BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Menurut Mc. Donald dalam Oemar Hamalik (2002), motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya efektifitas dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurut Mc. Donald dalam Soemanto (2003) bahwa motivasi dianggap sebagai perubahan dalam diri seseorang yang ditandai oleh adanya dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha untuk mencapai tujuan pada tingkatan tertentu. Motivasi kerja adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan/pekerjaan (Anoraga, 1998). Oemar Hamalik (2002) menjelaskan bahwa motivasi kerja dapat timbul dari dalam diri seseorang (intrinsic factor atau inner component) dan timbul dari luar (extrinsic factor atau outer component).
2.1.2 Teori Motivasi 2.1.2.1 Teori Isi (Content Theory) Teori ini menjelaskan factor di dalam individu yang memberikan dorongan, mengarahkan dan menghentikan perilaku seseorang. Berdasarkan pandangan teori ini, setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya (As’ad, 2003). Sebagai seorang manajer harus dapat menentukan kebutuhan dari karyawannya. Karena kebutuhan itu bervariasi pada setiap orang. Manajer harus mengenal betul karyawannya dan dapat mengupayakan berbagai alternatif untuk menjaga agar motivasi karyawan tetap tinggi. Beberapa teori yang berkaitan
dengan teori ini banyak dikenal antara lain : Teori Hirarki kebutuhan (Maslow), Teori dua faktor (Herzberg), Teori X dan Y Mc.Gregor dan Teori Motivasi Sosial (Mc.Clelland).
1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Abraham Maslow dalam As’ad (2003) dan ilyas (2001) mengemukakan bahwa pada hakikatnya manusia melakukan tindakan dengan tujuan memenuhi kebutuhan. Kebutuhan manusia dapat disusun menurut hirarki yang mana kebutuhan paling atas akan menjadi motivator utama, jika kebutuhan tingkat bawah sudah terpenuhi. Kebutuhan yang terpuaskan bukan merupakan motivasi perilaku, namun bila suatu kebutuhan terpuaskan maka kebutuhan lain yang lebih tinggi akan muncul. Hal ini menyebabkan manusia selalu berusaha untuk memuaskan kebutuhannya. Sebagai seorang manajer atau pimpinan dalam usahanya menggerakkan para pegawai, harus mengetahui kebutuhan yang dirasakan oleh pegawai. Maslow menggolongkan kebutuhan manusia menjadi 5 (lima) tingkatan kebutuhan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Kebutuhan fisiologis (physiological Needs) Kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidup seperti air, udara, sandang, pangan, papan merupakan tingkat terendah dari hirarki Maslow. Manajer yang menitikberatkan pada kebutuhan fisiologis dalam usahanya memotivasi pegawainya berasumsi bahwa mereka bekerja terutama karena uang, tertarik kepada kenyamanan di tempat kerja, terhindar dari kelelahan. Sehingga untuk memotivasi pegawai, manajer menawarkan kenaikan gaji, kondisi kerja yang lebih baik, waktu untuk istirahat atau rekreasi yang lebih panjang. 2). Kebutuhan akan rasa aman (Security Needs) Termasuk didalamnya kebutuhan akan keamanan, stabilitas, bebas dari penyakit atau ancaman. Manajer yang merasa kebutuhan akan rasa aman merupakan hal terpenting
bagi pegawainya, maka akan memfokuskan diri pada peraturan, keamanan kerja, tambahan fasilitas lainya disamping gaji. 3). Kebutuhan sosial (Affilation Needs) Bila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman terpuaskan muncul kebutuhan akan persahabatan, cinta dan rasa diakui atau diterima oleh orang lain. Manajer yang berpendapat bawahannya sedang berusaha memuaskan, kebutuhan sosialnya akan bertindak lebih menun jang dan mengalah terhadap bawahannya, menekankan pentingnya rasa terima kasih seorang pegawai oleh rekan kerja, pembentukan kelompok kerja, kegiatan ekstra kurikulum seperti olahraga atau piknik bersama. 4). Kebutuhan akan prestise (Esteem Needs) Perasaan keberhasilan, dihargai dan dihormati oleh orang lain memenuhi tingkat kebutuhan ini. Manajer yang berfokus pada tingkat kebutuhan ini dalam upayanya memotivasi pegawai cenderung member perhatian dalam bentuk penghargaan pada pegawai yang dapat diketahui masyarakat umum. Misalnya pemberian pin, berita pemberian penghargaan yang dimuat dalam majalah perusahaan atau pencatuman daftar pegawai yang berhasil pada papan pengumuman. 5). Kebutuhan aktualisasi diri (self Actualization Needs) Pada tingkat individu berusaha agar dapat diterima oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Manajer yang memberi penekanan pada aktualisai diri akan mengikut sertakan para pegawai dalam mencanangkan pekerjaan, memberi tugas khusus yang dapat meningkatkan keahlian pegawainya yang unik (Ilyas, 2001).
