BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perforasi Gaster Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah. 1. Anatomi Gaster Merupakan bagian dan saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di. depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Bagian lambung terdiri dari: a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasanyanya penuh berisi gas. b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardiun, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor. c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pilorus. d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai ke pilorus. e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa. f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Susunan lapisan dari dalam keluar, terdin dari: a)
Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan
ini akan berlipat-lipat yang disebut rugae. b) Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis). c) Lapisan otot miring (muskulus obliqus). d) Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal). e) Lapisan jaringan ikat/serosa (peritonium). f) Hubungan antara pilorus terdapat spinter pilorus.
Fungsi lambung. terdiri dari: a)
Menampung
makanan,
menghancurkan
dan
menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
b) Getah cerna lambung yang dihasilkan; 1) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). 2) Asam garam (HCl) fungsinya; Mengasamkan makanan, sebagai anti septik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin. 3) Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu). 4) Lapisan lambung. Jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. 5) Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang nienyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan 2.
rasa takut. Penyebab Perforasi Gaster a) Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma tertusuk pisau) b) Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering c)
ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Obat aspirin, NSAID, steroid. Sering ditemukan pada orang dewasa
d) Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akuta, divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang e)
terinflamasi. Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini sering tidak terduga terjadi
f)
pada saat kondisi pasien mulai membaik. Benda asing ( tusuk gigi) dapat menyebabkan perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
3.
peritonitis, dan sepsis. Patofisiologi Secara fisiologis, gaster
relatif
bebas
dari
bakteri
dan
mikroorganisme lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki masalah gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis 4.
bakterial lanjut. Gejala Klinis
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan diertai nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai 5.
demam dan mengigil. Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti papan. 2. Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu peritonitis difusa. 3. Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum 4. Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistens sperti adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal. 5. Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang
6.
7.
perforasi. Diagnosis Banding Penyakit ulkus peptikum Pancreatitis acuta Endometriosis PID Appendicitis acuta Colitis iskemik Inflamatory bowel disease Penatalaksanaan
Gastritis Cholecystitis, colik bilier Torsi ovarium Salpingitis acuta Demam typoid Crohn’s disease Colitis
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya 8.
Prognosis Prognosis untuk peritonitis general yang disebabkan oleh perforasi gaster adalah mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini bergantung kepada Lamanya peritonitis; a) < 24 jam = 90% penderita selamat; b) 24-48 jam = 60% penderita selamat; c) 48 jam = 20% penderita selamat. d) Adanya penyakit penyerta e) Daya tahan tubuh f) Usia Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya. g) Komplikasi.
B. Laparatomi Eksplorasi 1. Pengertian Laparatomi Eksplorasi Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan
kandungan. (http://medicastore.laparatomi.co.id, di akses 27 april 2010). Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepateroktomi,
splenorafi/splenotomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih. Ada 4 (empat) cara, yaitu : 1. Midline incision 2. Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah 3. Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy 4. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy. 2. Indikasi Laparatomi 1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar 2) Peritonitis 3) Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding) 4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar 5) Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997). 3. Komplikasi
1) Ventilasi paru tidak adekuat 2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung 3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan 4. Post Laparatomi Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. 5. Tujuan Perawatan Post Laparatomi 1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan 2) Mempercepat penyembuhan 3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi 4) Mempertahankan konsep diri pasien 5) Mempersiapkan pasien pulang 6. Komplikasi Post Laparatomi 1) Tromboplebitis Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif. 2) Infeksi Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, organisme ;gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang pali penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan aseptik dan antiseptik. 3) Dehisensi Luka atau Eviserasi Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah. 4) Proses Penyembuhan Luka a) Fase pertama (Inflamasi) Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak/rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi
penyembuh
dimana
serabut-serabut
bening
digunakan sebagai kerangka. b) Fase kedua (Proliferatif) Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan. c) Fase ketiga (Maturasi) Sekitar 2 sampai 10 minggu kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali. d) Fase keempat (fase terakhir) Pada fase penyembuhan akan menyusut dan mengkerut. 7. Intervensi untuk Meningkatkan Penyembuhan 1. Meningkatkan intake makanan tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP) 2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid 3. Pencegahan infeksi
8. Pengembalian Fungsi Fisik Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Latiahn-latihan fisik diantaranya latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot
kaki, menggerakan otot-otot bokong. Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur, semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi. C. Peritonitis Difus 1. Definisi Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.(Ardi.2012) Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis. Peritonitis adalah peradangan pentoneum yang merupakan komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (apendisitis, pankreatitis, dll) reputra saluran cerna dan luka tembus abdomen. 2.
