BAB II KONSEP DASAR MEDIS 2.1 BATU GINJAL 2.1.1 Pengertian Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal dan merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih (http://ejournal.unsrat.ac.id). Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan sistin). Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urine (Nursalam, 2011). Mary Baradero (2009) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat. Pendapat lain menjelaskan batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli di ginjal (Arif Muttaqin, 2011).
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007). Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal atau bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan karena terjadi pembentukan batu di dalam ginjal, yang terbanyak pada bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan proses perkemihan. 2.1.2 Etiologi Menurut Kartika S. W. (2013) ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya batu pada ginjal, yaitu : a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. b.
Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah : a. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing. c. Suhu Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih. d. Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011)
2.1.3 Patofisiologi Menurut (http://alisarjunipadan.blogspot.com) batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah,
maka
pasien
sedang
mengalami
ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
kolik
renal.
Diare
dan
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu: a. Teori inti (nucleus): Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi. b. Teori matriks: Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal. c. Teori inhibitor kristalisasi: Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi. Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya : a. Batu kalsium Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kanker, struke atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium. Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:
1) Hiperkalsiuria abortif: Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid. 2) Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal b. Batu oksalat Batu oksalat dapat disebabkan oleh 1) Primer autosomal resesif 2) Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi. 3) Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi c. Batu asam urat Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh: 1)
Makanan yang banyak mengandung purin
2)
Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3)
Dehidrasi kronis
4)
Obat: tiazid, lazik, salisilat
d. Batu sturvit Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
e. Batu Sistin Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin. 2.1.4 Tanda dan Gejala Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu pada ginjal. Gejala umum yang muncul diantaranya: a. Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat. Nyeri kolik ditandai dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan pinggang kemudian menjalar ke bagian perut dan daerah paha sebelah dalam. b.
Karena nyeri hebat biasa di ikuti demam dan menggigil.
c. Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadi nya muntah. Dan gangguan perut. d. Adanya darah di dalam urin. Dan adanya gangguan buang air kecil penderita juga sering BAK. Atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Jika ini terjadi maka resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi lebih besar. 2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Ada
beberapa
pemeriksaan
nefrolitiasis, yaitu :
diagnostik
dalam
menegakkan
diagnosa
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6 2) Sediment sel darah merah lebih dari 90% 3) Biakan urin 4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat b. Darah
1) Hb turun 2) Leukositosis 3) Urium kreatinin 4) Kalsium, fosfor, asam urat c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu 2) USG abdomen 3) PIV (Pielografi Intravena) 4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008)
2.1.6 Penatalaksanaan Menurut penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu: a. Terapi medis dan simtomatik Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri.
Selain itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr. b. Terapi mekanik (Litotripsi) Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut. c. Tindakan bedah Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain: 1) Pielolititomi 2) Nefrolithotomi/nefrektomi 3) Ureterolitotomi 4) Sistolitotomi
: jika batu berada di piala ginjal : jika batu terletak didalam ginjal : jika batu berada dalam ureter : jika batu berada di kandung kemih
2.1.7 Komplikasi Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi yang disebabkan dari batu nefrolitiasis adalah: a. Sumbatan: akibat pecahan batu b.
Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi. c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007). 2.1.8 Prognosis Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek.
2.2 URO SEPSIS 2.2.1 Pengertian Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari focus infeksi ditraktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septic. Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaanadanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Agus Tessy, 2001). Menurut Enggram, Barbara (1998), Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. Infeksi traktus urinarius disebabkan adanya mikro organisme patogenik dalam traktus urinarius dengan atau tanpa disertai tanda dan gejala. Tempat yang sering mengalami infeksi adalah kandung kemih (sistitis ), tetapi uretra (uretritis ), prostat (prostatitis ) dan ginjal (pielonefritis) juga dapat terkena, normalnya traktus urinarius diatas uretra adalah steril.bakteriuria mengacu pada adanya bakteri dalam urin ,infeksi setiap bagian traktus urinarius dapat terjadi selama beberapa bulan atau bahkan tahun tanpa gejala.dua sampai empat persen pasien–pasien inni selanjutnya mengalami sepsis akibat bakter gram – negative. 2.2.2 Etiologi Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan kumanpenyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliformgramnegatif sepertiEschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonasaeruginosa (5%). Bakteri
gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI004 study) denganmembandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% padapasien dengan kateter dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateterdan 4,1% pada non-kateter.Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien
berusia
lanjut,
diabetes
danimmunosupresif
seperti
penerima
transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.
2.2.3 Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya: Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif. Mobilitas menurun Nutrisi yang sering kurang baik System imunnitas yng menurun Adanya hambatan pada saluran urin Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun. 2.2.4 Manifestasi klinis a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis c. Hematuria d. Nyeri punggung dapat terjadi e. Kelemahan Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis) a. Demam b. Menggigil c. Nyeri panggul dan pinggang d. Nyeri ketika berkemih e. Malaise f. Pusing g. Mual dan muntah
2.2.5 Pemeriksaan penunjang Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam, badan panas dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau
benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi urologik. Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu, takikardi, dan demam, kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat antara 38-40 C. a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi
warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa,
protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan b. Pemeriksaan Mikroskopik Urin Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah > 10 / lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. c. Pemeriksaan Kultur Urin Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila
jumlah koloni yang tumbuh >105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra 2.2.6 Penatalaksanaan
Penanganan UTI yang ideal adalah agens antibakrerial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina, dengan demikian akan memperkecil insiden infeksi ragi vagina. Pada pasien yang di tangani dengan agen antimicrobial yang banyak mempengaruhi flora vagina; menyebabkan lebih banyak gejala dan semakin sulit dan mahal penanganannya di banding UTI. Selain itu, agen anti bacterial harus murah dan menyebabkan efek samping serta rendah resisten. Karena oragnisme pada infeksi traktus urinarius non komplikasi pada wanita adalah Escherichia Coli atau flora feka lain, maka agens yang di berikan harus efektif melawan organisme ini. Variasi program penanganan telah menangani infeksi traktus urinarius bawah non komlikasi pada wanita dari pemberian dosis tunggal program medikasi short course 3-4 hari atau long course 7-10 hari, upaya dilakukan untuk mempersingkat perajalan terapi antibiotic untuk UTI non komplikasi,
sehingga 80% pasien akan sembuh dalam 3 hari penanganan (Childs et al 1993). 2.2.7 Komplikasi Kemungkinan komplikasi dari urosepsis termasuk:
a.
