Bab 21 Penyakit Vaskular.pdf

  • Uploaded by: chan park
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 21 Penyakit Vaskular.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 47,765
  • Pages: 84
////////

'/.•///

BAB 2 1

PENYAKIT VASKULAR

Diagnosis Penyakit Vasl
^/ / / / / / / / / / / /

•////////// ^/ / / ^ / / / / . ' / / / /

Penyakit Pembuluh Getah Bening 1574

4

I L M U PENYAKIT DALAM

Edisi VI 2014

195 DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR Dono Antono, Rachmat Hamonangan

Penyakit vaskular meliputi spektrum yang luas dari

varises vena, atau peradangan lokal pada tungkai. Adanya

penyakit-penyakit yang melibatkan pembuluh dalam

p e m b e n g k a k a n s e l a n j u t n y a harus dapat d i b e d a k a n

sistem sirkulasi baik arteri, vena, maupun limfatik. Penyakit

penyebabnya berasal dari penyakit vena dan limfatik,

arteri koroner, penyakit arteri perifer (karotid, tungkai

trauma, peradangan atau kondisi sistemik seperti gagal

atas, renalis, mesenterika, dan tungkai bawah), aneurisma,

jantung, sirosis, sindrom nefrotik dan lainnya.

penyakit/?oynou/c/, penyakit Buerger, penyakit vena perifer, vena varikosa, trombosis vena (trombosis vena dalam dan

Penyakit Pembuluh Arteri

emboli paru), dan limfedema termasuk dalam kategori

Klaudikasio intermiten merupakan gejala utama dari

penyakit vaskular

penyakit arteri perifer pada tungkai atas dan bawah.

Cakupan spektrum yang luas berpengaruh pada

Penyakit ini sendiri merupakan jenis penyakit arteri perifer

tingginya mortalitas dan morbiditas penyakit vaskular

yang paling sering terjadi. Klaudikasio intermiten terjadi

Untuk itu, diagnosis penyakit vaskular menjadi sangat

karena peningkatan aktivitas otot yang tidak dicukupi

penting, tidak hanya pada pasien simptompatik, namun

dengan pasokan darah yang cukup. Gejala berupa rasa

terlebih pada deteksi awal penyakit vaskular sebagai

nyeri, berat, perasanan terbakar, letih, keram atau tarikan

pencegahan primer mengingat sudah

banyaknya

pada tungkai yang terkena. Gejala muncul pada berbagai

modalitas yang telah dikembangkan.

tingkat aktivitas, membaik dengan istirahat dan mengenai

Anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan

otot pada area yang divaskularisasi pembuluh darah

komponen penting dalam diagnosis penyakit vaskular

yang mengalami lesi Pada kondisi penyakit arteri perifer

dibantu dengan pemeriksaan vaskular lanjutan. Selain itu juga diperlukan pengetahuan pemeriksa dalam anatomi dan fisiologi pembuluh darah

ANAMNESIS Anamnesis

merupakan

tahapan

penting

dalam

m e n g i d e n t i f i k a s i d i a g n o s i s pada k e b a n y a k a n kasus dengan m e n g a r a h k a n pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan kebanyakan penyakit vaskular Gejala yang dirasakan pasien bergantung pada penyakit vaskular yang diderita.Pada pasien dengan penyakir arteri, gejala yang dirasakan dapat dikarenakan stenosis, sumbatan, atau terkadang aneurisma.Sedangkan penyakit vena dan limfatik harus dicurigaipada pasien denganpembengkakan.

Gambar 1. Iskemia tungkai akut

1501

PENYAKIT VASKULAR

1502

yang lebih berat, kebutuhan darah jaringan bahkan tidak

pembedahan, atau adanya riwayat trombosis vena pada

tercukupi pada saat istirahat, menyebabkan kondis yang

keluarga dapat membantu diagnosis. Pada 30% pasien

disebut iskemia tungkai kritis. Gejala yang dirasakan

dengan trombosis vena dalam, akan berlanjut menjadi

berupa nyeri persisten khususnya pada bagian akral.

insufisiensi vena kronik dengan gejala edema unilateral

Pada iskemia tungkai akut, terjadi oklusi total pembuluh

atau bilateral disertai dengan hiperpigmentasi, nyeri, gatal

arteri yang dapat dikarenakan embolime atau trombosis

atau ulkus yang membaik dengan peninggian posisi kaki.

lokal. Gejala muncul terutama pada area di mana tidak

Pada beberapa pasien, gejala diperberat dengan aktivitas

terdapat pembuluh arteri kolateral menimbukan gejala

sehingga disebut dengan klaudikasio vena.

5P - pain (nyeri), pallor (pucat), poikilotermia, parestesia dan paralisis.

Pembengkakan juga muncul pada pasien limfedema. Pembengkakan bersifat unilateral meskipun kadang dapat

Gambaran penyakit arteri perifer lainnya bervariasi.

terjadi bilateral. Kondisi lebih sering terjadi pada usia muda

Pasien dapat mengeluhkan adanya nyeri epigastrik post

(anak-anak dan remaja). Adanya infeksi kuli berulang,

pada

limfangitis, filariasis, trauma, keganasan, dan radiasi

penyakit arteri mesenterika. Adanya hipertensi refrakter

atau pembedahan pada limfonodi merupakan faktor

pada pasien berusia kurang dari 30 atau lebih dari 55

predisposes penting dalam mendiagnosis limfedema.

prandial yang merambat sampai ke punggung

tahun yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi mengarahkan diagnosis penyakit arteri renalis.Penyakit arteri karotis dapat berupa kelainan yang sementara seperti pada serangan iskemik transien (TIA) ataupun menetap seperti pada stroke.

P E M E R I K S A A N FISIS Seperti pada pemeriksaan komprehensif pada umumnya,

Penyakit vaskular dapat m e m b e r i k a n g a m b a r a n

tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi dan

vasospastik, di mana terjadi spasme pada pembuluh arteri

frekuensi pernafasan harus diperiksa.Tekanan darah harus

yang dapat disebabkan primer maupun karena penyakit

diukur di kedua lengan dalam posisi supinasi, duduk dan

tertentu seperti vaskulitis. Gangguan yang paling sering

berdiri. Kondisi umum, simetrisitas dan adanya perubahan

ditemukan adalah fenomena Raynaud.

Pada fenomena

wujud kulit dan edemajuga harus diamati. Warna kulit dan

didapatkan kepucatan atau sianosis pada jari

temperatur dapat memberikan tingkat keparahan perfusi

jari dila mendapatkan paparan suhu dingin. Jari tangan

tungkai, untuk itu tangan kaki dan jari-jari sebaiknya

merupakan area tersering, diikuti dengan jari kaku dan

diperiksa dengan sekasama. Edema dapat diamati secara

Raynaud,

lebih jarang dapat terjadi pada lidah, hidung dan cuping

unilateral pada kondisi trombosis vena dalam, insufisiensi

telinga. Nyeri dapat dirasakan pasien bila terjadi iskemia.

vena kronis dan limfedema.

Kondisi ini akan membaik dengan penghangatan. Bentuk

Ulkus dapat terjadi pada pasien dengan penyakit

lain kelainan vasospastik antara lain akrosianosis, pernio,

arteri obstruktif atau emboli dan bersifat iskemik dengan

dan sindrom nyeri regional kompleks.

bentuk kecil, bulat, pucat, berbatas tegas dan sangat

Penyakit Pembuluh Vena dan Limfatik

tungkai (ujung jari-jari dan tumit) dan memiliki ukuran

Trombosis vena dalam dapat muncul dengan gejala

yang bervariasi. Ulkus diabetikum bersifat neurotropik dan

nyeri.Ulkus iskemik biasanya terletak pada area distal

pembengkakan yang seringknya bersifat unilateral.Rasa tidak nyaman dapat muncul. Faktor risiko dari trombosis seperti adanya periode imobilitas, kanker,trauma.

terjadi pada area yang terdapat kalus, penonjolan tulang dan area yang terpapar trauma ringan seperti gesekan. Tanpa penanganan, ulkus dapat berkembang menjadi gangren di mana area jaringan menjadi mati, berwana hitam dan lembab. Palpasi dilakukan dengan memeriksa pulsasi pada tungkai atas dan bawah. Adanya asimetrisitas, penurunan intensitas dan melemahnya nadi dapat mengarahkan pada penyakit arteri perifer. Pulsasi yang melompat lompat dapat mengarahkan pada diagnosis insufisiensi aorta. Pulsasi yang melebar dapat menunjukkan adanya aneurisma. Pada kondisi arteri yang mengalami stenosis, terkadang dapat dirasakan adanya thrill pada arteri, dan bila dilakukan auskultasi dapat ditermukan adanya bruit. Pemeriksaan Allen

Gambar 2. Edema pitting unilateral pada pasien dengan trombosis vena dalam

dilakukan untuk menentukan

kondisi arkus palmaris. Pada 5-10% populasi dan pasien dengan beberapa penyakit jaringan ikat, tromboemboli

DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR

1503

dan vasculitis seperti tromboangitis obliterans pemeriksaan

lutui pasien dan secara paksa mendorong pergelangan

ini akan positif. Pemeriksaan dilakukan dengan menekan

kaki ke posisi dorsofleksi. Adanya nyeri betis dengan

arteri ulnaris dan radialis sampai tangan pasien menjadi

maneuver ini, menandakan adanya trombosis pada venda

pucat kemudian melepascan salah satu arteri selama 1

dalam. Pemeriksaan ini sudah sering ditinggalkan karena

denyutan. Pada orang normal, warna tangan akan kembali

dianggapp tidak reliabel, tidak sensitif dan spesifik.

seperti sebelumnya, sedangkan pada pasien dengan arkus palmaris yang inkomplit atau terganggu, warna tidak kembali atau hanya kembali sebagian.

Gambar 3. Pemeriksaan Allen

Manuver Thoracic

Outlet

dilakukan pada pasien

Gambar 5. Tanda Homan

dengan sindrom thoracic outlet yang merupakan kondisi adanya penekanan pada komponen neurovaskular ketika keduanya keluar dai rongga dada dan dapat mengenai komponen pleksus brakialis dan arteri/vena subklaivia dan aksila. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa denyut nadi arteri radialis dan auskultasi arteri subklavia pada fossa supraventrikulan Manuver dinyatakan positif bila terdapat bruit subklavia diikuti dengan hilangnya denyut pada arteri radialis. Beberapa maneuver yang bisa dilakukan Antara lain maneuver Adson, dan

Costoclavicular

Hiperabduction.

PEMERIKSAAN

PENUNJANG

Beberapa metode pemeriksaan penunjang

dapat

digunakan sebagai lini pertama dalam penapisan penyakit vaskular antara lain pemeriksaan fisiologis dalam bentuk pemeriksaan tekanan segmenral, pengukuran volume nadi (pletismografi), dancontinous

wave Doppler,

serta

ultrasonografi dupleks. Pemeriksaan tekanan segmental dapat digunakan untuk m e m b a n t u d i a g n o s i s p e n y a k i t arteri perifer dengan menunjukkan ketinggian dan jangkauan obstruksi terlebih bila digunakan bersama dengan plaetismografi (pengukuran volume nadi). Pengukuran dilakukan dengan mengukur terkanan darah tungkai pada posisi supinasi dengan spigmomanometer dibantu dengan instrumen Doppler

Cuff diposisikan pada proksimal arteri yang

diperiksa dan tekanan sistolik m a s i n g - m a s i n g arteri dibandingkan. Pemeriksaan dilakukan pada tungkai atas dan bawah kanan dan kiri. Perbedaan tekanan arteri yang sama pada kanan dan kiri yang melebihi ZOmmHg mengindikasikan adanya stenosis pada tekanan yang lebih rendah. Ankle Brachial Index (ABI) dapat diukur dengan membagikan terkanan pergelangan kaki dengan tekanan arteri brakialis. Nilai ABI normal berkisar 1,0-1,4. Nilai ABI <0,9 merupakan penanda diagnosis penyakir arteri perifer Gambar 4. Manuver thoracic outlet

tungkai bawah yang cukup baik dengan sensitivitas 96100%danspesifisitas79-95%.Nilai ABI > 1.4 menunjukkan adanya kekakuan vasklar [vascular

stiffness).

Salah satu pemeriksaan tradisional dalam membantu mengarahkan pada diagnosis trombosis vena dalam adalah

Tekanan darah pergelangan kaki (mmHg)

tanda Homan.Pemeriksaan dilakukan dengan menekuk

Tekanan darah brakialis tertinggi (mmHg)

PENYAKIT VASKULAR

1504

Pletismografi dapat digunakan bersama d e n g a n s p i g m o m a n o m e t e r pada pengukuran tekanan darah

ultrasonografi juga beragam (46-86%) dalam mendeteksi sternosi arterial.

segmental. Ptetismografi digunakan untuk mengukur perubahan volume pada setiap segmen tungkai. Bentuk gelombang nadi dapat dievaluasi untuk menilai ada tidaknya penurunan volume darah akibat stenosis arteri. Bentuk gelombang volume nadi yang normal dimaulai dengan upstroke yang tajam diikuti dengan dengan adanya takik dicrotic.

downstroke

Adanya stenosis akan

m e n g u b a h kontur menjadi s e m a k i n datar. S e b e l u m digeseroleh Duplex ultrasound, ptetisimografi merupakan pemeriksaan nonivasif yang paling sering digunakan

Gambar 7 Gambaran Doppler pada pasien dengan stenosis arteri femoralis superfisial menunjukkan adanya stenosis yang dibuktikan dengan angiografi

dalam diagnosis trombosis vena dalam. Pemeriksaan dupleks pada vena eksremitas dapat mengevaluasi adanya trombosis pada vena dalam secara non invasif. Pada g a m b a r a n n o r m a l , vena memiliki dinding yang tipis dan luman yang bebas ekoik. Dalam p e m e r i k s a a n , ada 4 hal y a n g harus dinilai yaitu (1) Variasi pada fase respirasi, di mana aliran darah vena akan menurun selama inspirasi dan meningkar selama ekspirasi pada ekstremitas bawah dan sebaliknya pada ekstremitas atas; (2) Peningkatan dengan penekanan distal, kecepatan aliran darah akan meningkat dengan penekanan pada distal ekstremitas dan pelepasan penekanan pada Gambar 6. Pencatatan volume nadi. Gelombang normal memiliki fitur tanjakan tajam, takik dikrotik dan periode diastasis. Keabnormalitasan menunjukkan hilangnya fitur-fitur tersebut

proksimal ekstremitas; (3) Aliran darah selalu mengarah ke jantung; dan (4) Variasi dengan maneuver valsava, di mana dengan melakukan valsava, akan meningkatkan aliran darah pada ekstremitas bawah dan sebaliknya menurunkan aliran darah pada ekstremitas atas. Adanya ketidaknormalan pada salah satu penilaian menunjukkan

PEMERIKSAAN

adanya gangguan pada sistem vena

PENCITRAAN

Pemeriksaan Ultrasonografi Ultrasonografi adalah salah satu modalitas pencitraan vaskular yang reliable.

Ultrasonografi bekerja dengan

memancarkan gelombang yang akan

memantui

bertanggung dari kepadatan objek dan memberikan g a m b a r a n j a r i n g a n . Ultrasonografi dapat m e m b a n t u dalam menegakkan diagnosis anurisma aorta abdominal, stenosis arteri renalis, penyakit arteri perifer Hal terpenting dari ultrasonografi vaskular adalah untuk menentukan kecepatan aliran darah dalam pembuluh. Adanya gangguan

Gambar 8. Gambaran Doppler pada pasien dengan trombosis vena dalam menunjukkan gambaran trombus pada vena poplitealyang menyebabkan oklusi total

pada dinding pembuluh akan menyebakan perubahan

Beberapa pemeriksaan invasif dapat digunakan untuk

kecepatan aliran serta terjadinya turbulensi pada aliran

membantu m e n e g a k k a n diagnosis penyakit vaskular

y a n g n o r m a l n y a laminar, s e h i n g g a

memungkinkan

b e b e r a p a di a n t a r a n y a a d a l a h Magnetic

pemeriksa untuk mendeteksi dan menilai adanya stenosis

Angiography

pada pembuluh serta merencanakan terapi. Kekurangan

(CTA) dan Angiografi.

(MRA), Computed

Tomography

Resonance Angiography

dari ultrasonografi adalah adanya gambaran artifak yang kadang terjadi. Adanya objek padat seperti kalsifikasi pada dinding pembuluh darah akan mengganggu gambaran

PEMERIKSAAN

MRA

jaringan yang lebih dalam. Ultrasonografi j u g a hanya bersifat fokal dan tak dapat menunjukkan keseluruhan

Magnetic

proses patologis yang terjadi bersamaan. Sensitivitas

pencitraan dalam m e m p e r o l e h g a m b a r a n p e m b u l u h

Resonance

Angiography

(MRA) adalah teknik

DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR

1505

darah menggunakan teknologi pencitraan magnetik.

P E M E R I K S A A N CTA

Pemeriksaan MRA didasarkan pada properti magnetik dasar pada jaringan manusia dan pemanfaatan propertk ini

Dalam perkembangannya, CT telah banyak digunakan

sebagai kontras jaringan. Pencitraan MRA berfokus pada

dalam diagnosis penyakit vaskular Computed

pergerakan darah dalam pembuluh darah dan menhiraukan

Angiography

jaringan yang tidak bergerak. Teknik ini bermanfaat dalam

terakhir sebagai modalitas pencitraanpada banyak kondisi

penatalaksanaan komponen-komponen vaskular seperi

n e u r o v a s k u l a r t e r m a s u k d a l a m m e n g e v a l u a s i arteri

aorta dan pemmbuluh arteri perifer MRA dibandingkan

karotis, stroke iskemik dan perdarahan, kelainan vaskular

dengan ultrasonografi memiliki sensitifitas dan spesifisitas

intrakranial dan trauma kranioservikal. Meskipun memiliki

Tomographic

{CTA) sudah banyak digunakan pada dekade

yang lebih tinggi (84% dan 97%) dalam mendeteksi

beberapa keterbatasan dalam adanya artifak, namun CTA

stenosis pada segmen-segmen arteri.Keunggulanlain MRA

terbukti mampu diterima sebagai salah satu pemeriksaan

adalah tidak diperlukannya penggunan kontras. Meskipun

penunjang yang bermanfaat. CTAjuga bila dibandingkan

demikian, beberapa kekurangan MRA perlu diperhatikan

dengan pemeriksaan ultrasonografi dan MRA memiliki

antara lain kondisi pasien yang harus dalam keadaan diam

sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi y a n g

dalam hitungan menit, serta keberadaan klip ataupun alat

mendekati 99%. Beberapa studi telah membandingkan

pacu jantung pada pasien yang merupakan kontraindikasi

CTA dengan modalitas lainnya, dan mendapatkan bahwa

dilakukannya MRA. Serta adanya turbulensi dalam aliran

CTA merupakan modalitas yang sensitif dan spesifik

darah dapat mempengaruhi hasil MRA

untuk kebanyakan kelainan vaskular dengan diameter

Beberapa waktu ini, telah dikenalkan Contast

Enhanced

MRA (CE-MRA).Modalitas pencitraan ini menggunakan Gadolinium sebagai kontras untuk

mempertajam

luman >2mm.Pemeriksaan CT pada pasien j u g a akan memaparkan pasien pada radiasi ionisasi yang cukup tinggi.

pencitraan dan meminimalisis kelemahan yang ada pada

CT juga memiliki manfaat dalam diagnosis penyakit

MRA.Dengan CE-MRA, hasil pencitraan yang reliabel

vena. CT venografi memiliki spesifisitas dan sensitivitas

dapat diperoleh dalam berbagai kondisi aliran darah

yang tinggi pada pasien degnan trombosis vena dalam

dalam pembuluh.

bila dibandingkan dengan ultrasonografi

Gambar 10. Pemeriksaan CT angiografi menunjukkan adanya stenosis pada arteri iliofemoral kanan, femoropopliteal, pada dan krural Angiografi Angiografi kontras menlalui kateter masih merupakan metode standar dalam mendiagnosis penyakit-penyakit vaskular Angiografi mampu dengan baik memberikan informasi struktur dan fisiologi pembuluh darah dan terapi terbaik yang dapat diberikan. Karena sifatnya yang invasif, harus dipertimbangkan beberapa komplikasi antrara lain yang terkait area akses angiografi, komplikasi sistemik dan komplikasi yang d i k a r e n a k a n kateter.Komplikasi pada akses vaskular meliputi terjadinya hematoma, perdarahan retroperioneal, formasi pseudoaneurisma, infeksi, dan yang paling sering, Gambar 9. Pemeriksaan CE-MRA menggunakan Gadolinium menunjukkan oklusi arteri femoropopliteal bilateral

perdarahan. Komplikasi sistemi erat kaitannya dengan alergi dan reaksi anafilakti, serta neftotoksisitas yang dipicu penggunaan kontras. Penggunaan kateter dalam

1506

teknik ini juga meningkatkan risiko terjadinya ateroemboli karena dapat mengganggu plak aterosklerosis yang sudah ada.

Gambar 11. Gambaran angiografi dengan kateter pada pasien menunjukkan stenosis arteri renalis bilateral

REFERENSI AbuRahma A F , Bergan JJ. Noninvasive Vascular Diagnosis, A Pratical Guide to Therapy, 2"^' ed. London: Springer-Verlag; 2007. Al-Qaisi M, Nott D M , King D H , Kaddoura S, Hamady M. Imaging of Peripheral Vascular Disease. Medical Imagin 2009;2: 2534 Creager M A , Beckman, JA, Loscalzo J. Vascular Medicine, A Companion to Braunv^'ald's Heart Disease, 2"'' ed. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2013. Fleischmann D, Hallett R L , Rubin G D . C T Angiography of Peripheral Arterial Disease. J Vase Interv Radiol 2006; 17:326 Mohler ER, Gerhard-Herman M, Jaff MR. Essential of Vascular Laboratory Diagnosis. Massachusetts: Blackwell; 2005. Mansour MA, Labropoulos N, Vascular Diagnosis. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2005. Schaberle W. Ultrasonography in Vascular Diagnosis. New York: Springer-Verlag; 2011.

PENYAKIT VASKULAR

196 ANEURISMA AORTA Refli Hasan

PENDAHULUAN Aorta adalah pembuluh darah arteri yang terbesar, dan membawa darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh, melalui cabang-cabang arteri. Aorta keluar dari ventrikel kiri memanjang mulai dari katup aorta di dada ke abdomen, kemudian bercabang menjadi arteri iliaka komunis. Sepanjang perjalanannya aorta secara anatomi dibagi menjadi aorta torakalis (komponen dada) dan aorta abdominalis (komponen perut). Selanjutnya aorta torakalis terbagi menjadi segmen ascending

(terdiri

dari aortic root, sinus valsava, segmen tubular), arcus (terdiri dari p e m b u l u h - p e m b u l u h darah besar), dan descending. suprarenal

Aorta abdominalis terbagi menjadi segmen dan infrarenal,

(Gambar 1 ) .

AORTA Dinding aorta sangat elastis, dan secara normal dapat meregang dan kemudian menyusut kembali sesuai yang diperlukan, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah. Pada orang dewasa diameter pangkal aorta sekitar 3,0 cm, 2,5 cm pada bagian yang menurun di toraks, 1, 8-2,0 cm pada abdomen. Dinding aorta terdiri dari tunika intima yang tipis, tersusun dari endotel, jaringan ikat sub-endotel, dan lamina elastika interna; tunika media yang tebal, tersusun dari sel-sel otot polos, dan matriks ekstraselular; dan tunika adventisia yang secara umum

karena adanya sifat-sifat biomekanis jaringan elastin dan

tersusun dari jaringan ikat (Gambar 2).

kolagen pada tunika media dan tunika adventisia.

Aorta mempunyai peranan untuk mentransmisikan

Aorta melebar pada saat sistole untuk memungkinkan

tekanan darah arteri yang berpulsasi ke seluruh titik

menampung porsi stroke volume, dan rekoil (mengecil)

cabang arteri, hal ini bergantung kepada kemampuan

selama diastole menyebabkan darah berkesinambungan

aorta sebagai saluran yang elastis. Oleh karena itu dinding

mengalir ke perifer Akibat secara terus-menerus terpapar

aorta memiliki gaya peregangan terhadap siklus perubahan

tekanan yang berpulsasi dan regangan, menyebabkan

bentuk, resisten terhadap kerusakan struktur, dan juga

aorta rentan terhadapjejas dan penyakit, sehingga dapat

mempunyai daya tahan. Kemampuan ini dimungkinkan

terjadi aneurisma. 1507

PENYAKIT VASKULAR

1508

menjadi penyebab kematian ke-15 pada individu di atas usia 65 tahun. Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) adalah bentuk a n e u r i s m a aorta y a n g paling sering d i j u m p a i , AAA mengenai 3%-9% pada pria usia di atas 60 tahun. Ruptur aneurisma ini menyebabkan kematian sekitar 15. 000 orang per-tahun di Amerika Serikat. Hampir seluruhnya timbul di aorta infra-renal, lebih dari 10% terdapat di aorta pararenal atau aorta viseral. Prevalensi AAA 5 kali lebih tinggi pada pria dibanding wanita, dan insidensinya berkaitan dengan faktor usia, yang secara umum terjadi diatas usia 60 tahun. AAA j u g a berkaitan erat dengan rokok. Perokok dan mantan perokok memiliki risiko 5 kali lebih besar dibandingkan yang tidak merokok. Faktor risiko lain meliputi emfisema, hipertensi, hiperlipidemia dan lebih dari 20% penderita AAA memiliki riwayat keluarga dengan aneurisma aorta. A n e u r i s m a A o r t a T o r a k a l i s (AAT) lebih s e d i k i t kejadiannya dibanding AAA, dengan perkiraan insidensi 5. 9-10. 4 penderita aneurisma baru per-100. 000 orang per-tahun. Pada pasien-pasien dengan AAT degeneratif Gambar 2. Dinding Aorta, I: Tunika Intima, M : Tunika Media, A : Tunika Adventisia

diagnosa umumnya diketahui pada dekade keenam dan ketujuh dari kehidupan. AAT dapat melibatkan arkus, ascending dan/atau aorta descending. Aorta ascending yang paling umum (60%), descending (35%) dan arkus

DEFINISI

(<10%).

Aneurisma didefinisikan sebagai dilatasi patologis suatu

dinding aorta juga meningkat, risiko untuk ruptur dan

segmen pembuluh darah. Aneurisma melibatkan ketiga

diseksi aorta juga meningkat. Untuk AAT dengan diameter

lapisan dinding pembuluh darah, dimana dinding aorta

dibawah 4 cm, rata-rata kejadian ruptur atau diseksi lebih

Sejalan dengan pembesaran aneurisma, tekanan pada

intak, tapi berdilatasi, dan hal ini yang membedakannya

kecil dari 3%/tahun. Untuk AAT dengan diameter lebih dari

dari pseudoaneurisma {false aneurysms),

6 cm, perkiraan ruptur atau diseksi adalah 6. 9%/tahun,

yaitu adanya

lesi yang timbul akibat perdarahan melalui dinding

dengan keseluruhan angka mortalitas 1 1 . 8%/tahun.

aorta, menimbulkan hematoma periaortik yang dapat disebabkan oleh trauma, atau ulkus penetrasi. Istilah aneurisma aorta mengacu kepada segmen

PATOGENESIS

patologis dari dilatasi aorta yang memiliki kecendrungan untuk berkembang dan ruptur Perkembangan dari dilatasi

P e m a h a m a n akan patogenesis dari aneurisma aorta

aorta yang dapat dianggap sebagai suatu aneurisma

(AA) akan bermanfaat untuk studi lebih lanjut guna

masih diperdebatkan, kecuali satu kriteria yaitu adanya

pengembangan pedoman penatalaksanaan.

p e n i n g k a t a n d i a m e t e r s e d i k i t n y a 5 0 % lebih b e s a r

The Vascular Biology Research Program of the National

dibandingkan terhadap nilai ekspektasi untuk segmen

Heart,

aorta yang sama, pada individu normal dengan umur dan

menyimpulkan patogenesis aneurisma aorta abdominalis

jenis kelamin yang sama.

dalam 4 tahapan:

EPIDEMIOLOGI

Lung and Blood

Institute

(Wasseff et al, 2001)

1.

Degradasi proteolitik dinding aorta

2.

Inflamasi dan respons imun

3.

Stres biomekanik dinding aorta

4.

Faktor genetik

Aneurisma aorta jarang dijumpai pada ras afrika-amerika, asia dan pada orang-orang keturunan hispanik. Data

D e g r a d a s i Proteolitik D i n d i n g A o r t a

terbaru dari Centers for Disease Control and

Integritas dinding aorta tergantung pada keseimbangan

menunjukkan bahwa penyakit aneurisma

Prevention menjadi

remodeling dari matriks ekstraselular (ECM), terutama

penyebab kematian ke-18 dari semua individu, dan

sekali elastin, kolagen dan sel otot polos vaskular (VSMCs).

ANEURISMA AORTA

Pembentukan aneurisma mengikutsertakan

1509

proses

dan ECM. Hasil dari respons inflamasi meningkatkan

kompiek pengrusakan media aorta melalui degradasi

pengeluaran molekul adesi, growth factors,

elastin dan kolagen. Elastin merupakan komponen utama

kemokin, yang memfasilitasi pengumpulan dan aktivasi

sitokin dan

tunika media, protein lamelar ECM yang mengandung

lokal dari sel-sel inflamasi dan remodeling matriks. Selain

monomer tropoelastin larut. Pembentukan elastin oleh

itu, sel-sel imun (makrofag, sel mass, limfosit T dan B,

V S M C s berhenti saat p e n d e r i t a d e w a s a , karena itu

netrofil, VSMCs dan fibroblas adventisial) memproduksi

elastin memiliki waktu paruh 40-70 tahun. Hal ini dapat

sitokin dan enzim, merangsang reaksi inflamasi, degradasi

menjelaskan predisposisi usia tua untuk terbentuknya AA.

matriks ekstraselular, dan neovaskularisasi. Inflamasi

Normalnya lebih dari 9 9 % elastin di arteri dijumpai dalam

vaskular merupakan proses produksi pengumpulan subtipe

bentuk insoluble cross-linked yang dapat meregang hingga

leukosit aktif ke dinding pembuluh darah, merangsang

70% dari panjang awal. Kolagen merupakan komponen

interaksi kompiek dengan sel di vaskular dan ECM. Poses ini

utama pada tunika adventitia dan dijumpai lebih sedikit

dimulai dan diperhebat oleh sekresi lokal dari molekul adesi,

pada media. Kolagen berperan penting untuk kekuatan dan

faktor kemotaktik dan sitokin, yang mana tanda proses ini

ketahanan dinding arteri. Berbeda dengan elastin, kolagen

terjadi berupa kerusakan vaskular dan diakibatkan oleh

disintesis selama hidup, karena itu kandungan kolagen

peptida vasoaktif (Angiotensin II), ligand CD40, kolesterol

mempresentasikan efek sintesis dan degradasi. VSMCs

teroksidasi, dan produk akhir glikasi.

membentuk elemen penting dan menghasilkan mediator yang berperan dalam penyakit AA dengan memproduksi TGF-betal, ECM dan proteolisis inhibitor Kepadatan VSMC tergantung pada usia, jenis kelamin dan lokasi dari nonaterosklerosis aneurisma. Apoptosis VSMC dihubungkan dengan penebalan fibrous cap, pembesaran inti nekrosis, kalsifikasi plak, ekspansi medial dan degenerasi, hancurnya elastin, dan gagalnya remodeling. Terjadinya a n e u r i s m a m e n g i k u t s e r t a k a n

Angiotensin II (Ang II) merupakan peptida efektor utama dalam sistem renin-angiotensin. Selain sebagai vasokonstrlktor yang poten, Ang II merangsang aktivitas pro-inflamasi pada dinding vaskular, merangsang produksi sitokin inflamasi, molekul adesi, dan pembentukan reactive oxygen species (ROS), menghasilkan akumulasi makrofag, diferensiasi miofibroblas, dan dilatasi aorta terlokalisasi yang diikuti diseksi.

proses

Pada p e n e l i t i a n S a t o h dan k a w a n - k a w a n

pada

k o m p l e k s p e n g r u s a k a n l a p i s a n m e d i a dan l a m i n a

aneurisma aorta abdominal, dikaitkan dengan peran

aorta melalui degradasi elastin dan kolagen. Hal ini

Siklopilin A. Siklopilin A adalah suatu peptidyl-prolyl

menyebabkan menurunnya kekuatan dinding aorta yang

isomerasi A, dikenal sebagai imunophilins. Suatu reaktif

dapat mengarah menjadi aneurisma. Pembentukan AAA

oksigen yang dapat memicu aktivasi MMP2 yang pada

secara in vivo menunjukkan adanya peranan berbagai

akhirnya akan mengakibatkan terjadinya aneurisma aorta

protease, termasuk serin protease dan cathepsins. Model

(Gambar 3).

ini, sebagaimana studi pada jaringan aorta manusia, menduga peran penting dari matrix metalloproteinase (MMP) yang berasal dari makrofag dan sel otot polos aorta dalam pembentukan aneurisma. M M P , juga dikenal dengan matriks metallopeptidase,

Stres Biomekanik Dinding A o r t a Patobiologi dari AA diduga melalui proses multifaktorial, termasuk proses biologi, biomekanik, dan biokimia. Peran dari faktor biomekanik pada patobiologi AA sangat sedikit

atau, matriksins, tergabung dalam keluarga zinc

diketahui. Secara umum dianggap bahwa AAA dapat

endoproteinase. MMP dijumpai pada berbagai organisme,

terus membesar, diseksi dan bahkan berpotensi ruptur

mulai dari bakteri dan t a n a m a n , hidra dan c a c i n g ,

saat stress pada dinding melewati kekuatan dinding.

sampai manusia. Selama proses aneurisma aorta,

Tekanan y a n g disebabkan oleh cairan pada dinding

keseimbangan remodeling dinding aorta terutama

arteri dibagi tiga: (1) tekanan hidrostatik, (2) peregangan

degradasi elastin dan kolagen, mengarah ke perlemahan

sirkumferensial menyebabkan tekanan longitudinal, dan

dinding aorta dan dilatasi aneurisma. MMP memainkan

(3) stres akibat aliran darah.

peran penting dalam kontrol inflamasi, terutama dalam hal rusaknya dinding aorta. Inhibisi farmakologi dari MMP menggunakan tissue inhibitor of metalloproteinases ( T I M P s ) dan a l f a Z m a k r o g l o b i n m e n u n j u k k a n d a p a t menekan pembentukan aneurisma pada hewan.

Walaupun rupturdianggap sebagai ketidakseimbangan antara stress dinding dengan kekuatan dinding, pengukuran kekuatan dinding yang akurat secara in vivo tidak memungkinkan. Oleh karena itu, penilaian stress pada dinding kemungkinan tidak berguna untuk memperkirakan risiko ruptur tanpa mengetahui kekuatan

Inflamasi dan Respons Imun

dinding. Bagaimanapun juga, dengan

Respons inflamasi vaskular melibatkan interaksi kompiek

perkembangan pasien dan menilai tekanan pada dinding

mengikuti

antara sel inflammasi (limfosit, monosit, makrofag, netrofil),

aorta mungkin dapat berguna untuk menilai stabilitas

sel vaskular endotelial, V S M C s , fibroblas adventisial

dari aneurisma.

PENYAKIT VASKULAR

1510

Matriks Spesies A-^okgigen reaktif

Angiotensin

reaktif



Siklofilin A — ^ , Ma^fs ^^^^tf 4 ^;>\metaloproteinase-2 ^ matriks

Apoptosis polos

sel-sel otot polos

Gambar 3. Angiotensin I I , Siklopillin A ( cyclophillin A ) dan terjadinya aneurisma aorta abdominal

Faktor Genetik

pembuluh darah yang lain. Proses aterosklerosis yang

Riwayat keluarga diketahui sebagai faktor risiko untuk

meliputi proses akumulasi leukosit, proses pembentukan

terjadinya AAA. Diperkirakan sekitar 15% pasien AAA

foam cell, proses evolusi plak, dan plak yang tidak stabil

memiliki riwayat keluarga. Analisa hubungan genetik

atau plak ruptur. Proses aterosklerosis ini t e r u t a m a

keluarga dengan AAA diidentifikasi pada dua lokasi yang

merusak tunika intima, yang disebut atheroma atau

dapat menyebabkan AAA. Lokasinya yaitu pada kromosom

atheromatous atau plak fibropatty', yang masuk ke lumen

19q13 dan 4 q 3 1 . Ada banyak kandidat gen pada dua

arteri dan melemahkan tunika media, yang berkaitan

regio ini yang dapat dihubungkan dengan pembentukan

dengan kalsifikasi.

AAA, namun tidak satupun polimofisme genetik atau defek teridentifikasi secara positif berhubungan dengan pembentukan AAA.

P r o s e s N e k r o s i s Kistik M e d i a l Istilah nekrosis kistik medial {cystic

medial

necrosis)

dikemukakan pertama kali oleh Erdheim pada tahun 1930, dalam penelitiannya terkait sindrom Marfan. Nekrosis kistik ETIOLOGI Etiologi dari a n e u r i s m a a o r t a diantaranya adalah : 1.

Degeneratif (aterosklerosis): usia, riwayat merokok c e r u t u , j e n i s kelamin laki-laki, riwayat keluarga aneurisma aorta, hiperkolesterol

2.

Nekrosis kistik medial: sindrom marfan, sindrom Ehlers-

3.

Diseksi aorta kronis

4.

I n f e k s i : sifilis, tuberculosis

5.

Trauma

Danlos tipe IV, riwayat keturunan, katup aorta bicuspid

Proses Degeneratif (Aterosklerosis) Proses aterosklerosis memegang peranan utama pada kerusakan aorta, dimana proses ini dapat juga terjadi pada

medial {cystic medial

necrosis)

adalah suatu gambaran

histopatologik yang menjelaskan proses degenerasi dari kolagen dan jaringan elastin pada tunika media aorta, dan hilangnya sel medial yang diganti dengan bahanbahan mukoid. Umumnya proses nekrosis ini terjadi pada proksimal aorta, yang mengakibat kelemahan lingkar dan dilatasi dinding pembuluh darah. Kejadian ini sering terjadi pada pasien dengan sindrom Marfan dan Ehlers-Danlos tipe IV. Faktor genetik yang berperan pada sindrom Marfan dan Ehlers-Danlos tipe IV adalah mutasi dari gen yang menyandi fibrilin-1 dan prokolagen tipe III. Ditemukan adanya lokus pada kromosom 5q13-14, 11q23. 3-q24, dan 3p24-25. Sindrom lain yang terkait adalah sindrom LoeysDietz, dengan mutasi genetik receptor TGF-B (TGFBR1 dan TGFBR2).

ANEURISMA AORTA

1511

Faktor Diseksi A o r t a K r o n i s Proses diseksi aorta yang melemahkan dinding aorta, dapat berlanjut ke dilatasi dinding aorta. Hal ini perlu pemantauan ketat secara teratur dengan alat pemeriksaan penunjang trauma. Sedangkan trauma yang dimaksud adalah trauma benda tajam atau tumpul pada dada, khususnya aorta desenden dekat insersi ligamentum arteriosum. Faktor Infeksi d a n Vaskulitis Faktor infeksi yang berperan adalah penyakit sifilis, penyakit tuberkulosis dan infeksi lainnya. Aneurisma aorta pada Penyakit sifilis ditemukan 9 0 % di daerah aorta asending atau arkus aorta. Proses yang terjadi adalah proses inflamasi pada periaorta dan mesoaorta jaringan elastin, sehingga dinding aorta akan menipis dan melemah. Sedangkan proses spesifik tuberkulosis berasal dari infeksi langsung dari kelenjar getah bening hilus terinfeksi, atau abses di hilus. Dapat juga karena kerusakan elastik dari dinding aorta akibat dari proses dektruksi granulomatosa pada dinding medial. Infeksi lainnya bisa disebabkan oleh bakteri stafilokokus, streptokokus,

Gambar 4a. A : Aorta Normal, B : AAT, C: AAA.

salmonella atau infeksi j a m u r Umumnya ditemukan kultur darah yang positif. Vaskulitis yang berkaitan dengan aneurisma aorta adalah penyakit Takayasu arteritis, giant cell arteritis, dan proses inflamasi spondyloartropati. Penyakit Takayasu ini umumnya menyerang wanita, usia rata-rata 29 tahun, umumnya menyerang aorta di luminal. Penyebabnya masih belum diketahui. Sedangkan giant cell arteritis selain menyerang arteri di temporal atau

Intima

cranial juga dapat menyerang aorta dan mengakibatkan

' I Sakular Fusiformis i ' 1 ' Aneurisma sejati

aneurisma. Spondyloartropati misalnya adalah ankylosing spondylitis terkait dengan inflarnasi pada jaringan yang

Aneurisma palsu

kaya fibrilin-1.

KLASIFIKASI Aneurisma diseksi

Aneurisma aorta dapat diklasifikasikan atas fusiform atau saccular. Aneurisma fusiform adalah yang paling umum ditemui, ditandai oleh pelebaran simetris secara

Gambar 4b. True aneurysms, false aneurysms, diseksi aneurisma.

umum, dengan bentuk yang cukup seragam, dan melibatkan sekeliling dinding aorta. Aneurisma saccular m e n u n j u k k a n dilatasi lokal y a n g m e l i b a t k a n hanya sebagian dari keliling dinding aorta, muncul sebagai

menghindari komplikasi yang mengancam nyawa, yaitu ruptur atau diseksi aorta

suatu kantong yang keluar dari dinding pembuluh darah (Gambar 4a, 4b). Aneurisma aorta berdasarkan lokasi yang terkena, dapat diklasifikasikan menjadi aneurisma aorta abdominal (AAA) dan aneurisma aorta torakal (AAT). Epidemiologi, patofisiologi dan penatalaksanaan sangat bergantung pada lokasi anatomis dari lesi. Untuk aneurisma aorta dimanapun lokasinya, tujuan dari penatalaksanaan adalah

DIAGNOSIS Diagnosis a n e u r i s m a aorta d i t e g a k k a n b e r d a s a r k a n anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis aneurisma aorta torakalis umumnya asimtomatik, tetapi bila aneurisma membesar dapat menekan dan m e n g a k i b a t k a n erosi j a r i n g a n sekitar.

1512

PENYAKIT VASKULAR

maka keluhan yang timbul berupa nyeri dada, sesak

Ekokardiografi

napas, batuk, wheezing, atau pneumonia rekuren, akibat

Gambaran ekokardiografi yang perlu dicari pada dugaan

dari efek penekanan dari trakea dan bronkus utama.

aneurisma aorta torakalis adalah mengukur diameter aorta

Sedangkan suara serak terjadi akibat kompresi pada

relatif terhadap diameter yang diperkirakan berdasarkan

nervus rekurens laringeus dan disfagia akibat kompresi

umur dan besar tubuh (Gambar 6).

pada esofagus. Pada ruptur aneurisma aorta torakal bisa ditemukan keluhan sindrom akut aorta berupa nyeri dada hebat, baik di leher, punggung dan a b d o m e n , disertai tanda-tanda syok. Aneurisma aorta abdominal u m u m n y a j u g a asimtomatik, tetapi risiko menjadi ruptur pada diameter lebih dari 5 cm menjadi lebih besar dan dapat menimbulkan gelaja nyeri a b d o m e n akut dan hipotensi mendadak. Nyeri abdomen menjalar ke bokong dan kaki disertai dengan tanda-tanda syok, gangguan

USG Abdomen USG dapat dengan mudah mendeteksi aneurisma aorta abdomen, dan aneurisma ditemukan pada pemeriksaan pasien tanpa disengaja (Gambar 7). C T Scan d e n g a n K o n t r a s CT scan dipergunakan untuk deteksi lebih lanjut ukuran

kesadaran mulai dari anxietas sampai koma, muntah, dan Iain-Iain. Pada pemeriksaan fisis aneurisma aorta torakalis terjadi dilatasi aorta yang dapat menyebabkan regurgitasi aorta yang berujung pada gagal j a n t u n g kronik, dan penekanan pada vena kava superior yang bermanifestasi edema pada leher, muka, dan extremitas superior Sedangkan pada aneurisma aorta abdominal bisa ditemukan massa yang berpulsasi, luas, tidak nyeri bila ditekan, dan pada saat pemeriksaan penunjang ditemukan secara kebetulan seperti foto polos abdomen atau USG abdomen. Saat aneurisma semakin membesar, pasien umumnya mengeluhkan nyeri abdomen, pinggang, atau skrotum disertai perut yang berdenyut. Pada aneurisma aorta abdominalis dapat disertai trombus yang bila lepas terjadi e m b o l i arteri di t u n g k a i b a w a h y a n g memperlihatkan gambaran livedo retikularis.

PEMERIKSAAN

PENUNJANG

F o t o Toraks

Gambar 6. Ekokardiografi aneurisma aorta torakalis

Umumnya ditemukan pelebaran bayangan mediastinum dan letak trakea yang terdorong, kompresi trakea atau cabang bronkus kiri yang tergeser atau tertekan (Gambar 5).