Klasifikasi Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Peritonitis
bakterial
primer
merupakan
peritonitis
akibat
kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Spesifik: misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis. b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa), Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis. c. Peritonitis tersier, misalnya: 1. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. 2. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. Bentuk lain dari peritonitis: a) Aseptik/steril peritonitis. b) Granulomatous peritonitis. c) Hiperlipidemik peritonitis.
d) Talkum peritonitis. 2. Anatomi dan Fisiologi Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen.Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum.Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus. Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu: a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis. Fungsi peritoneum: a. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
b.
Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam
c.
rongga peritoneum tidak saling bergesekan. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
d.
dinding posterior abdomen. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu
melindungi terhadap infeksi (nuzulul.2012). 3. Etiologi Infeksi bakteri a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal b. Appendisitis yang meradang dan perforasi c. Tukak peptik (lambung/dudenum) d. Tukak thypoid e. Tukak disentri amuba/colitis f. Tukak pada tumor g. Salpingitis h. Divertikulitis Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. 1. Secara langsung dari luar. a. Operasi yang tidak steril b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal. c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati. d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa. 2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab
utama
adalah
streptokokus
atau
pnemokokus. Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena
infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi
bakteri
munuju
dinding
perut
atau
pembuluh
limfe
mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahanbahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn). (Ardi.2012) 4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal
menyebabkan
hipovolemia.
Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan
dan
elektrolit
hilang
kedalam
lumen
usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis (Ardi.2012).
5. Pathway Keperawatan Infeksi Bakteri, virus, Konsumsi diit rendah serat cacing/ parasit
Trauma
Appendiksitis
abdomen
Obstruksi lumen peritonium
Fekalit dalam lumen
Ruptur peritonium
Perforasi
Mukosa Terbendung Nyeri
Konstipasi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hipetermi Sekresi mukus terus menerus sekal
Tekanan intra luminal
Respon inflamasi
Resiko infeksi
Konstipasi
Tekanan intra
Sumbatan fungsional dan pertumbuhan kuman kolon
Nyeri Resiko infeksi
Resiko kekurangan volume cairan
Intoleransi aktivitas
Aliran limfe terhambat Oedema, ulserasi mukosa
Peritonitis Pre Operasi Peradangan Peritonium Peningkatan Peristaltik
Proses infeksi Konsumsi diit
mendadak rendah serat Proses penyakit
Anoreksia, mual, distensi abdomen
Kemungkinan muntah
ruptur
Post Operasi
Pembedahan/Laparatomy Kelemahan fisik
Pembatasan, paska operasi (puasa)
Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.
6. Faktor Resiko a. Adanya malnutrisi b. Keganasan intraabdomen c. Imunosupresi d. Splenektomi Limpa merupakan organ limfoid terbesar dalam tubuh, mengandung 25% limfosit T dan10-15 % limfosit B dari jumlah total populasi.Limpa sebagai respon imun nospesifik berfungsi menghilangkan pathogen dalam darah seperti bakteri dan virus yang dibungkus dengan komplemen.Limpa juga sebagai respon imun spesifik memproduksi antibody, selplasma, sel memori sebagai responnya terhadap antigen yang terjebak di periarteriolar limfoid sheath. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupuseritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat Asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi penyebaran hematogen jika telah terjadi bakteremia.(Scribd.2013) 7. Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu : (chushieri) 1. Komplikasi dini a. b. c.