2. Teori Dua faktor Herzberg Teori dua factor disebut juga teori pemeliharaan motivasi (Motivation Maintance 7heory), prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda (As’ad, 2003). Teori ini dikemukakan oleh Frederick Hewrzberg. Menurut penelitian yang dilakukannya, ditemukan dua faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaan yaitu : 1) Hygiene Factors (Dissatisfiers Maintenance Factor) adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja seperti gaji/imbalan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan lain-lain. Faktor ini bila terpenuhi diyakini tidak akan menimbulkan kepuasan kerja, namun hanya mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Apabila faktor ini tidak terpenuhi maka pasti akan menimbulkan ketidakpuasan kerja. 2) Motivational Factors (Satisfiers, Intrinsic factor, job content), adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja seperti tanggung jawab, prestasi kerja, kesempatan berkembang, penghargaan dan lain-lain. Adanya faktor ini akan menimbulkan kepuasan tapi tidak hadirnya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan (As’ad, 2003).
3. Teori Kebutuhan dari Mc. Clelland Teori ini disebut teori motivasi social yang memfokuskan pada tiga jenis kebutuhan yaitu keberhasilan, kekuatan/kewenangann dan afiliasi (Swamburg, Russell C., 2001). 1). Kebutuhan untuk keberhasilan. Dorongan untuk menjadi yang terbaik, untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan untuk berjuang demi kesuksesan. 2). Kebutuhan akan kekuatan. Kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku dengan cara yang kita kehendaki, tidak ada atau sedikit kemungkinan mereka dapat berperilaku lain.
3). Kebutuhan untuk afiliasi. Keinginan untuk memiliki hubungan persahabatan atau hubungan antara manusia secara dekat.
2.1.2.2 Teori Proses (Process Theory) Teori proses bermaksud menjelaskan dan menganalisa berbagai teori dalam pribadi manusia yang berinteraksi dan saling mempengaruhi sehingga menimbulkan jenis perilaku tertentu. Kebutuhan dianggap sebagai satu alamen saja dari suatu proses tentang bagaimana para individu bertingkah laku (Thoha,2004). Dasar teori ini sebenarnya adalah suatu harapan ekspektasi dari individu sehingga dengan demikian mereka berperilaku tertentu sesuai dengan harapan tersebut, dua contoh teori proses yang banyak dikenal adalah teori penghargaan (Expectancy Theory) dan teori keadilan (Equity Theory).
1. Teori Penghargaan (Expectancy Theory) As’ad (2003) berpendapat bahwa besarnya kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan tergantung pada besarnya pengharapan bahwa tindakan tersebut akan memberikan hasil tertentu yang menarik bagi individu tersebut. Kuatnya motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu tergantung pada seberapa jauh ia percaya bahwa ia akan mencapai apa yang dia maksud. Seorang pegawai akan berusaha keras bila ia percaya adanya hubungan yang kuat antara usahanya, kinerja, imbalan dan kemampuan dalam mencapai tujuan. Namun ilmuan lain berpendapat teori ini tidak menyiratkan ciri-ciri kepribadian serta unsur motivasi yang disadari, karena sering kali individu tidak membuat pilihan secara sadar mengenai hasil yang ingin dicapai.
2. Teori keadilan Teori ini mengetengahkan bahwa, kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya. Perasaan adil tidaknya terhadap situasi yang dialami diperoleh dari kepuasan kerja pegawai dengan teori hirarki dari Maslow. Keberadaan satisfier berhubungan dengan terpenuhinya tingkat kebutuhan sosial dan kebutuhan aktualitas diri sedangkan keberadaan dissatisfier (faktor hygiene) berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan sebagian kebutuhan sosial (As’ad, 2003). Berdasarkan berbagai teori yang ada diketahui pula bahwa motivasi melibatkan faktor individu dan faktor organisasional. Dimana yang tergolong pada factor yang sifatnya individual adalah kebutuhan (need), tujuan (goal), sikap (attitude), dan kemampuan (ability). Sedangkan yang tergolong pada faktor yang berasal dari organisasi meliputi penggajian atau imbalan, keamanan pekerja (job security), sesame pekerja (co-work), pengawasan (supervision), pujian (praise) dan pekerjaan itu sendiri (job it self) (As’ad,2003).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut ilyas (2001) bahwa motivasi kerja dipengaruhi oleh karakteristik individu, motivasi, pendapatan dan gaji, keluarga, supervisi dan pengembangan karier. Sedangkan fridawati (2000) yang dikutip dari jurnal kesehatan FKM unair (2005) menjelaskan bahwa motivasi kerja pesawat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan karakteristik individu yang meliputi pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, motivasi, norma dean nilai. Sedangkan karakteristik individu sendiri dipengaruhi oleh lingkungan dan dipengaruhi oleh : 1. Karakteristik organisasi seperti sistem kompensasi, visi dan misi organisasi, seleksi, pelatihan dan pengembangan, kepemimpinan serta struktur organisasi.
