Bab 2 Tinjauan Pustaka.docx

  • Uploaded by: Indira Selly
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Tinjauan Pustaka.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,920
  • Pages: 33
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat normalnya antara 10-20 gram. Kelenjar tiroid terletak di leher diantara fasia colli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf . Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fasia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tida perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan mungkin juga jumlah kelenjar ini sering bervariasi.dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring (De Jong dan SjamsuHidajat, 2017) . Arteri karotis komunis, vena jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di later dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring(De Jong dan SjamsuHidajat, 2017) . Kelenjar tiroid kaya vaskularisasi, yaitu berasal dari empat sumber, arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri, kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, dan cabang arteri brakialis (De Jong dan SjamsuHidajat, 2017) .

13

Gambar 1. Anatomi Tiroid

14

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar Tiroid Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.

Gambar 1. Anatomi Tiroid

15

Gambar 3. Anatomi Tiroid Potongan Melintang 2.2 Fisiologi Hormon Tiroid Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, 16

hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin,

TBG)

atau

prealbumin

pengikat

tiroksin

(thyroxine

binding

prealbumine, TBPA). Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang. Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah, yaitu: 1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase. 2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase. 3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

17

4. Perangkaian

iodotironil,

yaitu

perangkaian

dua

molekul

DIT

(diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase. 5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel. 6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH. 7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini. 8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.

18

9. Gambar 4. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid 2.3 Struma 2.3.1 Definisi Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid apapun sebabnya (De Jong dan SjamsuHidajat, 2017) 2.3.2 Epidemiologi Sekitar 2,5 milyar (38%) penduduk dunia mengalami kekurangan konsumsi iodium. Stratifikasi berdasarkan usia, sekitar 31,5% atau 264 juta jiwa anak usia sekolah dan 30,6% atau 2 milyar populasi dewasa terbukti menderita kekurangan iodium. Wilayah dengan angka kekurangan iodium yang tertinggi di dunia ternyata adalah Asia Tenggara (504 juta jiwa) dan Eropa (460 juta jiwa). Secara umum, penduduk yang tinggal di daerah endemis GAKI mengalami penurunan

19

Intelligence Quotient (IQ) 13,5 poin lebih besar daripada penduduk yang tinggal di daerah non-endemis (Pramono, 2009). Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional yang dibiayai melalui proyek IP-GAKY, untuk mengetahui dampak dari intervensi program penanggulangan GAKY. Dari hasil survey ini diketahui secara umum bahwa TGR pada anak sekolah masih berkisar 11,1%. Survey nasional menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten adalah endemik ringan, 13,1% kabupaten endemik sedang dan 8,2% kabupaten endemik berat (Pramono, 2009). 2.3.3 Etiologi 1. Infeksi (Hashimoto Thyroiditis) 2. Metabolik (Grave Disease) 3. Neoplasma (Karsinoma Thyroid) 2.3.4 Patogenesis Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia

20

(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik) (De Jong dan Sjamsuhidahajat, 2017). 2.3.5 Klasifikasi Dari morfologinya pembesaran kelenjar tiroid dibagi : 1.

Struma diffusa adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi lunakpada seluruh kelenjar tiroid.

2.

Struma nodusa jika pembesaran kelenjar terjadi akibat nodul, apabila nodulnya hanya satu maka disebut uninodusa, dan bila lebih dari satu baik terletak pada hanya satu sisi lobus saja maupun pada kedua lobus maka disebut multinodusa.

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin maka bisa kita bagi : 1.

Struma Toxic Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik) (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2017).

21

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2017). Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang serupa dengan TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor TSH dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2017). 2.