Septikemia dan syok septic Syok hipovolemik Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem d. Abses residual intraperitoneal e. Portal Pyemia (misal abses hepar) 2. Komplikasi lanjut a. Adhesi b. Obstruksi intestinal rekuren. (Lili.2013) 8. Pencegahan Cara pencegahan peritonitis utamanya adalah menghindari semua penyebabnya, baik penyebabutama maupun penyebab sekundernya, yaitu Mengurangi minum alkohol dan obat yang dapat menyebabkan sirosis. a. Alkoholisme: Konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang dapatmenyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap organ liver dandapat merusak sel-sel pada liver. b. Racun/obat-obatan Pemakaian jangka lama obat-obatan atau eksposur pada racun dapatmenyebabkan kerusakan pada hati dan akhirnya terjadi sirosis. Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat menyebabkan hepatitis akuttermasukacetaminophen (Tylenol), phenytoin (Dilantin), aspirin, isoniazid. (Nydrazid,Laniazid), diclofenac (Voltaren), dan amoxicillin/clavulanic acid (Augmentin). (Scrib.2013) 9. Manifestasi Klinis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.(Ardi.2012) 10. Pemeriksaan Diagnostik a. Test laboratorium 1. Leukositosis Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan
atau
secara
laparoskopi
memperlihatkan
granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 2. Hematokrit meningkat 3. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 ) 4. X. Ray Dari tes X Ray didapat: Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: a) Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. b) Usus halus dan usus besar dilatasi. c) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : 1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior. 3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD),
dengan
sinar
horizontal
proyeksi
anteroposterior. Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: 1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di
proksimal
daerah
obstruksi,
penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). 2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang
jika
panjang-panjang
kemungkinan
gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh
adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. 3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance. 11. Penatalaksanaan 1. Therapy umum a. Istirahat 1) Tirah baring dengan posisi fowler 2) Penghisapan nasogastrik, kateter b. Diet 1) Cair → nasi 2) Diet peroral dilarang c. Medikamentosa 1) Obat pertama Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin 2) Obat alternatif Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien 3. Therapy Komplikasi
Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan sumber infeksi. Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (appendiks dsb) atau penyebab radang lainnya bila mungkin dengan
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. Management
peritonitis
tergantung
dari
diagnosis
penyebabnya.Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan 1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani). 2. Pada pemeriksaan
radiology
didapatkan
pneumo
peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika. 3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi. 4. Pemeriksaan laboratorium. Pembedahan dilakukan bertujuan untuk : 1. Mengeliminasi sumber infeksi. 2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal 3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah :
1. 2. 3. 4. 5.
Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin. Pemberian terapi cairan melalui I.V. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis : 1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya. 2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis. 3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin. 4. Irigasi kontinyu pasca operasi. Terapi post operasi: 1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi. 2. Pemberian antibiotic 3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen. Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi
hebat
dengan
larutan
saline
isotonik
adalah
penting.Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan.Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal.Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika
( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. Pengobatanyang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis.Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.(Ardi.2012)
Asuhan Keperawatan Teoritis Perforasi Gaster e.c Peritonitis Difus 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (iyer at al, 2006). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan
dalam standar
praktek keperawatan dari ana (American Nursing Association) (Nursalam, 2002. hal : 17). a. Identitas klien Identitas klien meliputi nama, alamat, No. MR, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, data penanggung jawab dan lain lain (Muttaqin, 2011). b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan Utama Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien sebelum masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan perforai gaster dan peritonitis biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi (Muttaqin, 2011). Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan gejala klinis perforasi saluran pencernaan yaitu nyeri hebat yang datang tiba-tiba seperti ditikam atau ditusuk, nausea, muntah, perut terasa kembung. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium yang menyebar ke kanan bawah, kemudian ke seluruh perut. Pasien juga dapat mengeluh nyeri di bahu karena adanya rangsangan
peritoneum di permukaan bawah diafragma. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien mengatakan nyeri seluruh perut sejak beberapa hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus dengan intensitas nyeri kuat seperti ditusuk. Awalnya klien merasakan nyeri pada daerah ulu hati kemudian nyeri menyebar ke seluruh perut. Nyeri dirasakan memberat bila pasien bergerak, batuk, atau berjalan. Selain nyeri klien juga mengeluh nafsu makan menurun, mual, muntah, perut kembung dan kaku, demam dan berkeringat dingin. BAB dan kentut berkurang. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya klien mempunyai Riwayat nyeri pada ulu hati atau gastritis sejak lama. klien mempunyai riwayat berobat dan minum obat gastritis seperti antasida sirup dan obat antinyeri. Biasanya klien berkemungkinan memiliki riwayat pembedahan pada perut , ataupun memilki riwayat tertusuk di bagian perut. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada. Biasanya klien tidak mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : klien lemah dan letih dan terlihat sakit berat 2) Kesadaran : biasanya Compos Mentis 3) TTV TD : meningkat Nadi : Normal/meningkat Pernafasan : Normal/meningkat (biasanya pada fase lanjut di jumpai peningkatan RR) Suhu : Nomal/Meningkat 4) Anamnesis Sistem : Sistem Cerebrovaskuler : Pasien sadar, Nyeri kepala (+) Sistem Cardiovaskuler : Tidak ada keluhan Sistem Respiratorius : Sesak nafas Sistem Gastrointestinal : Nyeri perut, kembung, BAB (-), mual, nafsu makan berkurang Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan Sistem Integumentum : Keringat dingin, Badan meriang Sistem muskuloskeletal : Nyeri perut dan Kaku
5) Status Generalis Kepala - Kepala Mengamati bentuk kepala, tidak ada hematoma atau edema, perlukaan (rincian luka, adanya jahitan, dan kondisi luka). Mata -
Biasanya simetris kiri dan kanan
-
konjungtiva tidak anemis
-
sklera tidak ikterik
-
Pupil Reflek cahaya Katarak
-
Biasanya tidak ada pembengkakan polip simetris kiri dan kanan.
: Isokor / Isokor : +/+ : Tidak ditemukan
Hidung
Bibir - Biasanya bibir pucat Leher -
Kelj. Getah bening Kelj. Thyroid JVP
: Tidak membesar : Tidak membesar : Tidak meningkat
Thorax Paru -
Inspeksi : Simetris, tidak retraksi dan tidak ada ketinggalan gerak Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi : Sonor seluruh lapang paru Auskultasi: Suara dasar vesikuler +/+, ST (-/-)
Jantung -
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak Palpasi : Ictus cordis teraba Perkusi : Batas kiri atas SIC II LMC sinistra Batas kanan atas SIC II LPS dextra Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
-
Auskultasi
: Bunyi jantung 1-2, reguler, gallop
tidak ada Abdomen -
Inspeksi : Biasanya tidak ada pembesaran pada abdomen, simetris kiri dan kanan, tidak nampak hematom, warna kulit
-
sama dengan sekitar Auskultasi: Peristaltik menurun Palpasi : Tidak teraba massa, didapatkan defans muskuler, nyeri tekan seluruh lapang perut, hepar dan lien tidak teraba,
-
ballotemen ginjal tidak teraba Perkusi : Hipertimpani, Kembung
Ekstremitas -
Akral : Hangat Sianosis : Tidak ditemukan Edema : Tidak ditemukan
d. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium Parameter WBC RBC HGB
Nilai rujukan Normal atau meningkat Normal Normal atau Menurun
4.00 – 10.00 4.00 – 6.00 12.0 – 16.0
PLT
Normal
150 – 400
NEUT
Normal
52.0 – 75.0
GDS
Normal
70 – 180
Ureum
Normal
15 – 40
Creatinine
Normal atau meningkat
0.5 – 1.0
SGOT/AST
Normal
< 31
SGPT/ALT
Normal
< 31
2) Foto polos abdomen posisi erect
Gambar 1. Foto polos abdomen posisi erect : Gbr. Pneumoperitoneum / Perforasi
Kesan
Foto polos perut posisi tegak dengan arah sinar horizontal membantu untuk menegakkan diagnosis pada keadaan yang lebih lanjut, misalnya sumbatan atau perforasi. Sumbatan yang ditandai dengan dilatasi lambung akan tampak jelas pada foto tersebut sebagai permukaan cairan, yaitu gambaran cairan dan udara yang jelas batasnya. Pada lebih dari 50% kasus perforasi mungkin tampak adanya udara bebas di bawah diafragma. Foto kontras barium tetap merupakan pemeriksaan yang penting dalam membantu menegakkan diagnosis kelainan lambung. Ketepatan diagnosis akan meningkat bila digunakan kontras ganda, yaitu kontras positif (barium) dan negatif (udara). Gastroduodenoskopi dilakukan bila ada keluhan dan tanda yang mencurigakan ke arah penyakit lambung dan atau duodenum serta untuk tindak lanjutnya. Dengan endoskopi, kelainan yang langsung dilihat dapat difoto untuk dokumentasi. Selain itu, jaringan
atau cairan patologis dapat diambil untuk pemeriksaan kimia, sitologi atau patologi e. Rencana Terapi Medikamentosa -
Non medikamentosa
IVFD RL Ceftriaxone 1g/12 jam Metronidazol inf 500mg/ 8 jam Ketorolac 1A/ 12 jam Ranitidine 1A/ 12 jam
-
Puasa Pasang NGT Pasang kateter Pembedahan
Laparotomy
f. Data Fokus -
Data Subjektif Data Objektif Klien mengatakan nyeri hebat - KU: klien lemah dan letih yang datang tiba-tiba seperti
-
-
ditikam atau ditusuk Klien mengatakan nyeri ini
Compos Mentis - TTV timbul mendadak TD :Meningkat Klien mengatakan nyeri pada N :Normal/meningkat daerah ulu hati kemudian RR:Normal/meningkat nyeri menyebar ke seluruh
(biasanya pada fase lanjut
perut Klien mengeluh nyeri di bahu
di jumpai peningkatan RR) T :Nomal/Meningkat Klien tampak meringis Skala nyeri sedang P: klien mengatakan nyeri
karena
adanya
peritoneum -
dan terlihat sakit berat - Kesadaran : biasanya
di
permukaan -
rangsangan
bawah diafragma. Klien mengatakan dirasakan
memberat
dirasakan memberat bila nyeri bila -
-
pasien bergerak Klien mengatakan nausea Klien mengatakan muntah Klien mengatakan perut terasa
-
kembung dan kaku Klien mengeluh nafsu makan
-
menurun Klien mengatakan demam dan berkeringat dingin
pasien bergerak dan batuk Q: Klien mengatakan nyeri hebat yang datang tiba-tiba seperti ditikam atau ditusuk R: Klien mengatakan nyeri pada
