Bab 2 2.3 Indikator mutu pelayanan gizi Pelayanan gizi di rumah sakit dikatakan bermutu jika memenuhi 3 komponen mutu yaitu pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman, menjamin kepuasan konsumen, dan asessment yang berkualitas. Berdasarkan Permenkes 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dan Permenkes No 78 tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, ada tiga indikator kunci keberhasilan Pelayanan Gizi Rumah Sakit yaitu: 1. Ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien (100%) 2. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien (< 20%) 3. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian diet (100%)
Contoh indikator pelayanan gizi yang dapat dikembangkan di Rumah Sakit : Perspektif
Pelayanan
Indikator
Target
% pasien yg mendapat makanan sesuai kebutuhan gizi % faktor resiko gizi teridentifikasi dg memadai
100 % > 90 %
% pergantian menu dalam waktu 1 bulan
<5%
% sisa makanan
< 20 %
% kerusakan makanan
100 %
% ketepatan waktu pemberian makanan
100 %
% ketepatan diet
100 %
% skrening pasien baru dalam waktu 2 x 24 jam % pencatatan asuhan gizi dalam rekam medik
100 % 100 %
% kunjungan ulang pasien ke poli gizi
50 %
% pasien berdiet yang mendapat konseling
50 %
Keterangan : indikator dan target disesuaikan dengan kondisi masing-masing RS Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), 2013
2.4 Indikator Mutu Pelayanan Gizi Terkait Evaluasi Menu 1. Ketepatan diet yang disajikan a. Definisi : Prosentase ketepatan diet yang disajikan sesuai dengan diet order dan rencana asuhan b. Skor : 100 % c. Prosedur : 1) Pilih pasien pasien kurang gizi (minimum 4 maksimal 20) untuk dilakukan evaluasi 2) Catat rencana intervensi diet yang terdapat dalam rekam medik, catat order diet yang diminta ke ruang produksi makanan dan observasi diet yang disajikan. 3) Jawaban “ya” bila order diet sesuai dengan rencana intervensi, order diet sesuai dengan diet yang disajikan; Jawaban “tidak” bila terjadi sebaliknya. Jawaban “pengecualian”, bila ketidaksesuaian tersebut karena sesuatu hal yang mendasar (misalnya perut diet menjelang waktu makan, atau pasien menolak makanan). 4) Lakukan rekapitulasi dan tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak 5) Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak lanjutnya d. Frekuensi audit Bila ketepatan memenuhi skor 100 %, maka diaudit kembali 1 tahun, bila belum mencapai skor dicari penyebabnya, ditindak lanjuti dan di audit kembali. e. Contoh audit ketepatan diet :
2. Ketepatan penyajian makanan a. Definisi: Prosentase ketepatan dan keakuratan makanan yang disajikan yang sesuai standar yang disepakati. b. Minimum skor: ketepatan penyajian makanan 100 % c. Prosedur: 1) Amati penyajian makanan di pasien, fokuskan pada 4 aspek di bawah ini:
Apakah alat makan lengkap sesuai dengan standar yang ditetapkan?
Apakah menu yang disajikan sesuai dengan siklus menu yang berlaku atau yang menu yang diminta pasien?
Apakah porsi yang disajikan sesuai dengan standar porsi yang ditetapkan?
Apakah penampilan makanan yang disajikan secara keseluruhan baik ? (kebersihan, menarik, penataan makanan sesuai alat)
2) Jawaban “ ya” bila sesuai dan “ tidak” bila tidak sesuai. 3) Hitung dengan formula ini: ∑ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎 x 100% 4 4) Lakukan rekapitulasi dan tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak. 5) Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak lanjutnya. d. Frekuensi audit: Bila minimum skor tercapai, dilakukan 12 kali dalam setahun. Bila skor minimum tidak tercapai dilakukan audit berulang pada aspek yang perlu diperbaiki. e. Contoh audit ketepatan penyajian makan
