistem renin-angiotensin
(MODS) yang bisa melibatkan hati, jantung, paru dan ginjal.
dan vasopresin. Sirkulasi mesenterika dapat
syndrome
Permeabilitas mikrovaskular yang meningkat juga terjadi mengkompensasi
dalam sistem pulmoner sehingga menyebabkan adanya
berkurangnya aliran darah sebanyak 7 5 % sampai sekitar
penumpukan cairan dan protein yang bisa menyebabkan
12jam, sebagai akibat dari berkurangnya aliran splangnik
edema paru, setidaknya minimal 6 jam setelah terjadinya
dalam jangka waktu lama maka terjadilah vasokonstriksi
iskemia maka baru didapatkan kerusakan yang signifikan
dalam area aferen yang j u g a akan mengurangi suplai
pada saluran cerna yang pada akhirnya menyebabkan
kolateral.
terjadinya nekrosis.^ ^^'^
Pada tingkat selular, ada dua hal penting yang harus dipertimbangkan yaitu adanya systemic response
inflammatory
syndrome (SIRS) dan cedera reperfusi/iskemia
(double-hit).
ISKEMIA MESENTERIKA AKUT Iskemia Mesenterika Akut (IMA) merupakan penyakit
Dengan adanya SIRS, maka iskemia menyebabkan
yang berisiko tinggi kematian dengan angka mortalitas
terjadinya malfungsi mitokondria kemudian regulasi
mencapai 7 1 % dengan kisaran angka 59% hingga 93%.
transfer ion dan asidosis intraselular menjadi berkurang,
Insiden dari IMA telah meningkat selama lebih dari 20
permeabilitas membran menjadi terganggu
tahun belakangan yang dikarenakan angka harapan
dan
melepascan radikal bebas serta enzim yang mendegradasi
hidup lebih tinggi, terjadinya peningkatan kewaspadaan
sehingga terjadi kematian dan nekrosis sel. Jaringan yang
t e r h a d a p sindrom iskemia, dan j u g a p e r k e m b a n g a n
mengalami iskemi akan mengaktifasi netrofil, endotel,
teknologi diagnostik dan terapeutik. ^
monosit, dan trombosit sehingga akan menghasilkan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor ( I N F ) , interleukin, p/ote/ef-ocf/Vof/ng/(acfor(PAF), dan leukotrien. Bahkan beberapa bukti penelitian terbaru menyatakan bahwa sitokin proinflamasi merupakan mediator signifikan peradangan yang meregulasikan proses
trombus
mikrovaskular. Proses selanjutnya, adhesi leukosit, agregasi trombosit, dan ketidakseimbangan antara produksi oksida nitrit menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada jaringan, kemudian substansi superoksida seperti superoksida (O^), peroksida (H^O^) dan radikal hidroksi (OH) yang diproduksi oleh neutrofil lebih lanjut akan menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Cedera reperfusi/iskemia diawali dengan terjadinya hipoksia dan k e m u d i a n dilanjutkan d e n g a n a d a n y a
Pasien dengan iskemia mesenterika akut memiliki g a m b a r a n klasik nyeri a b d o m e n periumbilikal berat yang tidak sebanding dengan pemeriksaan fisik yang ditemukan. Nyeri perut yang bersifat mendadak dengan a d a n y a p e r g e r a k a n di s a l u r a n c e r n a y a n g bersifat mendesak, mual dan muntah pada pasien dengan faktor risiko iskemia mesenterika akut harus dicurigai terjadinya penyakit ini. Faktor predisposisi untuk terjadinya iskemia mesenterika akut dapat dilihat pada tabel 2. B e r d a s a r k a n e t i o l o g i dari i s k e m i a
mesenterika
akut maka dikategorikan menjadi 4 tipe yaitu emboli arteri mesenterika, trombus arteri mesenterika, iskemia mesenterika non oklusi, dan trombosis vena mesenterika. Berikut ini akan kita bahas satu persatu mengenai masingmasing dari tipe iskemia mesenterika akut tersebut.
gangguan reperfusi sebagai usaha dari pengembalian kestabilan aliran darah. Hal ini merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan antara oksigen dengan hantaran nutrisi serta kebutuhan metabolisme selular sebagai akibat dari adanya respons peradangan. Pada fase iskemia akan menghasilkan neutrofil yang teraktivasi, molekul superoksida dan substansi proinflamasi, kemudian terjadilah k e t i d a k s e i m b a n g a n antara m e k a n i s m e proinflamasi dan protektif (berkurangnya bioavailabilitas NO) yang kemudian ikut serta dilepascan ke dalam aliran darah saat terjadi usaha pengembalian aliran darah dengan disertai adanya vasokonstriksi persisten dan menyebabkan adanya kerusakan organ akibat cedera reperfusi, dimana terjadi
DIAGNOSIS Diagnosis iskemia mesenterika akut harus dipertimbangkan bila dijumpai pasien dengan usia > 50 tahun dengan nyeri abdomen berat yang mendadak yang bertahan selama >2 j a m dan terutama jika pada pasien tersebut didapatkan adanya riwayat penyakit kardiovaskular seperti infark miokard, penyakit jantung kongestif, aritmia, umumnya pada pasien ini tidak ditemukan pemeriksaan fisik yang bermakna dibandingkan dengan nyeri abdomennya. ^ ^^"^
peningkatan perfusi kapileryang signifikan akibat iskemia dan pembengkakan dari organ paralel yang menyebabkan kerusakan dari mikrovaskular intestinal dan dinding mukosa sehingga berakibat terjadinya pengumpulan bakteria dan
DIAGNOSIS BANDING Iskemia mesenterika seringkali bermanifestasi dengan
1546
PENYAKIT VASKULAR
Tabel 2. Faktor Predisposisi Iskemia Mesenterika Akut (Modifikasi d a r i ' ' » ) Mekanisme
Etiologi
Emboli arteri mesenterika (50%)
Atrial fibrilasi/ fluter Infark miokard + aneurisma ventrikular kiri Endokarditis infektif Prosthese mekanik katup jantung Kardiomiopati Penyakit valvular
Trombosis arteri mesenterika (15-25%)
Angiografi dan kateterisasi jantung Aterosklerosis,adanya faktor risiko aterosklerotik Usia Kardiak output rendah Penyakit jantung kongestif Status prokoagulasi Vaskulitis (termasuk arteritis takayasu)
Iskemia mesenterika non oklusi (20-30%)
Diseksi/aneurisma arteri mesenterika superior/aorta (spontan atau iatrogenik) Displasia fibromuskular Syok kardiogenik Syok hipovolemik Syok sepsis Kardiak output rendah Penyakit jantung kongestif Operasi abdomen/jantung Dialisis Bahan vasokonstriktor: diuretik, agonis alpha-adrenergik, digoksin, koakin, derivative ergot
nyeri abdomen non spesifik, dimana diagnosis banding
yang paling sering terlibat iskemia akibat lokasinya jauh
menjadi sangat luas sehingga penyakit seperti pankreatitis,
dari sirkulasi kolateral. ^
appendisitis, divertikulitis dan gastritis, pada wanita kista
Oklusi juga sering terjadi pada arteri mesenterika
ovarium, endometriosis dan kehamilan ektopikjuga menjadi
superior (AMS) dikarenakan diameter intraluminal yang
suatu diagnosis banding yang harus disingkirkan.
besar dan sudut aorta yang sempit. Stenosis AMS proksimal sekunder akibat adanya aterosklerosis meningkatkan kerentanan terjadinya oklusi. Pada oklusi AMS, maka
EMBOLI DAN TROMBOSIS ARTERI MESENTERIKA
mid-yeyunum memiliki risiko tertinggi terjadinya iskemia terutama karena letaknya yang jauh dari sirkulasi kolateral
Emboli arteri merupakan penyebab umum terjadinya
dari arteri mesenterika inferior dan kolika. Pada oklusi
iskemia sebesar 4 0 % hingga 50% kasus dari IMA. Emboli
akut, didapatkan keterbatasan sirkulasi kolateral yang bisa
pada AMS seringkali disebabkan oleh adanya trombus
menyebabkan gejala bertambah berat dan dekompensasi
yang berasal dari atrium kiri, ventrikel kiri, atau katup
secara cepat. Sebuah studi menunjukkan bahwa pada
jantung. Dimana sepertiga pasien memiliki riwayat emboli
pasien yang dirawat dengan diagnosis atrial fibrilasi
sebelumnya dan 2 0 % diantaranya memiliki emboli di
memiliki risiko tinggi terjadinya tromboemboli di arteri
tempat yang sama. Sebesar 5%. dari emboli ini timbul
mesenterika (RR 4.0 untuk pria dan 5.7 untuk wanita).
dari emboli perifer dan seringkali d i s e b a b k a n oleh
Pada sebuah review didapatkan bahwa 30% hingga 50%
adanya penyakit kardiovaskular yang mendasarinya. AMS
dari kasus IMA disebabkan karena adanya emboli pada
merupakan tempat yang rentan terjadi emboli dikarenakan
vaskularisasi viseral dari intestinal. ^
3,6-8, lo
bentuk anatomisnya dan bentuk lengkungan dari aorta
Trombosis akut umumnya terjadi pada pasien dengan
dengan sudut yang menyempit. Sebesar 15% dari emboli
penyakit yang mendasari berupa iskemia intestinal kronik
ditemukan pada awal percabangan AMS, umumnya 3-10
yang memiliki stenosis aterosklerotik progresif yang
cm dari AMS setelah melewati arteri kolika. Sedangkan
berasal dari arteri. Trombosis AMS dari ujung pembuluh
segmen dari pertengahan yeyunum merupakan bagian
darah dimana merupakan tempat yang paling sering
1547
ISKEMIA MESENTERIKA
menyempit akibat seringnya terjadi aterosklerotik berat. Proses ini menyerupai ruptur plak pada sindrom koroner
T R O M B O S I S VENA MESENTERIKA
akut. Sebanyak 50% dari pasien memiliki riwayat iskemia
Trombosis vena mesenterika seringkali
mesenterik kronik, dan episode akut terjadi setelah
dengan adanya keadaan hiperkoagulasi yang berasal
dikaitkan
pembuluh kolateral tertutup. Pasien dengan trombosis
dari cedera atau tindakan operasi yang baru dialami,
akut ini memiliki toleransi tinggi terhadap terjadinya
imobilisasi dalam jangka waktu lama, kehamilan,
obstruksi arteri besar dan biasanya memiliki keterllbatan
keganasan, atau koagulopati bawaan.^^-^ Trombosis vena
multivaskular y a n g m e m b u a t proses revaskularisasi
mesenterika (TVM) berkisar 5-10% dari semua kejadian
menjadi sulit dan berisiko tinggi dimana mortalitas
iskemi mesenterika akut dan penyebab dari terjadinya kondisi ini sekitar 8 0 % dapat diketahui, T V M berkaitan
perioperatif sekitar 70-100%.^-^*-8
dengan adanya kelainan pembekuan darah baik primer
Gejala Klinis
maupun sekunder atau kondisi intra abdominal. Kondisi
Pasien dengan IMA tipe emboli dan trombus akut memiliki
hiperkoagulasi juga memiliki peran hampir sekitar 75% dari
gejala nyeri abdomen mendadak yang berat dan sebesar
kasus trombosis vena mesenterika. Oleh sebab itu skrining
50-75% pasien terdapat diare yang mengandung darah.
untuk trombofili sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
Pada kasus yang berat, maka dehidrasi dapat terjadi
TVM. Kondisi dari penyebab TVM digambarkan pada tabel
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran, takikardi,
3. TVM menyebabkan terjadinya resistensi terhadap aliran
takipneu, dan juga kegagalan sirkulasi. Pasien dengan IMA
darah vena mesenterika sehingga menimbulkan iskemia
memiliki gejala nyeri abdomen yang tidak sesuai dengan
intestinal yang diakhiri dengan adanya edema dinding
pemeriksaan fisik yang ditemukan. Pada pemeriksaan
saluran pencernaan, penumpukan cairan dalam lumen
fisik abdomen yang ditemukan mungkin masih datar,
saluran cerna dan hipotensi sistemik yang menyebabkan
permukaan teraba lembut dan lunak. Temuan adanya
terjadinya peningkatan viskositas darah. Sebagai akibat
distensi merupakan gejala awal sebelum gejala peritonitis
dari adanya kongesti vena, maka aliran di dalam arteri
muncul terutama jika infeksi atau gangren telah terjadi.
akan berkurang dan menyebabkan terjadinya iskemia pada
2, 7-8
saluran cerna sehingga menjadi infark.^ ^'^"^
Tabel 3. Faktor Predisposisi dan Etiologi Trombus Vena Mesenterika (modifikasi dari^') Mekanisme
Etiologi
Kondisi hiperkoagulasi
a.
b.
c. d.
Sekunder akibat proses intra abdominal
a.
b. c. d.
Sindrom prokoagulasi bawaan/kondisi kelainan koagulasi bawaan Faktor V Leyden Mutasi protrombin - A20210 Resistensi protein C teraktivasi-mutasi lain Sindrom prokoagulasi didapat/kondisi hiperkoagulasi didapat: Sindrom antifosfolipid Penyakit mieloproliferatif Sindrom nefrotik Paroksismal nokturnal hemoglobinuria Polisitemia vera Penyakit sickle cell Defisiensi protein antikoagulan Protein C, protein S, defisiensi antitrombin III Kondisi hiperkoagulasi: Keganasan Kontrasepsi oral Kehamilan Akibat adanya inflamasi pankreatitis sepsis intra abdominal trauma abdomen Hipertensi portal dan sirosis Keganasan yang melibatkan area portal Splenektomi
1548
PENYAKIT VASKULAR
mortalitas dari IMNO sangat tinggi dikarenakan beberapa
Gejala Klinis Gambaran klinis dari TVM bisa 3 tipe yaitu akut,subakut
alasan yaitu usia pasien yang lanjut, komorbid, dan
dan kronik. Pada tipe akut, gejala bermula sejak beberapa
kesulitan dalam pengembalian aliran darah dan diagnosis
hari hingga beberapa minggu (rata-rata sekitar 7 hari)
setelah iskemia terjadi.
sebelum terjadi tampilan klinis dan pada 2 5 % pasien bahkan bisa mencapai 30 hari sebelum akhirnya pasien
Gejala Klinis
masuk untuk dirawat. Mual, muntah dan diare umum
Pasien dengan IMNO biasanya merupakan pasien usia
didapatkan, dan lebih dari 50% pasien memiliki darah
lanjut, dalam kondisi sakit berat, dengan adanya penyakit
samar feses positif Pada pemeriksaan fisik umumnya yang
aterosklerosis berat yang sudah ada terlebih dahulu, dan
didapat yaitu demam (50%), distensi abdomen dengan
menderita ketidakseimbangan hemodinamik secara akut
adanya nyeri tekan sedang hingga berat, tanda-tanda
(misalnya infark miokard atau penyakit jantung kongestif).
dehidrasi dan hipotensi (25%), hematoskezia ditemukan
Pada pasien IMNO gejala menyerupai IMA, akan tetapi
pada 15% pasien umumnya menandakan iskemia berat
u m u m n y a penyakit ini terjadi pada usia lanjut yang memiliki penyakit vaskular, akan tetapi IMNO juga bisa
atau infark saluran cerna. Pada tipe subakut, gejala nyeri abdomen terjadi selama beberapa minggu tanpa disertai adanya pemeriksaan fisik y a n g b e r m a k n a . S e d a n g k a n pada tipe kronik s e r i n g k a l i gejala nyeri a b d o m e n tidak d i a l a m i dan seringkali didapatkan stigmata dari hipertensi portal, varises (esofagus, gaster, intestinal) dan splenomegali atau perdarahan varises yang bermanifestasi sebagai
terjadi padapasien dengan vaskulitis atau pada pasien yang sedang dalam vasokonstriktor Faktor predisposisi seperti infark miokard dengan penurunan kardiak output, penyakit j a n t u n g kongestif, aritmia kardiak, sepsis, dehidrasi dan syok. Pasien yang menerima pengobatan seperti diuretik, digoksin, agonis adrenergik dan terapi seperti dialisis.^ ^°
hematemesis atau feses yang mengandung darah.
ISKEMIA MESENTERIKA NON OKLUSI (IMNO)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA ISKEMIA MESENTERIKA A K U r ' " » io
Iskemia mesenterika non oklusi (IMNO) umumnya terjadi
Pemeriksaan laboratorium pada IMA tidak memberikan
pada periode adanya hipertensi relatif (atau kurangnya
hasil yang spesifik, dan meskipun nilai laboratorium
aliran darah) yang menyebabkan terjadi berkurangnya
yang a b n o r m a l bisa m e m b a n t u d a l a m m e n e g a k k a n
suplai aliran darah ke pembuluh darah viseral, akibatnya
diagnosa iskemia mesenterika akut akan tetapi nilai
terjadi hipovolemi yang akhirnya menyebabkan hipoperfusi
yang normal tidak menyingkirkan adanya diagnosis ini.
sehingga terjadi vasospasme mesenterika, dimana hal ini
Pada pasien dengan iskemia mesenterika akut yang
diakibatkan karena rendahnya aliran darah dari mesenterika
diakibatkan oleh emboli atau trombosis, sekitar 7 5 %
terutama ketika ada penyakit yang mendasari seperti
pasien dapat ditemukan adanya leukositosis yang lebih
aterosklerosis arteri. Vasokonstriksi dipikirkan terjadi
besar dari ISOOO/pL. Akan tetapi pada pasien dengan
akibat adanya aktivitas simpatik dan masih dipikirkan
awal iskemia intestinal tidak memiliki p e m e r i k s a a n
kemungkinan bahwa vasopresin dan angiotensin terlibat
laboratorium abnormal. Asidosis laktat, hemokonsentrasi
dalam hal ini. Jika vasospasme mesenterika terus terjadi
dan peningkatan enzim transaminase biasanya ditemukan
maka cedera iskemia bisa tetap terjadi meski sudah
jika pasien sudah mengalami infark intestinal.
mengatasi kejadian yang menimbulkan IMNO. Oleh karena
Nilai a b n o r m a l y a n g u m u m d i d a p a t pada hasil
kondisi ini sangat mempengaruhi pasien yang sedang
laboratorium adalah hematokonsentrasi, leukositosis, dan
dalam keadaan sakit berat dan memiliki komorbid, maka
asidosis metabolik, dengan anion gap dan konsentrasi
seringkali memiliki risiko tinggi kematian.
laktat yang tinggi. Serum amilase, SGOT, dehidrogenase
^-a io
Iskemia m e s e n t e r i k a non oklusi ( I M N O ) terjadi
laktat dan kreatinin fosfokinase yang tinggi seringkali
pada sekitar 2 0 % kasus IMA dan berasal dari adanya
didapatkan akan tetapi tidak ada yang bisa menjadi
vasokonstriksi mesenterika yang akhirnya menyebabkan
diagnostik spesifik.
terjadinya h i p o p e r f u s i s p l a n g n i k . Kondisi ini harus
Nilai D-dimer yang normal bisa
membantu
dipikirkan sebagai salah satu diagnosis pada pasien
menyingkirkan adanya iskemia mesenterika akan tetapi
dengan penyakit aterosklerotik difus yang sedang berada
nilai yang meningkat juga tidak berperan banyak dalam
dalam kondisi stres hemodinamik (hipotensi), berada
menegakkan diagnosis. Hiperfosfatemi dan hiperkalemi
dalam kondisi pemakaian obat-obatan vasokonstriktor
biasanya terdapat bila sudah dalam keadaan lanjut dan
(vasopresin, kokain), dan pada pasien vaskulitis (contohnya
seringkali dikaitkan dengan adanya kemungkinan infark
sistemik lupus eritematosus, poliarteritis nodosa). Angka
pada saluran cerna.
