Bab 2 Krr

  • Uploaded by: indah melati
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Krr as PDF for free.

More details

  • Words: 3,308
  • Pages: 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Standar Kurikulum dan Kompetensi Dasar (SKKD) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, memuat materi kesehatan antara lain penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Kesehatan reproduksi tidak tercantum dalam ruang lingkup kesehatan, namun tercakup dalam kompetensi dasar penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, yang kemudian dijabarkan dalam beberapa indikator terkait dengan kesehatan reproduksi (Pertiwi, 2013). Sekolah merupakan target pendidikan kesehatan reproduksi yang strategis mengingat >50% penduduk Indonesia merupakan pelajar, generasi masa depan. Selain itu, siswa memiliki kehidupan multi komunitas sehingga diharapkan dengan berperilaku reproduksi sehat, seorang pelajar dapat menjadi role model di berbagai komunitasnya seperti keluarga, tetangga maupun teman sebaya. Menurut dr. Nina Surtiretna, 1997 (dalam dalam Pertiwi 2013), pendidikan kesehatan reproduksi bukan hanya berupaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika serta ajaran agama agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap fungsi reproduksi tersebut. Intinya adalah pembentukan perilaku reproduksi yang sehat yaitu keadaan sehat jasmani, psikologi, sosial, yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi. Pendidikan kesehatan hakekatnya adalah suatu bentuk intervensi untuk menciptakan perilaku yang kondusif untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organisation) menekankan bahwa program pendidikan kesehatan sekolah dapat menunjang pengembangan keterampilan sosial ekonomi siswa, meningkatkan produtifitas dan kualitas hidup yang lebih baik, serta dapat meningkatkan hasil belajarnya. Secara eksplisit, pendidikan kesehatan seharusnya bukan hanya mentransfer ilmu kesehatan (transfer of knowledge), namun juga membangun karakter perilaku yang sehat (character building). Jika generasi penerus bangsa memiliki perilaku sehat dan budi pekerti yang baik, maka negara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Namun, tantangan lingkungan seperti kemajuan teknologi informasi dan maraknya pornografi yang tidak direspon dengan baik oleh oleh pemerintah mendorong siswa berperilaku tidak sehat seperti narkoba dan perilaku seks yang menyimpang (Pertiwi, 2013). Remaja memiliki kehidupan multi komunitas sehingga diharapkan dengan berperilaku reproduksi sehat, seorang pelajar dapat menjadi role model di berbagai

komunitasnya seperti keluarga, tetangga maupun teman sebaya. Pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan berupaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral etika serta ajaran agama agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap fungsi reproduksi tersebut (Pertiwi, 2013). Ruang lingkup pendidikan kesehatan reproduksi antara lain mencakup struktur fungsi organ reproduksi, tumbuh kembang reproduksi dan pubertas, siklus menstruasi (reproduksi), fertilisasi, kontrasepsi, aborsi, penyakit yang berhubungan dengan fungsi reproduksi seperti kelainan menstruasi, penyimpangan perilaku seksual serta penyakit menular seksual (PMS) dan HIV-AIDS. Diantara materi tersebut yang termuat dalam SKKD Penjaskes yaitu alat reproduksi, penyimpangan seksual dan cara menjaga diri dari pelecehan seksual, PMS dan cara menghindarinya, seks bebas dan HIV-AIDS. Materi tersebut dalam SKKD dimulai dari kelas V sampai kelas XIhttp://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=108893 -------------------------------------------------------------

