BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lansia 2.1.1. Definisi Lansia Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.1 Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu: 1. Usia pertengahan (middle age): usia 45-59 tahun 2. Lansia (elderly): usia 60- 74 tahun 3. Lansia tua (old): usia 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (very old): usia di atas 90 tahun Departemen Kesehatan RI memberikan batasan lansia sebagai berikut: 1. Pralansia, seseorang yang berusia antara 45-59 tahun 2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi, seseorang berusia 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. 4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghalilkan barang/jasa. 5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia biologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihan dari keadaan jaringan tubuhnya.2 Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Lansia sendiri bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemapuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan kemunduran fisik mental serta sosial secara bertahap.2 2.1.2. Teori Tentang Menua Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan kerusakan yang diderita. Proses menua terjadi pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu.fatmah2010 Terdapat beberapa teori penuaan yang diketahui, yaitu:2 1. Teori bedasarkan sistem organ (organ system based story) Teori ini berdasarkan dugaan adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan, misalnya sistem endokrin dan sistem imun. 2. Teori kekebalan tubuh (breakdown theory) Teori kekebalan tubuh ini memandang proses penuaan terjadi akibat adanya penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak lagi mempu mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, ataupun sel asing. 3. Teori kekebalan (autoimmunity) Teori ini menekankan bahwa tubuh lansia yang mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan antar sel normal dan tidak normal, dan muncul antibodi yang menyerang keduanya yang pada akhirnya menyerang jaringan itu sendiri. 4. Teori adaptasi stres (stress adaptation theory) Teori ini menjelaskan proses menua sebagai akibat adaptasi terhadap stres. Stres dapat berasal dari dalam maupun dari luar, juga dapat bersifat fisik, psikologik, maupun sosial. 5. Teori psikososial Semakin lanjut usia seseorang, semakin ia lebih memperhatikan arti hidupnya dan kurang memperhatikan isu-isu yang terjadi di sekelilingnya. 6. Teori kontinuitas Perubahan diri lansia dipengaruhi oleh tipe kepribadiannya. Seseorang yang sebelumnya sukses, pada usia lanjut akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya
serta dapat memelihara identitas dan kekuaran egonya karena memiliki tipe kepribadian yang aktif dalam kegiatan sosial 7. Teori sosiologik Menurunnya sumber daya dan meningkatnya ketergantungan, mengakibatkan keadaan sosial yang tidak merata dan menurunnya sistem penunjang sosial. 8. Teori penuaan ditinjau dari sudut biologis Proses penuaan biologis dihubungkan dengan perubahan dalam sel-sel tubuh disebabkan oleh: a. Memiliki batas maksimum untuk membelah diri sebelum mati b. Setiap spesies mempunyai karakteristik dan masa hidup yang berbeda c. Penurunan fungsi dan efisiensi selular terjadi sebelum sel mampu membelah diri secara maksimal
2.1.3. Perubahan Fisiologis Lansia Terdapat banyak perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia. Perubahan tersebut tidak bersifat petologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan fisiologis lansia antara lain:3 1. Sistem integumen Seiring proses penuaan, kulit akan kehilangan elastisitas dan kelembapannya. Lapiusan epitel menipis, serat kolagen elastis juga mengecil dan menjadi kaku. Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertubuhan kuku lebih lambarm kuku jadi lebih keras dan rapuh, kuku kaki tubuh secara berlebihan seperti tanduk, kelenjar keringan berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya, kesulitan mengatur suhu tubuh karena penurunan ukuran, jumlah dan fungsi kelenjar keringat serta kehilangan lemak subkutan. Suhu tubuh menurun secara fisiologis karena menurunnya metabolisme. Disamping itu lansia juga mengalami keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot. 2. Sistem muskuloskeletal