1549
ISKEMIA MESENTERIKA
P E M E R I K S A A N R A D I O L O G i PADA I S K E M I A MESENTERIKA AKUr^^ Pemeriksaan foto polos abdomen biasanya tidak banyak
nyeri a b d o m e n a k u t , hal ini d e n g a n t u j u a n untuk m e n y i n g k i r k a n adanya kelainan patologis a b d o m e n yang mendasari (misalnya aneurisma aorta atau diseksi aorta). Pada pasien dengan iskemia mesenterika akut,
membantu dalam mendiagnosis IMA dikarenakan gejala
ultrasonografi bisa mendiagnosis adanya penebalan
klinis y a n g terlihat tidak d i d a p a t k a n hingga pasien
dinding abdomen jika lebih dari 45 mm, melihat tanda-
mengalami cedera yang cukup berat.
tanda adanya ileus dengan adanya distensi abdomen dan
Radiografi foto a b d o m e n polos merupakan alat
hipoperistaltik. Pada kasus yang berat, ultrasonografi bisa
diagnostik non-spesifik, dimana gambaran dari foto polos
menunjukan adanya gambaran cairan intraperitoneal atau
abdomen biasanya normal didapatkan pada lebih dari
udara pada vena portal sebagai pertanda adanya nekrosis
2 5 % kasus pasien dengan iskemia mesenterika, kegunaan
intestinal masif.
dari foto ini biasanya untuk menyingkirkan kemungkinan
Duplex ultrasonografi abdomen bukan merupakan
penyakit a b d o m e n lainya seperti perforasi ataupun
alat diagnostik yang tepat untuk pasien dengan IMA.
obstruksi. Tanda yang kurang signifikan untuk iskemia
Ultrasonografi d o p p l e r bisa m e m b e r i k a n g a m b a r a n
mesenterika yang bisa didapat berupa ileus adinamik dan
stenosis atau oklusi pada coeliac atau A M S dengan
distensi, air-filled loops of bowel, akan tetapi kelainan ini
spesifisitas 9 2 - 1 0 0 % . Akan t e t a p i , tes ini seringkali
bisa juga ditemukan pada pankreatitis, obstruksi mekanik,
terbatas dikarenakan adanya udara dalam saluran cerna
atau pseudokolonik obstruksi. Gambaran radiografi yang
yang menyebabkan terjadinya distensi abdomen. Sebagai
lebih spesifik bisa ditemukan pada 2 5 % pasien, dan
tambahan, sensitivitas terbatas untuk mendeteksi emboli
biasanya pada pasien dengan kondisi yang sudah lanjut.
dital atau dalam mendiagnosis IMNO.
G a m b a r a n y a n g d i t e m u k a n t e r m a s u k mural
thumb-
prmtlng yang berasal dari edema atau perdarahan. Pada stadium lanjut dari iskemia, pneumatosis dari saluran cerna bisa dideteksi dan lebih spesifik didapatkan gas vena porta pada gambaran abdomen menunjukkan prognosis yang lebih buruk.
CT scan abdomen merupakan alat diagnostik yang digunakan sebagai pilihan pertama pada pasien dengan nyeri abdomen akut. Studi yang terbaru menunjukkan bahwa CT scan j u g a memiliki sensitifitas sebesar 8 0 % hingga 9 0 % untuk m e n d i a g n o s a IMA, dalam hal ini termasuk CT spiral, injeksi kontras intavena,
multldetector-
row CT (MDCT) dengan rekonstruksi tiga dimensi maka gambaran yang diberikan oleh CT bisa menjadi lebih terpisah menjadi spesifik ataupun non-spesifik. Gambaran y a n g lebih spesifik d i t e m u k a n pada
tromboemboli
di pembuluh darah mesenterika, tekanan vena porta, p e n i n g k a t a n t e k a n a n intramural atau p n e u m a t o s i s , kurangnya gerakan dinding usus dan tanda iskemia dari organ lainnya. Gejala yang kurang spesifik termasuk adanya penebalan dinding usus yang difus, pelebaran
Gambar 1. Gambaran thumb-printing pada iskemia mesenterika Pemeriksaan
menggunakan
kontras
barium
intraluminal dikontraindikasikan pada pasien dengan kondisi ini karena kemungkinan adanya kontras yang tertinggal bisa memberikan gambaran yang tidak jelas dari vaskularisasi mesenterika saat melakukan CT atau angiografi. Ultrasonografi abdomen B-scan banyak digunakan sebagai prosedur diagnostik awal pada pasien dengan
Gambar 2. Gambaran penebalan dinding saluran cerna pada CT scan abdomen dengan kontras pada iskemia mesenterika non-oklusi
1550
PENYAKIT VASKULAR
vaskular dan dilatasi akibat adanya penumpukan cairan di
S-transferase
pencernaan dan juga edema mesenterika. Evaluasi awal
(l-FABP) masih dalam evaluasi lebih lanjut.
dan intestinal
fatty acid binding
protein
yang dilakukan harus menyertakan gambaran radiografi untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri abdomen seperti perforasi ataupun obstruksi. MDCT bisa memberikan
TATALAKSANA^
informasi detail mengenai pembuluh darah mesenterika dan usus halus.
Tatalaksana
pasien
dengan
IMA adalah
untuk
Magnetic resonance angiografi (MRA) merupakan alat
m e n g e m b a l i k a n aliran d a r a h intestinal s e c e p a t n y a ,
yang non invasif, non radiasi sebagai alternatif dari CT
termasuk dalam memberikan resusitasi hemodinamik
angiografi, terutama pada pasien dengan alergi iodin. MRA
dan koreksi dalam penyebab terjadinya IMA seperti
memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dalam mendiagnosa
aritmia, penyakit jantung kongestif, atau deplesi volume
TMV, akan tetapi CT masih merupakan pilihan yang lebih
cairan. Pasien membutuhkan observasi hemodinamik,
banyak dilakukan dikarenakan biaya yang lebih rendah,
terapi cairan dan elektrolitjika diperlukan, serta antibiotik
mudah dijangkau dan sensitivitas yang baik.
spektrum luas.
Angiografi selektif mesenterika merupakan baku emas diagnostik untuk IMA. Angiografi sangat penting
Terapi Suportif
dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana dari IMA
Pada iskemia mesenterika akut, maka monitor hemodinamik
dan tetap menjadi baku emas dalam evaluasi pada pasien
yang agresif dan diserai resusitasi cairan serta mengatasi
dengan kecurigaan IMA tanpa memiliki tanda peritonitis.
keadaan penyebab sangatlah p e n t i n g . Hidrasi yang
Dalam 5 dari 6 penelitian mengenai sensitivitas dari alat ini
adekuat dan pengukuran dari perbaikan kardiak output
didapatkan hasil sebesar 90-100% dan spesifisitas dalam
(inotropik, kontrol denyut jantung) sangat penting dalam
dua studi mencapai 100%. Angiografi bisa membedakan
mengatasi keadaan penyebab iskemia, akan tetapi hal ini
oklusi arteri yang berasal dari trombosis atau emboli.
paling penting dalam IMNO karena perbaikan keadaan bisa
Dalam hal ini, trombosis umumnya berasal dari A M S
menyebabkan perbaikan konstriksi vaskular mesenterika.
dan u m u m n y a tidak memiliki g a m b a r a n asal arteri
Tatalaksana awal harus menyertakan antibiotik yang
yang jelas dan dalam kondisi yang sudah lanjut akan
berspektrum luas untuk mencegah translokasi bakteri
terlihat gambaran dari pembuluh darah kolateral. Emboli
yang disebabkan oleh terjadinya iskemia. Obat-obat
umumnya didapatkan setelah percabangan AMS yang
vasokonstriksi dan digitalis harus dihindari agar iskemia
pertama. Trombosis vena mesenterika ditandai dengan
mesenterika tidak tereksaserbasi. Jika membutuhkan
adanya perlambatan laju arteri (hampir sekitar 20 detik).
vasopresor maka digunakan dobutamin, dopamin dosis
Sebaliknya dengan IMNO maka didapatkan gambaran
rendah atau milrinone karena memiliki efek yang lebih
iregularitas multipel dan penyempitan pada AMS yang
rendah t e r h a d a p perfusi m e s e n t e r i k a d i b a n d i n g k a n
disebut dengan gambaran "string of sausages". Oklusi vena
vasopresor lainnya. Antikoagulan sistemik harus diberikan
dan IMNO bisa menunjukkan gambaran adanya refluks
untuk mencegah terjadinya trombus kecuali pasien dalam
dari kontras ke aorta pada angiografi.
keadaan perdarahan aktif Analgesik juga sangat penting karena nyeri hebat bisa menyebabkan seorang individu jatuh dalam keadaan syok.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA'' Restorasi Aliran Darah Elektrokardigrafi bisa menunjukkan adanya atrial fibrilasi
Pengembalian aliran darah intestinal harus dilakukan
atau nekrosis miokard sebagai salah satu risiko emboli.
sesegera mungkin, hal ini merupakan tujuan dari terapi
Ekokardiografi baik transtorakal maupun transesofageal
pada pasien dengan iskemia mesenterika akut. Hal ini
bisa m e n u n j u k k a n g a m b a r a n e m b o l i
intrakardiak.
Kolonoskopi telah digunakan sebagai alat bantu dalam
bisa dicapai dengan pemberian obat-obatan, prosedur endovaskular dan operasi.
mendiagnosa iskemia kolitis akan tetapi tidak memiliki
Tatalaksana untuk emboli arteri mesenterika pada
sensitivitas dan spesifisitas adekuat dalam mendeteksi
a w a l n y a d i l a k u k a n laparatomi d e n g a n kateter y a n g
perubahan iskemia.
berbasiskan embolektomi. Dapat juga postoperatif secara
Analisa cairan peritoneal bisa memberikan hasil
intraarterial diberikan papaverine dan heparin. Selain
yang abnormal (peningkatan sel darah putih dan fisfat,
itu dapat pula diberikan terapi trombolitik melalui infus
laktat dehidrogenase, dan kadar laktat). Pada iskemia
yang memberikan hasil yang cukup baik dalam beberapa
mesenterika peranannya dalam mendiagnosis iskemia
kasus.
mesenterika akut masih dipelajari lebih lanjut. Manfaat pemeriksaan laboratorium seperti serum
alpha-glutathione
Talaksana utama pada trombus arteri mesenterika akut adalah operasi dimana trombolektomi saja tidak
ISKEMIA MESENTERIKA
1551
memberikan hasil yang baik untukjangka panjang, hal ini
angina intestinal yang merupakan suatu sindrom yang
dikarenakan adanya persistensi dalam plak aterosklerotik
ditandai dengan adanya nyeri abdomen berulang dan
trombogenik sehingga sebaiknya juga dilakukan metode
penuruanan berat badan sebagai hasil dari adanya episode
reVaskularisasi (rekonstruksi arteri, bypass
atau stent
kurangnya aliran darah intestinal berulang, dan hal ini
endovaskular). Setelah penyembuhan, maka obat anti
biasanya berkaitan dengan adanya peningkatan kondisi
platelet bisa digunakan untuk mengurangi risiko dari
metabolik yang berkaitan dengan pencernaan. Angina
terjadinya iskemia mesenterika rekuren.
intestinal merupakan proses yang jarang didapatkan dan
Tatalaksana syok pada keadaan IMNO sangat penting
hanya timbul jika terjadi penyempitan di pembuluh darah
untuk terapi awal, dalam IMNO tatalaksana yang penting
splangnik akibat aterosklerotik berat. Hal ini berkaitan
adalah farmakologis dan hal ini dapat dicapai dengan infus
dengan adanya oklusi pada satu atau dua dari pembuluh
lokal selektif dari vasodilator menuju AMS (papaverin,
darah. Sekitar 9 0 % dari pasien yang mengalami angina
tolazolin, nitrogliserin, glukagon, prostaglandin E dan
intestinal memiliki penyempitan minimal dua atau tiga
isoproterenol). Pada pasien dengan infus papaverin,
pembuluh darah utama dan 505 dari mereka memiliki
didapatkan mortalitas berkurang dari 70-90% menjadi
stenosis yang kritis dari ketiga pembuluh darah utama.
50-55% dalam dua dekade akhir ini. Terapi selanjutnya
U m u m n y a sirkulasi kolateral y a n g a d e k u a t bisa
diberikan dengan melihat respons dari terapi vasodilator
membantu mencegah terjadinya infark intestinal, akan
pada pasien. Laparatomi segera dilakukan apabila kondisi
tetapi kondisi akut pada iskemia mesenterika kronik dan
pasien memburuk dan tanda-tanda dari akut abdomen
infark bisa terjadi dalam waktu singkat jika ada trombus
terjadi. Antikoagulan (misal: heparin) dapat diberikan pada
atau emboli dalam arteri yang sudah menyempit. Iskemia
pasien dengan TMV tanpa adanya infark. Antikoagulan
mesenterika kronik seringkali d i d a p a t k a n pada usia
biasanya dilanjutkan hingga 6 bulan atau bahkan lebih bila
pertengahan dan pada usia lanjut, terutama pada wanita
masih terdapat gangguan koagulasi yang menampilkan
(3:2) yang memiliki risiko kardiovaskular dan keterlibatan
gambaran TMV. Terapi trombolitik belum memiliki indikasi
aterosklerotik seperti penyakit jantung koroner, penyakit
jelas pada trombosis vena mesenterika superior dan masih
arteri perifer, penyakit cerebrovaskular y a n g hampir
dalam penelitian.
didapatkan pada 50% pasien^«
Reseksi Jarlngan Nekrotik dan Laparatomi SecondLook
Trias klasik dari IMK berupa nyeri abdomen post prandial,
Gejala Klinis
P e r b e d a a n dari j a r i n g a n nekrotik y a n g m a s i h bisa
penurunan berat badan, dan bruit a b d o m e n . Pasien
diperbaiki dan tidak harus dilihat secara laparatomi
umumnya menyatakan adanya nyeri post prandial dalam
eksplorasi. Laparatomi second-look direkomendasikan
waktu 10 menit hingga 1 j a m setelah makan dan bertahan
setelah 24-48 j a m meskipun intervensi primer sudah
hingga 1-3 j a m . Nyeri bersifat t u m p u l , kram, sekitar
berhasil dilakukan, akan tetapi kadangkala pengkajian
epigastrium dan periumbilikal. Nyeri ini bisa bervariasi
intraoperatif dari viabilitas saluran cerna seringkali tidak
dalam lokasi dan intensitas dan bisa menjalar ke belakang.
akurat dan sangat sedikit tanda yang bisa dijadikan
Nyeri bahkan bertambah bila makan makanan yang
petunjuk untuk mendeteksi adanya iskemia persisten atau
mengandung lemak dan yang lebih sering terjadi adalah
terjadinya infark setelah periode postoperatif Rasionalisasi
penurunan berat badan pada 80% pasien akibat adanya
dari melihat kembali setelah postoperatif adalah terjadinya
perubahan pola makan dan sebesar sepertiga dari pasien
vasospasme setelah revaskularisasi yang sering terjadi.
mengalami mual, muntah dan cepat kenyang. ^.^-s, 12 u Diagnosis umumnya berdasarkan akan adanya gambaran klinis, adanya tampilan lesi oklusi dari pembuluh
ISKEMIA MESENTERIKA KRONIK
darah splangnik yang tergambar melalui angiografi dan sudah menyingkirkan semua penyebab lain dari nyeri
I s k e m i a m e s e n t e r i k a kronik ( I M K ) d i d a p a t k a n dari
perut.
berkurangnya aliran darah di intestinal yang bersifat terus menerus sehingga menyebabkan stenosis berat atau plak aterosklerotik terbentuk pada dua atau lebih pembuluh
PEMERIKSAAN FISIS
darah mesenterika. Emboli jarang menyebabkan IMK dan umumnya bersifat asimptomatik, dan bila menimbulkan
Pada pemeriksaan fisis umumnya non spesifik, dimana
gejala klinis seringkali berkaitan dengan nyeri abdomen
terdapat penurunan berat badan dengan tanda malnutrisi,
setelah makan, menghindari makan untuk mencegah
kadangkala ditemukan nyeri tekan yang tidak hilang dalam
timbulnya nyeri dan penurunan berat badan.^^"^
episode sangat berat dan pertanda tidak langsung akan
Iskemia mesenterika kronik (IMK) memiliki nama lain
adanya penyakit vaskular aterosklerotik (denyut nadi yang
Tanda Kelainan
R e s u s i t a s i dan perbaiki kondisi umum
Riwayat D V T atau Hiperkoa ulobllllas
Foto polos
Jt ^ 1
Tanda Pentoneal
Angiogram Abdomen Tanda Peritoneal
Tanda Permonal
(-)
(-)
Infus Papaverin
Infus P a p a v e n n (Perioperatif)
Emboli Mayor
Vasokonstriksi Spienik
P e n y e b a b y a n g lam Dynamic C T scan
I Oklusi Arteri Mayor ( Non-emboli) I
iTrombosit vena mesenterikal
•
I
.
~
i
Oklusi Arteri Minor atau Emboli
I
^
Tanda Permonal
Tanda Pentoneal
Tanda P e r m o n a l
Tanda Pentoneal
Tanda Permonal
(-)
(-)
(-)
(-)
H e p a n n dengan/tanpa A g e n trombotik
Laparotomi
T
(-)
Kolateralisasi pada Angiogram (•)
Kolateralisasi pada Angiogram (•)
infus P a p a v e n n
Pengisian
Pengisian
Bahk
Buruk
ZZT"
S e g m e n iskemia pendek
S e g m e n iskemia Ekstensif
T Warfann
I
| |
I
Infus Papaverin
T
[•^
Angiogram nomial
T
infus P a p a v e n n
|
I
Stop infus
A g e n tromtwlltik atau hepann Non-Viable
|
Tanda P e r m o n a l
Tanda Peritoneal
Tanda Permonal
Tanda P e n t o n e a l
(-)
(•)
(-)
(-)
Selected c a s e s contraindication to surgery, good perfusion of the distal, m e s e n t e n c v a s c u l a r bed, after bolus of vasodilator
Infus P a p a v e n n (Perioperatif)
Infus Papaverin
Infus P a p a v e n n (Penoperatif)
infus P a p a v e n n
|
Ulangi Angiogram
I
A g e n Trombotik
I
O p e r a s i Eksplotatif bila perlu
I
I Tutup
T
NutnsI Parenteral langka panjang
V e n a utama terbuka
Vena Utama oklusi
Heparin, papavenn
Tromt>ektom( hapann, papaverin
Emboiectomy abd/or resection
Laparotomy with or without resection
Infus Papaverin (Post-operallf)
Infus P a p a v e n n (Post-operatif)
R e p e a t angiogram and possibly a s e c o n d lock operation
R e p e a t angiogram and possibly a s e c o n d lock operation
LaporatomI dan r e s e k s i lokal
Laparotomi; Rekonstruksi Arten dan/atau R e s e k s i
, I
I I
Tanda Pentoneal
Ulangi Angiogram
Observasi
I
T
~
R e v i e w ulang •/- R e s e k s i
Agen trombolitik
Gambar 3. Algoritme Iskemia mesenterika akut (adaptasi dari American Gastroenterological Association, 2000 ^0
I
Ulangi Angiogram
^
1553
ISKEMIA MESENTERIKA
menghilang, bruit arteri karotid atau femoral atau stigmata
dan revaskularisasi perkutaneus tidak dapat dilakukan.
dari adanya stroke lama). Sebanyak 50% dari kasus IMK
Sebaliknya pada semua pasien sebaiknya menerima
memiliki bruit di epigastrik dan terutama pada saat post
obat-obatan yang bisa mengatasi aterosklerosis seperti
prandial.^ «• ^2,^^
statin dan terapi anti trombotik. Antikoagulan oral juga bisa dipergunakan dalam tata laksana. Analgetik dan
Pemeriksaan Radiologic
"
nitrat intravena bisa digunakan dalam pengontrolan nyeri
Foto abdomen polos bisa menunjang diagnosis dengan
sementara.
a d a n y a g a m b a r a n k a s i f i k a s i dari p e m b u l u h d a r a h mesenterika. Ultrasonografi dupleks mesenterika merupakan
Revaskularisasi Mesenterika
test awal yang berguna untuk menunjang diagnosis iskemia
Hal y a n g d a p a t d i l a k u k a n u n t u k
intestinal. Test ini memiliki akurasi sekitar 9 0 % untuk
vaskularisasi mesenterika adalah teknik operasi. Selain itu,
mendeteksi stenosis yang lebih besar dari 70% atau oklusi
terdapat prosedur perkutaneus yang sedang berkembang
dari celiac dan AMS. Angiografi direkomendasikan sebagai
yaitu angioplasti mesenterika baik memakai maupun tanpa
mengembalikan
alat non invasif yang disarankan untuk dipergunakan bila
stent. Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mengurangi
akan dilakukan tindakan intervensi.
gejala yang dialami pasien sehingga bisa memperbaiki
MDCT dan CT angiografi dapat mengevaluasi adanya lesi di mesenterika. Bila terdapat gambaran dari pembuluh
nutrisi dan mencegah terjadinya infark mesenterika. Revaskularisasi
mesenterika
sebaiknya
darah kolateral dan perubahan dari ukuran saluran cerna
dipertimbangkan pada pasien dengan angina intestinal
yang mengalami iskemia atau stenosis bisa membantu
yang memiliki stenosis minimal 1 dari 3 pembuluh darah
menegakkan diagnosis. Magnetic resonance angiography
mesenterika utama dan dimana penyebab lain nyeri
(MRA) memiliki sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi
a b d o m e n sudah dapat d i s i n g k i r k a n . Revaskularisasi
adanya stenosis yang berada di dekat AMS atau arteri
komplit banyak d i r e k o m e n d a s i k a n oleh banyak ahli
coeliacus. Akan tetapi hingga saat ini, kegunaan MRA
bedah, akan tetapi beberapa jurnal menuliskan bahwa
dalam mendeteksi IMK masih dalam tahap penelitian.
graft bypass pada arteri mesenterika superior saja masih merupakan tindakan yang efektif bagi iskemia intestinal. Revaskularisasi operatif masih m e r u p a k a n t i n d a k a n yang banyak dilakukan selama beberapa tahun ini. baik bypass retrograde maupun antegrade, endarterektomi mesenterika transaorta dan juga reimplantasi aorta dari arteri mesenterika superior Mortalitas perioperatif sangat bervariasi dari 0 - 1 1 % hingga 50% pada pasien dengan gejala acute on chronic. Angioplasti transluminal perkutaneus baik memakai maupun tanpa stent telah menjadi suatu alternatif bagi tindakan operasi untuk kandidat yang tidak memenuhi syarat operasi dan pada pasien dengan diagnosis yang belum jelas. Sebagai pendekatan tatalaksana, berdasarkan data yang ada, revaskularisasi melalui operasi masih merupakan pilihan utama bagi pasien dengan risiko operasi rendah, s e d a n g k a n pada pasien d e n g a n risiko tinggi maka
Gambar 4. Gambaran angiogram pada pasien dengan iskemia mesenterika kronik
TATA LAKSANA^' ^»
"
angioplasti perkutaneus lebih diminati. Operasi j u g a merupakan indikasi bila sudah dicurigai terjadinya nekrosis saluran cerna.