Menurut Erickson 1963 dalam Modul PKPR 2009, pencarian identitas diri mulai dirintis seseorang pada usia yang sangat muda, yaitu sekitar usia remaja muda. Pencarian identitas diri berarti pencarian jati diri, disamping itu rasa ingin tahu tentang dirinya sendiri yang menyangkut soal apa dan siapa dia, semua yang berhubungan dengan “aku”ingin diselidiki dan dikenalnya (Dinkes Prop Sumbar, 2009). Fenomena yang amat miris seperti pornografi, terjangkitnya Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV/AIDS, penyimpangan perilaku seks bahkan aborsi akibat kehamilan tidak diinginkan (KTD) bersumber dari rasa ingin tahu yang menggejolak pada usia ini. Oleh karena itu materi SKKD yang tersebut diatas yaitu PMS dan seks bebas cukup relevan untuk diberikan pada remaja seusia SMP, mengingat kurangnya pengetahuan dan persepsi yang benar akan kesehatan reproduksi. Selain itu, mereka juga lebih terhanyut pada mitos-mitos menyesatkan yang berkembang di masyarakat karena ketiadaan sumber informasi yang benar. Guru Penjaskes, IPA, Agama dan guru Bimbingan Konseling sebaiknya tidak sekedar memberikan pengetahuan akan penyebab, gejala tanda dan cara penyebaran berbagai PMS seperti kencing nanah (gonorrhea/raja singa, herpes genital, dan sifilis) tetapi juga mengkaitkannya dengan dampak PMS ini jangka pendek maupun jangka panjang. Kompetensi dasar kedua pada pokok bahasan ini mengisyaratkan guru Penjaskes, Biologi, Agama dan guru Bimbingan Konseling untuk mengajarkan siswa cara menghindari PMS ini. Selain mengajarkan tentang konsep dari materi yang ada didalam kurikulum pendidikan, guru Penjaskes, Biologi, Agama dan guru Bimbingan Konseling harus menanamkan nilai moral dengan mendidik siswa agar tidak mengunjungi tempattempat maksiat yang mengarah ke prostitusi seperti bar, night club, karaoke dan tempat sejenis. Selain itu di beberapa kondisi khusus seperti lingkungan sekolah yang

kebanyakan muridnya berasal dari lingkungan yang ‘permisif’ terhadap perilaku seks bebas. Materi mengenai seks bebas sangat menarik untuk didiskusikan dan diajarkan. Kompetensi dasar yang menjadi acuan adalah siswa mengenal bahaya seks bebas dan menolak budaya seks bebas. Untuk dapat menyampaikan materi tersebut, sebaiknya siswa telah memiliki pengetahuan tentang fertilisasi (asal mula kehidupan, darimana bayi berasal) dan hubungan seksual (HUS) yang mana juga terdapat pada SKKD IPA tingkat SMP. Namun, yang perlu dicermati bahwa dalam SKKD IPA, pokok bahasan reproduksi ditempatkan di kelas IX. Sehingga, diperlukan keselarasan antara mata pelajran IPA dan Penjaskes dan harus ada komunikasi antara kedua guru tersebut. Selain itu, istilah seks bebas sendiri diangkat dari masyarakat dan perlu diklarifikasikan lebih lanjut agar mudah dipahami siswa. Pokok bahasan ini juga sangat sensitif sehingga membutuhkan kejelian guru dalam menganalisis situasi kelas dan kebutuhan siswa serta kehati-hatian dalam menyampaikannya agar tidak terjadi salah paham dengan wali murid yang bisa menganggap guru mengajarkan siswa tentang hubungan seksual sebelum waktunya (Pertiwi, 2013). Setiap guru yang berhubungan dengan pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi sebaiknya menekankan pada dampak negatif seks bebas seperti perasaan bersalah, KTD, penyebaran PMS, putus sekolah bahkan membahayakan masa depan siswa sebagai harapan bangsa. Dalam memberi pemahaman pada siswa agar menolak budaya seks bebas, ajaran nilai-nilai moral dan etika sosial perlu ditekankan agar siswa dapat berperilaku reproduksi sehat seperti memakai pakaian yang sopan dan mengelola gairah-khayalan seksualnya secara wajar misalnya dengan berolahraga. Guru juga sebaiknya mendidik siswa agar tidak gampang percaya pada mitos-mitos hubungan seksual yang menyesatkan serta menekankan bahwa hubungan seksual merupakan sesuatu yang sakral untuk melestarikan keturunan anak manusia (Pertiwi, 2013). 2.2. Konsep Remaja Menurut Notoatmodjo (2007) remaja adalah anak yang berusia 13-25 tahun, dimana pada usia 13 tahun merupakan batas usia puberitas yang secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan pada usia 25 tahun adalah usia dimana mereka pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa yang me libatkan perubahan berbagai aspek seperti bio logis dan psikologis. Dalam keadaan demikian, seringkali kecenderungan melakukan pelanggaran norma. Remaja mengalami proses ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pergaulan. Perasaan bahagia dan kemampuan menyesuaikan diri dengan kondsi lingkungan oleh individu secara kualitatif bergantung pada sikap pribadinya

terhadap diri sendiri, yaitu bergantung pada proses penamaan (zelfdenaming).JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014