Sebagian besar lansia mengalami perubahan postur, penurunan rentang gerak dan gerakan melambat. Perubahan ini merupakan contoh dari banyaknya karakteristik normal lansia yang berhubungan dengan proses menua. Penurunan massa tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan lemah. Columavertebralis mengalami kompresi sehingga menyebabkan penurunan tinggi badan. Peningkatan jaringan adiposa, penurunan pembetukan kolagen dan massa otot serta penurunan vsikositas cairan sinovial, lebih banyak membran sinovial yang fibrotik. 3. Sistem neurologis Penurunan jumlah sel-sel orak sekitar 1% per tahun seletah usia 50 tahun. Hilangnya neuron dalam korteks serebral sebanyak 20%. Akibat penurunan jumlah neuron ini, fungsi neurotransmitter juga berkurang. Transmisi saraf lebih lambat, perubahan degeneratif pada saraf-saraf pusat dan sistem saraf perifer, hipotalamus kurang eektif dalam mengatur suhu tubuh, peningkatan ambang batas nyeri refleks kornea lebih lambat serta perubahan kualitas dan kuatitas tidur. 4. Sistem pernafasan Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas silia, paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimal menurun dan kedalaman nafas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang dan penurunan kekuatan otot pernafasan. 5. Sistem gastrointestinal Kehilangan gigi, indra pengecap mengalami penurunan, esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asamlambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristalik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah. 6. Sistem genitourinaria Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurunhingga 50%, fungsi tubulus berkurang,otot kandung kemih melemah,kapsitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang airkecilmeningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensiurine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaranprostat hingga ± 75% dari besar normalnya.
7. Sistem kardiovaskular Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. 8. Sistem sensori Penurunan daya akomodasi mata, penurunan adaptasi terang-gelap, lensa mata menguning, perubahan persepsi warna, pupil lebih kecil, kehilangan pendengaran untuk frekuensi nada tinggi, penebalan membran timpani, kemampuan mengecap dan menghidu biasanya menurun, penurunan jumlah reseptor kulit dan penurunan fungsi sensasi akan posisi tubuh. 2.1.4. Masalah Lanjut Usia3 1. Masalah Kesehatan Meningkatnya jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks bagi lanjut usia itu sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Secara alami proses menjadi tua mengakibatkan para lanjut usia mengalami perubahan fisik dan mental. Transisi demografi ke arah menua akan diikuti oleh transisi epidemiologi ke arah penyakit degeneratif seperti rematik, diabetes, hipertensi, jantung koroner, neoplasma. 2. Masalah Sosial dan Ekonomi Tingkat risiko penduduk lanjut usia di Indonesia dinilai dari latar belakang pendidikan dan ekonominya. Lanjut usia yang hidup sendiri, kurang aman secara finansial dan kurang punya akses untuk pengobatan bila sakit dan cacat dibandingkan dengan yang mempunyai pasangan. Di sisi lain, tidak terbuka lapangan pekerjaan bagi lanjut usia, baik di Indonesia maupun sebagian negara sedang berkembang lainnya. Pada negara yang cakupan jaminan sosialnya terbatas, aktivitas ekonomi dapat digunakan sebagai suatu tanda yang mewakili jaminan finasial dan kebebasan, demikian juga dengan pekerjaan yang produktif merupakan kunci pemberdayaan warga lanjut usia. 2.2. Posyandu Lansia4 Posyandu adalah suatu wadah komunikasi tekhnologi dalam pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta
pembinaan tekhnis dari petugas kesehatan. Posyandu merupakan unit kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan pembimbing dari tenaga kesehatan dari Puskesmas yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia merupakan suatu forum komunikasi, alih tehnologi dan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai stategis untuk pengembangan sumber daya manusia, khususnya Lanjut Usia. Pelayanan yang dilakukan di posyandu merupakan pelayanan ujung tombak dalam penerapan kebijakan pemerintah untuk pencapaian lanjut usia sehat, mandiri dan berdaya guna. Oleh karena itu arah dari kegiatan posyandu tidak boleh lepas dari konsep active ageing/menua secara aktif. Active Ageing adalah proses optimalisasi peluang kesehatan, partisipasi dan keamanan untuk meningkatkan kualitas hidup di masa tua. Jika seseorang sehat dan aman, maka kesempatan berpartisipasi bertambah besar. Masa tua bahagia dan berdayaguna tidak hanya fisik tetapi meliputi emosi, intelektual, sosial, vokasional dan spiritual yang dikenal dengan dimensi wellness. Wellness merupakan suatu pendekatan yang utuh untuk mencapai menua secara aktif. Lebih jelasnya, konsep keenam dimensi wellness secara utuh mencakup beberapa hal sebagai berikut: 1. Fisik Mampu menjaga kesehatan fisik, melalui kebiasaan makan yang baik, olah raga teratur, perawatan kesehatan serta menggunakan pelayanan kesehatan yang sesuai. 2. Emosional Mampu mengekspresikan perasaannya dan dapat menerima perasaan orang lain, serta memandang hidup secara positif; kemampuan untuk membentuk hubungan dengan orang lain didasarkan pada komitmen bersama, kepercayaan, dan rasa hormat adalah bagian penting dari kesehatan emosional. 3. Intelektual Mampu mempertahankan kemampuan intelektualnya melalui pendidikan formal maupun informal, serta kegiatan kognitif lainnya, misalnya membaca, menulis, dan melukis; berbagi pengetahuan dan skill dengan orang lain. 4. Sosial Berkontribusi terhadap lingkungan dan masyarakat; saling ketergantungan dengan orang lain dan alam; mampu hidup berdampingan secara harmonis dengan sesama dalam kehidupan sosial.
