BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pusaka Berbagai penelitian dan percobaan sudah dilakukan agar penggunaan baja struktural dapat lebih maksimal dan lebih baik dari waktu ke waktu antara lain : 1. Analisa Rangka Baja Pada Hanggar Menggunakan Finite Element Method Dengan Aplikasi SAP (Structure Analysis Program) oleh Rudy Djamaluddin dkk (2017) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan batang skur pada struktur rangka baja hangar. Data diambil melalui sebuah studi kasus hangar yang telah roboh sebagai sebuah pendekatan tinjauan hubungan perilaku batang skur dengan berbagai jenis model dan tumpuan di salah satu bentangnya dengan bentang 90 meter dan tinggi sekitar 18 meter. Studi kasus ini merupakan studi lapangan pada sebuah struktur yakni Hanggar Balai Besar Kalibrasi Bandar Udara Sultan Hasanuddin yang rubuh pada hari Minggu, 9 Maret 2015. Gedung Hanggar merupakan sebuah struktur terbuka dengan komponen strukturnya adalah struktur rangka baja yang didudukkan pada kolom beton. Penelitian ini diutamakan pada mencari besarnya kekuatan struktur hanggar berbagai model
dalam kapasitasnya menahan beban luar secara analisis dengan Metode
Elemen Hingga (MEH), menggunakan Aplikasi SAP (Structure Analysis Program).
8
9
2. Pemodelan Konstruksi Portal Rangka Baja Berbasis Finite Element Method (FEM) oleh Jodie Prayogo (2015) Melakukan pengujian laboratorium terhadap struktur portal rangka baja hanggar dengan bentang 90 meter dan tinggi sekitar 18 meter dengan Metode Elemen Hingga (MEH) LUSAS 15.0. FEM LUSAS adalah salah satu dari berbagai aplikasi pemodelan struktur yang banyak beredar. FEM LUSAS dapat menghasilkan nilai lendutan, gaya aksial, gaya geser, momen lentur, faktor tekuk dan masih banyak lagi dalam tampilan yang sangat menarik. Kombinasi pembebanan sangat mudah dilakukan di LUSAS. Dalam penelitian ini dibuat 6 model Hanggar Sultan Hasanuddin dengan variasi pemasangan skur dan variasi pemasangan perletakan. Dibuat juga 4 kombinasi pembebanan dari beban mati, beban angin, dan beban hidup yang terdiri dari 1D, 1D+0,6W, 0,6D+0,6W, dan 1L. Model 1 yang memiliki pemasangan skur di kedua ujung serta pemasangan perletakan sendi di bawah kolom dan tambahan sendi di sambungan skur-kolom dan kolom-baja merupakan model yang paling mampu menahan gayagaya luar. Lendutan terbesar yang terjadi di model 1 hanya sebesar 0,046 meter merupakan lendutan terkecil jika dibandingkan dengan model lainnya. Berdasarkan hasil pemodelan FEM LUSAS 15.0.1 rangka portal baja dari berbagai model maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu penggunaan skur dalam pembuatan struktur portal rangka baja hanggar dirasa penting sebab dapat mengurangi gaya tekan yang bekerja pada profil dan meningkatkan gaya tarik,
10
tegangan yang diderita oleh batang bisa menurun hingga 94,03%. Penambahan skur dalam perancangan portal rangka baja pada kombinasi pembebanan 1 dapat mengurangi tegangan dari 449,242 MPa menjadi 27,667 MPa, gaya tekan 740,625 kN menjadi 445,726 kN, dan gaya tarik dari 468,308 kN menjadi 185,78 kN. Penambahan perletakan sendi di sambungan antara kolom dan profil serta sambungan antara kolom dan skur pada pembebanan 1 dapat mengurangi gaya tekan dari 740,625 kN menjadi 331,394 kN, gaya tarik dari 445,726 kN menjadi 65,929 kN. 3. Pengaruh Variasi Bentuk Penampang Kolom Terhadap Perilaku Elemen Struktur Akibat Beban Gempa oleh Krisnamurti dkk (2013) Penulis meneliti mengenai pengaruh bentuk penampang kolom terhadap keruntuhan struktur gedung perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kolom mana yang memberikan pengaruh terbaik dalam mencegah keruntuhan struktur gedung. Penelitian ini menggunakan model gedung dengan penampang kolom persegi, persegi panjang dan lingkaran. Beban gempa dihitung dengan menggunakan metode statik ekuivalen. Elemen struktur masing – masing gedung diperiksa kapasitasnya dan dilakukan pemeriksaan keruntuhan setelah ditambahkan beban gempa. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa balok pada struktur gedung dengan kolom persegi panjang lebih cepat runtuh daripada balok pada struktur gedung dengan kolom persegi dan lingkaran, baik pada keruntuhan lentur maupun keruntuhan geser. Kapasitas kolom lingkaran dalam menerima beban aksial lebih besar 11%
11
daripada kolom persegi dan persegi panjang. Dari analisis kapasitas penampang didapatkan bahwa kolom persegi panjang dapat menahan momen arah X lebih baik daripada kolom persegi dan lingkaran, namun sebaliknya kolom persegi panjang lebih lemah dalam menerima momen arah Y daripada kolom persegi dan lingkaran. Kolom persegi dan lingkaran relatif stabil dalam menerima momen dari arah X maupun Y.