PROGNOSIS
Terapi Medikamentosa
Pasien IMK yang berhasil menjalani operasi revaskularisasi
Target terapi untuk IMK adalah revaskularisasi, mengingat
memiliki prognosis yang baik, angka kelangsungan hidup
bahwa risiko terjadinya t r o m b o s i s d e n g a n
infark
mesenterika pada pasien IMK maka terapi medikamentosa saja hanya diindikasikan bila operasi tidak dapat terlaksana
5 tahun mencapai 80% dan sebagian besar pasien tidak lagi mengalami gejala, berat badan bertambah dan pola makan menjadi normal kembali.
1554
PENYAKIT VASKULAR
PENUTUP Baik iskemia mesenterika akut dan kronik masih merupakan t a n t a n g a n besar d a l a m bidang m e d i s . Pada iskemia mesenterika akut suatu teknik pendekatan yang agresif harus dilaksanakan karena hasil akhir bergantung pada penegakan diagnosis dan tatalaksana sedini mungkin. S e b a l i k n y a untuk k a s u s i s k e m i a m e s e n t e r i k a maka tindakan terapeutik sebaiknya
kronik
dipertimbangkan
keuntungan dan risikonya, mengingat pasien kadang memiliki komorbid yang berat.
REFERENSI 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9.
10. 11.
12.
13.
14.
Stamatakos M, Stefanaki C, Mastrokealos D, et aL Mesenteric ischemia: still a deadly puzzle for the medical community. Tohoku ] . E x p . M e d . Nov 2008;216(3):197-204. A n z a l o n e J, Acevedo F A . Mesenteric ischemia: r a p i d diagnosis and prompt treatment are essential. J A A P A . Jul 2011;24(7):44-48. Rasyad SB. Penyakit Vaskular Mesenterika. In: Sudoyo A W , Setiyohadi B, A l w i I , Simadibrata M, Setiati S, eds. B u k u A j a r I l m u P e n y a k i t D a l a m . V o l 1 . Jakarta Pusat Penerbtan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006:445-448. Boley SJ, Brandt LJ, Sammartano RJ. History of mesenteric ischemia. The evolution of a diagnosis and management. Surg. C l i n . N o r t h A m . Apr 1997;77(2):275-288. Cleveland TJ, N a w a z S, Gaines P A . Mesenteric arterial ischaemia: diagnosis and therapeutic options. V a s e . M e d . 2002;7(4):311-321. Maduseno S. Penyakit Vaskular Mesenterika. In: Rani A , Simadibrata M, Syam A F , eds. B u k u A j a r G a s t r o e n t e r o l o g i . Vol 1. Jakarta: Interna Publishing; 2011:414-426. Greenberger NJ. C u r r e n t Diagnosis & Treatment Gastroenterology, Hepatology, & E n d o s c o p y The McGrav^-Hill Company; 2009. Florian A, Jurcut R, Lupescu I, Grasu M, Croitoru M, Ginghina C. Mesenteric ischemia—a complex disease requiring an interdisciplinary approach. A review of the current literature. R o m . J. I n t e r n . M e d . 2010;48(3):207-222. Panes J, Pique JM. Intestinal ischemia. In: Yamada T , ed. Textbook of G a s t r o e n t e r o l o g y . Vol 5: Blackwell Publishing; 2009:2811-2831. Cangemi JR, Picco MF. Intestinal ischemia in the elderly. G a s t r o e n t e r o l . C l i n . N o r t h A m . Sep 2009;38(3):527-540. Brandt LJ, Boley SJ. A G A technical review on intestinal ischemia. American Gastrointestinal Association. G a s t r o e n t e r o l o g y . May 2000;118(5):954-968. Loffroy R, Guiu B, Cercueil JP, Krause D. Chronic mesenteric ischemia: efficacy and outcome of endovascular therapy. A b d o m . I m a g i n g . Jun 2010;35(3):306-314. Renner P, Kienle K, Dahlke M H , et al. Intestinal ischemia: current treatment concepts. Langenbecks A r c h . Surg. Jan 2011;396(1):3-11. White C J . Chronic mesenteric ischemia: diagnosis and management. P r o g . C a r d i o v a s c . D i s . Jul-Aug 2011;54(1):3640.
200 PENYAKIT SEREBROVASKULAR SERANGAN O T A K B R A I N A T T A C K : TRANSIENT ISCHEMIC ATTACKS (TIA)- REVERSIBLE ISCHEMIC NEUROLOGIC DEFISIT (RIND)-STROKE Freddy Sitorus dan Teguh A.S Ranakusuma
Di I n d o n e s i a 2 0 0 7 , b e r d a s a r k a n d a t a n a s i o n a l
PENDAHULUAN
epidemiologi stroke di Indonesia, stroke merupakan
Sejak dicanangkan oleh presiden Rl DR.Susilo Bambang
penyebab kematian dan kecacatan tertinggi baik di
Yudhoyono, perihal "Pembangunan Nasional Berwawasan
perkotaan maupun di perdesaan seluruh wilayah NKRV
Kesehatan" di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
S t r o k e - S e r a n g a n otak y a n g bersifat
irreversible
di Jakarta pada tahun 2010, terdapat perubahan sikap bagi
b u k a n l a h s u a t u b e n c a n a a k a n t e t a p i s u a t u proses
penyelenggara kedokteran dan Kesehatan di Indonesia
etiopatogenesis penyakit vaskular yang dapat dicegah
dengan kembali pada prinsip filsafat kedokteran yang
pada tingkat pre-simtom agar "jangan sakit" dan pada
sebenarnya yaitu " Jangan Sakit dan Jangan Cacat -
masalah manifestasi klinis dapat diantisipasi secara Cepat,
Pencegahan lebih baik dari Pengobatan"/*
Tepat, Cermat dan Akurat agar "Jangan Cacat"
Saat ini di seluruh dunia masalah Penyakit (Kronik)
"TIME is BRAIN".'
Tak l^enular (PTM) merupakan masalah kesehatan m a s y a r a k a t u t a m a , d a l a m hal ini terjadi penyakit serebrokardiovaskular yang
dominasi
merupakan
manifestasi klinis proses patogenesis aterosklerosis,
DEFINISI
dimana etiopatogenesisnya sama yaitu diawali dengan
Serangan Otak atau Brain Attack, merupakan terminologi
gangguan fungsi endotel. Secara klinis manifestasinya
waktu untuk melakukan antisipasi medis secepatnya,
dapat dibedakan jenis penyakit vaskular yang terkait
setepatnya, secermatnya dan seakuratnya pada fase akut
misalnya di otak- Serangan Otak, di Jantung-Serangan
manifestasi klinis penyakit serebrovaskular, baik yang
Jantung, maupun Penyakit vaskular perifer pada organ lain
bersifat sepintas. Transient
diantaranya di ginjal, mata, telinga dan anggota badan lain.
secara klinis kembali normal dalam kurun kurang
Kesamaan etiopatogenesis aterosklerosis ini merupakan
dari 24 j a m , bila pemulihan terjadi lebih dari 24 j a m
Ischemic
Attacks
( TIA),
dasar dari penanggulangan penyakit vaskular secara
dan tidak lebih dari 2 minggu terminologi klinis disebut
terpadu dari tingkat hulu maupun hilir Penyakit vaskular
Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND) dan yang
ini dapat m e n u r u n k a n kualitas hidup p e n d e r i t a n y a ,
manifestasi klinisnya menetap disebut Stroke.^ TIA dan
penurunan kemampuan produktivitasnya, serta tingginya
Stroke merupakan masalah klinis yang sangat penting dan
biaya pengobatannya, tentunya merupakan kewajiban dan
memerlukan penunjang diagnostik yang tepat dan cermat
beban yang besar pada penyelenggaran sistem kesehatan
serta akurat dalam waktu secepatnya sebaiknya kurang
nasional dalam penyelenggaran Negara secara terpadu,
dari 3 jam setelah onset.
apalagi bila didasari dengan wawasan kesehatan.^
Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
1556
PENYAKIT VASKULAR
adanya defisit neurologis serebral fokal atau global
51.6 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian
yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama
akibat stroke di Indonesia berdasarkan usia adalah 15.9%
minimal 24jam atau menyebabkan kematian yang semata-
pada usia 45-55 tahun, 26.8% pada rentang usia 55-64
mata disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan
tahun, dan 23.5% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun
spontan pada otak (stroke perdarahan) maupun suplai
serta merupakan peringkat pertama.^
darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung, dan darah.^ TIA adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
KLASIFIKASI Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hilangnya fungsi serebral fokal secara akut atau mendadak
aspek. Secara u m u m , stroke diklasifikasikan menjadi
yang berlangsung kurang dari 24 j a m dan disebabkan
stroke iskemik (dengan atau tanpa perdarahan) dan
oleh suplai darah serebral yang tidak adekuat sebagai
stroke perdarahan. Stroke perdarahan dapat berupa
akibat dari trombosis atau emboli yang berkaitan dengan
perdarahan intraserebral, perdarahan intraventrikular,
kelainan jantung, pembuluh darah atau darah^
dan perdarahan subarakhnoid.^^
Penelitian menunjukkan bahwa durasi TIA dapat
Berdasarkan lokasi, iskemik dapat terjadi pada (1) area
bervariasi dalam rentang yang sangat luas, yaitu kurang
sirkulasi anterior atau karotis (terdiri dari arteri serebri
dari satu menit hingga lebih dari 720 menit. Penelitian
anterior, arteri serebri media), (2) area sirkulasi posterior
Oxfordshire Community Stroke menunjukkan bahwa durasi
(vertebrobasilar), dan (3) area zona perbatasan
TIA tersering berkisar 6-60 menit (terjadi pada 4 5 % kasus).
area).^^
{watershed
Sedangkan penelitian yang dilakukan Hankey dan Warlow
Berdasarkan klinis, stroke iskemik diklasifikasikan
menunjukkan bahwa durasi TIA terbanyak adalah 6-30
menjadi (1) sindrom lakunar, (2) sindrom sirkulasi posterior,
menit (terjadi pada 30% kasus).^
(3) sindrom sirkulasi anterior total, (4) sindrom sirkulasi anterior parsial.^^ Berdasarkan klasifikasi TOAST, stroke
iskemik
EPIDEMIOLOGI
diklasifikasikan menjadi 1) aterosklerosis arteri besar, 2)
Pada saat onset serangan otak khususnya stroke, dibagi
disease),
dalam 3 kelompok: Kelompok 1. : Kurang lebih 1/3 pasien akan meninggal dalam kurun waktu hitungan hari. Kelompok 2 . : 1/3 pasien akan mengalami penyembuhan lengkap atau meninggalkan deficit neurologi ringan serta masih dapat melakukan aktivitas yang produktif Kelompok 3. : 1/3 pasien lainnya tidak akan terjadi p e n y e m b u h a n , dan bahkan c e n d e r u n g akan terjadi perburukan hingga kematian atau kecacatan yang b e r a f . Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Setiap tahunnya terjadi sekitar 700.000 kasus stroke iskemik dan 100.000 stroke
kardioembolisme, 3) penyakit arteri kecil {small
artery
4) etiologi lainnya (misalnya vaskulopati non-
aterosklerosis, hiperkoaguabilitas, gangguan hematologi), 5) etiologi tidak d a p a t d i t e n t u k a n pada e k s p l o r a s i intensif^°
Tabel 1. Klasifikasi TOAST'" Aterosklerosis arteri besar (embolisme/trombosis) Kardioembolisme (risiko tinggi/risiko sedang) Oklusi pembuluh darah kecil (lakuna) Stroke dengan etiologi tertentu lainnya Stroke dengan etiologi yang belum dapat ditentukan Dua atau lebih penyebab teridendifikasi Evaluasi negatif Evaluasi tidak lengkap
perdarahan dengan kasus fatal sebanyak 175.000 di Amerika Serikat.^ Distribusi penyakit di Indonesia j u g a
Diagnosis pada masing-masing subgrup ditegakkan
telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi kawasan
berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang
tropis mengarah ke penyakit khronis tak menular.
(pencitraan serebral, pencitraan jantung, pemeriksaan
Walaupun angka kejadian stroke telah mengalami
d o p p l e r p e m b u l u h d a r a h intra d a n e k s t r a k r a n i a l ,
penurunan drastis sejak tatalaksana hipertensi semakin
arteriografi, dan laboratorium untuk evaluasi status
maju sejak beberapa dekade lalu, stroke tetap menjadi
pro-trombotik).^° Stroke hemoragik secara klinis khas
m a s a l a h k e s e h a t a n y a n g sangat perlu d i p e r h a t i k a n
m a n i s f e s t a s i n y a , biasa lebih cepat dan berat akibat
sebagai k o n s e k u e n s i terjadinya p e n u r u n a n kualitas
terjadi tiga proses patologis terpadu yaitu proses iskemia
hidup dan produktifitas serta pengobatan seumur hidup
dan proses desak ruang serta proses inflamasi yang
penderitanya. Angka kejadian stroke di Indonesia berkisar
mengikutinya^
1557
PENYAKIT SEREBROVASKULAR
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Stroke Berdasarkan TOAST' Subgroup aterosklerosis Klinis
Neuro imaging
Pemeriksaan Penunjang lainnya
Cardioembolism
occlusion
(lacune)
Disfungsi kortikal atau serebelar Sindrom lakunar
Penyebab lain
+/+/-
Infark kortikal, serebelar, batang otak atau subkortikal diameter > 1.5 cm Infark subkortikal atau batang otak diameter < 1.5 cm Stenosis arteri karotis interna ektrakranial Emboli berasal dari jantung Abnormalitas pada pemeriksaan penunjang lain
+/-
+/-
lumen pembuluh darah. Aterosklerosis dapat terjadi pada
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
pembuluh darah besar dan kecil, baik ekstra maupun Stroke h e m o r a g i k , m e m p u n y a i ciri khas k l i n i s n y a , manifestasi klinis tersebut merupakan
intrakranial. Aterosklerosis pembuluh darah intrakranial
rentetan
lebih banyak pada ras Asia dibandingkan Kaukasia dan
proses yang tidak terindikasikan . Darah keluar dari
sebaliknya. Aterosklerosis pada pembuluh darah besar
pembuluh darah ke jaringan otak secara tiba-tiba, ruang subarachnoid m u a p u n ke ruang ventrikel. 2 dekade yang lalu banyak ahli akan segera terjadi penghentian perdarahan akibat reaksi proses pembekuan. Ternyata perdarahan otak, khususnya intraserebral, didasari oleh proses yang lebih dinamis dan melibatkan berbagai proses yang sangat kompleks antara lain terjadinya bertambahnya volume hematoma dan inflamasi yang melibatkan seluruh sistem organ tubuh seiring dengan berjalannya waktu. Dalam situasi ini diperlukan secara cepat, tepat dan cermat etiologi serta proses patologis yang mendasarinya.^" Stroke iskemia disebabkan oleh tiga mekanisme dasar, yaitu trombosis, emboli, dan penurunan tekanan perfusi. Trombosis merujuk pada penurunan atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena superimposisi perubahan karakteristik dinding pembuluh
darah
d a n p e m b e n t u k a n b e k u a n . Patologi v a s k u l a r y a n g m e n y e b a b k a n t r o m b o s i s antara lain a t e r o s k l e r o s i s , d i s p l a s i a fibromuskular, arteritis, diseksi p e m b u l u h darah, dan perdarahan pada plak aterosklerosis. Patologi vaskular tersering adalah aterosklerosis, dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa dan muskular, dan adesi trombosit yang mempersempit
Gambar 1. Predileksi Aterokslerosis pada Pembuluh darah yang Mensuplai Otak^
1558
PENYAKIT VASKULAR
label. 3. Risiko Emboli pada Stroke'
Risiko tinggi emboli berasal dari jantung
Katup jantung prostetik Stenosis mitral dengan atrial fibrilasi Atrial fibrilasi Trombus dari atrium kiri atau apendiks atrium kiri Sick sinus syndrome Riwayat infark miokard (< 4 minggu) Trombus ventrikel kanan Kardiomiopati dilatasi Segmen ventrikel kiri akinetik Miksoma atrium Endokarditis infektif
Risiko sedang emboli berasal dari jantung
Prolaps katup mitral Kalsifikasi anullus mitral Stenosis mitral tanpa atrial fibrilasi Turbulensi atrium kiri (rokok) Aneurisma septum atrium Patensi foramen ovale (PFO) Atrial flutter Lone atrial fibrillation Katup jantung bioprostetik Endkarditis nonbakterial trombosis Gagal jantung kongestif Segmen ventrikel kiri hipokinetik Riwayat infark miokard (> 4 minggu, < 6 bulan)
dapat menjadi sumber tromboemboli yang menyebabkan infark luas saat menyumbat cabang utama pembuluh
FAKTOR RISIKO
menampilkan
Secara umum, faktor risiko stroke adalah seluruh keadaan
predileksi aterosklerosis pada pembuluh darah yang
y a n g m e n g g a n g g u salah satu dari tiga k o m p o n e n
mensuplai otak.*
pembuluh darah, darah, dan jantung (Trias Virchow). Tabel
darah intrakranial. Gambar berikut
Materi yang terbentuk dalam sistem vaskular dapat menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Berbeda
berikut menyajikan faktor risiko stroke dan korelasinya dengan jenis stroke.^^
dengan trombosis, blokade emboli tidak disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal. Material emboli biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar (aorta, karotis,
DIAGNOSIS
vertebralis) atau vena. Kardioemboli dapat berupa bekuan darah, vegetasi, atau tumor intrakardiak. Materi emboli lainnya adalah udara, lemak, benda asing, atau sel tumor yang masuk sirkulasi sistemik.^ Penurunan tekanan perfusi serebral d i s e b a b k a n p e n u r u n a n cardiac
output
biasanya baik y a n g
disebabkan oleh kegagalan pompa jantung atau volume intravaskular yang inadekuat. Penurunan tekanan perfusi serebral biasanya m e n y e b a b k a n iskemia pada area perbatasan daerahal suplai pembuluh darah, yaitu pada perbatasan daerah arteri serebri anterior, media, dan posterior. Iskemia pada area perbatasan memberikan gambaran klinis dan pencitraan yang khas. Man in the Barrel syndrome terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri anterior dan media, sedangkan Sindrom Balint terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri media dan posterior*
Diagnosis Klinis Diagnosis stroke dan TIA merupakan diagnosis klinis yaitu berdasarkan definisi stroke dan serangan iskemik transien. Tidak adanya defisit neurologis persisten tidak menyingkirkan diagnosis TIA atau stroke. Temuan negatif pada saat pemeriksaan klinis dapat merepresentasikan t a n d a y a n g telah m e n g a l a m i perbaikan atau t a n d a yang tidak begitu j e l a s sehingga terlewat pada saat pemeriksaan klinis, misalnya disfungsi
persepsi
visuospasial.^ Tanda defisit fokal pada TIA dan stroke meliputi gejala motorik, sensorik, visual, bahasa, kognitif dan vestibular A d a beberapa p e n g e c u a l i a n , yaitu diplopia, sensasi pergerakan, dan forgetfullness
yang terjadi secara terisolasi
tidak selalu mengindikasikan iskemia serebral fokal kecuali terdapat lesi infark akut atau perdarahan pada lokasi yang
1559
PENYAKIT SEREBROVASKULAR
Tabel 4. Faktor Risiko Stroke pada Berbagai Jenis Stroke'' T
Hipertensi Hipertensi berat Penyakit koroner Klaudikasio Fibrilasi atrium Sick sinus syndrome Penyakit katup jantung Diabetes Diatesis berdarah Merokok Kamker Usia tua Asal usul etnis Asia atau kulit hitam
++
Emb
Lac +++ +
+++ +++
ICH ++ ++++
SAH
+ ++
++ + ++++ ++ +++ +
+ ++ +
+++ ++ +++ +
++
Emb, embolisme; ICH, intracranial hemorrhage (perdarahan intrakranial); Lac, lacune (lakuna); SAH, subarachnoid hemorrhage perdarahan subarakhnoid); T, trombosis
Tabel 5. Defisit Neurologi Fokal pada Stroke^ Gejala motorik Kelemahan atau kecanggungan pada salah satu sisi tubuh, baik seluruhnya maupun sebagian (hemiparesis, monoparesis, dan terkadang hanya pada tangan) Kelemahan bilateral simultan* Kesulitan menelan* Ketidakseimbangan* Gangguan bicara/bahasa Kesulitan memahami atau mengekspresikan bahasa lisan Kesulitan dalam membaca (diseleksia) atau menulis Kesulitan dalam menghitung Bicara pelo* Gejala sensorik Perubahan rasa pada salah tubuh, baik seluruhnya maupun sebagian Gejala visual Gangguan penglihatan pada satu mata, baik seluruhnya maupun sebagian Gangguan penglihatan pada separuh atau seperempat lapang pandang Kebutaan bilateral Penglihatan ganda* Gejala vestibular Sensasi gerakan* Gejala perilaku/kognltlf Kesulitan berpakaian, menyisir rambut, menyikat gigi, disorientasi geografik (disfungsi visuospasial-perseptual) Lupa*
relevan. Tabel berikut menyajikan tanda defisit fokal pada TIA atau stroke.^ Tanda defisit n e u r o l o g i s n o n f o k a l t i d a k s e l a l u disebabkan oleh iskemia serebral fokal. Tanda defisit neurologis nonfokal, meliputi kelemahan tubuh secara menyeluruh, sensasi kepala terasa ringan, perubahan atau penurunan tingkat kesadaran dengan atau gangguan penglihatan pada kedua mata, inkontinensia urin atau feses, kebingungan, dan tinitus.^
Pencitraan Sebagai penunjang diagnosis stroke dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan otak, yaitu CT scan atau MRI. CT scan
merupakan pemeriksaan penunjang yang
direkomendasikan untuk dilakukan pada evaluasi stroke awal yang bertujuan untuk membedakan jenis stroke, iskemik atau perdarahan. Tidak ada tanda gambaran infark pada CT scan tidak menyingkirkan diagnosis stroke karena pada j a m - j a m pertama CT scan dapat normal.