Struma Non Toxic Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau

22

ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %. Dari aspek histopatologi kelenjar tiroid dapat kita bagi: 1. Fungsional (akibat proses Hyperplasia dan Hypertrophy) a. Non toxic goiter 1. Simple goiter 2. Struma endemis 3. Colloid struma b. Toxic goiter A.Endogenous Hyperthyroidism 1. Diffusegoiter/Basedow’s (Grave’s) disease 2. Toxic nodular/Basedowiform goiter 3. Congenital neonatal hyperthyroidism 4. Toxic adenoma/Plummber’s disease 5. Hyperthyroidisme dalam bentuk thyroiditis

23

6. Hyperthyroidisme dalam bentuk adenoma maligna thyroid 7. Hyperthyroidisme karena tumor-tumor maligna dari “appendeges”(struma ovarii) 8. Paraneoplastic

hyperthyroidism

(dystrophic

teratomatous thyroid tissue) B. Exogenous Hyperthyroidism 1.Disebabkan oleh pemberian Tiroksin atau T3 2.Disebabkan oleh pemberian TSH 3.Disebabkan oleh pemberian yodium 2.

3.

Keradangan/inflamasi a.

Tiroiditis akut

b.

Tiroiditis subakut (De Quervain)

c.

Tiroiditis kronis (Hashimoto’s disease & Riedel’s struma)

Neoplasma a.

Jinak (adenoma)

b.

Ganas (adenocarcinoma)

2,3,6 Pendekatan Diagnosis a. Anamnesis Selain hal-hal yang mendukung terjadinya struma akibat keradangan atau hiperplasi dan hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan hal-hal yang diduga ada kaitannya dengan keganasan pada kelenjar uninodusa nontoksika antara lain :

24

tiroid, terutama pada struma

- Umur <20 tahun atau >50 tahun - Riwayat terpapar radiasi leher pada waktu kanak-kanak - Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat - Penderita struma disertai suara parau - Disertai disfagia - Disertai rasa nyeri - Terdapat riwayat pada keluarga yang menderita kanker - Struma hiperplasia yang tetap membesar setelah diobati dengan tiroksin - Sesak nafas Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30-50 tahun. Apabila nodul dijumpai pada umur <20 tahun, 20-70% adalah ganas, demikian juga kalau umur > 50 tahun. Adanya gejala lokal suara parau dan disfagia biasanya dapat merupakan petunjuk adanya sifat invasif suatu keganasan tiroid. Suatu nodul tiroid yang sudah bertahun-tahun besarnya tetap biasanya jinak, akan tetapi apabila berubah menjadi membesar dalam waktu singkat (bulan/minggu) maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas. Pada anamnesa untuk mengetahui adakah gangguan fungsi pada penderita struma maka harus ditanyakan juga hal-hal yang mendukung adanya tanda hipertiroid antara lain tremor, akral hangat dan basah, takikardia, susah konsentrasi, makan banyak akan tetapi badan tetap kurus/berat badan turun, sering diare. Sedangkan gejala hipotiroid antara lain sukap lamban/apatis, wajah sembab, konstipasi, kulit kering, sering mengantuk, berat badan bertambah, dan non pitting oedema pada tungkai.

25

Gambar 5. Wayne Score Tanda dan Gejala Hipertiroidisme b.

Pemeriksaan Fisik Apabila melakukan pemeriksaan fisik yang pertama pada penderita (pasien

baru) hendaknya dilakukan seteliti mungkin sehingga tidak ada yang terlewatkan. Periksalah pada tempat dengan pencahayaan yang cukup terang, dalam ruang yang cukup sopan ( bisa menjamin ”privacy”, alat bantu (stetoskop, sentolop, meteran, spidol, dsb) untuk pemeriksaan sudah tersedia.

26

Lakukan pemeriksaan sistematis (urut dari atas ke bawah), simetris (bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan dan kiri bersamaan), seksama dan jangan lupa sempatkan melihat kepala bagian belakang. Secara rutin harus dievaluasi juga keadaan kelenjar getah bening lehernya, adakah pembesaran, lakukan evaluasi tersebut secara sistematis pula. Seperti halnya pemeriksaan fisik untuk kasus tumor pada kepala dan leher, maka kepala-leher-dada bagian atas harus terlihat dengan jelas, dianjurkan penderita buka baju. -

Inspeksi 1. Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sediki tfleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideusrelaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi. 2. Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut : 

Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, isthmus



Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler



Jumlah : uninodusa atau multinodusa



Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler local



Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak



Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

27

-

Palpasi Status lokalis region colli anterior. Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasiendan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai padapemeriksaan palpasi :



Perluasan dan tepi



Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba, trachea dan kelenjarnya.



Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan



Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini.



Limfonodi dan jaringan sekitar -

Auskultasi ‘Bruit sound’ pada ujung bawah kelenjar tiroid

28

-

Pemeriksaan lainnya 1 Ukur lingkar leher: Pada lelaki, diukur pada ‘adam’s apple’.

-

Tes Khusus: 1. Pumberton’s signMengangkat kedua tangan keatas, muka menjadi merah. 2. Tremor sign  Tangan kelihatan gementaran, jika tremor halus, diperiksa dengan meletak sehelai kertas diatas tangan

Pada pemerikasaan fisik bila dijumpai nodul maka harus di deskripsikan : 1. Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, ismus 2. Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang 3. Jumlah nodul: satu (uninodusa) atau lebih dari satu (multinodusa) 4. Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras 5. Nyeri: ada nyeri atau tidak ada saat dilakukan palpasi 6. Mobilitas:

ada/tidak

ada

perlekatan

terhadap

trakea,

m.

sternokleidomastoideus 7. Pembersaran kelenjar getah bening disekitar tiroid: ada atau tidak c. Pemeriksaan Penunjang Penyakit tiroid merupakan penyakit endokrin yang sering dijumpai. Pada penyakit ini dapat disertai pembesaran tiroid dengan fungsi normal (eutiroid), berkurang (hipotiroid) atau meningkat (hipertiroid). Bila disertai dengan fungsi berkurang atau meningkat biasanya gambaran klinisnya jelas, sehingga diagnosis agak mudah ditegakan. Namun demikian, pemeriksaan laboratorium kadang masih diperlukan untuk menunjang diagnosis klinis ataupun untuk menyingkirkan

29

adanya penyakit tiroid pada penderita dengan gambaran klinis yang mirip dengan penyakit tiroid, selain untuk monitoring serta follow-up terapi. 1. Basal Metabolisme Rate Pengukuran BMR dengan menggunakan Spirometri (Oxygen consumption rate), atau secara klinis kita bisa mengukur dengan menggunakan rumus empiris (Rumus Reed) Sebagai berikut : % BMR = 0,75 0,74(s-d): n  - 72% s = sistole; d =diastole; n =nadi, tensi dan nadi diukur pada keadaan basal Harga normal BMR adalah (-) 10% sampai (+) 10% BMR sehari-hari kita gunakan untuk screening penderita struma yang akan operasi, apakah ada hipertiroidi yang ”tersembunyi” occult hypertyroidi “, yang kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan T 3 /T 4 . Pemeriksaan BMR diruangan dilakukan secara rutin pada penderita struma pada 2-3 hari sebelum operasi 3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas : a.

Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan

radiommuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linket immunoassay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita dengan penyakit tiroid ; T3 total sangat membantu untuk hipertiroid ; TSH sangat diperlukan untuk mengetahui hipotiroid.

30

Kadar total hormon tiroid dalam sirkulasi 

Tiroksin total (TT4) Tipoksin total (TT4) dalam serum merupakan pemeriksaan standar untuk

fungsi tiroid. Pemeriksaan T4 ini tidak dipengaruhi oleh yodium ataupun media kontras yang berisi yodium, kecuali kalau diberikan yodium cukup banyak yang dapat dipengaruhi fungsi tiroid sendiri pada pemeriksaan ini yang diukur adalah T4 yang bebas dan yang terikat dengan protein. Perubahan dalam ikatan dengan protein mempengaruhi pengukuran TT4sehingga perlu ditanyakan apakah penderita sementara minum obat atau hamil, karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan. TT4 pararel dengan perubahan kadar tiroksin binding globulin (TBG). Sebagai contoh, pada penderita eutiroid dengan kadar TBG meningkat oleh karena hamil atau sementara minum obat anti hamil, maka TT4 biasanya menunjukan dalam batas hipertiroid. Kadar TT4 normal: orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dl ; neonatus 144-400 nmol/L ; bayi 90-195 nmol/L ; sedangkan pada anak-anak 70-150 nmol/L . 

