BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan uraian mengenai landasan teori yang dapat digunakan dalam penulisan karya tulis yang sedang berlangsung dan bermanfaat sebagai peninjauan kembali untuk laporan karya tulis. Dalam hal ini penulis menggunakan buku dan internet sebagai sumber teoritis yang memperkuat dan mendukung penulisan makalah yang dilakukan. 2.1.
Konsep Dasar Penyakit Pada konsep dasar penyakit akan membahas tentang pengertian,anatomi
dan fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan medis komplikasi, pemeriksaan laboratorium, serta pengumpulan data. 2.1.1
Definisi Penyakit Menurut Rampengan (2014) gagal jantung adalah kondisi di mana
jantung tidak dapat
lagi
memompa darah
keseluruh tubuh,
sehingga
mempengaruhi aliran balik vena dan erat kaitnya dengan kebutuhan metabolisme ke sel-sel tubuh. Semua bentuk penyakit jantung dapat mengakibatkan dekompensasi dan kegagalan. Hal ini sesuai dengan gagal jantung baik sistolik maupun diastolik yang menyebabkan penurunan isi darah dan curah jantung, sehingga mengakibatkan jantung tidak mampu memasuk aliran darah keseluruh tubuh. Hal ini jga menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan organ perifer terjadi secara tidak memadai atau hanya dapat masuknya dengan tekanan pengisian yang tinggi (Klabunde, 2015).
6
7
Menurut pandangan LeMone, dkk. (2018: 1209), Gagal jantung adalah sindrom kompleks yang terjadi akibat gangguan jantung yang merusak kemampuan ventrikel untuk mengisi dan memompa darah secara efektif. Pada gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Ini adalah hasil akhir pada banyak kondisi. Sering kali, gagal jantung adalah efek jangka panjang penyakit jantung koroner dan infark mikardium saat kerusakan ventrikel kiri cukup luas untuk mengganggu curah jantung. Penyakit jantung lain juga dapat menyebabkan gagal jantung, termasuk gangguan struktur dan inflamatorik. Pada jantung normal, kegagalan dapat terjadi akibat kebutuhan berlebihan yang dibedakan pada jantung, gagal jantung dapat akut atau kronik.Menurut Yancy, (2013) gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks dihasilkan dari penurunan nilai struktural atau fungsional dari pengisian ventrikel dengan gejala utama adalah dyspnea, kelelahan, intoleran aktivitas dan rentensi cairan. 2.1.2
Antomi dan Fisiologi Menurut Price dan Wilson (2003: 517), jantung merupakan organ
muskular berbentuk kerucut yang berongga panjang sekitar 10cm dan berukuran satu kepalan tangan pemiliknya. Berat jantung sekitar 225 gram pada wanita sedangkan pada pria 310 gram jantung berada dalam rongga toraks, diarea mediastrium. Letak jantung lebih condong ke sisi kiri dari pada kanan tubuh dan terdiri dari pada kanan tubuh dan terdiri atas sisi apeks (bagian atas) dan basal (bagian
8
bawah). Apeks terletak sekitar 9cm ke kiri garis tengah pada tinggi ruang interkosta yakni sedikit di bawah putting susu dan sedikit lebih dekat garis tengah. Basal berada setinggi iga ke-2. 2.1.2.1 Anotomi jantung Menurut Ross dan Wilson (2011: 41) jantung terdiri dari tiga lapisan jaringan, yaitu: 1.
Perikardium Selaput yang membukus dinding jantung terluar, berfungsi untuk membungkus bagian epikardial atau dalam jantung dan selain itu perikardium berfungsi untuk mempertahankan posisi jantung, menjaga fleksibel pergerakan jantung, memberi pelumasan dan menahan pembesaran berlebihan yang terjadi apabila jantung terisi darah dalam jumlah yang melebihi kapasitas normalnya.
2.
Miokardium Sel-sel otot yang terdapat di jantung dan membentuk lapisan tebal diantara lapisan epikardium luar dan lapisan epikardium dalam. Sel ini diperintah untuk bergerak secara teratur berdasarkan sinyal, listrik yang di hasilkan sel di node sinoatrial. Gangguan bisa terjadi karena berhentinya aliran darah dalam serangan jantung yang menyebabkan sel ini mati.
3.
Endokardium Lapisan dinding jantung dalam yang berfungsi untuk menjaga agar darah tidak menempel kebagian dalam jantung. Menurut pandangan Smeltzer dan Bare (2013: 720) menyebutkan bagian jantung terdiri dari:
9
1)
Kamar jantung, sisi kanan dan kiri jantung, tersusun dari 2 kamar yaitu atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Serambi atas disebut atrium dan bilik bawah disebut ventrikel.