koleksi nanah dekat ginjal atau prostat
b.
kegagalan organ
c.
kerusakan ginjal
d.
jaringan parut di saluran kemih
e.
syok septik
2.3 Syok Septik 2.3.1 Definisi Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui tubuh (Kamus Keperawatan). Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan (Nasroedin,2007) Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi). Sepsis adalah adanya SIRS (Systemic Infalammatory Respondense syndrome) di tambah dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut. Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respons systemic terhadap infeksi, adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang di buktikan (proven) atau dengan suspek infeksi secara klinis. Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih criteria : Suhu >38 C atau <36 Denyut Jantung >90x/menit Laju Respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 <32mmHg Hitung Leukosit >12.000/mm3 atau >10 % sel imatur/band. Penyabab respon sistemikdihipotesiskan sebagia infeksi local yang tidak terkontrol,sehingga
menyebabkan
bakterimia
atau
toksemia
(endotoksin/eksotoksin) yang menstimulasi reaksi inflamasi di dalam pembuluh darah atau organ lain. Sepsis secara klinis dibagi berdasarkan beratnya kondisi, yaitu sepsis,sepsis berat, dan syok septic.Sepsis berat adalah infeksi dengan adanya bukti kegagalan organ akibat hipoperfusi.Syok septic adalah sepsis berat dengan hipotensi yang persisten setelah diberikan resusitasi cairan dan menyebabkan
hipoperfusi jaringan.Pada 10% -30 % kasus syok septic didapatkan bakterimia kultur positif dengan mortalitas mencapai 40-150%. Syok septik adalah Shock yang disebabkan infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum shock distributif. 2.3.2 Etiologi Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).
2.3.3 Patofisiologi Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.( Vienna,2000) Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).
2.3.4 Gejala Klinis Sepsis Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi : Sindrom distress pernapasan pada dewasa a. Koagulasi intravascular b. Gagal ginjal akut c. Perdarahan usus d. Gagal hati e. Disfungsi sistem saraf pusat f. Gagal jantung g. Kematian. (Hermawan, 2007).
2.3.5 Penatalaksanaan Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis yaitu : a. Stabilisasi pasien langsung Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang
memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin. Dalam 10 tahun terakhir telah banyak didapatkan perkembangan dalam tatalaksana sepsis, yaitu dalam hal resusitasi cairan, terapi inotropik dan pemberian antibiotika. Namun dalam penanganan sepsis terkini diketahui bahwa waktumemegang peranan penting dan krusial.Early Goal Directed Therapy(EGDT) merupakan penatalaksanaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik, yang bertujuan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, dalam jangka waktu tertentu. Telah diketahui bahwa perfusi jaringan yang buruk pada keadaan sepsis berat dan syok septik menyebabkan terjadinya global tissue hypoxia dan berbagai konsekuensi yang menyertainya, dan hal tersebut berhubungan
dengan
tingginya
angka
mortalitas.EGDT
mulai
berkembang di tahun 2001 setelah penelitian Rivers dkk menemukan bahwa penatalaksanaan yang agresif dalam jangka waktu 6 jam, dengan tujuan mencapai target-target tertentu di unit gawat darurat pada pasien sepsis berat dan syok septik ternyata berhasil mengurangi mortalitas hingga 16,5% dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi standar dengan mortalitas mencapai 46,5%. EGDT kini telah banyak diterapkan
di
berbagai
rumah
sakit,
sebagai
bentuk
implementasi Surviving Sepsis Campaign.Namun, dalam pelaksanaannya,
seringkali masih menemui kendala akibat kurang mendukungnya sumber daya, sarana dan prasarana yang tersedia.Agar EGDT dapat dilakukan dengan terorganisasi maka klinisi harus memiliki pemahaman tentang patofisiologi sepsis, teori yang mendasari EGDT, serta memiliki keterampilan dan penguasaan prosedur medis dan teknis yang akan dilakukan dalam penanganan pasien dengan sepsis berat dan syok septik.Berikut ini akan dibahas mengenai teori yang mendasari EGDT, prinsip EGDT, serta aplikasinya di rumah sakit. Algoritme berbasis waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler < 2 detik, serta menormalkan tekanan darah. Dukungan oksigenasi dan ventilasi diberikan sesuai dengan indikasi. Target-target berikutnya diharapkan tercapai dalam waktu 6 jam di unit perawatan intensif. b. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin. c. Pemberian antibiotik 1) Golongan penicillin Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari 2) Golongan penicillinase—resistant penicillin Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari
sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini
masing-masing
dosis
obat
diturunkan
setengahnya,
atau
menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv). Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari. 3) Gentamycin Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.