2. Karakteristik pekerjaan yang meliputi umpan balik penampilan kerja, umpan balik penilaian kerja, desain dan diskripsi pekerjaan. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja pesawat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Imbalan/Gaji, adalah pemberian sesuatu baik material atau non material dari orang lain atau atasan atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan. Imbalan yang sesuai akan meningkatkan gairah kerja (motovasi) dan akan mempengaruhi terhadap kinerja seseorang. 2. Penghargaan, merupakan bentuk pemberian reinforcement (penghargaan, pengakuan) terhadap hasil prestasi bekerjanya. Pemberian penghargaan yang sesuai dapat memberikan dorongan motivasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga akan meningkatkan kinerja perawat. 3. Prestasi, merupakan hasil kerja seseorang yang dibandingkan dengan kriteria, target atau standart tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (Supriyanto, 1996). 4. Kepemimpinan, merupakan bentuk kegiatan untuk mempengaruhi orang lain (individu dan kelompok) terhadap tercapainya suatu tujuan tertentu. Kepemimpinan yang baik dalam suatu organisasi akan menunjukkan hasil kerja yang baik pula, artinya bahwa peran seorang manajer yang mampu mempengaruhi bawahannya dengan baik akan menciptakan iklim kerja yang kondusif dan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi pula (Thoha, 2004). 5. Pelatihan dan Kesempatan Berkembang. Pelatihan merupakan bentuk kegiatan yang memadukan konsep teori dengan praktik nyata di lapangan, dengan tujuan akhir untuk menciptakan ketrampilan /skill individu/perawat.
Kesempatan berkembang yaitu pemberian kesempatan kepada setiap karyawan untuk mendapatkan pengetahuan dan keilmuan yang lebih lanjut dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan ketrampilan (skill) karyawan. 6. Tanggung Jawab, merupakan kewenangan terhadap suatu pekerjaaan tertentu yang diembannya. Pemberian tanggung jawab yang jelas dan tegas akan memberikan batasan/wewenang yang tegas pula, sehingga hal ini akan memberikan job discription yang jelas dan mengurangi dampak penumpukkan pekerjaan (over lapping). 7. Suasana Lingkungan Kerja, yaitu situasi dan kondisi lingkungan kerja baik fisik maupun psikologis. Adanya lingkungan kerja yang kondusif (aman dan nyaman) akan memberikan perlindungan dan kepuasan pribadi, sehingga hal ini akan mempengaruhi seseorang/karyawan terhadap pekerjaan maupun hasil pekerjaannya.
2.1.4 Pengukuran Motivasi Menurut Soemanto (2003) menjelaskan bahwa motivasi tersimpul dari tingkah laku seseorang yng dapat diamati, sehingga pengukurannya dapat dilakukan melalui aspek kongnitif afektif dan psikomotor. 1. Aspek Kongnitif Aspek kongnitif merupakan bentuk perilaku yang mencerminkan dari pengetahuan terhadap informasi dan kecakapan daya intelektual. Perilaku yang terkait dengan aspek kongnitif antara lain : kemampuan mengerti atau tahu tentang objek (dalam hal ini pekerjaan), penafsiran informasi secara komprehensip (pemahaman) terhadap pekerjaan, aplikasi dari pengetahuan pemahaman terhadap objek, aplikasi pengetahuan yang diperoleh, menganalisa dan mensintesa hasil pengetahuan serta mampu mengevaluasi terhadap pengetahuan yang dimiliki. Sehingga dengan adanya kemampuan pengetahuan yang baik tentang pekerjaannya maka akan meningkatkan motivasi kerja seseorang.
2. Aspek Afektif Aspek afektif merupakan komponen perilaku seseorang yang berupa sikap, penilaian dan persepsi. Dalam hal ini aspek afektif terdiri dari 5 (lima) tingkatan antara lain : menerima terhadap pekerjaan, merespon (keinginan untuk bereaksi), penilaian terhadap posisi tertentu dalam pekerjaannya, penyesuaian, kemampuan memberikan pandangan atau pengambilan keputusan yang tepat. 3. Aspek Psikomotor Psikomotor merupakan bentuk nyata dari aplikasi perilaku tersebut terhadap pekerjaan seseorang. Aspek psikomotor ini mencakup seluruh kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaannya yang meliputi : kesungguhan melaksanakan rutinitas pekerjaan sehari-hari, pengorganisasian yang rapi dan penggunaan bahasa non verbal (akspresi wajah dan gerakan-gerakan tubuh lainnya) yang positif (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan hasil pengukuran motivasi menurut Irwanto (2000) diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan antara lain : 1. Motivasi kuat atau tinggi Motivasi dikatakan kuat atau tinggi apabila seseorang mempunyai harapan dan keyakinan yang tinggi terhadap pekerjaannya serta adanya usaha yang dilakukan untuk keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Motivasi Sedang Seorang dikatakan memiliki motivasi sedang, apabila seseorang mempunyai keinginan dan harapan yang tinggi terhadap pekerjaannya tetapi mempunyai keyakinan yang rendah untuk berprestasi dan berhasil dalam pekerjaannya atau sebaliknya. 3. Motivasi lemah dan rendah
Motivasi dikatakan lemah dan rendah apabila didalam diri seseorang atau pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya memiliki harapan dan keyakinan yang rendah untuk berprestasi dan berhasil dalam pekerjaannya (Irwanto, 2000).