daerah
ulu
hati
kemudian nyeri menyebar ke seluruh perut bahkan -
bahu S: Skala nyeri sedang
-
Klien mengatakan BAB dan -
T: Klien mengatakan nyeri
-
kentut menurun Klien mengatakan
ini timbul mendadak Klien tampak mual Muntah (+) Perut klien teraba kembung
-
badan mudah lelah Klien mengatakan mempunyai
-
riwayat gastritis klien mengatkan
-
dan kaku Bibir klien pucat Nyeri tekan pada seluruh
gastritis seperti antasida sirup dan obat antinyeri. -
perut BAB dan kentut (-) Riwayat gastritis Klien minum obat gastritis
berobat
dan
sudah
minum
obat
-
(+) HB normal atau menurun
2. Analisa Data No 1.
Data
Etiologi
DS: -
-
Agen cidera Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri hebat Biologis yang
datang
tiba-tiba
seperti
ditikam atau ditusuk Klien mengatakan nyeri pada daerah ulu hati kemudian nyeri
-
menyebar ke seluruh perut Klien mengeluh nyeri di bahu karena
adanya
rangsangan
peritoneum di permukaan bawah -
diafragma. Klien mengatakan nyeri dirasakan
-
memberat bila pasien bergerak Klien mengatakan mempunyai riwayat gastritis
-
Masalah
klien mengatkan sudah berobat dan minum obat gastritis seperti
antasida sirup dan obat antinyeri. DO: - KU: klien lemah dan letih dan terlihat sakit berat
- Kesadaran : biasanya Compos Mentis - TTV TD :Meningkat N :Normal/meningkat RR:Normal/meningkat (biasanya pada
-
fase
lanjut
di
peningkatan RR) T :Nomal/Meningkat Klien tampak meringis Skala nyeri sedang P: klien mengatakan
jumpai
nyeri
dirasakan memberat bila pasien -
bergerak dan batuk Q: Klien mengatakan nyeri hebat yang
-
datang
tiba-tiba
seperti
ditikam atau ditusuk R: Klien mengatakan nyeri pada daerah ulu hati kemudian nyeri menyebar
-
2.
ke
seluruh
perut
bahkan bahu S: Skala nyeri sedang T: Klien mengatakan nyeri ini
timbul mendadak - Nyeri tekan pada seluruh perut DS: Intake yang - Klien mengeluh nafsu makan tidak menurun adekuat - Klien mengatakan nausea - Klien mengatakan muntah - Klien mengatakan perut terasa -
kembung dan kaku Klien mengatakan badan mudah lelah
DO: -
Klien tampak mual Muntah (+) Perut klien teraba kembung dan
-
kaku Diet Klien tampak tidak habis
Perubhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.
DS: Mual dan Resiko - Klien mengatakan nausea muntah kekurangan - Klien mengatakan muntah - Klien mengatakan perut terasa volume -
kembung dan kaku Klien mengatakan demam dan
-
berkeringat dingin Klien mengatakan badan mudah
cairan
lelah DO: - Klien tampak mual - Muntah (+) - Perut klien teraba kembung dan -
kaku Bibir klien pucat HB normal atau menurun
3. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri Akut b.d Agen cidera Biologis 2) Perubahan nutrisi kuang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat 3) Resiko kekurangan volume cairan b.d mual muntah
4. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan Dan Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan 1.
Nyeri
akut Tujuan :
berhubungan dengan
Agen
cidera biologis
-
Nyeri berkurang Nyeri terkontrol Klien merasa nyaman
perubahan nutrisi dari
Tujuan :
(kurang Kebetuhan nutrisi tubuh terpenuhi kebutuhan Kriteria hasil:
tubuh)
frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan. 2. Bantu pasien mengatur posisi senyaman
Kriteria Hasil: 1. Penurunan respon terhadap nyeri (Skala nyeri 0 ) 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal TD : 110/60 -130/90 mmHg N: 60-100 x/menit S: 36,5-37,5 derjat celcius P:16-20x/menit - Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
2.
1. Kaji riwayat nyeri, misalnya : lokasi nyeri,
1. Tidak terjadi penurunan BB 2. Diit habis 1 porsi
3. 4. 5. 6. 7.
mungkin (posisi fowler) Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas dalam) Ciptakan lingkungan yang nyaman Anjurkan kompres hangat Kaji tanda tanda vital Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh Timbang BB sesuai indikasi Diskusi menu yang disukai klien Berikan makanan dalam posrsi hangat Berikan makanan sedikit api sering Anjurkan gosok gigi sebelum dan sesudah
berhubungan dengan yang 3.
3. Nafsu makan meningkat
Intake tidak
makan 7. Anjurkan makanan yang rendah lemak 8. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit
adekuat Resiko
Tujuan:
1. Pertahankan catatan intake dan output yang
Kekurangan
Volume cairan seimbang
akurat 2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran
volume
cairan
b.d mual muntah Kriteria hasil : 1. Urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan 3. Monitor vital sign 4. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake cairan kalori harian 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV 6. Monitor status nutrisi 7. Monitor tingkat Hb dan hematokrit