3. Ketepatan cita rasa makanan a. Definisi : Prosentase cita rasa (aroma, suhu, penampilan, rasa dan tekstur) hidangan yang dapat diterima atau sesuai dengan dietnya b. Minimum skor: ketepatan citarasa makanan 100 % c. Prosedur: 1) Panelis memilih hidangan yang akan di audit 2) Pesankan hidangan dari dapur, pastikan menu / hidangan tersebut sesuai dengan yang disajikan ke pasien 3) Pastikan terdapat jenis hidangan yang merupakan modifikasi bentuk makanan dan terapi diet 4) Jawaban “ ya” bila citarasa dapat diterima panelis dan “tidak” bila tidak dapat diterima panelis. 5) Hitung dengan formula dibawah ini: ∑ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 "𝑦𝑎"x 100% ∑ 𝑚𝑒𝑛𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑢𝑑𝑖𝑡 𝑥 5 6) tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak 7) Lakukan rekapitulasi dari beberapa pasien dan tentukan kesimpulannya secara keseluruhan apakah skor minimum tercapai atau tidak. 8) Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak lanjutnya. d. Frekuensi audit: bila minimum skor tercapai, dilakukan 12 kali dalam setahun. Bila skor minimum tidak tercapai dilakukan audit berulang pada aspek yang perlu diperbaiki. e. Contoh audit ketepatan cita rasa makanan :
4. Sisa makanan pasien a. Definisi : Prosentasi makanan yang dapat dihabiskan dari satu atau lebih waktu makan b. Skor maksimal : 80 % c. Prosedur: 1) Pilih pasien/menu yang akan di audit. Pasien tidak boleh diberitahu akan diaudit. 2) Minta penyaji makanan tidak membereskan meja pasien sebelum audit selesai atau bila pasien telah selesai makan, pindahkan baki pasien ke troli terpisah untuk diamati auditor. 3) Amati dan catat estimasi sisa makanan yang terdapat dalam baki:
Penuh = menggambarkan makanan utuh (tidak dimakan)
¾ p = Menggambarkan sisa makanan ¾ porsi awal
½ p = Menggambarkan sisa makanan ½ porsi awal
¼ p = Menggambarkan sisa makanan ¼ porsi awal
0 p = Menggambarkan tidak ada sisa makanan
4) Hitung skor, bila
Penuh dikalikan 0
¾ p dikalikan 1
½ p dikalikan 2
¼ p dikalikan 3
0 dikalikan 4
5) Formula : Total nilai X 100 % Jumlah jenis menu x 4 6) Tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak 7) Lakukan rekapitulasi dari beberapa pasien dan tentukan kesimpulannya secara keseluruhan apakah skor minimum tercapai atau tidak. d. Frekuensi audit : Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak lanjutnya. e. Contoh audit sisa makanan :
Bab 3 Studi Kasus 3.1 Hasil dan Analisa Penelitian Evaluasi Sistem Penyelenggaraan Makanan dan Sisa Makanan Lunak di Beberapa Rumah Sakit di Dki Jakarta Penelitian ini merupakan penelitian survey, populasi adalah seluruh pasien yang mendapat makanan lunak di rumah sakit lokasi penelitian, sampel adalah bagian dari populasi yang diambil secara purposive sejumlah 30 orang di setiap rumah sakit, dengan kriteria sampel pasien dewasa (21-60 tahun), mendapat makanan lunak, minimal sudah dirawat selama dua hari, bisa berkomunikasi, dan bersedia mengikuti penelitian. Data primer didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Data dianalisis secara univariat dan tabulasi silang dengan pengelompokan pada variabel-variabel yang ada. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hampir pada setiap waktu makan ditemukan responden yang tidak menghabiskan makanan dengan sisa makanan melebihi standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan yaitu maksimal 20 persen. Untuk buah dan makanan selingan jumlah yang tidak dihabiskan lebih sedikit, jika dibandingkan dengan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayuran seperti terlihat pada tabel.
Alasan
responden
tidak
menghabiskan
makanan
beragam,
diantaranya
tidak
menghabiskan makanan pokok disebabkan karena porsi yang diberikan terlalu besar. Untuk lauk hewani, sayuran, dan makanan selingan sebagian besar alasan responden tidak menghabiskan makanan adalah rasa kurang enak. Untuk lauk nabati dan buah sebagian besar responden yang tidak menghabiskan mengatakan malas makan hidangan yang disajikan.
Untuk hidangan yang tidak disukai responden, baik untuk lauk hewani, lauk nabati dan sayuran, berbeda di tiap rumah sakitnya. RSI Sukapura paling banyak mempunyai makanan yang tidak disukai sedangkan RS Persahabatan yang paling sedikit mempunyai hidangan tidak disukai reponden.