5. Vokasional Mampu memberdayakan diri dalam berbagai aktivitas, baik sebagai relawan maupun pekerjaan yang membuahkan penghasilan sehingga memperoleh kepuasan. 6. Spiritual Mampu menghargai dan mensyukuri hidup dan kehidupan. 2.2.2. Sumber Daya Manusia Tenaga yang dibutuhkan dalam pelaksanaan posyandu sebaiknya 8 orang namun bisa kurang dengan konsekuensi bekerja rangkap. Kepengurusan yang di anjurkan adalah: 1. Ketua Posyandu 2. Sekretaris 3. Bendahara 4. Kader sekitar 5 orang : a) Meja 1 tempat pendaftaran b) Meja 2 tempat penimbangan dan pencatatan berat badan, pengukuran dan pencatatan tinggi badan serta penghitungan index massa tubuh (IMT) c) Meja 3 tempat melakukan kegiatan Pemeriksaan dan pengobatan sederhana (tekanan darah, gula darah, Hb dan pemberian vitamin, dan lain - lain) d) Meja 4 tempat melakukan kegiatan konseling (kesehatan, gizi dan kesejahteraan) e) Meja 5 tempat memberikan informasi dan melakukan kegiatan sosial (pemberian makan tambahan, bantuan modal, pendampingan, dan lain – lain sesuai kebutuhan) 2.2.3. Tugas dan Fungsi 1. Ketua Posyandu
Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukan posyandu
Bertanggung jawab terhadap kerjasama dengan semua stake holder dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan posyandu
2. Sekretaris
Mencatat semua aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta pengendalian posyandu.
3. Bendahara
Pencatatan pemasukan dan pengeluaran serta pelaporan keuangan posyandu
4. Kader
Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan pada kegiatan posyandu.
Memobilisasi sasaran pada hari pelayanan posyandu.
Melakukan pendaftaran sasaran pada pelayanan posyandu lanjut usia.
Melaksanakan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan para lanjut usia dan mencatatnya dalam KMS atau buku pencatatan lainnya.
Membantu petugas dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan pelayanan lainnya.
Melakukan penyuluhan ( kesehatan, gizi, sosial, agama dan karya) sesuai dengan minatnya.
2.2.4. Mekanisme Kerja Untuk memberikan pelayanan kesehatan dan sosial yang prima terhadap lanjut usia di kelompoknya, dibutuhkan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang benar dan tepat waktu, serta pengendalian yang akurat. 1. Perencanaan
Dalam menyusun perencanaan dibutuhkan data-data:
Jumlah penduduk dan KK di wilayah cakupan
Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah cakupan
Jumlah lanjut usia keseluruhan (per kelompok umur)
Kondisi kesehatan lanjut usia di wilayah cakupan
Jumlah lanjut usia yang mandiri
Jumlah lanjut usia yang cacat
Jumlah lanjut usia terlantar, rawan terlantar dan tidak terlantar.