Gambar 5. Foto toraks dengan pelebaran mediastinum

Gambar 7. USG Aneurisma aorta abdominalis

ANEURISMA AORTA

1513

dari aneurisma aorta dan merupakan metode yang sangat

PENATALAKSANAAN

akurat untuk mendiagnosa adanya aneurisma maupun Penatalaksanaan awal pada pasien dengan aneurisma

mengetahui ukuran aneurisma (Gambar 8).

aorta adalah dengan cara mengontrol penyakit yang Aortografi Merupakan pemeriksaan baku emas {goldstandard)

dapat m e m p e r b u r u k A A , yaitu m e n g o n t r o l t e k a n a n adanya

d a r a h , optimalisasi profil lemak, berhenti m e r o k o k ,

aneurisma a o r t a , dapat menunjukkan semua bagian

d a n m e r e d u k s i hal lain y a n g d a p a t

anatomi dan bagian aorta yang terlibat (Gambar 9).

aterosklerosis.

menyebabkan

Pada pasien dengan hipertensi sebaiknya target tekanan darah di bawah 140/90 m m H g pada pasien t a n p a d i a b e t e s atau di bawah 130/80 m m H g pada pasien dengan diabetes. Obat antihipertensi yang jadi pilihan adalah anglotensin-converting angiotensin

reseptor

blockers,

enzyme

inhibitor,

dan beta

adrenergic-

blocker. P e n a t a l a k s a n a a n dengan statin untuk mencapai target LDL kolesterol kurang dari 70 mg/dl untuk pasien d e n g a n risiko yang setara dengan penyakit j a n t u n g koroner seperti penyakit aterosklerotik nonkoroner, A A aterosklerotik, dan pada risiko tinggi timbulnya penyakit j a n t u n g koroner akibat kejadian iskemik The National

Cholesterol

Education

koroner.

Program

ATP

III

merekomendasikan pasien aterosklerosis nonkoroner Gambar 8. CT scan aneurisma aorta

diobati seperti pasien dengan penyakit jantung koroner, target terapi adalah LDL kurang dari 100 mg/dl. Terapi awal sebaiknya diberikan statin. Penatalaksanaan A A selanjutnya dengan tindakan invasif yaitu berupa Endovascular ^ Endovascular

aneurism

repair

dan Open

surgical.

(EVAR) yaitu berupa

tindakan invasif insersi pada transfemoral

dari stent

e n d o v a s k u l a r ke d a e r a h a n e u r i s m a . EVAR p e r t a m a kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh Juan Parodi. (gambar 10) Open surgical yang pertama sekali berhasil dikerjakan pada tahun 1951 oleh DuBost dan kawank a w a n . ( g a m b a r 11) K e u n g g u l a n dari grafting

dibandingkan open surgical

endovascular

iaiah tidak adanya

insisi torak dan kebutuhan akan s o k o n g a n sirkulasi ekstrakorporeal parsial atau total, clamping aorta, angka morbiditas rumah sakit rendah dan rawat inap yang lebih singkat. Dalam studi dengan metode uji acak oleh Prinssen M et al, j u g a dilaporkan bahwa open

repair

memiliki risiko kehilangan darah lebih banyak sehingga diperlukan transfusi darah, durasi tindakan lebih lama, durasi rawat inap yang lebih lama, dan risiko komplikasi sistemik yang lebih tinggi. Gambar 9. Aortografi aneurisma aorta

PENYAKIT VASKULAR

1514

P e n a n d a radiopak untuk p e n e m p a t a n s t e n S t e n t porsi s u p r a r e n a j _ (belum digunakan)

B a d a n stent (dikerahkan)

Aneurisma < lorta a b d o m i n a l i s Alien aca c o m m u n i s P e n a n d a radiopak untuk p e n e m p a t a n stent kontralateral

/

Arteri iliaca e k s t e r n a Arteri iliaca interna

Arteri iliaca c o m m u n i s

- Balon pencetak

S t e n t porsi suprarenal dikerahkan B a d a n stent stent kontralateral dikerahkan, dengan t u m p a n g tindih badan stent yang m e n c u k u p i kawat pemandu kontralateral melewati badan stent

.... Artenihaca eksterna km

B a l o n pencetak d i g u n a k a n untuk menutup tempat anastomosis s e p a n j a n g stent

stent ipsilateral dikerahkan gepenuhnya Bagian ekstensi pend

AUTHOR PKA&E N O H

Gambar 10. Repair endovaskular aneurisma aorta abdominalis dengan menggunakan endograf

Bagian ekstensi kontralateral panjang

ANEURISMA AORTA

REFERENSI 1.

2.

3.

4. 5. 6.

7.

8.

9.

10.

11.

12. 13. 14.

15.

16.

17.

18.

Braverman C . A. Thompson R. W. Sanchez L. A. Diseases of The Aorta in Braunwald's Heart Disease, E d 9. Elsevier Saunders. 2012.1309-11. Dzau, V. J. Creager, M. A. Diseases of The Aorta in Harrison's P r i n c i p l e of Internal M e d i c i n e E d . 18. M c G r a v ^ - H i l l Companies Inc. 2012. 3335-9. Zeller John L . Aortic Aneurysms, J A M A Patient Page, The Journal of The American Medical Association, Vol. 32 No. 18, 2009. Topol E.J. Diseases of The Aorta, Text Book of Cardiovascular Medicine, E d . 3, Lippincott William & Willkins, 2007. Macura J. K et al. Pathogenesis in Acute Aortic Syndrome, The American Journal of Radiology;181,2003, 309-16. Elefteriades J. A, Parkas E. A. Thoracic Aortic Aneurysm, Journal of The American College of Cardiology, Vol. 55 No. 29, 2010. Weintraub Neal L . U n d e r s t a n d i n g Aortic A b d o m i n a l Aneurysms, The New England Journal of Medicine, 361;11. 2009. National Center for Chronic Disease and Health Promotion, Division for Heart Disease and Stroke Prevention, Aortic Aneurysms Fact Sheet, 2006. Kotze CW, Ahmed IG. Etiology and Pathogenesis of Aortic Aneurism. 2008. Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurism and Aneurism Rupture, 1-16. Grzela T, Bikowska B, Litwiniuk M. Matrix Metalloproteinase in Aortic Aneurism - Executors or Executioners. Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurism and Aneurism Rupture. 2008. 25-48. Ju X, Tilton R G , Brasier AR. Multifaceted Role of Angiotensin II in Vascular Inflammation and Aortic Aneurysmal Disease. Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurism and Aneurism Rupture. 2008. 119-130. Weintraub N L . Understanding Abdominal Aortic Aneurism. The New England Journal of Medicine 2009; 361:114-116. H i r a t z k a L F et a l . G u i d e l i n e s for the Diagnosis and Management of Patient With Thoracic Aortic Disease. Journal of the American College of cardiology 2010; 55: 75-88. Prinssen M et al. A Randomized Trial Comparing Conventional and Endovascular Repair of Abdominal Aortic Aneurysms. The New England Journal of Medicine 2004; 351:1607-1617. Pearce W H et all. Atherosclerotic peripheral vascular disease symposium II Controversies in Abdominal Aortic Aneurism Repair. Circulation. 2008;118:2860-3. E V A R Trial Participants. Endovascular aneurism repair versus open repair in patients with abdominal aortic aneurism (EVAR Trial 1): randomissed controlled trial. Lancet. 2005;365: 2179-2186. The E V A R Trial Participants. Comparison of endovascular aneurism repair with open repair in patients with abdominal aortic aneurism (EVAR Trial 1), 30 day operative mortality results: randomissed controlled trial. Lancet. 2004;364: 843848.

1515

197 PENYAKIT ARTERI PERIFER Dono Antono, Rahmat HamonanganI

Penyakit arteri perifer diderita oleh 12-14% populasi

PENDAHULUAN

secara umum. Di Amerika Serikat, penyakit arteri perifer Penyakit arteri perifer (PAP) adalah semua penyakit yang

diderita sekitar 8,5 j u t a populasi berusia >40 tahun.

terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung

Prevalensi tertinggi penyakit arteri perifer didapatkan pada

dan aorta. Penyakit arteri perifer meliputi arteri karotis,

individu dengan usia tua, ras kulit hitam non hispanik dan

arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan

wanita. Risiko penyakit arteri perifer meningkat seiring

setelah m e l e w a t i a o r t o i l i a k a , t e r m a s u k e k s t r e m i t a s

bertambahnya usia. Individu berusia >40 tahun memiliki

bawah dan ekstremitas atas. Dalam topik ini, akan lebih

risiko menderita penyakit arteri perifer sebesar 4 , 3 % ,

membahas pada penyakit arteri ekstremitas bawah yang

dibandingkan dengan individu berusia >70 tahun yang

paling sering ditemukan di masyarakat.

memiliki risiko sebesar 14,5%. Di Eropa juga didapatkan

Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia

hasil yang tidak terlalu berbeda. Pada populasi kulit putih,

di atas 40 tahun adalah aterosklerosis. Insiden tertinggi

didapatkan kejadian 6-18% pada usia di atas 55 tahun dan

t i m b u l pada d e k a d e k e e n a m dan t u j u h . Prevalensi

meningkat seiring bertambahnya usia, mencapai 20% pada

penyakit aterosklerosis perifer meningkat pada kasus

usia di atas 70 tahun dan 60% pada usia di atas 85 tahun.

diabetes melitus, hiperkolesterolemia, hipertensi,

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tujuh negara Asia

hiperhomosisteinemia dan perokok.

termasuk Indonesia terhadap pasien diabetes melitus tipe 2, didapatkan penyakit arteri perifer pada 17,7% populasi.

V e n a iliaka e k s t e r n a Arteri femoralis -

Vena femoralis

Arteri poplitela

Arteri perforantes

A r t e r i tibials a n t e r i o r

Vena saphena magna

A r t e r i tibialis p o s t e r i o r

V e n a s a p h e n a parva

Arteri peroneal

V e n a tibialis a n t e r i o r

A r t e r i dorsalis p e d i s - ,

V e n a tibialis p o s t e r i o r

Arkus plantaris

A r k u s v e n a dosrsalls

Gambar 1. Vaskularisasi perifer ekstremitas bawah Sumber: http://www/.nebraskamed.com/app_files/images/staywell/125516jpg 1516

PENYAKIT ARTERI PERIFER

1517

dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simptomatik), arteri

ANATOMI VASKULAR

femoralis dan poplitea (80 - 90%), termasuk arteri tibialis Pembuluh utama pada ekstremitas bawah adalah arteri

dan peroneal (40 - 50%). Proses aterosklerosis lebih sering

femoralis yang merupakan kelanjutan dari arteri iliaka

terjadi pada percabangan arteri, tempat yang turbulensinya

eksterna yang kemudan akan berlanjut menjadi arteri

meningkat, memudahkan terjadinya kerusakan tunika

popliteal dan kemudian bercabang menjadi arteri tibialis

intima. Pembuluh darah distal lebih sering terkena pada

anterior dan arteri tibialis posterior. Arteri peroneal

pasien usia lanjut dan diabetes melitus.

merupakan cabang dari arteri tibialis posterior Konsep angiosome ditemukan pada tahun 1987 yang membagi tubuh menjadi teritori - teritori vaskular menurut

PENDEKATAN

UMUM

sumber arteri yang memberian vaskularisasi serta vena yang berasal dari area tersebut. Area kruris memiliki 5

Pasien dengan penyakit arteri perifer dapat datang

area angiosome yang berasal dari arteri suralis medial

dengan berbagai keluhan bergantung pada arteri yang

dan lateral, arteri tibialis anterior dan posterior, dan arteri

t e r k e n a , s e p e r t i riwayat pernyakit j a n t u n g koroner,

peronealis. Sedangkan pada kaki dan pergelangannya,

a n g i n a , g a n g g u a n berjalan, nyeri terlokalisasi pada

terdapat 6 area angiosom yang berasal dari 3 arteri utama

tungkai, luka yang sulit sembuh pada ekstremitas, pusing/

kaki. Secara umum, sisi dorsum kaki dan j e m p o l kaki

vertigo, gangguan neurologi, riwayat hipertensi dan

diberikan vaskularisasi oleh arteri tibialis anterior dan arteri

gagal ginjal, nyeri perut dan diare post prandial, dan

dorsalis pedis, sisi plantar kaki dan jempol kaki kecuali

disfungsi ereksi

tumit lateral oleh arteri tibialis posterior dan plantaris, dan

Mengetahui komorbiditas yang dimiliki pasien dapat

pergelangan kaki lateral dan bagian luar tumit diberikan

membantu mengarahkan diagnosis sekaligus memutuskan

vaskularisasi oleh arteri peronealis.

penatalaksanaan yang efektif untuk pasien, antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok dan riwayat penyakit jantung koroner. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi vaskular arteri perifer terkait yang meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Selain itu pemeriksaan tekanan

Arteri plantaris, , lateralis N

darah j u g a harus dilakukan pada kedua tungkai atas Arteri plataris , < medlalis

dan tungkai bawah bila diperkirakan berisiko menderita penyakit arteri perifer Beberapa modalitas pemeriksaan penunjang j u g a

Arteri tiblllas posterior Arteri perones nealis r a m u s calcaneus Arteri tibilias posterior r a m u s calcaneus

dapat digunakan dalam membantu diagnosis antara lain

IK

Arteri platans medialls

metode ultrasound

untuk mengukur ankle brachial

index

dan pemeriksaan duplex ultrasound, angiografi. Computed Arteri tibialis posterior r a m u s calcanus

Gambar 2. Angiosom eksteremitas bawah Sumber: http://www.podiatrytoday.com/files/imagecache/ normal/PT0312Case8.png

Tomography Angiography Angiography

(CTA), dan Magnetic

Resonance

(MRI).

PENATALAKSANAAN

UMUM

Penatalaksanaan umum sebaiknya meliputi modifikasi gaya hidup fokus pada penghentian merokok, olahraga

PATOGENESIS Mekanisme terjadinya aterosklerosis sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada

teratur 30 menit/hari, normalisasi indeks massa tubuh (<23kg/m2) dan diet mediteranian. Terapi farmakologis dapat ditambahkan untuk mengontrol tekanan darah dan mengontrol kolesterol. Statin. Perbaikan profil lemak terbukti dapat menurunkan

pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi

risiko mortalitas, kejadian kardiovaskulardan stroke pada

tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan

pasien dengan penyakit arteri perifer. Pasien dengan

kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat

penyakit arteri perifer disarankan memiliki kadar kolesterol

elastis di sana-sini, fragmentasi lamina elastika interna,

L D L < 1 0 0 m g / d L bila m e m u n g k i n k a i n 7 0 m g / d L , atau

dan dapat terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan

penurunan paling tidak 50% bila tidak dapat mencapai

fibrin. Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal

target.

PENYAKIT VASKULAR

1518

Antiplatelet. Pemberian antiplatelet direkomendasikan

Artery Disease (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis

untuk semua pasien dengan penyakit arteri perifer yang

berdasarkan kriteria Fontaine

simptomatik. Efektivitas aspirin dosis rendah (75-150

sebagian besar pasien tidak mengalami gejala apapun.

dan Rutherford,

meskipun

mg) disebutkan sama dengan dosis harian aspirin yang

Gejala LEAD yang yang paling tipikal adalah klaudikasio

lebih tinggi. Efektivitas klopidogrel dalam menurunkan

intermiten dengan karakteristik nyeri pada betis yang

insidens kardiovaskular pada pasien dengan penyakit

diperberat dengan berjalan dan membaik dengan istirahat.

arteri perifer j u g a telah diteliti, salah satunya dalam

Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi

CAPRIE Trial. Pemberian kombinasi dua antiplatelet belum

sumbatan tersebut. Pada kondisi berat (Fontaine III)

direkomendasikan karena risiko perdarahan yang tinggi.

atau disebut dengan iskemia tungkai kritis (Critical

Antihipertensi. Tekanan darah pada pasien penyakit arteri perifer harus dikendalikan dengan baik. Secara umum, direkomendasikan tekanan darah < 140/90mmHg, sedangkan untuk pasien dengan diabetes direkomendasikan <130/80mmHg. Obat yang direkomendasikan adalah penghambat angiotensin-converting-enzyme

(ACE) karena

terbukti menurunkan insidens kardiovaskular pada pasien dengan penyakit arteri perifer Penghambat reseptor beta tidak dikontraindikasikan pada pasien PAP tungkai bawah, justru direkomendasikan pada pasien yang direncanakan bedah vaskular karena memiliki efek protektif terhadap jantung.

Limb

Ischemia) nyeri dapat muncul meskipun pada saat istirahat dan membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat dibedakan dari nyeri penyakit vena di mana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan neuropati perifer di mana terdapat instabilitas berjalan. Diagnosis Pemeriksaan klinis dapat dilakukan untuk membantu penapisan namun memerlukan penunjang

untuk

menegakkan diagnosis LEAD. Pada inspeksi dapat terlihat k e p u c a t a n tungkai bagian distal t e r u t a m a bila kaki ditinggikan. Hilangnya/samarnya nadi pada palpasi dapat membantu mengarahkan diagnosis yang lebih spesifik.

PENYAKIT ARTERI PERIFER EKSTREMITAS BAWAH

Auskultasi pada area paha dapat menemukan adanya bruit arteri femoral. Pada kondisi yang lebih berat, dapat terjadi rontoknya rambut kaki, penebalan kuku,

G a m b a r a n Klinis

kulit menjadi

seperti lilin dan mengkilap, penurunan suhu kulit serta

Penyakit Arteri Ekstremitas Bawah atau Lower

Extremity

adanya gangren dan ulkus.

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Arteri Ekstremitas Klasifikasi Fontaine Stadium

Gejala

O

I

Asimptomatik

^

II

Klaudikasio intermiten

^

III

Nyeri iskemik saat istirahat

IV

Ulserasi atau Gangren

<» o

Grade 0 1 I I II III III

Klasifikasi Rutherford Kategori Gejala 0 Asimptomatik 1 Klaudikasio ringan 2 Klaudikasio Sedang 3 Klaudikasio berat 4 Nyeri iskemik saat istirahat 5 6

Kehilangan jaringan ringan Kehilangan jaringan berat

Gambar 3. Gambaran klinis PAP tungkai bawah. Oklusi arteri tibialis posterior bagian proksimal (kiri) dan oklusi arteri tibialis anterior (kanan)

PENYAKIT ARTERI PERIFER

1519

Selain a n a m n e s i s dan p e m e r i k s a a n fisik, untuk mendiagnosis LEAD diperlukan pemeriksaan objektif.

Pemeriksaan dilakukan dengan

memposisikan

s p h y g m o m a n o m e t e r di atas p e r g e l a n g a n kaki dan

Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dengan menghitung

instrumen doppler di distal untuk mengukur tekanan pada

ankle brachial index iAB\) sangat berguna untuk mengetahui

arteri dorsalis pedis dan posterior. Nilai tekanan arteri

adanya penyakit arteri perifer. Sering kali LEAD tidak

tertinggi pada pergelangan kaki (arteri tibialis posterior

ada keluhan klasik klaudikasio. Hal tersebut bisa terjadi

atau arteri dorsalis pedis) kemudian dibagi dengan tekanan

karena penyempitan terbentuk perlahan-lahan dan sudah

tertinggi antara kedua lengan. Bila pada pemeriksaan

terbentuk kolateral. Untuk mengetahuinya diperlukan

didapatkan hasil ABI yang normal namun dicurigai atau

pemeriksaan sistem vaskular perifer, pengukuran tekanan

memiliki faktor risiko untuk terjadinya LEAD, pemeriksaan

darah segmental (pada setiap ekstremitas), pemeriksaan

ABI data diulangi setelah aktivitas. Pasien diminta untuk

ultrasonografi doppler vaskular dan ABI pada setiap pasien

berjalan di treadmill dengan kecepatan 3.2km/jam dan

yang berisiko penyakit arteri perifer.

kecuraman 10-20% sampai pasien merasakan klaudikasio.

Ankle Brachial Index (ABI). Tes ini merupakan tes non invasif yang penting pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit arteri perifer atau pasien yang berisiko tinggi terjadinya penyakit arteri perifer Pemeriksaan ABI memiliki sensitivitas 7 9 % dan spesifisitas 96% dalam mendiagnosis

Bila terdapat kondisi di mana pasien tidak dapat dilakukan pemeriksaan ABI atau Nilai ABI >1,4 dapat dilakukan pemeriksaan toe-brachial

index. Nilai foe brachial

index

<0.7 dinilai diagnostik untuk PAR Tes Treadmil. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk

penyakit arteri perifer Nilai ABI pada orang sehat berkisar

berjalan di atas treadmill dengan kecepatan 3.2km/

0,91 -1,4. Nilai ABI <0.90 digunakan sebagai batas diagnosis

j a m dan kecuraman 10-20% sampai pasien merasakan

penyakit arteri perifer. Nilai ABI 0.4-0.9 menunjukkan

klaudikasio. Tes ini sangat bermanfaat untuk menilai

adanya penyakit arteri perifer ringan-sedang, dan nilai

efektivitas terapi (terapi latihan, obat, dan revaskularisasi).

ABI < 0.4 menunjukkan suatu penyakit arteri perifer berat.

Tes ini juga dapat dilakukan di awal pada pasien yang

Pada kasus tertentu dimana terdapat kekakuan vaskular

dicurigai menderita LEAD dengan nilai ABI normal, juga

yang sering ditemukan pada pasien Diabetes Melitus dan

untuk membedakan klaudikasio vaskular (penurunan

pasien gagal ginjal, nilai ABI dapat berada di kisaran >l 1.4.

tekanan darah setelah aktivitas) dan neurogenik (tekanan

Nilai ABI berkorelasi dengan tingkat keparahan LEAD di

darah tetap). Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada pasien

mana ABI <0.50 memiliki risiko tinggi amputasi.

dengan penyakit jantung koroner yang bergejala, gagal jantung dekompensasi dan gangguan jalan. Metode Ultrasound.

Pemeriksaan Duplex

Ultrasound

(DUS) dapat memberikan informasi anatomi dan aliran Ankle Brachial Index K a n a n 80/60=0,5

A n k l e Brachial Index Kiri 120/160=075

darah (hemodinamik) pada arteri. Pemeriksaan ABI dan DUS cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien dengan LEAD. Kelemahan dari DUS selain pemeriksaan membutuhkan pengalaman dan ketelitian pemeriksa, DUS j u g a tidak

T e k a n a n darah sistolik brakial 150mmHg

T e k a n a n darah sistolik brakial leOmmHg

dapat memberikan gambaran penuh secara jelas dari arterial bila dibandingkan dengan pemeriksaan DSA [Digital

Subtraction

Angiography),

Tomography Angiography)

CTA

atau MRA [Magnetic

[Computed Resonance

Angiography). Pemeriksaan lain seperti CTA, MRA dan DSA dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan. Pemeriksaanpemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan dapat menggambarkan arteri dengan T e k a n a n darah sistolik tibialis posterior 4 0 m m H g T e k a n a n darah sistolik dorsalis pedis 8 0 m m H g

T e k a n a n darah sistolik tibialis posterior 1 2 0 m m H g T e k a n a n darah sistolik dorsalis pedis S O m m H g

jelas, namun tidak seperti DUS, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak dapat memperlihatkan status hemodinamika arteri. Pemeriksaan laboratorium untuk evaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot; hematokrit untuk melihat polisitemia, analisa urine untuk melihat protein serta pigmen untuk

Gambar 4. Contoh penghitungan ankle brachial index

melihat mioglobin di urine. Kreatinin fosfokinase untuk

PENYAKIT VASKULAR

1520

menilai nekrosis otot. Pemeriksaan foto toraks untuk

Teknologi balon perifer yang bersalut obat telah

melihat kardiomegali. Elektrokardiografi untuk menilai

banyak dikembangkan walau masih memerlukan penelitian

aritmia atau kemungkinan infark lama. Ekokardiografi

lanjutan. Pada beberapa kasus, teknik endovaskular dapat

dimensi untuk menilai ukuran ruang jantung, fraksi ejeksi,

melakukan implantasi stent perifer Tujuan utama prosedur

kelainan katup, evaluasi gerak dinding ventrikel, mencari

pemasangan stent ini adalah untuk meningkatkan patensi

trombus atau tumor, defek septum atrial. Ultrasonografi

jangka panjang atau meningkatkan hasil primer tindakan

abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.

endovaskular yang kurang memuaskan seperti stenosis residual atau rekoil. Pemasangan stent harus diupayakan

Penatalaksanaan

menjauhi daerah lipatan seperti daerah lutut dan segmen-

S e m u a pasien d e n g a n PAP t u n g k a i bawah berisiko

segmen yang nantinya potensial dapat digunakan untuk

mengalami kejadian kardiovaskular. Untuk itu, prevensi

lokasi bypass bila tindakan operasi diperlukan.

sekunder lebih difokuskan pada pasien PAP tungkai bawah. Penatalaksanaan konservatif pasien dengan klaudikasio intermiten bertujuan pada perbaikan gejala yang diukur dengan peningkatan jarak jalan dan kenyamanan pasien tanpa klaudikasio. Terapi konservatif terdiri dari terapi fisik dan farmakoterapi Terapi fisik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan meningkatkan kapasitas fisik. Pada umumnya latihan dilakukan 3 kali seminggu selama 3 bulan dengan durasi 20-60 menit. Terapi dilakukan secara progresif dan berkelanjutan. Dengan latihan fisik diharapkan adanya peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respons inflamasi, metabolisme muskuloskeletal dan oksigenasi jaringan dan perbaikan

Gambar 5. Angiografi pada pasien dengan PAP arteri tibialis posterior sebelum dan setelah revaskularisasi dengan metode endovaskular

viskositas darah. Terapi farmakologi pada beberapa penelitian disinyalir dapat memperbaiki gejala pada klaudikasio. Obat yang paling banyak terbukti adalah Citostazol kali/hari dan Naftridrofuryl

100 mg dua

600mg/hari. Selain itu juga

beberapa obat juga terbukti dapat menurunkan gejala kaludikasio seperti PentoxifyUin (1,2 gram/hari). Carnitine, Buflamedil,

obat penurun lipid, dan antiplatelet

Terapi bedah vaskular. Beberapa merode pembedahan dapat dilakukan, namun metode yang paling umum d i g u n a k a n a d a l a h d e n g a n bypass.

Material yang

digunakan dapat berupa graft autolog, prostetik ataupun autolog. Pada pasien dengan gangrene terinfeksi atau iskemia tungkai yang tidak dapat dikembalikan, amputasi merupakan pilihan yang terakhir.

Terapi endovaskular. Metode endovaskular telah banyak dikembangkan mengingat lebih rendahnya mortalitas dan morbiditas pada penggunaan metode endovaskular bila dibandingkan dengan bedah vaskular. Banyak institusi pengobatan yang menempatkan terapi endovaskular sebagai pilihan pertama terapi revaskularisasi kasus penyakit arteri perifer. Pemilihan terapi revaskularisasi d i d a s a r k a n pada p e n e l a a h a n m a s i n g - m a s i n g kasus dalam hal kecocokan anatomi, komorbiditas, sarana fasilitas kesehatan dan preferensi pasien. Kelemahan metode endovaskular ini adalah pada ketahanan jangka panjangnya bila dibandingkan dengan metode bedah vaskular Patensi setelah terapi endovaskular terbaik adalah pada lesi-lesi arteri iliaka komunis dan tingkat patensi semakin menurun pada arteri yang semakin distal. Tingkat patensi juga berbanding terbalik dengan panjang lesi, lesi multipel dan difus, kualitas arteri run-off yang buruk dan penyakit komorbid yang ada terutama diabetes melitus dan gagal ginjal.

PENATALAKSANAAN KLAUDIKASIO INTERMITEN Penatalaksanaan klaudikasio intermiten meliputi kontrol faktor risiko untuk memperbaiki prognosis dan gejala. Pilihan terapi untuk meringankan gejala terdiri dari metode non invasif (terapi latihan dan medikamentosa) dan terapi revaskularisasi invasif Terapi medikamentosa j u g a bertujuan untuk menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas terkait kardiovaskular. Pada pasien yang menjalani terapi latihan, ABI seharusnya dimonitor rutin, walaupun peningkatan fungsi yang substansial tidak segera mengikuti perubahan ABI yang signifikan. Pada kasus yang berat, terapi revaskularisasi invasif perlu dipertimbangkan. Perkembangan teknologi endovaskular membuat revaskularisasi ini menjadi pilihan untuk terapi klaudikasio yang berat. Pasien dengan lesi aorto-iliak dapat segera d i p e r t i m b a n g k a n untuk revaskularisasi karena probabilitas perbaikan gejala yang rendah hanya

PENYAKIT ARTERI PERIFER

1521

dengan terapi non invasif. Teknil< revaskularisasi operatif

P e n a t a l a k s a n a a n I s k e m i a T u n g k a i Kritis

saat ini lebih banyak dicadangkan untuk lesi luas yang tidak nnemungkinkan lagi untuk terapi endovaskular.

Penatalaksanaan Klaudikasio I n t e r m i t e n

N y e r i s a a t istirahat

G a n g r e n , lesi i s k e m i a

Kontrol nyeri

Kontrol nyeri (morfin), R a w a t luka, Terapi infeksi (antibiotik)

Terapi k o n s e r v a t i f ( K o n t r o l f a k t o r risiko, latihan fisik, f a r m a k o t e r a p i selama 3-6 bulan)

Revaskularisasi segera Tidak m e m u n g k i n k a n

Memungkinkan Hasil Tercapai

Hasil Tidak Teracapal

Revaskularisasi endovaskular Teknik gagal e n d o v a s k u l a r tidak s e s u a i

G a m b a r a n lesi Endovaskular dapat d i l a k u k a n ?

Revaskularisasi bedah

Ya P e n i l a i a n klinis d a n n o n klinis

Tidak

Terapi e n d o v a s k u l a r

Baik

Bedah bypass

Kontrol f a k t o r risiko kardiovaskular, denridemen, adaptasi s e p a t u

Follow up

Gejala K o n t r o l risiko kardiovaskular

Tidak baik Kontrol f a k t o r risiko, k o n t r o l nyeri (morfin), r a w a t luka Prostaglandin, pertlmbangkan stimulasi korda spinalis

Gambar 6. Algoritme penatalaksanaan klaudikasio intermiten

Amputasi, RehabilltasI Gambar 7. Algoritme penatalaksanaan iskemia tungkai kritis

ISKEMIA T U N G K A I KRITIS Merupakan kondisi PAP tungkai bawah paling berat

Revaskularisasi dapat dilakukan secara endovaskular

di mana didapatkan nyeri iskemik saat istirahat, lesi

maupun bedah terbuka. Endovaskular lebih diprioritaskan

iskemik atau gangren dikarenakan penyakit obstruksi

mengingat risiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan

arteri. Tekanan pergelangan kaki <50 mmHg biasanya

dengan bedah terbuka. Meskipun demikian bedah bypass

cukup untuk kriteria diagnosis. Pada pasien dengan lesi

dapat dijadikan rencana c a d a n g a n bila d i b u t u h k a n

iskemia atau gangren, tekanan pergelangan kaki <70

seperti bila terjadi kegagalan pada pelaksanaan terapi

mmHg

endovaskular Pada pasien yang tidak dapat dilakukan

cukup sebagai diagnosis. Pada kasus dengan

kondisi kalsinosis medial, tekanan ibu jari (foe

pressure)

revaskularisasi, satu-satunya obat yang direkomendasikan

dibawah 30 mmHg dapat digunakan utnuk menggantikan

adalah Prostaglandin 120ug/hari per oral atau 60ug/hari

tekanan ankle. Berbeda dengan iskemik tungkai akut,

parenteral, namun efektivitasnya belum terbukti secara

iskemia tungkai kritis bersifat kronis. Iskemia tungkai kritis

penuh. Selain itu dapat pula dilakukan stimulasi korda

merupakan salah satu indikator aterosklerosis berat yang

spinalis dan angiogenesis terapetik (terapi gen dan sfem

meningkatkan risiko infark miokard, stroke dan kematian

celt) namun belum ada uji acak mengengenai efikasi dan

vaskular tiga kali lipat dibandingkan pasien dengan hanya

keamanannya.

klaudikasio intermiten. Penatalaksanaan

ISKEMIA TUNGKAI AKUT

Terapi k o m p r e h e n s i f m e l i p u t i kontrol f a k t o r risiko aterosklerosis, revaskularisasi, rawat luka, adaptasi sepatu,

Iskemia tungkai akut adalah kondisi di mana terjadi

penanganan infeksi bila ada dan terapi rehabilitasi secara

penurunan mendadak perfusi tungkai yang biasa

awal. Tujuan utama terapi adalah perbaikan arteri dan

melibatkan trombus dan emboli. Trombus dapat berasal

penyelamatan tungkai. Revaskularisasi dilakukan secara

dari perkembangan penyakit arteri, diseksi aorta, thrombus

cepat tanpa penundaan bersamaan dengan pemberian

graft,

terapi dasar (antiplatelet dan statin)

lainnya. Tingkat kegawatan pasien bergantung pada

a n e u r i s m a , hiperkoagulabilitas, iatrogenik dan

PENYAKIT VASKULAR

1522

Tabel 2. Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut Kelas

Katergori

Defisit Sensori

Defisit Motorik

Prognosis

I IIA

Viabel Terancam Marginal

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada ancaman segera

MB

Terancam

Tidak ada Tidak ada / Minimal (ibu jari) Lebih dari ibu jari

Ringan/Sedang

Permanen

Anestesia jelas

Paralisis jelas

Dapat diselamatkan direvaskularisasi Kerusakan jaringan berat Amputasi

Dapat diselamatkan bila ditangani bila

segera

Iskemia Tungkai A kut

Viabel

Mengancam

Permanen

Heparin

Heparin

Amputasi

Pelanksanaan, Evaluasi risiko

Pencitraan darurat

Teknik pencitraan semi darurat

Pembuatan keputusan

Treombektom i Trombolisis melalui

Memungkinkan

Tidak memungkinkan

Lesi penyebab

Revaskularisasi terbuka

i Tidak

Ya Revaskularisasi endovaskular

Memungkinkan ^ Lakukan

Terapi medis

Memungkinkan ^ Lakukan

Tidak memungkinkan

Tidak memungkinkan

4

Gambar 8. Algoritme penatalaksanaan iskemia tungkai akut

Penatalaksanaan

atau waktu pembekuan darah. Penggunaan dosis tinggi

Obat terpilih adalah heparin, sebab bekerja cepat dan

dengan tujuan supaya distal penyumbatan pada daerah

cepat dimetabolisme. Dosis 100 - 200 unit/ kilogram berat

iskemia dan kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang

badan bolus, diikuti 1 5 - 3 0 unit/ kilogram berat badan/

meluas.

j a m , jika perlu 300 unit/ kilogram berat badan bolus,

Ekstremitas yang sudah tidak dapat diselamatkan

diikuti 60 - 70 unit/ kilogram berat badan/jam dengan

biasanya m e m b u t u h k a n a m p u t a s i . P e n a t a l a k s a n a a n

infus kontinu. Dengan pemantauan APTT 1 , 5 - 2 , 5 kontrol

berfokus pada penyelamatan tungkai atau paling tidak.

PENYAKIT ARTERI PERIFER

1523

membatasi ketinggian annputasi. Tungkai yang nnasih viable

poplitea ditentukan oleh lokasi dan lamanya sumbatan

nnennbutuhkan pencitraan segera serta penneriksaaan

dan kondisi pasien. Operasi tersebut dengan

komorbid. Namun pada kondisi kegawatan, angiografi

aortobifemoral bypass,

bisa dilakukan tanpa pemeriksaan ultrasound

femoral bypass

sebelumnya

axillofemoral bypass,

bypass

femoral-

dan aortoiliak endarterektomi. Paling

sedikit 24 j a m pertama setelah operasi harus dirawat di

untuk mencegah keterlambatan. Modalitas revaskularisasi yang digunakan dapat

ruang rawat intensif agar sirkulasi distal baik, waspada

berupa trombolitik m e n g g u n a k a n kateter perkutan,

t e r h a d a p g a n g g u a n paru, j a n t u n g dan ginjal dapat

trombo-ekstraksi dan trombo-aspirasi (dengan atau

diawasi.

tanpa trombolotik), serta bedah trombektomi dan bypass.

Jika ditemukan tanda-tanda trombosis dan emboli

Pemilihan metode didasarkan pada jenis sumbatan, lokasi,

berulang harus dilakukan operasi segera. Heparin

durasi iskemia, komorbiditas, risiko dan hasil terkait

diberikan sampai 48 - 72 j a m dengan dosis tinggi yang

terapi. Trombolisis sistemik tidak memiliki peranan dalam

direkomendasikan, kemudian dosis diturunkan sesuai kondisi pasien selama 7 hari dan dilanjutkan dengan

penatalaksanaan pasien iskemia tungkai akut. Teknik endovaskular merupakan terapi awal pilihan. Metode ini memiliki mortalitas dan morbiditas yang

antikoagulan oral atau heparin dosis rendah suntik subkutan.

lebih rendah bila dibandingkan dengan bedah terbuka, khususnya pada pasien dengan komorbid berat, derajat keparahan yang sesuai.

Hasil tindakan paling baik bila

dilakukan pada pasien iskemi tungkai akut dalam 14

PENYAKITARTERIKAROTISEKSTRAKRANIALDAN VERTEBRAL

hari setelah gejala dan derajat keparahan awal (kelas II). Tindakan endovaskular yang biasa digunakan adalah

Stroke iskemik merupakan salah satu p e r m a s a l a h a n

p e m b e r i a n agen trombolisis intratrombosis melalui

kesehatan utama di dunia sebagai penyebab pertama

kateter Dapat juga digunakan alat untuk menyingkirkan

disabilitas j a n g k a panjang dan salah satu penyebab kematian terbanyak. Transient

trombus secara mekanik atau aspirasi.

ischaemic

attack

(TIA)

Alternatif lain dapat dilakukan operasi dengan teknik

didefinisikan sebafai defisit neurologis yang berlangsung

embolektomi dengan balon Fogarty dengan anestesi lokal

selama 1-2 j a m dan tidak lebih dari 24 j a m . Kejadian

atau regional. Untuk penyakit aortoiliaka dan femoral-

stroke dan TIA meningkat seiring usia dan lebih berisiko

Penatalaksanaan Penyakit Arteri Riwayat gejala stroke/TIA dalam 6

Pencitraan arteri karotid dengan DUS, CTA dan/atau MRA

Stenosos arteri carotid <60%

Stenosos arteri carotid 60-99%

Prognosis baik? Memungkinkan secara anatomi? Tidak TMT

Pencitraan arteri karotid dengan DUS, CTA dan/atau MRA

Stenosos arteri carotid

Stenosos arteri carotid

<50%

50-69%

Stenosos arteri carotid 70-99%

Pertimbangkan revaskularisasi + TMT

Ya Pertimbangkan revaskularisasi + TMT

Gambar 9. Penatalaksanaan penyakit arteri karotid

TMT= terapi medis terbaik

Revaskularisasi + TMT direkomendasikan

PENYAKIT VASKULAR

1524

untuk terjadi pada p e r o k o k , p e n d e r i t a h i p e r t e n s i ,

PENYAKIT ARTERI EKSTREMITAS ATAS

hiperkolesterolemia, diabetes, penyakit serebrovaskular, Arteri subklavia dan trunkus brakiosepalika merupakan

atrial fibrilasi dan kondisi penyebab emboli lainnya. Aterosklerosis pada arteri besar khususnya arteri karotis

lokus minoris terjadinya aterosklerosis pada ekstremitas

internal menyebabkan sekitar 2 0 % seluruh kasus stroke

atas. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah

iskemik. Untuk pembahasan ini, dikhususkan pada stenosis

adanya perbedaan tekanan darah di kedua lengan sebesar > 1 5 m m H g . Gambaran tersebut seringkali ditemukan

arteri karotis eksternal.

pada pasien asimptomatik. Bila terjadi iskemia pada

Keputusan untuk revaskularisasi pada pasien dengan stenosis arteri karotis didasarkan gambaran klinis terkait

lengan, maka pasien akan merasakan nyeri keram pada

arteri carotid yang terkena, derajat stenosis serta umur,

saat aktivitas atau disebut kaludikasio lengan. Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi nyeri istirahat dan

jenis kelamin, komorbiditas dan harapan hidup.

gangren.

Evaluasi neurologis digunakan untuk membedakan oasien s i m p t o m a t i k dan a s i m p t o m a t i k .

Bila trunkus brakiosepalik dan subklavia menimbulkan

Manifestasi

penyakit arteri karotis dapat dibagi hemosferik d a n /

g e j a l a , d a p a t terjadi subclavian

atau ocular (amaurosis fugax). Gejala iskemi hemisferik

m a n a s t e n o s i s terjadi pada p o k s i m a l dari p a n g k a l

steal

syndrome

di

biasanya berupa kombinasi kelemahan, paralusis, baal,

arteri vertebralis sehingga menyebabkan insufisiensi

atau kesemutan pada area kontralateral arteri penyebab.

vertebrobasiler (pusing, vertigo, pandangan kabur, disfasia,

Dapat pula terjadi afasia dan gangguan kepribadian serta

disartia, k e b i n g u n g a n , hilangnya k e s a d a r a n , ataksia

kebutaan sementara atau permane, total atau parsial

gangguan postural dan visual) yang dapat diperburuk

akibat sumbatan pada arteri retina.

dengan aktivitas lengan.

