Bab 2 Ns Fix.docx

  • Uploaded by: Marisa Fatkiya
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Ns Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,113
  • Pages: 14
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cedera kepala merupakan suatu proses yang progresif. Berdasarkan progresivitasnya, cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala primer (Initial/primary injury), cedera sekunder (Secondary injury), dan Secondary brain insults. Tulang tengkorak terdiri dari 3 lapisan yaitu Tabula eksterna,diploe, dan tabula interna. (Satyanegara,) Fraktur tengkorak adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Ariffin,2012) Fraktur deprsessed adalah fraktur dengan tabula eksterna pada tepi fraktur terletak dibawah level anatomic normal tabula internatulang tengkorak disekitarnya yang masih utuh. Pada jenis fraktur ini, energy benturan yang besar didistribusikan pada daerah yang tidak terlalu luas, misalnya pukulan palu. Dapat menyebabkan laserasi duramater atau kontusio parenkim otak dibawahnya. Pada gambaran radiologis akan terlihat area double density karena adanya bagian tulang yang tumpang tindih (Satyanegara,).

Gambar 2.1. Fraktur Depressed (Ariffin,2012)

7

2.2 Epidermiologi Kasus trauma kepala masih merupakan masalah yang serius di RSUD dr Soetomo. Dari data pasien cedera otak yang datang ke RSUD Dr. Sutomo sejak tahun Januari 2002 hingga Desember 2013, didapatkan data: 

Angka kematian pada semua tingkat keparahan cedera kepala berkisar antara 6,171 % hingga 11,22 %. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar literatur internasional, yaitu berkisar antara 3-8 %.



Berdasarkan tingkat keparahannya, mortalitas pasien cedera otak berat masih tinggi, berkisar antara 25,13% hingga 37,14%, dengan kecenderungan menurun. Angka ini relatif tinggi dibanding dengan literatur yaitu 22 %.



Angka operasi berkisar antara 18,87% sampai 25,27% dari seluruh pasien cedera otak yang datang ke IRD (Wahyuhadi, et al. 2014)

Fraktur depressed tersering terjadi pada frontoparietal (75%), dan juga dapat terjadi pada bagian temporal (10%), occipital (5%), dan lainnya (10%). Fraktur depressed sering terjadi pada frontoparietal karena tulang pada bagian tersebut tipis dan cenderung terkena serangan dari penyerang. Fraktur depressed dapat merupakan fraktur tertutup atau terbuka. Kebanyakan fraktur depressed adalah fraktur terbuka. Pada bayi yang baru lahir, fraktur depressed “ping-pong” terjadi sekunder pada kepala bayi ketika tertekan tulang sacral promontorium ibu ketika kontraksi uterus. Penggunaan forceps juga dapat menyebabkan fraktur pada kepala bayi, namun jarang terjadi. (Arifin,2012).

2.1 Anatomi Anatomi dari lapisan kranial: 8

2.3.1

Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan perikranium (Japardi,2002)

2.3.2

Calvaria Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai

kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada

permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah (Pearce, EC.,2008).

2.3.3

Selaput meningen Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang.Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu: a.Durameter (Lapisan sebelah luar) Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak.

9

b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah) Selaput

arakhnoid

merupakan

selaput

halus

yang

memisahkan durameter dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. c. Piameter (Lapisan sebelah dalam) Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium

memisahkan

cerebrum dengan cerebellum (Pearce,

EC.,2008)..

Gambar 2.2 Lapisan Duramater (Pearce,EC., 2008)

2.3.4

Otak Otak manusia terdiri dari cerebrum, cerebellum, dan batang otak. Cerebrum terdiri dari hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh .falks cerbri. Pada hemisfer kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara manusia serig disebut sebagi hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, motoric, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorikdan orientasi ruang. 10

Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab

dalam

proses

penglihatan.

Batang

otak

terdiri

dari

mesencephalon, pons, dan medulla oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai ke medua spinalis dibawahnya. Lesi

sedikit saja pada batang otak sudah dapat

mengakibatkan deficit neurologis yang berat. Sedangkan serebellum bertanggung jawab dalam fungsikoordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan engan medulla spinali, batang otak, dan juga kedua hemisfer cerebri (Pearce, EC.,2008).