2)
Katup jantung ada dua jenis katup yaitu: atrioventrikularis dan semilunaris, Katup atrioventikularis, katup trikuspidalis tersusun atas tiga kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral atau biskuspidalis (dua kuspis) terletak diantara tiap ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup pulmonalis; katup antara ventrikel kiri dan aorta dinamakan aorta.
2.1.2.2 Fisiologi Jantung Menurut Ross dan Wilson (2011: 44) mekanisme aliran darah kejantung sebagai berikut : 1.
Aliran darah jantung Aliran darah dimulai dari dimulai dari vena tubuh, yaitu vena kava superior dan vena kava inferior. Darah akan masuk melalui vena kava superior dan vena kava inferior dan kemudian darah dipompa kedalam atrium kanan. Darah melalui katup trikuspid masuk ke ventrikel kanan dan dari ventrikel kanan dipompa untuk masuk ke arteri pulmonalis atau trunkus. Lubang arteri pulmonalis dijaga oleh katup pulmonal yang dibentuk oleh katub trikuspid semilunar. Katup ini mencegah aliran balik
10
darah ke ventrikel kanan saat otot ventrikel relaksasi. Setelah dari jantung, arteri pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang membawa darah vena ke dalam paru dimana pertukaran gas terjadi untuk proses disfusi, yaitu: karbon dioksida diekskresikan dan oksigen diabsorpsi. Dua vena pulmonalis dari tiap paru membawa darah yang kaya oksigen kembali ke atrium kiri dan dipompa ke aorta, yaitu arteri pertama dari sirkulasi umum yang menuju keseluruh tubuh. Pintu aorta di jaga oleh katup aortik yang di bentuk oleh katub trikuspid semilunar. Untuk melihat sirkulasi darah dari jantung ketubuh dan dari jantung keparu dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gamabar 2.1 Sirkulasi Darah Dari Jantung Ketubuh dan Jantung Keparu – Paru Paru-paru terjadi proses difusi, oksigen dan karbo dioksida Darah, kaya oksigen Arteri pulmonalis
Vena pulmonari
Ventrikel kanan
Atrium kiri Katup trikuspid
Katup bikuspid
Atrium kanan
Ventrikel kiri
Vena cava inferior dan superior
Aorta Jantung Arteri aortik Darah, miskin oksigen
Sumber : Syaifuddin (2006:120)
Seluruh tubuh
11
2.
Siklus jantung Berfungsi untuk mempertahankan sirkulasi darah yang konstan di seluruh tubuh. Jantung bekerja sebagai pompa dan kerjanya terdiri atas serangkaian kejadian yang di sebut sirkulasi jantung. Jumlah sirkulasi jantung per-menit berkisaran dari 60-80 denyut. Guyton dan Jhon (2006: 244) juga menyebutkan mekanisme curah jantung adalah curah jantung darah yang dipompa oleh ventrikel selama satu-satuan waktu. Pada orang dewasa normal sekitar 5 liter/menit namun sangat bervariasi, tergantung kebutuhan metabolism tubuh curah jantung (CO), sebanding dengan volume sekuncup (SV) kali frekuensi jantung (HR). CO=SVxHR, volume sekuncup jantung dapat di pengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa rata-rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata-rata volume sekuncup sekitar 70ml/denyut. Berdasarkan Ross dan Wilson (2011: 39) menyatakan bawah memiliki tiga jenis sistem pembuluh darah yaitu arteri, vena, dan kapiler : 1)
Arteri, berfungsi untuk mengalirkan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh, kecuali arteri pulmonalis. Arteri mempunyai dinding yang kuat dan elastik, yang tersusun dari tiga lapisan, yaitu : a.
Tunika intima/interna (dalam) : lapisan yang tipis, halus dan pipih yang di lapisi jaringan epitelium skuamosa.
b.
Tunika media (tengah) : lapisan yang terdiri atas otot polos dan sebagian jaringan fibrosa. Dalam arteri yang berukuran lebih
12
besar, jumlah serat elastik ini lebih banyak, dan sebaliknya lebih sedikit pada arteri yang lebih kecil. c.
Tunika eksterna/adventisia (luar) : lapisan ini terdiri atas jaringan fibrosa yang melindungi pembuluh darah.
2)
Vena, merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah kaya CO2 dari tubuh ke jantung. Dinding vena lebih tipis dari pada dinding arteri tetapi memiliki tiga lapisan jaringan yang sama. Dinding vena lebih tipis karena terdapat sedikit otot dan jaringan elastik di tunika media karena vena membawa darah dengan tekanan yang lebih rendah dari pada arteri. Sebagaian vena memiliki katup, yang mencegah aliran balik darah dan memastikan darah mengalir ke jantung. Katup kuspid berbentuk semilunar dengan cekungan menonjol ke jantung. Katup banyak terdapat dalam vena ekstermitas, khususnya ekstermitas bawah di mana darah harus berjalan jauh melawan gravitasi saat individu berdiri. Vena paling kecil di sebut venul.
3)
Kapiler, arteriol (arteri berukuran paling kecil) terkecil bercabang menjadi sejumlah pembuluh panjang yang di sebut kapiler. Dinding kapiler terdiri atas lapisan tunggal sel endostelium yang memiliki membran dasar tipis, yang dapat dilalui air dan substansi molukul kecil lainnya. Molukul besar seperti protein palsma tidak dapat melalui dinding kapiler.
13
Kapiler membentuk jaringan pembuluh darah tipis yang besar, dimana menghubungkan arteriol terkecil dengan venul terkecil. Kapiler terdiri atas satu lapisan jaringan epitelium skuamosa. Kapiler berfungsi dala pertukaran oksigen dan nutrien dengan materi sisa secara osmosis. 2.1.3
Etiologi Menurut Malcom (2013) setiap penyakit yang mempengaruhi jantung
dan sirkulasi darah bisa memnyebabkan gagal jantung. Berbagai penyebab terjadinya gagal jantung kongestif antara lain: 1.
Kerusakan otot jantung, mempengaruhi kemampuannya untuk berkontraksi memompa darah.
2.
Kelainan katup jantung, dimana jantung harus bekerja lebih lewat untuk memompa darah melalui katup jantung yang menyempit kondisi ini meningkatkan beban jantung dan akhirnya melemahkan jantung. Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2013: 806) penyebab gagal
jantung adalah: 1.
Kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung kondisi yang mendasari penyebab kelainan fumgsi otot mencakup arterosklorosis koroner, hipertensi arterial.
2.
Arterosklerosis koroner, mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
3.
Hipertensi
sistemik,
meningkatnya
beban
mengakibatkan hipertrofit serabut otot jantung.
kerja
jantung
dapat
14
4.
Peradangan dan penyakit miokardium, degeneratif dapat merusak serabut jantung.
5.
Penyakit jantung lain mekanisme yang biasanya terlibat mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung. Ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah.
2.1.4
Manifestasi Klinis Menurut Morton dan Gallo (2012: 504) menifestasi klinis yang tampak
meliputi : edema ekstermitas bawah (edema dependen), biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbulan cairan di dalam rongga peri toneum), anoreksia dan mual, nakturia dan lemah. Smeltzer dan Bare (2013:806) menyebutkan tanda dominan gagal jantung kongestif adalah : 1.
Meningkatnya volume intravaskuler, kongesti jaringan terjadi akibat turunnya curah jantung pada ke gagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pumonalis dapat menyababkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edama paru yang di manifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edama perifer umum dan penambahan berat badan.
2.
Turunnya curah jantung, dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang di butuhkan. Manifestasi akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ektermitas dingin dan haluran urin berkurang (oliguri).
15
2.1.5
Patofisiologi Mekanisme yang mendasari gagal jantung kongestif Smeltzer dan Bare
(2013:805)
meliputi
gangguan
kemampuan
kontratilitas
jantung
yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung palik baik di jelaskan dengan persamaan CO= HR Xn Su, dimana curah jantung (CO= Cardioc Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR=Heart Rate) X volume sekuncup (SV=Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom, bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perkusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung kongestif dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu: preload, kontraktilitas dan afterload. Pada gagal jantung kongestif jika satu atau lebih dari tiga faktor tersebut (preload, kontraktilitas dan afterload) terganggu, hasilnya arah jantung berkurang. Kemudian dalam menentukan pengukuran hemodinamika memiliki prosedur pemantuan invasevi telah mempermudah diagnosa gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan deep breathing exercises.
16
Gambar 2.2. Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif Kelainan otot jantung
Hipertensi
Penyakit miokard degeneratif.
Beban kerja jantung meningkat.
Secara langsung merusak serabut jantung
Aterosklerosis koroner,
Aliran darah menurun.
Hipertrofi serabut otot jantung.
Disfungsi miokardium
Kontraktilitis jantung menurun
Gagal jantung kongestif Gagal jantung kiri
Ventrikel kiri tidak mampu memopa
Daya pompa jantung menurun
Suplai darah kejaringan menurun.