Pada pasien dengan stroke atau TIA, pencitraan

Diagnosis klinis iskemia tugkai atas d i d a s a r k a n

kepala harus segera dilakukan. CT scan dapat digunakan

atas anamnesis dan pemeriksaan fisik di mana terdapat

untuk m e m b e d a k a n stroke iskemik dan perdarahan.

perbedaan tekanan darah lengan kanan dan kiri serta

MRI dapat dilakukan, dan memiliki sensitivitas yang

pemeriksaan pulsasi arteri aksila, brakial, radial dan ulnar.

lebih tinggi untuk mendeteksi iskemia otak. Pada pasien

Ditemukannya defisit pulsasi, nyeri, kepucatan, parestesi

dengan stenosis arteri karotis, DUS digunakan untuk

dan penurunan suhu lengan membantu diagnosis iskemi

menilai derajat stenosis, morfologi plak, adanya penyakit

lengan atas. P e m e r i k s a a n DUS dapat m e m b e d a k a n

intracranial, sierkulasi kolateral intracranial, adanya emboli

stenosis dan oklusi serta menilai aliran darah

asimptomatik dan patologi lain. Manfaat antiplatelet dalam kejadian kerdiovaskular terkait aterosklerosis telah terbuki, meskipun belum ada

PENYAKIT ARTERI MESENTERIKA

kekhususan pada kasus penyakit arteri carotid, aspirin dosis rendah atau klopidogrel harus diberikan pada

Penyakit arteri mesenterika terjadi bila terjadi sumbatan

seluruh pasien dengan atau tanpa gejala. Statin diberikan

pada salah satu cabang arteri mesenterika. Terjadi pada

pada pasien tanpa memandang konsentrasi kolesterol

1 dari 100.000 per tahunnya. Kematian dalam 5 tahun

awal. Pemberian statin telah terbukti menurunkan risiko

terjadi pada 4 0 % pasien dan mencapai 86% bila ketiga

kematian dan stroke berulang pada penderita dengan

arteri viseral utama terkena. Aterosklerosis merupakan

stroke atau TIA.

patogenesis dari 9 5 % kasus, sehingga dapat ditemukan

Tabel 3. Diagnosis Banding Iskemia Tungkai Atas dan Arteri yang Terpengaruh Penyebab Aterosklerosis

Subklavia

Aksila

Brakial



Antebrakial

Palmar



Sindrom thoracic outlet

m

Giant cell arteritis

m



Takayasu arteritis

m

m

Embollsme



Displasia fibromuskular







• •

Penyakir Buerger





Ergotlsme





Penyakit jaringan ikat





Obat sitotoksik. Diabetes, Hiperkoagulabilitas, Cryoglobinemia



PENYAKIT ARTERI PERIFER

1525

penyakit aterosklerosis penyerta lainnya. Penyebab lainnya

dapat j u g a bersifat asimptomatik dan terjadi pada 3-6

meliputi penyakit fibromuskularm sindrom Dunbar dan

persen individu normotensif.

vaskulitis. Faktor predisposisi lainnya meliputihipertensi, diabetes mellitus, merokok dan hiperkolesterolemia. Kebanyakan pasien bersifat asimptomatik, mengingat banyak cabang kolateral antara trunkus caeliacus, arteri mesenterika superior, arteri mesenterika inferior dan arteri mesenterika internal. Pasien biasa menunjukkan gejala angina abdomen yang ditandai dengan keram dan kolik perut yang sangat nyeri yang biasanya muncul setelah makan serta disertai gastropati iskemik (takut akan makanan, mual, muntah, diare, malabsorpsi, penurunan berat badan progresif). Pemeriksaan paling penting pada penyakit arteri mesenterika adalah duplex ultrasound (DUS). Selain pemeriksaan rutin, juga dapat dilakukan tes post-prandial

Tabel 4. Gambaran Klinis Penyakit Arteri Renalis Tanda Klinis Onset hipertensi <30 tahun dan >55 tahun Hipertensi dengan hipokelmia Hipertensi dan bruit abdomen Hipertensi progresif Hipertensi resisten Hipertensi malignan Azotemia baru atau perbrurkan fungsi ginjal dengan pemberian ACE inhibitor atau ARB Hipertrofi ginjal yang tidak terjelaskan Gagal ginjal yang tidak terjelaskan

untuk melihat k e c e p a t a n dan t u r b u l e n s i usus. Bila pemeriksaan dirasa belum cukup untuk mendiagnosis,

Diagnosis penyakit arteri renalis didasarkan pada

dapat dilakukan pemeriksaan CTA dan MRA. Pemeriksaan

pemeriksaan fisik dalam menyingkirkan penyebab lain

tonometry gastrointestinal 24 j a m dapat dilakukan untuk

h i p e r t e n s i sekunder. P e m e r i k s a a n p e n u n j u n g y a n g

melihat adanya iskemia splanknik.

pertama harus dilakukan adalah Duplex Ultrasound

Modalitas terapi yang digunakan untuk revaskularisasi adalah operasi dan endovaskular Terapi endovaskular telah menunjukkan hasil perioperative yang lebih baik dibandingkan dengan operasi t e r b u k a . Pada hampir 100% kasus, nyeri akan membaik setelah tevaskulatisasi, meskipun kejadian stenosis berulang dapat terjadi (2940%). Meskipun belum ada uji acak untuk membuktikannya, dual terapi dengan antiplatelet selama 4 minggu post

untuk

menilai aterosklerosis dan derajat stenosis, turbulensi, serta pola fisiologi seperti kecepatan aliran dan resistensi vascular. Pemeriksaan CTA dan MRA memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tingi namun penggunaan kontras pada kasus ini harus dipertimbangkan terlebih dahulu. CTA dan MRA dapat dilakukan pada pasien dengan bersihan kreatinin >60mLymenit dan >30 mlVmenit secara berurutan.

tindakan dilanjutkan dengan aspirin j a n g k a panjang

P e n a n g a n a n pasien meliputi p e n a n g a n a n arteri

telah menjadi standar terapi. Direkomendasikan follow up

perifer secara umum dan pencegahan aterosklerosis dan

dengan DUS setiap 6-12 bulan.

secara khusus pada kontol tekanan darah dan menjaga fungsi ginjal. ACE inhibitors dan calciunn channel

blockers

direkomendasikan untuk menangani hipertensi pada PENYAKIT ARTERI RENALIS Penyakit arteri renalis terkait erat dengan aterosklerosis (90%) pada ostium dan sepertiga proksima arteri renalis utama dan aorta perirenal. Kejadian penyakit bertambah risikonya seiring pertambahan usia, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal penyakit aortoiliak dan penyakit jantung kotoner Sekitar 80% pasien degnan penyakit arteri renalis meninggal karena kejadian kardiovaskular Tanda klinis utama meliputi adanya hipertensi refrakter, gagal ginjal yang tidak dapat dijelaskan, dan/atau edema pulmonal. Sumbatan menyebabkan hipoperfusi yang akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron dan menyebabkan hipertensi atau memperparah hipertensi yang sudah ada pada pasien. Nefropati iskemik dapat terjadi tidak hanya karena hipoperfusi, namun juga adanya mikroemboli dan menyebabkan g a n g g u a n kapasitas filtrasi. Kematian pada penyakit arteri renalis meningkat seiring dengan penurunan GFR. Penyakit arteri renalis

penyakit arteri renalis serta menghambat perkembangan gangguan ginjal. Yang harus diperhatikan adalah ACE inhibitors dapat menurunkan tekanan

hidrostatik

kapiler glomerulus menyebabkan penurunan GFR dan peningkatan kreatinin serum sehingga dikontraindikasikan pada penyakit arteri renalis bilateral. Penurunan GFR yang signifikan merupakan indikasi untuk dilakukannya revaskularisasi. Obat-obat antihipertensi lain seperti thiazides, hydralazine,

angiotensin

II receptor blockers, dan

beta blockers dapt digunakan juga unutk mencapai target tekanan darah. Keputusan untuk melakukan revaskularisasi didsarkan atas harapan hidup, komorbiditas, kualitas kontrol tekanan dara dan fungsi ginjal. Revaskularisasi arteri renalis dapat memperbaiki fungsi ginjal dan tekanan darah dengan segera. Namun tetap ada risiko terjadinya perburukan mortalitas dan mobiditas pada sebagian kecil pasien. Untuk itu, revaskularisasi arteri renalis direkomendasikan pada pasien dengan stenosis yang signifikan secara

1526

fungsi dan anatomi pada kasus tetentu seperti terjadinya edema pulmonal atau gagal ginjal kongestif dengan fungsi ventrikel kanan yang baik atau pada pasien iskemia ginjal akut.

REFERENSI Anderson JL, Halperin JL, Albert N M , Bozkurt B, Brindis R G , Curtis L H , et al. Managemt of Patients With Peripheral Artery Disease (Compilation of 2005 and 2011 A C F F / A H A Guidelines Recommendations): A Report of the American College of Cardiology Foundation/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation 2013. Beckman ]A, Creager MA, Libby P. Diabetes and atherosclerosis, epidemiology, pathophysiology, and management. J A M A 2002;287;2570-81. Bennet P C , Siverman S, Gill PS, Lip G Y H . Ethnicity and Peripheral Artery Disease. Q J Med. 2009; 102: 3-16 Creager M A , Dzau VJ. Vascular diseases of extremities. In Harrison's principles of internal medicine. 16*^ ed. Kasper D L et al (ed); NY: McGraw-Hill; 2005.p.l486-94. Creager MA, Libby P. Peripheral arterial diseases. In Heart Disease a Textbook of Cardiovascular Medicine. 6*" ed. Braunwald, Zipes, Libby (ed); WB Saunders Company; 2001 .p. 1457-78 Gaylis H . Diagnosis and treatment of peripheral arterial disease. JAMA 2002; 287; 3 1 3 - 16. Gey DC, Lesho EP, Manngold J. Management of peripheral arterial disease. American Family Physician 2004;Feb;l-12. Go AS, Mozaffarian D, Roger V L , Benjamin AJ, Berry, Borden V^B, et al. Heart Disease and Stroke Statistics - 2013 Update: A Report from the American Heart Association. Circulation. 2013; 127: e6-e245. Holcroft JW. Blaisdell FW. Acute arterial insuffisiency I n : Vascular Surgery Principles and Practice, 2"^^ ed, Veith FJ et al (ed). NY, McGraw-Hill, 1994; 381-87. Hiatt WR. Medical treatment of peripheral arterial disease and claudication. N Engl J Med.2001;344;1608-21. lida 0,Uematsu M, Terasgi H . The Angiosome Concept. 2010 Jackson MR. Clagett P, Antithrombotic therapy in peripheral arterial occlusive disease. C H E S T 2001; 119; 283 - 99. Mandell BF, Hoffman GS. Rheumatic diseases and the cardiovascular system. In Heart Disease a Textbook of Cardiovascular Medicine, ed. Braunwald, Zipes, Libby (ed); WB Saunders Company; 2001.p 2199 - 208. Ouriel K. Detection of peripheral arterial disease in primary care. J A M A 2001; 2 8 6 : 1 3 8 0 - 1 . Rosenfield K, Vale PR, Isner JM, Disease of peripheral vessels. In Textbook of cardiovascular medicine, i'^'^ ed. Topol EJ et al (ed); Philadelphia: Lippincott Williams R Wilkins; 2002.p. 2109-37.

Tendera M , A b o y a n s V, B a r t e l i n k M L , B a u m g a r t n e r I, C l e m e n t D, Collet JP, et al. ESC G u i d e l i n e s o n t h e diagnosis a n d t r e a t m e n t o f p e r i p h e r a l a r t e r y disease. E u r H e a r t 2 0 1 1 ; 3 2 : 2 8 5 1 9 0 6 - .

PENYAKIT VASKULAR

198 PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK Syadra Bardiman Rasyad

PENDAHULUAN

besar (kolitis iskemi), tetapi juga lambung (gastritis erosi akut=stres), hati (hepatitis iskemi), pankreas (pankreatitis

Penyakit vaskular mesenterika (PVM) merupakan suatu

iskemi) dan kandung empedu (beberapa bentuk dari

masalah yang serius dan sering terjadi, dapat bersifat fatal

kolesistitis akalkulosa) (Tabel 1).

hingga menyebabkan kematian, baik yang disebabkan

Klasifikasi PVM berdasar etiologi (Tabel 2). Seringkali

oleh s u m b a t a n secara a n a t o m i s dari makrovaskular

PVM secara akut disebabkan oleh suatu penghentian

mesenterika maupun vasospasme patofisiologis pada

aliran masuk arteri danjuga seringkali sekunder terhadap

tingkat mikrovaskular Dengan makin baik dan majunya

embolus arteri mesenterika superior (AMS) atau salah satu

penatalaksanaan dari pasien yang sakit parah dengan

dari cabang utamanya. Insufisiensi arteri mesenterika kronis

berbagai penyebab apapun pada saat ini, maka didapatkan

dapat bermanifestasi secara klinis seperti angina usus.

pula proporsi yang lebih besar dari pasien yang diketahui dengan diagnosis PVM yang jelas dan terjadi secara

Tabel 1. Klasifikasi Anatomis pada Sindrom Iskemi Splangnik

mendadak. Pemahaman, pengenalan dan penalatalaksanaan yang tepat dari PVM selanjutnya menjadi penting.

DEFINISI Penyakit vaskular mesenterika adalah suatu keadaan

Organ

Keadaan

Usus halus Usus besar Lambung Hepar Pankreas Kandung empedu

Iskemi mesenterika Kolitis iskemi Gastritis erosif (stres) akut Hepatitis iskemi Pankreatitis iskemi Kolesistitis akalkulosa

insufisiensi vaskular mesenterika yang terjadi karena aliran darah ke satu atau lebih organ gastrointestinal berkurang untuk mempertahankan kebutuhan nutrisinya.

Tabel 2. Penyebab dari Iskemi Mesenterika

Biasanya keadaan ini merupakan akibat pengurangan

Sumbatan Arteri • Akut Global (trombosis atau emboli) Segmental (biasanya emboli) • Kronik

pada aliran darah splangnik atau iskemi splangnik, tetapi pada beberapa kasus keadaan ini disebabkan oleh suatu peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap suatu keadaan hipermetabolik yang hebat seperti misalnya pada sepsis.

Angina usus (biasanya aterosklerotik) Vena (trombosis akut) Strangulasi (segmental, secara predominan pada sistem venosa) Non-sumbatan Iskemi mesenterika bukan sumbatan {nonocclusive mesenteric ischemia = IMNO) Enterokolitis nekrotisasi neonatal {neonatal necrotizing enterocolitis = NNE)

KLASIFIKASI Klasifikasi PVM yang ada pada saat ini dibuat berdasarkan anatomi dan etiologinya. Secara anatomi, sindrom klinik yang berhubungan dengan iskemi splangnik tidak hanya mencakup iskemi usus halus dan iskemi usus 1527-

PENYAKIT VASKULAR

1528

Keadaan ini hampir selalu menunjukkan iskemi global dari jaringan pembuluh darah mesenterika, biasanya akibat

pada bed vaskular y a n g mengalami perfusi), bukan pengurangan dari aliran.

sumbatan setidak-tidaknya 2 dari 3 pembuluh darah splangnik utama; arteri seliaka, arteri mesenterika superior

TIngkatan Cidera

dan arteri mesenterika inferior Disini aliran darah mungkin

Tingkatan dari cidera terjadi dari lapisan yang paling

cukup untuk mempertahan kan kebutuhan metabolik yang

superfisial dari dinding usus (puncak villus) sampai lapisan

minimal, tetapi tidak cukup untuk memenuhi peningkatan

yang yang lebih dalam (muskularis propria). Iskemi yang

kebutuhan metabolik yang lebih besar pada suatu kegiatan

lebih hebat atau lebih lama menyebabkan edema sub-

yang lebih berat seperti misalnya pada olah raga.

epitelial, diikuti dengan pelepasan yang sebenarnya

Sumbatan vena jarang terjadi, biasanya sebagai akibat

dari sel epitel, yang dimulai dari puncak villus. Bahkan

trombosis akut. Keadaan ini dapat menyebabkan suatu

dengan iskemi yang lebih lama menyebabkan nekrosis

keparahan klinis, berkisar dari episode yang sembuh

m u k o s a secara k e s e l u r u h a n , diikuti oleh k e r u s a k a n

sendiri sampai kejadian yang lebih berat.

lapisan submukosa, dan akhirnya muskularis propria,

Bentuk yang paling sering dari iskemi mesenterika

menyebabkan nekrosis transmural.

adalah sumbatan karena penjepitan usus halus, biasanya akibat suatu pita yang lengket. Pada sebagian besar

Cidera Reperfusi

laporan dari pasien yang dioperasi terhadap sumbatan

Meskipun hipoksia berperan dalam organ yang mengalami

usus halus secara menyeluruh, penjepitan terjadi pada

cidera selama hipoperfusi (berkurangnya suplai darah ke

20-40%.

organ) yang menyebabkan iskemi, kebanyakan cidera

Iskemi mesenterika non-oklusif (IMNO) merupakan

tetap bertahan tidak hanya selama periode iskemi itu

suatu kejadian klinis dan patologis yang berbeda akibat

sendiri, tetapi juga selama reperfusi (kembali normalnya

vasokontsriksi splangnik dalam respons terhadap syok

suplai darah ke organ). Meskipun oksigen tidak ada selama

kardiogenik atau hipovolumik, dan kemungkinan bentuk

iskemi, tapi tiba-tiba secara mendadak menjadi berlebihan

lain dari stres fisiologis s i s t e m i s y a n g hebat. Pada

pada saat reperfusi.

orang dewasa, vasospasme mesenterika ini juga dapat

Sejumlah penelitian telah menunjuk kan bahwa

mencetuskan iskemi mesenterika akut, terutama bila ini

blokade dari metabolit oksigen toksik secara bermakna

tumpang tindih dengan keberadaan suatu sumbatan

memperbaiki cidera pasca iskemi.

pembuluh darah kronis sebelumnya yang tanpa gejala. Enterokolitis nekrotisasi neonatal (ENN), merupakan

F a k t o r - F a k t o r Toksik p a d a L u m e n

suatu keadaan kompleks dan belum dipahami benar, yang

Fungsi utama dari saluran cerna adalah mencerna dan

terjadi secara predominan pada bayi prematur akibat stres

mengabsorpsi jaringan binatang dan tumbuhan yang

fisiologis yang hebat, dan kemungkinan merupakan suatu

ditelan atau tertelan. Untuk memungkinkan proses ini,

manifestasi yang unik dari iskemi mesenterika non-oklusif

sejumlah substansi korosif yang kuat disekresikan kedalam

Meskipun etiologi dari keadaan ini multifaktor, ada bukti

lumen, tapi zat ini juga dapat menyebabkan cidera jaringan

bahwa iskemi usus vasospatik mempunyai peranan yang

lokal dan sistemik bila barier epitel usus rusak. Faktor ini

penting.

mencakup asam hidroklorida, garam empedu, bakteri, toksin bakteri, protease dan sistem enzim pencernaan lainnya.

MEKANISME CIDERA USUS ISKEMI Iskemi telah lama dianggap sebagai mekanisme utama dari cidera organ splangnik yang terjadi akibat hipoperfusi m e s e n t e r i k a . Pada t a h u n - t a h u n t e r a k h i r ,

sejumlah

mekanisme lain telah ditemukan yang j u g a berperan penting. Ini mencakup metabolit oksigen yang toksik, netrofil, protease lumenal y a n g toksik, bakteria dan toksin.

Penyembuhan Pasca Cidera Iskemi Penyembuhanjaringan pasca cidera iskemi ditentukan oleh patensi mikrovaskulatur dari usus. Jika iskemi terjadi cukup lama dengan suatu cidera mikrovaskular dan konsekuensi terjadinya trombosis, maka akan terjadi nekrosis progresif permanen yang m e n y e b a b k a n kehilangan integritas dari propria muskularis dan menyebabkan kehilangan integritas dinding usus. Pemberian antikoagulan prapengobatan dapat mencegah pembentukan trombosis,

Cidera Hipoksia

usus kecil dapat mentolerir iskemi yang terjadi yang

Hipoksia itu sendiri dapat secara bermakna memberikan

kemudian disusul dengan penyembuhan lebih cepat dan

andil t e r h a d a p cidera y a n g terlihat setelah i s k e m i .

sempurna. Data j u g a menunjukkan bahwa migrasi sel

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kejadian yang

mukosa memberikan perbaikan secara bermakna terhadap

penting adalah gangguan dari konsumsi oksigen (hipoksia

mukosa setelah iskemi.

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

1529

P E N G A R U H SISTEMIK DARI ISKEMI USUS

usus lokal secara sistemik dapat menyebabkan cidera organ yang j a u h .

Hemodinamik Volume sirkulasi splangnik dewasa mengandung kira-kira 1400 ml atau 30% dari volume darah sirkulasi, hingga jika terjadi gangguan distribusi volume darah splangnik akan memberikan efek sistemik yang penting. Pada k e a d a a n s y o k , r e s p o n s t a h a n a n v a s k u l a r utama dari t u b u h secara keseluruhan dimediator di usus. Respons ini merupakan salah satu dari cara yang penting dimana tekanan darah sistemik dipertahankan. Konstriksi pembuluh darah vena pasca kapiler secara efektif menurunkan volume dari pengumpulan darah pada bed splangnik. Hasilnya adalah suatu "autotransfusi" yang meningkatkan pre-load jantung dan bertindak mempertahankan curah j a n t u n g . Mekanisme hemodinamik ini, sebagian besar dimediator oleh sistem saraf simpatis, yang bertindak sebagai baris pertama dari pertahanan terhadap hipovolumea akut.

SINDROM ISKEMI SPLANGNIK G a s t r i t i s S t r e s Erosi A k u t Etiologi dan patofisiologi. Pada beberapa pasien yang menderita stres fisiologis berat (hipotensi, trauma multipel, luka bakar luas), erosi akut pada mukosa lambung sering terjadi dalam beberapa j a m , tetapi biasanya beberapa hari setelah kejadian akut. Penelitian endoskopis pada pasien-pasien perawatan intensif dengan penyakit kritis menunjukkan 100% terjadinya ulkus mukosa. Sebagian besar dari lesi ini hilang dalam 7-17 hari, tetapi perdarahan masif dapat terjadi jika terjadi erosi. Meskipun etiologi dari ulkus stres bersifat multifaktor, pengurangan aliran darah mukosa lambung tampaknya merupakan faktor utama yang mendasarinya. Mekanisme yang sebenarnya dari iskemi yang dapat menyebabkan

Mediator Sirkulasi y a n g Berasal dari Splangnik

mukosa lambung mengalami ulkus belum diketahui

( F a k t o r Toksik y a n g D i d a p a t Dari U s u s )

dengan jelas. Metabolit oksigen toksik (radikal bebas)

Perhatian besar difokuskan pada peranan saluran cerna

yang mengatur perfusi tampaknya berperan penting.

dalam m e m p e r t a h a n k a n status hipermetabolik yang

Beberapa prostaglandin kemungkinan bersifat protektif

terlihat pada pasien dengan stres hebat dan pasien pasca

Konsekuensi dari iskemi ini adalah kehilangan resistensi

operasi. Karena barier mukosa usus gagal, banyak faktor

mukosa terhadap difusi kembali asam. Iskemi mukosa

yang berasal dari usus masuk kedalam aliran limfe, portal

dapat diperberat oleh keberadaan asam intralumen

dan kemungkinan sirkulasi sistemik. Konsekuensinya

sehingga dapat meningkatkan cidera, tapi sebaliknya

bukan hanya gangguan hemodinamik sistemik tetapi juga

apabila pH intragastrik dapat dipertahankan diatas 4.0

cidera organ non-splangnik yang j a u h .

maka akan menurunkan insiden perdarahan dan angka

Toksin bakteri dan bakteri. Seperti dibicarakan, bakteri intrinsik dapat mengalami translokasi dari lumen usus ke dinding usus, nodus limfatikus mesenterika, hati dan portal dan bahkan sirkulasi sistemik. Patofisiologi awal suatu kebocoran endotoksin lebih mungkin, daripada translokasi bakteri itu sendiri. Pada penelitian hewan dan manusia yang sakit kritis menunjukkan bahwa endotoksin portal, danjuga endotoksin level sistemik sangat meningkat. Dari semua temuan ini menyokong hipotesis dimana bakteri usus normal kemungkinan berhubungan dengan efek fatal dari iskemi usus.

kematian. Secara patologis, lesi awal akan terlihat sebagai suatu area fokal hiperemia dan warna pucat pada fundus yang kemudian berkembang menjadi suatu lesi erosi yang sebenarnya. Lesi dapat j u g a terjadi pada antrum dan duodenum tetapi biasanya tidak begitu luas. E p i d e m i o l o g i . Ulkus stres biasanya terjadi pada suatu perawatan intensif dalam jangka waktu yang lama setelah trauma hebat, perdarahan, syok kardiogenik, luka bakar hebat atau stres fisiologis hebat lainnya. Ulkus stres seharusnya dibedakan dari cidera mukosa yang terlihat

Mediator peradangan yang berasal dari usus lainnya.

setelah cidera neurologis atau minum obat. Ulkus Cushing

Cidera iskemi dapat menyebabkan pelepasan sejumlah

terjadi dengan cidera neurologis yang secara klinis dan

mediator peradangan sistemik yang dapat memberikan

patofisiologis berbeda dari ulkus stres yang cenderung

andil terhadap cidera organ yang jauh. Model penelitian

merupakan ulkus tunggal yang terjadi pada kurvatura

distres

mayor dari lambung, dan sering dihubungkan dengan

respiratory

hipersekresi asam yang masif atau perforasi. Sebaliknya,

dimana metabolit oksigen toksik dan

lesi dari ulkus stres sering multiple, bergelanggang dan

yang paling banyak adalah pada sindrom pernapasan pada orang dewasa (ARDS=adult dystress syndrome),

komplemen fragmen (terutama C5a) telah diambil untuk

berbatas tegas, biasanya terletak pada fundus lambung

mediator cidera ini.

dan k a d a n g - k a d a n g terdapat j u g a ulkus yang sama

Metabolit asam arakidonat juga telah digunakan pada

pada antrum dan d u o d e n u m . Ulkus ini paling sering

efek sistemik dari cidera iskemi usus. Jelas bahwa cidera

dihubungkan dengan perdarahan daripada perforasi.

1530 Ulkus Curling,

PENYAKIT VASKULAR

dihubungkan dengan cidera luka bakar,

Prognosis

yang secara patofisiologis nnirip dengan ulkus stres pada

Prognosis pasien ini adalah jelek, tetapi lebih berhubungan

pasien yang bukan luka bakar

dengan penyakit yang mendasarinya daripada ulkus gaster itu sendiri. Lebih dari 8 0 % berhasil dikontrol dengan

G a m b a r a n Klinis

pengobatan konservatif dan 80% dari sisanya yang 20%

Meskipun lesi ini dapat ditunjukkan secara endoskopis

terkontrol secara berhasil dengan pengobatan yang

pada pasien yang sakit sangat parah, manifestasi klinik

lebih invasif, tetapi non-operatif Dengan demikian hanya

yang sebenarnya j a r a n g . Perdarahan gastrointestinal

kira-kira 10% dari pasien dengan masalah ini mengalami

bagian atas nnerupakan komplikasi dari ulkus stres yang

dampak yang fatal dari perdarahan ulkus stres.

paling ditakuti oleh dokter. Meskipun tes guaiac-positif didapati pada 1 5 % dari aspirat lambung pasien ICU, namun secara klinis kejadian perdarahan bermakna yang memerlukan transfusi, terjadi kurang dari 3%. Biasanya perdarahan baru terjadi setelah beberapa hari dirumah sakit. K e m u n g k i n a n ini d i s e b a b k a n

karena fungsi

gastrointestinal kembali normal yang berarti normalnya kembali sekresi asam pada pasien yang mulai sembuh dari penyakit kritis. Hal ini dapat dilihat pada selang nasogastrik yang berwarna merah gelap dengan konsistensi guaiacpositif. Dengan pengobatan medis yang adekuat (H2 bloker antasida atau sukralfat) sebagian kasus sembuh spontan. Tapi kadang-kadang perdarahan tidak bisa berhenti dan mengancam kehidupan, hal ini tentunya memerlukan pengobatan yang lebih spesifik.

Etiologi dan patofisiologi. Pankreatitis

iskemi

didefisinisikan sebagai pankreatitis akut yang berkembang setelah suatu periode gangguan pada sirkulasi, bila tidak ada faktor predisposisi lain yang d i t e m u k a n . Iskemi splangnik yang terjadi pada pasien syok atau hipotensi telah diimplikasikan pada permulaan dari beberapa kasus penyakit pankreas klinik. A d a b e b e r a p a f a k t o r e t i o l o g i dari p a n k r e a t i t i s iskemi, yaitu hipovolumia, tromboemboli, vasokonstriksi splangnik sekunder terhadap pelepasan pressor, diuretik, atheroemboli, hiperkalsemia, trauma operasi dan syok elektrik. Pintas jantung-paru (CPB =

cardiopulmonary

bypass) adalah faktor predisposisi terhadap pankreatitis, dikarenakan aliran rendah, perfusi non pulsatil, hipotermia

Pengobatan Penatalaksanaan progressif termasuk

Pankreatitis Iskemi

normalisasi

hemodinamik, pembilasan dengan NaCI dan netralisasi a s a m . Setiap usaha dilakukan dengan prinsip untuk mempertahankan volume sirkulasi darah yang adekuat, mencegah syok dan hipotensi, dan mengobati sepsis yang mana semua upaya tersebut dilakukan untuk mencegah memberatnya iskemi mukosa gaster. Netralisasi asam lambung dengan antasid, blokade reseptor histamin atau penghambat pompa proton terbukti efektif Pada pH lambung diatas 5,99% asam lambung dibuffer dan

dan sludging vena. Meskipun tidak ada penelitian yang dipublikasikan langsung mengevaluasi peranan dari vasopressor pada etiologi pankreatitis iskemi, aksis reninangiotensin sangat diaktivasi oleh perfusi non pulsatil dari CPB yang dihubungkan paling umum dengan pankreatitis iskemi. Secara patologi, temuan yang paling umum adalah hiperemia, bruising, perdarahan mikroskopis, fokal nekrosis dan edema interstitiel yang ditemukan postmortem pada pankreas pasien yang meninggal karena syok.

aktivitas enzim digestif pepsin secara efektif dihambat.

Epidemiologi. Pasien yang berisiko terhadap pankreatitis

Sebagaian besar pasien perdarahannya berhenti dengan

iskemi adalah mereka yang mengalami periode syok

pengobatan yang relatif sederhana ini dan beberapa

menetap dan

penelitian m e n u n j u k k a n p e n u r u n a n y a n g b e r m a k n a

Meskipun insiden biokimia dari pankreatitis (terutama

insiden perdarahan klinis dengan cara ini.

h i p e r a m i l a s e m i a ) setelah hipotensi y a n g b e r m a k n a

selanjutnya

mendapat

resusitasi.

Jika perdarahan terus berlanjut, dapat dilakukan cara

mungkin mendekati 80%, manifestasi klinik dari penyakit

non-operatif lainnya, seperti koagulasi dengan endoskopi

terlihat pada lebih sedikit pasien. Lagipula, pasien yang

atau infus vasopressin (pitressin) dengan arteriografi, atau

mengalami CPB risikonya meningkat untuk pankreatitis

bahkan embolisasi. Dengan cara tersebut 8 0 - 9 0 % dari

pasca operasi, dengan sebanyak 4 % dari mortalitas yang

pasien dapat dihentikan perdarahannya. Sisanya adalah

terlihat setelah operasi jantung yang berhubungan dengan

sejumlah kecil pasien yang gagal dihentikan perdarahannya

komplikasi ini. Hiperamilasemia terlihat pada separuh

walaupun telah dilakukan penatalaksanaan non-operatif

pasien yang mendapat CPB, tetapi pada beberapa analisis

agresif Tindakan operasi membawa mortalitas yang tinggi

kasus dari isoenzim amilase menghasilkan bahwa pada

(30%) dan seharusnya dilakukan hanya setelah semua

proporsi yang bermakna peningkatan ini disebabkan oleh

usaha pada cara non-operatif gagal. Bila tidak dapat

peningkatan level dari amilase salivarius. Penelitian lain

dihindari, seharusnya segera dilakukan tindakan operasi

menunjukkan hubungan yang baik antara total serum

berupa gastrektomi total.

amilase dengan manifestasi klinik pankreatitis.

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

1531

Gambaran Klinik. Beberapa pasien dengan panl
kolitis iskemi non-iatrogenik jarang terjadi akibat oklusi

iskemi adalah asimptomatik dan dibuktikan hanya dengan

yang jelas dari aliran masuk arteri, tetapi sebagai akibat

otopsi mengalami pankreatitis. Gejala yang paling sering

tekanan perfusi menurun, vasokonstriksi atau keduanya.

adalah nyeri abdomen dan nausea. Distensi lambung dan

Seperti pada usus halus, vasokonstriksi ini secara luas

ileus dapat terjadi beberapa hari setelah syok. Demam

dimediator oleh aksis renin-angiotensin. Distribusi cidera

derajat rendah mungkin juga ada, tetapi tidak spesifik.

biasanya segmental, tetapi dapat melibatkan seluruh

Walaupun jarang, keadaan dapat berkembang menjadi

kolon, tergantung pada penyebab yang mendasarinya.

pankreatitis fulminan, nekrosis pankreatitis dan bahkan

Beberapa keadaan dari kolitis iskemi tidak dikenali secara

pembentukan abses.

klinik, dan beberapa diantaranya tidak memerlukan obat

Diagnosis. Diagnosis pankreatitis iskemi sulit ditegakkan. Hiperamilasemia merupakan temuan laboratorium yang paling umum, sering pertama kali tampak 24-48 j a m setelah periode syok. Peningkatan amilase tidak jarang

khusus atau intervensi operasi. Secara patologis, kolon menunjukkan penebalan, ulkus mukosa dan stenosis. Ada perbedaan cidera dari mukosa ke muskularis propria.

setelah syok, namun tidak spesifik untuk pankreatitis.

E p i d e m i o l o g i . Kolitis iskemi biasanya pada usia

Analisis dari isoenzim amilase dan pankreatik amilase

pertengahan atau usia lanjut. Sering dijumpai adanya

mungkin bermanfaat. Demam dan lekositosis dapat terjadi

riwayat penyakit jantung iskemi atau insufisiensi arteri

dan ahli klinik harus membedakan keadaan ini dari krisis

perifer. Pasien dengan kelainan jaringan ikat, diabetes

intra abdominal, seperti iskemi atau perforasi usus.

melitus atau penyakit kolon sebelumnya mempunyai

Pemakaian rutin dari CT scan generasi baru dengan

risiko terhadap penyakit ini. Kasus spontan dari kolitis

dan tanpa kontras intravena membantu dalam menegakkan

iskemi cenderung terjadi pada penyakit yang parah dan

diagnosa pankreatitis. Seringkali, diagnosis ditegakkan

pasien yang imunitasnya menurun, sering menderita

dengan laparotomi atau autopsi.

penyakit sistemik yang menyebabkan aliran darah menjadi

Pengobatan. Seperti halnya pankreatitis yang disebabkan oleh etiologi y a n g lebih u m u m , p e n g o b a t a n untuk pakreatitis iskemi tidak spesifik dan kebanyakan suportif Istirahat usus (puasa), dekompresi lambung (selang nasogastrik) dan nutrisi parenteral

lambat. Seringkali ada riwayat nyeri perut bagian bawah sebelumnya yang sembuh secara spontan. Ini juga dapat terjadi pada pelari maraton pada semua tingkat usia, terutama wanita dan pecandu cocain.

kemungkinan

Gambaran klinis. Ada tiga pola dasar gejala klinik, yang

m e n g u n t u n g k a n . Pada kasus y a n g berat, antibiotik

paling umum yaitu pasien mengalami kram dan atau nyeri

dianjurkan, meskipun trial kontrol pada pasien dengan

perut bagian bawah pada daerah fosa iliaka sinistra. Pola

bentuk yang lebih kontroversial dari pankreatitis ringan

kedua yang juga sering adalah mual, muntah, diare dan

gagal menunjukkan keuntungan dari pemakaian antibiotik

keluarnya darah atau mukus melalui rektum. Dapat terjadi

profilaksis. Seperti pada sindrom iskemi splangnik lainnya,

suatu gawat perut dengan tanda-tanda peritonitis sebagai

pengobatan lebih ditujukan pada penurunan penyebab

tanda yang muncul pertama. Pada sebagaian kecil pasien

yang potensial dari vasokonstriksi splangnik. Dengan

menunjukkan penyakit yang subklinis dengan adanya

kontrol dari penyakit yang mendasarinya, sebagian besar

suatu striktura pada usus.

pasien sembuh tanpa gejala sisa yang berarti.

Pasien mengalami d e m a m ringan dan takikardia. Sebagian besar pasien tidak tampak sakit berat. Adanya

Kolitis I s k e m i Etiologi dan patofisiologi. Kolitis iskemi semakin banyak diketahui sejak tahun 1960 dengan perkembangan dari

nyeri tekan yang sering pada daerah fosa iliaka sinistra dan sering terlihat darah pada pemeriksaan rektum. Pasien yang tidak jelas keluhannya sangat sulit dievaluasi.

pada operasi aneurisma aorta. Penyakit iskemi kolon dapat

Diagnosis. Perubahan laboratorium biasanya tidak khas,

terjadi sekunder akibat berbagai penyebab, termasuk

selalu ditemukan leukositosis ringan. Diagnosis kolitis

c i d e r a arteri i a t r o g e n i k , aliran d a r a h y a n g lambat,

iskemi paling mudah ditemukan dengan sigmoidoskopi

peningkatan tekanan intralumen atau trombosis spontan

f l e k s i b e l ( k o l o n o s k o p i ) . Ahli e n d o s k o p i

dari arteri atau vena utama yang mensuplai kolon.

menolak melakukan endoskopi pada pasien ini, karena

Penyebab yang paling umum dari kolitis iskemi adalah

cenderung

takut terjadi perforasi, namun dengan cara yang hati-

gangguan iatrogenik dari AMI pada waktu operasi aorta.

hati dan meminimalkan tiupan udara, hal tersebut dapat

Ini terjadi sebagak 3 - 5 % dari pasien yang mengalami

d i m i n i m a l k a n . Mukosa akan tampak normal sampai

penempatan kembali aorta tanpa implantasi kembali AMI.

kedalaman skop 12-15 cm, disebakan adanya sirkulasi

Kolitis iskemi dapat terjadi secara spontan dari berbagai

kolateral arteri rektalis media. Kemudian tampak mukosa

penyebab lain seperti penyakit aterosklerosis dan status

menjadi edema, berdarah, rapuh dan adanya tukak. Hasil

aliran rendah. Tidak seperti iskemi usus y a n g kecil,

biopsi dapat menunjukkan suatu kolitis iskemi yang khas

1532

PENYAKIT VASKULAR

apabila dilakukan saat proses akut. Kolitis iskemi kronik

E p i d e m i o l o g i . Pasien d e n g a n penyakit yang parah,

m e n y e b a b k a n d e p o s i s i h e m o s i d e r i n , suatu t e m u a n

paling berisiko untuk terjadinya kolesistitis akalkulosa.

diagnostik pada biopsi.

Yaitu mereka yang mengalami operasi emergensi. Puasa

Pemeriksaan barium e n e m a dapat menunjukkan

yang lama, nutrisi parenteral, ventilasi dengan tekanan

suatu lesi peradangan dari kolon secara s e g m e n t a l .

positif, dan trauma hebat semuanya berhubungan dengan

Gambaran spesifik berupa "thumbprinting"

sindrom ini j u g a .

(cetakan jari)

yang merupakan indikasi adanya edema mukosa, serta pembentukan kantung dan penyempitan segmen yang terkena. Angiografi tidak diperlukan untuk diagnosis kolitis iskemi dan sering dapat membingungkan. Kadang-kadang dapat juga ditemukan sumbatan AMI pada orang sehat. Pengobatan.Sebagian

besar kasus kolitis

G a m b a r a n klinis. D i a g n o s i s klinis dari k o l e s i s t i t i s akalkulosa seringkali sulit. Pada pasien dengan penyakit yang parah atau cidera dan pada pasien yang status neurologisnya terganggu, keluhan nyeri kuadran atas kanan dan nausea merupakan gejala yang paling sering

iskemi

d i l a p o r k a n . Pada p a s i e n - p a s i e n d e n g a n alat bantu

memerlukan pengobatan supportif saja. Memperbaiki

pernapasan, pemakaian sedasi dan analgesia sering

kondisi kardiovaskular, hindari vasokonstriktor splangnik,

menutupi tanda klinik y a n g j e l a s . Distensi, demam yang

dekompresi nasogastrik dan antibiotika sistemik yang

tidak dapat dijelaskan, bising usus negatif dan perburukan

m e n c a k u p flora usus m e r u p a k a n pengobatan dasar.

penyakit yang tidak diharapkan pada seluruh keadaan

Pengamatan yang seksama dan pemeriksaan abdomen

klinis merupakan tanda klinik yang paling penting dalam

ulang adalah penting. Pemeriksaan kolonoskopi ulang

mendiagnosa kolesistitis akalkulosa.

d a p a t d i l a k u k a n u n t u k m e l i h a t efek p e n g o b a t a n . Pemakaian obat-obatan seperti vasodilator dan glukagon telah dicoba tetapi hasilnya tidak begitu baik. Indikasi untuk operasi bila ada peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus yang dalam dan obstruksi serta bila pada kolonoskopi ulang menunjuk kan penyakit yang bertambah berat. Tindakan operasi yang optimal adalah dengan melakukan reseksi segmen yang jelas mengalami iskemi dan mengangkat ujung usus yang tersisa (atau secara alternatif, pembentukan Hartmann's pouch). Upaya reVaskularisasi ataupun anastomosis primer tidak menunjukkan hasil yang baik terhadap penyakit kolitis iskemi.

Diagnosis. Biasanya ada leukositosis, tetapi sering sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya. Nilai laboratorium lainnya juga tidak khas. Sering kali demam yang tidak dapat dijelaskan atau peningkatan leukosit membuat ahli klinik mempertimbangkan diagnosis penyakit ini. Peningkatan ringan level bilirubin dalam serum, alkalin fospatase dan transaminase kadang-kadang terlihat. Uttrasound dan CT dapat membantu dalam menunjukkan diagnosis dengan menentukan pembesaran kandung empedu dengan penebalan dinding (6mm) dan adanya cairan pericholecystic yang mungkin tampak sebagai halo. Nyeri tekan pada palpasi dengan alat ultrasound, atau adanya gambaran ekogenisitas yang medium pada

P r o g n o s i s . B e b e r a p a kasus kolitis i s k e m i s e m b u h spontan. Tapi pada sejumlah kecil pasien terus mengalami pembentukan striktura setelah episode iskemi. Pada kasus ini diperlukan suatu pengamatan yang seksama dari perjalanan penyakit sambil dipersiapkan suatu tindakan operasi elektif.

pankreas, difus, homogen, tak berbayang, menunjukkan pus pada lumen k a n d u n g e m p e d u y a n g s e m u a n y a dianggap temuan positif Dengan menggunakan kriteria ini, sensitifitas 98% dilaporkan untuk diagnosis dari kolesistitis akalkulosa dengan menggunakan ultrasound. Diagnostik aspirasi perkutaneus dari kandung empedu mungkin juga bermakna, tetapi tetap kontroversial. Scintigrafi empedu kurang bermakna karena umumnya positif pada populasi

Kolesistitis A k a l k u l o s a Etiologi dan patofisiologi. Kolesistitis akalkulosa

pasien ini, bahkan dengan tidak adanya kolesistitis.

merupakan kolesistitis nekrosis yang terjadi tanpa adanya

Pengobatan. Tidak seperti kolesistitis pada penyakit

batu empedu. Seringkali terjadi pada penyakit yang kritis,

batu e m p e d u , pada kolesistitis a k a l k u l o s a p e r a n a n

syok, trauma atau pasien pasca operasi. Etiologi dari

pengobatan medis tidak ada. Pengobatan adalah berupa

kolesistitis akalkulosa jelas multifaktor, tetapi tampak

percobaan kolesistektomi bila diagnosis sudah ditegakkan.

bahwa iskemi non-oklusif berperan penting pada sejumlah

Prosedur kolesistektomi bersifat kontroversial, beberapa

kasus. Obstruksi dari duktus sistikus, narkotik dan sejumlah

penulis melaporkan angka mortalitas yang tinggi dengan

faktor lain (tromboxan A2, leukotrien,

platelete-activating

kolesistostomi d i b a n d i n g k a n d e n g a n kolesistektomi

factor, tumor nekrosis faktor) juga terlibat. Stasis empedu,

konvensional. Penundaan tindakan operasi sering

seperti yang terjadi pada puasa yang lama dan nutrisi

menyebabkan terjadinya ganggren yang progresif pada

parenteral, kemungkinan merupakan penyebab pada beberapa kasus.

kandung empedu, dapat terjadi perforasi dan peritonitis. Bila diobati dengan tepat, dapat menurunkan angka kematian (10 -15%).

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

1533

Beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata

Dua kelompok utama dari pasien y a n g berisiko

nnenunjang tindakan profilaksis terhadap kolesistitis

terhadap hepatitis iskemi adalah: pasien yang menderita

akalkulosa. Caranya adalah dengan pengosongan reguler

penyakit kardiovaskular dengan manifestasi baik sebagai

dari kandung empedu dengan memberikan diet tinggi

gagal jantung atau aritmia, atau pasien yang menderita

lemak atau pemberian kolesistokinin intravena.

hipotensi sekunder terhadap perdarahan atau sepsis. Insiden dilaporkan sangat bervariasi, tetapi terlihat ada

Hepatitis Iskemi Etiologi dan patofisiologi. Hepatitis iskemi didefinisikan

peningkatan yang bermakna dari bilirubin hampir 3 3 % dari pasien yang mengalami episode hipotensi yang berat.

sebagai insufisiensi yang berhubungan dengan nekrosis

Gambaran klinis. Manifestasi klinik hepatitis iskemi berupa

sentrilobuler, yang tampak setelah terjadi syok sirkulasi.

ikterus dengan peningkatan sementara level transaminase

Juga diketahui sebagai syok hepar atau insufisiensi hepar

dalam serum setelah periode hipotensi.

pasca trauma dengan gambaran histopatologis yang sangat khas.

Perjalanan penyakit hepar iskemi dapat dibagi dalam 3 fase yang berbeda: Pertama

adalah awal dari cidera

Diantara organ-organ splangnik, hati mempunyai

hati yang dimulai dengan gangguan hemodinamik dan

keunikan, yaitu mendapat suplai darah dari 2 sumber

berakhir dengan perbaikan aliran normal. Selama fase ini

yang sangat berbeda kandungan oksigen relatifnya, tetapi

level serum enzim biasanya normal. Kedua adalah cidera

tidak dalam responsnya terhadap iskemi. Kira-kira 2/3

hati yang ditandai dengan berbagai perobahan berupa

dari suplai darah disediakan oleh sirkulasi porta, yang

peningkatan dalam aminotransferase, alkalin fosfatase

dalam keadaan istirahat mempunyai campuran oksigen

dan laktatdehidrogenase. Peningkatan bilirubin biasanya

vena dengan kejenuhan 3 5 % sampai 50%. Tetapi selama

berlangsung 2 sampai 3 hari sebelum peningkatan enzim

syok kejenuhan ini turun 6% sampai dengan 10%, yang

dan jarang lebih tinggi dari 5-10 mg/dl. Abnormalitas

disebabkan oleh peningkatan kehilangan oksigen pada

laboratorium ini biasanya hilang dalam 1-2 minggu.

bed splangnik, dan kemudian ditambah lagi dengan

Ketiga adalah fase penyembuhan yang biasanya terjadi

menurunnya (secara disproporsional) aliran arteri hepatika

s e c a r a s p o n t a n a p a b i l a p e n y e b a b dari iskemi hati

dan darah vena porta dalam respons terhadap syok.

disingkirkan.

Meskipun dibawah keadaan normo volumik, sumbatan yang tersembunyi baik pada arteri hepatika ataupun vena porta akan menyebabkan vasodilatasi kompensasi dalam bed dari pembuluh yang lain (disebut respons buffer arteri hepatika) kedua bed secara bersama-sama akan memberikan respons selama periode syok, karena mekanisme homeostatik tumpang tindih dengan respons selektif dari k e d u a bed p e m b u l u h d a r a h t e r h a d a p angiotensin II. Sebagai akibatnya, hepar sebagai organ yang aktif secara metabolik dengan kebutuhan oksigen yang tinggi dalam keadaan normal, berada dalam keadaan sakit untuk mentolerir periode syok yang lama. Meskipun faktor awal penyebab hepatitis iskemi

Diagnosis. Diagnosis dipastikan dengan

adanya

peningkatan level transaminase serum dan bilirubin tanpa adanya bukti penyakit hati atau empedu primer Pada beberapa kasus, hepatitis iskemi sukar dibedakan dengan penyakit hepatobiliaris karena penyebab lain dan bahkan dapat tumpang tindih. Keadaan tumpang tindih ini tidak hanya membuat diagnosis menjadi lebih sulit bahkan dapat memperburuk dampaknya. Pada sebagian besar kasus, penyakit

traktus

biliaris seharusnya disingkirkan dengan sonografi atau kolangiografi. Pengobatan. Pengobatan hepatitis iskemi sangat supportif

adalah anoksia, tapi tampaknya pengaturan metabolit

Elemen yang paling penting, seperti pada semua sindrom

oksigen toksik (radikal bebas) pada reperfusi mungkin

iskemi splangnik, adalah pencegahan dari serangan iskemi

berperan penting j u g a . Sel-sel hepatosit dan endotel

dan melakukan intervensi bila serangan terjadi.

vaskular hati kaya akan xanthine oksidase, selanjutnya enzim danjuga substratnya (O^, hipoxanthin) akan keluar selama reperfusi. Epidemiologi. Hepatitis iskemi pertama kali dikenal dalam hubungannya dengan syok kardiogenik dan gagal jantung kongestif, seringkali setelah serangan infark jantung akut. Karena penatalaksanaan pasien dengan perdarahan dan

Tindakan yang penting adalah hindari

obat

vasokonstrlktor, kontrol cairan dan hemodinamik sistem dan fungsi j a n t u n g serta pelihara kejenuhan oksigen yang adekuat. Sepsis merupakan faktor y a n g dapat memperburuk keadaan dan seharusnya dihindari atau secara agresif segera diobati. Prognosis. Gangguan fungsi hati pada hepatitis iskemi

syok kardiogenik yang membaik, maka sering terjadi

biasanya tidak mengancam kehidupan. Pada penyakit yang

suatu gangguan insufisiensi hati yang tersembunyi dan

sangat parah, cidera hati dapat mengakibatkan kegagalan

tidak terdiagnosis dalam satu atau dua hari setelah kondisi

multi organ dan bahkan kematian. Jika pasien tetap hidup,

hipotensi pada syok kardiogenik itu dapat diatasi dengan baik.

disfungsi hati biasanya sembuh.

1534

Embolus Arteri Mesenterika Akut Etiologi dan patofisiologi. Infark mesenterika akut paling sering disebabkan oleh suatu sumbatan emboli atau trombotik dari satu atau lebih pembuluh mesenterika. Emboli arteri biasanya berasal dari jantung dan terjadi pada hampir dari 7 5 % kasus. Sebagian besar emboli terjadi pada pasien yang mengalami atrial fibrilasi. Trombus mural setelah infark jantung juga merupakan suatu sumber yang sering dari emboli perifer Aorta proksimal juga dapat menunjukkan plaque atheromatosa ke arah bawah yang menyebabkan embolisasi perifer Emboli terhadap AMS terjadi kira-kira 5% dari semua kasus embolisasi arteri perifer Embolus biasanya berada sedikit distal dari AMS, dengan demikian menyumbat pembuluh beberapa sentimeter dari asalnya. Seringkali, embolus menempel ke cabang yang lebih distal, menyumbat tempat asalnya dari kolika media, kolika kanan atau bahkan dari cabang perifer yang lebih kecil. Epidemiologi. Yang berisiko untuk terjadinya emboli mesenterika ini adalah pada pasien berusia lanjut, orangorang dengan penyakit pembuluh darah atherosklerotik yang tersebar yang telah ada sebelumnya, mereka yang punya riwayat stroke, infark j a n t u n g dan insufisiensi Vaskular perifer (tabel 3). Pasien yang mengalami emboli mesenterika seringkali mengalami atrial fibrilasi, mempunyai riwayat kardioversi atau menderita infark jantung yang luas. Gambaran klinis. Pada pasien dengan nyeri perut akut yang disebabkan emboli mesenterika sering ditemukan pula emboli ditempat lain seperti sekeliling mata, kaki dan kuku. Tanda-tanda vital biasanya normal pada awalnya, namun keluarnya cairan ke intralumen segera akan menyebabkan dehidrasi dengan manifestasi klinis sebagai takikardi, output urine menurun, dan bahkan hipotensi. Demam derajat rendah, kadang-kadang di bawah 38°C mungkin juga dijumpai. Diagnosis. Diperlukan suatu kecepatan dan ketepatan diagnosis pada emboli mesenterika akut ini karena sebagian besar pasien yang berisiko dengan usia lanjut ini hanya mempunyai sedikit cadangan fisiologis, sehingga onset dari serangan sangat cepat dan berakibat fatal sampai pada kematian. Arteriografi tidak hanya dapat memastikan diagnosis dari iskemi mesenterika pada pasien yang berisiko tersebut, tetapi juga menunjukkan kondisi anatomis yang dapat membantu ahli bedah untuk merencanakan usaha rekonstruksi sebelum laparotomi.

PENYAKIT VASKULAR

Tabel 3. Faktor Klinik yang Menjadi Predisposisi Iskemi Mesenterika Oklusi arteri Emboli (15% - 40% dari kasus) Kejadian emboli sebelumnya Atrial fibrilasi [cardioversion terakhir) RHD Artificial valve Ml (nfark jantung) terakhir Instrumentasi vaskular terakhir Kateterisasi jantung Angiografi Angioplasti Trombosis (15% - 65%) Dikenal sebagai penyakit vaskular Aterosklerosis Diseksi aorta Vaskulitis (termasuk SLE) Trauma Status hiperkoagulasi Dehidrasi Trombosis Vena (2% - 20%) Status Hiperkoagulasi Hormon atau kehamilan Karsinoma dan karsinomatosis Polisitemia Koagulopati Defisiensi Protein S Defisiensi Protein C Dehidrasi Obstruksi Vena Hipertensi portal Sindrom Budd-Chiari Karsinoma Aliran darah splangnik rendah CHF (gagal jantung kongestif) Syok Obstruksi Usus Trauma Skleroterapi Vasospasme (5% - 25%) Dehidrasi Syok CHF Tamponade perikardial Cardiopulmonary by pass Dialisis Obat-obat vasokonstriksi : Digitalis glikosid P-adrenergik antagonist a-adrenergik agonist Vasopressin Cocaine

Dengan alasan ini maka kalau fasilitas arteriografi tersedia, pasien seharusnya segera m e n d a p a t k a n arteriografi

Vasospasme yang berhubungan dengannya dan keadaan

sebelum tindakan operasi.

sirkulasi kolateral mungkin dijumpai. Vasospasme ini dapat

Temuan yang paling sering pada arteriografi adalah

menyulitkan dalam keberhasilan penatalaksanaan operasi

sumbatan AMS di tempat asal dari arteri kolika media.

dari lesi ini, seperti dibicarakan pada bagian selanjutnya.

1535

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

Pengobatan. Setelah diagnosis dari emboli mesenterika

pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF), dan pasien

ditegakkan, diindikasikan melakukan laparotomi yang

dengan infark jantung sebelumnya. Status hiperkoagulasi

tepat. Pada laparotomi, ahli bedah dapat menemukan

(polisitemia vera, dehidrasi, sindrom pasca splenektomi,

nekrosis yang sesungguhnya dari usus tersebut, dari

karsinoma), diseksi aorta dan trauma juga dihubungkan

duodenum sampai rektum.

dengan trombosis arteri mesenterika.

Penatalaksanaan operasi terdiri dari pembentukan kembali aliran masuk arteri jika memungkinkan, penilaian yang akurat dari usus yang sehat dan reseksi segmen iskemi. Pada kasus emboli arteri mesenterika superior ( A M S ) , aliran paling baik dibentuk kembali d e n g a n mengisolir A M S proksimal pada titik dimana pulsasi berhenti, membuat suatu insisi transversal pada pembuluh darah dan m e m i n d a h k a n / mengangkat embolus dan bekuan yang ada dengan kateter balon embolektomi. Setelah arteri dibersihkan, seharusnya dibilas dengan Na heparin. Pulsasi seharusnya merupakan bukti pada cabang distal AMS setelah embolektomi yang berhasil. Pada beberapa kasus, infus dari vasodilator seperti papaverin digunakan untuk mengatasi vasospasme yang

Gambaran klinis. Trombosis arteri mesenterika dapat terjadi secara lebih tersembunyi dibandingkan emboli mesenterika akut. Rasa nyeri mungkin lebih bersifat perlahan pada mulanya dengan intensitas lebih ringan sampai sedang. Gambaran fisik sama dengan sumbatan emboli dini, dengan sedikit nyeri tekan pada daerah yang dirasakan nyeri, distensi lambung ringan dan bising usus hipoaktif dengan adanya abdomen yang lembek. Tandatanda aterosklerosis sistemik berupa pulsus perifer yang berkurang atau bruit, seringkali ditemukan. Gambaran tingkat lanjut sama d e n g a n infark mesenterika dari penyakit emboli. Diagnosis. Sama dengan prinsip yang digunakan dalam

sering menyertai embolektomi, dan heparinisasi seringkali

mendiagnosa emboli mesenterika. Penyakit trombotik

digunakan untuk membantu mencegah trombosis

seringkali terjadi jauh lebih tersembunyi. Seperti halnya

sekunder terhadap trauma endotel dan juga mengobati

d e n g a n p e n y a k i t e m b o l i a r t e r i , tes l a b o r a t o r i u m ,

s u m b e r y a n g mendasari embolus.

dan foto polos biasanya mempunyai nilai diagnostik

Setelah reVaskularisasi, usus yang tidak sehat harus

hanya setelah infark terjadi. Arteriogram penting untuk

direseksi karena jika usus tersebut dibiarkan, usus ini

memastikan diagnosis trombosis arteri mesenterika dan

mungkin bertindak sebagai sumber sepsis.

untuk merencanakan suatu tindakan operasi. Sumbatan

Prognosis. Kematian pada penyakit emboli pembuluh darah mesenterika tinggi, bervariasi dari 50-90%. Bila manifestasi sistemik berat telah terjadi, disertai dengan iskemi intestinal yang mengalami gangren berarti pasien masuk k e s t a d i u m lanjut. Upaya terbaik y a n g harus dilakukan dalam upaya penyelamatan pasien adalah

u m u m n y a terjadi p a d a b a g i a n p e r t a m a dari A M S , dengan aksis AMS dan seliaka tersumbat. Disini dijumpai pembuluh darah kolateral yang besar dari AMI dan arteri lumbalis yang dapat berarti bahwa ini proses iskemi kronis yang sudah terjadi lebih dulu (proses akut dan kronis telah mengalami tumpang tindih).

segera melakukan reseksi dan mulai memberikan nutrisi

Pengobatan. Setelah diagnosis trombosis mesenterika

parenteral.

ditegakkan, biasanya diindikasikan laparotomi. Pada

Namun lebih dari pada itu semua, hal yang paling efektif untuk hasil yang baik adalah pencegahan, diagnosis

laparotomi, usus t a m p a k iskemi d e n g a n j a r a k y a n g b e r v a r i a s i , t e r g a n t u n g pada sirkulasi kolateral. Jika

yang cepat dan pengobatan dini yang agresif.

s u m b a t a n 2 dari 3 p e m b u l u h d a r a h

Trombosis Arteri Mesenterika Akut

darah y a n g tersisa dapat m e n y e b a b k a n iskemi dari

Etiologi dan patofisiologi. Sumbatan oleh trombus pada suplai Vaskular mesenterika terjadi kira-kira 10-15% dari kasus iskemi mesenterika akut. Trombosis mesenterika akut biasanya terjadi ditempat lesi aterosklerosis yang ada sebelumnya atau abnormalitas anatomis lain. Penurunan pada curah jantung, sekunder terhadap dehidrasi atau p e r d a r a h a n , atau setelah infark j a n t u n g , s e r i n g k a l i mendahului episoda trombotik.

mesenterika

sebelumnya terjadi, maka trombosis akut dari pembuluh lambung dan rektum. S e p e r t i pada p e n y a k i t emboli

penatalaksanaan

operasi terdiri dari pembentukan kembali aliran masuk arteri, penilaian viabilitas usus dan reseksi s e g m e n yang mengalami iskemi. Pada kasus trombosis A M S , reVaskularisasi seringkali lebih sulit, biasanya memerlukan pintas vena saphena dari lesi yang tersumbat. Prosedur ini dimulai dengan mobilisasi bagian keempatdari duodenum dari l i g a m e n t u m treitz, m e m u n g k i n k a n

penutupan

Epidemiologi. Trombosis arteri mesenterika seringkali

kira-kira AMS proksimal sampai aorta. Segmen pendek

terjadi pada kondisi aliran darah vaskular yang lambat (lihat

dari vena saphena kemudian dilakukan interposisi dari

tabel 3). Pasien tertentu yang berisiko untuk terjadinya

aorta infrarenal ke bagian yang sesuai dari AMS. Tempat

trombosis mesenterika adalah usia lanjut, aterosklerotik

alternatif dari aliran ke dalam cangkokan berupa aorta

d e n g a n p e n y e m p i t a n pada d a e r a h p r o k s i m a l A M S ,

supra seliaka dan arteri hepatika dekstra. Pada beberapa

PENYAKIT VASKULAR

1536 kasus yang sangat berat usaha yang bersifat heroik

mesenterika cenderung tersembunyi. Gejalanya berupa

ini tidak diindikasikan karena irreversibilitas cedera

nyeri abdomen yang tidak jelas, diare (sering berdarah)

gastrointestinal, atau keadaan dari pasien ini. Pada pasien

dan muntah. Sering gejala yang non spesifik ini diikuti

ini operasi lebih diarahkan terhadap reseksi dari semua

oleh kegagalan sirkulasi seperti terjadinya hipovolumia.

usus yang tidak sehat.

Pada pemeriksaan fisik adanya nyeri tekan perut secara

Pengobatan trombolitikjuga telah disarankan sebagai

umum dan distensi yang terjadi kemudian. Dan kemudian

Pengobatan trombosis arteri mesenterika, terutama jika

akan terjadi peritonitis yang sesungguhnya bila infark

iskemi didiagnosis secara tepat, namun n a m p a k n y a

transmural atau perforasi telah terjadi.

ada hal-hal yang membatasi manfaatnya yaitu risiko perdarahan dan kemungkinan pelepasan faktor-faktor lumen yang toksik dari lumen usus.

Diagnosis. Kadang-kadang onset yang tersembunyi dari trombosis vena mesenterika menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis. Tes laboratorium seringkali didapatkan

Prognosis. Kematian pada trombosis Vaskular mesenterika

leukositosis dan peningkatan hematokrit, yang merupakan

adalah tinggi, berkisar 70-90%. ReVaskularisasi yang

cerminan dari hemokonsentrasi. Seperti halnya dengan

berhasil dapat dihubungkan dengan hasil jangka panjang

sumbatan arteri, serum marker lainnya biasanya hanya

yang baik. Pemberian nutrisi penunjang parenteral yang

berubah seperti perkembangan iskemi menjadi infark.

baik dan adekuat pasca operasi akan meningkatkan

Foto polos sering menunjukkan dilatasi, fluid-filled loop of

keberhasilan kesembuhan pada pasien ini.

bowel (cairan bebas pada rongga perut). Edema mukosa

Trombosis Vena Mesenterika (TVM)

diagnostik non-invasif dari MRI dan CT kadang-kadang

lebih menonjol daripada sumbatan arteri. Modalitas

Etiologi dan patofisiologi. Trombosis vena mesenterika mungkin merupakan hal y a n g idiopatik atau secara sekunder terjadi akibat sejumlah kelainan klinis tertentu. Kelainan h i p e r k o a g u l a s i t u r u n a n , b e r u p a defisiensi

dapat memberikan diagnosis dini dari T V M , sehingga m e m u n g k i n k a n pemberian antikoagulan secara dini. Akhirnya, sebagian besar pasien menunjukkan indikasi yang jelas untuk laparotomi.

protein S, protein C, dan anti thrombin III telah diketahui

Pengobatan. Beberapa kasus trombosis vena segmental

merupakan penyebab yang sering, padahal sebelumnya

atau parsial dapat diobati dengan antikoagulan terutama

diklasifikasi- kan sebagai idiopatik. S u m b a t a n vena

bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini. Bila diagnosis

sekunder dapat terjadi mungkin akibat trauma, status

infark vena sesungguhnya telah ditegakkan, maka segera

hiperkoagulasi atau iritasi intraperitoneal.

dilakukan operasi.

Trombosis akut dari vena mesenterika diikuti oleh hiperemia, edema, dan perdarahan sub-serosa pada usus yang sakit (seperti gambaran infark hemoragik). Lumen usus dengan cepat terisi dengan cairan hitam seperti darah. Timbunan cairan sangat menonjol dalam kasus sumbatan vena dan mungkin bersifat masif. Dengan sumbatan vena yang ekstensif, trombosis sekunder dari sirkulasi arteri mungkin juga terjadi. Sebagai akibatnya, tempat pertama dari sumbatan, apakah arteri atau vena, tidak pernah dapat ditentukan. Lagipula, phlebitis septik sekunder terhadap peradangan (pyelophlebitis) dari sistem porta dapat terjadi dan menimbulkan emboli septik pada hepar Epidemiologi. Meskipun hampir 50% dari kasus trombosis vena mesenterika (TVM) adalah idiopatik, namun pasien yang berisiko dapat diidentifikasi (lihat tabel 3). Pasien dengan hipertensi portal, dehidrasi atau dengan sumber sepsis intraperitoneal (apendisitis, penyakit usus yang meradang, divertikulitis) berisiko terhadap trombosis sekunder, seperti pasien pada status hiperkoagulasi. Laporan j u g a telah menjelaskan T V M sebagai suatu komplikasi dari skleroterapi endoskopi. Manifestasi klinis. Onset suatu trombosis

vena

Pada laparotomi, tampak usus m e n e b a l , e d e m a , berdarah dan terisi dengan cairan warna hitam, memberikan warna usus yang berwarna maroon (merah genteng), usus yang sakit mirip dengan loop strangulasi. Reseksi seharusnya dilakukan, dengan perhatian terhadap daerah yang dieksisi di luar area infark yang ditemukan, karena bila ditemukan j u g a trombosis vena didaerah tersebut, tapi tidak dilakukan reseksi atau reparasi, maka laparotomi kedua seringkali diindikasikan pada kasus ini karena trombosis dapat berkembang dengan baik setelah operasi. Setelah operasi, antikoagulan dengan heparin dan warfarin seharusnya diberikan. Pengobatan ini biasanya diteruskan dalam jangka waktu yang panjang. Sebagai tambahan, jika trombosis sifatnya idiopatik, evaluasi yang seksama dari fungsi pembekuan darah pasien dan riwayat keluarga seharusnya dilakukan. Pada beberapa kasus, klinikus harus waspada terhadap suatu proses keganasan yang tersembunyi. Prognosis. Hasil operasi untuk trombosis vena mesenterika sedikit lebih baik d i b a n d i n g s u m b a t a n a r t e r i . Sifat segmental yang sering terjadi dari sumbatan mungkin menyebabkan hasilnya lebih baik. Seperti halnya dengan iskemi arteri, diagnosis dini dan intervensi operasi yang tepat merupakan kunci penanganan yang berhasil.

1537

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

dari sumber sepsis endogen pada proses yang sedang

Sindrom Disfungsi Organ Multipel (SDOM) Etiologi dan patofisiologi. Sindrom disfungsi organ multipel (SDOM) dulunya disebut multisystem

organ

failure (MSOF). Kompleks ini mencakup cidera jaringan pertama, adult

respiratory

dystress

syndrome

(ARDS)

dan hipermetabolisme, diikuti dengan kegagalan organ lain (tabel 4). Ini menyebabkan sebagian besar pasien yang dirawat di ICU menetap lebih lama dari 5 hari dan menyebabkan kematian dengan angka lebih dari 90% pasien-pasien bedah yang dirawat di ICU. Lagipula, perawatan pasien dengan SDOM membutuhkan sumber tenaga manusia berkualitas dan biaya yang tinggi.

berlangsung. Kemungkinan ini disebabkan sekunder dari bakteremia persisten dan endotoxemia dari Gl tractnya sendiri. Seperti telah dibicarakan sebelumnya, kerusakan barier mukosa Gl tract merupakan port d'entry tidak hanya untuk bakteri tetapi juga endotoksin dan faktor lumen lainnya yang memberikan andil terhadap respons peradangan sistemik dan cidera organ jauh. Sesungguhnya, telah dianjurkan bahwa pemeliharaan barier mukosa Gl tract dengan pemberian makanan secara enteral dapat membantu menurunkan mortalitas pada suatu perawatan kritis, sedangkan pemberian nutrisi penunjang parenteral dapat meningkatkan insiden translokasi bakteri akibat

Tabel 4. Keterllbatan Organ pada Sindrom Disfungsi Organ Multipel

dari atrofi usus.

Organ gastrointestinal Usus halus - iskemi mukosa non oklusif Usus besar - kolitis iskemi Lambung - gastritis stres Hati - hepatitis iskemi Kandung empedu - kolesistitis akalkulosa Pankreas - pankreatitis iskemi

cidera reperfusi iskemi terhadap barier mukosa usus

Organ non gastrointestinal Paru - adult respiratory distress syndrome Jantung - kontraksi otot jantung turun Ginjal - gagal ginjal SSP - obtundatio Sistem pembekuan - disseminated intrsvascular coagulation Sistem imun - aktivasi mediator peradangan

Dari semua etiologi yang diusulkan terhadap SDOM, superfisial tampaknya yang paling mungkin. Pasien yang diperkirakan mengalami syok sirkulasi, hipoksia, sepsis dan bentuk awal yang lain dari stres fisiologis yang hebat tetap mengalami iskemi non-oklusif ringan dari usus yang sering tidak berkembang ke arah nekrosis usus yang sebenarnya. Meskipun proses ini tidak secara langsung dikenal secara klinik, hal ini sering menyebabkan kerusakan mukosa dengan hilangnya fungsi barier epitel. Setelah fungsi barier hilang, translokasi bakteri dan kemungkinan toksin lumen lainnya, di fasilitasi pada tikus yang mengalami syok hemoragik, rangkai menyeluruh dari kejadian ini terlihat dan dicegah dengan pra pengobatan dengan allopurinol, menunjukkan bahwa radikal bebas, diatur dari xanthine oksidase pada reperfusi, mungkin berperan penting. Tidak diketahui apakah ini adalah

Kejadian yang menyebabkan SDOM adalah cidera

bakteri, toksin atau enzim pencernaan yang memediator

lokal akibat trauma, infeksi atau hipoperfusi, kemudian

cidera sistemik atau apakah agent ini sebagai pencetus

terjadi respons radang lokal, kemungkinan sebagai akibat

pelepasan mediator peradangan dari usus itu sendiri,

aktivasi platelet, cidera endotel, pelepasan mediator

hepar atau dimana saja. Pada setiap kasus, kehilangan

radang dan aktivasi sistem pembekuan. Sebagai akibatnya,

fungsi barier ini kemungkinan basis dari kenyataan bahwa

komplemen, koagulasi dan sistem kalikrein diaktivasi,

usus merupakan motor dari kegagalan organ multiple.

menyebabkan status hipermetabolik, dengan peningkatan hebat konsumsi oksigen dan kebutuhannya. Seringkali paru-paru merupakan organ pertama yang gagal (ARDS) dan menyebabkan ketergantungan ventilator j a n g k a panjang. Kemudian diikuti kegagalan organ lain seperti ginjal, sistem imun, saluran cerna dan hati, menyebabkan gagalnya sistem kardiovaskular, sepsis dan meninggal. Meskipun karakteristik hemodinamik dan metabolik dari SDOM menunjukkan hal yang mirip sepsis dengan berbagai p e n y e b a b , b e b e r a p a dari pasien ini tidak menunjukkan sumber sepsis dan hasil kultur ulang negatif

Epidemiologi.Pasien y a n g berisiko t e r h a d a p S D O M adalah mereka yang mengalami stress fisiologis hebat, yaitu trauma, perdarahan, gagal jantung,

foypossjantung-

paru, penyakit yang parah, luka bakar atau operasi yang besar Meskipun laparotomi atau laparoskopi eksplorasi telah direkomendasikan pada pasien yang menunjukkan pemburukan progressif tanpa suatu sumber yang jelas, tindakan ini tidak ditunjang dengan penelitian yang pasti. G a m b a r a n klinis. Sindrom disfungsi organ multipel

Meskipun dengan penatalaksanaan yang baik terhadap

merupakan suatu sindrom yang progressif berupa

kontaminasi bakteri dan sumber sepsis, namun tetap saja

terjadinya kegagalan organ secara serentak. Waktu

dapat terjadi suatu sindrom dari kegagalan organ multipel.

kejadiannya bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa

Secara jelas, beberapa dari pasien ini mengalami sepsis

bulan dan dapat dijelaskan dalam berbagai stadium.

1538

PENYAKIT VASKULAR

Stadium awal secara klinis sama dengan sepsis, ada demam

Epidemiologi. Kebalikan dari pasien dengan penyakit

dan leukositosis. Pada stadium kedua, kegagalan organ

aterosklerosis, pasien ini sering lebih muda dengan usia

progressif menjadi jelas dan terdeteksi adanya ekstraksi

rata-rata limapuluhan saat diagnosis, laki-laki lebih sedikit

oksigen sistemik. Pada stadium ini, mortalitasnya hampir

dibanding wanita dengan rasio 1:3.

mencapai 50%. Jika penyakit ini terus berlanjut, akan terjadi kegagalan organ lebih lanjut, dan akhirnya terjadi kolaps kardiovaskular yang menyebabkan kematian.

Gambaran klinis. Sebagian besar pasien mengalami nyeri abdomen, tetapi kurang dari separuh yang mengalami gejala angina intestinal klasik. Sisanya menunjukkan

Diagnosis. Tidak ada tes laboratorium atau rontgen yang

berbagai sindrom nyeri abdomen yang tidakjelas. Diare,

bersifat diagnostik dari SDOM. Diagnosis harus ditegakkan

nausea dan muntah senng dijumpai. Beberapa pasien

dengan evaluasi dari seluruh gambaran klinis dengan

b e r h u b u n g a n d e n g a n kehilangan berat badan yang

perhatian yang diberikan secara khusus terhadap status

bermakna (dikarenakan menghindari m a k a n a n pada

imunologis dan pulmonen

bulan-bulan sebelumnya).

P e n g o b a t a n . Tidak a d a p e n g o b a t a n khusus untuk

D i a g n o s i s . D i a g n o s i s s i n d r o m ini sulit d i t e g a k k a n ,

kegagalan multipel organ. Tindakan non-spesifik berupa

diperlukan

pencegahan dan pengobatan penunjang masih merupakan

m e n d a p a t k a n hasil y a n g m e m u a s k a n . S e l a n j u t n y a ,

pengobatan utama disertai evaluasi agresif terhadap

dianjurkan pasien menjalani seri pemeriksaan saluran

k e m u n g k i n a n s u m b e r infeksi. Sejumlah

cerna bagian atas seperti, small bowel

pengobatan

eksperimental sedang dievaluasi, termasuk nutrisi, aspek i m u n o l o g i s dan obat p e n u n j a n g

kecermatan

dan p e n g a l a m a n

untuk

follow-through,

barium enema, ERCP (endoscopic retrograde cholangio-

kardioVASKULAR.

pancreatography), urografi intravena dan CT scan perut.

Beberapa diantaranya dalam penelitian klinis dan segera

Jika pemeriksaan ini gagal, dapat dilakukan arteriografi.

dipersiapkan untuk pemakaian secara luas.

Arteriografi seliaka selektif yang menunjukkan kompresi

Prognosis. Saat ini mortalitas SDOM telah mengalami penurunan dari hampir 90% beberapa tahun yang lalu menjadi 34-40% saat ini, walaupun tetap merupakan suatu sumber mortalitas utama di ICU.

Ultrasonogram duplex merupakan tes yang kurang i n v a s i f untuk m e m a s t i k a n d i a g n o s i s

penyempitan

p e m b u l u h darah m e s e n t e r i k a . MRI j u g a d i g u n a k a n untuk mengukur kecepatan aliran darah mesenterika

Sindrom Kompresi Arteri Seliaka

dan mungkin bermanfaat dalam mengidentifikasi calon

Etiologi dan patofisiologi. Kasus pertama yang diduga sindrom kompresi arteri seliaka (disebut juga sindrom ligamentum arcuata mediana) dilaporkan dari Finlandia tahun 1963 pada seorang laki-laki usia 57 tahun yang menderita nyeri perut kronik dan stenosis seliaka. Sejak saat itu perhatian ahli klinik mulai ditujukan pada kasus y a n g b e r h u b u n g a n dengan pasien yang mengalami nyeri perut kronik dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan. Seperti yang dijelaskan oleh Harjola, sindrom ini berupa nyeri perut kronik yang disebabkan penyempitan arteri seliaka akibat kompresi s e r a b u t

dari arteri seliaka proksimal, AMS dan AMI biasanya tampak normal.

ligamentum

arcuata mediana diafragma. Pada laparotomi, pembuluh darah tampak normal, tetapi tertekan oleh pita fibrosa dari l i g a m e n t u m . Meskipun tidak d i r a g u k a n bahwa perbaikan secara subjektif pada nyeri abdomen terlihat pada beberapa pasien setelah prosedur ini, tapi tidak jelas apakah secara objektif aliran darah arteri seliaka ini membaik.

untuk operasi. Pengobatan. Keberhasilan pengobatan ditentukan oleh kebebasan seluruh aksis seliaka hingga sampai ke trifurcatio dari perangkap serabut ligamentum arcuata mediana. Sebagai tambahan, dilakukan juga mobilisasi dan eksisi jaringan syaraf peri-seliaka baik bagian sisi aksis seliaka, dilatasi arteri seliaka intra-operatif melalui arteri lienalis. Jika diperlukan dapat dilakukan rekonstruksi arteri seliaka dengan reseksi dan reanastomosis primer, atau dengan cangkok pintas. Prognosis. Ditentukan oleh keberhasilan dekompresi aksis seliaka dan dilatasi atau rekonstruksi ditangan ahli bedah berpengalaman. Hilangnya gejala dalam waktu yang lama telah dilaporkan pada 7 0 - 8 0 % pasien.

Iskemi Mesenterika Non-Oklusif (IMNO) Etiologi dan patofisiologi. Mekanisme mendasar yang menyebabkan IMNO adalah suatu vasokonstriksi splangnik

Iritasi dari serabut syaraf otonom viseral dengan

selektif yang sebetulnya merupakan autoregulasi normal

konstriksi otot diafragma juga telah diusulkan sebagai

dari aliran darah pada mikrosirkulasi usus. Hasilnya

penyebab dari sindrom ini, namun simpatektomi atau

adalah iskemi intestinal karena tubuh mengatur aliran

g a n g l i o n e k t o m i t e r n y a t a tidak selalu m e m p e r b a i k i

darah usus secara tidak langsung terhadap organ vital

keadaan.

lainnya. Vasokonstriksi splangnik yang hebat terjadi pada

1539

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

keadaan syok kardiogenik, hemoragik dan bentuk lain dari

Secara praktis, ini berarti bahwa bila pasien dengan

stres fisiologis yang hebat. Mediator humoral, terutama

penyakit yang kritis sebelumnya, kemudian didapatkan

Angiotensin II dan kemungkinan vasopressin, secara

nyeri abdomen non-spesifik dan distensi usus, maka

langsung memediator respons ini. Kolon kanan tampaknya

diagnosis iskemi mesenterika seharusnya difikirkan dan

sangat peka terhadap IMNO.

dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi.

Epidemiologi. Sejak pengenalan pertama dari IMNO pada tahun 1958, kesadaran klinis dari masalah ini berkembang dengan baik. Laporan awal menyatakan bahwa IMNO terjadi k i r a - k i r a 1 0 - 2 0 % dari s e m u a k a s u s i s k e m i mesenterika. Laporan lebih baru, menunjukkan bahwa insiden mungkin mencapai 50%. Tingginya angka ini mungkin karena makin membaiknya pengertian tentang sindrom klinik ini dan dapat pula disebabkan penurunan

Diagnosis radiografi dari v a s o s p a s m e splangnik adalah dengan arteriografi mesenterika superior selektif Keberadaan lesi aterosklerosis seringkali mengkomplikasi interpretasi ini. Gambaran yang khas melibatkan spasme yang jelas dari pembuluh darah makroskopis (bukan lesi yang bertanggung j a w a b terhadap iskemi), serta kehilangan dari blush arteri normal dari pembuluh darah mikro dinding usus.

nilai ambang untuk memasukkan pasien kedalam kategori

Pengobatan. Penatalaksanaan awal dari pasien yang

diagnostik ini. Walaupun sebagian besar pasien pada syok

dicurigai m e n g a l a m i I M N O d i a r a h k a n pada koreksi

sirkulasi mengalami penurunan perfusi splangnik, namun

kelainan yang mendasari terjadinya vasospasme mesente-

tetap sulit untuk m e m b e d a k a n respons homeostatik

rika. Selanjutnya memperbaiki volume intravaskular dan

normal ataukah respons patologi yang menunjukkan

curahjantung. Seterusnya resusitasi volume, reduksi after

suatu iskemi usus. Pada beberapa penelitian lain ternyata

load, hindari obat vasokonstriksi (termasuk digitalis) dan

insiden yang sesungguhnya dari IMNO mungkin menurun,

kadang-kadang obat inotropik tertentu. Sebagai tambahan,

kemungkinan ini karena makin meningkatnya penggunaan

dekompresi lambung, pemberian oksigen dan antibiotik

kateter arteri pulmonary dan agen vasodilator untuk

merupakan tindakan penunjang selanjutnya. Diupayakan

memonitor dan mengoptimalkan sistem hemodinamik

menghindari setiap tindakan yang meningkatkan aktivasi

pada perawatan intensif modern.

aksis renin-angiotensin, sekresi vasopresin atau sistem

Infark j a n t u n g , gagal j a n t u n g kongestif, aritmia jantung, operasi besar alat dalam, peritonitis, dialisis kronis, hipovolumia dan syok merupakan faktor predisposisi pasien IMNO, j u g a pada penggunaan digitalis glikosid (yang potent dan merupakan vasokonstriktor splangnik yang selektif), vasopressor, diuretik dan p e m a k a i a n

syaraf simpatis. Setelah diagnosis dengan arteriografi mesenterika, diberikan injeksi bolus tolazolin (25 mg) atau papaverin (60 mg) yang diberikan selama 20 menit. Dilakukan a r t e r i o g r a m ulang untuk menilai respons pengobatan, biasanya dapat dilihat suatu perbaikan pada vasospasme. Setelah injeksi bolus, dilanjutkan dengan

kokain.

infus berkelanjutan dari papaverin (30-60 mg/jam) dan

G a m b a r a n klinis. Tanda-tanda dan gejala yang ada

ditempatnya. Pengobatan kemudian dilanjutkan selama

dari IMNO mungkin sama dengan penyakit trombus mesenterika akut, seperti adanya gejala kram perut, nyeri abdomen sekitar pusat yang kemudian menetap, nyeri tumpul. Onset serangan seringkali secara klinis sangat tersembunyi secara klinis. Lagipula, beberapa dari pasien ini mungkin tidak menunjukkan gejala yang nyata, nyeri abdomen difus, malabsorpsi dan maldigesti dengan ileus yang semuanya umumnya terlihat pada pasien dengan IMNO. Sayangnya, temuan ini tidak spesifik untuk suatu dignosis IMNO.

pasien dibawa kembali ke ICU d e n g a n kateter A M S 12-24 jam dengan perhatian diarahkan terhadap tandatanda perbaikan klinis (penurunan distensi abdomen, kembalinya peristaltik usus dengan mendengar bising usus dan defekasi), penurunan rasa nyeri dan perbaikan sepsis atau keadaan umum. Operasi berperan penting meskipun peranannya sekunder dalam penatalaksanaan iskemi non-oklusif. Diagnosis dan arteriografi terapeutik yang terlambat serta laparotomi yang tidak tepat kemungkinan dapat memperburuk vasospasme splangnik, dengan demikian

Diagnosis. Peningkatan jumlah lekosit dan abnormalitas

arteriogram sebelum laparotomi adalah penting. Jika

elektrolit telah d i l a p o r k a n sampai 7 5 % dari pasien

a b d o m e n t e r b u k a dan penyakit iskemi n o n - o k l u s i f

IMNO. Tapi data ini tidak begitu spesifik, karena hal ini

diketahui, abdomen seharusnya ditutup dan pasien dibawa

dapat pula m e n c e r m i n k a n keparahan penyakit yang

ke ruang angiografi untuk mendapat arteriografi dan infus

mendasarinya atau menunjukkan adanya

nekrosis

vasodilator. Jika dilakukan laparotomi, keputusan untuk

usus yang sesungguhnya. Foto polos abdomen hanya

reseksi dilakukan setelah penilaian usus yang cermat

menggambarkan pola gas yang non-spesifik.

pada status perfusi yang optimal untuk viabilitas usus.

Kunci keberhasilan penatalak sanaan dari masalah ini

Operasi disesuaikan terhadap evaluasi dan reseksi dari

terletak pada indeks kecurigaan yang tinggi, diperkuat

usus yang mengalami nekrosis. Jika reseksi usus dilakukan,

lagi dengan diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat.

operasi kedua mungkin diperlukan untuk menilai viabilitas

PENYAKIT VASKULAR

1540 selanjutnya, terutama jika ketidak stabilan hemodinamis

Prognosis. Angka kematian pada pasien dengan obstruksi

yang mendasarinya terjadi.

intestinal secara dramatis meningkat dengan kejadian

Prognosis. Angka kematian IMNO tinggi (>90%) dan sebagaian besar disebabkan keparahan dari penyakit yang mendasarinya. Tapi dengan tindakan yang agresif d i k o m b i n a s i d e n g a n a r t e r i o g r a f i y a n g baik d a p a t menurunakan mortalitas sampai 50%.

nekrosis usus. Laparotomi, penurunan segmen yang mengalami jepitan dan reseksi dari semua usus yang tidak sehat memberikan hasil yang terbaik.

Enterokolitis Nekroti Sasi Neonatal (ENN) Etiologi dan patofisiologi. Enterokolitis nekrotisasi

Obstruksi Strangulasi Etiologi dan patofisiologi. Obstruksi

neonatal (ENN) merupakan suatu penyakityang mengancam strangulasi

melibatkan pembuluh darah gabungan dari suatu segmen usus y a n g m e n g a l a m i kompresi mekanis ekstrinsik. Proses ini dapat melibatkan usus halus (obstruksi usus halus mekanis), kolon (sigmoid atau volvulus cecal), atau lambung (hernia paraesofagus dengan volvulus). Patofisiologi strangulasi melibatkan aliran darah vena dan arteri, keadaan ini diduga terjadi sekunder terhadap dilatasi yang hebat dan masif dari segmen usus dengan peningkatan tekanan intra lumen yang cukup untuk pertama-tama mengganggu aliran vena, kemudian aliran arteri. Dilatasi segmental sering menyebabkan volvulus dan menyebabkan pemendekan suplai Vaskular segmental utama bagi loop yang terlibat, dengan konsekuensi iskemi. Kadang-kadang segmen yang mengalami pelintiran akan secara spontan mengecil sendiri meskipun bilamana terjadi strangulasi yang sesungguhnya, hal tersebut jarang sekali mengecil tanpa intervensi operasi. Epidemiologi. Jepitan usus adalah keadaan yang sering terjadi, tapi juga yang paling dapat diobati. Diperkirakan jepitan terjadi pada 20-40% dari pasien-pasien pasca operasi o b s t r u k s i usus halus. A d a n y a j e p i t a n pada obstruksi usus halus dapat meningkatkan angka mortalitas mendekati dua kali lipat. Gambaran klinis dan diagnosis. Diagnosis obstruksi usus sendiri biasanya mudah. Pengenalan dini dari obstruksi strangulasi secara klinis atau laboratoris akan sangat menguntungkan dalam penatalaksanaannya. Rasa nyeri yang kontinyu seperti kolik, demam, takikardi, tanda-tanda fisik dari peradangan peritonium parietal, leukositosis, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan peningkatan serum enzim merupakan tanda-tanda yang dapat membedakan iskemi usus. Hal yang sulit adalah membedakan antara pasien dengan penjepitan dini dan pasien yang mengalami obsruksi sederhana. Pengobatan. Penyebab yang mendasari obstruksi (adhesi, hernia, karsinoma) harus dikoreksi dengan operasi dan setiap segmen dari usus yang tidak sehat direseksi. Pada beberapa keadaan anastomosis primer adalah tepat. Bila berhubungan dengan sepsis intraperitoneal atau kolon yang tersumbat, suatu ostomi dan rekonstruksi terencana merupakan pilihan yang lebih baik.

kehidupan yang hanya terjadi pada bayi prematur dengan stres yang hebat. Penyakit ini ditandai dengan distensi lambung, berak darah, muntah (dengan kegagalan menelan makanan) dan keadaan klinis yang buruk. Insiden ENN meningkat dengan meluasnya perawatan intensif neonatus modern dan pengobatan agresif pada bayi prematur Etiologi yang tepat dari ENN tidakjelas, tetapi tampaknya hal awal yang mendasarinya adalah vasokonstriksi splangnik sekunder terhadap stres fisiologis yang hebat. Tampaknya ada 2 langkah proses patofisiologi : vasokon striksi mesenterium menyebabkan iskemi, dan suatu cedera mukosa awal yang kemungkinan mengganggu fungsi bariernya. Kejadian awal ini diikuti oleh perkembangan dari lesi mukosa yang reversibel menjadi infark transmural, yang berhubungan dengan sejumlah faktor lain seperti makanan pertama bayi dengan formula susu non ASI, adanya pertumbuhan yang berlebihan dari bakteri (kuman Klebsiella) dan kemungkinan yang paling penting adalah ketidak mampuan sistem kekebalan tubuh. Kemungkinan tidak s e m p u r n a n y a sistem kekebalan bayi prematur m e m u n g k i n k a n lesi yang reversibel (nekrosis epitel) berkembang yang disebabkan oleh invasi bakteri menjadi infark transmural irreversibel. Secara histologis, usus menunjukkan nekrosis iskemi dengan mukosa yang lebih sering terkena (sama dengan iskemi mesenterika). Epidemiologi. ENN dapat terjadi dengan pola endemik dan epidemik pada ICU yang sama. Jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi ibu, geografi dan musim semuanya tidak mempunyai efek pada insiden dari ENN. Jarang terlihat ENN pada bayi yang dilahirkan setelah masa kehamilan 35-36 minggu. Prematuritas, pemberian makanan non ASI dan stres fisiologis hebat, seperti bayi yang mengalami RDS, merupakan faktor predisposisi yang penting. Gambaran klinis. Gambaran klinis klasik dari ENN adalah perburukan yang membahayakan dari bayi prematur yang berusia lebih muda dari 2-3 minggu. Terjadi distensi lambung, bayi tidak mau makan dan dapat mengalami diare berdarah atau feses dengan bercak darah, adanya tanda-tanda dan gejala ileus atau obstruksi, tanda-tanda sistemik berupa apneu, bradikardia, hipotermi dan letargi. Tanpa p e n g o b a t a n , bayi dapat mengalami perforasi intestinal, sepsis, asidosis dan hipotensi.

1541

PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK

Diagnosis. Tes laboratorium pada diagnosis ENN non-

penyakit arteri perifer difus, risiko akan meningkat bila

spesifik. Trombositopenia dengan atau tanpa DIC sering

pasien mengalami hiperkolesterolemia dan diabetes.

terlihat, j u g a adanya leukopenia, asidosis metabolik

Penyakit ini didapatkan pada usia pertengahan dan usia

refrakter dan hiponatremia.

lanjut.

Gambaran radiografi yang berupa gas pada dinding usus dapat untuk menegakkan diagnosis, namun temuan ini tidak selalu terlihat terutama pada bayi yang tidak makan. Pneumoperitoneum yang sesungguhnya mungkin juga terjadi, meskipun temuan ini juga tidak spesifik untuk ENN. Pengobatan. Diagnosis dini dan pengobatan non-operatif yang baik, menunjukkan keberhasilan pada p e n a t a laksanaan sejumlah kasus ENN. Pengobatan penyakit ini sama dengan IMNO pada dewasa, tetapi tanpa pemakaian vasodilator atau angiografi. Hipovolumia seharusnya dikoreksi, istirahatkan usus (puasa dan nasogastrik dekompresi) dan pemberian antibiotik sistemik. Nutrisi parenteral j u g a seharusnya dimulai sejak dini, pasien d i p u a s a k a n s e l a m a 10-14 hari. S e r i n g k a l i t i n d a k a n tersebut cukup untuk memungkinkan regenerasi dari mukosa yang cedera dan m e n c e g a h p e r k e m b a n g a n sekunder terhadap infark transmural. Sebagian besar ahli gastroenterologi meyakini bahwa operasi seharusnya dilakukan hanya pada sebagian kasus yang parah yang mengalami perkembangan menjadi infark transmural, dengan atau tanpa perforasi. Tindakan operasi adalah berupa reseksi usus yang nekrotik, ileostomi dekompresi

Gambaran klinis. Angina intestinalis dikenal dengan gejala klinis yang disebut triad klinis yaitu nyeri sesudah makan, kehilangan berat badan kronis dan takut makan (sitofobia). Gejala-gejala ini sangat khas dan penting untuk diagnosis. Rasa nyeri berupa kram, analog dengan angina pektoris. Diare dan konstipasi mungkin ada disertai anoreksia. Pemeriksaan fisik tidak spesifik kecuali untuk penurunan berat badan yang kronis dan temuan lain yang berhubungan dengan manifestasi aterosklerosis secara umum. Dapat ditemukan peningkatan peristaltik selama serangan. Diagnosis. Diagnosis dicurigai bila pasien mengalami penurunan berat badan dengan nyeri abdomen setelah makan. Diperlukan pemeriksaan arteriografi biplanar u n t u k m e m u n g k i n k a n v i s u a l i s a s i dari p e m b u l u h pembuluh viseral. Meskipun diagnosis yang tepat tidak dapat dilakukan berdasarkan arteriografi saja, temuan dari penyempitan yang hebat pada beberapa pembuluh viseral dengan formasi kolateral yang ekstensif dan diperkuat dengan gambaran klinis yang khas, cukup untuk mewaspadai pengobatan. Yang paling penting, pasien harus jelas mengalami kehilangan berat badan

dan rekonstruksi.

yang drastis.