Tri-yodotironin total (T3 totol = TT3) Seperti TT4 maka TT3 juga dipengaruhi oleh perubahan ikatan protein

dalam hormon tiroid. Kadar TT3 normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L (0,65-1,7 mg/ml) ; pada neonatus 0,8-7,2 nmol/L ; bayi 1,6-3,8 nmol/L ; anakanak 1,5-3,7 nmol/L. Penetapan kadar TT3 lebih berguna pada keadaan

31

hipertiroidi dibanding TT4 karena kenaikan TT3 relatif lebih besar dari kenaikan TT4. Pada T3 tirotoksikosis kadar T4 normal Pada hipoteroid penununan TT3 tidak sejelas penurunan TT4 karena ada rangsangan dari TSH, sehingga sebaliknya ditentukan kadar TSH.pada beberapa penyakit non tiroid dan pada usia lanjut dapat dijumpai penurunan TT3 karena konversi dari T4 ke T3 berkurang. 

Kadar protein bound lodine (PBI) Pemeriksaan PBI mula-mula merupakan tes standar untuk fungsi tiroid,

namun banyak laboratorium tidak menggunakan lagi dengan adanya pemeriksaan pengukuran kadar hormon tiroid secara langsung. Kerugian pemeriksaan PBI ini adalah banyak dipengarui oleh preparat yodium yang diminum penderita atau kontaminasi yodium dari laboratorium. 

Thyroid hormon binding test (THBT) Tes ini berdasar pada pengukuran tempat ikatan yang bebas pada thyroid

hormone binding proteins (TBP). Makin banyak tiroksin,makin jenuh TBP dan makin sedikit tempat ikatan yang bebas. Sebaliknya makin kurang tiroksin, makin banyak tempat ikatan yang bebas. Kira-kira 70% dari T4 dan 77% dari T3 terikat TBG sedang sisanya terikat pada TBPA (10% dari T4 8% dari T3) dan albumin (20% dari T4,15% dari T3) .pemeriksaan ini dipengaruhi oleh jumlah hormon tiroid dan jumlah total TBP. THBT ini kurang sensitive dibandingkan dengan pengukuran TT4 dan TT3 untuk menemukan gangguan fungsi tiroid, sehingga tes lebih banyak dugunakan untuk menilai perkiraan kadar T4 bebas (free thyrixine index=FT4I) dengan perubahan ikatan pada protein.

32



Kadar hormon tiroid bebas dalam sirkulasi tiroksin

bebas (Free

thyroxine = FT4 ) Tiroksin bebas dari hormon tiroid adalah kompenen aktif dalam metabolisme yang menentukan keadaan tiroid. Pemeriksaan FT4 dilakukan untuk menghindari pengaruh kadar TBG. Pemeriksaan FT4 sukar dan memakan waktu lama serta biaya tinggi, sehingga sebagai pengganti digunakan cara menghitung FT4 dari TT4 dan tes pengambilan T3 atau T4 (biasanya digunakan T3 resi uptake = T3 RU). Dari hasil perkalian TT4 dan T3RU didapatkan indeks FT4(FT4I). Dapat juga FT4I diperkirakan dengan ratio FT4 : TBG. Bila FT4I meningkat menunjukan hipertiroidi , normal adalah eutiroidi, sedangkan bila rendah maka hipoiroidi. 

Tri-yodotironin bebas (Free T3 = FT3 ) Kadar FT3 yang benar dalam serum belum ada persesuaian diantara para

ahli dan pemeriksaan FT3 kurang bermanfaat dibandingkan dengan pemeriksaan TT3. Perhitungan index FT3(FT3I) sama seperti FT4I namun jarang dalakukan. Dengan cara perhitungan FT4I maka pemeriksaan FT4 dan FT3tidak diperlukan lagi. 