2.3 Gambar Lapisan Kranial

2.2 Mekanisme terjadi fracture depressed Frakur depat terjadi akibat adnya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau obliq, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, dan fraktur dislokasi, kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak. Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak. Dan bahkan kontraksi otot yang ektrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdpat tekanan yang berlebihan pada tulang. Penyebab umum untuk fraktur akibat trauma capitis adalah jatuh (28%), kecelakaan kendaraan bermotor (20%), pedestrian impact (19 %) dan penyerangan (11%) 11

Fraktur depresi disebabkan oleh impact loading (beban benturan) merupakan jenis beban dinamik yang lebih sering terjadi dan pada umumnya merupakan kombinasikekukatan kontak (contact forces) dan kekuatan lanjut akibat gaya inersia. Contact forces . Benturan kontak langsung pada cranium dapat mengakibatkan distorsi local dan distribusi gelombang tekanan dari permukaan cranium sampai ke bagian otak yang lebih dalam(SCALP-kranium-selaput otak-parenkim). Biasanya cedera benturan melibatkan energy benturan berkekuatan tinggi (<50 mili/detik). Objek-objek yang lebih besardari 5 cm akan mengakibatkan deformitas local tengkorakyang cenderung melekuk kedalam tepat pada daerah benturan, fraktur depresi lokal kebanyakan disebabkan oleh objek-objekdengan permukaan yang luasnya < 5 cm2 (Satyanegara,2014). 2.3 Patofisiologi Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Meskipun tengkorak sangat sulit retak dan memberikan perlindungan yang sangat baik untuk otak, trauma yang parah atau pukulan dapat mengakibatkan fraktur tengkorak, ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifiasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka duramater rusak dan fraktur tertutup duramater. Fraktur kubah kranial menyebabkan begkak pada pada sekitar fraktur dan karena alas an kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan rongten, fraktur basis cranii cenderung melintasi sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan pedarahan dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS dari telinga dan hidung. Patah tulang tengkorak juga bisa meluka arteri dan vena yang kemudian berdarah ke dalam ruang di sekitar jaringan otak. Patah tulang terutama pada bagian belakang dan bawah atau dasar tengkorak. Bisa merobek meningen lapisan jaringan yang menutupi otak. Bakteri dapat masuk ke tengkorak melalui patah tulang tersebut menyebabkan infeksi dan kerusakan otak parah kadang-kadang potongan tulang tengkorak retak tertekan ke dalam dan merusak otak. Jenis patah tulang fraktur disebut fraktur deprese, patah tulang tengkorak mungkin mengekspose otak dengan lingkungan dan bahan asing yang menyebabkan infeksi dan pembentukan abses di dalam otak. (Arifin,2012)

12

2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala berat nilai GCS nya 3-8 b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil. c. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia). d. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling(Netiari,2014).

2.5 Diagnosis 2.7.1

Anamnesis Dapat dilakukan pada penderita sendiri atau keluarga pasien karena

seringkali pasien fraktur tulang tengkorak mengalami penurunan kesadaran. Oleh karena trauma tulang tengkorak merupakan kasus gawat darurat, anamnesis dapat dilakukan setelah dilakukan primary survey terhadap pasien. Tanyakan MOI, apa yang membentuk kepala, arah benturan, dan bagian kepala mana yang terbentur. Dapat juga ditanyakan tanda atau gejala tambahan yang biasa terjadi pada trauma tengkorak seperti: pingsan, kejang, pusing, sakit kepala, hilang keseimbangan, mual muntah, amnesia. Kira-kira 25% dari pasien dengan fraktur Depressed tidak didapatkan adanya penurunan kesadaran dan 25% lainnya didapatkan adanya penurunan kesadaran <1 jam.

2.7.2

Pemeriksaan fisik Primary Survey Primary survey merupakan suatu penilaian dan prioritas

terapi

berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Proses ini merupakan tahap awal penanganan trauma dan usaha untuk mengenali 13

keadaaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan ketentuan mengikuti urutan yang diawali oleh “A” (Airway) yaitu menjaga airway dengan kontrol servikal, kemudian “B” (Breathing) yaitu menjaga pernapasan dengan ventilasi, “C” (Circulation) yaitu dengan kontrol perdarahan, “D” (Dissability) yaitu dengan menilai status neurologis pasien, dan “E” (Exposure/environmental control) dilakukan dengan membuka pakaian penderita, tetapi cegah hipotermi. a. Airway Pada airway yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas yang meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan

oleh

benda

asing,

fraktur

tulang wajah,

fraktur

maksila/mandibula, dan fraktur laring/trakea. b. Breathing Breathing yaitu menjaga pernafasan dengan ventilasi. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru-paru, dinding dan diafragma. Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paruparu. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara/darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi c. Circulation Circulation yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk mengontrol perdarahan. Suatu keadaan hipotensi pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai dapat dipastikan bahwa pasien tidak mengalami hipovolemia. Ada tiga penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi. Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran. Namun, perlu diingat bahwa penderita yang sadar juga belum tentu normo-volemik. Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan kulit

ekstremitas

yang

pucat

merupakan

tanda

hipovolemik.

Pemeriksaan nadi dilakukan pada pembuluh nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis kiri dan kanan untuk kekuatan nadi, 14

kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volemik, sedangkan nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemik, biasanya terjadi pada penderita trauma d. Disability dissability yaitu dengan menilai status neurologis pasien. Menjelang akhir dari tahap primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sistem skoring sederhana untuk menaksir tingkat kesadaran (table 2.1). Exposure (kontrol lingkungan) dilakukan dengan cara membuka semua pakaian penderita, biasanya dengan cara digunting, yang bertujuan untuk memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian pasien dibuka, pasien diselimuti agar tidak terjadi hipotermi pada pasien.

Secondary Survey Secondary survey dilakukan setelah primary surivey selesai, resusitasi telah dilakukan dan airway, breathing, circulation penderita telah membaik. Secondary survey adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan anamnesis, termasuk re-evaluasi tanda vital. Anamnesis meliputi riwayat AMPLE. AMPLE yaitu Allergy, Medication, Past Illness (penyakit penyerta)/kehamilan, Last Meal dan Event/environment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan. Anamnesis allergy meliputi riwayat alergi yang dimiliki pasien. Medication meliputi riwayat obat yang sedang dikonsumsi saat ini. Past illness merupakan riwayat penyakit yang sedang diderita dan kehamilan. Anamnesa last

meal

meliputi

riwayat

makanan

yang

terakhir

di

konsumsi.

Event/environtment yaitu anamnesa mengenai lingkungan yang berhubungan dengan kejadian perlukaan. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kepala, pemeriksaan rongga mulut dan maksilofasial, pemeriksaan vertebra servikalis, pemeriksaan torak, pemeriksaan abdomen, pemeriksaaan perineum/rektum/vagina, pemeriksaan muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan kepala meliputi seluruh kulit kepala dan kepala harus diperiksa akan adanya luka, kontusio, dan fraktur. Pemeriksaan rongga mulut meliputi pemeriksaan jaringan lunak, saraf, tulang dan gigi geligi. Sedangkan pemeriksaan maksilofasial hanya dilakukan pada jaringan lunak, saraf dan tulang saja. Pemeriksaan rongga mulut dilakukan 15

dilakukan setelah penanganan airway, breathing dan circulation. Pada tahap ini, pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan jaringan lunak, pemeriksaan neurologi, pemeriksaan skeletal, pemeriksaan dental, dan pemeriksaan radiograf. Pemeriksaan jaringan lunak rongga mulut meliputi pemeriksaan lidah, faringeal, duktus Stenson’s dan duktus Wharton’s, laserasi anteroposterior pada palatum keras yang berkaitan dengan fraktur paramedian pada palatum, fraktur vertikal pada alveolar gingival berkaitan dengan fraktur lengkung alveolar. Pemeriksaan lain yang dilakukan dalam rongga mulut adalah pemeriksaan neurologi. Pemeriksaan neurologi ini perlu dilakukan karena biasanya cedera pada nervus alveolaris inferior dapat menyebabkan anestesi pada sisi yang terkena trauma. Cedera pada nervus lingualis dapat menyebabkan anestesi atau parastesi pada 2/3 anterior lidah dan perubahan pengecapan. Pemeriksaan ekstraoral dilakukan untuk memeriksa keadaan nervus fasialis, nervus infraorbital, nervus olfaktorius, nervus okulomotorius, dan nervus abdusen. Pada pemeriksaan nervus fasialis, jika pasien sadar instruksikan pasien untuk menggunakan otot ekspresi wajah, jika pasien tidak sadar digunakan nerve stimulator. Pada kasus fraktur kompleks zigomatikusmaksilaris atau Le Fort II, nervus infraorbital sering rusak. Cedera pada nervus olfaktorius biasanya diakibatkan oleh fraktur midface yang melibatkan cribriform plate pada etmoid. Cedera pada nervus okulomotorius ditandai dengan adanya dilatasi pupil. Cedera pada nervus optikus biasanya diakibatkan oleh fraktur disekitar foramen optik yang merupakan akibat kompresi tulang, disfungsi dari muskulus rektus lateralis menandakan adanya cedera pada nervus abdusen. Pemeriksaan skeletal dilakukan setelah pemeriksaan terhadap jaringan lunak dan pemeriksaan neurologi. Le Fort I dapat didiagnosis dengan manipulasi buccal fold menggunakan jempol dan jari telunjuk. Palpasi pada sutura frontonasal membantu diagnosis area fraktur, yang mengindikasikan fraktur maksila Le Fort II atau Le Fort III. Fraktur subcondilar bilateral dikarakteristikkan dengan terbatasnya membuka mulut, anterior open bite, dan nyeri periaurikular. Pada anak-anak, perdarahan pada external auditory canal mengindikasikan adanya fraktur kondil yang dapat mengakibatkan ankilosis dan terbatasnya pertumbuhan. Evaluasi oklusi pasien dengan bimanual palpasi 16