Tekanan vena meningkat
dari paru.
Stroke volume menurun.
Tekanan kapiler meningkat
Cardiak output menurun
Penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan
Aliran darah ke ginjal menurun
Edema pernafasan menurun
Dispnea
Produksi sekret
Sulit menelan Metabolisme unaerob menurun
Asidosis metabolik menurun
Pembentukkan ATP menurun
Kontraksi otot menurun.
Resiko penurunan perfusi
GFR ↓ Sekresi renin angiotensin, aldosteron
Kelebihan cairan tubuh.
Kelemahan
Intokransi aktivitas
Sumber : Ernest Newman (2011)
Anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Pola nafas tidak efektif
17
2.1.6
Klasifikasi gagal jantung Menurut pandangan Smeltzer dan Bare (2013: 805) mengklasifikasikan
gagal jantung kongestif di bagi 2 jenis, yaitu : 1.
Gagal jantung kiri. Kongesti paru menonjol pada ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memopa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan ke gelisahan.
2.
Gagal jantung kanan. Bila ventrikel kanan gagal yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasikan klinis yang tampak meliputi edema ekstemitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegoli, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, nokturia dan lemah. Sedangkan berdasarkan New York Heart Association (Morton dan gallo,
2012: 516), gagal jantung kongestif di klafikasikan secara fungsional sebagai berikut :
18
1.
Kelas I: tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan atau dispnea.
2.
Kelas II: sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan keletihan atau dispnea.
3.
Kelas III: keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan maka gejala tersebut meningkat.
4.
Kelas IV: tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan pada istirahat, jika aktivitas fisik dilakukan maka gejala tersebut meningkat. Berdasarkan LeMone, dkk. (2016: 1211) menyatakan gagal jantung
umumnya di klasifikasikan dalam beberapa cara berbeda, bergantung pada patologi dasarnya. Beberapa klasifikasi mencakup gagal sistolik versus diastolik, gagal curah tinggi versus curah rendah dan gagal akut versus kronik. 1.
Gagal sistolik versus diastolik Diastolik Gagal jantung sistolik adalah penurunan curah jantung akibat ketidak mampuan kontraksi sehingga dapat menyebabkan kelemahan dan aktivitas fisik menurun. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi diastolik dini dan peningkatan kekakuan dinding ventrikel yang sifatnya pasif, atau keduanya.
2.
Gagal jantung curah rendah versus curah tinggi Pada gagal jantung curah pendek, dalam keadaan istirahat curah jantung di rasakan cukup tetapi saat aktivitas fisik maka curah jantung akan
19
terasa mual-mual meningkat sedikit akan tetapi akan segera menurun, hal ini karena ketidak mampuan jantung untuk menerima beban tersebut. 3.
Gagal akut versus kronik Gagal akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infrak miokard luas. Sedangkan gagal kronik adalah kardiomiopati di latasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan.
2.1.7
Komplikasi Smeltzer dan Bare (2013: 813), menyebutkan hal-hal yang menjadi
komplikasi dari gagal jantung kongestif adalah: syok kardiogenik, episode trombo emboli efusi dan temponade perikardium. Menurut Brown dan Edwards (2007) komplikasi dari gagal jantung kongestif adalah: 1.
Efusi pleura: di sebabkan terjadinya peningkatan kapiler.
2.
Artimia: pasien dengan gagal jantung kongestif mempunyai resiko untuk mengalami aritmia.
3.
Trombus ventrikel: pembesaran ventrikel kiri dan penurunan cardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukkan Trombus pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbuntuk maka mengurangi komtraktilitas dari ventrikel kiri dan penurunan suplai oksigen.
4.
Hepatomegli: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati. Berdasarkan LeMone, dkk. (2016: 1213) menyatakan bahwa mekanisme
kompensasi yang di mulai pada gagal jantung dapat menyebabkan komplikasi
20
pada sistem tubuh lain. Hepatomegali kongestif dan splenomegali kongestif yang di sebabkan oleh pembengkakkan sistem vena porta menimbulkan peningkatan tekanan abdomen, asites dan masalah pencernaan. Pada gagal jantung sebelah kanan yang lama, fungsi hati dapat terganggu. Distensi miokardium dapat memicu disritmia, mengganggu curah jantung lebih lanjut. Efusi pleura dan masalah paru lain dapat terjadi. Komplikasi mayor gagal jantung berat adalah syok kardiogenik dan edema paru akut. 2.1.8
Pemerikasaan penunjang Menurut Smeltzer dan Bare, (2013) pemerikasaan penunjangan pada
gagal jantung kongestif, sebagai berikut: 2.1.8.1 Tes laboratorium Dalam pemeriksaan laboratorium di lakukan enzim jantung dan kimia darah yaitu sebagai berikut: 1.