Kadar thyroid stimulating hormone (TSH) Pengukuran kadar TSH terutama untuk diagnosis hipotiroidi primer

dimana basal TSH meningkat 6mU/L, kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. Pada hipotiroidi, supensi TSH oleh hormon tiroid berkurang sehingga kadar TSH dalam darah meningkat, maka penetapan kadar TSH penting pada

33

hipotiroidi primer. Pada hipotiroidi, basal TSH yang terukur dengan pemeriksaan biasa (RIA) dapat juga ditemukan pada eutiroudi. Pemeriksaan yang lebih spesifik, menggunakan metode immunoradio-metricassay(IRMA) yang lebih sensitive, kadar TSH basal dapat membedakan hipertiroidi dan eutiroidi sehingga pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pilihan utama untuk tes fungsi tiroid. Kadar TSH normal dengan metode RIA didapatkan rata-rata 2-4 mU/L dengan batas paling tinggi 6mU/L baik pada anak-anak maupun pada dewasa, pada neonatus kurang dari 25 mU/L. b. Pemeriksaan untuk menunjukaan penyebab ganguan fungsi tiroid antibody antitiroid Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Ada 5 macam system antigen – antibody yang spesifik pada tiroid yaitu : Antibodi tiroglobulin, antibody mikrosomal, antibody antigen koloid kedua CA2 antibodies, antibody permukaan sel (Cell surface antibody) dan thyroid stimulating Antibodies (TSAb). Antibody trirglobulin dan antibody mikrosomal biasanya ditemukan pada tiroiditis hashimoto.

34

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Nodul Klinis Suspek Maligna

Suspek Benigna

Inoperab el

Operabel

Biopsi Insisi

Isthmoloekt omi Suspek maligna Folikulare pattern Hurthle cell Anapla stik

Lesi Jinak

Papila re

Folik ulare

FNAB

Medul are

Benigna

Supresi TSH 6 bulan Resiko rendah

Resiko tinggi

Membes ar tidak ada perubaha n

Mengecil

Debulking Observas i

Tiroidektomi total

35

Radiasi eksterna/ kemoterap i

cil

Nodul Tiroid Klinis Suspek Maligna Inoperab el

Suspek Benigna Operabel

Biopsi Insisi

Lobektomi Isthmolobektom i

Lesi Jinak

Gana s

Operasi selesai Folikula re

Papila re

Resiko rendah

Observas i - Gejala penekanan - Terapi konservatif supresi TSH gagal - Kosmetik Medulare

Anaplastik

Resiko tinggi

Debulking Observas i

-

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna/ kemoterapi

Terapi Hipotiroid Dengan pengecualian dari kondisi-kondisi tertentu, perawatan hipotiroid

memerlukan terapi seumur hidup. Sebelum synthetic levothyroxine (T4) tersedia, tablet-tablet tiroid yang dikeringkan dipakai. Tiroid yang dikeringkan didapat dari 36

kelenjar tiroid hewan. Sekarang ini, suatu sintetik T4 yang murni tersedia secara luas. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk menggunakan ekstrak tiroid yang dikeringkan. Dengan ketentuan sebagai berikut : 

Dosis rata-rata T4 pada orang-orang dewasa adalah kira-kira 1.6 mikrogram per kilogram per hari. Ini kira-kira 100 sampai 150 mickograms per hari.



Anak-anak memerlukan dosis-dosis yang lebih besar.



Pada pasien yang muda dan sehat, pemakaian hormon pengganti T4 secara penuh dimulai dari awal terapi.



Pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya, metode pengganti hormon ini mungkin dapat memperburuk kondisi jantung



Pada pasien yang lebih tua tanpa penyakit jantung, memulai dengan dosis penuh pengganti tiroid mungkin berakibat pada nyeri dada atau serangan jantung. Untuk hal ini, pasien dengan sejarah penyakit jantung atau mereka yang dicurigai beresiko tinggi, terapi hormon dimulai dengan 25 mikogram atau kurang, dengan kenaikkan dosis yg berangsur-angsur dalam 6 minggu.