bermanfaat dalam mendeteksi fraktur korpus mandibula, simpisis, dan angulus mandibula. Dalam pemeriksaan gigi yang harus dievaluasi adalah fraktur yang terjadi pada gigi geligi. Pasien diperiksa agar dapat diketahui fraktur yang terjadi pada gigi termasuk fraktur horizontal atau vertikal. Mobilitas gigi dan perdarahan krevis gingival juga diperiksa dengan melihat apakah disebabkan oleh fraktur atau karena penyakit periodontal, serta gigi yang hilang. Hal ini sangat berguna untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan. Pemeriksaan vertebra servikalis meliputi pemeriksaan leher melalui inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan torak dilakukan melalui inspeksi, palpasi, disusul dengan foto torak. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage), dan USG (Ultrasonography) abdomen. Pada peritoneum, rektum dan vagina diperiksa adanya kontusio, hematoma, laserasi dan perdarahan uretra. Pemeriksaan neurologis meliputi kesadaran umum, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motorik dan sensorik Setelah dilakukan primary dan secondary survey maka dapat dilakukan pemeriksaan fisik pasien. Pada daerah kepala bisa terdapat luka dan hematom, perdarahan, atau keluar cairan dari hidung, telinga, sekitar mata, belakang telinga yang menandakan fraktur basis cranii. Ukuran diameter pupil bisa berubah, isokor atau anisokor, tidak bereaksi terhadap cahaya, dan gangguan penglihatan. Periksa juga apakah ada jejas pada leher dan kekakuan pada leher

2.7.3

Pemeriksaan penunjang Selain pemeriksaan laboratorium darah dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan.Pemeriksaaan pencitraan yang dilakukan adalah x-ray, ct-scan, dan MRI. Fraktur pada vertex akan lebih terlihat pada x-ray. Kriteria standar untuk diagnosis fraktur pada tulang kepala dengan menggunakan ct-scan. Pemeriksaan MRI dilakukan apabila ada kecurigaan kelainan pada ligament atau pembuluh darah(Arifin,2012).

17

Gambar 2.3 Gambaran CT-scan fraktur Depressed (Arifin,2012) 2.6 Tatalaksana Setiap pasien yang mengalami trauma kapitis harus diobservsi selama kurang lebih 4 jam.Di bawah ini adalah kriteria minimal untuk dilakukan pemeriksaan CT scan dan pasien masuk rumah sakit : 1. Hilang kesadaran (post-traumatic amnesia) lebih dari 10 menit 2.