1560
PENYAKIT VASKULAR
Tabel 6. Distribusi Gejala dan Tanda pada Stroke dan Non-stroke^ Gejala
% pasien
Odds ratio
Stroke atau TIA (n = 776;
Non-stroke (n = 767;
96
47
27,6
23 63 54
6 24 22
4,8 5,3 4,1
5 53 11
2 22 7
2,2 4,0 1,7
9 20 17 6 13 10 8 14 5 6 1
7 16 11 33 17 13 17 25 41 10
1,3 1,4 1,6 1,2 0,3 0,5 0,6 0,8 0,2 0,1 0,1
45 69 61 24 27 57 23 4 53
3 12 11 2 1 8 5 2 7
27,0 16,6 13,1 121,8 62,2 15,6 5,8
3 23 21
1 4
2,4 7,9 10,8
Gejala neurologik Awitan akut Kelemahan Wajah Lengan Tungkai bawah Inkoordinasi Tungkai Bicara Gangguan visual Parestesia Wajah Lengan Tungkai bawah Vertigo Pusing Mual Muntah Sakit kepala Bingung Hilang kesadaran Bangkitan kejang Tanda neurologik Kelemahan Wajah Lengan Tungkai Gangguan lapang pandang Kelainan gerakan mata* Disfasia / diartria Pengabaian visuospasial Ataksia tungkai Langkah hemiparese/ataksia Defek sensorik Wajah Lengan Tungkai
5
2
2,3 14,5
Tabel 7. Gambaran Perdarahan Intraserebral pada CT scan' Akut
Subakut
Kronik
Lesi hiperdens dengan batas
Lesi hiperdens berbentuk cincin
Berbentukcelah, efek ex vocuo, hiperdens
yang tegas
di tepi perdarahan
tipis pada tepi
Secara umum pada CT scan, lesi iskemik akan tampak
hilangnya diferensiasi antara substansia grisea-alba,
h i p o d e n s s e d a n g k a n lesi p e r d a r a h a n akan t a m p a k
penyempitan sulkus korteks, komptesi ventrikel lateral,
hiperdens. Gambaran pada CTscan yang mengindikasikan
dan hipodens. Gambaran hiperdens pada arteri merupakan
kemungkinan iskemia, yaitu hilangnya visualisasi pita
indikator oklusi arteri sedangkan tidak adanya tanda
insular, hilangnya garis tatanan nukleus lentiformis.
tersebut tidak menjamin patensi vaskular'
1561
PENYAKIT SEREBROVASKULAR
Tabel 8. Gambaran Hematom Intrakranial pada CT scan dan MRI Berdasarkan Usia Perdarahan'^ Tahap
CT
T2*
T1
T2
Hiperakut
Terang
Gelap
Bila terdeteksi, gelap
Akut Subakut
Terang Isodens
Gelap Gelap
Isodens Terang
Kronik
Gelap
Gelap
Gelap
Bila terdeteksi, terang dengan pinggiran gelap Gelap Gelap (awal), Terang (lanjut) Gelap
Catatan; Gelap merujuk pada sinyal rendah, dan terang merujuk pada sinyal tinggi Diadaptasi dari Bui JD, Caplan LR: Magnetic resonance imaging in intracerebral hemorrhage. Semin Cerebrovasc Dis Stroke 2005; 5:172177
Densitas perdarahan pada CT scan mencapai 80
scan dan MRI j u g a tidak dapat menyingkirkan diagnosis
Hounsfield Unit (HU) sedangkan parenkim otak normal
TIA atau stroke. Hingga saat ini belum ada pemeriksaan
sekitar 35 H U . G a m b a r a n perdarahan pada CT
scan
penunjang berbasis pencitraan ataupun kimia darah yang
berubah sesuai dengan usia perdarahan. Perdarahan
cukup sensitif spesifik, dan tersedia luas untuk secara
intraserebral biasanya menjadi isointens dalam jangka
meyakinkan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis
waktu 1-3 minggu dari onset. Akan tetapi rentang waktu
TIA atau stroke.^
tersebut bervariasi tergantung ukuran hematom.'
Pada proporsi yang cukup signifikan pasien TIA,
Perdarahan subarakhnoid akan memberikan gambaran
ditemukan lesi serebral dengan perubahan sinyal yang
hiperdens pada ruang s u b a r a k h o n o i d dan s i s t e r n a .
mengindikasikan iskemia. MRI sekuen DWI sangat sensitif
Selain itu, C f scon juga bermanfaat untuk mengevaluasi
dan spesifik (sensitivitas dan spesifitas 90%) d a l a m
komplikasi perdarahan atau iskemik luas. Pada kasus
mendeteksi lesi iskemia pada 2/3 kasus TIA secara klinis.
perdarahan subarakhnoid, waktu saat melakukan
CTscan
Berdasarkan fakta tersebut ada yang menyatakan bahwa
mempengaruhi temuan. Pada 1-2 hari pertama sejak
istilah TIA direstriksi pada kasus dengan pencitraan yang
onset perdarahan subarakhnoid, kemungkinan untuk
normal dan pasien yang mengalami TIA secara klinis tetapi
mendeteksi perdarahan adalah 9 5 % tetapi hal tersebut
menunjukkan lesi iskemia pada pencitraan dianggap
juga dipengaruhi oleh resolusi C I scon, jumlah perdarahan,
sebagai stroke. Akan tetapi pendapat tersebut tidak tepat
dan kemampuan radiologis. Kemungkinan mendeteksi
karena beberapa argumen, yaitu (1) tidak semua pasien
perdarahan subarakhnoid berkurang menjadi 50% pada
dapat menjalani pemeriksaan MRI (misalnya pada pasien
hari ketujuh, 2 0 % pada hari kesembilan, dan hampir
dengan materi metal), (2) definisi TIA akan terus berubah
tidak mungkin setelah hari kesepuluh. Pada kecurigaan
seiring dengan kemajuan teknologi pencitraan dalam
perdarahan subaraknoid, pada CTscan perlu diperhatikan
mendeteksi lesi iskemik, (3) adanya lesi iskemik yang
area sisterna interpedunkular, sisterna ambiens, sisterna
relevan pada pencitraan tidak serta merta menunjukkan
kuadrigeminal, area arteri komunikans anterior, arteri
lesi yang bertanggung jawab pada klinis TIA yang saat
s e r e b e l a r posteroinferior, kornu posterior ventrikel
itu dialami pasien (dapat disebabkan stroke terdahulu
lateral, dan sulkus kortikal. Perdarahan subaraknoid akan
yang tidak terdiagnosis atau silent stroke),
memberikan gambaran isodens atau sedikit hiperdens
peningkatan proporsi secara gradual untuk menemukan
pada area tersebut sehingga gambaran hipodens yang
lesi serebral yang relevan pada pencitraan seiring dengan
(4) terdapat
normal akan menghilang. Jika perdarahan subaraknoid
pertambahan durasi gejala karena pada dasarnya TIA
sangat dicurigai dari klinis tetapi temuan pencitraan
dan stroke memiliki patofisiologi yang sejalan, (5) tidak
negatif maka d a p a t d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n c a i r a n
ada perbedaan gambaran klinis dan faktor risiko pada
serebrospinal melalui prosedur pungsi lumbal.'
TIA dengan atau tanpa lesi iskemia yang relevan pada
Pada M R I , lesi iskemik akan t a m p a k hipointens pada T 1 , hiperintens pada T2 dan FLAIR. MRI kepala dapat mendeteksi lesi stroke pada waktu yang lebih dini terutama dengan bantuan sekuen D W I . Pada sekuen D W I , stroke y a n g masih baru t a m p a k s e b a g a i area hiperintensitas. Gambaran perdarahan pada MRI j u g a bervariasi berdasarkan usia hematom.' Tidak adanya lesi yang relevan pada pencitraan CT
pencitraan, (6) terdapat kasus dimana secara klinis pasien mengalami stroke tetapi pencitraan normal, (7) adanya kesulitan dalam penelitian epidemiologi dan kebijakan asuransi kesehatan, dan (8) sensitivitas dan spesifitas DWI dalam mendeteksi lesi iskemia tidak 100%. Oleh karena itu klinis TIA yang disertai lesi iskemik yang relevan tidak serta merta mengubah diagnosis menjadi stroke.^ Pemeriksaan lainnya yang dapat bermanfaat antara
1562
PENYAKIT VASKULAR
Tabel 9. Penyebab Ketidakakuratan DWP Positif Palsu
Negatif Palsu
Penyebab hiperintensitas noniskemik Penyebab hiperintensitas yang asimptomatik secara neurologis
Waktu pencitraan terlalu awal setelah onset iskemia TIA yang berdurasi pendek (tidak cukup waktu untuk menyebabkan perubahan iskemi pada DWI) Iskemia penumbra (iskemia cukup untuk menyebabkan defisit neurologis tetapi tidak cukup untuk menyebabkan kegagalan pompa Na-K ATPase pada membrane sel neuron Area iskemik terlalu kecil untuk dapat terdeteksi Area iskemik terlalu sulit untuk tervisualisasi (misalnya lesi pada batang otak) Waktu pencitraan terlalu lambat setelah onset iskemia sehingga tidak tampak lagi (misalnya lebih dari 2 minggu sejak resolusi gejala)
Penyebab hiperintensitas persisten atau kronik (lesi lama)
lain angiografi, CT angiografi, dan MRA. Pemeriksaan
melitus, dislipidemia, fibrilasi atrium, hiperkoagulabilitas,
t e r s e b u t b e r m a n f a a t t e r u t a m a dalam kasus d e n g a n
penggunaan kontrasepsi oral, obesitas, dan merokok.
kecurigaan a n e u r i s m a dan malformasi a r t e r i o - v e n a .
Oleh karena itu faktor risiko stroke harus dieksplorasi
MRA lebih aman karena tidak menggunakan zat kontras
dan d i k e n d a l i k a n untuk m e n c e g a h stroke berulang
yang berpotensi menimbulkan efek samping dan mudah
(Pencegahan sekunder). Untuk mencari faktor risiko
menentukan korelasi anomali vaskular dengan area otak
stroke perlu dilakukan pemeriksaan t a m b a h a n , yaitu
akan tetapi kurang jelas dalam memvisualisasi pembuluh
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,
darah kecil. PET scan dapat menngukur aliran darah
hemostasis, profil lipid, gula darah, homosistein, CRR LED,
regional.
rontgen dada, elektrokardiografi, ekokardiografi, doppler transkranial, doppler karotis. Jika dicurigai adanya faktor
Diagnosis Banding TIA dapat menyerupai beberapa penyakit, antara lain sinkop, migrain dengan aura, kelainan labirin, kejang
risiko stroke yang jarang maka pemeriksaan tambahan perlu disesuaikan, misalnya pemeriksaan autoantibodi pada stroke usia muda.
epilepsi parsial, h i p e r v e n t i l a s i , serangan panik atau
Status hiperkoagulabilitas merupakan salah satu faktor
ansietas, kelainan somatisasi, lesi struktural intrakranial
risiko stroke. Keadaan tersebut perlu dieksplorasi pada
( m e n i n g i o m a , tumor, a n e u r i s m a m a k r o , m a l f o r m a s i
keadaan (1) pemendekan PT dan APTT, (2) oklusi vaskular
arteriovena, hematoma subdural kronik), amnesia
multipel tanpa disertai sumber kardioemboli, (3) oklusi
global transien, demielinisasi akut, drop attacks, kelainan
vena pada ekstremitas superior atau inferior, (4) oklusi
metabolik (hipoglikemia, hiperglikemia, hiperkalsemia,
vena serebral atau sinus dural, (5) riwayat tromboflebitis
hiponatremia), mononeuropati, radikulopati, miastenia
atau abortus rekuran, (6) keadaan neoplasma, penyakit
gravis, dan katapleksi. Diagnosis banding untik stroke antara
vaskular kolagen, penyakit reumatologi, atau penyakit
lain penyakit sistemik atau kejang yang menyebabkan
i n f l a m a s i . Tabel 10 b e r i k u t m e n y a j i k a n
deteriorasi stroke sebelumnya, kejang epilepsi (paralisis
laboratorium yang perlu diperiksa untuk mendeteksi status
parameter
Todd), kejang nonkonvulsif, lesi intrakranial struktural
hiperkoagulabilitas.
(hematoma subdural, tumor otak, malformasi arteriovena), ensefalopati metabolik atau toksik (hipoglikemia, hiperglikemia nonketotik, hiponatremia, sindrom Wernicke-Korsakoff, ensefalopati hepatikum, intoksikasi alcohol dan obat, septicemia), gangguan nonneurologis (misalnya hysteria), migraine hemiplegic, ensefalitis (virus herpes simpleks), trauma kepala, lesi saraf tepi, ensefalopati hipertensif sklerosis multipel, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Wilson.^
Eksplorasi Faktor Risiko Stroke merupakan kejadian sekunder dari kelainan yang menyebabkan gangguan vaskular di otak. Faktor risiko tradisional pada stroke antara lain hipertensi, diabetes
TATALAKSANA Fase Akut Tatalaksana fase akut serangan otak baik yang iskemik maupun perdarahan adalah berlomba dengan waktu, mulai dari waktu onset hingga waktu di Instalasi Gawat Darurat suatu rumah sakit dan waktu yang diperlukan hingga diagnosis ditegakkan secara tepat. Time Is Brain, setiap detik setiap menit sangat penting pada fase akut, dengan prinsip stabilkan kondisi pasien, konfermasi diagnosi secara cepat dan efisien, tepatkan pemeriksaan laboratorium untuk menetapkan pengobatan yang terbaik
1563
PENYAKIT SEREBROVASKULAR
Tabel 10. Penapisan Status Hiperkoagulabilitas" Uji genetil< untuk mutasi faktor V Leiden atau pemeriksaan koagulasi untuk resistensi protein C teraktivasi (bila tidak normal, lakukan konfirmasi genetik) Uji genetik untuk mutasi protrombin G20210A Pemeriksaan fungsi antitrombin Pemeriksaan fungsi protein C Pemeriksaan fungsi protein S dan pengukuran kadar antigen protein S bebas dan total Homosistein Kadar faktor VIII Antikoagulan lupus, antibodi kardiolipin, antibodi beta-2 glikoprotein 1 Catatan; Ken Bauer, MD, Departemen Hematologi-Koagulasi, Fakultas Kedokteran Harvard membantu mempersiapkan tabel ini dan pencegahan terhadap perburukan serta komplikasi stroke sendiri^^
bekuan secara mekanik, pemberian agen vasodilator, bedah pintas arteri y a n g teroklusi, dan optimalisasi
Prinsip tatalaksana stroke adalah mengontrol faktor
sirkulasi kolateral.
risiko dan kondisi/ penyakit y a n g m e n d a m p i n g i n y a untuk mencegah proses perburukan dan serangan otak
A m e r i c a n Stroke A s s o c i a t i o n 2007 m e m b e r i k a n rekomendasi mengenai manajemen stroke akut, yaitu:^
berikutnya (Pencegahan sekunder), mencegah komplikasi
Pemberian antikoagulan segera dengan tujuan
akibat dan konsekuensi stroke sendiri (ulkus dekubitus,
mencegah timbulnya stroke ulang awal, menghenti-
pneumonia, infeksi traktus urinarius, flebotrombosis, dan
kan perburukan defisit neurologi, atau memperbaiki
emboli pulmonal), tatalaksana patologi dan patofisiologi
keluaran
spesifik misalnya secara bedah antara lain drainase
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien
setelah stroke
iskemik
akut
tidak
hematoma intrakranial, manajemen pada peningkatan
stroke iskemik akut (ASA, kelas III, level A).
tekanan intrakranial, secara intra arterial intervensi antara
Antikoagulasi segera tidak direkomendasikan pada
lain reperfusi lesi oklusif vaskular, dan secara medis
stroke akut sedang hingga berat karena meningkatkan
antara lain dengan pengontrolan koagulabilitas untuk
risiko komplikasi perdarahan intrakranial (ASA, kelas
mencegah pembentukan trombus, dan tentunya dengan
III, level A).
kepelengkapan fasilitasi pemulihan, dan memperbaiki
Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka
fungsi neurologist^
waktu 24 j a m bersamaan dengan pemberian rt-PA
Strategi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan
intravena tidak direkomendasikan (ASA, kelas III,
perfusi serebral adalah dengan kontrol posisi tubuh,
level B).
manajemen tekanan darah yang tepat, volume intravaskular,
Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam
dan c u r a h j a n t u n g . R e p e r f u s i a r e a i s k e m i k
2 4 j a m hingga 4 8 j a m setelah onset stroke dianjurkan
dapat
dilakukan melalui bedah arteri langsung (endarterektomi),
untuk setiap stroke iskemik akut (ASA, kelas I, level
angioplasti, pemasangan stent, trombolisis, penghancuran
A)
Tabel 11. Masalah Umum pada Stroke dan Strategi Manaj( m e n " Masalah
Tatalaksana
Pemeliharaan status nutrisi
Diet seimbang dengan jumlah kalori dan komposisi yang baik (rendah kolesterol dan garam), pemberian vitamin bila terindikasi, pemberian makanan enteral (pipa nasogastrik, gastrotomi) atau parenteral. Rute pemberian makanan yang sesuai dan hati-hati, studi proses menelan sebelum memulai pemberian makan oral, pemberian antibiotik awal pada infeksi, antikoagulan dosis mini, pemakaian stocking untuk mencegah tromboemboli. Latihan fisik pasif mobilisasi berkala, kasur antidekubitus, menentukan posisi ekstremitas secara hati-hati. Katerisasi hanya bila diperlukan, jika perlu kateterisasi intermiten, pemberian antibiotik pada infeksi, dan asidifikasi urin. Mobilisasi berkala, kasur antidekubitus, survei lesi kulit. Dukungan keluarga dan tenaga medis, serta antidepresan.