Enzim jantung, creatinin kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang di analisa untuk mendiagnosa infark jantung akut dan merupakan enzim pertama yang meningkat.
2.
Pemeriksaan darah, profil lemak. Kolestrol total, trigliserida dan lipoprotein di ukur untuk mengevaluasi resiko ateros klerotik. High Lipoprotein Density (HDL), yang membawa kolestrol dari sel perifer dan mengangkutnya ke hepar, bersifat protektif. Sebaliknya, Low Density Lipoprotein (LDL) mengangkut kolestrol ke sel perifer. Blood Ureum Nitrogen (BUN) pada pasien jantung, peningkatan BUN dapat mencerminkan penurunan perfusi
21
ginjal. Glukosa serum, harus di pantau karena ke banyakan pasien jantung menderita diabetes melitus. 2.1.8.2 Pemeriksaan radiologi Menurut Marton dan Gallo (2012: 516) pemeriksaan radiologi di lakukan dengan cara sebagai berikut: 1.
Sinar x dada dan fluoroskopi, di lakukan untuk menentukan ukuran, kontur dan posisi jantung. Fluoroskopi dapat memberikan gambaran visual jantung pada lumines cent x-ray screen. Pemeriksaan ini memperlihatkan denyuta jantung dan pembuluh darah serta sangat tepat untuk mengkaji kontur jantung yang tidak normal.
2.
Elektrokardiogram ( EKG ), digunakan untuk mengkaji frekuensi dan irama jantung. EKG juga dapat di gunakan untuk mengidentifikasi pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel. EKG bermanfaat dalam mengidentifikasi fibrilasi atrium dan distritmia ventrikel yang biasa terjadi pada pasien gagal jantung.
3.
Ekokardiografi, menggunakan refleksi gelombang suara yang jauh dari struktur jantung untuk menghasilkan kembali gambaran dua dimensi bilik jantung, dinding katup dan pembuluh darah besar seperti aorta, arteri, pulmonari dan vena kava.
2.1.9
Pencegahan Pencegahan menurut Daherba, (2015) dilakukan untuk menghindari
terjadinya gagal jantung kongestif, yaitu: hindari makan yang berkolestrol tinggi,
22
mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi, hindari stress, hindari alkohol, berhenti merokok, bila anda perokok, kendalikan tekanan darah dan berolahraga secara teratur. 2.1.10
Proses Keperawatan Gagal Jantung Dengan Teknik Deep Breathing Exercises dan Range Of Motion (ROM) Menurut Westerdahl (2014) yang di kutip oleh Nirmalasari (2017) DBE
(Tarik nafas dalam) adalah Salah satu teknik yang dapat dilakukan perawat dalam menurunkan kecemasan pasien serta dapat membuat pasien merasa lebih tenang. Relaksasi merupakan keadaan dimana tubuh dan pikiran merasa nyaman, tenang, rileks, terkontrol, dan jauh dari ketegangan. Dengan cara menarik napas (inspirasi) secara perlahan kemudian ditahan selama ±5 detik dan akhirnya dihembuskan (ekspirasi) secara perlahan pula diikuti dengan merilekskan otot-otot bahu. Pada saat latihan pernafasan, udara dihirup ke dalam melalui hidung dan menyaring kotoran yang dikeluarkan pada saat menghembuskan nafas. Jika jumlah udara segar yang masuk paru-paru tidak mencukupi, darah tidak dioksigenasi sebagaimana mestinya. Hasil pembakaran yang seharusnya dibuang tetap ada dalam sirkulasi darah. Jika kekurangan oksigen, darah akan berwarna kebiruan serta dapat dilihat melalui warna kulit yang buruk. Kurangnya oksigen dalam darah memperbesar kemungkinan terjadinya kecemasan, depresi dan lelah yang sering membuat setiap situasi stres menjadi lebih sukar diatasi. Dengan teknik relaksasi napas dalam bermanfaat untuk
23
membantu mencegah komplikasi gagal jantung, selain itu latihan ini membantu untuk pengembangan alveoli dalam paru – paru. Teknik relaksasi nafas dalam juga mempercepat bersihan jalan napas dalam tubuh. Teknik relaksasi napas dalam bermanfaat untuk membantu mencegah komplikasi pasca operasi, selain itu latihan ini membantu untuk pengembangan alveoli dalam paru-paru (Muttaqin, 2012). Range of motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat di lakukan oleh sendi yang bersangkutan. ROM merupakan latihan gerak dengan menggerakkan sendi seluas gerak sendi. Dengan latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke otot sehingga meningkatkan perfusi jaringan periferi. Pergerakan tubuh yang sifatnya teratur sangat penting untuk menurunkan retensi pembuluh darah periferi melalui dilatasi arteri pada otot yang bekerja sehingga meningkatkan sirkulasi darah. Sirkulasi darah yang lancar akan melancarkan transportasi oksigen kejaringan sehingga kebutuhan oksigen akan terpenuhi dengan adekuat. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan volume darah dan hemoglobin sehingga akan memperbaiki penghantaran oksigen di dalam tubuh. Hal ini akan berdampak pada penurunan dyspnea (Nirmalasari, 2017). 2.2