4. Evaluasi Kinerja Struktur Baja Tahan Gempa dengan Analisa Pushover oleh Edy Purnomo dkk (2014) Menganalisa perilaku inelastis struktur baja tahan gempa dari berbagai macam intensitas gerakan tanah (gempa), sehingga dapat diketahui kinerjanya pada kondisi kritis. Program SAP2000 telah menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk perencanaan berbasis kinerja seperti yang terdapat pada FEMA 273/356 , meskipun demikian ada beberapa hal yang masih memerlukan cara perhitungan manual , antara lain menentukan waktu getar alami efektif pasca leleh yaitu pembuatan kurva bi-linier berdasarkan kurva pushover dan menentukan titik evaluasi kinerja (target perpindahan, δT). Titik evaluasi kinerja atau target displacement , δT , merupakan hal yang penting untuk mengevaluasi kinerja struktur terhadap suatu gempa rencana, menjadi indikasi sejauh mana kondisi struktur bila ada gempa tertentu. Ternyata beberapa metode yang digunakan untuk menentukan δT tersebut memberikan hasil yang berbeda satu sama lain. Metode yang sudah built-in di program SAP2000 yaitu metode Spektrum Kapasitas, memberi nilai δT yang paling kecil dibanding tiga
12
metode lain yang ditinjau. Kebetulan ketiga metode tersebut belum tersedia secara built-in dalam program SAP2000 dan harus dihitung secara manual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Koefisien Perpindahan FEMA 273/356 dan persyaratan Kinerja Batas Ultimit SNI 1726 menghasilkan nilai δT menentukan. Meskipun portal arah X berperilaku elastis pada gempa rencana, tetapi perilaku pasca leleh secara keseluruhan bersifat kurang daktail dibanding portal arah Y. Hal itu disimpulkan berdasarkan bentuk kurva pushover yang dihasilkan. Pada portal X, kurva pushover berhenti pada suatu titik puncak setelah leleh dan mengalami “fail” yang mendadak. Sedangkan kurva pushover portal Y , setelah titik puncak masih mampu menunjukkan perilaku penurunan kekuatan yang bertahap yang diikuti deformasi yang besar. Meskipun kedua portal (arah pendek dan memanjang) telah memenuhi kriteria perencanaan biasa, tetapi ternyata perilaku pasca leleh diantara keduanya berbeda. Hal tersebut tidak bisa dideteksi tanpa melakukan analisa pushover. 5. Pengaruh Bentuk Badan Profil Baja Ringan Terhadap Kuat Tekan oleh Kezia Ruus (2017) Penelitian dilakukan terhadap profil kanal C dengan tiga bentuk modifikasi bentuk badan profil dimana mutu baja ringan mengikuti standar Australia (AS1397) yaitu G550 yang diaplikasikan pada seluruh profil yang akan dianalisis. Selanjutnya dilakukan pemodelan finite element dengan program Ansys Mechanical APDL. Analisis linear bukling (eigen buckling) digunakan untuk memperoleh besarnya
13
beban kritis tekuk profil dan mode keruntuhan struktur. Setelah diperoleh besar beban kritis tekuk, maka hasil tersebut dibandingkan antara profil kanal C tanpa modifikasi badan profil (C1) dengan profil kanal C yang dimodifikasi bentuk badan profilnya (C2, C3 dan C4). Dari analisis eigen buckling dengan finite element model diketahui bahwa dengan memodifikasi bentuk badan profil dapat mereduksi tekuk lokal yang terjadi pada badan profil sehingga dapat meningkatkan kemampuan tekan. Persentase peningkatan beban kritis yang terjadi pada short column sebesar 1.46%2.16%, untuk intermediate column sebesar 0.08%-1% dan untuk long column sebesar 0.1%-0.12%. Peningkatan beban kritis terbesar terjadi pada profil C3 untuk semua angka rasio kelangsingan yang dianalisis.