Komplikasi pulmonal (aspirasi, infeksi, atelektasis, emboli)
Imobilisasi Komplikasi traktus urinarius (distensi vesika urinaria, retensi urin, infeksi) Kulit (dekubitus) Psikologis (depresi, apati)
PENYAKIT VASKULAR
1564 Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti
streptokinase, urokinase, ancrod, dan rt-PA. Fibrinolisis
tindakan intevensi akut pada stroke, seperti penn-
menggunakan rt-PA secara umum memberikan keuntungan
berian rt-PA intravena (ASA, kelas III, level B)
reperfusi akibat lisisnya trombus. Pemberian fibrinolitik
Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin
direkomendasikan kuat diberikan sesegera mungkin
jangan diberikan (ASA, kelas III, level A)
setelah didiagnosis stroke iskemik akut ditegakkan dalam
Penggunaan aspirin sebagai terapi ajuvan dalam
onset 3 j a m pada pemberian intravena dan 6 j a m pada
24 j a m pasca pemberian agen trombolitik tidak di-
pemberian intraarterial. Penelitian baru-baru ini bahkan
rekomendasikan (ASA, kelas III, level A)
menunjukkan masih adanya manfaat pemberina fibrinolitik
Pemberian clopidogrel saja atau kombinasi dengan
pada stroke iskemik akut onset 4.5 j a m . Kriteria inklusi
aspirin pada stroke iskemik akut tidak dianjurkan
pemberian rt-PA adalah usia >: 18 tahun, diagnosis klinis
(ASA, kelas III, level C), kecuali pada pasien dengan
stroke dengan defisit neurologis yang jelas, onset dapat
indikasi spesifik, misalnya angina pektoris tidak stabil,
ditentukan secara jelas (< 3 j a m berdasarkan panduan
infark miokardium non-Q wave, atau stent pembuluh
ASA 2007 atau < 4.5 j a m berdasarkan panduan ESO
darah dalam wakut dekat, pengobatan harus diberikan
2009), tidak ada bukti perdarahan intrakranial pada CT
hingga 9 bulan setelah kejadian (ASA, kelas I, level
scan. Kriteria eksklusi pemberian rt-PA adalah usia > 80
A).
tahun, defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik
Pemberian antiagregasi trombosit intravena yang
atau perburukan defisit neurologi yang berat, gambaran
menghambat reseptor glikoprotein llb/lllla tidak dianjurkan (ASA, kelas III, level B) Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut (ASA, kelas III, level A) Pemakaian vasodilator, seperti pentoksifilin, tidak dianujurkan dalam terapi stroke iskemik akut (ASA, kelas III, level A) Tindakan endarterektomi karotis pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang buruk (ASA, kelas lib, level C) Pemakaian obat-obatan neuroprotektan
belum
menunjukkan hasil yang efektif sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (ASA, kelas III, level A). Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan operasi masih belum pasti (ASA, kelas lib, level C) Pasien dengan perdarahan serebelar yang mengalami perburukan neurologis, atau dengan kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel s e b a i k n y a menjalani operasi evakuasi h e m a t o m
•
perdarahan intrakranial pada CT scan, riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir, infark luas (gambaran hipodens >1/3 hemisfer serebri), kejang pada saat onset stroke, kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis pascaiktal, perdarahan aktif atau trauma akut pada pemeriksaan klinis, riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu terakhir, riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu terakhir, TD sistolik > 185 mmHg atau TD diastolic > 110 mmHg, glukosa darah < 50 mg/dl atau > 400 mg/dl, gejala perdarahan subarakhnoid, pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi lumbal dalam 1 minggu terakhir, trombosit < 100.000/ mm^ mendapat terapi heparin dalam 48 j a m yang berhubungan dengan peningkatan APTT, gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokardium, infark miokardium dalam 3 bulan terakhir, wanita hamil, sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau INR > 1.7. Dosis rt-PA adalah 0.9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis total diberikan secara bolus dan sisanya diberikan dalam drip infus selama 60 menit.^
secepatnya (ASA, kelas I, level B). Tatalaksana awal
Trombolisis intraarterial merupakan terapi alternatif
pada pasien tersebut dengan drainase ventrikular
pada pasien tertentu dengan stroke berat, onset < 6 j a m
saja tanpa evakuasi hematom tidak direkomendasikan
dan disebabkan oleh penyumbatan arteri serebri media
(ASA, kelas III, level C)
yang tidak memenuhi syarat untuk pemberian trombolisis
Pada pasien dengan hematom di lobus > 30 cc dna
intravena.
terdapat di 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi standar
Pencegahan Sekunder
dapat dipertimbangkan (ASA, kelas lib, level B)
Pengendalian faktor risiko dan modifikasi gaya hidup
Saat ini t i d a k t e r d a p a t bukti
penting dalam mencegah berulangnya stroke, antara lain
mengindikasikan
pengangkatan segera perdarahan
intrakranial
supratentorial untuk meningkatkan
keluaran
pengendalian hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, sindrom metabolik, manajemen faktor risiko spesifik
fungsional atau angka kematian. Kraniotomi segera
lainnya, penghentian merokok, penghentian konsumsi
dapat merugikan karena dapat meningkatkan risiko
alkohol, dan manajemen aktivitas fisik. Target penurunan
perdarahan berulang (ASA, kelas III, level B)
tekanan darah yang absolut tidak dapat dipastikan dan
Trombolisis dapat d i l a k u k a n d e n g a n p e m b e r i a n
tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya
1565
PENYAKIT SEREBROVASKULAR
terlihat jika penurunan rata-rata sekitar 10/5 mnnHg,
infark miokardium serta terjadinya pembentukan
dengan tekanan darah nornnal didefinisikan < 120/80
trombus mural di ventrikel kiri jantung berdasarkan
mmHg oleh JNC VII (ASA, kelas lla, level B).^
ekokardiografi atau pencitraan jantung lainnya harus
Secara umum, stroke iskemik pada umumnya sebagai
diberikan pengobatan dengan antikoagulan oral
akibat aterotrombosis maka pemberian antiplatelet lebih
dengan target INR 2-3 untuk sekurang-kurangnya 3
dianjurkan daripada pemberian antikoagulan pada pasien
bulan (ASA, kelas I, level B).
dengan stroke iskemik akut atau TIA dan pada pasien
Pada pasien yang pernah menderita stroke atau
dengan riwayat stroke iskemik atau TIA (ASA, kelas I, level
TIA dalam kondisi jantung irama sinus dan disertai
A). Pada kasus kasus stroke iskemik dengan penyebab
kardiomiopati serta terdapat tanda-tanda disfungsi
khusus pemberian kombinasi antipletelet dan antikoagulan
sistolik (fraksi ejeksi <. 35%) manfaat warfarin belum
serta dapat pula masing masing sendiri. Pasien stroke
terbukti (ASA, kelas Mb, level B). Warfarin dengan
iskemik atau TIA yang tidak mendapat antikoagulan harus
target INR 2-3, aspirin 81 mg/hari, clopidogrel 75 mg/
mendapat aspirin (80-325 mg) atau clopidogrel 75 mg,
hari , atau kombinasi aspirin 25 mg dan dipiridamol
atau kombinasi aspirin 25 mg dan dipiridamol 2 x 200
2 X 200 mg dapat dipertimbangkan untuk mencegah
mg (ASA, kelas I, level A). Penambahan aspirin pada terapi
serangan ulang iskemik pada pasien yang sebelumnya
clopidogrel pada populasi risiko tinggi akan meningkatkan
pernah menderita stroke iskemik atau TIA dengan
risiko perdarahan bila dibandingkan clopidogrel saja
kardiomiopati (ASA, kelas lib, level B).
sehingga pemakaian rutin tidak direkomendasikan untuk
Pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang juga
stroke iskemik atau TIA (ASA, kelas III, level A). Pada stroke
mengalami gangguan katup mitral reumatik dengan
iskemik aterotrombotik dan stenosis arterial simptomatik
atau tanpa fibrilasi atrial, pemberian warfarin jangka
dianjurkan memakai cilostazol 2 x 100 mg (ASA, kelas I,
panjang dianjurkan dengan target INR 2-3 (ASA, kelas
level A).^
lla, level C). Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang disertai penyakit katup aorta atau penyakit katup mitral nonreumatik dan tidak menderita fibrilasi
Pencegahan Sekunder pada Beberapa Keadaan Spesifik
atrial, pengobatan antiplatelet dianjurkan. (ASA, kelas Mb, level C).
Panduan tatalaksana pasien stroke dengan faktor risiko
Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang
spesifik antara lain sebagai berikut:^ •
j u g a terpasang katup j a n t u n g prostetik mekanik,
Fibrilasi atrial
pemberian warfarin direkomendasikan
Penderita stroke iskemik atau TIA y a n g disertai fibrilasi atrial intermiten atau persisten yang paroksismal direkomendasikan
pemberian warfarin sesuai target masih terjadi stroke
pengobatan
atau TIA berikutnya maka dapat ditambahkan aspirin
antikoagulan dengan antagonis vitamin K dengan
75 mg/hari bila risiko perdarahan tidak tinggi (ASA,
target INR 2-3 (ASA, kelas I, level A). Jika pasien
kelas lla, level B).
tersebut tidak dapat diberikan antikoagulan,
Bila didapat shunt dari kanan ke kiri misalnya pada
maka p e m b e r i a n aspirin saja d i r e k o m e n d a s i k a n
Patent
( A S A , kelas I, level A ) . K o m b i n a s i a s p i r i n d a n clopidogrel memiliki risiko perdarahan sama dengan pemberian warfarin
yang
pemberiannya tidak direkomendasikan pada pasien kelas III, level B). Pasien d e n g a n fibrilasi atrial d a n m e m p u n y a i risiko tinggi t e r j a d i n y a
stroke
(menderita stroke atau TIA dalam 3 bulan terakhir, skor CHADS2 5 atau 6, terpasang katup mekanik, atau menderita penyakit j a n t u n g reumatik) yang memerlukan sementara terapi antikoagulan oral, dapat dipertimbangkan mendapat terapi bridging dengan L M W H subkutan (ASA, kelas II, level C). •
Foramen
Ovale
(PFO) atau defect diding
septal atrium biasanya secara individual dilakukan penutupan.
sehingga
yang dikontraindikasikan pemberian warfarin (ASA,
dengan
target INR 2.5-3.5 (ASA, kelas I, level B). Jika setelah
•
Penyakit anomali pembuluh darah otak intra dan ekstrakranial Pada kasus kasus stroke hemoragik sebagai akibat pecahnya anuerisma atau arteriovenousmalformasi d i l a k u k a n b e d a h n e u r o v a s k u l a r secara t e r p a d u demikian pula pada kasus kasus stenosis intra maupun ekstrakranial asimptom/ symptom diperlukan tim terpadu dalam bidang vaskular dalam persiapan pre operasi dan pasca operasi. Pada kasus kasus stroke yang sangat kompleks
Infark miokardium akut dan trombus ventrikel
serta etiologinya sulit diatasi, wajib pasien maupun
kiri jantung
keluarga diberi segera diinformasikan kemungkinan
Pasien dengan stroke iskemik akut atau TIA yang disertai
masuk dalam tahap penanganan paliatif.^^
1566
PENYAKIT VASKULAR
PENUTUP
10.
Masalah stroke di Indonesia pada masa kini merupakan bahan dasar untuk penelitian dalam bidang epidemiologi, kegawat daruratan medis, pengobatan fase akut stroke yang didasari dengan meminimalkan dampak sekunder
11.
dari serangan otak, neurorestorasi dan neurorehabilitasi yang tepat guna sesuai situasi kondisi di Indonesia serta
12.
pengembangan Genomic medicine, pencegahan pada fase pre-simptom pada kasus kasus berisiko mendapat serangan otak berdasarkan f e n o m e n a
neurobiomolekulernya
(riwayat penyakit dalam keluarga dan biomarker terhadap
13. 14.
penyakit vaskular). Berdasarkan hal hal tersebut diharapkan dalam waktu 1 - 2 dekade masalah stroke dan penyakit vaskular lainnya di Indonesia dapat ditanggulangi apalagi dengan keterpadu multidisiplin pada cara berfikir dan aktivitas medisnya dengan pertimbangan akibat serangan otak selain biaya y a n g tinggi j u g a terjadi
penurunan
15.
16. 17.
kualitas hidup penderitanya dengan akibat penurunan produktifitasnya. Maka k e m a m p u a n deteksi dini serta k o m p e t e n s i m e l a k u k a n t i n d a k a n m e d i s pada kegawatdaruratan neurologi khususnya
kasus
neurovaskular
pada dokter umum atau dokter pelayanan pertama di Indonesia mutlak dibutuhkan serta pula ditingkatkannya pengetahuan masyarakat prihal serangan otak dengan harapan simptom dini dikenalinya.^^^*'^'
REFERENSI 1.
2.
3.
4. 5. 6.
7.
8.
9.
R a n a k u s u m a T A S : L i h a i Mendeteksi D i n i Stroke dan Pencegahan Stroke Berulang bagi A w a n dan Dokter Umum. Seminar Nasional Yayascin Stroke Indonesia Pertama. Jakarta 2010. Warlow et al. Is it a Vaskular Event and Where is the Lesion. Stroke Practical Management 3''' edition. Massachusetts: Blackwell, 2007; 35-122 Ropper A H , Samuels MA. Cerebrovaskular Diseases. Adams and Victor's Principles of Neurology 9* edition. New York: McGraw Hill, 2009; 746 Guideline Stroke 2011. Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Hankey GJ : Stroke : your questions answered. Churchill Livingstone, London, 2002, 2-6 Truelsen T, Piechowskijozwiak B, Boniota R, Mathers C , Bogousslavsky J & Boysen G : Stroke incidence and prevalence in Europe : a review of available data. European Journal of Neurology, 13 : 581-598; 1468-1331. 2006. Katramados A and Varelas P : Hemorrhagic stroke in The Stroke Book ed. by M.T Torbey and M H Selim. Cambridge Univ.Press 2007, 60-70 Caplan LR. Basic Pathology, Anatomy, and Pathophysiology of Stroke. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"' edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 22-59 Warlow et al. What pathological Type of Stroke Is It, Cerebral Ischemia or Haemorrhage. Stroke Practical Management 3''' edition. Massachusetts: Blackwell, 2007; 181-244
18. 19.
Mamane M et.al Stroke Subtype classification to MecharusmSpecific and Undetermined Categories by T O A S T , A-S-C-O, and Causative Classification Sistem : Direct Comparison in the North Dublin Population Stroke Study. Stroke 2010; 41: 1579-86. Disitasi dari http://stroke.ahajoumals.org/cgi/ content/ful/41/8/1579 Caplan LR. Diagnosis and Clinical Encounter. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"' edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 64-84 Caplan L R . Imaging and Laboratory Diagnosis. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"^ edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 87-132 Caplan LR. Treatment. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"' edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 146-95 Wartenberg K E dan Mayer S A : Intracerebral hemorrhage, in The stroke book ed.by MT Torbey and M H Selim. Cambridge Univ.Press, 2007; 188-206 Selim, M H . : Ischemic in the first 24 hours in The Stroke book ed.by M T Torbey and M H Selim, Cambridge Univ. Press 2007; 157-166 Konsensus T im Karotis Terpadu F K U l - R S C M Jakarta 2010 Vance JM and Tekin D : Genomic Medicine and Neurology. Continuum. Lifelong Learning. Neurol 2011; 17(2) : 249267. Elkind MSV : Epidemiology and Risk Factors. Continnuum Lifelong Learning Neurol. 2011,17(6) 1213-1232. Tow^fighi A.: Insulin Resistance, obesity. Metabolic Syndrome, and Lifestyle Modification. Continuum Lifelong Learning Neurol. 2011,17(6), 1293-1303
201 VASKULITIS RENAL Aida Lydia
Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil vasculitis)
PENDAHULUAN Vaskulitis ditandai oleh inflannasi dan nekrosis pennbuluh darah y a n g dapat m e n y e b a b k a n terjadinya
Vaskulitis p e m b u l u h d a r a h kecil a d a l a h poliangiitis
iskemia
nekrotikan yang terutama mengenai pembuluh darah
pada jaringan terkait. Pada umumnya vaskulitis dapat mengenai
yang lebih kecil dari arteri seperti kapiler, venula dan
pembuluh darah dengan berbagai ukuran
arteriol. Target utama vaskulitis jenis ini pada ginjal adalah
pada berbagai organ tubuh. Kategori vaskulitis dibuat
glomerulus, oleh karena itu manifestasi utama penyakit
b e r d a s a r k a n ukuran p e m b u l u h darah y a n g t e r k e n a , yaitu v a k u l i t i s p e m b u l u h d a r a h b e s a r (large vasculitis),
vaskulitis pembuluh darah sedang
sized vessel vasculitis) kecil (small
vessel
ini adalah glomerulonefritis.
vessel (medium-
dan vaskulitis pembuluh darah
vasculitis).
VASKULITIS PEMBULUH DARAH KECIL PAUCII M M U N E (SMALL VESSEL PAUCI-IMMUNE VASCULITIS)
Pembuluh darah ginjal
s e r i n g k a l i m e r u p a k a n t a r g e t dari b e r b a g a i
macam
penyakit vaskulitis sistemik, terutama yang mengenai pembuluh darah kecil (small vessel vasculitis).
(small-vessel
Vaskulitis
Penyakit Granulomatosis Wegener, Churg-Strauss
yang mengenai ginjal dapat muncul dengan berbagai
syndrome
dan Poliangiitis mikroskopik masuk ke dalam kelompok
manifestasi klinis tergantung pada ukuran pembuluh
ini dan sulit dibedakan satu sama lain. Keterllbatan kapiler
darah yang terkena (Gambar 1).
glomerulus menyebabkan glomerulonefritis, bila mengenai kapiler alveolus paru menyebabkan perdarahan paru
Vaskulitis Pembuluh Darah Besar vasculitis)
(large-vessel
(pulmonary
hemorrhage)
dan pada keterllbatan venula
kulit menyebabkan purpura. Walaupun kompleks imun di
Vaskulitis pembuluh darah besar adalah arteritis
sirkulasi (circulating
granulomatus kronik yang terutama mengenai pembuluh
dalam patogenesis, namun pada pemeriksaan biopsi tidak
darah aorta beserta cabang utamanya. Bila ada keterllbatan
dijumpai adanya deposit kompleks imun pada pembuluh
ginjal biasanya mengenai arteri renalis dengan manifestasi
darah, keadaan ini dikenal dengan istilah
hipertensi renovaskular
immune complex) mempunyai peran
Paucl-lmmune.
Diagnosis vaskulitis pembuluh darah kecil PauciImmune ditegakkan berdasarkan sindrom yang menyertai
Vaskulitis Pembuluh Darah Sedang (medium-sized vessel vasculitis)
penyakit: Granulomatosis Wegener berhubungan dengan
Vaskulitis p e m b u l u h d a r a h s e d a n g a d a l a h arteritis
inflamasi granulomatosa nekrotik
nekrotikan yang terutama mengenai pembuluh darah
granulomatous
inflammation)
(necrotizing
yang seringkali disertai
viseral dan dapat pula mengenai berbagai pembuluh
keterllbatan saluran napas.
darah ginjal seperti arteri renalis, arteri arkuata dan
Churg-Strauss
arteri interlobularis. Inflamasi dan nekrosis pada arteri ini
berhubungan dengan asma, eosinofilia dan inflamasi
dapat menyebabkan trombosis atau ruptur yang dapat
granulomatosa nekrotik (necrotizing
menyebabkan infark dan perdarahan ginjal.
inflammation).
