Bab 2 Isoterm.docx

  • Uploaded by: Aldi Nelfrian
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Isoterm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,741
  • Pages: 9
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1

Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Adsoprsi Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisisorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gayagaya Van Der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol. Sedangkan pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van Der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Wahyuni, 2011). Adsorpsi merupakan peristiwa kesetimbangan kimia. Besarnya konsentrasi adsorbat oleh proses adsorpsi tergantung pada mekanisme adsorpsi, konsentrasi awal adsorbat, temperatur, dosis adsorben, dll sehingga membandingkan kemampuan suatu adsorben dari besarnya reduksi setelah adsorpsi bisa menjadi bias. Karenanya, untuk menguji kuat-lemahnya adsorpsi, yang dibutuhkan adalah besaran energi adsorpsi (E ads) yang dapat diperoleh dari evaluasi nilai konstanta adsorpsi-desorpsi (K) sebagai fungsi temperatur. Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a.

Chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi kimia antara zat padat dengan adsorbat larut

dan reaksi ini tidak berlangsung bolak-balik. Interaksi suatu senyawa organik dan permukaan adsorben dapat terjadi melalui tarikan elektrostatik atau pembentukan ikatan kimia yang spesifik misalnya ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti struktur, gugus fungsional dan sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi. b.

Adsorpsi fisika (physical adsorption), terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan biasanya adsorpsi ini berlangsung secara bolakbalik. Ketika gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari gaya tarik-menarik zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan cenderugn teradsorpsi pada permukaan adsorben.

c.

Ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.

Tabel 2.1 Perbedaan Adsorpsi Fisik dan Adsorpsi Kimia No. 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Adsorpsi Fisik

Adsorpsi Kimia

Molekul terikat pada adsorben Molekul terikat pada adsorben oleh oleh gaya van der Waals

ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi – 4 Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai – 40 kJ/mol Dapat

membentuk

sampai – 800 kJ/mol lapisan

multilayer

Membentuk lapisan monolayer

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu Adsorpsi dapat terjadi pada suhu di bawah titik didih adsorbat Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu Bersifat tidak spesifik

tinggi Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan adsorbat Melibatkan energi aktifasi tertentu

Bersifat sangat spesifik (Sumber : Tony,1989)

Adsorpsi secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua fase, yaitu fase padat (adsorben) dan fase cair (pelarut, biasanya air) yang mengandung spesies terlarut yang akan diserap (adsorbat, ion logam). Kriteria adsorben yang baik menurut Sukardjo (1985): 1.

Adsorben-adsorben digunakan biasanya dalam wujud butir berbentuk bola, belakang dan depan, papan hias tembok, atau monolit-monolit dengan garis tengah yang hidrodinamik antara 5 dan 10 juta.

2.

Harus mempunyai hambatan abrasi tinggi.

3.

Kemantapan termal tinggi.

4.

Diameter pori kecil, yang mengakibatkan luas permukaan yang diunjukkan yang lebih tinggi dan kapasitas permukaan tinggi karenanya untuk adsorpsi.

5.

Adsorben-adsorben itu harus pula mempunyai suatu struktur pori yang terpisah jelas yang memungkinkan dengan cepat pengangkutan dari uap air yang berupa gas.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi a.

pH pH mempunyai pengaruh besar dalam proses adsorpsi karena pH mampu mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan gugus aktif adsorben.

b.

Konsentrasi logam Konsentrasi logam sangat berpengaruh terhadap penyerapan logam oleh adsoben. Pada permukaan penyerap, dalam hal ini biomassa terimobilisasi terdapat sejumlah sisi aktif yang proporsional dengan luas permukaan penyerap. Jadi dengan memperbesar konsentrasi larutan serapan logam akan meningkat secara linier hingga konsentrasi tertentu. Silika gel, stirena, divinilbenzena, dan polisulfon akan bekerja baik dengan konsentrasi logam sebesar 5 ppm (Tony, 1989).

c.

Waktu Kontak Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben selama proses adsorpsi berlangsung dipertahankan konstan.

d.

Tumbukan Antar Partikel Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan antar partikel ini dapat dipercepat dengan adanya kenaikan suhu.

e.

Karakteristik dari adsorben Ukuran partikel dan luas permukaan adsorben akan mempengaruhi proses adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel akan semakin cepat proses adsorpsi yang terjadi dan semakin besar luas permukaan adsorben maka penyerapan yang terjadi semakin merata.

f.

Distribusi Ukuran Pori Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk kedalam partikel adsorben. Kebanyakan zat pengasorpsi atau adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu didalam partikel tersebut.

2.1.3 Penentuan Adsorbsi Isotherm Perubahan konsentrasi adsorbat oleh proses adsorpsi sesuai dengan mekanisme adsorpsinya dapat dipelajari melalui penentuan isoterm adsorpsi yang sesuai, seperti isoterm Langmuir dan Freundlich. 1.