Prognosis. Dengan diagnosis dini dan pengoba tan yang

peran pada evaluasi selanjutnya dari aliran mesenterika.

tepat, keberhasilannya mencapai 60-80%. Bila terjadi perforasi dan sepsis sistemik yang hebat, maka angka mortalitas mencapai 50%.

Iskemi Mesenterika Kronis (Angina Intestinalis) Etiologi dan patofisiologi. Angina intestinalis merupakan s i n d r o m klinis dari nyeri a b d o m e n setelah m a k a n , yang sifatnya intermiten, berasal dari obstruksi kronis arteri splangnik (biasanya aterosklerosis). Penyakit ini analog dengan angina pektoris dan claudicatio calf, dua manifestasi yang lebih umum dari hipoksia jaringan yang bersifat episodik. Angina intestinalis yang sebenarnya merupakan suatu masalah klinis yang sangat jarang. Bila angina intestinalis terjadi, hampir selalu akibat penyempitan atherosklerotik y a n g hebat dari p e m b u l u h s p l a n g n i k mayor, y a n g berhubungan dengan oklusi dari 1 atau 2 pembuluh yang tersisa. Derajat stenosis arteri yang ditemukan pada autopsi usus kebanyakan tidak sesuai dengan gejala kelainan saluran cerna selama pasien hidup.

Pemeriksaan ultrasound doppler duplex memegang Teknik non-invasif ini secara eksperimental digunakan untuk menghitung aliran darah mesenterika, dengan kesalahan laporan 10%. Gas usus dan obesitas merupakan faktor-faktor yang m e n d u k u n g . Sayangnya teknologi ini belum berkembang secara utuh dan belum tersedia secara universal. Satu laporan kasus tindakan provokatif untuk mendiagnosis iskemi mesenterika kronis dengan tindakan pemeriksaan pH intralumen pada usus halus setelah tes makan. Pengobatan. Tidak ada pengobatan medis yang efektif untuk angina intestinalis. Jika seluruh modalitas yang ada belum bisa untuk m e n e g a k k a n d i a g n o s i s nyeri abdomen pada pasien, maka tindakan operasi biasanya dipertimbangkan untuk menyingkirkan rasa sakit dan m e n g h i n d a r i infark. O p e r a s i d i l a k u k a n berupa end arterektomi, cangkokan pintas baik dengan prostese atau materi autogene dan implantasi kembali dari pembuluh mesenterika distal ke segmen aorta yang sehat. Tindakan yang lebih disukai adalah cangkokan pintas dari AMS dengan vena saphena autolog atau material prostetik;

Epidemiologi. Pasien yang berisiko mengalami iskemi

keuntungan yang j e l a s dari j a r i n g a n autolog belum

mesenterika kronis adalah mereka yang m e n g a l a m i

ditunjukkan untuk revaskularisasi viseral, seperti yang

1542 dilakukan untuk ginjal dan revaskularisasi ekstrennitas. Kontroversi terjadi terhadap ketepatan pintas pennbuluh tunggal dibandingkan dengan rekonstruksi beberapa pembuluh darah. Angioplasti transluminal perkutaneus telah dilakukan dalam mengobati iskemi mesenterika kronis. Risiko dan insiden kegagalan teknis berupa diseksi pembuluh darah, meningkat pada Vaskularisasi mesenterika. Dengan alasan ini, pemakaian angioplasti disini belum mendapatkan penerimaan secara luas. Prognosis. Angka kematian dari angina mesenterika berkisar dari 3-30% dan lebih 9 0 % dari yang diobati tetap hidup dan nyeri abdomennya hilang, berat badannya bertambah dan kebiasaan makannya normal kembali.

REFERENSI 1.

2.

3.

4.

5.

Cooper BT, Hall MJ, Barry R E . Penyakit usus halus dan usus besar: Iskemik intestinal. Dalam: Manual Gastroenterologi, Alih Bahasa: Lyndon Saputra, Cetakan I, Jakarta: Percetakan Binarupa Aksara 1989;145-51. Bastidas JA, Reilly PM, Bulkley G B . Mesenteric Vascular Insufficiency. Handbook of Gastroenterology. Lippincott-Raven Publishers Philadelphia-New York; 1998;654-62. Daldiyono Hardjodisastro. Kolitis iskemik. Dalam: Gastroenterologi-Hepatologi, Cetakan kedua, Jakarta: C V . Sagung Seto 1997;184-96. Glickman R M , Isselbacher KJ. Diseases of the small intestine. Harrison's Principles of internal medicine. Eighth Edition. McGraw-Hill Kogakusha L T D ; 1977;1544-45;1562. Silen W. Acute intestinal obstruction. Harrison's Principles of internal medicine. Eighth Edition. McGraw-Hill Kogakusha L T D ; 1977;1567-70.

PENYAKIT VASKULAR

199 ISKEMIA MESENTERIKA Murdani Abdullah, Charles Limantoro, Intan Airlina Febiliawanti

ultrasonogram dan computed

PENDAHULUAN

tomography

scan (CT-scan)

juga membantu mendiagnosis lebih dini. ^""^

Gangguan iskemia viseral sering j u g a disebut iskemia mesenterika disebabkan oleh penurunan aliran darah intestinal yang mengakibatkan gangguan oksigenasi dan suplai nutrisi. Gangguan ini menyebabkan morbiditas

DEFINISI

dan mortalitas yang tinggi, dengan konsekuensi klinis

Iskemia mesenterika adalah suatu keadaan yang terjadi

berupa sepsis, infark intestinal bahkan kematian, sehingga

akibat adanya insufisiensi vaskular mesenterika yang

d i p e r l u k a n d i a g n o s i s y a n g cepat dan p e n a n g a n a n

menyebabkan kekurangan aliran darah di intestinal dan

yang tepat. Pada pasien yang mengalami misdiagnosis

disertai adanya ketidakseimbangan oksigenasi jaringan

dapat menyebabkan terjadinya infark intestinal dengan

dan suplai nutrisi. ^"^ ^'^

risiko mortalitas sebesar 9 0 % , dan meskipun dengan tatalaksana yang baik, angka mortalitas tetap sebesar 50-80%, sedangkan yang berhasil hidup dengan dilakukan reseksi saluran cerna ekstensif akan mengalami disabilitas seumur hidup. Dalam beberapa tahun belakangan, insiden dari iskemia mesenterika meningkat mencapai 0 . 1 % dari seluruh kasus rawat inap rumah sakit.

ANATOMI DARI SIRKULASI INTESTINAL Secara u m u m , lokasi dari iskemi intestinal memiliki h u b u n g a n linear dengan lokasi kemungkinan oklusi vaskular yang besar. Untuk itu, pemahaman mengenai

Istilah iskemia mesenterika pertama kali dikemukakan

anatomi vaskularisasi saluran cerna sangat penting untuk

pada abad ke 15 oleh Antonio Beneviene akibat adanya

mengerti patofisiologi, gambaran klinis dan tatalaksana

peristiwa berkurangnya aliran darah saluran cerna yang

iskemia mesenterika.

u m u m n y a disebabkan oleh oklusi, v a s o s p a s m e atau

Sirkulasi s p l a n g n i k y a n g m e m e n u h i

kebutuhan

hipoperfusi dari p e m b u l u h darah mesenterika yang

vaskularisasi ke saluran cerna terdiri dari arteri coeliacus,

memiliki komplikasi klinis berat sehingga dibutuhkan

arteri mesenterika superior (AMS) dan arteri mesenterika

diagnosis dan tatalaksana dengan segera. Operasi yang

inferior (AMI). Trunkus coeliacus memenuhi kebutuhan

berhasil m e l a k u k a n p e r b a i k a n iskemia m e s e n t e r i k a

darah saluran cerna dan d u o d e n u m . AMS memenuhi

akut dilakukan pertama kali pada tahun 1895 dengan

kebutuhan darah distal duodenum hingga kolon mid-

m e l a k u k a n reseksi pada s a l u r a n c e r n a y a n g sudah

t r a n s v e r s u m dan A M I m e m e n u h i k e b u t u h a n kolon

mengalami gangren, kemudian pada tahun

1957

transversum hingga rektum. Anastomosis didapatkan pada

embolektomi pertama kali berhasil dilakukan, pada tahun

cabang-cabang dari pembuluh darah utama dan jika salah

1960, kombinasi dari pemakaian heparin dan reseksi

satu arteri tersumbat maka aliran tersebut akan digantikan

saluran cerna menjadi terapi standar dari trombosis vena

oleh pembuluh darah kolateral.

mesenterika. Pada tahun 1970 angiografi digunakan

Ketika pembuluh darah utama tersumbat, maka jalur

pertama kalinya untuk mengevaluasi iskemia mesenterika

kolateral akan terbuka sebagai respons terhadap turunnya

disertai pengenalan metode infus papaverine intra arterial

tekanan arteri di distal. Aliran kolateral tersebut terdiri

yang dapat memperbaiki prognosis pasien. Penggunaan

atas gabungan dari arteri pancreaticoduodenal inferior

1544

PENYAKIT VASKULAR

dan superior yang menghubungkan trunkus coeliacus

sebesar 13-15%. Prevalensi dan insiden pasien dengan

d e n g a n arteri m e s e n t e r i k a superior, arteri f r e n i k u s

iskemia mesenterika di Indonesia belum diketahui.^"^^"^

yang menghubungkan aorta dengan trunkus coeliacus, arteri marginal dari Drummond's dan arkus Riolan yang

KLASIFIKASI

berada diantara arteri kolika kiri dan tengah yang akan menghubungkan arteri mesenterika superior dengan inferior, arteri iliaka interna yang mengisi aliran kolateral.

Iskemia mesenterika bisa dikategorikan sebagai akut

Titik Griffith yang berada pada pleksura splenikus dan titik

atau kronik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Iskemia

Sudek pada area rektosigmoid merupakan lokasi tersering

mesenterika akut (IMA) berasal dari kurangnya suplai

terjadinya iskemia .

darah terhadap sirkulasi intestinal yang mempengaruhi

Sirkulasi splangnikus menerima sebesar 2 5 % dari

viabilitas dari organ yang terkena. Diperkirakan sekitar

kardiak output dalam kondisi basal dan sebesar 3 5 %

sepertiga kasus IMA berasal dari emboli arteri, sepertiga

atau lebih dalam kondisi postprandial. Kurang lebih

lagi dari tombosis arteri akut dan sisanya berasal dari

sebesar 70% dari aliran splangnikus memasuki mukosa

oklusi dan non oklusi vena. Sebuah review baru-baru ini

yang merupakan kondisi metabolik paling aktif dalam

menyatakan bahwa kejadian trombosis dari aliran arteri

saluran cerna. Ujung vili merupakan area yang rentan

mesenterika hanya sekitar 15 hingga 30% kasus dan ketika

t e r h a d a p terjadinya iskemia. Aliran darah intestinal

ini terjadi maka angka mortalitas berkisar 90%.^

diregulasikan secara kompleks yang terutama dikontrol oleh resistensi arteriol, sfingter prekapiler dan beberapa substansi vasoaktif mempengaruhi perfusi saluran cerna.

PATOFISIOLOGI

Katekolamin, angiotensin II, dan vasopresin menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan peptida intestinal vasoaktif

Dua pertiga aliran darah mesenterika memberi suplai

menyebabkan vasodilatasi. Hasil dari terjadinya iskemia

nutrisi pada mukosa usus. Autoregulasi vaskularisasi

seperti asidosis, h i p o k s e m i a , dan hiperkalemia bisa

splangnikus tidak bekerja bila tekanan perfusi turun

m e n y e b a b k a n vasodilatasi. Hipoksia dan kurangnya

di b a w a h 40 m m H g . IMA m e r u p a k a n

reperfusi menyebabkan terjadinya iskemia.^^

proses patofisiologi akibat hipoperfusi usus mendadak,

sekelompok

dengan akibat iskemia dan nekrosis usus. Luasnya injuri berhubungan dengan durasi dan area anatomis daerah mesenterika yang m e n g a l a m i iskemia. Iskemia usus

EPIDEMIOLOGI

yang berkepanjangan akan mengakibatkan metabolisme anaerob. Pada tingkat sel, penurunan ATP akan diikuti

Saat ini, prevalensi dari iskemia mesenterika akut (IMA)

penimbunan laktat dan produk katabolik. Permeabilitas

m e n c a p a i 0 . 1 % dari kasus rawat inap rumah sakit. Prevalensi pasien dengan trombus vena mesenterika belum diketahui, hal ini disebabkan karena banyaknya

vaskular dan mukosa meningkat dan terjadi injuri pada jaringan. Selanjutnya akan terjadi nekrosis hemoragik dengan kerusakan mukosa, edema dinding usus dan

kasus yang terlewatkan akibat gejala yang tidak khas

perdarahan usus

dan spontan menghilang. Dalam sebuah penelitian di Madrid dimana pada 21 pasien dengan emboli arteri

Hal yang berperan penting dalam fisiologi sirkulasi

mesenterika yang mengalami sedikit keterlambatan dalam

mesenterika adalah besarnya kapasitas dari arteri yang

tatalaksana awal, viabilitas intestinal masih mencapai

ada dalam aliran splangnik dalam memberikan respons

100% pada pasien yang mengalami gejala kurang dari 12

resistensi dari rangsangan yang berbeda seperti hipotensi

j a m , berkurang menjadi 56% jika gejala ada selama 12-

arteri, kondisi postprandial yang akan menyebabkan

24 j a m , dan hanya 18% jika gejala didapatkan lebih lama

adanya fluktuasi sebesar 10 hingga 3 5 % pada curah

dari 24 j a m . Identifikasi dini dan tata laksana terhadap

jantung.

iskemia mesenterika non oklusi (ISNO) mengurangi angka

Mekanisme yang berperan dalam variasi ini bisa

mortalitas hingga 50-55%, sedangkan trombus vena

diklasifikasikan sebagai bagian dari autoregulasi intrinsik

mesenterika memiliki angka mortalitas dalam 30 hari

sebagai respons dari berkurangnya perfusi tekanan secara

Tabel 1. Tipe, Klasifikasi dan Etiologi Iskemia Mesenterika Iskemia Mesenterika Akut (IMA)

' Iskemia Mesenterika Kronik (IMK)

Oklusi arteri mesenterika (trombus -15-20% atau emboli~50%)

Disebabkan karena adanya plak aterosklerotik pada dua

Oklusi vena mesenterika (5-10%)

atau lebih arteri di organ abdominal

Non oklusi iskemi mesentenka (20-25%)

1545

ISKEMIA MESENTERIKA

akut dan juga sebagai kontrol ekstrinsik yang melibatkan

air yang meningkatkan risiko bakteremia dan endotoksemia

mekanisme hormonal dan neural, dimana dalam hal ini

dan menyebabkan multi organ dysfunctions

termasuk sistem saraf simpatik, sistem renin-angiotensin

(MODS) yang bisa melibatkan hati, jantung, paru dan ginjal.

dan vasopresin. Sirkulasi mesenterika dapat

syndrome

Permeabilitas mikrovaskular yang meningkat juga terjadi mengkompensasi

dalam sistem pulmoner sehingga menyebabkan adanya

berkurangnya aliran darah sebanyak 7 5 % sampai sekitar

penumpukan cairan dan protein yang bisa menyebabkan

12jam, sebagai akibat dari berkurangnya aliran splangnik

edema paru, setidaknya minimal 6 jam setelah terjadinya

dalam jangka waktu lama maka terjadilah vasokonstriksi

iskemia maka baru didapatkan kerusakan yang signifikan

dalam area aferen yang j u g a akan mengurangi suplai

pada saluran cerna yang pada akhirnya menyebabkan

kolateral.

terjadinya nekrosis.^ ^^'^

Pada tingkat selular, ada dua hal penting yang harus dipertimbangkan yaitu adanya systemic response

inflammatory

syndrome (SIRS) dan cedera reperfusi/iskemia

(double-hit).

ISKEMIA MESENTERIKA AKUT Iskemia Mesenterika Akut (IMA) merupakan penyakit

Dengan adanya SIRS, maka iskemia menyebabkan

yang berisiko tinggi kematian dengan angka mortalitas

terjadinya malfungsi mitokondria kemudian regulasi

mencapai 7 1 % dengan kisaran angka 59% hingga 93%.

transfer ion dan asidosis intraselular menjadi berkurang,

Insiden dari IMA telah meningkat selama lebih dari 20

permeabilitas membran menjadi terganggu

tahun belakangan yang dikarenakan angka harapan

dan

melepascan radikal bebas serta enzim yang mendegradasi

hidup lebih tinggi, terjadinya peningkatan kewaspadaan

sehingga terjadi kematian dan nekrosis sel. Jaringan yang

t e r h a d a p sindrom iskemia, dan j u g a p e r k e m b a n g a n

mengalami iskemi akan mengaktifasi netrofil, endotel,

teknologi diagnostik dan terapeutik. ^

monosit, dan trombosit sehingga akan menghasilkan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor ( I N F ) , interleukin, p/ote/ef-ocf/Vof/ng/(acfor(PAF), dan leukotrien. Bahkan beberapa bukti penelitian terbaru menyatakan bahwa sitokin proinflamasi merupakan mediator signifikan peradangan yang meregulasikan proses

trombus

mikrovaskular. Proses selanjutnya, adhesi leukosit, agregasi trombosit, dan ketidakseimbangan antara produksi oksida nitrit menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada jaringan, kemudian substansi superoksida seperti superoksida (O^), peroksida (H^O^) dan radikal hidroksi (OH) yang diproduksi oleh neutrofil lebih lanjut akan menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Cedera reperfusi/iskemia diawali dengan terjadinya hipoksia dan k e m u d i a n dilanjutkan d e n g a n a d a n y a

Pasien dengan iskemia mesenterika akut memiliki g a m b a r a n klasik nyeri a b d o m e n periumbilikal berat yang tidak sebanding dengan pemeriksaan fisik yang ditemukan. Nyeri perut yang bersifat mendadak dengan a d a n y a p e r g e r a k a n di s a l u r a n c e r n a y a n g bersifat mendesak, mual dan muntah pada pasien dengan faktor risiko iskemia mesenterika akut harus dicurigai terjadinya penyakit ini. Faktor predisposisi untuk terjadinya iskemia mesenterika akut dapat dilihat pada tabel 2. B e r d a s a r k a n e t i o l o g i dari i s k e m i a

mesenterika

akut maka dikategorikan menjadi 4 tipe yaitu emboli arteri mesenterika, trombus arteri mesenterika, iskemia mesenterika non oklusi, dan trombosis vena mesenterika. Berikut ini akan kita bahas satu persatu mengenai masingmasing dari tipe iskemia mesenterika akut tersebut.

gangguan reperfusi sebagai usaha dari pengembalian kestabilan aliran darah. Hal ini merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan antara oksigen dengan hantaran nutrisi serta kebutuhan metabolisme selular sebagai akibat dari adanya respons peradangan. Pada fase iskemia akan menghasilkan neutrofil yang teraktivasi, molekul superoksida dan substansi proinflamasi, kemudian terjadilah k e t i d a k s e i m b a n g a n antara m e k a n i s m e proinflamasi dan protektif (berkurangnya bioavailabilitas NO) yang kemudian ikut serta dilepascan ke dalam aliran darah saat terjadi usaha pengembalian aliran darah dengan disertai adanya vasokonstriksi persisten dan menyebabkan adanya kerusakan organ akibat cedera reperfusi, dimana terjadi

DIAGNOSIS Diagnosis iskemia mesenterika akut harus dipertimbangkan bila dijumpai pasien dengan usia > 50 tahun dengan nyeri abdomen berat yang mendadak yang bertahan selama >2 j a m dan terutama jika pada pasien tersebut didapatkan adanya riwayat penyakit kardiovaskular seperti infark miokard, penyakit jantung kongestif, aritmia, umumnya pada pasien ini tidak ditemukan pemeriksaan fisik yang bermakna dibandingkan dengan nyeri abdomennya. ^ ^^"^

peningkatan perfusi kapileryang signifikan akibat iskemia dan pembengkakan dari organ paralel yang menyebabkan kerusakan dari mikrovaskular intestinal dan dinding mukosa sehingga berakibat terjadinya pengumpulan bakteria dan

DIAGNOSIS BANDING Iskemia mesenterika seringkali bermanifestasi dengan

1546

PENYAKIT VASKULAR

Tabel 2. Faktor Predisposisi Iskemia Mesenterika Akut (Modifikasi d a r i ' ' » ) Mekanisme

Etiologi

Emboli arteri mesenterika (50%)

Atrial fibrilasi/ fluter Infark miokard + aneurisma ventrikular kiri Endokarditis infektif Prosthese mekanik katup jantung Kardiomiopati Penyakit valvular

Trombosis arteri mesenterika (15-25%)

Angiografi dan kateterisasi jantung Aterosklerosis,adanya faktor risiko aterosklerotik Usia Kardiak output rendah Penyakit jantung kongestif Status prokoagulasi Vaskulitis (termasuk arteritis takayasu)

Iskemia mesenterika non oklusi (20-30%)

Diseksi/aneurisma arteri mesenterika superior/aorta (spontan atau iatrogenik) Displasia fibromuskular Syok kardiogenik Syok hipovolemik Syok sepsis Kardiak output rendah Penyakit jantung kongestif Operasi abdomen/jantung Dialisis Bahan vasokonstriktor: diuretik, agonis alpha-adrenergik, digoksin, koakin, derivative ergot

nyeri abdomen non spesifik, dimana diagnosis banding

yang paling sering terlibat iskemia akibat lokasinya jauh

menjadi sangat luas sehingga penyakit seperti pankreatitis,

dari sirkulasi kolateral. ^

appendisitis, divertikulitis dan gastritis, pada wanita kista

Oklusi juga sering terjadi pada arteri mesenterika

ovarium, endometriosis dan kehamilan ektopikjuga menjadi

superior (AMS) dikarenakan diameter intraluminal yang

suatu diagnosis banding yang harus disingkirkan.

besar dan sudut aorta yang sempit. Stenosis AMS proksimal sekunder akibat adanya aterosklerosis meningkatkan kerentanan terjadinya oklusi. Pada oklusi AMS, maka

EMBOLI DAN TROMBOSIS ARTERI MESENTERIKA

mid-yeyunum memiliki risiko tertinggi terjadinya iskemia terutama karena letaknya yang jauh dari sirkulasi kolateral

Emboli arteri merupakan penyebab umum terjadinya

dari arteri mesenterika inferior dan kolika. Pada oklusi

iskemia sebesar 4 0 % hingga 50% kasus dari IMA. Emboli

akut, didapatkan keterbatasan sirkulasi kolateral yang bisa

pada AMS seringkali disebabkan oleh adanya trombus

menyebabkan gejala bertambah berat dan dekompensasi

yang berasal dari atrium kiri, ventrikel kiri, atau katup

secara cepat. Sebuah studi menunjukkan bahwa pada

jantung. Dimana sepertiga pasien memiliki riwayat emboli

pasien yang dirawat dengan diagnosis atrial fibrilasi

sebelumnya dan 2 0 % diantaranya memiliki emboli di

memiliki risiko tinggi terjadinya tromboemboli di arteri

tempat yang sama. Sebesar 5%. dari emboli ini timbul

mesenterika (RR 4.0 untuk pria dan 5.7 untuk wanita).

dari emboli perifer dan seringkali d i s e b a b k a n oleh

Pada sebuah review didapatkan bahwa 30% hingga 50%

adanya penyakit kardiovaskular yang mendasarinya. AMS

dari kasus IMA disebabkan karena adanya emboli pada

merupakan tempat yang rentan terjadi emboli dikarenakan

vaskularisasi viseral dari intestinal. ^

3,6-8, lo

bentuk anatomisnya dan bentuk lengkungan dari aorta

Trombosis akut umumnya terjadi pada pasien dengan

dengan sudut yang menyempit. Sebesar 15% dari emboli

penyakit yang mendasari berupa iskemia intestinal kronik

ditemukan pada awal percabangan AMS, umumnya 3-10

yang memiliki stenosis aterosklerotik progresif yang

cm dari AMS setelah melewati arteri kolika. Sedangkan

berasal dari arteri. Trombosis AMS dari ujung pembuluh

segmen dari pertengahan yeyunum merupakan bagian

darah dimana merupakan tempat yang paling sering

1547

ISKEMIA MESENTERIKA

menyempit akibat seringnya terjadi aterosklerotik berat. Proses ini menyerupai ruptur plak pada sindrom koroner

T R O M B O S I S VENA MESENTERIKA

akut. Sebanyak 50% dari pasien memiliki riwayat iskemia

Trombosis vena mesenterika seringkali

mesenterik kronik, dan episode akut terjadi setelah

dengan adanya keadaan hiperkoagulasi yang berasal

dikaitkan

pembuluh kolateral tertutup. Pasien dengan trombosis

dari cedera atau tindakan operasi yang baru dialami,

akut ini memiliki toleransi tinggi terhadap terjadinya

imobilisasi dalam jangka waktu lama, kehamilan,

obstruksi arteri besar dan biasanya memiliki keterllbatan

keganasan, atau koagulopati bawaan.^^-^ Trombosis vena

multivaskular y a n g m e m b u a t proses revaskularisasi

mesenterika (TVM) berkisar 5-10% dari semua kejadian

menjadi sulit dan berisiko tinggi dimana mortalitas

iskemi mesenterika akut dan penyebab dari terjadinya kondisi ini sekitar 8 0 % dapat diketahui, T V M berkaitan

perioperatif sekitar 70-100%.^-^*-8

dengan adanya kelainan pembekuan darah baik primer

Gejala Klinis

maupun sekunder atau kondisi intra abdominal. Kondisi

Pasien dengan IMA tipe emboli dan trombus akut memiliki

hiperkoagulasi juga memiliki peran hampir sekitar 75% dari

gejala nyeri abdomen mendadak yang berat dan sebesar

kasus trombosis vena mesenterika. Oleh sebab itu skrining

50-75% pasien terdapat diare yang mengandung darah.

untuk trombofili sebaiknya dilakukan pada pasien dengan

Pada kasus yang berat, maka dehidrasi dapat terjadi

TVM. Kondisi dari penyebab TVM digambarkan pada tabel

sehingga menyebabkan penurunan kesadaran, takikardi,

3. TVM menyebabkan terjadinya resistensi terhadap aliran

takipneu, dan juga kegagalan sirkulasi. Pasien dengan IMA

darah vena mesenterika sehingga menimbulkan iskemia

memiliki gejala nyeri abdomen yang tidak sesuai dengan

intestinal yang diakhiri dengan adanya edema dinding

pemeriksaan fisik yang ditemukan. Pada pemeriksaan

saluran pencernaan, penumpukan cairan dalam lumen

fisik abdomen yang ditemukan mungkin masih datar,

saluran cerna dan hipotensi sistemik yang menyebabkan

permukaan teraba lembut dan lunak. Temuan adanya

terjadinya peningkatan viskositas darah. Sebagai akibat

distensi merupakan gejala awal sebelum gejala peritonitis

dari adanya kongesti vena, maka aliran di dalam arteri

muncul terutama jika infeksi atau gangren telah terjadi.

akan berkurang dan menyebabkan terjadinya iskemia pada

2, 7-8

saluran cerna sehingga menjadi infark.^ ^'^"^

Tabel 3. Faktor Predisposisi dan Etiologi Trombus Vena Mesenterika (modifikasi dari^') Mekanisme

Etiologi

Kondisi hiperkoagulasi

a.

b.

c. d.

Sekunder akibat proses intra abdominal

a.

b. c. d.

Sindrom prokoagulasi bawaan/kondisi kelainan koagulasi bawaan Faktor V Leyden Mutasi protrombin - A20210 Resistensi protein C teraktivasi-mutasi lain Sindrom prokoagulasi didapat/kondisi hiperkoagulasi didapat: Sindrom antifosfolipid Penyakit mieloproliferatif Sindrom nefrotik Paroksismal nokturnal hemoglobinuria Polisitemia vera Penyakit sickle cell Defisiensi protein antikoagulan Protein C, protein S, defisiensi antitrombin III Kondisi hiperkoagulasi: Keganasan Kontrasepsi oral Kehamilan Akibat adanya inflamasi pankreatitis sepsis intra abdominal trauma abdomen Hipertensi portal dan sirosis Keganasan yang melibatkan area portal Splenektomi

1548

PENYAKIT VASKULAR

mortalitas dari IMNO sangat tinggi dikarenakan beberapa

Gejala Klinis Gambaran klinis dari TVM bisa 3 tipe yaitu akut,subakut

alasan yaitu usia pasien yang lanjut, komorbid, dan

dan kronik. Pada tipe akut, gejala bermula sejak beberapa

kesulitan dalam pengembalian aliran darah dan diagnosis

hari hingga beberapa minggu (rata-rata sekitar 7 hari)

setelah iskemia terjadi.

sebelum terjadi tampilan klinis dan pada 2 5 % pasien bahkan bisa mencapai 30 hari sebelum akhirnya pasien

Gejala Klinis

masuk untuk dirawat. Mual, muntah dan diare umum

Pasien dengan IMNO biasanya merupakan pasien usia

didapatkan, dan lebih dari 50% pasien memiliki darah

lanjut, dalam kondisi sakit berat, dengan adanya penyakit

samar feses positif Pada pemeriksaan fisik umumnya yang

aterosklerosis berat yang sudah ada terlebih dahulu, dan

didapat yaitu demam (50%), distensi abdomen dengan

menderita ketidakseimbangan hemodinamik secara akut

adanya nyeri tekan sedang hingga berat, tanda-tanda

(misalnya infark miokard atau penyakit jantung kongestif).

dehidrasi dan hipotensi (25%), hematoskezia ditemukan

Pada pasien IMNO gejala menyerupai IMA, akan tetapi

pada 15% pasien umumnya menandakan iskemia berat

u m u m n y a penyakit ini terjadi pada usia lanjut yang memiliki penyakit vaskular, akan tetapi IMNO juga bisa

atau infark saluran cerna. Pada tipe subakut, gejala nyeri abdomen terjadi selama beberapa minggu tanpa disertai adanya pemeriksaan fisik y a n g b e r m a k n a . S e d a n g k a n pada tipe kronik s e r i n g k a l i gejala nyeri a b d o m e n tidak d i a l a m i dan seringkali didapatkan stigmata dari hipertensi portal, varises (esofagus, gaster, intestinal) dan splenomegali atau perdarahan varises yang bermanifestasi sebagai

terjadi padapasien dengan vaskulitis atau pada pasien yang sedang dalam vasokonstriktor Faktor predisposisi seperti infark miokard dengan penurunan kardiak output, penyakit j a n t u n g kongestif, aritmia kardiak, sepsis, dehidrasi dan syok. Pasien yang menerima pengobatan seperti diuretik, digoksin, agonis adrenergik dan terapi seperti dialisis.^ ^°

hematemesis atau feses yang mengandung darah.

ISKEMIA MESENTERIKA NON OKLUSI (IMNO)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA ISKEMIA MESENTERIKA A K U r ' " » io

Iskemia mesenterika non oklusi (IMNO) umumnya terjadi

Pemeriksaan laboratorium pada IMA tidak memberikan

pada periode adanya hipertensi relatif (atau kurangnya

hasil yang spesifik, dan meskipun nilai laboratorium

aliran darah) yang menyebabkan terjadi berkurangnya

yang a b n o r m a l bisa m e m b a n t u d a l a m m e n e g a k k a n

suplai aliran darah ke pembuluh darah viseral, akibatnya

diagnosa iskemia mesenterika akut akan tetapi nilai

terjadi hipovolemi yang akhirnya menyebabkan hipoperfusi

yang normal tidak menyingkirkan adanya diagnosis ini.

sehingga terjadi vasospasme mesenterika, dimana hal ini

Pada pasien dengan iskemia mesenterika akut yang

diakibatkan karena rendahnya aliran darah dari mesenterika

diakibatkan oleh emboli atau trombosis, sekitar 7 5 %

terutama ketika ada penyakit yang mendasari seperti

pasien dapat ditemukan adanya leukositosis yang lebih

aterosklerosis arteri. Vasokonstriksi dipikirkan terjadi

besar dari ISOOO/pL. Akan tetapi pada pasien dengan

akibat adanya aktivitas simpatik dan masih dipikirkan

awal iskemia intestinal tidak memiliki p e m e r i k s a a n

kemungkinan bahwa vasopresin dan angiotensin terlibat

laboratorium abnormal. Asidosis laktat, hemokonsentrasi

dalam hal ini. Jika vasospasme mesenterika terus terjadi

dan peningkatan enzim transaminase biasanya ditemukan

maka cedera iskemia bisa tetap terjadi meski sudah

jika pasien sudah mengalami infark intestinal.

mengatasi kejadian yang menimbulkan IMNO. Oleh karena

Nilai a b n o r m a l y a n g u m u m d i d a p a t pada hasil

kondisi ini sangat mempengaruhi pasien yang sedang

laboratorium adalah hematokonsentrasi, leukositosis, dan

dalam keadaan sakit berat dan memiliki komorbid, maka

asidosis metabolik, dengan anion gap dan konsentrasi

seringkali memiliki risiko tinggi kematian.

laktat yang tinggi. Serum amilase, SGOT, dehidrogenase

^-a io

Iskemia m e s e n t e r i k a non oklusi ( I M N O ) terjadi

laktat dan kreatinin fosfokinase yang tinggi seringkali

pada sekitar 2 0 % kasus IMA dan berasal dari adanya

didapatkan akan tetapi tidak ada yang bisa menjadi

vasokonstriksi mesenterika yang akhirnya menyebabkan

diagnostik spesifik.

terjadinya h i p o p e r f u s i s p l a n g n i k . Kondisi ini harus

Nilai D-dimer yang normal bisa

membantu

dipikirkan sebagai salah satu diagnosis pada pasien

menyingkirkan adanya iskemia mesenterika akan tetapi

dengan penyakit aterosklerotik difus yang sedang berada

nilai yang meningkat juga tidak berperan banyak dalam

dalam kondisi stres hemodinamik (hipotensi), berada

menegakkan diagnosis. Hiperfosfatemi dan hiperkalemi

dalam kondisi pemakaian obat-obatan vasokonstriktor

biasanya terdapat bila sudah dalam keadaan lanjut dan

(vasopresin, kokain), dan pada pasien vaskulitis (contohnya

seringkali dikaitkan dengan adanya kemungkinan infark

sistemik lupus eritematosus, poliarteritis nodosa). Angka

pada saluran cerna.

1549

ISKEMIA MESENTERIKA

P E M E R I K S A A N R A D I O L O G i PADA I S K E M I A MESENTERIKA AKUr^^ Pemeriksaan foto polos abdomen biasanya tidak banyak

nyeri a b d o m e n a k u t , hal ini d e n g a n t u j u a n untuk m e n y i n g k i r k a n adanya kelainan patologis a b d o m e n yang mendasari (misalnya aneurisma aorta atau diseksi aorta). Pada pasien dengan iskemia mesenterika akut,

membantu dalam mendiagnosis IMA dikarenakan gejala

ultrasonografi bisa mendiagnosis adanya penebalan

klinis y a n g terlihat tidak d i d a p a t k a n hingga pasien

dinding abdomen jika lebih dari 45 mm, melihat tanda-

mengalami cedera yang cukup berat.

tanda adanya ileus dengan adanya distensi abdomen dan

Radiografi foto a b d o m e n polos merupakan alat

hipoperistaltik. Pada kasus yang berat, ultrasonografi bisa

diagnostik non-spesifik, dimana gambaran dari foto polos

menunjukan adanya gambaran cairan intraperitoneal atau

abdomen biasanya normal didapatkan pada lebih dari

udara pada vena portal sebagai pertanda adanya nekrosis

2 5 % kasus pasien dengan iskemia mesenterika, kegunaan

intestinal masif.

dari foto ini biasanya untuk menyingkirkan kemungkinan

Duplex ultrasonografi abdomen bukan merupakan

penyakit a b d o m e n lainya seperti perforasi ataupun

alat diagnostik yang tepat untuk pasien dengan IMA.

obstruksi. Tanda yang kurang signifikan untuk iskemia

Ultrasonografi d o p p l e r bisa m e m b e r i k a n g a m b a r a n

mesenterika yang bisa didapat berupa ileus adinamik dan

stenosis atau oklusi pada coeliac atau A M S dengan

distensi, air-filled loops of bowel, akan tetapi kelainan ini

spesifisitas 9 2 - 1 0 0 % . Akan t e t a p i , tes ini seringkali

bisa juga ditemukan pada pankreatitis, obstruksi mekanik,

terbatas dikarenakan adanya udara dalam saluran cerna

atau pseudokolonik obstruksi. Gambaran radiografi yang

yang menyebabkan terjadinya distensi abdomen. Sebagai

lebih spesifik bisa ditemukan pada 2 5 % pasien, dan

tambahan, sensitivitas terbatas untuk mendeteksi emboli

biasanya pada pasien dengan kondisi yang sudah lanjut.

dital atau dalam mendiagnosis IMNO.

G a m b a r a n y a n g d i t e m u k a n t e r m a s u k mural

thumb-

prmtlng yang berasal dari edema atau perdarahan. Pada stadium lanjut dari iskemia, pneumatosis dari saluran cerna bisa dideteksi dan lebih spesifik didapatkan gas vena porta pada gambaran abdomen menunjukkan prognosis yang lebih buruk.

CT scan abdomen merupakan alat diagnostik yang digunakan sebagai pilihan pertama pada pasien dengan nyeri abdomen akut. Studi yang terbaru menunjukkan bahwa CT scan j u g a memiliki sensitifitas sebesar 8 0 % hingga 9 0 % untuk m e n d i a g n o s a IMA, dalam hal ini termasuk CT spiral, injeksi kontras intavena,

multldetector-

row CT (MDCT) dengan rekonstruksi tiga dimensi maka gambaran yang diberikan oleh CT bisa menjadi lebih terpisah menjadi spesifik ataupun non-spesifik. Gambaran y a n g lebih spesifik d i t e m u k a n pada

tromboemboli

di pembuluh darah mesenterika, tekanan vena porta, p e n i n g k a t a n t e k a n a n intramural atau p n e u m a t o s i s , kurangnya gerakan dinding usus dan tanda iskemia dari organ lainnya. Gejala yang kurang spesifik termasuk adanya penebalan dinding usus yang difus, pelebaran

Gambar 1. Gambaran thumb-printing pada iskemia mesenterika Pemeriksaan

menggunakan

kontras

barium

intraluminal dikontraindikasikan pada pasien dengan kondisi ini karena kemungkinan adanya kontras yang tertinggal bisa memberikan gambaran yang tidak jelas dari vaskularisasi mesenterika saat melakukan CT atau angiografi. Ultrasonografi abdomen B-scan banyak digunakan sebagai prosedur diagnostik awal pada pasien dengan

Gambar 2. Gambaran penebalan dinding saluran cerna pada CT scan abdomen dengan kontras pada iskemia mesenterika non-oklusi

1550

PENYAKIT VASKULAR

vaskular dan dilatasi akibat adanya penumpukan cairan di

S-transferase

pencernaan dan juga edema mesenterika. Evaluasi awal

(l-FABP) masih dalam evaluasi lebih lanjut.

dan intestinal

fatty acid binding

protein

yang dilakukan harus menyertakan gambaran radiografi untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri abdomen seperti perforasi ataupun obstruksi. MDCT bisa memberikan

TATALAKSANA^

informasi detail mengenai pembuluh darah mesenterika dan usus halus.

Tatalaksana

pasien

dengan

IMA adalah

untuk

Magnetic resonance angiografi (MRA) merupakan alat

m e n g e m b a l i k a n aliran d a r a h intestinal s e c e p a t n y a ,

yang non invasif, non radiasi sebagai alternatif dari CT

termasuk dalam memberikan resusitasi hemodinamik

angiografi, terutama pada pasien dengan alergi iodin. MRA

dan koreksi dalam penyebab terjadinya IMA seperti

memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dalam mendiagnosa

aritmia, penyakit jantung kongestif, atau deplesi volume

TMV, akan tetapi CT masih merupakan pilihan yang lebih

cairan. Pasien membutuhkan observasi hemodinamik,

banyak dilakukan dikarenakan biaya yang lebih rendah,

terapi cairan dan elektrolitjika diperlukan, serta antibiotik

mudah dijangkau dan sensitivitas yang baik.

spektrum luas.

Angiografi selektif mesenterika merupakan baku emas diagnostik untuk IMA. Angiografi sangat penting

Terapi Suportif

dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana dari IMA

Pada iskemia mesenterika akut, maka monitor hemodinamik

dan tetap menjadi baku emas dalam evaluasi pada pasien

yang agresif dan diserai resusitasi cairan serta mengatasi

dengan kecurigaan IMA tanpa memiliki tanda peritonitis.

keadaan penyebab sangatlah p e n t i n g . Hidrasi yang

Dalam 5 dari 6 penelitian mengenai sensitivitas dari alat ini

adekuat dan pengukuran dari perbaikan kardiak output

didapatkan hasil sebesar 90-100% dan spesifisitas dalam

(inotropik, kontrol denyut jantung) sangat penting dalam

dua studi mencapai 100%. Angiografi bisa membedakan

mengatasi keadaan penyebab iskemia, akan tetapi hal ini

oklusi arteri yang berasal dari trombosis atau emboli.

paling penting dalam IMNO karena perbaikan keadaan bisa

Dalam hal ini, trombosis umumnya berasal dari A M S

menyebabkan perbaikan konstriksi vaskular mesenterika.

dan u m u m n y a tidak memiliki g a m b a r a n asal arteri

Tatalaksana awal harus menyertakan antibiotik yang

yang jelas dan dalam kondisi yang sudah lanjut akan

berspektrum luas untuk mencegah translokasi bakteri

terlihat gambaran dari pembuluh darah kolateral. Emboli

yang disebabkan oleh terjadinya iskemia. Obat-obat

umumnya didapatkan setelah percabangan AMS yang

vasokonstriksi dan digitalis harus dihindari agar iskemia

pertama. Trombosis vena mesenterika ditandai dengan

mesenterika tidak tereksaserbasi. Jika membutuhkan

adanya perlambatan laju arteri (hampir sekitar 20 detik).

vasopresor maka digunakan dobutamin, dopamin dosis

Sebaliknya dengan IMNO maka didapatkan gambaran

rendah atau milrinone karena memiliki efek yang lebih

iregularitas multipel dan penyempitan pada AMS yang

rendah t e r h a d a p perfusi m e s e n t e r i k a d i b a n d i n g k a n

disebut dengan gambaran "string of sausages". Oklusi vena

vasopresor lainnya. Antikoagulan sistemik harus diberikan

dan IMNO bisa menunjukkan gambaran adanya refluks

untuk mencegah terjadinya trombus kecuali pasien dalam

dari kontras ke aorta pada angiografi.

keadaan perdarahan aktif Analgesik juga sangat penting karena nyeri hebat bisa menyebabkan seorang individu jatuh dalam keadaan syok.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA'' Restorasi Aliran Darah Elektrokardigrafi bisa menunjukkan adanya atrial fibrilasi

Pengembalian aliran darah intestinal harus dilakukan

atau nekrosis miokard sebagai salah satu risiko emboli.

sesegera mungkin, hal ini merupakan tujuan dari terapi

Ekokardiografi baik transtorakal maupun transesofageal

pada pasien dengan iskemia mesenterika akut. Hal ini

bisa m e n u n j u k k a n g a m b a r a n e m b o l i

intrakardiak.