Proses Keperawatan Metode perencanaan dan pemberian asuhan keperawatan yang rasional
dan sistematis yang bertunjuan untuk mengidentifikasikan status perawat kesehatan klien dan masalah kesehatan yang aktual atau potensial. Proses
24
keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi, (Kozier, 2011: 352). 2.2.1
Pengkajian Porry dan Potter, (2009: 383) pengkajian adalah proses pengumpulan
data secara sistematis, pengakajian dilakukan untuk menentukan kesehatan dan fungsional pasien masa lalu dan sekarang. Tujuan dari pengkajian adalah untuk menyusun data dasar mengenai kebutuhan, masalah dan respons klien terhadap masalah. Data harus menunjukkan pengalaman yang berhubungan, praktik kesehatan, tujuan nilai dan harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan. Pengkajian meliputi pengumpulan data dan vertifikasi data, meliputi data primer pasien itu sendiri dan sekunder seperti keluarga, tenaga kesehatan dan remak medis. 2.2.1.1. Pengumpulan data Data yang harus didapatkan dari pasien dengan penyakit gagal jantung adalah : 1.
Identitas pasien, meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status pernikahan, pengkajian, alamat, pendidikan suku bangsa dan penangung jawab.
2.
Riwayat kesehatan, meliputi: apakah pasien pernah dirawat seelumnya.
3.
Keluhan utama: pada pasien gagal jantung kongestif, keluhan yang sangat mengganggu pasien, data dapat berupa subjektif dan objektif.
25
4.
Riwayat kesehatan sekarang: tanyakan ke pada klien mengapa datang ke rumah sakit dan mencari pertolongan kesehatan dan catat semua keluhan klien.
5.
Riwayat kesehatan dahulu seperti penyakit masa kanak-kanak, tanyakan apakah pernah menderita sakit di masa kanak-kanak dan
yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit, bila pernah pada tahun berapa dan rumah tersebut. 6.
Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan yang berhubungan dengan penyakit yang di derita klien.
7.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematis yang menggunakan observasi, untuk mendeteksi masalh kesehatan. Unutk mendeteksi di gunakan teknik inspeksi (melihat), palpasi (menekan), perkusi (mengetuk) dan auskultasi (mendengarkan dengan stetoskop). Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pertama kali adalah dengan menggunakan pendekatan sistem tubuh, mulai dari keadaan umum kondisi pasien dan status kesehatan klien secara keseluruhan seperti tanda-tanda vital, tinggi dan berat badan. Kemudian dilakukan pendekatan head to toe, dengan melalui pemeriksaan dari kepala, mata, leher, dada atau pernafasan, abdomen, ekstremitas atas, ekstremitas bawah dan genetalia, kemudian membandingkan hasil pemeriksaan pada tiap sisi tubuh (kozier, 2011:355). 1)
Kepala berbentuk
simetris, tidak ada benjolan, warna rambut
berwarna hitam-putih, tidak ada benjolan dan tidak ada ketombe.
26
2)
Mata simetris, refleks cahaya positif, konjungtiva berwarna merah mudah, lapang pandang baik, pergerakan bola mata baik, sklera warna putih-kekuningan, pandangan kabur, pasien menggunakan kacamata.
3)
Telinga berbentuk simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada serumen, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, pendengaran masih tajam.
4)
Mulut, lidah berwarna merah kecoklatan, dapat membedakan rasa, bibir terlihat kering.
5)
Hidung, bentuk hidung simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, penciuman baik.
6)
Leher, tidak ada luka atau benjolan, tidak ada nyeri tekan, warna kulit merata, tidak ada jejas dibagian leher.