Idealnya, pengganti T4 sintetik hrs dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum makan. Obat-obat yang mengandung zat besi atau antasid harus dihindari, karena dapat mengganggu penyerapan.

1.

Terapi Hipertiroid

Obat anti tiroid. a) Propylthiouracil (PTU) 300 – 1000mg/hari peroral b) Methimazol 30 – 100mg/hari peroral

37

Obat ini menginterfensi ikatan iodine dan mencegah penggabungannya dengan iodotirosin di dalam kelenjar tiroid.Salah satu keuntungan dari terapi ini dari pada dengan terapi radio iodine dan tiroidektomi adalah dapat mengobati tanpa harus merusak jaringan, dan jarang terjadi keadaan hipotiroidism setelah terapi. Obat anti tiroid juga dapat digunakan sebagai terapi definitive atau sebagai terapi persiapan menuju operasi atau terapi radio aktif iodine. Hasil akhir yang diharapkan adalah membuat penderita sampai pada keadaan eutiroid state dan hilangnya gejala remisi. Pasien dengan kelenjar tiroid yang kecil mempunyai prognosis yang baik, gejala remisi yang memanjang sampai 18 bulan dari pengobatan dapat sembuh pada 30% dari pasien yang ada. Beberapa pasien dapat terjadi hipotiroidism karena terapi ini.Efek samping yang dapat terjadi adalah rashes, demam dan agranulositosis.Pengobatan harus dihentikan jika terjadi sakit tenggorokan dan demam. 2.

Radiologi Iodin (I131). Dapat digunakan secara aman pada pasien yang sudah diterapi sebelumnya

dengan obat anti tiroid dan sudah pada keadaan eutiroid.Indikasi terapi ini adalah untuk orang-orang yang sudah berusia 40 tahun keatas yang mempunyai resiko pembedahan, dan pada pasien dengan recurrent hipertiroidism.Terapi ini lebih murah dibandingkan dengan terapi dengan pembedahan.Terapi ini tidak boleh dilakukan pada pasien dengan leukemia, kanker tiroid, kelainan congenital, tetapi dapat disarankan untuk terapi tumor jinak tiroid.

38

Pada pasien yang masih muda bahaya radiasi harus diperhatikan dan dapat menjadi keadaan hipotiroid.Anak-anak dan wanita hamil tidak boleh diterapi dengan radio iodine.

-

Pembedahan Tiroid

Indikasi Tyroidektomi Subtotal 

Usia< 40 tahun.



Disertai nodul tiroid.



Anak-anak.



Wanita hamil.



Problem kardiologis akibat penyakit Graves.

Kontra indikasi operasi 

Penyakit Graves rekuren.



Alergi OAT.



Resiko tinggi untuk bedah/anestesi

Indikasi Tyroidektomi Total 

Karsinoma tiroid yang masih operable.



Struma endemik, kedua lobus kanan dan kiri patologis semua.



Goiter besar/ multinodular goiter



Kecurigaan keganasan



Penekanan ke organ sekitar (trakea, dll)



Tirotoksikosis residif setelahstop obat/ non responsif

39



Tx: tyrax 2 tahun tidak ada perbaikan



Cxtyrax: poliartritis, polineuritis, skin rash



Struma hipertiroid (tirotoksikosis)



Kosmetik

-

Kontra indikasi operasi



Karsinoma tiroid stadium lanjut (inoperabel).



Karsinoma tiroid anaplastic

Jenis pembedahan - Biopsi insisi, contoh indikasi: struma difus pradiagnosis - Biopsi eksisi, contoh indikasi: tumor (nodul) terbatas pradiagnosis - Tiroidektomi subtotal, contoh indikasi: hipertiroidi (Graves), struma nodosa benigna - Hemitiroidektomi

(istmolobektomi),

contoh

indikasi:

kelainan

unilteral

(adenoma) - Tiroidektomi total, contoh indikasi: keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar limfe - Tiroidektomi radikal, contoh indikasi: keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke kelenjar limfe regional. - Subtotal tiroidektomi Keuntungan dilakukan tiroidektomi adalah dapat menghilangkan keluhan, dan menurunkan insiden terjadinya hipotiroidism yang bisa didapat oleh terapi radio iodine. Dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi apa bila : -

Kelenjar tiroid yang sudah membesar.