1567
syndrome adalah vaskulitis yang timbul granulomatous
1568
PENYAKIT VASKULAR
Aorta
Arteri arkuata Arteri interiobular Arteriole After Glomerulus
Vaskulitis pembuluh
Vaskulitis pembuluh
Vaskulitis pembuluh
darah besar
darah sedang
darah kecil
Arteritis granulomatus
Arteritis granulomatus
Arteritis nekrotikan pada
Arteritis nekrotikan
pada pasien > 50 tahun
pada pasien < 50 tahun
sindrom mucocutaneous
dengan sindrom (MCLN)
lymphnode (MCLN)
Arteritis
Giant cell arteritis
Takayasu
Polyarteritis
Antineutrophyl
Kompleks imun di dinding pembuluh darah dengan
imun lainnya
Krioglobulin
Deposit IgA
di darah
dominan
dan dinding
di dinding
pembuluh darah
pembuluh darah
Vaskulitis
imun lainnya
krioglobulinemik
(ANCA)
imunoglobulin pembuluh darah
Tanpa asma
Granuloma dan
Eosinofilia, asma,
atau granuloma
tanpa asma
dan granuloma
Vaskulitis Lupus
Poliangiitis
Granulomatosis
/reumatoid
mikroskopik
Wegener
Lupus eritematosus sistemik atau artritis reumatoid
r Vaskulitis kompleks
antibodies
r
r
kompleks
cytoplasmic
di sirkulasi tetapi negatif {pauci) pada pengecatan
pengecatan imunofluorens (IF) untuk imunoglobin
Sumber
Penyakit kawasaki
nodosa
r
Henocti-Sctionlein purpura (HSP)
Sindrom Churg-Strauss
Gambar 1. Vaskulitis renal Poliangiitis mikroskopik ditegakkan bila vaskulitis
Patogenesis
tidak disertai dengan bukti adanya Granulomatosis
Granulomatosis Wegener, Churg-Strauss
Wegener atau Churg-Strauss
misalnya
Poliangiitis mikroskopik serta Glomerulonefritis kresentik
tidak ditemukan asma, eosinofilia dan bukti inflamasi
terisolasi, semuanya berhubungan dengan adanya
syndrome,
granulomatosa nekrotik. dan Poliangiitis mikroskopik
Churg-Strauss menunjukkan
adanya vaskulitis pada kapiler glomerulus. Pemeriksaan histopatologi pada glomerulonefritis kelompok ini ditandai adanya nekrosis dan pembentukan crescent,
disertai
absennya deposit imunoglobulin, sering disebut dengan istilah Pauci-immune Pauci-immune
crescentic
glomerulonephritis.
crescentic glomerulonephritis
Bila
yang timbul
tidak disertai adanya gejala vaskulitis sistemik sering disebut sebagai "vaskulitis renal" atau Idiopathic progressive
glomerulonephritis
dan
autoantibodi terhadap komponen sitoplasma neutrofil,
Penyakit Granulomatosis Wegener, syndrome
syndrome
(RPGN).
rapidly
yaitu circulating
antineutrophil
cytoplasmic
autoantibody
(ANCA). Antigen spesifik terhadap ANCA yang ditemukan pada kasus glomerulonefritis dan vaskulitis adalah untuk proteinase 3 (PR3) dan mieloperoksidase (MPO). Hal ini kemudian menyebabkan timbul hipotesis bahwa ANCA mempunyai peranan dalam patogenesis vaskulitis. Pada berbagai bukti klinis menunjukkan bahwa ANCA berhubungan dengan aktivitas penyakit, akan tetapi hubungan ini tidak begitu kuat. Dari observasi secara invitro untuk mengetahui bagaimana mekanisme ANCA dapat menimbulkan injuri vaskular, diduga bahwa pada
VASKULITIS RENAL
1569
awalnya terjadi stimulasi neutrofil oleh sitokin primed neutrophil),
(cytokine-
anoreksia, penurunan berat badan, mialgia dan artralgia.
yang dapat timbul akibat infeksi virus,
Kadang-kadang pada awalnya dirasakan seperti gejala
menyebabkan neutrofil mengekspresikan antigen pada
influenza (flu-like illness). Sering ditemukan keterlibatan
permukaannya yang mempunyai akses untuk berinteraksi
kulit, misalnya baik pada G r a n u l o m a t o s i s Wegener,
dengan ANCA. Cytokine-primed
Churg-Strauss
neutrophil yang terpapar
syndrome maupun Poliangiitis mikroskopik
dengan ANCA akan melepascan Imunoglobulin G (IgG)
d i d a p a t k a n adanya lesi purpura yang m e n u n j u k k a n
dari granulnya yang menghasilkan metabolik oksigen
a d a n y a v e n u l i t i s d e r m a l . Purpura ini lebih banyak
toksik dan m e m b u n u h sel e n d o t e l pada kultur s e l .
mengenai ekstremitas bawah, sering disertai ulserasi halus
Kompleks A N C A - A g diadsorpsi ke dalam sel endotel
setempat. Lesi nodular pada kulit dapat ditemukan pada
dimana kemudian akan terbentuk kompleks imun in-
Granulomatosis Wegener dan Churg-Strauss
situ. Walaupun masih kontroversi, ada pendapat bahwa
akan tetapi sangat jarang pada Poliangiitis mikroskopik.
syndrome,
sel endotel dapat mensintesis PR3 yang dapat pula
Nodul ini dapat terjadi karena arteritis dermal atau
berperan dalam pembentukan kompleks imun in situ.
subkutaneus dan akibat inflamasi granulomatosa nekrotik.
Netrofil yang diaktivasi oleh A N C A (ANCA of netrophils)
activation
dimediasi oleh F(ab)'2 V^ng terikat pada
netrofil dan reseptor Fc. Bila peristiwa ini terjadi
invivo
Keterlibatan saluran napas atas dan bawah lebih sering terjadi pada Granulomatosis Wegener dan syndrome,
Churg-Strauss
w a l a u p u n j a r a n g dapat pula terjadi pada
akan menyebabkan terjadinya vaskulitis sebagai akibat
Poliangiitis mikroskopik dengan manifestasi perdarahan
dari netrofil yang menempel, melakukan penetrasi dan
paru (pulmonary hemorrhage) akibat kapilaritis hemoragik.
kemudian merusak dinding vaskular
Perdarahan paru lebih dominan pada Granulomatosis Wegener, s e d a n g k a n pada Churg-Strauss
syndrome
terutama disertai asma bronkial. Pada Granulomatosis
Epidemiologi Granulomatosis Wegener, Churg-Strauss
syndrome
dan
Poliangiitis mikroskopik dapat mengenai berbagai usia, namun demikian penyakit ini paling sering timbul pada usia dekade ke 5, 6 atau 7. Laki-laki sedikit lebih banyak dari w a n i t a dan lebih banyak m e n g e n a i kulit putih dibanding kulit hitam. Insidensi pertahun di Amerika Utara
Wegener dan Churg-Strauss
syndrome
terjadi injuri paru
yang disebabkan inflamasi granulomatosa nekrotik, pada pemeriksaan radiologi terdeteksi sebagai lesi nodular atau kavitas yang lokasinya dapat berpindah. Sedangkan pada
Poliangiitis mikroskopik tidak dijumpai lesi paru
granulomatik. Manifestasi keterlibatan saluran napas
dan Eropa diperkirakan 1-2 per 100.000 populasi.
atas termasuk rinitis, sinusitis, otitis media dan inflamasi
Manifestasi Klinis
Wegener, n a m u n dapat pula dijumpai pada
Manifestasi klinis Granulomatosis Wegener, syndrome
okular. Gejala ini lebih sering pada G r a n u l o m a t o s i s
Churg-Strauss
dan Poliangiitis mikroskopik sangat bervariasi,
tergantung dari bagian tubuh yang terlibat, aktivitas dan perjalanan penyakit akut atau kronik. Ketiga penyakit ini mempunyai manifestasi yang kurang lebih sama, yaitu gejala vaskulitis pembuluh darah kecil, pasien dengan Granulomatosis Wegener dan Churg-Strauss
syndrome
mempunyai tambahan gejala sesuai dengan sindromnya masing-masing. Keterlibatan ginjal sering terjadi pada Granulomatosis Wegener dan Poliangiitis mikroskopik, namun jarang dijumpai pada Churg-Strauss
syndrome.
Strauss syndrome
Churg-
dan Poliangiitis mikroskopik. Terutama
pada Granulomatosis Wegener dapat ditemukan gejala destruksi tulang hidung dengan manifestasi perforasi septal dan deformitas bentuk hidung. Gejala neurologi b e r u p a n e u r o p a t i perifer, u m u m n y a
mononeuritis
kompleks dijumpai terutama pada Churg-Strauss
syndrome.
Keterlibatan gastrointestinal menimbulkan gejala nyeri a b d o m i n a l , iskemia mesenterika, perforasi intestinal (jarang), dan pemeriksaan feses dapat dijumpai adanya darah. Tabel 1 menunjukkan persentase keterlibatan organ pada ketiga penyakit tersebut.
Manifestasi renal yang sering dijumpai merupakan gejala k e t e r l i b a t a n g l o m e r u l u s s e p e r t i h e m a t u r i a ,
Serologi ANCA
p r o t e i n u r i a d a n d i s e r t a i g a g a l g i n j a l . G a g a l ginjal
P e m e r i k s a a n s e r o l o g i A N C A s a n g a t b e r g u n a pada
biasanya memberikan gambaran karakteristik seperti
pauci-immune
rapidly
harus diinterpretasi dalam konteks yang sesuai dengan
progressive
glomerulonephritis
(RPGN)
pada
crescentic
glomerulonephritis
namun
Granulomatosis Wegener dan Poliangiitis mikroskopik,
k a r a k t e r i s t i k p a s i e n . S e n s i t i v i t a s untuk
n a m u n lebih ringan pada Churg-Strauss
syndrome.
mencapai 80-90%, tetapi spesifisitas tergantung dari
Granulomatosis Wegener dan Poliangiitis mikroskopik
populasi pasien. Sekitar seperempat pasien d e n g a n
dapat j u g a bermanifestasi sebagai nefritis akut yang
anti-GBM
indolen atau nefritis kronik.
immune-complex
Gejala lain dapat dijumpai manifestasi inflamasi sistemik yang tidak spesifik seperti d e m a m , malaise.
crescentic
glomerulonephritis
crescentic
diagnostik
dan
idiopathic
glomerulonephritis
adalah
ANCA positif (Tabel 2). Titer ANCA biasanya menurun setelah terapi dan
1570
PENYAKIT VASKULAR
Tabel 1. Persentase Keterllbatan Sistem Organ pada Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil Sistem Organ
Frekuensi Keterllbatan (%) Poliangiitis Mikroskopik
Granulomatosis Wegener
Churg-Strauss syndrome
Ginjal Kulit Paru Telinga, hidung, tenggorokan Sistem muskuloskeletal Sistem saraf
90 40 SO 35 60 30
80 40 90 90 60 50
45 60 70 50 50 70
Sistem gastrointestinal
50
50
50
Tabel 2. Persentase Deteksi ANCA pada Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil Frekuensi (%) Proteinase 3 {PR3/ c-ANCA)
Mieloperoksidase (MPO/p-ANCA)
Negatif
70 40 10 20
25 50 60 70
5 10 30 10
Granulomatosis Wegener Poliangiitis mikroskopik Churg—Strauss syndrome Pauci-immune glomerulonephritis
meningkat bila penyakit kambuh. Namun peningkatan
eosinofil dapat dijumpai bila lesi glomerulus dan arteri
titer saja tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk perubahan
berat. Lesi patologis pada pasien dengan Granulomatosis
terapi, akan tetapi harus disertai adanya peningkatan
Wegener dan Churg-Strauss
aktivitas penyakit secara klinis. ANCA dapat pula positif
pembuluh darah kecil nekrotikan yaitu adanya gambaran
syndrome
selain vaskulitis
pada penyakit inflamasi yang lain seperti kolitis inflamasi,
lesi yang sama dengan poliangiitis mikroskopik. Inflamasi
rematoid, penyakit inflamasi liver kronik, endokarditis
granulomatus nekrotikan pada Granulomatosis Wegener
dan fibrosis kistik. Pada keadaan ini ANCA tidak spesifik terhadap PR3 atau MPO, tetapi spesifik terhadap Antigen
terjadi paling banyak di saluran napas dan ditandai dengan adanya daerah nekrotik dikelilingi infiltrat yang
netrofil yang lain misalnya seperti laktoferin, cathepsin G.
terdiri dari neutrofil, limfosit, monosit dan makrofag,
Patologi
eosinofil dapat ditemukan pada lesi Granulomatosis
Lesi g l o m e r u l a r b e r u p a g l o m e r u l o n e f r i t i s (necrotizing crescent.
glomerulonephritis),
nekrotik
sering disertai dengan
Pada lesi permulaan yang ringan dijumpai
nekrosis fibrinoid segmental dengan atau tanpa crescent. Pada lesi akut yang berat dapat terjadi nekrosis global dengan pembentukan crescenf yang luas. Berbeda dengan crescenf yang dimediasi oleh penyakit imun kompleks, pada penyakit ini segmen yang non-nekrotik pada glomerulus
sering didapatkan sebaran sel besar bernukleasi. Berbagai Wegener, namun hal ini lebih banyak pada inflamasi granulomatus nekrotikan karena Churg-Strauss
syndrome.
Eosinofil biasanya banyak ditemukan pada lesi vaskulitis karena Churg-Strauss
syndrome,
namun hal ini bukanlah
tanda yang patognomonik karena sejumlah eosinofil dapat ditemukan pada lesi vaskulitis karena Granulomatosis Wegener, poliangiitis mikroskopik, poliarteritis nodosa, dan vaskulitidis lain.
yang mengalami injuri segmental tampak normal atau mengalami sedikit sekali perubahan. Hal ini berbeda
Perjalanan Alamiah Penyakit
dengan crescent
yang dimediasi oleh penyakit imun
Sebelum tersedia obat imunosupresan prognosis penyakit
kompleks (nefritis lupus, nefropati IgA, glomerulonefritis
ini buruk, kebanyakan pasien meninggal dalam waktu
membranoproliferatif) dimana secara spesifik ditemukan
kurang dari 1 tahun. Dengan pengobatan imunosupresan
hiperselularitas endokapiler dan penebalan dinding kapiler
yang adekuat masa harapan hidup pasien dan survival
pada segmen non-nekrotik. Tambahan pula pada pauci-
ginjal dalam 1 tahun mencapai 70-80%. Keberhasilan
immune
dalam pemeliharaan fungsi ginjal dalam jangka waktu
vasculitis
bisa dijumpai arteritis renal terutama
pada arteri interlobularis dan angiitis medularis yang
panjang berbanding terbalik dengan kadar kreatinin serum
mengenai vasa recta. Infiltrat mononuklear terutama
pada waktu awal diagnosis.
1571
VASKULITIS RENAL
Pengobatan
Hepatitis B memproduksi kompleks imun yang berlokasi
Glomerulonefritis yang cukup berat, dimana sampai
di dinding arteri dan merangsang terjadinya inflamasi.
terjadi gangguan fungsi ginjal memerlukan pengobatan
Tetapi bukti menyebutkan bahwa infeksi virus Hepatitis B
imunosupresan. Pengobatan meliputi 3 fase yaitu fase
yang mengakibatkan deposisi kompleks imun lebih banyak
induksi, fase pemeliharaan dan fase relaps.
ditemukan pada glomerulonefritis tertentu dan vaskulitis
Pada fase induksi diberikan kortikosteroid dan obat sitotoksik seperti siklofosfamid. Dengan kombinasi obat
pembuluh darah kecil dibandingkan pada poliarteritis nodosa.
ini biasanya terjadi remisi sekitar 75%. Dosis terapi induksi meliputi metilprednisolon 7 mg/kgBB, diberikan intravena
Epidemiologi
tiga hari berturut-turut dilanjutkan dengan prednison oral
Berdasarkan definisi sistem nomenklatur Chapel Hill,
60 mg/hari yang di turunkan menjadi 10 mg/hari dalam
prevalensi poliarteritis nodosa sebesar 3/100.000 pada
waktu 3 bulan. Obat ini dikombinasi dengan siklofosfamid
populasi perkotaan di Prancis. Disebutkan bahwa faktor
oral 2 mg/kgBB/hari atau siklofosfamid intravena atau
lingkungan dapat mempengaruhi prevalensi poliarteritis
0,5-1 g/mVbulan. Terapi plasma
bermanfaat
nodosa. Rasio antara laki dan perempuan sama dan
terutama pada penyakit yang berat, gagal ginjal yang
didapatkan terjadi pada semua ras. Onset penyakit ini
tergantung dialisis atau pada keadaan yang mengancam
paling banyak pada usia antara 40 sampai 60 tahun.
jiwa seperti pulmonary
exchange
hemorrhage.
Pengobatan pada fase pemeliharaan terdiri dari
Manifestasi Klinis
siklofosfamid yang dapat diteruskan sampai 6-12 bulan
Manifestasi klinis yang paling sering muncul adalah
untuk mempertahankan remisi. Sebagai obat alternatif
gejala non-spesifik seperti d e m a m , malaise, artralgia,
pada f a s e ini d a p a t d i g u n a k a n a z a t i o p r i n , s e b a g a i
mialgia, dan p e n u r u n a n berat badan serta arteritis.
contoh siklofosfamid diberikan sampai 3 bulan kemudian
Sering juga ditemukan neuropati perifer, biasanya dalam
dilanjutkan dengan azatioprin 2 mg/kgBB/hari untuk
bentuk kompleks m o n o n e u r i t i s . Hal ini d i a k i b a t k a n
mempertahankan keadaan remisi.
oleh inflamasi dari arteri kecil di epineural yang secara
Kira-kira 25-50% pasien dengan penyakit ini akan
klinis sulit dibedakan dengan neuropati perifer yang
mengalami kekambuhan. Pengobatan yang terbaik pada
disebabkan oleh vaskulitis jenis yang lain yang juga dapat
kasus relaps ini belum diketahui dengan baik. Biasanya
mengenai arteri epineural, seperti poliangiitis mikroskopik.
digunakan obat-obat seperti halnya pada fase induksi,
Granulomatosis Wegener, dan Churg-Strauss
namun lebih kurang intensif apalagi bila keadaan relaps
Keterllbatan saluran cerna ditemukan pada sebagian
dapat dideteksi lebih dini.
syndrome.
pasien, biasanya dengan gejala nyeri perut dan adanya darah pada feses. Jarang disertai dengan infark maupun perforasi usus. Keterllbatan ginjal mengakibatkan adanya
POLIARTERITIS NODOSA Poliarteritis nodosa adalah arteritis sistemik nekrotikan y a n g t e r u t a m a m e n g e n a i arteri v i s e r a l u t a m a dan cabang intra-parenkimalnya. Masih banyak kebingungan hubungan antara poliarteritis nodosa dan poliangiitis mikroskopik. Sistem nomenklatur Chapel Hill membatasi diagnosis poliarteritis nodosa pada pasien yang hanya
infark dan perdarahan ditandai dengan nyeri pinggang dan hematuria. Komplikasi dari keterllbatan ginjal yang jarang ditemukan namun sangat fatal adalah ruptur dari aneurisma arteri dengan perdarahan retroperitoneal ataupun p e r i t o n e u m . Sekitar sepertiga pasien akan mengalami hipertensi namun jarang yang sampai menjadi hipertensi maligna. Manifestasi kulit yang paling sering adalah nodul inflamasi yang nyeri dan kemerahan.
memiliki arteritis. Adanya vaskulitis pada p e m b u l u h darah selain arteri seperti kapiler, venula, atau arteriol
Patologi
akan menyingkirkan diagnosis poliarteritis nodosa dan
Poliarteritis nodosa dapat mengenai setiap arteri di ginjal,
mengindikasikan beberapa bentuk vaskulitis pembuluh
mulai dari arteri renalis sampai ke arteri interlobularis,
darah kecil.
m e s k i p u n y a n g paling banyak terlibat adalah arteri
Patogenesis
serta aneurisma (pseudoaneurisma) dapat diperiksa tanpa
Etiologi dan p a t o g e n e s i s poliarteritis n o d o s a tidak
mikroskop apabila mengenai arteri berukuran sedang.
interlobaris dan arteri arkuata. Lesi inflamasi nodular
d i k e t a h u i . Disebutkan bahwa kompleks imun dapat
Inflamasi pada arteri kecil hanya dapat diperiksa dibawah
m e n c e t u s k a n terjadinya poliarteritis nodosa namun
mikroskop.
bukan merupakan proses patogenetik utama. Sebagian
Lesi akut ditandai dengan nekrosis fibrinoid segmental
kecil pasien ditemukan dengan infeksi virus Hepatitis B.
di transmural dari arteri, biasanya disertai infiltrasi leukosit
Hal ini memperbesar kemungkinan bahwa infeksi virus
dengan leukositoklasia. Lesi permulaan mengandung
1572
PENYAKIT VASKULAR
sejumlah neutrofil dan selanjutnya didominasi oleh leukosit
m e k a n i s m e celt-mediated
mononuklear Komplikasi pada lesi akut dapat berupa
perubahan histologis yang ada dan perjalanan infiltrasi
trombosis maupun perdarahan. Pada lesi yang lebih lanjut
leukositnya.
akan terbentuk fibrosis dan remodeling di
immune
y a n g dilihat dari
endarterial.
Aneurisma pada arteritis nekrotikan sebenarnya adalah
Epidemiologi
pseudoaneurisma yang diakibatkan oleh proses inflamasi.
Arteritis Takayasu lebih banyak terjadi di Asia dengan
Dinding arteri tidak mengalami dilatasi namun terjadi erosi
rasio perempuan dan laki-laki adalah 9 : 1 . Arteritis sel
pada jaringan perivaskular disekitarnya oleh inflamasi
besar lebih sering pada keturunan Eropa Utara serta rasio
nekrotikan sehingga terbentuk lumen yang lebih besar
perempuan dan laki-laki sebesar 4 : 1 . Arteritis Takayasu
pada daerah inflamasi. Hal ini menjelaskan kecenderungan
biasanya didiagnosis pada umur 10-20 tahun dan sangat
untuk terjadinya trombosis atau ruptur.
jarang diatas usia 50 tahun, sedangkan arteritis sel besar sangat jarang pada usia sebelum 50 tahun.