7)
Dada berbentuk simetris, warna kulit merata, tidak ada bekas luka, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan, terdengar timpani, terdengar suara detak jantung Lub (S1), Dup (S2) dan terdapat suara tambahan (S3) dan terdengar rensonance.
8)
Abdomen perut keras dan membesar, warna kulit merata, terdengar bising usus 10x per/menit, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan,terdapat timpani pada saat percussion.
9)
Ekstermitas bawah terdapat odem pada kaki kiri dan jari-jari kaki lengkap.
10)
Genetalia tidak ada terpasang kondom kateter dan skrotum tepat pada penis.
27
8.
Pola aktivitas sehari-hari meliputi: dengan menanyakan pola makan, eliminasi, istirahat, pola ADL (Activities Daily Living), olahraga dan hobi.
9.
Data sosial: dengan menanyakan kepada klien apakah mengikuti organisasi atau kegiatan sosial lainnya.
10.
Data psikologis: amati psikologis pasien apakah tampak cemas atau tenang. Bagaimana dalam menjawab pertanyaan secara verbal dan reaksi secara non-verbal.
11.
Data spiritual: menanyakan kepercayaan serta ibadahnya baik sebelum di rawat maupun sesudah dirawat di Rumah sakit.
12.
Pemeriksaan penunjang: pada pasien gagal jantung kongestif dilakukan EKG, Echokardiologi, rontgen dan pemeriksaan laboratorium.
2.2.2
Analisa data Analisa data di gunakan untuk menegakkan diagnosa keperawatan
dengan mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien yang kemudian menghubungkan dalam rencana asuhan keperawatan, (Perry dan Potter, 2009: 384).
28
Tabel 2.3. Analisa Data Data Dyspnea, edema paru
Etiology Ventrikel kiri tidak mampu memompa dari paru
Problem Pola nafa tidak efektif
Tekanan kapiler paru meningkat Edema paru Fungsi pernafasan menurun Anoreksia
Dyspnea. Fungsi pernafasan menurun
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Dyspnea Produksi sekret Sulit menelan Berat badan meningkat dan odem
Anoreksia Penurunan aliran darah keginjal
Kelebihan volume cairan tubuh : edema
GFR menurun Edema Penurunan suplai oksigen dan nutrisi kejaringan
Kelebihan cairan tubuh Daya pompa jantung menurun Penurunan suplai O2 dan nutrisi kejaringan. Perfusi jaringan
Sumber : Nursalam (2013)
Gangguan jaringan
perfusi
29
2.2.3
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang merupakan tanggung-gugat perawat. (Carpenito, 2009: 03). Menurut smeltzer dan bare (2013: 813) berdasarkan pada data pengkajian maka diagnosa utama berdasarkan prioritas meliputi sebagai berikut : 1.
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru.
2.
Gangguan perfusi jaringan periferi berhubungan dengan penurunan daya pompa jantung.
3.
Kelebihan volume cairan tubuh : edema yang berhubungan dengan penurunan aliran darah ke ginjal.
4.
Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan dyspnea.
2.2.4
Perencanaan Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan di
mana perawat menetapkan tujuan dan hasil yang di harapkan bagi klien. Dalam perencanaan, perawat menetapkan intervensi keperawatan menggunakan SOP (Standar Operasional Prosedur) ataupun dengan pemikiran yang kritis yang ditetapkan melalui pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di mana
30
aspek penting dalam merencanakan adalah menetapkan perioritas bagi klien (Perry dan Potter, 2009: 432). Diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan sesuai dengan prioritas untuk pasien gagal jantung kongestif adalah : 1.
Diagnosa Keperawatan I: Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ventrikel kiri mampu memompa darah dari paru. Tujuan : Agar pola nafas efektif Kriteria hasil :
1.
2.
3. 4. 5.
2.
1)
Frekuensi pernafasan dalam batas normal yaitu : 16-20 x/menit.
2)
Pasien katakan sesak sudah berkurang atau tidak ada lagi.
3)
Pasien merasa nyaman, tanpa adanya depresi pernafasan.
Tabel 2.4. Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional Kaji status pernafasan dan 1. Untuk memantau status auskultasi pernafasan. oksigenisasi dan ventilasi serta mendetisi suara pernafasan tambahan Beri posisi semifowler 2. Dapat membantu ekspansi paru, sehingga sirkulasi oksigen dapat meningkat. Latihan nafas dalam-dalam 53. Meningkatkan penyedian oksigen 10x/menir kejaringan Pemberian terapi oksigen sesuai 4. Untuk meningkatkan suplai indikasi oksigen ke jaringan. Berkolaborasi dengan dokter 5. Untuk mengurangi sesak dan dalam pemberian terapi obat. batuk
Dk II : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan daya pompa jantung. Tujuan : Agar tidak terjadi gangguan perfusi jaringan Kriteria hasil :
31
1.