2.2 Landasan Teori 2.2.1
Sifat – Sifat Mekanik Baja Seorang ahli struktur harus memahami sifat – sifat mekanik dari baja agar
dapat memahami perilaku suatu struktur baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat – sifat mekanik material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat – sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda
14
uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan. Gambar 3.1 dan 3.2 menunjukkan suatu hasil uji tarik material baja yang dilakukan pada suhu kamar serta dengan memberikan laju regangan yang normal. Tegangan nominal (f) yang terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu vertikal, sedangkan regangan (e) yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula–mula ( D L/L) diplot pada sumbu horizontal. Gambar 3.1 merupakan hasil uji tarik dari suatu benda uji baja yang dilakukan hingga benda uji mengalami keruntuhan, sedangkan Gambar 3.2 menunjukkan gambaran yang lebih detail dari perilaku benda uji hingga mencapai regangan sebesar ± 2%.
Gambar 3.1 Kurva Hubungan Tegangan ( f ) vs Regangan (↋ ) (Sumber: Setiawan, A. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, 2013)
15
Gambar 3.2 Kurva Hubungan Tegangan (f) – Regangan (↋ ) yang Diperbesar (Sumber: Setiawan, A. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, 2013) Titik – titik penting dalam kurva tegangan – regangan antara lain adalah : 𝑓𝑝
: batas proporsional
𝑓𝑒
: batas elastis
𝑓𝑦𝑢 ,𝑓𝑦 : tegangan leleh atas dan bawah 𝑓𝑢
: tegangan putus (Ultimate Stress)
↋𝑠ℎ
: regangan saat mulai terjadi efek strain–hardening (penguatan regangan)
↋𝑢
: regangan saat tercapainya tegangan putus
Titik – titik penting ini membagi kurva tegangan – regangan menjadi beberapa daerah sebagai berikut :
16
a. Daerah linear antara 0 dan 𝑓𝑝 , dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E (= f /↋). b. Daerah elastis antara 0 dan fe, pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis. c. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 – 1,5%, pada bagaian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar 𝑓𝑦 . Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar – benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis. d. Daerah penguatan regangan (strain–hardening) antara esh dan eu. Untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain–hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan (𝐸𝑠𝑡 ).
17
Dalam perencanaan struktur baja, SNI 1729–2015 mengambil beberapa sifat – sifat mekanik dari material baja yang sama yaitu : Modulus Elastisitas, E
= 29.000 ksi (200.000 MPa)
Modulus Geser, G
= 11.200 ksi (72.200 MPa)
Angka poisson
= 0,3
Koefisien muai panjang, α
= 12.10−6 /°C
Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, SNI 03–1729– 2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5 kelas mutu yang disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural Tegangan Putus Jenis Baja minimum, 𝑓𝑢 (MPa) BJ 34 340 BJ 37 370 BJ 41 410 BJ 50 500 BJ 55 550 (Sumber: SNI 03-1729-2002) 2.2.2
Tegangan Leleh minimum, 𝑓𝑦 (MPa) 210 240 250 290 410
Regangan minimum (%) 22 20 18 16 13
Penampang Profil Baja Bentuk penampang profil baja dipengaruhi oleh proses yang digunakan untuk
membentuk baja tersebut. Sebagian besar baja dibentuk oleh proses hot–rolling (penggilingan dengan pemanasan) atau cold–forming (pembentukan dengan pendinginan).
18
Penggilingan dengan pemanasan (hot–rolling) adalah proses pembentukan utama di mana bongkahan baja yang merah menyala secara besar-besaran digelindingkan di antara beberapa kelompok penggiling. Metode giling panas ini menghasilkan berbagai jenis penampang baja, seperti siku, Wide Flange, T-Beam, H-Beam dengan berbagai jenis ukuran serta ketebalan. Contoh bentuk profil baja hot–rolling dapat dilihat pada Gambar 3.3
19
Gambar 3.3 (a) Equal Angle (b) Wide Flange (c) H-Beam (d) King Cross (e) Queen Cross (f) Tee Section/ T-Beam (Sumber: www.gunungsteel.com)
Pembentukan dengan pendinginan (cold–forming) adalah metode lain yang digunakan untuk membuat komponen – komponen baja dalam jumlah yang besar. Dalam proses ini, lembaran baja tipis datar yang telah dihasilkan dari proses penggilingan dengan pemanasan dilipat atau dibengkokkan dalam keadaan dingin untuk membentuk penampang melintang struktur Metode bentukan dingin dapat digunakan untuk menghasilkan penampang dengan ketebalan tipis, seperti Lip Channel, Z–section atau pada pembuatan penampang baja ringan. Contoh bentuk profil baja cold–forming dapat dilihat pada Gambar 3.4.
20
Gambar 3.5 (a) Light Lip Channel (b) Z–Section (c) Cell Form (d) Honey Comb (Sumber: www.gunungsteel.com)
2.2.3
S
2.2.4
S
2.2.5
S
2.2.6
S
2.2.7