Perjalanan Alamiah Penyakit Poliarteritis nodosa dengan keterllbatan multisistem
Manifestasi Klinis
memiliki prognosis yang buruk tanpa terapi. Poliarteritis
Selain gejala non-spesifik seperti demam, artralgia, dan
nodosa biasanya diterapi dengan kortikosteroid dan obat
penurunan berat badan, manifestasi klinis utama dari
sitotoksik seperti siklofosfamid. Angka harapan hidup 10
kedua kelainan tersebut disebabkan oleh stenosis arteri
tahun dengan terapi yang adekuat adalah 80%. Sekitar
dan iskemia.
15% pasien yang sudah remisi akan mengalami relaps.
Manifestasi klinis utama dari arteritis Takayasu adalah menurunnya denyut nadi (95% pasien), bruit pada
Pengobatan
pembuluh darah, klaudikasio dan hipertensi renovaskular.
Poliarteritis nodosa tanpa ada bukti infeksi virus Hepatitis
Hipertensi renovaskular merupakan penyebab morbiditas
B diberikan terapi kortikosteroid dan obat sitotoksik
dan mortalitas utama yang disebabkan oleh iskemia renal
seperti s i k l o f o s f a m i d . Regimen terapi sama d e n g a n
akibat stenosis pada arteri renalis atau koartaksio aorta.
terapi pada mikroskopik poliangiitis dan Granulomatosis
Nyeri kepala sering ditemukan pada arteritis sel besar
Wegener Tetapi pada pasien yang tanpa faktor risiko untuk
Nyeri pada arteri temporalis, nodul atau pulsasi yang
terjadinya outcome yang buruk (seperti umur lebih dari
berkurang ditemukan pada sebagian pasien. Lebih dari
50 tahun, keterllbatan jantung, usus atau ginjal) cukup
setengah pasien mengalami rematik polimialgia ditandai
diberikan kortikosteroid saja dan akan lebih tidak toksik
dengan kekakuan dan nyeri pada leher serta otot-otot
dibandingkan kombinasi steroid dan sitotoksik. Terapi imunosupresan agresif tanpa terapi antivirus dikontraindikasikan pada pasien dengan poliarteritis
proksimal dari bahu dan paha. Tanda klinis keterllbatan ginjal lebih jarang pada arteritis sel besar dibandingkan pada arteritis Takayasu.
nodosa akibat Hepatitis B karena efek samping yang serius akibat infeksi virus Hepatitis B. Pada pasien tersebut
Patologi
diberikan steroid jangka pendek dikombinasikan dengan
Gambaran aortitis dan arteritis dari arteritis Takayasu
antiviral dan bisa d i l a k u k a n p l a s m a f a r e s i s s e b e l u m
dan a r t e r i t i s sel b e s a r sulit d i b e d a k a n . K e d u a n y a
diberikan imunosupresan yang lebih kuat.
ditandai dengan inflamasi aktif dengan predominan leukosit mononuklear, kadang disertai sel besar berinti banyak. Fase kronis ditandai dengan fibrosis progresif
ARTERITIS TAKAYASU DAN ARTERITIS SEL BESAR
yang mengakibatkan stenosis pembuluh darah yang
Arteritis Takayasu dan arteritis sel besar mengenai aorta dan
arteri renalis pada hasil otopsi pasien arteritis Takayasu
cabang utamanya. Arteritis sel besar mempunyai predileksi
dan arteritis sel besar Lesi glomerular ditandai dengan
pada cabang ekstrakranial dari arteri karotis namun dapat
ekspansi nodular matriks mesangial dan mesangiolisis
juga mengenai arteri pada organ manapun. Predileksi dari
sering pada arteritis Takayasu.
menyebabkan iskemia. Sering ditemukan keterllbatan
arteritis Takayasu adalah arteri besar yang mensuplai darah ke ekstremitas. Kedua penyakit ini menyebabkan inflamasi
Pengobatan
vaskular kronik, sering dengan gambaran granulomatus
Kortikosteroid merupakan pengobatan untuk arteritis sel
dengan sel besar berinti banyak.
besar dan arteritis Takayasu. Dimulai dengan prednisolon
Patogenesis
dosis 1 mg/kg selama 1 bulan kemudian tapering dalam beberapa bulan. Obat sitotoksik seperti siklofosfamid
Etiologi dan patogenesis arteritis sel besar dan arteritis
dapat diberikan pada aktivitas penyakit yang persisten.
Takayasu tidak diketahui. Mungkin disebabkan oleh
Pasien d e n g a n a r t e r i t i s sel b e s a r d a p a t d i b e r i k a n
VASKULITIS RENAL
aspirin untuk mencegah terjadinya kejadian trombosis pembuluh darah. Apabila ditemukan keterllbatan arteri renalis bilateral maka pemberian penghambat ACE dapat memicu terjadinya gagal ginjal pada arteritis Takayasu. Jika tatalaksana medikamentosa tidak berhasil mengatasi hipertensi renovakular, maka dianjurkan untuk dilakukan operasi bypass atau angioplasti.
REFERENSI 1. 2. 3.
4. 5.
6.
7.
Booth A D , Pusey C D , Jayne DR. Renal vasculitis. Nephrol Dial Transplant, 2004; 19:1964-8. Jennette JC. Rapidly progressive crescentic glomerulonephritis. Kidney Int, 2003; 63:1164-77. Jermette JC, Falk RJ. Renal and systemic vasculitis. In: Johnson RJ, Feehaly J, editors. Comprehensive clinical nephrology. 4* ed. Missouri. Elsevier Saunders; 2010. Jennette JC, Falk RJ. The pathology of vasculitis involving the kidney. A m J Kidney Dis, 1994; 24:130-41. Jennette J C , Falk RJ. Vasculitis (Polyarteritis Nodosa, Microscopic Polyangiitis, Wegener's Granulomatosis, Henoch-Schonlein Purpura). In: Schrier RW, Klahr S, editors. Atlas of Diseases of The Kidney. Blackv^ell Science. 1999. Kallenberg C G M , Brouwer E, Weening JJ, Cohen TJW. Anti neutrophyl cytoplasmic antibodies: current diagnostic and pathophysiologic potential. Kidney Int, 1994; 46:1-15. Savage COS. A N C A associated renal vasculitis. Kidney Int, 2001; 60:1614-27.
1573
202 PENYAKIT PEMBULUH GETAH BENING Rachmat Hamonangan, Simon Salim
Pada embrio manusia, terdapat 6 sakus limfatikus yang
PENDAHULUAN
merupakan asal pembuluh darah limfatik.Dua diantaranya Penyakit pembuluh darah getah bening, meskipun jarang
berpasangan, sakus limfatikus jugular dan sakus limfatikus
dijumpai dalam praktek sehari-hari, bila terjadi akan
posteriorSedangkan dua sisanya tidak berpasangan, sakus
sangat mengganggu kualitas hidup pasiennya. Penyebab
limfatikus retroperitoneal dan cisterna chyli. Posisi sakus
g a n g g u a n sistem limfatik dapat b e r m a c a m - m a c a m ,
limfatikus adalah sebagai berikut:
berupa trauma, infeksi-inflamasi, keganasan, kongenital,
Sakus jugular, pada sudut antara vena subklavia
hingga autoimun. Sebelum membahas mengenai berbagai
Sakus posterior, pada sudut antara vena iliaka
macam penyebab gangguan sistem limfatik, perlu kembali
Sakus retroperitoneal, pada atap mesenteri dekat
diingatkan mengenai anatomi dan fisiologi dari sistem
kelenjar suprarenal
pembuluh getah bening ini.
Cisterna chyli, di daerah vertebrae lumbal ketiga dan keempat
ANATOMI DAN FISIOLOGI Inominat kiri
Anatomi
Jugularis interna
Sistem limfatik terdiri atas cairan limfe, p e m b u l u h
Kantung limfatik jugularis
darah tempat transport cairan limfe dan organ yang m e n g a n d u n g j a r i n g a n limfoid seperti kelenjar getah
Jugularis eksterna
inominat k a n a n -
bening, limpa dan timus.
Vena caya_ superior
Cairan limfe merupakan cairan yang tidak berwarna dan memiliki komposisi yang mirip dengan plasma darah.
Duktus cuvier
Cardinal kiri
Cairan itu mengandung banyak limfosit dan seringkali ditemukan korpuskel sel darah merah.Granul dan bakteri juga diambil oleh limfe dari rongga jaringan ikat, sebagian
Vena cava inferior bagian prerenal ~
oleh aksi limfosit yang masuk ke limfe lewat endotel dan sebagian dari pasase langsung lewat endotel.
Sisterna chyli Ginjal kiri
Pembuluh darah limfatik m e r u p a k a n k o m p o n e n integral sirkulasi yang terdiri atas jaringan pembuluh
Vena cava inferior bagian postrenaf"
darah yang penting, baik untuk homeostasis cairan
Kantung limfatik retroperitoneal
maupun respon sistem imun.Pembuluh darah ini dibentuk dari serangkaian saluran yang menghubungkan rongga
lliaca komunis kiri
interstistial dengan organ limfoid (timus, limpa, dan
Kantung limfatik posterior
nodus limfatikus) dan sirkulasi sentral.Pembuluh darah ini secara struktural dan fungsional berperan dalam regulasi homeostatik dan mediasi cairan yang kaya protein dari
lliaca eksterna Hipogastrik
Gambar 1. Sakus limfatikus berdasar deskripsi Florence Sabin
ujung akhir vena di pembuluh kapiler
1574
1575
PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING
Kompleks pleksus kapiler limfatik, yang terdiri dari
dimiliki pembuluh darah ini.Katup satu arah menjamin
selapis sel endotel, terletak di ruang interstistial di banyak
arah aliran menuju ke kolektor subkutan yang memiliki
regio tubuh.Sel endotel pada pembuluh limfe memiliki
katup-katup dan dikelilingi otot polos. Cairan getah
hubungan yang longgar untuk memfasilitasi masuknya
bening tersebut kemudian akan dialihkan ke nodus
cairan, makromolekul dan sel. Pleksus kapiler limfatik
limfatik regional baik melalui kolektor-kolektor subkutan
mempunyai bentuk yang bervariasi, terdapat banyak
maupun melalui pembuluh limfatik yang lebih dalam lagi
anastomosis.Pada beberapa tempat seperti papilla dermal,
(yang merupakan bagian dari kompleks neurovaskular).
vili intestinal, dan papilla filiformis di lidah, kapiler ini
Pembuluh limfatik ditemukan di hampir setiap jaringan
tidak memiliki ujung akhir {cul-de-sacs).
dan organ yang mengandung pembuluh darah.
Pleksus seringkali
memiliki 2 lapisan: superfisial dan lapisan dalam, yang
Nodus limfatik berkumpul dalam grup-grup sesuai
superfisial memiliki kaliber yang lebih kecil. Kapiler limfatik
dengan daerah yang dilalui oleh pembuluh limfatik.
tidak memiliki katup.
Nodus limfatik terdiri atas kapsul fibrosa, jaringan limfoid,
Pembuluh limfatik yang besar terdiri atas 3 lapisan.
suplai pembuluh darah dan pembuluh aferen-eferen yang
Lapisan internalnya tipis, transparan, sedikit elastik dan
berkomunikasi lewat jalur getah bening dalam nodul/
terdiri atas selapis sel endotel; sel ini didukung oleh
kelenjar tersebut.
membrane elastis.Lapisan tengah dibentuk oleh otot
Dari nodus limfatik ini, cairan akan dialirkan melalui
polos dan serat elastik dengan arah transversum.Lapisan
pembuluh limfatik besar menuju duktus thorasikus yang
terluar terdiri atas jaringan ikat yang bercampur dengan
kemudian bermuara di pembuluh darah vena. Muara
otot polos yang berjalan longitudinal atau oblik.Lapisan
tersebut terletak di sudut antara vena subklavia kiri dan
t e r l u a r m e m b e n t u k l a p i s a n p e l i n d u n g dan t e m p a t
vena jugularis kiri. (Gambar 1).
menghubungkan pembuluh limfe dengan struktur sekitar Pada pembuluh yang lebih kecil, tidak terdapat serat muskular atau elastin, dinding terdiri hanya oleh selubung
FISIOLOGI
jaringan ikat yang dilapisi endotel. Pembuluh limfatik bersifat sangat halus.Selubungnya
Sistem limfatik m e m a i n k a n p e r a n a n penting d a l a m
yang bersifat transparan membuat cairan yang didalamnya
keseimbangan cairan. Cairan akan terfiltrasi pada dinding
dapat terlihat. Pembuluh ini terinterupsi saat interval
arteriole keluar ke interstitial, dan sebagian akan di absorbs
konstriksi sehingga terlihat seperti gambaran manik-
oleh venula kembali ke sirkulasi darah. Sebagian (-10%)
manik.Konstriksi ini sesuai dengan kondisi katup yang
diserap melalui pembuluh getah bening, untuk kemudian melalui duktus thorasikus dikembalikan ke sirkulasi darah. Selain berfungsi dalam regulasi cairan, sistem getah bening juga berespons terhadap infeksi. Hampir semua jaringan di tubuh memiliki saluran limfe yang akan mengalirkan kelebihan cairan dari ruang interstitial. Meskipun beberapa organ, seperti bagian superfisial dari kulit, sistem saraf pusat, endomisium otot, dan tulang tidak memiliki saluran limfe seperti organorgan lainnya, mereka memiliki saluran interstitial yang disebut prelimfatik untuk mengalirkan cairan dari ruang interstitial menuju pembuluh limfatik. Seluruh pembuluh limfe dari bagian bawah tubuh menuju ke duktus
torasikus
dan akan mengosongkan
cairannya di tempat pertemuan vena jugularis interna kiri dan vena subklavia kiri. Sisi kiri kepala, tangan kiri, dan sebagian dari dada juga masuk ke dalam duktus
torasikus
sebelum mengosongkan cairannya ke vena. Sedangkan vena dari sisi kanan leher dan kepala, tangan kanan, dan sebagian dari dada akan menuju duktus limfatikus
kanan,
yang berukuran lebih kecil dari duktus torasikus, dan akan
in folicle medularis
> Arah aliran limfatik
Gambar 2. Gambaran skematik nodus limfatikus
mengosongkan di pertemuan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis interna. Sebagian besar cairan yang tersaring dari ujung kapilerarteriol darah akan mengalir ke sel-sel dan akan
1576
KARDIOLOGI
Sumber: Guyton edisi 12 Gambar 3. Sistem limfatik pada tubuh direabsorpsi kembali ke ujung kapiler v e n a . N a m u n , terdapat sekitar 1/10 cairan yang masuk ke kapiler limfe dan kembali ke darah melalui sistem limfatik. Cairan yang kembali melalui sistem limfatik adalah cairan yang membawa molekul-molekul besar, seperti protein. Total jumlah cairan limfe dalam sehari hanya sebanyak 2-3 liter Cairan dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh limfe melalui katup satu arah. Katup tersebut terbentuk dari sel endotel yang bertumpang tindih, melebihi pinggir sel. Cairan dari ruang interstitial, beserta partikel-partikel di d a l a m n y a , dapat m e n d o r o n g katup tersebut dan masuk ke dalam kapiler limfatik. Saat cairan tersebut masuk, cairan akan sulit kembali ke luar karena bentuk katup yang akan menutup jika ada aliran balik dari dalam kapiler Namun, bagian paling ujung dari kapiler terminal
Anchoring filaments
Gambar 4. Struktur khusus pada kapiler limfatik
limfatik terdapat katup yang akan mengalirkan cairannya ke sirkulasi darah.
Komposisi limfe hampir sama dengan cairan di ruang
C a i r a n limfe m e r u p a k a n t u r u n a n dari c a i r a n di
interstitial. Konsentrasi protein dalam cairan limfe dari
ruang interstitial yang mengalir ke pembuluh limfatik.
jaringan hampirsama dengan konsentrasi protein di ruang
1577
PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING
interstitial, yaitu sekitar 2 g/dl. Sementara konsentrasi
LIMFEDEMA PRIMER
protein dalam cairan limfe yang berasal dari liver sebesar 6 g/dl dan dari usus adalah sebesar 3-4 g/dl. Selain
Secara etiologi, terdapat 3 gen yang sudah dikonfirmasi
mengangkut protein, sistem limfatik merupakan rute
menyebabkan limfedema: 1) VEGFR-3 (familial Milroy
utama untuk absorpsi nutrisi dari sistem pencernaan,
l y m p h e d e m a ) ; 2) F 0 X C 2
terutama untuk penyerapan lemak.
syndrome); dan 3) S 0 X 1 8 (hypotrichosis-lymphedema-
Kecepatan aliran limfe yang menuju duktus
torasikus
adalah sebesar 100 ml/jam dan kira-kira sebanyak 20 ml mengalir menuju sirkulasi setiap jamnya melalui saluran
(lymphedema-distichiasi
teleangiectasia). Terdapat tiga sub tipe klinis limfedema: limfedema kongenital, limfedema praecox, limfedema tarda. Limfedema Kongenital
lain, sehingga total aliran limfe adalah sekitar 120 ml/jam
Merupakan kelainan malformasi limfatik sejak lahir
atau 2-3 liter per hari.
yang j a r a n g terjadi, diantaranya adalah penyakit Milroy, yaitu suatu kelainan limfedema kongenital
KELAINAN LIMFATIK
herediteryang diturunkan secara autosomal dominan.
LIMFEDEMA
dengan limfangiektasis dan kolestasis, diduga akibat
Pada penyakit Milroy biasanya berhubungan j u g a mutasi dari VEGFR-3.VEGFR-3 diketahui memainkan peranan penting dalam limfangiogenesis.
Definisi
•
L i m f e d e m a a d a l a h kondisi e d e m a non pitting
Limfedema Praecox
yang
L i m f e d e m a praecox h e r e d i t e r ( p e n y a k i t meige)
d i s e b a b k a n karena kelainan aliran p e m b u l u h darah
j u g a merupakan penyakit yang diturunkan secara
limfatik.
autosomal dominan. Kelainan yang muncul pada usia menjelang pubertas ini, disebabkan karena mutasi
Epidemiologi
pada gen F0XC2, yang mengkode faktor transkripsi.
Data kejadian limfedema primer di Indonesia belum
Kelainan ini biasanya j u g a m e m b e r i k a n fenotip
ada data yang jelas, Sedangkan di dunia sendiri angka
bulu mata ekstra (dictichiasis).Karena F 0 X C 2 j u g a
kejadiannya kira-kira 1 per 10.000 orang. (Harrison)
mempengaruhi pembentukan katup di vena, setengah pasien dengan limfedema-dictichiasis j u g a memiliki insufisiensi vena dan katup vena inkompeten.
Klaslfikasi Secara garis besar limfedema dibagi menjadi primer
•
Limfedema Tarda
dan sekunder (Harrison's). Sesuai namanya, limfedema
K e l a i n a n l i m f e d e m a y a n g muncul saat d e w a s a ,
primer disebabkan karena agenesis, hipoplasia atau
biasanya setelah usia 35 tahun. Kadang dijumpai
obstruksi saluran limfatik yang biasanya berhubungan
kelainan pada keluarganya j u g a .
d e n g a n s i n d r o m l a i n n y a (Turner, K l i n e f e l t e r , d s b ) . S e d a n g k a n l i m f e d e m a s e k u n d e r d i s e b a b k a n karena gangguan aliran pembuluh darah limfatik
yang
LIMFEDEMA SEKUNDER
didapat pada pembuluh darah limfatik y a n g normal Limfedema sekunder merupakan limfedema yang
(Tabel 1).
disebabkan karena kelainan yang mempengaruhi nodus Tabel 1. Penyebab Limfedema Limfedema Primer
Sekunder
k e g a n a s a n , dan infeksi. Pada negara maju biasanya
Kongenital limfedema (spt : Milroy's
disebabkan karena diseksi nodus limfatikus dan/atau
disease)
radiasi.