Rasa mengantuk yang terus-menerus

3. Deficit neurologis fokal 4. Fraktur tulang tengkorak 5. Mual atau muntah terus menerus setelah 4 jam observasi 6. Ada tanda patologis yang didapatkan dari hasil CT scan 7. Jika pasien tidak memiliki perawatan yang adekuat di rumah Manajemen lebih lanjut untuk pasien-pasien seperti ini adalah obeservasi dengan baik; observasi neurologis harus dicatat dalam grafik yang menampilkan Glasgow Coma Scale.Jika terdapat periode yang signifikan dari kehilangan kesadaran, atau jika pasien terus menerus mengantuk, tindakan di bawah ini harus dilakukan untuk meminimalisai edema serebri : 1. Elevasi kepala 30° 2. Evaluasi patologi intracranial; tindakan yag lebih lanjut dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Pada fraktur Depressed gabungan terjadi, maka antibiotik profilaksis dan tetanus profilaksis harus diberikan, dan tindakan operasi dengan general anestesi, harus dilakukan secepat mungkin. CT scan per-operatif tidak hanya menunjukkan fraktur pada fragmen tulang tengkorak tetapi juga adanya kelainan patologi di intrakranial. Apabila didapatkan adanya fraktur depressed maka dilakukan tatalaksana: 18

a. Elevasi fraktur apabila lebar fracture kurang dari 5 mm b. Craniotomy,Craniektomi,Cranioplasty dengan kriteria : i. Tipe fracture depressed komunitif, diastasis,growing skull fracture (pada anak-anak dimana fracture merobek duramater dan menyebabkan herniasi arachnoid),compound (fraktur depresi yang berhubungan dengan laserasi kulit kepals, sinus-sinus paranasal, atau telinga bagian tengah ),fracture basis cranii (Satyanegara,2014) Craniotomy adalah potongan yang dilakukan pada kranium. Saat operasi dibuat suatu flap yang memungkinkan akses ke dura di bawahnya. Selain untuk melakukan elevasi pada segmen tulang yang terkena, craniotomy juga dilakukan untuk mengevakuasi hematoma, mengeluarkan benda asing dari dalam tulang kepala dan menutup bolongan pada basis kranii untuk mengobati atau mencegah terjadinya perembasan CSF.Pada dewasa, indikasi dilakukannya elevasi adalah ketika segmen lebih cekung dari 8-10 mm (atau melebihi ketebalan dari tulang), terdapat defisit neurologis, perembasan CSF, dan pada fraktur terbuka. Pada perioperatif, luka pada kulit kepala haus dibersihkan dan dilakukan debridemen, dan fragmen tulang diangkat.Jika duramater tertekan, atau fragmen tulang masuk ke dalam otak, harus dilakukan debridemen dengan cermat dan diperoleh hemostasis.Diharapkan dura harus ditutup dan ini mungkin memerlukan penggunaan tambalan dari perikranium atau fascia lata dari paha.Jika luka dan fragmen tulang terkontaminasi berat, dan jika ada keterlambatan operasi, tulang tidak boleh diganti dan kranioplasti rekonstruksi mungkin diperlukan setelah itu. Jika fraktur Depressed tertutup tidak ada urgensi untuk dilakukan elevasi fragmen tulang, dan terbukti tidak ada komplikasi intrakranial. Ada kontroversi terhadap pendapat bahwa fragmen pada fraktur Depressed dapat mengarah ke epilepsy akibat adanya tekanan terus menerus ke otak. Terkadang, craniectomy dilakukan ketika otak yang terdapat di bawahnya juga terkena dan bengkak.Pada kasus ini cranioplasty perlu dilakukan di kemudian hari. (Ramamurthi,2007) Fraktur Depressed yang terjadi pada anak tanpa kelainan neurologis akan sembuh dengan baik dan tidak memerlukan tindakan operasi. Pengobatan terhadap kejang dianjurkan apabila kemungkinan terjadinya kejang. Balita dan anak dengan fraktur Depressed terbuka memerlukan intervensi bedah (craniotomy). Kebanyakan dokter bedah saraf akan mengelevasi fraktur apabila segmen cekung lebih dari 5 mm 19

dibandingkan dengan tulang yang disekitarnya. Indikasi lain operasi pada anak adalah ketika terdapat penetrasi dari dura, defek kosmetik yang persisten dan terdapatnya defisit neurologis fokal. Indikasi untuk dilakukannya elevasi yang segera adalah ketika terdapat kontaminasi yang masif, ataupun terdapatnya hematoma (Arifin,2012)

Gambar 2.3 Craniotmy pada Depressed Fraktur

20

Related Documents

Bab 2 Ns Fix.docx
July 2020 5
Ns
May 2020 42
Ns
June 2020 31
Ns
July 2020 30
Ns
November 2019 48
Ns
April 2020 36

More Documents from ""