diri

atau

Pada masa remaja seorang individu akan mengalami situasi pubertas dimana terjadi perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/psikologis. Secara psikologis, masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya, yaitu menjadi dewasa. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya diikuti dengan perkawinan usia belia yang dapat mengantarkan remaja pada resiko dalam kehamilan dan persalinan, sementara kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di perkotaan dibayang bayangi kemungkinan lebih dini usia pertama aktif seksual, kehamilan tak diinginkan, aborsi tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk penyakit menular seksual, dan akibat kecacatan yang dialami, sehingga pada saat ini sangat diperlukan partisipasi guru untuk mencegah hal ini terjadi (Gordon & Chown, 2008). Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat, baik secara fisik, maupun psikologis. Perubahan yang terjadi menimbulkan ciri-ciri yang khas pada remaja, antara lain: 1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa badai dan stres. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. 2. Perubahan yang cepat secara fisik juga disertai dengan kematangan seksual yang dapat membuat remaja terkadang tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. 3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. 4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi karena disatu sisi mereka menginginkan kebebasan dan disisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai setiap kebebasan serta meragukan kemampuan mereka sindiri untuk memikul tanggung jawab tersebut (Gordon & Chown, 2008). Dalam rangka menumbuhkembangkan perilaku hidup sehat bagi remaja, maka perlu kepedulian dalam bentuk pelayanan dan penyediaan informasi yang benar serta kesepahaman bersama akan pentingnya kesehatan reproduksi remaja se hingga dapat membantu mereka dalam me - nentukan pilihan masa depannya. Ke sehatan Reproduksi Remaja (KRR), menurut DITREM-BKKBN adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem reproduksi (fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fi sik, mental dan emosional.JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014

2.3. Konsep Guru Menurut UU No. 14 tahun 2005 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum Universitas Sumatera Utara diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugastugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri (Tim Pembina UKS Pusat, 2007). Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Seharusnya melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup (Tim Pembina UKS Pusat, 2007). Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang di berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhirnya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat Universitas Sumatera Utara juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisanlukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus (Tim Pembina UKS Pusat, 2007). WF Connell, 1972 (dalam Tim Pembina UKS Pusat, 2007) membedakan tujuh peran seorang guru yang dapat dijalankan setiap hari, yaitu 1. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman

lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan normanorma yang ada. 2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku Universitas Sumatera Utara pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila. 3. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut. 4. Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan supaya pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. 5. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental. Universitas Sumatera Utara 6. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Guru dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang yang dikuasainya. 7. Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena

itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan siswa atau remaja, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan Trias UKS (pembinaan lingkungan sekolah sehat) (Tim Pembina UKS Pusat, 2007). Tujuan Pendidikan Kesehatan, yaitu: a. Memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan termasuk cara hidup sehat dan teratur. b. Memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat. c. Memiliki keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan. d. Memiliki kebiasaan hidup sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan. e. Memiliki kemampuan dan kecakapan (Life Skills) untuk berperilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. f. Memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis (Proporsional). g. Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam kehidupan sehari-hari h. Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar (Narkoba, arus informasi dan gaya hidup yang tidak sehat). i. Memiliki tingkat kesegaran jasmani yang memadai dan derajat kesehatan yang optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan, diberikan melalui: a. Kegiatan Kurikuler Pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui kegiatan kurikuler adalah pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran. Pelaksanaan pendidikan kesehatan sesuai dengan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya pada standar isi yang telah diatur dalam peraturan Mendiknas nomor 22 tahun 2006 pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, dimana untuk

pendidikan kesehatan pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, penanaman kebiasaan hidup sehat, terutama melalui pemahaman penafsiran konsep-konsep yang berkaitan dengan prinsip kesehatan. Materi Pendidikan Kesehatan pada Sekolah Menengah Pertama mencakup: memahami pola makanan sehat, memahami perlunya keseimbangan gizi, memahami berbagai penyakit menular seksual, mengenal bahaya seks bebas, memahami berbagai penyakit menular yang bersumber dari lingkungan yang tidak sehat, memahami cara menghindari bahaya kebakaran dan memahami cara menghadapi berbagai bencana alam. b. Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan disekolah ataupun diluar sekolah dengan tujuan antara lain untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa serta melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya (Tim Pembina UKS Pusat, 2007). Kegiatan ekstrakurikuler mencakup kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat (UKS). Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan antara lain: wisata siswa, kemah (persami), ceramah (diskusi), lomba antar kelas maupun sekolah, bimbingan hidup sehat, warung sekolah sehat, apotik hidup dan kebun sekolah sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (sekaligus merupakan upaya pendidikan) berupa: penyuluhan atau latihan keterampilan (dokter kecil, kader kesehatan remaja, palang merah remaja, konselor sebaya, pramuka, dll) dan membantu kegiatan posyandu pada masa liburan sekolah Universitas Sumatera Utara dan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat, seperti: kerja bakti kebersihan, lomba sekolah sehat, lomba yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan, pembinaan kebersihan lingkungan mencakup pemberantasan sumber penularan penyakit, piket sekolah, dll (Tim Pembina UKS Pusat, 2007). 2.4. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR ) PKPR adalah pelayanan kesehatan remaja yang mengakses semua golongan remaja , dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif , dan efisien . ( Modul PKPR , Dinkes Prop Sumbar 2009) Jenis kegiatan dalam PKPR disesuaikan dengan kebutuhannya , dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat. Jenis kegiatan meliputi : 1. Pemberian informasi dan edukasi a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau kelompok