Kolonoskopi telah digunakan sebagai alat bantu dalam

bisa dicapai dengan pemberian obat-obatan, prosedur endovaskular dan operasi.

mendiagnosa iskemia kolitis akan tetapi tidak memiliki

Tatalaksana untuk emboli arteri mesenterika pada

sensitivitas dan spesifisitas adekuat dalam mendeteksi

a w a l n y a d i l a k u k a n laparatomi d e n g a n kateter y a n g

perubahan iskemia.

berbasiskan embolektomi. Dapat juga postoperatif secara

Analisa cairan peritoneal bisa memberikan hasil

intraarterial diberikan papaverine dan heparin. Selain

yang abnormal (peningkatan sel darah putih dan fisfat,

itu dapat pula diberikan terapi trombolitik melalui infus

laktat dehidrogenase, dan kadar laktat). Pada iskemia

yang memberikan hasil yang cukup baik dalam beberapa

mesenterika peranannya dalam mendiagnosis iskemia

kasus.

mesenterika akut masih dipelajari lebih lanjut. Manfaat pemeriksaan laboratorium seperti serum

alpha-glutathione

Talaksana utama pada trombus arteri mesenterika akut adalah operasi dimana trombolektomi saja tidak

ISKEMIA MESENTERIKA

1551

memberikan hasil yang baik untukjangka panjang, hal ini

angina intestinal yang merupakan suatu sindrom yang

dikarenakan adanya persistensi dalam plak aterosklerotik

ditandai dengan adanya nyeri abdomen berulang dan

trombogenik sehingga sebaiknya juga dilakukan metode

penuruanan berat badan sebagai hasil dari adanya episode

reVaskularisasi (rekonstruksi arteri, bypass

atau stent

kurangnya aliran darah intestinal berulang, dan hal ini

endovaskular). Setelah penyembuhan, maka obat anti

biasanya berkaitan dengan adanya peningkatan kondisi

platelet bisa digunakan untuk mengurangi risiko dari

metabolik yang berkaitan dengan pencernaan. Angina

terjadinya iskemia mesenterika rekuren.

intestinal merupakan proses yang jarang didapatkan dan

Tatalaksana syok pada keadaan IMNO sangat penting

hanya timbul jika terjadi penyempitan di pembuluh darah

untuk terapi awal, dalam IMNO tatalaksana yang penting

splangnik akibat aterosklerotik berat. Hal ini berkaitan

adalah farmakologis dan hal ini dapat dicapai dengan infus

dengan adanya oklusi pada satu atau dua dari pembuluh

lokal selektif dari vasodilator menuju AMS (papaverin,

darah. Sekitar 9 0 % dari pasien yang mengalami angina

tolazolin, nitrogliserin, glukagon, prostaglandin E dan

intestinal memiliki penyempitan minimal dua atau tiga

isoproterenol). Pada pasien dengan infus papaverin,

pembuluh darah utama dan 505 dari mereka memiliki

didapatkan mortalitas berkurang dari 70-90% menjadi

stenosis yang kritis dari ketiga pembuluh darah utama.

50-55% dalam dua dekade akhir ini. Terapi selanjutnya

U m u m n y a sirkulasi kolateral y a n g a d e k u a t bisa

diberikan dengan melihat respons dari terapi vasodilator

membantu mencegah terjadinya infark intestinal, akan

pada pasien. Laparatomi segera dilakukan apabila kondisi

tetapi kondisi akut pada iskemia mesenterika kronik dan

pasien memburuk dan tanda-tanda dari akut abdomen

infark bisa terjadi dalam waktu singkat jika ada trombus

terjadi. Antikoagulan (misal: heparin) dapat diberikan pada

atau emboli dalam arteri yang sudah menyempit. Iskemia

pasien dengan TMV tanpa adanya infark. Antikoagulan

mesenterika kronik seringkali d i d a p a t k a n pada usia

biasanya dilanjutkan hingga 6 bulan atau bahkan lebih bila

pertengahan dan pada usia lanjut, terutama pada wanita

masih terdapat gangguan koagulasi yang menampilkan

(3:2) yang memiliki risiko kardiovaskular dan keterlibatan

gambaran TMV. Terapi trombolitik belum memiliki indikasi

aterosklerotik seperti penyakit jantung koroner, penyakit

jelas pada trombosis vena mesenterika superior dan masih

arteri perifer, penyakit cerebrovaskular y a n g hampir

dalam penelitian.

didapatkan pada 50% pasien^«

Reseksi Jarlngan Nekrotik dan Laparatomi SecondLook

Trias klasik dari IMK berupa nyeri abdomen post prandial,

Gejala Klinis

P e r b e d a a n dari j a r i n g a n nekrotik y a n g m a s i h bisa

penurunan berat badan, dan bruit a b d o m e n . Pasien

diperbaiki dan tidak harus dilihat secara laparatomi

umumnya menyatakan adanya nyeri post prandial dalam

eksplorasi. Laparatomi second-look direkomendasikan

waktu 10 menit hingga 1 j a m setelah makan dan bertahan

setelah 24-48 j a m meskipun intervensi primer sudah

hingga 1-3 j a m . Nyeri bersifat t u m p u l , kram, sekitar

berhasil dilakukan, akan tetapi kadangkala pengkajian

epigastrium dan periumbilikal. Nyeri ini bisa bervariasi

intraoperatif dari viabilitas saluran cerna seringkali tidak

dalam lokasi dan intensitas dan bisa menjalar ke belakang.

akurat dan sangat sedikit tanda yang bisa dijadikan

Nyeri bahkan bertambah bila makan makanan yang

petunjuk untuk mendeteksi adanya iskemia persisten atau

mengandung lemak dan yang lebih sering terjadi adalah

terjadinya infark setelah periode postoperatif Rasionalisasi

penurunan berat badan pada 80% pasien akibat adanya

dari melihat kembali setelah postoperatif adalah terjadinya

perubahan pola makan dan sebesar sepertiga dari pasien

vasospasme setelah revaskularisasi yang sering terjadi.

mengalami mual, muntah dan cepat kenyang. ^.^-s, 12 u Diagnosis umumnya berdasarkan akan adanya gambaran klinis, adanya tampilan lesi oklusi dari pembuluh

ISKEMIA MESENTERIKA KRONIK

darah splangnik yang tergambar melalui angiografi dan sudah menyingkirkan semua penyebab lain dari nyeri

I s k e m i a m e s e n t e r i k a kronik ( I M K ) d i d a p a t k a n dari

perut.

berkurangnya aliran darah di intestinal yang bersifat terus menerus sehingga menyebabkan stenosis berat atau plak aterosklerotik terbentuk pada dua atau lebih pembuluh

PEMERIKSAAN FISIS

darah mesenterika. Emboli jarang menyebabkan IMK dan umumnya bersifat asimptomatik, dan bila menimbulkan

Pada pemeriksaan fisis umumnya non spesifik, dimana

gejala klinis seringkali berkaitan dengan nyeri abdomen

terdapat penurunan berat badan dengan tanda malnutrisi,

setelah makan, menghindari makan untuk mencegah

kadangkala ditemukan nyeri tekan yang tidak hilang dalam

timbulnya nyeri dan penurunan berat badan.^^"^

episode sangat berat dan pertanda tidak langsung akan

Iskemia mesenterika kronik (IMK) memiliki nama lain

adanya penyakit vaskular aterosklerotik (denyut nadi yang

Tanda Kelainan

R e s u s i t a s i dan perbaiki kondisi umum

Riwayat D V T atau Hiperkoa ulobllllas

Foto polos

Jt ^ 1

Tanda Pentoneal

Angiogram Abdomen Tanda Peritoneal

Tanda Permonal

(-)

(-)

Infus Papaverin

Infus P a p a v e n n (Perioperatif)

Emboli Mayor

Vasokonstriksi Spienik

P e n y e b a b y a n g lam Dynamic C T scan

I Oklusi Arteri Mayor ( Non-emboli) I

iTrombosit vena mesenterikal



I

.

~

i

Oklusi Arteri Minor atau Emboli

I

^

Tanda Permonal

Tanda Pentoneal

Tanda P e r m o n a l

Tanda Pentoneal

Tanda Permonal

(-)

(-)

(-)

(-)

H e p a n n dengan/tanpa A g e n trombotik

Laparotomi

T

(-)

Kolateralisasi pada Angiogram (•)

Kolateralisasi pada Angiogram (•)

infus P a p a v e n n

Pengisian

Pengisian

Bahk

Buruk

ZZT"

S e g m e n iskemia pendek

S e g m e n iskemia Ekstensif

T Warfann

I

| |

I

Infus Papaverin

T

[•^

Angiogram nomial

T

infus P a p a v e n n

|

I

Stop infus

A g e n tromtwlltik atau hepann Non-Viable

|

Tanda P e r m o n a l

Tanda Peritoneal

Tanda Permonal

Tanda P e n t o n e a l

(-)

(•)

(-)

(-)

Selected c a s e s contraindication to surgery, good perfusion of the distal, m e s e n t e n c v a s c u l a r bed, after bolus of vasodilator

Infus P a p a v e n n (Perioperatif)

Infus Papaverin

Infus P a p a v e n n (Penoperatif)

infus P a p a v e n n

|

Ulangi Angiogram

I

A g e n Trombotik

I

O p e r a s i Eksplotatif bila perlu

I

I Tutup

T

NutnsI Parenteral langka panjang

V e n a utama terbuka

Vena Utama oklusi

Heparin, papavenn

Tromt>ektom( hapann, papaverin

Emboiectomy abd/or resection

Laparotomy with or without resection

Infus Papaverin (Post-operallf)

Infus P a p a v e n n (Post-operatif)

R e p e a t angiogram and possibly a s e c o n d lock operation

R e p e a t angiogram and possibly a s e c o n d lock operation

LaporatomI dan r e s e k s i lokal

Laparotomi; Rekonstruksi Arten dan/atau R e s e k s i

, I

I I

Tanda Pentoneal

Ulangi Angiogram

Observasi

I

T

~

R e v i e w ulang •/- R e s e k s i

Agen trombolitik

Gambar 3. Algoritme Iskemia mesenterika akut (adaptasi dari American Gastroenterological Association, 2000 ^0

I

Ulangi Angiogram

^

1553

ISKEMIA MESENTERIKA

menghilang, bruit arteri karotid atau femoral atau stigmata

dan revaskularisasi perkutaneus tidak dapat dilakukan.

dari adanya stroke lama). Sebanyak 50% dari kasus IMK

Sebaliknya pada semua pasien sebaiknya menerima

memiliki bruit di epigastrik dan terutama pada saat post

obat-obatan yang bisa mengatasi aterosklerosis seperti

prandial.^ «• ^2,^^

statin dan terapi anti trombotik. Antikoagulan oral juga bisa dipergunakan dalam tata laksana. Analgetik dan

Pemeriksaan Radiologic

"

nitrat intravena bisa digunakan dalam pengontrolan nyeri

Foto abdomen polos bisa menunjang diagnosis dengan

sementara.

a d a n y a g a m b a r a n k a s i f i k a s i dari p e m b u l u h d a r a h mesenterika. Ultrasonografi dupleks mesenterika merupakan

Revaskularisasi Mesenterika

test awal yang berguna untuk menunjang diagnosis iskemia

Hal y a n g d a p a t d i l a k u k a n u n t u k

intestinal. Test ini memiliki akurasi sekitar 9 0 % untuk

vaskularisasi mesenterika adalah teknik operasi. Selain itu,

mendeteksi stenosis yang lebih besar dari 70% atau oklusi

terdapat prosedur perkutaneus yang sedang berkembang

dari celiac dan AMS. Angiografi direkomendasikan sebagai

yaitu angioplasti mesenterika baik memakai maupun tanpa

mengembalikan

alat non invasif yang disarankan untuk dipergunakan bila

stent. Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mengurangi

akan dilakukan tindakan intervensi.

gejala yang dialami pasien sehingga bisa memperbaiki

MDCT dan CT angiografi dapat mengevaluasi adanya lesi di mesenterika. Bila terdapat gambaran dari pembuluh

nutrisi dan mencegah terjadinya infark mesenterika. Revaskularisasi

mesenterika

sebaiknya

darah kolateral dan perubahan dari ukuran saluran cerna

dipertimbangkan pada pasien dengan angina intestinal

yang mengalami iskemia atau stenosis bisa membantu

yang memiliki stenosis minimal 1 dari 3 pembuluh darah

menegakkan diagnosis. Magnetic resonance angiography

mesenterika utama dan dimana penyebab lain nyeri

(MRA) memiliki sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi

a b d o m e n sudah dapat d i s i n g k i r k a n . Revaskularisasi

adanya stenosis yang berada di dekat AMS atau arteri

komplit banyak d i r e k o m e n d a s i k a n oleh banyak ahli

coeliacus. Akan tetapi hingga saat ini, kegunaan MRA

bedah, akan tetapi beberapa jurnal menuliskan bahwa

dalam mendeteksi IMK masih dalam tahap penelitian.

graft bypass pada arteri mesenterika superior saja masih merupakan tindakan yang efektif bagi iskemia intestinal. Revaskularisasi operatif masih m e r u p a k a n t i n d a k a n yang banyak dilakukan selama beberapa tahun ini. baik bypass retrograde maupun antegrade, endarterektomi mesenterika transaorta dan juga reimplantasi aorta dari arteri mesenterika superior Mortalitas perioperatif sangat bervariasi dari 0 - 1 1 % hingga 50% pada pasien dengan gejala acute on chronic. Angioplasti transluminal perkutaneus baik memakai maupun tanpa stent telah menjadi suatu alternatif bagi tindakan operasi untuk kandidat yang tidak memenuhi syarat operasi dan pada pasien dengan diagnosis yang belum jelas. Sebagai pendekatan tatalaksana, berdasarkan data yang ada, revaskularisasi melalui operasi masih merupakan pilihan utama bagi pasien dengan risiko operasi rendah, s e d a n g k a n pada pasien d e n g a n risiko tinggi maka

Gambar 4. Gambaran angiogram pada pasien dengan iskemia mesenterika kronik

TATA LAKSANA^' ^»

"

angioplasti perkutaneus lebih diminati. Operasi j u g a merupakan indikasi bila sudah dicurigai terjadinya nekrosis saluran cerna.

PROGNOSIS

Terapi Medikamentosa

Pasien IMK yang berhasil menjalani operasi revaskularisasi

Target terapi untuk IMK adalah revaskularisasi, mengingat

memiliki prognosis yang baik, angka kelangsungan hidup

bahwa risiko terjadinya t r o m b o s i s d e n g a n

infark

mesenterika pada pasien IMK maka terapi medikamentosa saja hanya diindikasikan bila operasi tidak dapat terlaksana

5 tahun mencapai 80% dan sebagian besar pasien tidak lagi mengalami gejala, berat badan bertambah dan pola makan menjadi normal kembali.

1554

PENYAKIT VASKULAR

PENUTUP Baik iskemia mesenterika akut dan kronik masih merupakan t a n t a n g a n besar d a l a m bidang m e d i s . Pada iskemia mesenterika akut suatu teknik pendekatan yang agresif harus dilaksanakan karena hasil akhir bergantung pada penegakan diagnosis dan tatalaksana sedini mungkin. S e b a l i k n y a untuk k a s u s i s k e m i a m e s e n t e r i k a maka tindakan terapeutik sebaiknya

kronik

dipertimbangkan

keuntungan dan risikonya, mengingat pasien kadang memiliki komorbid yang berat.

REFERENSI 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7. 8.

9.

10. 11.

12.

13.

14.

Stamatakos M, Stefanaki C, Mastrokealos D, et aL Mesenteric ischemia: still a deadly puzzle for the medical community. Tohoku ] . E x p . M e d . Nov 2008;216(3):197-204. A n z a l o n e J, Acevedo F A . Mesenteric ischemia: r a p i d diagnosis and prompt treatment are essential. J A A P A . Jul 2011;24(7):44-48. Rasyad SB. Penyakit Vaskular Mesenterika. In: Sudoyo A W , Setiyohadi B, A l w i I , Simadibrata M, Setiati S, eds. B u k u A j a r I l m u P e n y a k i t D a l a m . V o l 1 . Jakarta Pusat Penerbtan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006:445-448. Boley SJ, Brandt LJ, Sammartano RJ. History of mesenteric ischemia. The evolution of a diagnosis and management. Surg. C l i n . N o r t h A m . Apr 1997;77(2):275-288. Cleveland TJ, N a w a z S, Gaines P A . Mesenteric arterial ischaemia: diagnosis and therapeutic options. V a s e . M e d . 2002;7(4):311-321. Maduseno S. Penyakit Vaskular Mesenterika. In: Rani A , Simadibrata M, Syam A F , eds. B u k u A j a r G a s t r o e n t e r o l o g i . Vol 1. Jakarta: Interna Publishing; 2011:414-426. Greenberger NJ. C u r r e n t Diagnosis & Treatment Gastroenterology, Hepatology, & E n d o s c o p y The McGrav^-Hill Company; 2009. Florian A, Jurcut R, Lupescu I, Grasu M, Croitoru M, Ginghina C. Mesenteric ischemia—a complex disease requiring an interdisciplinary approach. A review of the current literature. R o m . J. I n t e r n . M e d . 2010;48(3):207-222. Panes J, Pique JM. Intestinal ischemia. In: Yamada T , ed. Textbook of G a s t r o e n t e r o l o g y . Vol 5: Blackwell Publishing; 2009:2811-2831. Cangemi JR, Picco MF. Intestinal ischemia in the elderly. G a s t r o e n t e r o l . C l i n . N o r t h A m . Sep 2009;38(3):527-540. Brandt LJ, Boley SJ. A G A technical review on intestinal ischemia. American Gastrointestinal Association. G a s t r o e n t e r o l o g y . May 2000;118(5):954-968. Loffroy R, Guiu B, Cercueil JP, Krause D. Chronic mesenteric ischemia: efficacy and outcome of endovascular therapy. A b d o m . I m a g i n g . Jun 2010;35(3):306-314. Renner P, Kienle K, Dahlke M H , et al. Intestinal ischemia: current treatment concepts. Langenbecks A r c h . Surg. Jan 2011;396(1):3-11. White C J . Chronic mesenteric ischemia: diagnosis and management. P r o g . C a r d i o v a s c . D i s . Jul-Aug 2011;54(1):3640.

200 PENYAKIT SEREBROVASKULAR SERANGAN O T A K B R A I N A T T A C K : TRANSIENT ISCHEMIC ATTACKS (TIA)- REVERSIBLE ISCHEMIC NEUROLOGIC DEFISIT (RIND)-STROKE Freddy Sitorus dan Teguh A.S Ranakusuma

Di I n d o n e s i a 2 0 0 7 , b e r d a s a r k a n d a t a n a s i o n a l

PENDAHULUAN

epidemiologi stroke di Indonesia, stroke merupakan

Sejak dicanangkan oleh presiden Rl DR.Susilo Bambang

penyebab kematian dan kecacatan tertinggi baik di

Yudhoyono, perihal "Pembangunan Nasional Berwawasan

perkotaan maupun di perdesaan seluruh wilayah NKRV

Kesehatan" di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

S t r o k e - S e r a n g a n otak y a n g bersifat

irreversible

di Jakarta pada tahun 2010, terdapat perubahan sikap bagi

b u k a n l a h s u a t u b e n c a n a a k a n t e t a p i s u a t u proses

penyelenggara kedokteran dan Kesehatan di Indonesia

etiopatogenesis penyakit vaskular yang dapat dicegah

dengan kembali pada prinsip filsafat kedokteran yang

pada tingkat pre-simtom agar "jangan sakit" dan pada

sebenarnya yaitu " Jangan Sakit dan Jangan Cacat -

masalah manifestasi klinis dapat diantisipasi secara Cepat,

Pencegahan lebih baik dari Pengobatan"/*

Tepat, Cermat dan Akurat agar "Jangan Cacat"

Saat ini di seluruh dunia masalah Penyakit (Kronik)

"TIME is BRAIN".'

Tak l^enular (PTM) merupakan masalah kesehatan m a s y a r a k a t u t a m a , d a l a m hal ini terjadi penyakit serebrokardiovaskular yang

dominasi

merupakan

manifestasi klinis proses patogenesis aterosklerosis,

DEFINISI

dimana etiopatogenesisnya sama yaitu diawali dengan

Serangan Otak atau Brain Attack, merupakan terminologi

gangguan fungsi endotel. Secara klinis manifestasinya

waktu untuk melakukan antisipasi medis secepatnya,

dapat dibedakan jenis penyakit vaskular yang terkait

setepatnya, secermatnya dan seakuratnya pada fase akut

misalnya di otak- Serangan Otak, di Jantung-Serangan

manifestasi klinis penyakit serebrovaskular, baik yang

Jantung, maupun Penyakit vaskular perifer pada organ lain

bersifat sepintas. Transient

diantaranya di ginjal, mata, telinga dan anggota badan lain.

secara klinis kembali normal dalam kurun kurang

Kesamaan etiopatogenesis aterosklerosis ini merupakan

dari 24 j a m , bila pemulihan terjadi lebih dari 24 j a m

Ischemic

Attacks

( TIA),

dasar dari penanggulangan penyakit vaskular secara

dan tidak lebih dari 2 minggu terminologi klinis disebut

terpadu dari tingkat hulu maupun hilir Penyakit vaskular

Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND) dan yang

ini dapat m e n u r u n k a n kualitas hidup p e n d e r i t a n y a ,

manifestasi klinisnya menetap disebut Stroke.^ TIA dan

penurunan kemampuan produktivitasnya, serta tingginya

Stroke merupakan masalah klinis yang sangat penting dan

biaya pengobatannya, tentunya merupakan kewajiban dan

memerlukan penunjang diagnostik yang tepat dan cermat

beban yang besar pada penyelenggaran sistem kesehatan

serta akurat dalam waktu secepatnya sebaiknya kurang

nasional dalam penyelenggaran Negara secara terpadu,

dari 3 jam setelah onset.

apalagi bila didasari dengan wawasan kesehatan.^

Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan

1556

PENYAKIT VASKULAR

adanya defisit neurologis serebral fokal atau global

51.6 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian

yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama

akibat stroke di Indonesia berdasarkan usia adalah 15.9%

minimal 24jam atau menyebabkan kematian yang semata-

pada usia 45-55 tahun, 26.8% pada rentang usia 55-64

mata disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan

tahun, dan 23.5% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun

spontan pada otak (stroke perdarahan) maupun suplai

serta merupakan peringkat pertama.^

darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung, dan darah.^ TIA adalah sindrom klinis yang ditandai dengan

KLASIFIKASI Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa

hilangnya fungsi serebral fokal secara akut atau mendadak

aspek. Secara u m u m , stroke diklasifikasikan menjadi

yang berlangsung kurang dari 24 j a m dan disebabkan

stroke iskemik (dengan atau tanpa perdarahan) dan

oleh suplai darah serebral yang tidak adekuat sebagai

stroke perdarahan. Stroke perdarahan dapat berupa

akibat dari trombosis atau emboli yang berkaitan dengan

perdarahan intraserebral, perdarahan intraventrikular,

kelainan jantung, pembuluh darah atau darah^

dan perdarahan subarakhnoid.^^

Penelitian menunjukkan bahwa durasi TIA dapat

Berdasarkan lokasi, iskemik dapat terjadi pada (1) area

bervariasi dalam rentang yang sangat luas, yaitu kurang

sirkulasi anterior atau karotis (terdiri dari arteri serebri

dari satu menit hingga lebih dari 720 menit. Penelitian

anterior, arteri serebri media), (2) area sirkulasi posterior

Oxfordshire Community Stroke menunjukkan bahwa durasi

(vertebrobasilar), dan (3) area zona perbatasan

TIA tersering berkisar 6-60 menit (terjadi pada 4 5 % kasus).

area).^^

{watershed

Sedangkan penelitian yang dilakukan Hankey dan Warlow

Berdasarkan klinis, stroke iskemik diklasifikasikan

menunjukkan bahwa durasi TIA terbanyak adalah 6-30

menjadi (1) sindrom lakunar, (2) sindrom sirkulasi posterior,

menit (terjadi pada 30% kasus).^

(3) sindrom sirkulasi anterior total, (4) sindrom sirkulasi anterior parsial.^^ Berdasarkan klasifikasi TOAST, stroke

iskemik

EPIDEMIOLOGI

diklasifikasikan menjadi 1) aterosklerosis arteri besar, 2)

Pada saat onset serangan otak khususnya stroke, dibagi

disease),

dalam 3 kelompok: Kelompok 1. : Kurang lebih 1/3 pasien akan meninggal dalam kurun waktu hitungan hari. Kelompok 2 . : 1/3 pasien akan mengalami penyembuhan lengkap atau meninggalkan deficit neurologi ringan serta masih dapat melakukan aktivitas yang produktif Kelompok 3. : 1/3 pasien lainnya tidak akan terjadi p e n y e m b u h a n , dan bahkan c e n d e r u n g akan terjadi perburukan hingga kematian atau kecacatan yang b e r a f . Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Setiap tahunnya terjadi sekitar 700.000 kasus stroke iskemik dan 100.000 stroke

kardioembolisme, 3) penyakit arteri kecil {small

artery

4) etiologi lainnya (misalnya vaskulopati non-

aterosklerosis, hiperkoaguabilitas, gangguan hematologi), 5) etiologi tidak d a p a t d i t e n t u k a n pada e k s p l o r a s i intensif^°

Tabel 1. Klasifikasi TOAST'" Aterosklerosis arteri besar (embolisme/trombosis) Kardioembolisme (risiko tinggi/risiko sedang) Oklusi pembuluh darah kecil (lakuna) Stroke dengan etiologi tertentu lainnya Stroke dengan etiologi yang belum dapat ditentukan Dua atau lebih penyebab teridendifikasi Evaluasi negatif Evaluasi tidak lengkap

perdarahan dengan kasus fatal sebanyak 175.000 di Amerika Serikat.^ Distribusi penyakit di Indonesia j u g a

Diagnosis pada masing-masing subgrup ditegakkan

telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi kawasan

berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang

tropis mengarah ke penyakit khronis tak menular.

(pencitraan serebral, pencitraan jantung, pemeriksaan

Walaupun angka kejadian stroke telah mengalami

d o p p l e r p e m b u l u h d a r a h intra d a n e k s t r a k r a n i a l ,

penurunan drastis sejak tatalaksana hipertensi semakin

arteriografi, dan laboratorium untuk evaluasi status

maju sejak beberapa dekade lalu, stroke tetap menjadi

pro-trombotik).^° Stroke hemoragik secara klinis khas

m a s a l a h k e s e h a t a n y a n g sangat perlu d i p e r h a t i k a n

m a n i s f e s t a s i n y a , biasa lebih cepat dan berat akibat

sebagai k o n s e k u e n s i terjadinya p e n u r u n a n kualitas

terjadi tiga proses patologis terpadu yaitu proses iskemia

hidup dan produktifitas serta pengobatan seumur hidup

dan proses desak ruang serta proses inflamasi yang

penderitanya. Angka kejadian stroke di Indonesia berkisar

mengikutinya^

1557

PENYAKIT SEREBROVASKULAR

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Stroke Berdasarkan TOAST' Subgroup aterosklerosis Klinis

Neuro imaging

Pemeriksaan Penunjang lainnya

Cardioembolism

occlusion

(lacune)

Disfungsi kortikal atau serebelar Sindrom lakunar

Penyebab lain

+/+/-

Infark kortikal, serebelar, batang otak atau subkortikal diameter > 1.5 cm Infark subkortikal atau batang otak diameter < 1.5 cm Stenosis arteri karotis interna ektrakranial Emboli berasal dari jantung Abnormalitas pada pemeriksaan penunjang lain

+/-

+/-

lumen pembuluh darah. Aterosklerosis dapat terjadi pada

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

pembuluh darah besar dan kecil, baik ekstra maupun Stroke h e m o r a g i k , m e m p u n y a i ciri khas k l i n i s n y a , manifestasi klinis tersebut merupakan

intrakranial. Aterosklerosis pembuluh darah intrakranial

rentetan

lebih banyak pada ras Asia dibandingkan Kaukasia dan

proses yang tidak terindikasikan . Darah keluar dari

sebaliknya. Aterosklerosis pada pembuluh darah besar

pembuluh darah ke jaringan otak secara tiba-tiba, ruang subarachnoid m u a p u n ke ruang ventrikel. 2 dekade yang lalu banyak ahli akan segera terjadi penghentian perdarahan akibat reaksi proses pembekuan. Ternyata perdarahan otak, khususnya intraserebral, didasari oleh proses yang lebih dinamis dan melibatkan berbagai proses yang sangat kompleks antara lain terjadinya bertambahnya volume hematoma dan inflamasi yang melibatkan seluruh sistem organ tubuh seiring dengan berjalannya waktu. Dalam situasi ini diperlukan secara cepat, tepat dan cermat etiologi serta proses patologis yang mendasarinya.^" Stroke iskemia disebabkan oleh tiga mekanisme dasar, yaitu trombosis, emboli, dan penurunan tekanan perfusi. Trombosis merujuk pada penurunan atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena superimposisi perubahan karakteristik dinding pembuluh

darah

d a n p e m b e n t u k a n b e k u a n . Patologi v a s k u l a r y a n g m e n y e b a b k a n t r o m b o s i s antara lain a t e r o s k l e r o s i s , d i s p l a s i a fibromuskular, arteritis, diseksi p e m b u l u h darah, dan perdarahan pada plak aterosklerosis. Patologi vaskular tersering adalah aterosklerosis, dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa dan muskular, dan adesi trombosit yang mempersempit

Gambar 1. Predileksi Aterokslerosis pada Pembuluh darah yang Mensuplai Otak^

1558

PENYAKIT VASKULAR

label. 3. Risiko Emboli pada Stroke'

Risiko tinggi emboli berasal dari jantung

Katup jantung prostetik Stenosis mitral dengan atrial fibrilasi Atrial fibrilasi Trombus dari atrium kiri atau apendiks atrium kiri Sick sinus syndrome Riwayat infark miokard (< 4 minggu) Trombus ventrikel kanan Kardiomiopati dilatasi Segmen ventrikel kiri akinetik Miksoma atrium Endokarditis infektif

Risiko sedang emboli berasal dari jantung

Prolaps katup mitral Kalsifikasi anullus mitral Stenosis mitral tanpa atrial fibrilasi Turbulensi atrium kiri (rokok) Aneurisma septum atrium Patensi foramen ovale (PFO) Atrial flutter Lone atrial fibrillation Katup jantung bioprostetik Endkarditis nonbakterial trombosis Gagal jantung kongestif Segmen ventrikel kiri hipokinetik Riwayat infark miokard (> 4 minggu, < 6 bulan)

dapat menjadi sumber tromboemboli yang menyebabkan infark luas saat menyumbat cabang utama pembuluh

FAKTOR RISIKO

menampilkan

Secara umum, faktor risiko stroke adalah seluruh keadaan

predileksi aterosklerosis pada pembuluh darah yang

y a n g m e n g g a n g g u salah satu dari tiga k o m p o n e n

mensuplai otak.*

pembuluh darah, darah, dan jantung (Trias Virchow). Tabel

darah intrakranial. Gambar berikut

Materi yang terbentuk dalam sistem vaskular dapat menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Berbeda

berikut menyajikan faktor risiko stroke dan korelasinya dengan jenis stroke.^^

dengan trombosis, blokade emboli tidak disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal. Material emboli biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar (aorta, karotis,

DIAGNOSIS

vertebralis) atau vena. Kardioemboli dapat berupa bekuan darah, vegetasi, atau tumor intrakardiak. Materi emboli lainnya adalah udara, lemak, benda asing, atau sel tumor yang masuk sirkulasi sistemik.^ Penurunan tekanan perfusi serebral d i s e b a b k a n p e n u r u n a n cardiac

output

biasanya baik y a n g

disebabkan oleh kegagalan pompa jantung atau volume intravaskular yang inadekuat. Penurunan tekanan perfusi serebral biasanya m e n y e b a b k a n iskemia pada area perbatasan daerahal suplai pembuluh darah, yaitu pada perbatasan daerah arteri serebri anterior, media, dan posterior. Iskemia pada area perbatasan memberikan gambaran klinis dan pencitraan yang khas. Man in the Barrel syndrome terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri anterior dan media, sedangkan Sindrom Balint terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri media dan posterior*

Diagnosis Klinis Diagnosis stroke dan TIA merupakan diagnosis klinis yaitu berdasarkan definisi stroke dan serangan iskemik transien. Tidak adanya defisit neurologis persisten tidak menyingkirkan diagnosis TIA atau stroke. Temuan negatif pada saat pemeriksaan klinis dapat merepresentasikan t a n d a y a n g telah m e n g a l a m i perbaikan atau t a n d a yang tidak begitu j e l a s sehingga terlewat pada saat pemeriksaan klinis, misalnya disfungsi

persepsi

visuospasial.^ Tanda defisit fokal pada TIA dan stroke meliputi gejala motorik, sensorik, visual, bahasa, kognitif dan vestibular A d a beberapa p e n g e c u a l i a n , yaitu diplopia, sensasi pergerakan, dan forgetfullness

yang terjadi secara terisolasi

tidak selalu mengindikasikan iskemia serebral fokal kecuali terdapat lesi infark akut atau perdarahan pada lokasi yang

1559

PENYAKIT SEREBROVASKULAR

Tabel 4. Faktor Risiko Stroke pada Berbagai Jenis Stroke'' T

Hipertensi Hipertensi berat Penyakit koroner Klaudikasio Fibrilasi atrium Sick sinus syndrome Penyakit katup jantung Diabetes Diatesis berdarah Merokok Kamker Usia tua Asal usul etnis Asia atau kulit hitam

++

Emb

Lac +++ +

+++ +++

ICH ++ ++++

SAH

+ ++

++ + ++++ ++ +++ +

+ ++ +

+++ ++ +++ +

++

Emb, embolisme; ICH, intracranial hemorrhage (perdarahan intrakranial); Lac, lacune (lakuna); SAH, subarachnoid hemorrhage perdarahan subarakhnoid); T, trombosis

Tabel 5. Defisit Neurologi Fokal pada Stroke^ Gejala motorik Kelemahan atau kecanggungan pada salah satu sisi tubuh, baik seluruhnya maupun sebagian (hemiparesis, monoparesis, dan terkadang hanya pada tangan) Kelemahan bilateral simultan* Kesulitan menelan* Ketidakseimbangan* Gangguan bicara/bahasa Kesulitan memahami atau mengekspresikan bahasa lisan Kesulitan dalam membaca (diseleksia) atau menulis Kesulitan dalam menghitung Bicara pelo* Gejala sensorik Perubahan rasa pada salah tubuh, baik seluruhnya maupun sebagian Gejala visual Gangguan penglihatan pada satu mata, baik seluruhnya maupun sebagian Gangguan penglihatan pada separuh atau seperempat lapang pandang Kebutaan bilateral Penglihatan ganda* Gejala vestibular Sensasi gerakan* Gejala perilaku/kognltlf Kesulitan berpakaian, menyisir rambut, menyikat gigi, disorientasi geografik (disfungsi visuospasial-perseptual) Lupa*

relevan. Tabel berikut menyajikan tanda defisit fokal pada TIA atau stroke.^ Tanda defisit n e u r o l o g i s n o n f o k a l t i d a k s e l a l u disebabkan oleh iskemia serebral fokal. Tanda defisit neurologis nonfokal, meliputi kelemahan tubuh secara menyeluruh, sensasi kepala terasa ringan, perubahan atau penurunan tingkat kesadaran dengan atau gangguan penglihatan pada kedua mata, inkontinensia urin atau feses, kebingungan, dan tinitus.^

Pencitraan Sebagai penunjang diagnosis stroke dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan otak, yaitu CT scan atau MRI. CT scan

merupakan pemeriksaan penunjang yang

direkomendasikan untuk dilakukan pada evaluasi stroke awal yang bertujuan untuk membedakan jenis stroke, iskemik atau perdarahan. Tidak ada tanda gambaran infark pada CT scan tidak menyingkirkan diagnosis stroke karena pada j a m - j a m pertama CT scan dapat normal.

1560

PENYAKIT VASKULAR

Tabel 6. Distribusi Gejala dan Tanda pada Stroke dan Non-stroke^ Gejala

% pasien

Odds ratio

Stroke atau TIA (n = 776;

Non-stroke (n = 767;

96

47

27,6

23 63 54

6 24 22

4,8 5,3 4,1

5 53 11

2 22 7

2,2 4,0 1,7

9 20 17 6 13 10 8 14 5 6 1

7 16 11 33 17 13 17 25 41 10

1,3 1,4 1,6 1,2 0,3 0,5 0,6 0,8 0,2 0,1 0,1

45 69 61 24 27 57 23 4 53

3 12 11 2 1 8 5 2 7

27,0 16,6 13,1 121,8 62,2 15,6 5,8

3 23 21

1 4

2,4 7,9 10,8

Gejala neurologik Awitan akut Kelemahan Wajah Lengan Tungkai bawah Inkoordinasi Tungkai Bicara Gangguan visual Parestesia Wajah Lengan Tungkai bawah Vertigo Pusing Mual Muntah Sakit kepala Bingung Hilang kesadaran Bangkitan kejang Tanda neurologik Kelemahan Wajah Lengan Tungkai Gangguan lapang pandang Kelainan gerakan mata* Disfasia / diartria Pengabaian visuospasial Ataksia tungkai Langkah hemiparese/ataksia Defek sensorik Wajah Lengan Tungkai

5

2

2,3 14,5

Tabel 7. Gambaran Perdarahan Intraserebral pada CT scan' Akut

Subakut

Kronik

Lesi hiperdens dengan batas

Lesi hiperdens berbentuk cincin

Berbentukcelah, efek ex vocuo, hiperdens

yang tegas

di tepi perdarahan

tipis pada tepi

Secara umum pada CT scan, lesi iskemik akan tampak

hilangnya diferensiasi antara substansia grisea-alba,

h i p o d e n s s e d a n g k a n lesi p e r d a r a h a n akan t a m p a k

penyempitan sulkus korteks, komptesi ventrikel lateral,

hiperdens. Gambaran pada CTscan yang mengindikasikan

dan hipodens. Gambaran hiperdens pada arteri merupakan

kemungkinan iskemia, yaitu hilangnya visualisasi pita

indikator oklusi arteri sedangkan tidak adanya tanda

insular, hilangnya garis tatanan nukleus lentiformis.

tersebut tidak menjamin patensi vaskular'

1561

PENYAKIT SEREBROVASKULAR

Tabel 8. Gambaran Hematom Intrakranial pada CT scan dan MRI Berdasarkan Usia Perdarahan'^ Tahap

CT

T2*

T1

T2

Hiperakut

Terang

Gelap

Bila terdeteksi, gelap

Akut Subakut

Terang Isodens

Gelap Gelap

Isodens Terang

Kronik

Gelap

Gelap

Gelap

Bila terdeteksi, terang dengan pinggiran gelap Gelap Gelap (awal), Terang (lanjut) Gelap

Catatan; Gelap merujuk pada sinyal rendah, dan terang merujuk pada sinyal tinggi Diadaptasi dari Bui JD, Caplan LR: Magnetic resonance imaging in intracerebral hemorrhage. Semin Cerebrovasc Dis Stroke 2005; 5:172177

Densitas perdarahan pada CT scan mencapai 80

scan dan MRI j u g a tidak dapat menyingkirkan diagnosis

Hounsfield Unit (HU) sedangkan parenkim otak normal

TIA atau stroke. Hingga saat ini belum ada pemeriksaan

sekitar 35 H U . G a m b a r a n perdarahan pada CT

scan

penunjang berbasis pencitraan ataupun kimia darah yang

berubah sesuai dengan usia perdarahan. Perdarahan

cukup sensitif spesifik, dan tersedia luas untuk secara

intraserebral biasanya menjadi isointens dalam jangka

meyakinkan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis

waktu 1-3 minggu dari onset. Akan tetapi rentang waktu

TIA atau stroke.^

tersebut bervariasi tergantung ukuran hematom.'

Pada proporsi yang cukup signifikan pasien TIA,

Perdarahan subarakhnoid akan memberikan gambaran

ditemukan lesi serebral dengan perubahan sinyal yang

hiperdens pada ruang s u b a r a k h o n o i d dan s i s t e r n a .

mengindikasikan iskemia. MRI sekuen DWI sangat sensitif

Selain itu, C f scon juga bermanfaat untuk mengevaluasi

dan spesifik (sensitivitas dan spesifitas 90%) d a l a m

komplikasi perdarahan atau iskemik luas. Pada kasus

mendeteksi lesi iskemia pada 2/3 kasus TIA secara klinis.

perdarahan subarakhnoid, waktu saat melakukan

CTscan

Berdasarkan fakta tersebut ada yang menyatakan bahwa

mempengaruhi temuan. Pada 1-2 hari pertama sejak

istilah TIA direstriksi pada kasus dengan pencitraan yang

onset perdarahan subarakhnoid, kemungkinan untuk

normal dan pasien yang mengalami TIA secara klinis tetapi

mendeteksi perdarahan adalah 9 5 % tetapi hal tersebut

menunjukkan lesi iskemia pada pencitraan dianggap

juga dipengaruhi oleh resolusi C I scon, jumlah perdarahan,

sebagai stroke. Akan tetapi pendapat tersebut tidak tepat

dan kemampuan radiologis. Kemungkinan mendeteksi

karena beberapa argumen, yaitu (1) tidak semua pasien

perdarahan subarakhnoid berkurang menjadi 50% pada

dapat menjalani pemeriksaan MRI (misalnya pada pasien

hari ketujuh, 2 0 % pada hari kesembilan, dan hampir

dengan materi metal), (2) definisi TIA akan terus berubah

tidak mungkin setelah hari kesepuluh. Pada kecurigaan

seiring dengan kemajuan teknologi pencitraan dalam

perdarahan subaraknoid, pada CTscan perlu diperhatikan

mendeteksi lesi iskemik, (3) adanya lesi iskemik yang

area sisterna interpedunkular, sisterna ambiens, sisterna

relevan pada pencitraan tidak serta merta menunjukkan

kuadrigeminal, area arteri komunikans anterior, arteri

lesi yang bertanggung jawab pada klinis TIA yang saat

s e r e b e l a r posteroinferior, kornu posterior ventrikel

itu dialami pasien (dapat disebabkan stroke terdahulu

lateral, dan sulkus kortikal. Perdarahan subaraknoid akan

yang tidak terdiagnosis atau silent stroke),

memberikan gambaran isodens atau sedikit hiperdens

peningkatan proporsi secara gradual untuk menemukan

pada area tersebut sehingga gambaran hipodens yang

lesi serebral yang relevan pada pencitraan seiring dengan

(4) terdapat

normal akan menghilang. Jika perdarahan subaraknoid

pertambahan durasi gejala karena pada dasarnya TIA

sangat dicurigai dari klinis tetapi temuan pencitraan

dan stroke memiliki patofisiologi yang sejalan, (5) tidak

negatif maka d a p a t d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n c a i r a n

ada perbedaan gambaran klinis dan faktor risiko pada

serebrospinal melalui prosedur pungsi lumbal.'

TIA dengan atau tanpa lesi iskemia yang relevan pada

Pada M R I , lesi iskemik akan t a m p a k hipointens pada T 1 , hiperintens pada T2 dan FLAIR. MRI kepala dapat mendeteksi lesi stroke pada waktu yang lebih dini terutama dengan bantuan sekuen D W I . Pada sekuen D W I , stroke y a n g masih baru t a m p a k s e b a g a i area hiperintensitas. Gambaran perdarahan pada MRI j u g a bervariasi berdasarkan usia hematom.' Tidak adanya lesi yang relevan pada pencitraan CT

pencitraan, (6) terdapat kasus dimana secara klinis pasien mengalami stroke tetapi pencitraan normal, (7) adanya kesulitan dalam penelitian epidemiologi dan kebijakan asuransi kesehatan, dan (8) sensitivitas dan spesifitas DWI dalam mendeteksi lesi iskemia tidak 100%. Oleh karena itu klinis TIA yang disertai lesi iskemik yang relevan tidak serta merta mengubah diagnosis menjadi stroke.^ Pemeriksaan lainnya yang dapat bermanfaat antara

1562

PENYAKIT VASKULAR

Tabel 9. Penyebab Ketidakakuratan DWP Positif Palsu

Negatif Palsu

Penyebab hiperintensitas noniskemik Penyebab hiperintensitas yang asimptomatik secara neurologis

Waktu pencitraan terlalu awal setelah onset iskemia TIA yang berdurasi pendek (tidak cukup waktu untuk menyebabkan perubahan iskemi pada DWI) Iskemia penumbra (iskemia cukup untuk menyebabkan defisit neurologis tetapi tidak cukup untuk menyebabkan kegagalan pompa Na-K ATPase pada membrane sel neuron Area iskemik terlalu kecil untuk dapat terdeteksi Area iskemik terlalu sulit untuk tervisualisasi (misalnya lesi pada batang otak) Waktu pencitraan terlalu lambat setelah onset iskemia sehingga tidak tampak lagi (misalnya lebih dari 2 minggu sejak resolusi gejala)

Penyebab hiperintensitas persisten atau kronik (lesi lama)

lain angiografi, CT angiografi, dan MRA. Pemeriksaan

melitus, dislipidemia, fibrilasi atrium, hiperkoagulabilitas,

t e r s e b u t b e r m a n f a a t t e r u t a m a dalam kasus d e n g a n

penggunaan kontrasepsi oral, obesitas, dan merokok.

kecurigaan a n e u r i s m a dan malformasi a r t e r i o - v e n a .