2.
3. 4.
5.
3.
1)
Pasien mempertahankan stabilitas hemodinamika.
2)
Capilary refil time 3-5 detik.
Tabel 2.5. Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional Pantau frekuensi, irama jantung 1. Mengindetifikasi hipovalemia dan tekanan darah pasien. yang mengarah pada peningkatan perfusi jaringan. Pantau frekeunsi respirasi 2. Peningkatan laju pernafasan merupakan mekanisme kompensasi pada hipoksia jaringan, yang dapat di akibatkan oleh perfusi jaringan. Ukur haluaran urien, setiap jam, 3. Indikator yang baik untuk hingga urine lebih dari 30ml/jam mengetahui perfusi jaringan. Ubah posisi pasien secara teratur, 4. Mencegah penurunan perfusi ikuti jadwal perubahan posisi, jaringan dan resiko kerusakan observasi apakah ada are kulit kulit. yang mengalami kerusakan. Berikan pendidikan kesehatan 5. Meningkatkan pengetahuan dan tentang diet, pengobatan dan mempermudah untuk tindakan pembatasan aktivitas. keperawatan yang di berikan.
Dk III : Resiko kelebihan volume cairan : edema yang berhubungan dengan penurunan aliran darah ke ginjal. Tujuan : Agar keseimbangan cairan. Kriteria hasil : 1)
Tekanan darah pasien tetap dalam datas tertentu.
2)
Berat jenis urine tetap dalam rentang yang tepat.
3)
Kulit pasien tetap utuh dan batas infeksi.
Tabel 2.6. Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional
32
1.
2.
3. 4.
4.
Pantau tekanan darah, nadi dan irama jantung, suhu dan suara nafas Pantau asupan, haluaran dan berat jenis urine.
1.
Mengindetifikasikan situs cairan.
2.
Berikan cairan sesuai instruksi, pantau kecepatan intra vena Jelaskan alasan pembatasan cairan dan diet
3.
Asupan yang melebihi haluaran dan peningkatan berat jenis urine, mengidentifikasi retensi. Kelebihan cairan intra vena dapat memperburuk kondisi pasien. Meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien.
4.
perubahan
Dk IV : Tidak ke seimbangan nutrisi : kurang dari ke butuhan yang berhubungan dengan dyspnea. Tujuan : agar terpenuhi kebutuhan nutrisi harian sesuai dengan tingkat aktivitas dan kebutuhan. Kriteria hasil : 1)
Berat badan normal, sesuai usia dan bentuk badan.
2)
Nafsu makan membaik.
3)
Turgor kulit membaik
Tabel 2.7. Intervensi dan Rasional
1.
2.
3. 4.
Intervensi Jelaskan tentang perlunya konsumsi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan cairan yang adekuat. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi pasien. Anjurkan dan bantu pasien untuk menjaga kebersihan mulut. Batasi asupan cairan saat makan dan hindari mengkonsumsi cairan
1.
2.
3. 4.
Rasional Nutrisi menyediakan sumber energi, membantu jaringan dan mengatur proses metabolik tubuh. Membantu menetapkan diet yang memenuhi asupan kalori dan nutrisi yang optimal. Untuk meningkatkan nafsu makan. Membantu mencegah distensi lambung.
33
5.
1 jam dan sesudah makan Anjurkan pasien untuk istirahat sebelum makan
5.
Kondisi yang lemah, lambat laun akan menurunkan keinginan dan ke mampuan pasien anoreksia untuk makan.
2.2.5. Implementasi Proses implementasi memastikan asuhan keperawatan yang efesien, aman, dan efektif dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : pengkajian ulang, meninjau dan merevisi askep yang ada, mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan keperawatan, mengantisipasi dan mencegah komplikasi serta mengumpulkan intervensi keperawatan.
2.2.6.
Evaluasi Menurut Rohmah dan Walid (2012: 105) evaluasi adalah penilaian
dengan cara membandingkan keadaan pasien (hasil yang di amati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang di buat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengakhirkan rencana tindakan keperawatan. Ada pun evaluasi yang di harapkan pada penderita gagal jantung kongestif adalah : 1.
Pola nafas efektif.
2.
Agar tidak terjadi gangguan perfusi jaringan.
3.
Kebutuhan nutrisi harian terpenuhi sesuai dengan tingkat aktivitas dan kebutuhan.
4.
Volume cairan terjadi ke seimbangan.