40

-

Keganasan.

-

Terapi untuk anak dan wanita hamil.

-

Untuk pasien yang tidak dapat melakukan terapi jangka panjang. Kelenjar tiroid yang diangkat 3-8 g tanpa mengangkat kelenjar paratiroid

dan N. laryngeal. Angka kematian dari prosedur ini amatlah rendah, kurang dari 0,1%. Subtotal tiroidektomi adalah cara teraman dan tercepat dalam mengkoreksi keadaan tirotoksikosis, frekuensi timbulnya kembali hipertiroidism dan hipotiroidism tergantung dari jumlah tiroid yang diambil. Pada pembedahan yang berhasil dan persiapan preoperasi yang baik, cidera pada nervus laryngeal dan kel paratiroid didapatkan kurang dari 2% kasus. Jenis pembedahan yang paling sering dilakukan pada penderita struma multinodosa non toksik ialah tiroidektomi total (56%). Tiroidektomi total adalah tindakan pengangkatan seluruh kelenjar tiroid. Tiroidektomi total meminimalisir tingkat kekambuhan dan operasi berulang terhadap pasien struma multinodosa. Banyak ahli bedah yang masih melakukan tiroidektomi subtotal namun tiroidektomi total merupakan pilihan terbaik secara keseluruhan. Barczynski et al. Meneliti total 600 pasien struma multinodosa nontoksik dan membandingkan hasil akhir pembedahan tiroidektomi total, prosedur Dunhill (total lobektomi unilateral ditambah kontralateral lobektomi subtotal) dan subtotal tiroidektomi bilateral, masing-masing 200 pasien dan mendapatkan bahwa selama masa follow-up 5 tahun persentase angka kejadain kekambuhan struma setelah tiroidektomi total 0,52%, setelah operasi Dunhill 4,71%, dan kekambuhan setelah subtotal tiroidektomi 11,58%. Dari hasil tersebut

41

tiroidektomi total dapat dianggap sebagai prosedur pilihan untuk pasien dengan struma multinodosa non-toksik terkait dengan insiden kekambuhan struma yang rendah. Namun tiroidektomi total memiliki resiko pasca operasi yang lebih tinggi seperti hipoparatitoidisme dan paresis saraf laringeal. -

Radioterapi Radioterapi merupakan suatu terapi yang digunakan untuk mengobati

penyakit kanker dengan menggunakan sinar pengion yang merupakan gelombang elektromagnetik (sinar X dan sinar Gamma) atau energi partikel yang akan menghancurkan atau merusak sel kanker sehingga reproduksi selnya terhambat. Walaupun radiasi ini akan mengenai seluruh sel, tetapi umumnya sel normal lebih tahan terhadap radiasi dibandingkan dengan sel kanker. Radioterapi ini sudah umum digunakan untuk pasien kanker kepala dan leher. Tujuan perawatan Radioterapi pada penderita kanker ada 2, yaitu: 1. Pemberian terapi radiasi dengan tujuan kuratif, yaitu terapi radiasi yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan dan menghilangkan sel – sel kanker dengan menghindarkan kerusakan jaringan sehat disekitarnya seminimal mungkin. Biasanya terapi radiasi ini dilakukan pada kanker stadium dini yang perluasannya masih minimal dan bersifat radiosensitif. 2. Pemberian terapi radiasi dengan tujuan paliatif, yaitu terapi radiasi yang dilakukan dengan maksud mengurangi penderitaan penderita akibat penyakit kanker dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Disini penderita yang datang sudah dalam kondisi buruk dengan tumor yang telah bermetastase ke tempat lainnya.Jadi, terapi radiasi ini hanya bertujuan untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya.