Oleh karena itu faktor risiko stroke harus dieksplorasi

MRA lebih aman karena tidak menggunakan zat kontras

dan d i k e n d a l i k a n untuk m e n c e g a h stroke berulang

yang berpotensi menimbulkan efek samping dan mudah

(Pencegahan sekunder). Untuk mencari faktor risiko

menentukan korelasi anomali vaskular dengan area otak

stroke perlu dilakukan pemeriksaan t a m b a h a n , yaitu

akan tetapi kurang jelas dalam memvisualisasi pembuluh

pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,

darah kecil. PET scan dapat menngukur aliran darah

hemostasis, profil lipid, gula darah, homosistein, CRR LED,

regional.

rontgen dada, elektrokardiografi, ekokardiografi, doppler transkranial, doppler karotis. Jika dicurigai adanya faktor

Diagnosis Banding TIA dapat menyerupai beberapa penyakit, antara lain sinkop, migrain dengan aura, kelainan labirin, kejang

risiko stroke yang jarang maka pemeriksaan tambahan perlu disesuaikan, misalnya pemeriksaan autoantibodi pada stroke usia muda.

epilepsi parsial, h i p e r v e n t i l a s i , serangan panik atau

Status hiperkoagulabilitas merupakan salah satu faktor

ansietas, kelainan somatisasi, lesi struktural intrakranial

risiko stroke. Keadaan tersebut perlu dieksplorasi pada

( m e n i n g i o m a , tumor, a n e u r i s m a m a k r o , m a l f o r m a s i

keadaan (1) pemendekan PT dan APTT, (2) oklusi vaskular

arteriovena, hematoma subdural kronik), amnesia

multipel tanpa disertai sumber kardioemboli, (3) oklusi

global transien, demielinisasi akut, drop attacks, kelainan

vena pada ekstremitas superior atau inferior, (4) oklusi

metabolik (hipoglikemia, hiperglikemia, hiperkalsemia,

vena serebral atau sinus dural, (5) riwayat tromboflebitis

hiponatremia), mononeuropati, radikulopati, miastenia

atau abortus rekuran, (6) keadaan neoplasma, penyakit

gravis, dan katapleksi. Diagnosis banding untik stroke antara

vaskular kolagen, penyakit reumatologi, atau penyakit

lain penyakit sistemik atau kejang yang menyebabkan

i n f l a m a s i . Tabel 10 b e r i k u t m e n y a j i k a n

deteriorasi stroke sebelumnya, kejang epilepsi (paralisis

laboratorium yang perlu diperiksa untuk mendeteksi status

parameter

Todd), kejang nonkonvulsif, lesi intrakranial struktural

hiperkoagulabilitas.

(hematoma subdural, tumor otak, malformasi arteriovena), ensefalopati metabolik atau toksik (hipoglikemia, hiperglikemia nonketotik, hiponatremia, sindrom Wernicke-Korsakoff, ensefalopati hepatikum, intoksikasi alcohol dan obat, septicemia), gangguan nonneurologis (misalnya hysteria), migraine hemiplegic, ensefalitis (virus herpes simpleks), trauma kepala, lesi saraf tepi, ensefalopati hipertensif sklerosis multipel, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Wilson.^

Eksplorasi Faktor Risiko Stroke merupakan kejadian sekunder dari kelainan yang menyebabkan gangguan vaskular di otak. Faktor risiko tradisional pada stroke antara lain hipertensi, diabetes

TATALAKSANA Fase Akut Tatalaksana fase akut serangan otak baik yang iskemik maupun perdarahan adalah berlomba dengan waktu, mulai dari waktu onset hingga waktu di Instalasi Gawat Darurat suatu rumah sakit dan waktu yang diperlukan hingga diagnosis ditegakkan secara tepat. Time Is Brain, setiap detik setiap menit sangat penting pada fase akut, dengan prinsip stabilkan kondisi pasien, konfermasi diagnosi secara cepat dan efisien, tepatkan pemeriksaan laboratorium untuk menetapkan pengobatan yang terbaik

1563

PENYAKIT SEREBROVASKULAR

Tabel 10. Penapisan Status Hiperkoagulabilitas" Uji genetil< untuk mutasi faktor V Leiden atau pemeriksaan koagulasi untuk resistensi protein C teraktivasi (bila tidak normal, lakukan konfirmasi genetik) Uji genetik untuk mutasi protrombin G20210A Pemeriksaan fungsi antitrombin Pemeriksaan fungsi protein C Pemeriksaan fungsi protein S dan pengukuran kadar antigen protein S bebas dan total Homosistein Kadar faktor VIII Antikoagulan lupus, antibodi kardiolipin, antibodi beta-2 glikoprotein 1 Catatan; Ken Bauer, MD, Departemen Hematologi-Koagulasi, Fakultas Kedokteran Harvard membantu mempersiapkan tabel ini dan pencegahan terhadap perburukan serta komplikasi stroke sendiri^^

bekuan secara mekanik, pemberian agen vasodilator, bedah pintas arteri y a n g teroklusi, dan optimalisasi

Prinsip tatalaksana stroke adalah mengontrol faktor

sirkulasi kolateral.

risiko dan kondisi/ penyakit y a n g m e n d a m p i n g i n y a untuk mencegah proses perburukan dan serangan otak

A m e r i c a n Stroke A s s o c i a t i o n 2007 m e m b e r i k a n rekomendasi mengenai manajemen stroke akut, yaitu:^

berikutnya (Pencegahan sekunder), mencegah komplikasi

Pemberian antikoagulan segera dengan tujuan

akibat dan konsekuensi stroke sendiri (ulkus dekubitus,

mencegah timbulnya stroke ulang awal, menghenti-

pneumonia, infeksi traktus urinarius, flebotrombosis, dan

kan perburukan defisit neurologi, atau memperbaiki

emboli pulmonal), tatalaksana patologi dan patofisiologi

keluaran

spesifik misalnya secara bedah antara lain drainase

direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien

setelah stroke

iskemik

akut

tidak

hematoma intrakranial, manajemen pada peningkatan

stroke iskemik akut (ASA, kelas III, level A).

tekanan intrakranial, secara intra arterial intervensi antara

Antikoagulasi segera tidak direkomendasikan pada

lain reperfusi lesi oklusif vaskular, dan secara medis

stroke akut sedang hingga berat karena meningkatkan

antara lain dengan pengontrolan koagulabilitas untuk

risiko komplikasi perdarahan intrakranial (ASA, kelas

mencegah pembentukan trombus, dan tentunya dengan

III, level A).

kepelengkapan fasilitasi pemulihan, dan memperbaiki

Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka

fungsi neurologist^

waktu 24 j a m bersamaan dengan pemberian rt-PA

Strategi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan

intravena tidak direkomendasikan (ASA, kelas III,

perfusi serebral adalah dengan kontrol posisi tubuh,

level B).

manajemen tekanan darah yang tepat, volume intravaskular,

Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam

dan c u r a h j a n t u n g . R e p e r f u s i a r e a i s k e m i k

2 4 j a m hingga 4 8 j a m setelah onset stroke dianjurkan

dapat

dilakukan melalui bedah arteri langsung (endarterektomi),

untuk setiap stroke iskemik akut (ASA, kelas I, level

angioplasti, pemasangan stent, trombolisis, penghancuran

A)

Tabel 11. Masalah Umum pada Stroke dan Strategi Manaj( m e n " Masalah

Tatalaksana

Pemeliharaan status nutrisi

Diet seimbang dengan jumlah kalori dan komposisi yang baik (rendah kolesterol dan garam), pemberian vitamin bila terindikasi, pemberian makanan enteral (pipa nasogastrik, gastrotomi) atau parenteral. Rute pemberian makanan yang sesuai dan hati-hati, studi proses menelan sebelum memulai pemberian makan oral, pemberian antibiotik awal pada infeksi, antikoagulan dosis mini, pemakaian stocking untuk mencegah tromboemboli. Latihan fisik pasif mobilisasi berkala, kasur antidekubitus, menentukan posisi ekstremitas secara hati-hati. Katerisasi hanya bila diperlukan, jika perlu kateterisasi intermiten, pemberian antibiotik pada infeksi, dan asidifikasi urin. Mobilisasi berkala, kasur antidekubitus, survei lesi kulit. Dukungan keluarga dan tenaga medis, serta antidepresan.

Komplikasi pulmonal (aspirasi, infeksi, atelektasis, emboli)

Imobilisasi Komplikasi traktus urinarius (distensi vesika urinaria, retensi urin, infeksi) Kulit (dekubitus) Psikologis (depresi, apati)

PENYAKIT VASKULAR

1564 Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti

streptokinase, urokinase, ancrod, dan rt-PA. Fibrinolisis

tindakan intevensi akut pada stroke, seperti penn-

menggunakan rt-PA secara umum memberikan keuntungan

berian rt-PA intravena (ASA, kelas III, level B)

reperfusi akibat lisisnya trombus. Pemberian fibrinolitik

Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin

direkomendasikan kuat diberikan sesegera mungkin

jangan diberikan (ASA, kelas III, level A)

setelah didiagnosis stroke iskemik akut ditegakkan dalam

Penggunaan aspirin sebagai terapi ajuvan dalam

onset 3 j a m pada pemberian intravena dan 6 j a m pada

24 j a m pasca pemberian agen trombolitik tidak di-

pemberian intraarterial. Penelitian baru-baru ini bahkan

rekomendasikan (ASA, kelas III, level A)

menunjukkan masih adanya manfaat pemberina fibrinolitik

Pemberian clopidogrel saja atau kombinasi dengan

pada stroke iskemik akut onset 4.5 j a m . Kriteria inklusi

aspirin pada stroke iskemik akut tidak dianjurkan

pemberian rt-PA adalah usia >: 18 tahun, diagnosis klinis

(ASA, kelas III, level C), kecuali pada pasien dengan

stroke dengan defisit neurologis yang jelas, onset dapat

indikasi spesifik, misalnya angina pektoris tidak stabil,

ditentukan secara jelas (< 3 j a m berdasarkan panduan

infark miokardium non-Q wave, atau stent pembuluh

ASA 2007 atau < 4.5 j a m berdasarkan panduan ESO

darah dalam wakut dekat, pengobatan harus diberikan

2009), tidak ada bukti perdarahan intrakranial pada CT

hingga 9 bulan setelah kejadian (ASA, kelas I, level

scan. Kriteria eksklusi pemberian rt-PA adalah usia > 80

A).

tahun, defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik

Pemberian antiagregasi trombosit intravena yang

atau perburukan defisit neurologi yang berat, gambaran

menghambat reseptor glikoprotein llb/lllla tidak dianjurkan (ASA, kelas III, level B) Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut (ASA, kelas III, level A) Pemakaian vasodilator, seperti pentoksifilin, tidak dianujurkan dalam terapi stroke iskemik akut (ASA, kelas III, level A) Tindakan endarterektomi karotis pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang buruk (ASA, kelas lib, level C) Pemakaian obat-obatan neuroprotektan

belum

menunjukkan hasil yang efektif sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (ASA, kelas III, level A). Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan operasi masih belum pasti (ASA, kelas lib, level C) Pasien dengan perdarahan serebelar yang mengalami perburukan neurologis, atau dengan kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel s e b a i k n y a menjalani operasi evakuasi h e m a t o m



perdarahan intrakranial pada CT scan, riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir, infark luas (gambaran hipodens >1/3 hemisfer serebri), kejang pada saat onset stroke, kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis pascaiktal, perdarahan aktif atau trauma akut pada pemeriksaan klinis, riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu terakhir, riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu terakhir, TD sistolik > 185 mmHg atau TD diastolic > 110 mmHg, glukosa darah < 50 mg/dl atau > 400 mg/dl, gejala perdarahan subarakhnoid, pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi lumbal dalam 1 minggu terakhir, trombosit < 100.000/ mm^ mendapat terapi heparin dalam 48 j a m yang berhubungan dengan peningkatan APTT, gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokardium, infark miokardium dalam 3 bulan terakhir, wanita hamil, sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau INR > 1.7. Dosis rt-PA adalah 0.9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis total diberikan secara bolus dan sisanya diberikan dalam drip infus selama 60 menit.^

secepatnya (ASA, kelas I, level B). Tatalaksana awal

Trombolisis intraarterial merupakan terapi alternatif

pada pasien tersebut dengan drainase ventrikular

pada pasien tertentu dengan stroke berat, onset < 6 j a m

saja tanpa evakuasi hematom tidak direkomendasikan

dan disebabkan oleh penyumbatan arteri serebri media

(ASA, kelas III, level C)

yang tidak memenuhi syarat untuk pemberian trombolisis

Pada pasien dengan hematom di lobus > 30 cc dna

intravena.

terdapat di 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi standar

Pencegahan Sekunder

dapat dipertimbangkan (ASA, kelas lib, level B)

Pengendalian faktor risiko dan modifikasi gaya hidup

Saat ini t i d a k t e r d a p a t bukti

penting dalam mencegah berulangnya stroke, antara lain

mengindikasikan

pengangkatan segera perdarahan

intrakranial

supratentorial untuk meningkatkan

keluaran

pengendalian hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, sindrom metabolik, manajemen faktor risiko spesifik

fungsional atau angka kematian. Kraniotomi segera

lainnya, penghentian merokok, penghentian konsumsi

dapat merugikan karena dapat meningkatkan risiko

alkohol, dan manajemen aktivitas fisik. Target penurunan

perdarahan berulang (ASA, kelas III, level B)

tekanan darah yang absolut tidak dapat dipastikan dan

Trombolisis dapat d i l a k u k a n d e n g a n p e m b e r i a n

tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya

1565

PENYAKIT SEREBROVASKULAR

terlihat jika penurunan rata-rata sekitar 10/5 mnnHg,

infark miokardium serta terjadinya pembentukan

dengan tekanan darah nornnal didefinisikan < 120/80

trombus mural di ventrikel kiri jantung berdasarkan

mmHg oleh JNC VII (ASA, kelas lla, level B).^

ekokardiografi atau pencitraan jantung lainnya harus

Secara umum, stroke iskemik pada umumnya sebagai

diberikan pengobatan dengan antikoagulan oral

akibat aterotrombosis maka pemberian antiplatelet lebih

dengan target INR 2-3 untuk sekurang-kurangnya 3

dianjurkan daripada pemberian antikoagulan pada pasien

bulan (ASA, kelas I, level B).

dengan stroke iskemik akut atau TIA dan pada pasien

Pada pasien yang pernah menderita stroke atau

dengan riwayat stroke iskemik atau TIA (ASA, kelas I, level

TIA dalam kondisi jantung irama sinus dan disertai

A). Pada kasus kasus stroke iskemik dengan penyebab

kardiomiopati serta terdapat tanda-tanda disfungsi

khusus pemberian kombinasi antipletelet dan antikoagulan

sistolik (fraksi ejeksi <. 35%) manfaat warfarin belum

serta dapat pula masing masing sendiri. Pasien stroke

terbukti (ASA, kelas Mb, level B). Warfarin dengan

iskemik atau TIA yang tidak mendapat antikoagulan harus

target INR 2-3, aspirin 81 mg/hari, clopidogrel 75 mg/

mendapat aspirin (80-325 mg) atau clopidogrel 75 mg,

hari , atau kombinasi aspirin 25 mg dan dipiridamol

atau kombinasi aspirin 25 mg dan dipiridamol 2 x 200

2 X 200 mg dapat dipertimbangkan untuk mencegah

mg (ASA, kelas I, level A). Penambahan aspirin pada terapi

serangan ulang iskemik pada pasien yang sebelumnya

clopidogrel pada populasi risiko tinggi akan meningkatkan

pernah menderita stroke iskemik atau TIA dengan

risiko perdarahan bila dibandingkan clopidogrel saja

kardiomiopati (ASA, kelas lib, level B).

sehingga pemakaian rutin tidak direkomendasikan untuk

Pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang juga

stroke iskemik atau TIA (ASA, kelas III, level A). Pada stroke

mengalami gangguan katup mitral reumatik dengan

iskemik aterotrombotik dan stenosis arterial simptomatik

atau tanpa fibrilasi atrial, pemberian warfarin jangka

dianjurkan memakai cilostazol 2 x 100 mg (ASA, kelas I,

panjang dianjurkan dengan target INR 2-3 (ASA, kelas

level A).^

lla, level C). Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang disertai penyakit katup aorta atau penyakit katup mitral nonreumatik dan tidak menderita fibrilasi

Pencegahan Sekunder pada Beberapa Keadaan Spesifik

atrial, pengobatan antiplatelet dianjurkan. (ASA, kelas Mb, level C).

Panduan tatalaksana pasien stroke dengan faktor risiko

Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang

spesifik antara lain sebagai berikut:^ •

j u g a terpasang katup j a n t u n g prostetik mekanik,

Fibrilasi atrial

pemberian warfarin direkomendasikan

Penderita stroke iskemik atau TIA y a n g disertai fibrilasi atrial intermiten atau persisten yang paroksismal direkomendasikan

pemberian warfarin sesuai target masih terjadi stroke

pengobatan

atau TIA berikutnya maka dapat ditambahkan aspirin

antikoagulan dengan antagonis vitamin K dengan

75 mg/hari bila risiko perdarahan tidak tinggi (ASA,

target INR 2-3 (ASA, kelas I, level A). Jika pasien

kelas lla, level B).

tersebut tidak dapat diberikan antikoagulan,

Bila didapat shunt dari kanan ke kiri misalnya pada

maka p e m b e r i a n aspirin saja d i r e k o m e n d a s i k a n

Patent

( A S A , kelas I, level A ) . K o m b i n a s i a s p i r i n d a n clopidogrel memiliki risiko perdarahan sama dengan pemberian warfarin

yang

pemberiannya tidak direkomendasikan pada pasien kelas III, level B). Pasien d e n g a n fibrilasi atrial d a n m e m p u n y a i risiko tinggi t e r j a d i n y a

stroke

(menderita stroke atau TIA dalam 3 bulan terakhir, skor CHADS2 5 atau 6, terpasang katup mekanik, atau menderita penyakit j a n t u n g reumatik) yang memerlukan sementara terapi antikoagulan oral, dapat dipertimbangkan mendapat terapi bridging dengan L M W H subkutan (ASA, kelas II, level C). •

Foramen

Ovale

(PFO) atau defect diding

septal atrium biasanya secara individual dilakukan penutupan.

sehingga

yang dikontraindikasikan pemberian warfarin (ASA,

dengan

target INR 2.5-3.5 (ASA, kelas I, level B). Jika setelah



Penyakit anomali pembuluh darah otak intra dan ekstrakranial Pada kasus kasus stroke hemoragik sebagai akibat pecahnya anuerisma atau arteriovenousmalformasi d i l a k u k a n b e d a h n e u r o v a s k u l a r secara t e r p a d u demikian pula pada kasus kasus stenosis intra maupun ekstrakranial asimptom/ symptom diperlukan tim terpadu dalam bidang vaskular dalam persiapan pre operasi dan pasca operasi. Pada kasus kasus stroke yang sangat kompleks

Infark miokardium akut dan trombus ventrikel

serta etiologinya sulit diatasi, wajib pasien maupun

kiri jantung

keluarga diberi segera diinformasikan kemungkinan

Pasien dengan stroke iskemik akut atau TIA yang disertai

masuk dalam tahap penanganan paliatif.^^

1566

PENYAKIT VASKULAR

PENUTUP

10.

Masalah stroke di Indonesia pada masa kini merupakan bahan dasar untuk penelitian dalam bidang epidemiologi, kegawat daruratan medis, pengobatan fase akut stroke yang didasari dengan meminimalkan dampak sekunder

11.

dari serangan otak, neurorestorasi dan neurorehabilitasi yang tepat guna sesuai situasi kondisi di Indonesia serta

12.

pengembangan Genomic medicine, pencegahan pada fase pre-simptom pada kasus kasus berisiko mendapat serangan otak berdasarkan f e n o m e n a

neurobiomolekulernya

(riwayat penyakit dalam keluarga dan biomarker terhadap

13. 14.

penyakit vaskular). Berdasarkan hal hal tersebut diharapkan dalam waktu 1 - 2 dekade masalah stroke dan penyakit vaskular lainnya di Indonesia dapat ditanggulangi apalagi dengan keterpadu multidisiplin pada cara berfikir dan aktivitas medisnya dengan pertimbangan akibat serangan otak selain biaya y a n g tinggi j u g a terjadi

penurunan

15.

16. 17.

kualitas hidup penderitanya dengan akibat penurunan produktifitasnya. Maka k e m a m p u a n deteksi dini serta k o m p e t e n s i m e l a k u k a n t i n d a k a n m e d i s pada kegawatdaruratan neurologi khususnya

kasus

neurovaskular

pada dokter umum atau dokter pelayanan pertama di Indonesia mutlak dibutuhkan serta pula ditingkatkannya pengetahuan masyarakat prihal serangan otak dengan harapan simptom dini dikenalinya.^^^*'^'

REFERENSI 1.

2.

3.

4. 5. 6.

7.

8.

9.

R a n a k u s u m a T A S : L i h a i Mendeteksi D i n i Stroke dan Pencegahan Stroke Berulang bagi A w a n dan Dokter Umum. Seminar Nasional Yayascin Stroke Indonesia Pertama. Jakarta 2010. Warlow et al. Is it a Vaskular Event and Where is the Lesion. Stroke Practical Management 3''' edition. Massachusetts: Blackwell, 2007; 35-122 Ropper A H , Samuels MA. Cerebrovaskular Diseases. Adams and Victor's Principles of Neurology 9* edition. New York: McGraw Hill, 2009; 746 Guideline Stroke 2011. Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Hankey GJ : Stroke : your questions answered. Churchill Livingstone, London, 2002, 2-6 Truelsen T, Piechowskijozwiak B, Boniota R, Mathers C , Bogousslavsky J & Boysen G : Stroke incidence and prevalence in Europe : a review of available data. European Journal of Neurology, 13 : 581-598; 1468-1331. 2006. Katramados A and Varelas P : Hemorrhagic stroke in The Stroke Book ed. by M.T Torbey and M H Selim. Cambridge Univ.Press 2007, 60-70 Caplan LR. Basic Pathology, Anatomy, and Pathophysiology of Stroke. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"' edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 22-59 Warlow et al. What pathological Type of Stroke Is It, Cerebral Ischemia or Haemorrhage. Stroke Practical Management 3''' edition. Massachusetts: Blackwell, 2007; 181-244

18. 19.

Mamane M et.al Stroke Subtype classification to MecharusmSpecific and Undetermined Categories by T O A S T , A-S-C-O, and Causative Classification Sistem : Direct Comparison in the North Dublin Population Stroke Study. Stroke 2010; 41: 1579-86. Disitasi dari http://stroke.ahajoumals.org/cgi/ content/ful/41/8/1579 Caplan LR. Diagnosis and Clinical Encounter. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"' edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 64-84 Caplan L R . Imaging and Laboratory Diagnosis. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"^ edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 87-132 Caplan LR. Treatment. Caplan's Stroke a Clinical Approach 4"' edition. Philadelphia: Saunders, 2009; 146-95 Wartenberg K E dan Mayer S A : Intracerebral hemorrhage, in The stroke book ed.by MT Torbey and M H Selim. Cambridge Univ.Press, 2007; 188-206 Selim, M H . : Ischemic in the first 24 hours in The Stroke book ed.by M T Torbey and M H Selim, Cambridge Univ. Press 2007; 157-166 Konsensus T im Karotis Terpadu F K U l - R S C M Jakarta 2010 Vance JM and Tekin D : Genomic Medicine and Neurology. Continuum. Lifelong Learning. Neurol 2011; 17(2) : 249267. Elkind MSV : Epidemiology and Risk Factors. Continnuum Lifelong Learning Neurol. 2011,17(6) 1213-1232. Tow^fighi A.: Insulin Resistance, obesity. Metabolic Syndrome, and Lifestyle Modification. Continuum Lifelong Learning Neurol. 2011,17(6), 1293-1303

201 VASKULITIS RENAL Aida Lydia

Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil vasculitis)

PENDAHULUAN Vaskulitis ditandai oleh inflannasi dan nekrosis pennbuluh darah y a n g dapat m e n y e b a b k a n terjadinya

Vaskulitis p e m b u l u h d a r a h kecil a d a l a h poliangiitis

iskemia

nekrotikan yang terutama mengenai pembuluh darah

pada jaringan terkait. Pada umumnya vaskulitis dapat mengenai

yang lebih kecil dari arteri seperti kapiler, venula dan

pembuluh darah dengan berbagai ukuran

arteriol. Target utama vaskulitis jenis ini pada ginjal adalah

pada berbagai organ tubuh. Kategori vaskulitis dibuat

glomerulus, oleh karena itu manifestasi utama penyakit

b e r d a s a r k a n ukuran p e m b u l u h darah y a n g t e r k e n a , yaitu v a k u l i t i s p e m b u l u h d a r a h b e s a r (large vasculitis),

vaskulitis pembuluh darah sedang

sized vessel vasculitis) kecil (small

vessel

ini adalah glomerulonefritis.

vessel (medium-

dan vaskulitis pembuluh darah

vasculitis).

VASKULITIS PEMBULUH DARAH KECIL PAUCII M M U N E (SMALL VESSEL PAUCI-IMMUNE VASCULITIS)

Pembuluh darah ginjal

s e r i n g k a l i m e r u p a k a n t a r g e t dari b e r b a g a i

macam

penyakit vaskulitis sistemik, terutama yang mengenai pembuluh darah kecil (small vessel vasculitis).

(small-vessel

Vaskulitis

Penyakit Granulomatosis Wegener, Churg-Strauss

yang mengenai ginjal dapat muncul dengan berbagai

syndrome

dan Poliangiitis mikroskopik masuk ke dalam kelompok

manifestasi klinis tergantung pada ukuran pembuluh

ini dan sulit dibedakan satu sama lain. Keterllbatan kapiler

darah yang terkena (Gambar 1).

glomerulus menyebabkan glomerulonefritis, bila mengenai kapiler alveolus paru menyebabkan perdarahan paru

Vaskulitis Pembuluh Darah Besar vasculitis)

(large-vessel

(pulmonary

hemorrhage)

dan pada keterllbatan venula

kulit menyebabkan purpura. Walaupun kompleks imun di

Vaskulitis pembuluh darah besar adalah arteritis

sirkulasi (circulating

granulomatus kronik yang terutama mengenai pembuluh

dalam patogenesis, namun pada pemeriksaan biopsi tidak

darah aorta beserta cabang utamanya. Bila ada keterllbatan

dijumpai adanya deposit kompleks imun pada pembuluh

ginjal biasanya mengenai arteri renalis dengan manifestasi

darah, keadaan ini dikenal dengan istilah

hipertensi renovaskular

immune complex) mempunyai peran

Paucl-lmmune.

Diagnosis vaskulitis pembuluh darah kecil PauciImmune ditegakkan berdasarkan sindrom yang menyertai

Vaskulitis Pembuluh Darah Sedang (medium-sized vessel vasculitis)

penyakit: Granulomatosis Wegener berhubungan dengan

Vaskulitis p e m b u l u h d a r a h s e d a n g a d a l a h arteritis

inflamasi granulomatosa nekrotik

nekrotikan yang terutama mengenai pembuluh darah

granulomatous

inflammation)

(necrotizing

yang seringkali disertai

viseral dan dapat pula mengenai berbagai pembuluh

keterllbatan saluran napas.

darah ginjal seperti arteri renalis, arteri arkuata dan

Churg-Strauss

arteri interlobularis. Inflamasi dan nekrosis pada arteri ini

berhubungan dengan asma, eosinofilia dan inflamasi

dapat menyebabkan trombosis atau ruptur yang dapat

granulomatosa nekrotik (necrotizing

menyebabkan infark dan perdarahan ginjal.

inflammation).

1567

syndrome adalah vaskulitis yang timbul granulomatous

1568

PENYAKIT VASKULAR

Aorta

Arteri arkuata Arteri interiobular Arteriole After Glomerulus

Vaskulitis pembuluh

Vaskulitis pembuluh

Vaskulitis pembuluh

darah besar

darah sedang

darah kecil

Arteritis granulomatus

Arteritis granulomatus

Arteritis nekrotikan pada

Arteritis nekrotikan

pada pasien > 50 tahun

pada pasien < 50 tahun

sindrom mucocutaneous

dengan sindrom (MCLN)

lymphnode (MCLN)

Arteritis

Giant cell arteritis

Takayasu

Polyarteritis

Antineutrophyl

Kompleks imun di dinding pembuluh darah dengan

imun lainnya

Krioglobulin

Deposit IgA

di darah

dominan

dan dinding

di dinding

pembuluh darah

pembuluh darah

Vaskulitis

imun lainnya

krioglobulinemik

(ANCA)

imunoglobulin pembuluh darah

Tanpa asma

Granuloma dan

Eosinofilia, asma,

atau granuloma

tanpa asma

dan granuloma

Vaskulitis Lupus

Poliangiitis

Granulomatosis

/reumatoid

mikroskopik

Wegener

Lupus eritematosus sistemik atau artritis reumatoid

r Vaskulitis kompleks

antibodies

r

r

kompleks

cytoplasmic

di sirkulasi tetapi negatif {pauci) pada pengecatan

pengecatan imunofluorens (IF) untuk imunoglobin

Sumber

Penyakit kawasaki

nodosa

r

Henocti-Sctionlein purpura (HSP)

Sindrom Churg-Strauss

Gambar 1. Vaskulitis renal Poliangiitis mikroskopik ditegakkan bila vaskulitis

Patogenesis

tidak disertai dengan bukti adanya Granulomatosis

Granulomatosis Wegener, Churg-Strauss

Wegener atau Churg-Strauss

misalnya

Poliangiitis mikroskopik serta Glomerulonefritis kresentik

tidak ditemukan asma, eosinofilia dan bukti inflamasi

terisolasi, semuanya berhubungan dengan adanya

syndrome,

granulomatosa nekrotik. dan Poliangiitis mikroskopik

Churg-Strauss menunjukkan

adanya vaskulitis pada kapiler glomerulus. Pemeriksaan histopatologi pada glomerulonefritis kelompok ini ditandai adanya nekrosis dan pembentukan crescent,

disertai

absennya deposit imunoglobulin, sering disebut dengan istilah Pauci-immune Pauci-immune

crescentic

glomerulonephritis.

crescentic glomerulonephritis

Bila

yang timbul

tidak disertai adanya gejala vaskulitis sistemik sering disebut sebagai "vaskulitis renal" atau Idiopathic progressive

glomerulonephritis

dan

autoantibodi terhadap komponen sitoplasma neutrofil,

Penyakit Granulomatosis Wegener, syndrome

syndrome

(RPGN).

rapidly

yaitu circulating

antineutrophil

cytoplasmic

autoantibody

(ANCA). Antigen spesifik terhadap ANCA yang ditemukan pada kasus glomerulonefritis dan vaskulitis adalah untuk proteinase 3 (PR3) dan mieloperoksidase (MPO). Hal ini kemudian menyebabkan timbul hipotesis bahwa ANCA mempunyai peranan dalam patogenesis vaskulitis. Pada berbagai bukti klinis menunjukkan bahwa ANCA berhubungan dengan aktivitas penyakit, akan tetapi hubungan ini tidak begitu kuat. Dari observasi secara invitro untuk mengetahui bagaimana mekanisme ANCA dapat menimbulkan injuri vaskular, diduga bahwa pada

VASKULITIS RENAL

1569

awalnya terjadi stimulasi neutrofil oleh sitokin primed neutrophil),

(cytokine-

anoreksia, penurunan berat badan, mialgia dan artralgia.

yang dapat timbul akibat infeksi virus,

Kadang-kadang pada awalnya dirasakan seperti gejala

menyebabkan neutrofil mengekspresikan antigen pada

influenza (flu-like illness). Sering ditemukan keterlibatan

permukaannya yang mempunyai akses untuk berinteraksi

kulit, misalnya baik pada G r a n u l o m a t o s i s Wegener,

dengan ANCA. Cytokine-primed

Churg-Strauss

neutrophil yang terpapar

syndrome maupun Poliangiitis mikroskopik

dengan ANCA akan melepascan Imunoglobulin G (IgG)

d i d a p a t k a n adanya lesi purpura yang m e n u n j u k k a n

dari granulnya yang menghasilkan metabolik oksigen

a d a n y a v e n u l i t i s d e r m a l . Purpura ini lebih banyak

toksik dan m e m b u n u h sel e n d o t e l pada kultur s e l .

mengenai ekstremitas bawah, sering disertai ulserasi halus

Kompleks A N C A - A g diadsorpsi ke dalam sel endotel

setempat. Lesi nodular pada kulit dapat ditemukan pada

dimana kemudian akan terbentuk kompleks imun in-

Granulomatosis Wegener dan Churg-Strauss

situ. Walaupun masih kontroversi, ada pendapat bahwa

akan tetapi sangat jarang pada Poliangiitis mikroskopik.

syndrome,

sel endotel dapat mensintesis PR3 yang dapat pula

Nodul ini dapat terjadi karena arteritis dermal atau

berperan dalam pembentukan kompleks imun in situ.

subkutaneus dan akibat inflamasi granulomatosa nekrotik.

Netrofil yang diaktivasi oleh A N C A (ANCA of netrophils)

activation

dimediasi oleh F(ab)'2 V^ng terikat pada

netrofil dan reseptor Fc. Bila peristiwa ini terjadi

invivo

Keterlibatan saluran napas atas dan bawah lebih sering terjadi pada Granulomatosis Wegener dan syndrome,

Churg-Strauss

w a l a u p u n j a r a n g dapat pula terjadi pada

akan menyebabkan terjadinya vaskulitis sebagai akibat

Poliangiitis mikroskopik dengan manifestasi perdarahan

dari netrofil yang menempel, melakukan penetrasi dan

paru (pulmonary hemorrhage) akibat kapilaritis hemoragik.

kemudian merusak dinding vaskular

Perdarahan paru lebih dominan pada Granulomatosis Wegener, s e d a n g k a n pada Churg-Strauss

syndrome

terutama disertai asma bronkial. Pada Granulomatosis

Epidemiologi Granulomatosis Wegener, Churg-Strauss

syndrome

dan

Poliangiitis mikroskopik dapat mengenai berbagai usia, namun demikian penyakit ini paling sering timbul pada usia dekade ke 5, 6 atau 7. Laki-laki sedikit lebih banyak dari w a n i t a dan lebih banyak m e n g e n a i kulit putih dibanding kulit hitam. Insidensi pertahun di Amerika Utara

Wegener dan Churg-Strauss

syndrome

terjadi injuri paru

yang disebabkan inflamasi granulomatosa nekrotik, pada pemeriksaan radiologi terdeteksi sebagai lesi nodular atau kavitas yang lokasinya dapat berpindah. Sedangkan pada

Poliangiitis mikroskopik tidak dijumpai lesi paru

granulomatik. Manifestasi keterlibatan saluran napas

dan Eropa diperkirakan 1-2 per 100.000 populasi.

atas termasuk rinitis, sinusitis, otitis media dan inflamasi

Manifestasi Klinis

Wegener, n a m u n dapat pula dijumpai pada

Manifestasi klinis Granulomatosis Wegener, syndrome

okular. Gejala ini lebih sering pada G r a n u l o m a t o s i s

Churg-Strauss

dan Poliangiitis mikroskopik sangat bervariasi,

tergantung dari bagian tubuh yang terlibat, aktivitas dan perjalanan penyakit akut atau kronik. Ketiga penyakit ini mempunyai manifestasi yang kurang lebih sama, yaitu gejala vaskulitis pembuluh darah kecil, pasien dengan Granulomatosis Wegener dan Churg-Strauss

syndrome

mempunyai tambahan gejala sesuai dengan sindromnya masing-masing. Keterlibatan ginjal sering terjadi pada Granulomatosis Wegener dan Poliangiitis mikroskopik, namun jarang dijumpai pada Churg-Strauss

syndrome.

Strauss syndrome

Churg-

dan Poliangiitis mikroskopik. Terutama

pada Granulomatosis Wegener dapat ditemukan gejala destruksi tulang hidung dengan manifestasi perforasi septal dan deformitas bentuk hidung. Gejala neurologi b e r u p a n e u r o p a t i perifer, u m u m n y a

mononeuritis

kompleks dijumpai terutama pada Churg-Strauss

syndrome.

Keterlibatan gastrointestinal menimbulkan gejala nyeri a b d o m i n a l , iskemia mesenterika, perforasi intestinal (jarang), dan pemeriksaan feses dapat dijumpai adanya darah. Tabel 1 menunjukkan persentase keterlibatan organ pada ketiga penyakit tersebut.

Manifestasi renal yang sering dijumpai merupakan gejala k e t e r l i b a t a n g l o m e r u l u s s e p e r t i h e m a t u r i a ,

Serologi ANCA

p r o t e i n u r i a d a n d i s e r t a i g a g a l g i n j a l . G a g a l ginjal

P e m e r i k s a a n s e r o l o g i A N C A s a n g a t b e r g u n a pada

biasanya memberikan gambaran karakteristik seperti

pauci-immune

rapidly

harus diinterpretasi dalam konteks yang sesuai dengan

progressive

glomerulonephritis

(RPGN)

pada

crescentic

glomerulonephritis

namun

Granulomatosis Wegener dan Poliangiitis mikroskopik,

k a r a k t e r i s t i k p a s i e n . S e n s i t i v i t a s untuk

n a m u n lebih ringan pada Churg-Strauss

syndrome.

mencapai 80-90%, tetapi spesifisitas tergantung dari

Granulomatosis Wegener dan Poliangiitis mikroskopik

populasi pasien. Sekitar seperempat pasien d e n g a n

dapat j u g a bermanifestasi sebagai nefritis akut yang

anti-GBM

indolen atau nefritis kronik.

immune-complex

Gejala lain dapat dijumpai manifestasi inflamasi sistemik yang tidak spesifik seperti d e m a m , malaise.

crescentic

glomerulonephritis

crescentic

diagnostik

dan

idiopathic

glomerulonephritis

adalah

ANCA positif (Tabel 2). Titer ANCA biasanya menurun setelah terapi dan

1570

PENYAKIT VASKULAR

Tabel 1. Persentase Keterllbatan Sistem Organ pada Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil Sistem Organ

Frekuensi Keterllbatan (%) Poliangiitis Mikroskopik

Granulomatosis Wegener

Churg-Strauss syndrome

Ginjal Kulit Paru Telinga, hidung, tenggorokan Sistem muskuloskeletal Sistem saraf

90 40 SO 35 60 30

80 40 90 90 60 50

45 60 70 50 50 70

Sistem gastrointestinal

50

50

50

Tabel 2. Persentase Deteksi ANCA pada Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil Frekuensi (%) Proteinase 3 {PR3/ c-ANCA)

Mieloperoksidase (MPO/p-ANCA)

Negatif

70 40 10 20

25 50 60 70

5 10 30 10

Granulomatosis Wegener Poliangiitis mikroskopik Churg—Strauss syndrome Pauci-immune glomerulonephritis

meningkat bila penyakit kambuh. Namun peningkatan

eosinofil dapat dijumpai bila lesi glomerulus dan arteri

titer saja tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk perubahan

berat. Lesi patologis pada pasien dengan Granulomatosis

terapi, akan tetapi harus disertai adanya peningkatan

Wegener dan Churg-Strauss

aktivitas penyakit secara klinis. ANCA dapat pula positif

pembuluh darah kecil nekrotikan yaitu adanya gambaran

syndrome

selain vaskulitis

pada penyakit inflamasi yang lain seperti kolitis inflamasi,

lesi yang sama dengan poliangiitis mikroskopik. Inflamasi

rematoid, penyakit inflamasi liver kronik, endokarditis

granulomatus nekrotikan pada Granulomatosis Wegener

dan fibrosis kistik. Pada keadaan ini ANCA tidak spesifik terhadap PR3 atau MPO, tetapi spesifik terhadap Antigen

terjadi paling banyak di saluran napas dan ditandai dengan adanya daerah nekrotik dikelilingi infiltrat yang

netrofil yang lain misalnya seperti laktoferin, cathepsin G.

terdiri dari neutrofil, limfosit, monosit dan makrofag,

Patologi

eosinofil dapat ditemukan pada lesi Granulomatosis

Lesi g l o m e r u l a r b e r u p a g l o m e r u l o n e f r i t i s (necrotizing crescent.

glomerulonephritis),

nekrotik

sering disertai dengan

Pada lesi permulaan yang ringan dijumpai

nekrosis fibrinoid segmental dengan atau tanpa crescent. Pada lesi akut yang berat dapat terjadi nekrosis global dengan pembentukan crescenf yang luas. Berbeda dengan crescenf yang dimediasi oleh penyakit imun kompleks, pada penyakit ini segmen yang non-nekrotik pada glomerulus

sering didapatkan sebaran sel besar bernukleasi. Berbagai Wegener, namun hal ini lebih banyak pada inflamasi granulomatus nekrotikan karena Churg-Strauss

syndrome.

Eosinofil biasanya banyak ditemukan pada lesi vaskulitis karena Churg-Strauss

syndrome,

namun hal ini bukanlah

tanda yang patognomonik karena sejumlah eosinofil dapat ditemukan pada lesi vaskulitis karena Granulomatosis Wegener, poliangiitis mikroskopik, poliarteritis nodosa, dan vaskulitidis lain.

yang mengalami injuri segmental tampak normal atau mengalami sedikit sekali perubahan. Hal ini berbeda

Perjalanan Alamiah Penyakit

dengan crescent

yang dimediasi oleh penyakit imun

Sebelum tersedia obat imunosupresan prognosis penyakit

kompleks (nefritis lupus, nefropati IgA, glomerulonefritis

ini buruk, kebanyakan pasien meninggal dalam waktu

membranoproliferatif) dimana secara spesifik ditemukan

kurang dari 1 tahun. Dengan pengobatan imunosupresan

hiperselularitas endokapiler dan penebalan dinding kapiler

yang adekuat masa harapan hidup pasien dan survival

pada segmen non-nekrotik. Tambahan pula pada pauci-

ginjal dalam 1 tahun mencapai 70-80%. Keberhasilan

immune

dalam pemeliharaan fungsi ginjal dalam jangka waktu

vasculitis

bisa dijumpai arteritis renal terutama

pada arteri interlobularis dan angiitis medularis yang

panjang berbanding terbalik dengan kadar kreatinin serum

mengenai vasa recta. Infiltrat mononuklear terutama

pada waktu awal diagnosis.

1571

VASKULITIS RENAL

Pengobatan

Hepatitis B memproduksi kompleks imun yang berlokasi

Glomerulonefritis yang cukup berat, dimana sampai

di dinding arteri dan merangsang terjadinya inflamasi.

terjadi gangguan fungsi ginjal memerlukan pengobatan

Tetapi bukti menyebutkan bahwa infeksi virus Hepatitis B

imunosupresan. Pengobatan meliputi 3 fase yaitu fase

yang mengakibatkan deposisi kompleks imun lebih banyak

induksi, fase pemeliharaan dan fase relaps.

ditemukan pada glomerulonefritis tertentu dan vaskulitis

Pada fase induksi diberikan kortikosteroid dan obat sitotoksik seperti siklofosfamid. Dengan kombinasi obat

pembuluh darah kecil dibandingkan pada poliarteritis nodosa.

ini biasanya terjadi remisi sekitar 75%. Dosis terapi induksi meliputi metilprednisolon 7 mg/kgBB, diberikan intravena

Epidemiologi

tiga hari berturut-turut dilanjutkan dengan prednison oral

Berdasarkan definisi sistem nomenklatur Chapel Hill,

60 mg/hari yang di turunkan menjadi 10 mg/hari dalam

prevalensi poliarteritis nodosa sebesar 3/100.000 pada

waktu 3 bulan. Obat ini dikombinasi dengan siklofosfamid

populasi perkotaan di Prancis. Disebutkan bahwa faktor

oral 2 mg/kgBB/hari atau siklofosfamid intravena atau

lingkungan dapat mempengaruhi prevalensi poliarteritis

0,5-1 g/mVbulan. Terapi plasma

bermanfaat

nodosa. Rasio antara laki dan perempuan sama dan

terutama pada penyakit yang berat, gagal ginjal yang

didapatkan terjadi pada semua ras. Onset penyakit ini

tergantung dialisis atau pada keadaan yang mengancam

paling banyak pada usia antara 40 sampai 60 tahun.

jiwa seperti pulmonary

exchange

hemorrhage.