Jumlah lanjut usia yang produktif
Jumlah lanjut usia yang mengalami tindakan penelantaran, pelecehan, pengucilan dan kekerasan
Data tersebut diatas dapat diperoleh dari Kelurahan/Desa atau melalui PKK dengan kegiatan Dasawisma dimana satu kader membina 10 keluarga. Untuk sosial ekonomi, mandiri dan cacat serta produktif harus dibuat kriteria yang jelas. Rencana yang perlu disusun adalah:
Frekuensi kegiatan posyandu lanjut usia
Jenis kegiatan posyandu
Tenaga pelaksana kegiatan
Biaya kegiatan posyandu
Pengembangan kegiatan lanjut usia
Frekuensi kegiatan posyandu tergantung dari banyaknya jenis kegiatan yang dilakukan posyandu tersebut. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
Kegiatan pengukuran IMT melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan. Kegiatan ini dilakukan 1 bulan sekali.
Kegiatan pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 1 bulan sekali, namun bagi yang menderita tekanan darah tinggi dianjurkan setiap minggu. Hal ini dapat dilakukan di puskesmas atau pada tenaga kesehatan terdekat.
Kegiatan pemeriksaan kadar haemoglobin darah (Hb), gula darah dan kolesterol darah. Bagi lanjut usia yang sehat cukup di periksa setiap 6 bulan. Namun bagi yang mempunyai faktor resiko seperti turunan kencing manis, gemuk sebaiknya 3 bulan sekali dan bagi yang sudah menderita maka dilakukan di posyandu setiap bulan. Kegiatan pemeriksaan laboratorium ini dapat dilakukan oleh tenaga Puskesmas atau dikoordinasikan dengan laboratorium setempat.
Kegiatan konseling dan penyuluhan kesehatan dan gizi harus dilakukan setiap bulan karena permasalahan lanjut usia akan meningkat dengan seiring waktu, selain itu dapat memantau faktor risiko penyakit-penyakit degeneratif agar masyarakat mengetahui dan dapat mengendalikanya.
Konseling usaha ekonomi produtif dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan aktivitas fisik/senam dilakukan minimal 1 minggu sekali diluar jadwal penyelenggaraan posyandu.
2. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan posyandu dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati. Kegiatan tersebut di atas diatur sesuai dengan ketenagaan dan waktu tersedia dan dapat dilakukan pada sebuah gedung, dibawah tenda ataupun di tempat terbuka. 3. Pengendalian Pengendalian dilakukan dengan melaksanakan monitoring dan evaluasi. Apapun bentuk kegiatan yang dilakukan, perlu dimonitoring dan dievaluasi untuk mengetahui
tingkat berhasilan ataupun perkembangan, serta hambatan dan peluang. Demikian pula halnya dengan posyandu lanjut usia. Pengendalian dapat dikelompokan menjadi pengendalian internal dan eksternal. Pengendalian Internal adalah pengendalian yang dilakukan oleh tenaga posyandu, sedangkan pengendalian eksternal adalah pengendalian yang dilakukan oleh pihak luar seperti lanjut usia, masyarakat sekitarnya, atau pihak luar lainnya. Pengendalian eksternal ini penting dilakukan karena memberikan hasil yang lebih objektif. Untuk melakukan evaluasi secara baik dan akurat diperlukan beberapa indikator. 2.2.5. Pembiayaan Biaya Posyandu Kegiatan posyandu merupakan kegiatan partisipasi masyarakat, dari masyarakat untuk masyarakat. Secara umum biaya berasal dari masyarakat itu sendiri melalui berbagai cara antara lain : -
iuran dari para warga
-
donatur tidak tetap atau tetap
-
usaha mandiri dari posyandu
-
bantuan dari dunia usaha/CSR (corporate socialresponsibilty)
-
bantuan dari kelurahan
-
subsidi pemerintah
-
dll
Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan RI. 2017. Analisis Lansia di Indonesia. Pusat Data dan Informasi. Jakarta. 2. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta 3. Bahtiyar, Lutfi (2011) GDS: Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar BoedhiDarmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 4. Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lansia. Jakarta