42

Radioterapi yang biasa digunakan untuk karsinoma tiroid ini radioterapi eksternal (radioterapi konvensional) dan radioterapi internal (radioisotope therapy/ RIT). Radioterapi Eksternal ( Konvensional ) Pada terapi eksternal, alat sinarnya akan mengeluarkan sinar radiasi pada tempat kanker dan jaringan sekitarnya. Alat yang digunakan dapat berbeda, tergantung dari lokasi kanker.Dosis yang digunakan juga tergantung pada jenis dan luas tumor. Untuk kasus yang bersifat kuratif, dosis yang diberikan sebesar 50 sampai 70 Gy, sedangkan untuk terapi adjuvan sekitar 50 sampai 60 Gy. Radioterapi Internal ( Radioisotope Terapi ) Pada radioterapi internal jenis isotop radioaktif iodin yang digunakan adalah I 123 dan I 131. Radioaktif iodin ini berkonsentrasi dalam kelenjar tiroid sama seperti iodium pada umumnya, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis maupun pengobatan. Untuk diagnosa digunakan I 123 sedangkan untuk pengobatan yang bertujuan untuk menghancurkan kelenjar tiroid digunakan I 131. Radioaktif iodin yang tidak berada di dalam tiroid akan segera dieliminasi dari tubuh melalui kelenjar keringat dan urine.I 123 yang digunakan untuk melihat gambaran kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan injeksi intravena I 123 dalam dosis kecil, maka dalam jangka waktu 3-6 jam sudah dapat diambil gambarannya. Kamera yang digunakan serupa dengan X – ray atau CT scan. Sementara itu I 131 yang digunakan untuk pengobatan dilakukan dengan memasukkan I 131 ini kedalam tubuh dalam dosis yang kecil, sehingga I 131 ini akan masuk ke dalam pembuluh darah traktus gastrointestinalis. I 131 akan

43

melewati kelenjar tiroid yang kemudian akan menghancurkan sel – sel glandula tersebut. Hal ini akan memperlambat aktifitas dari kelenjar tiroid yang semula overaktif menjadi underaktif. Seorang ahli bedah tiroid dapat mengeluarkan seluruh bagian dari tiroid dengan komplikasi bedah yang paling minimal, sedangkan I 131 digunakan untuk menghancurkan kelenjar yang masih tersisa. Dalam kondisi ini, tidak diperkenankan menggunakan hormon pengganti selama beberapa minggu setelah terapi yang bertujuan menurunkan level hormon tiroid hingga dibawah normal. Dengan demikian, I 131 dapat bekerja secara maksimal untuk menghancurkan tiroid yang tersisa.Pasien dengan kanker tiroid residual atau telah menyebar ke regio belakang leher, dapat melakukan scanning menggunakan radioaktif. Adapun dosis yang digunakan adalah:1 1. Dosis kecil, yaitu sebesar 5-30 millicuries (mCi) pada penderita hipertiroid. 2. Dosis sedang, yaitu 25-75 mCi digunakan untuk mengecilkan ukuran tiroid yang membesar tetapi mempunyai fungsi yang normal. 3. Dosis besar, yaitu 30-200 mCi digunakan untuk menghancurkan sel kanker tiroid. Bila ahli radiologi akan memberikan dosis yang lebih tinggi, maka penderita akan diminta untuk tinggal diruang yang terisolasi selama 24 jam untuk menghindari paparan dengan orang lain. Radiasi I 131 ini tidak diperbolehkan dilakukan pada wanita hamil karena mengakibatkan rusaknya kelenjar tiroid pada bayi.Untuk itu, radioterapi ini memerlukan suatu keahlian yang khusus, proteksi serta pengawasan terhadap penderitanya. Komplikasi 1.

Perdarahan dari A. Tiroidea superior

2.

Dispneu

44

3.

Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-otot laring terjadikelemahan

4.

Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadilenih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid.Kemungkinan nervus terligasi saat operasi

45

Related Documents


More Documents from "Indira Selly"

Grafik Uap-cair
August 2019 37
Seli 2.docx
April 2020 22
Aceros Arequipa
November 2019 56
Trabajo Final De Ope I
November 2019 42