Isoterm Langmuir Meskipun terminologi adsorpsi pertama kali diperkenalkan oleh Kayser

(1853-1940), penemu teori adsorpsi adalah Irving Langmuir (1881-1957), Nobel laureate di Chemistry (1932). Isotherm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu: (1) Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer) (2) Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan (3) Semua situs dan permukaannya Persamaan isotherm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak

teradsorpsi. Persamaan isotherm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut. 𝐢 π‘₯⁄ π‘š

1

1

= (π‘₯β„π‘š)π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  𝐾 + (π‘₯β„π‘š)π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  C ...................................... (2,1)

Dimana C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi adsorbat yang terjerap per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi dan (x/m)mak adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben. Kurva isotherm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir (Atkins,1999). 2.

Persamaan Isotherm Adsorpsi Freundlich Persamaan isohterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya

lapisan monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut. Log (x/m) = log k + 1/n log c................................................(2.2) Sedangkan kurva isotherm adsorpsinya disajikan pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Kurva Isotherm Adsorpsi Freundlich (Sandi,2008). Menurut Sandi (2008) menjelaskan hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isotherm adalah sebagai berikut. a) Kurva isotherm yang cenderung datar artinya isoterm yang digunakan menyerap pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan. b) Kurva isotherm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.

3.

Isotherm Adsorpsi Brunauer, Emmet and Teller (BET) Isotherm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan

yang homogen. Perbedaan isotherm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda. Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan isoterm BET akan lebih baik dari pada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk adsoprsi fisik.

2.1.4 Karbon Aktif Karbon aktif, atau sering juga disebut sebagai arang aktif, adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kirakira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri.

Secara umum karbon aktif ini dibuat dari bahan dasar batu bara dan biomasa. Intinya bahan dasar pembuat karbon aktif haruslah mengandung unsur karbon yang besar. Dewasa ini karbon aktif yang berasal dari biomasa banyak dikembangkan para peneliti karena bersumber dari bahan yang terbarukan dan lebih murah. Bahkan karbon aktif dapat dibuat dari limbah biomasa seperti kulit kacang-kacangan, limbah padat pengepresan biji – bijiaan, ampas, kulit buah dan lain sebagainya. Proses pembuatan arang aktif dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pengaktifan secara fisika dan secara kimia. Pengaktifan secara fisika pada dasarnya dilakukan dengan cara memanaskan bahan baku pada suhu yang cukup tinggi (600 – 900oC) pada kondisi sedikit udara (oksigen), kemudian pada suhu tinggi tersebut dialirkan media pengaktif seperti uap air dan CO2. Sedangkan pada pengaktifan kimiawi, bahan baku sebelum dipanaskan dicampur dengan bahan kimia tertentu seperti KOH, NaOH, K2CO3 dan lain sebagainya. Biasanya pengaktifan secara kimiawi tidak membutuhkan suhu tinggi seperti pada pengaktifan secara fisis, namun diperlukan tahap pencucian setelah diaktifkan untuk membuang sisa – sisa bahan kimia yang dipakai. Sekarang ini telah dikembangkan pengabungan antara metode fisika dan kimia untuk mendapatkan sekaligus kelebihan dari kedua tipe pengaktifan tersebut. Karbon aktif dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: 1. Karbon Aktif Sebagai Pemucat Biasanya berbentuk powder yang halus dengan diameter pori 1000 AΓΈ, digunakan dalam fase cair dan berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu. 2. Karbon Aktif Sebagai Penyerap Uap Biasanya berbentuk granular atau pelet yang sangat keras, diameter porinya 10-200 AΓΈ, umumnya digunakan pada fase gas yang berfungsi untuk pengembalian pelarut, katalis, dan pemurnian gas (Ruthven, 1984).

2.1.5 Asam Asetat Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.

Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3–COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat pekat (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7Β°C. Cuka mengandung 3–9% volume asam asetat, menjadikannya asam asetat adalah komponen utama cuka selain air. Asam asetat berasa asam dan berbau menyengat. Selain diproduksi untuk cuka konsumsi rumah tangga, asam asetat juga diproduksi sebagai prekursor untuk polivinil asetat dan selulosa asetat. Meskipun digolongkan sebagai asam lemah, asam asetat pekat bersifat korosif dan dapat menyerang kulit. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan bakuindustri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat, dengan kode aditif makanan E260, digunakan sebagai pengatur keasaman.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P. W., 1999, Kimia Fisika, (diterjemahkan oleh : Kartahadiprojo Irma I), edisi ke-2, Jakarta : Erlangga. Ruthven, D. M., 1984. Principle of adsorption and Adsorption Process. John Wiley dan Sons: New York, 124-141. Sandi,A.W.2008. Isotherm Adsorpsi.Jakarta:Erlangga. Sukardjo. 2002, Kimia Fisika. Jakarta: PT Rineka Cipta. Tony, Bird. 1989. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta:Gramedia. Wahyuni, Sri. 2011. Bahan Ajar (Handout) Kimia Fisika 2. Semarang : Jurusan Kimia

Related Documents

Bab 2
June 2020 19
Bab 2
May 2020 26
Bab 2
May 2020 40
Bab 2
June 2020 23
Bab 2
April 2020 32
Bab 2
April 2020 37

More Documents from ""