Pengobatan pada fase pemeliharaan terdiri dari

Manifestasi Klinis

siklofosfamid yang dapat diteruskan sampai 6-12 bulan

Manifestasi klinis yang paling sering muncul adalah

untuk mempertahankan remisi. Sebagai obat alternatif

gejala non-spesifik seperti d e m a m , malaise, artralgia,

pada f a s e ini d a p a t d i g u n a k a n a z a t i o p r i n , s e b a g a i

mialgia, dan p e n u r u n a n berat badan serta arteritis.

contoh siklofosfamid diberikan sampai 3 bulan kemudian

Sering juga ditemukan neuropati perifer, biasanya dalam

dilanjutkan dengan azatioprin 2 mg/kgBB/hari untuk

bentuk kompleks m o n o n e u r i t i s . Hal ini d i a k i b a t k a n

mempertahankan keadaan remisi.

oleh inflamasi dari arteri kecil di epineural yang secara

Kira-kira 25-50% pasien dengan penyakit ini akan

klinis sulit dibedakan dengan neuropati perifer yang

mengalami kekambuhan. Pengobatan yang terbaik pada

disebabkan oleh vaskulitis jenis yang lain yang juga dapat

kasus relaps ini belum diketahui dengan baik. Biasanya

mengenai arteri epineural, seperti poliangiitis mikroskopik.

digunakan obat-obat seperti halnya pada fase induksi,

Granulomatosis Wegener, dan Churg-Strauss

namun lebih kurang intensif apalagi bila keadaan relaps

Keterllbatan saluran cerna ditemukan pada sebagian

dapat dideteksi lebih dini.

syndrome.

pasien, biasanya dengan gejala nyeri perut dan adanya darah pada feses. Jarang disertai dengan infark maupun perforasi usus. Keterllbatan ginjal mengakibatkan adanya

POLIARTERITIS NODOSA Poliarteritis nodosa adalah arteritis sistemik nekrotikan y a n g t e r u t a m a m e n g e n a i arteri v i s e r a l u t a m a dan cabang intra-parenkimalnya. Masih banyak kebingungan hubungan antara poliarteritis nodosa dan poliangiitis mikroskopik. Sistem nomenklatur Chapel Hill membatasi diagnosis poliarteritis nodosa pada pasien yang hanya

infark dan perdarahan ditandai dengan nyeri pinggang dan hematuria. Komplikasi dari keterllbatan ginjal yang jarang ditemukan namun sangat fatal adalah ruptur dari aneurisma arteri dengan perdarahan retroperitoneal ataupun p e r i t o n e u m . Sekitar sepertiga pasien akan mengalami hipertensi namun jarang yang sampai menjadi hipertensi maligna. Manifestasi kulit yang paling sering adalah nodul inflamasi yang nyeri dan kemerahan.

memiliki arteritis. Adanya vaskulitis pada p e m b u l u h darah selain arteri seperti kapiler, venula, atau arteriol

Patologi

akan menyingkirkan diagnosis poliarteritis nodosa dan

Poliarteritis nodosa dapat mengenai setiap arteri di ginjal,

mengindikasikan beberapa bentuk vaskulitis pembuluh

mulai dari arteri renalis sampai ke arteri interlobularis,

darah kecil.

m e s k i p u n y a n g paling banyak terlibat adalah arteri

Patogenesis

serta aneurisma (pseudoaneurisma) dapat diperiksa tanpa

Etiologi dan p a t o g e n e s i s poliarteritis n o d o s a tidak

mikroskop apabila mengenai arteri berukuran sedang.

interlobaris dan arteri arkuata. Lesi inflamasi nodular

d i k e t a h u i . Disebutkan bahwa kompleks imun dapat

Inflamasi pada arteri kecil hanya dapat diperiksa dibawah

m e n c e t u s k a n terjadinya poliarteritis nodosa namun

mikroskop.

bukan merupakan proses patogenetik utama. Sebagian

Lesi akut ditandai dengan nekrosis fibrinoid segmental

kecil pasien ditemukan dengan infeksi virus Hepatitis B.

di transmural dari arteri, biasanya disertai infiltrasi leukosit

Hal ini memperbesar kemungkinan bahwa infeksi virus

dengan leukositoklasia. Lesi permulaan mengandung

1572

PENYAKIT VASKULAR

sejumlah neutrofil dan selanjutnya didominasi oleh leukosit

m e k a n i s m e celt-mediated

mononuklear Komplikasi pada lesi akut dapat berupa

perubahan histologis yang ada dan perjalanan infiltrasi

trombosis maupun perdarahan. Pada lesi yang lebih lanjut

leukositnya.

akan terbentuk fibrosis dan remodeling di

immune

y a n g dilihat dari

endarterial.

Aneurisma pada arteritis nekrotikan sebenarnya adalah

Epidemiologi

pseudoaneurisma yang diakibatkan oleh proses inflamasi.

Arteritis Takayasu lebih banyak terjadi di Asia dengan

Dinding arteri tidak mengalami dilatasi namun terjadi erosi

rasio perempuan dan laki-laki adalah 9 : 1 . Arteritis sel

pada jaringan perivaskular disekitarnya oleh inflamasi

besar lebih sering pada keturunan Eropa Utara serta rasio

nekrotikan sehingga terbentuk lumen yang lebih besar

perempuan dan laki-laki sebesar 4 : 1 . Arteritis Takayasu

pada daerah inflamasi. Hal ini menjelaskan kecenderungan

biasanya didiagnosis pada umur 10-20 tahun dan sangat

untuk terjadinya trombosis atau ruptur.

jarang diatas usia 50 tahun, sedangkan arteritis sel besar sangat jarang pada usia sebelum 50 tahun.

Perjalanan Alamiah Penyakit Poliarteritis nodosa dengan keterllbatan multisistem

Manifestasi Klinis

memiliki prognosis yang buruk tanpa terapi. Poliarteritis

Selain gejala non-spesifik seperti demam, artralgia, dan

nodosa biasanya diterapi dengan kortikosteroid dan obat

penurunan berat badan, manifestasi klinis utama dari

sitotoksik seperti siklofosfamid. Angka harapan hidup 10

kedua kelainan tersebut disebabkan oleh stenosis arteri

tahun dengan terapi yang adekuat adalah 80%. Sekitar

dan iskemia.

15% pasien yang sudah remisi akan mengalami relaps.

Manifestasi klinis utama dari arteritis Takayasu adalah menurunnya denyut nadi (95% pasien), bruit pada

Pengobatan

pembuluh darah, klaudikasio dan hipertensi renovaskular.

Poliarteritis nodosa tanpa ada bukti infeksi virus Hepatitis

Hipertensi renovaskular merupakan penyebab morbiditas

B diberikan terapi kortikosteroid dan obat sitotoksik

dan mortalitas utama yang disebabkan oleh iskemia renal

seperti s i k l o f o s f a m i d . Regimen terapi sama d e n g a n

akibat stenosis pada arteri renalis atau koartaksio aorta.

terapi pada mikroskopik poliangiitis dan Granulomatosis

Nyeri kepala sering ditemukan pada arteritis sel besar

Wegener Tetapi pada pasien yang tanpa faktor risiko untuk

Nyeri pada arteri temporalis, nodul atau pulsasi yang

terjadinya outcome yang buruk (seperti umur lebih dari

berkurang ditemukan pada sebagian pasien. Lebih dari

50 tahun, keterllbatan jantung, usus atau ginjal) cukup

setengah pasien mengalami rematik polimialgia ditandai

diberikan kortikosteroid saja dan akan lebih tidak toksik

dengan kekakuan dan nyeri pada leher serta otot-otot

dibandingkan kombinasi steroid dan sitotoksik. Terapi imunosupresan agresif tanpa terapi antivirus dikontraindikasikan pada pasien dengan poliarteritis

proksimal dari bahu dan paha. Tanda klinis keterllbatan ginjal lebih jarang pada arteritis sel besar dibandingkan pada arteritis Takayasu.

nodosa akibat Hepatitis B karena efek samping yang serius akibat infeksi virus Hepatitis B. Pada pasien tersebut

Patologi

diberikan steroid jangka pendek dikombinasikan dengan

Gambaran aortitis dan arteritis dari arteritis Takayasu

antiviral dan bisa d i l a k u k a n p l a s m a f a r e s i s s e b e l u m

dan a r t e r i t i s sel b e s a r sulit d i b e d a k a n . K e d u a n y a

diberikan imunosupresan yang lebih kuat.

ditandai dengan inflamasi aktif dengan predominan leukosit mononuklear, kadang disertai sel besar berinti banyak. Fase kronis ditandai dengan fibrosis progresif

ARTERITIS TAKAYASU DAN ARTERITIS SEL BESAR

yang mengakibatkan stenosis pembuluh darah yang

Arteritis Takayasu dan arteritis sel besar mengenai aorta dan

arteri renalis pada hasil otopsi pasien arteritis Takayasu

cabang utamanya. Arteritis sel besar mempunyai predileksi

dan arteritis sel besar Lesi glomerular ditandai dengan

pada cabang ekstrakranial dari arteri karotis namun dapat

ekspansi nodular matriks mesangial dan mesangiolisis

juga mengenai arteri pada organ manapun. Predileksi dari

sering pada arteritis Takayasu.

menyebabkan iskemia. Sering ditemukan keterllbatan

arteritis Takayasu adalah arteri besar yang mensuplai darah ke ekstremitas. Kedua penyakit ini menyebabkan inflamasi

Pengobatan

vaskular kronik, sering dengan gambaran granulomatus

Kortikosteroid merupakan pengobatan untuk arteritis sel

dengan sel besar berinti banyak.

besar dan arteritis Takayasu. Dimulai dengan prednisolon

Patogenesis

dosis 1 mg/kg selama 1 bulan kemudian tapering dalam beberapa bulan. Obat sitotoksik seperti siklofosfamid

Etiologi dan patogenesis arteritis sel besar dan arteritis

dapat diberikan pada aktivitas penyakit yang persisten.

Takayasu tidak diketahui. Mungkin disebabkan oleh

Pasien d e n g a n a r t e r i t i s sel b e s a r d a p a t d i b e r i k a n

VASKULITIS RENAL

aspirin untuk mencegah terjadinya kejadian trombosis pembuluh darah. Apabila ditemukan keterllbatan arteri renalis bilateral maka pemberian penghambat ACE dapat memicu terjadinya gagal ginjal pada arteritis Takayasu. Jika tatalaksana medikamentosa tidak berhasil mengatasi hipertensi renovakular, maka dianjurkan untuk dilakukan operasi bypass atau angioplasti.

REFERENSI 1. 2. 3.

4. 5.

6.

7.

Booth A D , Pusey C D , Jayne DR. Renal vasculitis. Nephrol Dial Transplant, 2004; 19:1964-8. Jennette JC. Rapidly progressive crescentic glomerulonephritis. Kidney Int, 2003; 63:1164-77. Jermette JC, Falk RJ. Renal and systemic vasculitis. In: Johnson RJ, Feehaly J, editors. Comprehensive clinical nephrology. 4* ed. Missouri. Elsevier Saunders; 2010. Jennette JC, Falk RJ. The pathology of vasculitis involving the kidney. A m J Kidney Dis, 1994; 24:130-41. Jennette J C , Falk RJ. Vasculitis (Polyarteritis Nodosa, Microscopic Polyangiitis, Wegener's Granulomatosis, Henoch-Schonlein Purpura). In: Schrier RW, Klahr S, editors. Atlas of Diseases of The Kidney. Blackv^ell Science. 1999. Kallenberg C G M , Brouwer E, Weening JJ, Cohen TJW. Anti neutrophyl cytoplasmic antibodies: current diagnostic and pathophysiologic potential. Kidney Int, 1994; 46:1-15. Savage COS. A N C A associated renal vasculitis. Kidney Int, 2001; 60:1614-27.

1573

202 PENYAKIT PEMBULUH GETAH BENING Rachmat Hamonangan, Simon Salim

Pada embrio manusia, terdapat 6 sakus limfatikus yang

PENDAHULUAN

merupakan asal pembuluh darah limfatik.Dua diantaranya Penyakit pembuluh darah getah bening, meskipun jarang

berpasangan, sakus limfatikus jugular dan sakus limfatikus

dijumpai dalam praktek sehari-hari, bila terjadi akan

posteriorSedangkan dua sisanya tidak berpasangan, sakus

sangat mengganggu kualitas hidup pasiennya. Penyebab

limfatikus retroperitoneal dan cisterna chyli. Posisi sakus

g a n g g u a n sistem limfatik dapat b e r m a c a m - m a c a m ,

limfatikus adalah sebagai berikut:

berupa trauma, infeksi-inflamasi, keganasan, kongenital,

Sakus jugular, pada sudut antara vena subklavia

hingga autoimun. Sebelum membahas mengenai berbagai

Sakus posterior, pada sudut antara vena iliaka

macam penyebab gangguan sistem limfatik, perlu kembali

Sakus retroperitoneal, pada atap mesenteri dekat

diingatkan mengenai anatomi dan fisiologi dari sistem

kelenjar suprarenal

pembuluh getah bening ini.

Cisterna chyli, di daerah vertebrae lumbal ketiga dan keempat

ANATOMI DAN FISIOLOGI Inominat kiri

Anatomi

Jugularis interna

Sistem limfatik terdiri atas cairan limfe, p e m b u l u h

Kantung limfatik jugularis

darah tempat transport cairan limfe dan organ yang m e n g a n d u n g j a r i n g a n limfoid seperti kelenjar getah

Jugularis eksterna

inominat k a n a n -

bening, limpa dan timus.

Vena caya_ superior

Cairan limfe merupakan cairan yang tidak berwarna dan memiliki komposisi yang mirip dengan plasma darah.

Duktus cuvier

Cardinal kiri

Cairan itu mengandung banyak limfosit dan seringkali ditemukan korpuskel sel darah merah.Granul dan bakteri juga diambil oleh limfe dari rongga jaringan ikat, sebagian

Vena cava inferior bagian prerenal ~

oleh aksi limfosit yang masuk ke limfe lewat endotel dan sebagian dari pasase langsung lewat endotel.

Sisterna chyli Ginjal kiri

Pembuluh darah limfatik m e r u p a k a n k o m p o n e n integral sirkulasi yang terdiri atas jaringan pembuluh

Vena cava inferior bagian postrenaf"

darah yang penting, baik untuk homeostasis cairan

Kantung limfatik retroperitoneal

maupun respon sistem imun.Pembuluh darah ini dibentuk dari serangkaian saluran yang menghubungkan rongga

lliaca komunis kiri

interstistial dengan organ limfoid (timus, limpa, dan

Kantung limfatik posterior

nodus limfatikus) dan sirkulasi sentral.Pembuluh darah ini secara struktural dan fungsional berperan dalam regulasi homeostatik dan mediasi cairan yang kaya protein dari

lliaca eksterna Hipogastrik

Gambar 1. Sakus limfatikus berdasar deskripsi Florence Sabin

ujung akhir vena di pembuluh kapiler

1574

1575

PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING

Kompleks pleksus kapiler limfatik, yang terdiri dari

dimiliki pembuluh darah ini.Katup satu arah menjamin

selapis sel endotel, terletak di ruang interstistial di banyak

arah aliran menuju ke kolektor subkutan yang memiliki

regio tubuh.Sel endotel pada pembuluh limfe memiliki

katup-katup dan dikelilingi otot polos. Cairan getah

hubungan yang longgar untuk memfasilitasi masuknya

bening tersebut kemudian akan dialihkan ke nodus

cairan, makromolekul dan sel. Pleksus kapiler limfatik

limfatik regional baik melalui kolektor-kolektor subkutan

mempunyai bentuk yang bervariasi, terdapat banyak

maupun melalui pembuluh limfatik yang lebih dalam lagi

anastomosis.Pada beberapa tempat seperti papilla dermal,

(yang merupakan bagian dari kompleks neurovaskular).

vili intestinal, dan papilla filiformis di lidah, kapiler ini

Pembuluh limfatik ditemukan di hampir setiap jaringan

tidak memiliki ujung akhir {cul-de-sacs).

dan organ yang mengandung pembuluh darah.

Pleksus seringkali

memiliki 2 lapisan: superfisial dan lapisan dalam, yang

Nodus limfatik berkumpul dalam grup-grup sesuai

superfisial memiliki kaliber yang lebih kecil. Kapiler limfatik

dengan daerah yang dilalui oleh pembuluh limfatik.

tidak memiliki katup.

Nodus limfatik terdiri atas kapsul fibrosa, jaringan limfoid,

Pembuluh limfatik yang besar terdiri atas 3 lapisan.

suplai pembuluh darah dan pembuluh aferen-eferen yang

Lapisan internalnya tipis, transparan, sedikit elastik dan

berkomunikasi lewat jalur getah bening dalam nodul/

terdiri atas selapis sel endotel; sel ini didukung oleh

kelenjar tersebut.

membrane elastis.Lapisan tengah dibentuk oleh otot

Dari nodus limfatik ini, cairan akan dialirkan melalui

polos dan serat elastik dengan arah transversum.Lapisan

pembuluh limfatik besar menuju duktus thorasikus yang

terluar terdiri atas jaringan ikat yang bercampur dengan

kemudian bermuara di pembuluh darah vena. Muara

otot polos yang berjalan longitudinal atau oblik.Lapisan

tersebut terletak di sudut antara vena subklavia kiri dan

t e r l u a r m e m b e n t u k l a p i s a n p e l i n d u n g dan t e m p a t

vena jugularis kiri. (Gambar 1).

menghubungkan pembuluh limfe dengan struktur sekitar Pada pembuluh yang lebih kecil, tidak terdapat serat muskular atau elastin, dinding terdiri hanya oleh selubung

FISIOLOGI

jaringan ikat yang dilapisi endotel. Pembuluh limfatik bersifat sangat halus.Selubungnya

Sistem limfatik m e m a i n k a n p e r a n a n penting d a l a m

yang bersifat transparan membuat cairan yang didalamnya

keseimbangan cairan. Cairan akan terfiltrasi pada dinding

dapat terlihat. Pembuluh ini terinterupsi saat interval

arteriole keluar ke interstitial, dan sebagian akan di absorbs

konstriksi sehingga terlihat seperti gambaran manik-

oleh venula kembali ke sirkulasi darah. Sebagian (-10%)

manik.Konstriksi ini sesuai dengan kondisi katup yang

diserap melalui pembuluh getah bening, untuk kemudian melalui duktus thorasikus dikembalikan ke sirkulasi darah. Selain berfungsi dalam regulasi cairan, sistem getah bening juga berespons terhadap infeksi. Hampir semua jaringan di tubuh memiliki saluran limfe yang akan mengalirkan kelebihan cairan dari ruang interstitial. Meskipun beberapa organ, seperti bagian superfisial dari kulit, sistem saraf pusat, endomisium otot, dan tulang tidak memiliki saluran limfe seperti organorgan lainnya, mereka memiliki saluran interstitial yang disebut prelimfatik untuk mengalirkan cairan dari ruang interstitial menuju pembuluh limfatik. Seluruh pembuluh limfe dari bagian bawah tubuh menuju ke duktus

torasikus

dan akan mengosongkan

cairannya di tempat pertemuan vena jugularis interna kiri dan vena subklavia kiri. Sisi kiri kepala, tangan kiri, dan sebagian dari dada juga masuk ke dalam duktus

torasikus

sebelum mengosongkan cairannya ke vena. Sedangkan vena dari sisi kanan leher dan kepala, tangan kanan, dan sebagian dari dada akan menuju duktus limfatikus

kanan,

yang berukuran lebih kecil dari duktus torasikus, dan akan

in folicle medularis

> Arah aliran limfatik

Gambar 2. Gambaran skematik nodus limfatikus

mengosongkan di pertemuan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis interna. Sebagian besar cairan yang tersaring dari ujung kapilerarteriol darah akan mengalir ke sel-sel dan akan

1576

KARDIOLOGI

Sumber: Guyton edisi 12 Gambar 3. Sistem limfatik pada tubuh direabsorpsi kembali ke ujung kapiler v e n a . N a m u n , terdapat sekitar 1/10 cairan yang masuk ke kapiler limfe dan kembali ke darah melalui sistem limfatik. Cairan yang kembali melalui sistem limfatik adalah cairan yang membawa molekul-molekul besar, seperti protein. Total jumlah cairan limfe dalam sehari hanya sebanyak 2-3 liter Cairan dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh limfe melalui katup satu arah. Katup tersebut terbentuk dari sel endotel yang bertumpang tindih, melebihi pinggir sel. Cairan dari ruang interstitial, beserta partikel-partikel di d a l a m n y a , dapat m e n d o r o n g katup tersebut dan masuk ke dalam kapiler limfatik. Saat cairan tersebut masuk, cairan akan sulit kembali ke luar karena bentuk katup yang akan menutup jika ada aliran balik dari dalam kapiler Namun, bagian paling ujung dari kapiler terminal

Anchoring filaments

Gambar 4. Struktur khusus pada kapiler limfatik

limfatik terdapat katup yang akan mengalirkan cairannya ke sirkulasi darah.

Komposisi limfe hampir sama dengan cairan di ruang

C a i r a n limfe m e r u p a k a n t u r u n a n dari c a i r a n di

interstitial. Konsentrasi protein dalam cairan limfe dari

ruang interstitial yang mengalir ke pembuluh limfatik.

jaringan hampirsama dengan konsentrasi protein di ruang

1577

PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING

interstitial, yaitu sekitar 2 g/dl. Sementara konsentrasi

LIMFEDEMA PRIMER

protein dalam cairan limfe yang berasal dari liver sebesar 6 g/dl dan dari usus adalah sebesar 3-4 g/dl. Selain

Secara etiologi, terdapat 3 gen yang sudah dikonfirmasi

mengangkut protein, sistem limfatik merupakan rute

menyebabkan limfedema: 1) VEGFR-3 (familial Milroy

utama untuk absorpsi nutrisi dari sistem pencernaan,

l y m p h e d e m a ) ; 2) F 0 X C 2

terutama untuk penyerapan lemak.

syndrome); dan 3) S 0 X 1 8 (hypotrichosis-lymphedema-

Kecepatan aliran limfe yang menuju duktus

torasikus

adalah sebesar 100 ml/jam dan kira-kira sebanyak 20 ml mengalir menuju sirkulasi setiap jamnya melalui saluran

(lymphedema-distichiasi

teleangiectasia). Terdapat tiga sub tipe klinis limfedema: limfedema kongenital, limfedema praecox, limfedema tarda. Limfedema Kongenital

lain, sehingga total aliran limfe adalah sekitar 120 ml/jam

Merupakan kelainan malformasi limfatik sejak lahir

atau 2-3 liter per hari.

yang j a r a n g terjadi, diantaranya adalah penyakit Milroy, yaitu suatu kelainan limfedema kongenital

KELAINAN LIMFATIK

herediteryang diturunkan secara autosomal dominan.

LIMFEDEMA

dengan limfangiektasis dan kolestasis, diduga akibat

Pada penyakit Milroy biasanya berhubungan j u g a mutasi dari VEGFR-3.VEGFR-3 diketahui memainkan peranan penting dalam limfangiogenesis.

Definisi



L i m f e d e m a a d a l a h kondisi e d e m a non pitting

Limfedema Praecox

yang

L i m f e d e m a praecox h e r e d i t e r ( p e n y a k i t meige)

d i s e b a b k a n karena kelainan aliran p e m b u l u h darah

j u g a merupakan penyakit yang diturunkan secara

limfatik.

autosomal dominan. Kelainan yang muncul pada usia menjelang pubertas ini, disebabkan karena mutasi

Epidemiologi

pada gen F0XC2, yang mengkode faktor transkripsi.

Data kejadian limfedema primer di Indonesia belum

Kelainan ini biasanya j u g a m e m b e r i k a n fenotip

ada data yang jelas, Sedangkan di dunia sendiri angka

bulu mata ekstra (dictichiasis).Karena F 0 X C 2 j u g a

kejadiannya kira-kira 1 per 10.000 orang. (Harrison)

mempengaruhi pembentukan katup di vena, setengah pasien dengan limfedema-dictichiasis j u g a memiliki insufisiensi vena dan katup vena inkompeten.

Klaslfikasi Secara garis besar limfedema dibagi menjadi primer



Limfedema Tarda

dan sekunder (Harrison's). Sesuai namanya, limfedema

K e l a i n a n l i m f e d e m a y a n g muncul saat d e w a s a ,

primer disebabkan karena agenesis, hipoplasia atau

biasanya setelah usia 35 tahun. Kadang dijumpai

obstruksi saluran limfatik yang biasanya berhubungan

kelainan pada keluarganya j u g a .

d e n g a n s i n d r o m l a i n n y a (Turner, K l i n e f e l t e r , d s b ) . S e d a n g k a n l i m f e d e m a s e k u n d e r d i s e b a b k a n karena gangguan aliran pembuluh darah limfatik

yang

LIMFEDEMA SEKUNDER

didapat pada pembuluh darah limfatik y a n g normal Limfedema sekunder merupakan limfedema yang

(Tabel 1).

disebabkan karena kelainan yang mempengaruhi nodus Tabel 1. Penyebab Limfedema Limfedema Primer

Sekunder

k e g a n a s a n , dan infeksi. Pada negara maju biasanya

Kongenital limfedema (spt : Milroy's

disebabkan karena diseksi nodus limfatikus dan/atau

disease)

radiasi.

Praecox limfedema (spt: Meige's disease) Limfedema

limfatikus, biasanya berupa diseksi, radiasi, sumbatan

Limfedema yang muncul tergantung daripada

Tarda limfedema

beberapa faktor, meliputi j u m l a h nodus

Limfangitis berulang

y a n g d i b u a n g , l u a s n y a p e m b e d a h a n , radiasi l o k a l ,

limfatik

Filariasis

penyembuhan luka yang terlambat, dan obesitas.lnflamasi

Tuberkulosis

kronis dapat m e n y e b a b k a n obliterasi progresif dari

Keganasan

limfangioles (pembuluh limfatik) dan pada akhirnya dapat

Pembedahan

menyebabkan limfedema. Limfedema sekunder yang

Radiasi

paling sering dijumpai adalah limfedema akibat kanker

(Sumber: Harrison's Principles of Internal Medicine)

payudara.Pada negara tropis, limfedema juga seringkali disebabkan karena infeksi tropik, terutama parasit filaria,

1578

KARDIOLOGI

yang merupakan parasit penyebab limfedema tersering di seluruh dunia.(Lihat BAB Filariasis). Pada beberapa penyakit radang sendi seperti arthritis r h e u m a t o i d dan arthritis psoriatik, d a p a t d i j u m p a i limfedema yang seringkali simetrikal. Kondisi ini perlu dibedakan dengan tenosinovitis pada pasien arthritis, dengan bantuan limfoskintigrafi yang memperlihatkan

Tabel 2. Tahapan Berdasarkan "Dokumen Konsensus" International Society of Lymphology Tahapan klinis 0

Subklinis dengan kemungkinan evolusi klinis

1

Edema menyusut dengan terapi dan tes pitting positif

II

Edema sebagian menyusut dengan terapi dan tes pitting negatif

III

Elephantiasis dengan komplikasi kutaneus dan infeksi berulang

fungsi limfatik yang tidak terganggu. Pada b e b e r a p a k o n d i s i , p e n e m u a n

limfedema

merupakan bagian/prediktor terjadinya selulitis, seperti dijumpai pada selulitis berulang setelah CABG, selulitis

Keterangan

berulang pada lengan wanita pasca mastektomi, dan selulitis berulang pada tungkai bawah wanita y a n g mengalami pembedahan daerah pelvis.

pada kulit dan jaringan subkutan (elephantiasis) (tahap III). Perubahan yang progresif ini terjadi karena adanya inflamasi kronis y a n g melibatkan limfosit, monosit/

PATOFISIOLOGI

makrofag, dan sel dendritik. Sel-sel inflamasi tersebut akan

Patofisiologi limfedema dibagi menjadi 2 periode. Periode pertama adalah fase dimana perubahan terjadi hanya pada limfatik dan belum melibatkan perubahan di jaringan lunak sehingga belum terdapat gejala. Sedangkan periode selanjutnya adalah fase dimana telah terjadi perubahan di jaringan lunak (lemak, jaringan ikat, kulit) yang sudah mengakibatkan pembengkakan progresif, deposisi lemak dan skar, imunosupresi, kecenderungan selulitis, dan proliferasi mikrovaskular

Periode Variabel {occult

memproduksi sitokin inflamasi yang berhubungan dengan fibrosis, seperti CTGF, TGF-p, dan PDGF sehingga proliferasi sel dan migrasi selular menjadi

upregulated.

Infeksi dan adipogenesis merupakan faktor eksaserbasi terjadinya l i m f e d e m a . A k u m u l a s i cairan dan protein merupakan kondisi yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Begitu j u g a dengan terganggunya respons imun lokal akibat disfungsi limfatik, mempercepat invasi bakteri dan j a m u r Jaringan lunak yang terinfeksi akan memperburuk limfedema yang sudah terjadi.

lymphedema)

Pada saat ini telah terjadi stasis limfe yang disebabkan

Patofisiologi akan dijelaskan pada g a m b a r yang dikutip dari Saito 2013.

oleh sistem limfatik yang tidak sempurna dari masa kongenital maupun sumbatan. Kemudian stasis limfe disertai dengan kontraktilitas tungkai yang tidak teratur, inkompetensi katup secara progresif, p e n g h a n c u r a n elemen kontraktilitas (limfangioparalisis), dan ektasi bertahap dari kolektor limfatik. Periode ini masuk ke dalam stage/tahap 0. Setelah periode ini, mulai muncul berbagai keadaan yang mengakibatkan limfedema kronik.

Limfedema Progres dan Faktor Eksaserbasi Saat limfedema sudah terjadi, biasanya sudah terdapat perubahan patologis lainnya pada sistem limfatik: Obstruksi jalan utama limfatik limfatikus

Munculnya kolateral aliran limfatik Berikut adalah tingkatan klinis limfedema berdasarkan International

Society of Lymphology

Anamnesis Onset bengkak pada limfadenitis sekunder biasanya cepat, namun bisa tiba-tiba diperberat oleh inflamasi lokal akibat infeksi atau trauma lokal.Oleh karena itu perlu pula dicari kemungkinan infeksi kulit akibat stafilokokus dan streptokokus.Adanya bintik kemerahan atau garis-garis kemerahan mungkin menunjukan adanya limfangitis. Pada awalnya pasien dapat merasakan nyeri dan perasaan berat atau penuh di ekstremitas. Pada kondisi kronis, dapat menjadi limfangiosarkoma yang memberikan

Aliran balik dermal Kurang/tidak adanya nodus

PENEGAKAN DIAGNOSIS

(tabel 2):

gambaran klinis nodul multipel. Saat edema bertambah, j a n g k a u a n gerak dapat berkurang dan mengganggu aktifitas sehari-hari pasien.

Pemeriksaan Fisis

Dari tahap I ke tahap II terdapat perubahan tipe

Pada awal limfedema, edema yang terbentuk dapat berupa

edema dari pitting menjadi non pitting. Pada akhir tahap

edema pitting, namun seiring berjalannya waktu edema

II, gejala limfatik akan resisten terhadap terapi, kemudia

menjadi non-pitting. Biasanya limfedema ikut melibatkan

edema akan menjadi ireversibel dan terjadi sklerosis

jari-jari, meskipun pada temuan awal bengkak dapat

1579

PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING

Ektasia

Paralisis

Stasis cairan limfe

Hiperplasia

Disfungsi otot

Occult

intima

Limfangiogenesis

lymphedema

llimfatik?

Inkompeten

Sembuh?

Hiperplasia

Limfedema

katup Infeksi Inflamasi

Lipogenesis

kronis

Fibrosis

Neoplasia

Imunosupresi

Gambar 5. Skema patofisiologi limfedema hanya dijumpai di bagian proksimal dari ekstremitas atau

limfangiosarkoma, seperti pada lengan postmastektomi

sebagian distal dari ekstremitas. Adanya keterlibatan

(sindrom Stewart-Treves), atau pada limfedema kronis

bengkak jari dan edema non-pitting

merupakan temuan

khas menunjang kearah limfedema.

masif akibat sebab apapun, dapat ditemukan lesi macular atau popular yang berwarna merah-kebiruan. Lesi ini

Pada pemeriksaan fisis perlu dicari tanda-tanda infeksi

biasanya multipel dan disertai adanya nodul subkutan.

yang kemungkinan turut menyertai suatu limfedema,

Karena merupakan tumor sekunder yang ganas, meskipun

meskipun pada infeksi ringan, tanda-tanda inflamasi

jarang, lesi semacam ini harus aktif dicari pada pasien

sulit ditemukan. Kulit pasien dengan limfedema yang

dengan limfedema kronis.

sudah lama, dapat memberikan gambaran

kering

Limfedema terutama dicurigai bila ditemukan adanya

dankeras, dengan edema yang semakin tidak pitting dan

edema non-pitting pada pasien dengan kemungkinan

pada palpasi terasa fibrosis. Perabaan fibrosis ini dapat

penyebab limfedema, tanpa adanya penyebab edema

disebabkan karena inflamasi kronis sekunder akibat

lainnya yang lebih mungkin. Oleh karena itu pemeriksaan

proliferasi fibroblast. Hal ini dibedakan dari limfedema

fisikjuga ditujukan untuk mencari tanda-tanda trombosis

primer, karena pada kondisi primer pembentukan fibrosis

vena dalam, keganasan, dan infeksi.

lebih sedikit yang memberikan kemungkinan edema yang lebih besar Pada kasus elephantiasis (Lihat juga bab Filariasis) kulit

Pemeriksaan Penunjang Pencitraan pada sistem limfatik tidak diperlukan apabila

dapat dijumpai hyperkeratosis dan verukosa dengan lesi

diagnosis sudah sangat jelas.Limfoskintigrafi

kulit vesikular Tanda Kaposi - Stemmer merupakan tanda

baik daripada limfangiografi, dan limfangiografi pun

khas limfedema ekstremitas bawah, berupa kesulitan

dikontraindikasikan pada pasien dengan keganasan karena

mencubit lipatan kulit pada bagian dorsal dasar jari kedua

dapat meningkatkan risiko penyebaran tumor Pencitraan

kaki.

yang lebih detil dapat diperoleh dengan menggunakan Bila limfedema kronis kemudian berubah menjadi

RMI dan CT Scan.

lebih

1580

KARDIOLOGI

setelah 2 minggu terapi, namun setelah menjalani

PENATALAKSANAAN

t e r a p i , pasien d i h a r a p k a n t e t a p

menggunakan

Tujuan utama penatalaksanaan limfedema adalah untuk

pakaian bertekanan gradasi dan perban dengan rutin.

mengurangi bengkak jaringan karena biasanya penyebab

Cara terapi pijat dapat diajarkan kepada pasien dan

utamanya tidak dapat disembuhkan. Dengan berkurangnya

keluarga.

bengkak, diharapkan fungsi alat gerak bisa kembali dan m e n g u r a n g i pasienan fisik maupun psikologis pada pasien. Penatalaksanaan limefedemajuga bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Prinsip penatalaksanaan limfedema adalah memulai pengobatan sesegera mungkin sebelum terjadi perubahan fibrosklerotik di interstitial yang bersifat ireversibel. Dan jika limfedema dikarenakan suatu sebab lain (limfedema sekunder), seperti neoplasma atau infeksi, maka penyakit yang menyertainya tersebut juga harus diobati secara tepat untuk mengurangi obstruksi limfatik.

Penatalaksanaan Non-farmakologis Penatalaksanaan non-farmakologis merupakan modalitas utama dari penanganan limfedema, mengingat sampai saat ini belum ada obat-obatan yang terbukti cukup bermanfaat.

Terapi Dekongestif K o m p l e k s / C o m p / e x Decongestive Therapy (CDT) Complex

Decongestive

Therapy

(CDT) merupakan

terapi utama dalam manajemen limfedema. CDT terdiri

Gambar 6. Manual lymphatic drainage (Sumber: http://www. nilsg.co.uk/Treatment/Complex-Decongestive-Therapy-(CDT). aspx

atas 2 f a s e : 1) fase intensif, y a n g b e r t u j u a n untuk mengurangi pembengkakan secepat mungkin dan

b.

Perawatan kulit dan kuku

menghancurkan fibrosis-fibrosis yang mulai terbentuk;

Perawatan kulit yang tepat ditekankan

2) fase pemeliharaan yang bertujuan untuk memelihara/

penatalaksanaan limfedema untuk

merawat dan memperbaiki hasil perawatan fase 1. (www.

terjadinya infeksi, seperti selulitis atau limfangitis.

nilsg.co.uk)

U n t u k m e n j a g a k e b e r s i h a n kulit, p a s i e n h a r u s rajin m e m b e r s i h k a n kulitnya secara regular dan

Fase 1 terdiri dari 4 komponen: drainase limfatik

dikeringkan. Setelahnya pasien dapat menggunakan

manual/manual lymphatic drainage (MLD), perawatan kulit dan kuku, perban kompresi {multi-layer bandage),

latihan berulang, serta terapi

emolien untuk mencegah kekeringan pada kulit.

compression kompresi

pada

mencegah

c.

Perban kompresi {multi-layer compression bandage)

pneumof/c eksternal. Perawatan fase 1 sebaiknya dilakukan

Penggunaan perban kompresi multi-layer

selama kurang lebih 1,5 j a m per hari selama minimal 2

meningkatkan tekanan di jaringan untuk menurunkan

minggu. Namun,jika limfedema menjadi lebih berat, maka

peningkatan ultrafiltrasi yang abnormal sehingga m e n i n g k a t k a n reabsorpsi cairan. (diagnosis and

perawatan dilanjutkan hingga 6 minggu. a.

Manual Lymphatic

treatment) Penekanan oleh perban juga meningkatkan

Drainage (MLD)

mekanisme fisiologi yang mengatur kontraktilitas

MLD merupakan terapi manual untuk meningkatkan

dan aliran limfatik selama aktivitas otot. Tujuan dari

fungsi sistem limfatik. Teknik ini dapat memobilisasi

penggunaan perban kompresi adalah membantu

cairan limfe keluar dari area yang bengkak menuju

untuk mencegah akumulasi bengkak selama masa

pembuluh limfe yang akan mengalirkan cairan limfe ke aliran darah, salah satunya dengan cara memperbesar dilatasi dan kontraktilitas saluran limfatik. (www. nilsg.co.uk). Terapi ini menggunakan tekanan ringan ke batang tubuh untuk membantu membuka kanal kolateral menuju sistem drainase yang lebih baik. Limfedema ringan dapat membaik dengan cara ini

dapat

terapi. (website) d.

Latihan berulang Aktivitas fisik yang disarankan untuk pasien dengan limfedema berintensitas ringan-sedang

untuk

membantu mobilisasi cairan ke dalam pembuluh limfatik. Pasien sebaiknya tetap menggunakan perban elastik pada tungkai yang mengalami limfedema

1581

PENYAKIT PEMBULUH DARAH GETAH BENING

6 bulan. Terapi pada fase ini meliputi: Penggunaan pakaian kompresi sehari-hari Pakaian ini biasanya diaturtekanannya atau disebut juga pakaian dengan tekanan gradasi.

Stocking

atau lengan panjang dengan tekanan distal lebih besar dari bagian proksimal (tekanan bergradasi) dapat membantu mobilisasi cairan.Bentuk pakaian ini dapat didesain secara individual, dan terutama berguna pada keadaan altitude tinggi seperti di pesawat. Perban non - elastik dapat digunakan sebagai pengganti pakaian bertekanan tersebut, terutama pada edema yang terlalu besar untuk menggunakan pakaian.

Gambar 7 Perban kompresi multi-layer (Sumber:http://www. nilsg.co.uk/Treatment/Complex-Decongestive-Therapy-(CDT). aspx)

MLD secara reguler sesuai yang diindikasikan oleh terapis Latihan yang harus dilakukan di rumah Perawatan kulit dan kuku Perawatan diri sendiri yang diindikasikan oleh terapis International

Society of Lymphology

mengungkapkan

beberapa kontraindikasi terapi fisik pada limfedema, hal ini mencakup selulitis akut, inflamasi, neoplasia aktif, trombosis vena dalam, gagal jantung kongestif, dan pijat lokal ke daerah yang diradiasi.

Terapi Pembedahan Pembedahan dapat diusahakan untuk membuat flap dermis untuk memfasilitasi drainase limfatik ke sistem Gambar 8 Latihan berulang dengan mengangkat kaki (Sumber: http://www.nilsg.co.uk/Treatment/Complex-Decongestive-Therapy-(CDT).aspx

yang lebih dalam. Pembedahan j u g a dapat membantu menghilangkan lemak subkutan dan j a r i n g a n fibrosa dengan demikian membantu mengurangi

lingkar

ekstremitas.Beberapa alternatif p e m b e d a h a n adalah berupa bedah mikro limfatik yang melakukan drainase

s e l a m a l a t i h a n . A k t i v i t a s fisik b e r t u j u a n untuk

limfe ke vena sirkulasi atau kolektor limfatik di atas daerah

mengaktifkan otot dan sendi memompa tungkai agar

obstruksi limfatik.

pembengkakan berkurang. Salah satu aktivitas fisik yang disarankan adalah elevasi kaki. e.

Intermittent

pneumatic

compression

Terapi Limfangiogenesis (IPC)

Terapi IPC ini sebenarnya masih bersifat kontroversial.

Prinsip terapi ini adalah dengan membuat pembuluh limfe baru. Limfangiogenesis dapat distimulasi oleh

Penggunaannya pun biasanya dikombinasi dengan

berbagai sitokin, antara lain vascular endothelial

MLD. Namun, berdasarkan penelitian, kombinasi

factors

growth

(VEGF)-C dan D, serta angiopoietin-1. VEGF-C

keduanya memiliki efek perbaikan yang sinergi dalam

meningkatkan limfangiogenesis dengan mengaktivasi

menurunkan volume pembengkakan di tangan.

VEGF receptor-3 (VEGFR-3) yang diekspresikan oleh sel

K o m p r e s i pneumatic membantu

mengurangi

intermiten

endotel limfatik. Sedangkan angiopoietin-1 meningkatkan

lingkar dan volume

pembentukan pembuluh limfatik melalui Tie2 dan fibroblast

eksternal

ekstremitas. Tekanan yang diberikan sebaiknya tidak

growth

melebihi 60 mmHg, dan penggunaan jangka panjang

pembuluh limfatik.

factor

2 tersebut menstimulus p e m b e n t u k a n

mungkin akan merusak sistem limfatik lebih lanjut. Terapi ini hanya digunakan untuk jembatan sebelum

Manajemen Diet

menggunakan terapi lainnya yang dapat digunakan

Pengaturan diet sebenarnya memiliki peranan yang

untukjangka panjang.

kecil dalam mengatasi limfedema. Namun, di beberapa

Fase 2 atau fase pemeliharan merupakan terapi seumur hidup dan biasanya dilakukan check-up setiap

tempat dilakukan restriksi konsumsi lemak yang diikuti dengan suplementasi trigliserida rantai medium, dapat

1582 menurunkan kebutuhan produksi cairan limfe viseral.

KARDIOLOGI

REFERENSI

Pendekatan ini berguna, terutama pada enteropati yang mengakibatkan kehilangan protein.

Penatalaksanaan Farmakologis

1. 2.

Obat -obatan yang mungkin berguna untuk limfedema adalah antibiotika sebagai profilaksis karena pasien dengan limfedema memiliki risiko untuk terkena infeksi. Jika terdapat infeksi jamur, maka pasien tersebut harus

3. 4.

diterapi secara agresif. Terdapat beberapa obat-obatan lainnya yang berdasarkan pengalaman bermanfaat pada limfedema bukti namun penelitiannya masih terbatas, seperti coumarin, selenium, flavonois, dan antioksidan lainnya.

5.

6.

Penggunaan diuretik sendiri hanya sedikit perannya dalam mengangani limfedema karena terdapat perbedaan mekanisme terjadinya limfedema dengan mekanisme aksi diuretik. Namun, pada kasus dimana tekanan hidrostatik meningkat, yang disertai dengan hipertensi sekunder, maka thiazide dosis rendah memiliki peranan y a n g menguntungkan.

PENCEGAHAN Pasien d e n g a n p r o s e d u r d i s e k s i atau radiasi y a n g m e m p e n g a r u h i d a e r a h n o d u s l i m f a t i k u s y a n g luas perlu mendapatkan penjelasan mengenai pencegahan limfedema. Dari pihak klinisi pun harus mencoba mengurangi risiko limfedema, dengan cara melakukan prosedur dengan pengaruh ke nodus limfatikus sedini mungkin. Tindakan pencegahan lainnya adalah menghindari pengambilan darah, vaksinasi dan pemberian cairan infus pada lengan yang dipengaruhi. Demikian pula aktivitas fisik yang berat sebaiknya dihindari pada lengan yang telah menjalani diseksi nodus limfatikus atau radiasi.Beberapa tindakan lainnya yang dapat meningkatkan aliran darah ke lengan yang berisiko seperti suhu hangat, gravitasi, pakaian yang ketat, bahkan pengukuran tekanan darah (maupun proses torniket lainnya) harus dihindari pada lengan yang berisiko. Selain hal tersebut, kesehatan kulit untuk mencegah selulitis harus diperhatikan karena pasien lebih rentan terhadap selulitis, hal ini mencakup penggunaan peiembab kulit dan bila ada luka segera ditatalaksana.

7.

Guyton A C , Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. Creager MA, Loscalzo J. Vascular Diseases of the Extremities. In: Longo D L , Kasper D L , Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison>s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p. 2075-6. Rockson SG. Diagnosis and management of lymphatic vascular disease. J A m Coll Cardiol, 2008 Sep 2;52(10):799-806. Melrose W, Goldsmid [M. Infections of the Lymphatic System. In: Goldsmid JM, Leggat PA, editors. Primer of Tropical Medicine: A C T M ; 2005. Saito Y, Nakagami H , Kaneda Y, Morishita R. Lymphedema and therapeutic lymphangiogenesis. Biomed Res Int. 2013;2013:804675. Szolnoky G , Lakatos B, Keskeny T, Varga E, Varga M, Dobozy A, et al. Intermittent pneumatic compression acts synergistically with manual lymphatic drainage in complex decongestive physiotherapy for breast cancer treatment-related lymphedema. Lymphology. 2009 Dec;42(4):188-94. Complex Decongestive ITierapy (CDT) [cited 2013 30 December]: Available from: http://www.niIsg.co.uk/Treatment/ CompIex-Decongestive-Therapy-(CDT).aspx.

Related Documents


More Documents from "Noer Maula Nissa Agustina"