Praecox limfedema (spt: Meige's disease) Limfedema
limfatikus, biasanya berupa diseksi, radiasi, sumbatan
Limfedema yang muncul tergantung daripada
Tarda limfedema
beberapa faktor, meliputi j u m l a h nodus
Limfangitis berulang
y a n g d i b u a n g , l u a s n y a p e m b e d a h a n , radiasi l o k a l ,
limfatik
Filariasis
penyembuhan luka yang terlambat, dan obesitas.lnflamasi
Tuberkulosis
kronis dapat m e n y e b a b k a n obliterasi progresif dari
Keganasan
limfangioles (pembuluh limfatik) dan pada akhirnya dapat
Pembedahan
menyebabkan limfedema. Limfedema sekunder yang
Radiasi
paling sering dijumpai adalah limfedema akibat kanker
(Sumber: Harrison's Principles of Internal Medicine)
payudara.Pada negara tropis, limfedema juga seringkali disebabkan karena infeksi tropik, terutama parasit filaria,
1578
KARDIOLOGI
yang merupakan parasit penyebab limfedema tersering di seluruh dunia.(Lihat BAB Filariasis). Pada beberapa penyakit radang sendi seperti arthritis r h e u m a t o i d dan arthritis psoriatik, d a p a t d i j u m p a i limfedema yang seringkali simetrikal. Kondisi ini perlu dibedakan dengan tenosinovitis pada pasien arthritis, dengan bantuan limfoskintigrafi yang memperlihatkan
Tabel 2. Tahapan Berdasarkan "Dokumen Konsensus" International Society of Lymphology Tahapan klinis 0
Subklinis dengan kemungkinan evolusi klinis
1
Edema menyusut dengan terapi dan tes pitting positif
II
Edema sebagian menyusut dengan terapi dan tes pitting negatif
III
Elephantiasis dengan komplikasi kutaneus dan infeksi berulang
fungsi limfatik yang tidak terganggu. Pada b e b e r a p a k o n d i s i , p e n e m u a n
limfedema
merupakan bagian/prediktor terjadinya selulitis, seperti dijumpai pada selulitis berulang setelah CABG, selulitis
Keterangan
berulang pada lengan wanita pasca mastektomi, dan selulitis berulang pada tungkai bawah wanita y a n g mengalami pembedahan daerah pelvis.
pada kulit dan jaringan subkutan (elephantiasis) (tahap III). Perubahan yang progresif ini terjadi karena adanya inflamasi kronis y a n g melibatkan limfosit, monosit/
PATOFISIOLOGI
makrofag, dan sel dendritik. Sel-sel inflamasi tersebut akan
Patofisiologi limfedema dibagi menjadi 2 periode. Periode pertama adalah fase dimana perubahan terjadi hanya pada limfatik dan belum melibatkan perubahan di jaringan lunak sehingga belum terdapat gejala. Sedangkan periode selanjutnya adalah fase dimana telah terjadi perubahan di jaringan lunak (lemak, jaringan ikat, kulit) yang sudah mengakibatkan pembengkakan progresif, deposisi lemak dan skar, imunosupresi, kecenderungan selulitis, dan proliferasi mikrovaskular
Periode Variabel {occult
memproduksi sitokin inflamasi yang berhubungan dengan fibrosis, seperti CTGF, TGF-p, dan PDGF sehingga proliferasi sel dan migrasi selular menjadi
upregulated.
Infeksi dan adipogenesis merupakan faktor eksaserbasi terjadinya l i m f e d e m a . A k u m u l a s i cairan dan protein merupakan kondisi yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Begitu j u g a dengan terganggunya respons imun lokal akibat disfungsi limfatik, mempercepat invasi bakteri dan j a m u r Jaringan lunak yang terinfeksi akan memperburuk limfedema yang sudah terjadi.
lymphedema)
Pada saat ini telah terjadi stasis limfe yang disebabkan
Patofisiologi akan dijelaskan pada g a m b a r yang dikutip dari Saito 2013.
oleh sistem limfatik yang tidak sempurna dari masa kongenital maupun sumbatan. Kemudian stasis limfe disertai dengan kontraktilitas tungkai yang tidak teratur, inkompetensi katup secara progresif, p e n g h a n c u r a n elemen kontraktilitas (limfangioparalisis), dan ektasi bertahap dari kolektor limfatik. Periode ini masuk ke dalam stage/tahap 0. Setelah periode ini, mulai muncul berbagai keadaan yang mengakibatkan limfedema kronik.
Limfedema Progres dan Faktor Eksaserbasi Saat limfedema sudah terjadi, biasanya sudah terdapat perubahan patologis lainnya pada sistem limfatik: Obstruksi jalan utama limfatik limfatikus
Munculnya kolateral aliran limfatik Berikut adalah tingkatan klinis limfedema berdasarkan International
Society of Lymphology
Anamnesis Onset bengkak pada limfadenitis sekunder biasanya cepat, namun bisa tiba-tiba diperberat oleh inflamasi lokal akibat infeksi atau trauma lokal.Oleh karena itu perlu pula dicari kemungkinan infeksi kulit akibat stafilokokus dan streptokokus.Adanya bintik kemerahan atau garis-garis kemerahan mungkin menunjukan adanya limfangitis. Pada awalnya pasien dapat merasakan nyeri dan perasaan berat atau penuh di ekstremitas. Pada kondisi kronis, dapat menjadi limfangiosarkoma yang memberikan
Aliran balik dermal Kurang/tidak adanya nodus
PENEGAKAN DIAGNOSIS
(tabel 2):
gambaran klinis nodul multipel. Saat edema bertambah, j a n g k a u a n gerak dapat berkurang dan mengganggu aktifitas sehari-hari pasien.
Pemeriksaan Fisis
Dari tahap I ke tahap II terdapat perubahan tipe
Pada awal limfedema, edema yang terbentuk dapat berupa
edema dari pitting menjadi non pitting. Pada akhir tahap
edema pitting, namun seiring berjalannya waktu edema
II, gejala limfatik akan resisten terhadap terapi, kemudia
menjadi non-pitting. Biasanya limfedema ikut melibatkan
edema akan menjadi ireversibel dan terjadi sklerosis
jari-jari, meskipun pada temuan awal bengkak dapat
1579
PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING
Ektasia
Paralisis
Stasis cairan limfe
Hiperplasia
Disfungsi otot
Occult
intima
Limfangiogenesis
lymphedema
llimfatik?
Inkompeten
Sembuh?
Hiperplasia
Limfedema
katup Infeksi Inflamasi
Lipogenesis
kronis
Fibrosis
Neoplasia
Imunosupresi
Gambar 5. Skema patofisiologi limfedema hanya dijumpai di bagian proksimal dari ekstremitas atau
limfangiosarkoma, seperti pada lengan postmastektomi
sebagian distal dari ekstremitas. Adanya keterlibatan
(sindrom Stewart-Treves), atau pada limfedema kronis
bengkak jari dan edema non-pitting
merupakan temuan
khas menunjang kearah limfedema.
masif akibat sebab apapun, dapat ditemukan lesi macular atau popular yang berwarna merah-kebiruan. Lesi ini
Pada pemeriksaan fisis perlu dicari tanda-tanda infeksi
biasanya multipel dan disertai adanya nodul subkutan.
yang kemungkinan turut menyertai suatu limfedema,
Karena merupakan tumor sekunder yang ganas, meskipun
meskipun pada infeksi ringan, tanda-tanda inflamasi
jarang, lesi semacam ini harus aktif dicari pada pasien
sulit ditemukan. Kulit pasien dengan limfedema yang
dengan limfedema kronis.
sudah lama, dapat memberikan gambaran
kering
Limfedema terutama dicurigai bila ditemukan adanya
dankeras, dengan edema yang semakin tidak pitting dan
edema non-pitting pada pasien dengan kemungkinan
pada palpasi terasa fibrosis. Perabaan fibrosis ini dapat
penyebab limfedema, tanpa adanya penyebab edema
disebabkan karena inflamasi kronis sekunder akibat
lainnya yang lebih mungkin. Oleh karena itu pemeriksaan
proliferasi fibroblast. Hal ini dibedakan dari limfedema
fisikjuga ditujukan untuk mencari tanda-tanda trombosis
primer, karena pada kondisi primer pembentukan fibrosis
vena dalam, keganasan, dan infeksi.
lebih sedikit yang memberikan kemungkinan edema yang lebih besar Pada kasus elephantiasis (Lihat juga bab Filariasis) kulit
Pemeriksaan Penunjang Pencitraan pada sistem limfatik tidak diperlukan apabila
dapat dijumpai hyperkeratosis dan verukosa dengan lesi
diagnosis sudah sangat jelas.Limfoskintigrafi
kulit vesikular Tanda Kaposi - Stemmer merupakan tanda
baik daripada limfangiografi, dan limfangiografi pun
khas limfedema ekstremitas bawah, berupa kesulitan
dikontraindikasikan pada pasien dengan keganasan karena
mencubit lipatan kulit pada bagian dorsal dasar jari kedua
dapat meningkatkan risiko penyebaran tumor Pencitraan
kaki.
yang lebih detil dapat diperoleh dengan menggunakan Bila limfedema kronis kemudian berubah menjadi
RMI dan CT Scan.
lebih
1580
KARDIOLOGI
setelah 2 minggu terapi, namun setelah menjalani
PENATALAKSANAAN
t e r a p i , pasien d i h a r a p k a n t e t a p
menggunakan
Tujuan utama penatalaksanaan limfedema adalah untuk
pakaian bertekanan gradasi dan perban dengan rutin.
mengurangi bengkak jaringan karena biasanya penyebab
Cara terapi pijat dapat diajarkan kepada pasien dan
utamanya tidak dapat disembuhkan. Dengan berkurangnya
keluarga.
bengkak, diharapkan fungsi alat gerak bisa kembali dan m e n g u r a n g i pasienan fisik maupun psikologis pada pasien. Penatalaksanaan limefedemajuga bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Prinsip penatalaksanaan limfedema adalah memulai pengobatan sesegera mungkin sebelum terjadi perubahan fibrosklerotik di interstitial yang bersifat ireversibel. Dan jika limfedema dikarenakan suatu sebab lain (limfedema sekunder), seperti neoplasma atau infeksi, maka penyakit yang menyertainya tersebut juga harus diobati secara tepat untuk mengurangi obstruksi limfatik.
Penatalaksanaan Non-farmakologis Penatalaksanaan non-farmakologis merupakan modalitas utama dari penanganan limfedema, mengingat sampai saat ini belum ada obat-obatan yang terbukti cukup bermanfaat.
Terapi Dekongestif K o m p l e k s / C o m p / e x Decongestive Therapy (CDT) Complex
Decongestive
Therapy
(CDT) merupakan
terapi utama dalam manajemen limfedema. CDT terdiri
Gambar 6. Manual lymphatic drainage (Sumber: http://www. nilsg.co.uk/Treatment/Complex-Decongestive-Therapy-(CDT). aspx
atas 2 f a s e : 1) fase intensif, y a n g b e r t u j u a n untuk mengurangi pembengkakan secepat mungkin dan
b.
Perawatan kulit dan kuku
menghancurkan fibrosis-fibrosis yang mulai terbentuk;
Perawatan kulit yang tepat ditekankan
2) fase pemeliharaan yang bertujuan untuk memelihara/
penatalaksanaan limfedema untuk
merawat dan memperbaiki hasil perawatan fase 1. (www.
terjadinya infeksi, seperti selulitis atau limfangitis.
nilsg.co.uk)
U n t u k m e n j a g a k e b e r s i h a n kulit, p a s i e n h a r u s rajin m e m b e r s i h k a n kulitnya secara regular dan
Fase 1 terdiri dari 4 komponen: drainase limfatik
dikeringkan. Setelahnya pasien dapat menggunakan
manual/manual lymphatic drainage (MLD), perawatan kulit dan kuku, perban kompresi {multi-layer bandage),
latihan berulang, serta terapi
emolien untuk mencegah kekeringan pada kulit.
compression kompresi
pada
mencegah
c.
Perban kompresi {multi-layer compression bandage)
pneumof/c eksternal. Perawatan fase 1 sebaiknya dilakukan
Penggunaan perban kompresi multi-layer
selama kurang lebih 1,5 j a m per hari selama minimal 2
meningkatkan tekanan di jaringan untuk menurunkan
minggu. Namun,jika limfedema menjadi lebih berat, maka
peningkatan ultrafiltrasi yang abnormal sehingga m e n i n g k a t k a n reabsorpsi cairan. (diagnosis and
perawatan dilanjutkan hingga 6 minggu. a.
Manual Lymphatic
treatment) Penekanan oleh perban juga meningkatkan
Drainage (MLD)
mekanisme fisiologi yang mengatur kontraktilitas
MLD merupakan terapi manual untuk meningkatkan
dan aliran limfatik selama aktivitas otot. Tujuan dari
fungsi sistem limfatik. Teknik ini dapat memobilisasi
penggunaan perban kompresi adalah membantu
cairan limfe keluar dari area yang bengkak menuju
untuk mencegah akumulasi bengkak selama masa
pembuluh limfe yang akan mengalirkan cairan limfe ke aliran darah, salah satunya dengan cara memperbesar dilatasi dan kontraktilitas saluran limfatik. (www. nilsg.co.uk). Terapi ini menggunakan tekanan ringan ke batang tubuh untuk membantu membuka kanal kolateral menuju sistem drainase yang lebih baik. Limfedema ringan dapat membaik dengan cara ini
dapat
terapi. (website) d.
Latihan berulang Aktivitas fisik yang disarankan untuk pasien dengan limfedema berintensitas ringan-sedang
untuk
membantu mobilisasi cairan ke dalam pembuluh limfatik. Pasien sebaiknya tetap menggunakan perban elastik pada tungkai yang mengalami limfedema
1581
PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING
6 bulan. Terapi pada fase ini meliputi: Penggunaan pakaian kompresi sehari-hari Pakaian ini biasanya diaturtekanannya atau disebut juga pakaian dengan tekanan gradasi.
Stocking
atau lengan panjang dengan tekanan distal lebih besar dari bagian proksimal (tekanan bergradasi) dapat membantu mobilisasi cairan.Bentuk pakaian ini dapat didesain secara individual, dan terutama berguna pada keadaan altitude tinggi seperti di pesawat. Perban non - elastik dapat digunakan sebagai pengganti pakaian bertekanan tersebut, terutama pada edema yang terlalu besar untuk menggunakan pakaian.
Gambar 7 Perban kompresi multi-layer (Sumber:http://www. nilsg.co.uk/Treatment/Complex-Decongestive-Therapy-(CDT). aspx)
MLD secara reguler sesuai yang diindikasikan oleh terapis Latihan yang harus dilakukan di rumah Perawatan kulit dan kuku Perawatan diri sendiri yang diindikasikan oleh terapis International
Society of Lymphology
mengungkapkan
beberapa kontraindikasi terapi fisik pada limfedema, hal ini mencakup selulitis akut, inflamasi, neoplasia aktif, trombosis vena dalam, gagal jantung kongestif, dan pijat lokal ke daerah yang diradiasi.
Terapi Pembedahan Pembedahan dapat diusahakan untuk membuat flap dermis untuk memfasilitasi drainase limfatik ke sistem Gambar 8 Latihan berulang dengan mengangkat kaki (Sumber: http://www.nilsg.co.uk/Treatment/Complex-Decongestive-Therapy-(CDT).aspx
yang lebih dalam. Pembedahan j u g a dapat membantu menghilangkan lemak subkutan dan j a r i n g a n fibrosa dengan demikian membantu mengurangi
lingkar
ekstremitas.Beberapa alternatif p e m b e d a h a n adalah berupa bedah mikro limfatik yang melakukan drainase
s e l a m a l a t i h a n . A k t i v i t a s fisik b e r t u j u a n untuk
limfe ke vena sirkulasi atau kolektor limfatik di atas daerah
mengaktifkan otot dan sendi memompa tungkai agar
obstruksi limfatik.
pembengkakan berkurang. Salah satu aktivitas fisik yang disarankan adalah elevasi kaki. e.
Intermittent
pneumatic
compression
Terapi Limfangiogenesis (IPC)
Terapi IPC ini sebenarnya masih bersifat kontroversial.
Prinsip terapi ini adalah dengan membuat pembuluh limfe baru. Limfangiogenesis dapat distimulasi oleh
Penggunaannya pun biasanya dikombinasi dengan
berbagai sitokin, antara lain vascular endothelial
MLD. Namun, berdasarkan penelitian, kombinasi
factors
growth
(VEGF)-C dan D, serta angiopoietin-1. VEGF-C
keduanya memiliki efek perbaikan yang sinergi dalam
meningkatkan limfangiogenesis dengan mengaktivasi
menurunkan volume pembengkakan di tangan.
VEGF receptor-3 (VEGFR-3) yang diekspresikan oleh sel
K o m p r e s i pneumatic membantu
mengurangi
intermiten
endotel limfatik. Sedangkan angiopoietin-1 meningkatkan
lingkar dan volume
pembentukan pembuluh limfatik melalui Tie2 dan fibroblast
eksternal
ekstremitas. Tekanan yang diberikan sebaiknya tidak
growth
melebihi 60 mmHg, dan penggunaan jangka panjang
pembuluh limfatik.
factor
2 tersebut menstimulus p e m b e n t u k a n
mungkin akan merusak sistem limfatik lebih lanjut. Terapi ini hanya digunakan untuk jembatan sebelum
Manajemen Diet
menggunakan terapi lainnya yang dapat digunakan
Pengaturan diet sebenarnya memiliki peranan yang
untukjangka panjang.
kecil dalam mengatasi limfedema. Namun, di beberapa
Fase 2 atau fase pemeliharan merupakan terapi seumur hidup dan biasanya dilakukan check-up setiap
tempat dilakukan restriksi konsumsi lemak yang diikuti dengan suplementasi trigliserida rantai medium, dapat
1582 menurunkan kebutuhan produksi cairan limfe viseral.
KARDIOLOGI
REFERENSI
Pendekatan ini berguna, terutama pada enteropati yang mengakibatkan kehilangan protein.
Penatalaksanaan Farmakologis
1. 2.
Obat -obatan yang mungkin berguna untuk limfedema adalah antibiotika sebagai profilaksis karena pasien dengan limfedema memiliki risiko untuk terkena infeksi. Jika terdapat infeksi jamur, maka pasien tersebut harus
3. 4.
diterapi secara agresif. Terdapat beberapa obat-obatan lainnya yang berdasarkan pengalaman bermanfaat pada limfedema bukti namun penelitiannya masih terbatas, seperti coumarin, selenium, flavonois, dan antioksidan lainnya.
5.
6.
Penggunaan diuretik sendiri hanya sedikit perannya dalam mengangani limfedema karena terdapat perbedaan mekanisme terjadinya limfedema dengan mekanisme aksi diuretik. Namun, pada kasus dimana tekanan hidrostatik meningkat, yang disertai dengan hipertensi sekunder, maka thiazide dosis rendah memiliki peranan y a n g menguntungkan.
PENCEGAHAN Pasien d e n g a n p r o s e d u r d i s e k s i atau radiasi y a n g m e m p e n g a r u h i d a e r a h n o d u s l i m f a t i k u s y a n g luas perlu mendapatkan penjelasan mengenai pencegahan limfedema. Dari pihak klinisi pun harus mencoba mengurangi risiko limfedema, dengan cara melakukan prosedur dengan pengaruh ke nodus limfatikus sedini mungkin. Tindakan pencegahan lainnya adalah menghindari pengambilan darah, vaksinasi dan pemberian cairan infus pada lengan yang dipengaruhi. Demikian pula aktivitas fisik yang berat sebaiknya dihindari pada lengan yang telah menjalani diseksi nodus limfatikus atau radiasi.Beberapa tindakan lainnya yang dapat meningkatkan aliran darah ke lengan yang berisiko seperti suhu hangat, gravitasi, pakaian yang ketat, bahkan pengukuran tekanan darah (maupun proses torniket lainnya) harus dihindari pada lengan yang berisiko. Selain hal tersebut, kesehatan kulit untuk mencegah selulitis harus diperhatikan karena pasien lebih rentan terhadap selulitis, hal ini mencakup penggunaan peiembab kulit dan bila ada luka segera ditatalaksana.
7.
Guyton A C , Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. Creager MA, Loscalzo J. Vascular Diseases of the Extremities. In: Longo D L , Kasper D L , Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison>s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p. 2075-6. Rockson SG. Diagnosis and management of lymphatic vascular disease. J A m Coll Cardiol, 2008 Sep 2;52(10):799-806. Melrose W, Goldsmid [M. Infections of the Lymphatic System. In: Goldsmid JM, Leggat PA, editors. Primer of Tropical Medicine: A C T M ; 2005. Saito Y, Nakagami H , Kaneda Y, Morishita R. Lymphedema and therapeutic lymphangiogenesis. Biomed Res Int. 2013;2013:804675. Szolnoky G , Lakatos B, Keskeny T, Varga E, Varga M, Dobozy A, et al. Intermittent pneumatic compression acts synergistically with manual lymphatic drainage in complex decongestive physiotherapy for breast cancer treatment-related lymphedema. Lymphology. 2009 Dec;42(4):188-94. Complex Decongestive ITierapy (CDT) [cited 2013 30 December]: Available from: http://www.niIsg.co.uk/Treatment/ CompIex-Decongestive-Therapy-(CDT).aspx.