2. 3.

4. 5. 6.

b. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sector terkait dengan menggunakan materi dari puskesmas c. Menggunaka sarana KIE yang lengkap dengan bahasa sasaran ( remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjuang dan rujukannya Konseling Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dank lien hingga tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapi dengan lebih baik Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat ( PKHS) Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya Pelayanan rujukan

2.5. Mitos vesus Realita 1. Mitos: Semua orang pernah melakukan seks sebelum menikah? KENYATAAN : Jangan percaya jika banyak yang mengatakan bahwa semua orang pernah melakukan seks sebelum menikah. Berdasarkan hasil survey pada seluruh siswa SMA, hanya 48 persen dari mereka yang pernah melakukan hubungan seks.

2. Mitos : Anda pemalu jika Anda ingin menunggu sampai Anda lebih tua. KENYATAAN : Sebenarnya, Anda cukup cerdas. Setiap orang itu unique dan banyak remaja memutuskan tidak tergesa-gesa berhubungan seks. Ada waktu yang tepat bagi setiap individu dan setiap orang harus memutuskan untuk dirinya sendiri. 3. Mitos: Pria selalu siap untuk seks. KENYATAAN : Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda untuk hal ini. Namun menurut sebuah survey, 2 dari 3 orang pria mengatakan mereka lebih suka memiliki hubungan tanpa seks.

4. Mitos: Perempuan tidak pernah menekan lawan jenis untuk berhubungan seks. KENYATAAN : Setiap orang memiliki kisah yang berbeda-beda. Tekanan bisa datang dari siapa saja, terlepas dari jenis kelamin, pengalaman seksual, atau usia. 1 dari 5 orang mengatakan mereka telah ditekan oleh seorang gadis untuk melangkah lebih jauh secara seksual.

5. Mitos: Anda akan menikah dengan orang yang belum pernah melakukan seks. KENYATAAN : Sayangnya, yang satu ini jarang benar. Kenyataannya adalah sebagian besar orang pertama kali melakukan hubungan seksual yang romantis tapi hubungannya hanya berumur pendek. 8 dari 10 hubungan seksual saat remaja berlangsung selama 6 bulan atau kurang dan seperempatnya hanya terjadi satu kali.

6. Mitos: Minum alkohol dan obat-obatan membuat seks lebih menyenangkan. KENYATAAN : Jika Anda mabuk atau sangat hot sekali, ternyata justru sulit untuk mengendalikan diri saat seks. 20 persen dari remaja usia 15 hingga 17 tahun mengatakan mereka telah melakukan hubungan seks saat mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan. Hal ini sering berujung pada penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak direncanakan.

7. Mitos: Anda tidak bisa hamil saat pertama kali melakukan seks. KENYATAAN : Jika sel telur Anda sedang berovulasi tidak peduli apakah itu pertama kalinya atau keseratus kalinya Anda melakukan hubungan seks, Anda masih bisa hamil. Anda hamil ketika sperma membuahi sel telur. Satu-satunya cara untuk menghindari risiko kehamilan adalah dengan tidak melakukan hubungan seks sama sekali.

8. Mitos: Perempuan tidak bisa hamil jika di luar masa menjelang menstruasi. KENYATAAN : Setelah di vagina, sperma bisa tetap hidup selama beberapa hari. Hal ini sangat rumit tentunya, jadi hanya ingat ini: SETIAP kali Anda melakukan hubungan seks Anda bisa hamil, jadi selalu gunakan pelindung.

Related Documents

Bab 2 Krr
August 2019 26
Bab I & Bab Iii Krr
August 2019 40
Poa Krr 2019.docx
May 2020 11
Krr Bu Esti
December 2019 29
Triad Krr (hiv Aids).pdf
November 2019 26

More Documents from "Nokri Nokri Haryanto"