Sedangkan untuk penilaian sistem penyelenggaraan makanan lunak di tiap RS Pasar Rebo, RSI Sukapura, dan RS persahabatan yakni sebagai berikut:
Dari 10 aspek yang dinilai, di RS Pasar Rebo ada 6 aspek yang mendapat penilaian baik, RSI Sukapura ada 4 aspek, sedangkan RS Persabatan ada 3 aspek. Untuk aspek standar resep, besar porsi hidangan dan hygiene penjamah makanan tidak ada rumah sakit yang dinilai baik Terkait pergantian menu, RSUD Pasar Rebo dinilai baik karena pergantian menu dilakukan 6 bulan sekali, hal ini memungkinkan untuk mengganti hidangan yang tidak disukai pasien dan menambahkan usulan hidangan yang disukai pasien ke dalam menu. Berbeda dengan dua rumah sakit lainnya dimana keinginan pasien tidak dapat langsung diantisipasi. Untuk siklus menu, ketiga rumah sakit menggunakan siklus menu 10 hari dan dipakai untuk penyelenggaraan makanan lunak. Selama penelitian hidangan yang disajikan sama dengan menu yang sudah direncanakan. Untuk variasi menu, dalam penelitian tersebut masih banyak hidangan yang kurang bervariasi. Khusus untuk hidangan lauk nabati hendaknya tidak diganti dengan bahan makanan sumber karbohidrat, atau dikombinasi dengan lauk nabati dengan proporsi lauk nabati lebih besar. Variasi menu dapat dilakukan dengan menambah standar resep, yang dibukukan
berdasarkan klasifikasi resep. Hal ini akan membantu pada waktu penyusunan menu dan memperkaya variasi menu, baik dari rasa, warna, konsistensi, penggunaan bahan makanan dan teknik pemasakan. Standar resep merupakan hal yang penting dalam suatu penyelenggaraan makanan banyak. Umumnya penyelenggaraan makanan komersial menggunakan standar resep sehingga mudah untuk mengawasi citarasa dan harga makanan. Dalam penelitian ini ketiga rumah sakit belum belum menggunakan standar resep dalam produksi makanan sehari-hari. Untuk besar porsi hidangan, dari hasil pengamatan besar porsi hidangan di ke tiga rumah sakit sudah sesuai dengan yang ditetapkan rumah sakit. Namun demikian besar porsi belum mengantisipasi kemampuan pasien menghabiskan hidangan yang disajikan, sehingga makanan yang disajikan banyak yang terbuang. Sedangkan porsi buah dan makanan selingan masih dirasakan kurang. Ariefuddin (2007) membuktikan bahwa ada hubungan antara ketidaksesuaian terhadap standar porsi makanan lunak rumah sakit dengan sisa makanan terutama makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur. Untuk waktu penyajian, dari hasil pengamatan yang dilakukan penyajian makanan di ketiga rumah sakit selalu tepat waktu sehingga dapat dikatagorikan baik. Untuk alat transportasi, alat angkut makanan ke ruangan umumnya menggunakan troli. Kebersihan troli perlu dijaga, apabila troli yang digunakan merupakan troli tertutup kebersihan di bagian dalam perlu mendapat perhatian, sedangkan jika menggunakan troli terbuka alat hidang yang digunakan sudah dalam keadaan tertutup. Dalam penelitian ini ketiga rumah sakit sudah menggunakan alat angkut yang cukup baik. Dari segi alat saji, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di RSUD Pasar Rebo mengeluhkan penggunaan sterofoam sebagai alat saji. Sedangkan di dua rumah sakit lainnya alat saji tidak menjadi masalah. Alat saji yang baik dapat meningkatkan selera makan pasien. Pencucian dan penyimpanan alat makan: Pencucian alat hendaknya melalui 4 tahapan yaitu penetrasi, suspensi, pembilasan, dan sanitasi. Tahapan ini belum sepenuhnya dilakukan di tiga rumah sakit. Hygiene penjamah makanan (distribusi): Petugas distribusi makanan sudah mengenakan pakaian yang bersih. Namun belum dilengkapi dengan celemek dan tutup kepala. Penggunaan celemek dan tutup kepala untuk menjaga kebersihan makanan (Irfanny Anwar, dkk 2012).
Dari keseluruhan hasil penelitian, dapat diperoleh saran yakni perlu dilakukan perbaikan menu makanan lunak berdasarkan evaluasi menu dengan memperhatikan selera pasien, serta membakukan resep masakan dalam standar resep. Untuk mengantisipasi sisa makanan dapat dilakukan pengurangan besar porsi hidangan utama dan dialihkan ke makanan selingan, penggunaan alat saji yang layak, melengkapi petugas distribusi makanan dengan celemek dan topi, serta meningkatkan pengetahuan responden tentang makanan lunak melalui konseling.
Daftar Pustakaaaaaa Departemen Kesehatan RI. 2013. Buku pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit khusus dan Swasta, Jakarta. Anwar, Irfanny. 2012. “Evaluasi Sistem Penyelenggaraan Makanan Lunak dan Analisis Sisa Makanan Lunak di Beberapa Rumah Sakit di DKI Jakarta, tahun 2011". Jurnal Gizi Indonesia, 35(2):97-108. Ariefuddin, Muhammad Agus. Analisis sisa makanan lunak rumah sakit pada penyelenggaraan makanan dengan sistem Outsourcing di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan