BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI HATI DAN FISIOLOGI
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit)akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke
vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah porta
Fungsi metabolik hati:
1.Metabolisme glukosa Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja
2. Konversi amonia Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin
3. Metabolisme protein Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Metabolisme obat Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin
6. Pembentukan empedu Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garamgaram empedu.
7. Ekskresi bilirubin Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh selsel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit kedalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
2.2. SIROSIS HATI 2.2.1. Definisi Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif, akibat dari nekrosis hepatoselular.
2.2.2. Epidemiologi Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata - rata terbanyak antara golongan umur 30 –59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin wanita dengan usia 48 tahun.
2.2.3. Klasifikasi
Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular ( Reguler, monolobuler) 2. Makronodular ( Ireguler, multilobuler) 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro- dan makronodular)
Secara Klinis Sirosis terbagi atas :
1.Sirosis hati kompensata sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2.Sirosis hati dekompensata sering dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya:spider neavi, ascites, edema dan ikterus.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagipenyakit sirosis hati atas:
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosisyang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennec ́s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises :
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites Stadium 2: varises, tanpa ascites Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.
2.2.4. Faktor Resiko Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain : a. Faktor Kekurangan Nutrisi Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati.Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
b. Hepatitis Virus Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
c. Zat Hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu: - Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe. -Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain 1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. 3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahuidan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.
2.2.5. Patofisiologi
2.2.6. Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati A. Gejala Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma
B. Tanda Klinis Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu: 1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit. 2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air. 3. Hati yang membesar Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4. Hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati :
1. Perdarahanvarises esofagus Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering terjadi akibat hipertensi portal. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan varises esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada penderita sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni. 2. Ensefalopati hepatikum Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Timbulnya koma hepatikum akibat dari fa al hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul
bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen
3. Peritonitis bakterialis spontan Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut, ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR. Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan. Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbeda-beda di seluruh dunia, namun jelas bahwadi seluruh negara, karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis, terutama tipe makronoduler
6. Asites Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem pengaturan volume cairanekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan jumlah cairan banyakmenyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
2.2.8. Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hati antara lain: a.SGOT(serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartataminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak mengenyampingkan adanya sirosis hepatis b.Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normalatas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. c.Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. d.Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata) e.Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin. f.Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulanakibat sirosis g.Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. h.Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu:
Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tabel Diagnosa Sirosis Hati
Pemeriksaan 1. Anamnesis
Hasil yang mungkin didapat Lesu,
BB
turun,
anoreksia-
dispepsia, nyeri perut, sebah, ikterus (BAK coklat dan mata kuning), perdarahan gusi, perut membuncit,
libido
menurun,
konsumsi alkohol, riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning, dll), riwayat muntah darah dan feses kehitaman.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum & nutrisi
Tanda gagal fungsi hati
Tanda hipertensi portal
3. Pemeriksaan Laboratorium Darah Tepi
Anemia,
leukopenia,
trombositopenia, Kimia Darah
PPT Bilirubin, transaminase (hasil bervariasi),
alkaline
fosfatase,
albumin Serologi
globulin,
elektroforesis
protein
serum, elektrolit (K, Na, dll) bila ada ascites
HBsAg dan anti HCV
αFP
4. endoskopi saluran cerna atas
Varises, Gastropati
5. USG/ CT-Scan
Ukuran hati, kondisi vena porta , Splenomegali, Ascites,dll
6. Laparoskopi
Gambaran makroskopik visualisasi langsung hepar
7. Biopsi Hati
Dilakukan
bila
memungkinkan
dan
koagulasi diagnosis
masih belum pasti.
2.2.7. Penatalaksanaan Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1.Simptomatis 2.Supportif, yaitu : a.Istirahat yang cukup b.Pengaturan
makanan
yang
cukupdan
cukupkalori,protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c.Pengobatan berdasarkan etiologi
seimbangmisalnya
:
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis Bdapat dicoba dengan interferonalfa dan lamivudin Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan secara total konsumsi alkohol oleh pasien. Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan ribavirin merupakan terapi standar. d. Pengobatan fibrosis hati Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak terjadap fibrosis 3.Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti a. Asites Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : Istirahat Diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. Diuretik Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia (khususnya penggunaan furosemid)dan hal ini dapat mencetuskan ensefalopatihepatik, maka pilihan utama diuretikadalah spironolakton, dan dimulai dengan dosis rendah100-200mg, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid20-40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar kalium darah).Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB +0,5kg/hari tanpa edema kaki atau +1kg/hari dengan edema kaki.
Parasintesis Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 4-6liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesisdapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dannatrium urin < 10 mmol/24 jam.
b.Peritonitis bakterial spontan Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan.
c.Hepatorenal syndrome Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : Pasien diistirahatkan dan dipuasakan Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu :untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping
itu
diperlukan
tindakan-tindakan
lain
dalam
rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection d. Ensefalophaty hepatic Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.
e.Perdarahan gastrointestinal Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan manifestasi dari hipertensi portal dan penyebab dari sepertiga kematian.Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan alat pipa SengstakenBlakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan ligasi endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan penatalaksanaan setelah perdarahan dapat diberikan preparat propanolol untuk menurunkun hipertensi portal.
Penatalaksanan terhadap sirosis dan komplikasinya yang dilakukan pada pasien ini antara lain: 1.Istirahat 2.Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan atau sedang 3.Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat diuretik. Pada tahap pertama hanya diberikan spironolakton, lalu dilanjutkan dengan penambahan furosemid untuk meningkatkan laju diuresis. 4.Preparat propanolol diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi portal dan mencegah terulangnya perdarahan gastrointestinal
5.Untuk mencegah ensefalopati hepatik, maka diberikan preparat laktulak (laktulosa)
karena
dapat
membantu
mengeluarkan
amonia
dari
tubuh
pasien.Selain itu juga diberikan Kanamisin untuk membunuh bakteri-bakteri yang menghasilkan amonia di dalam usus.
2.2.8. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasidan penyakit lain yang menyertai. Indeks hati dapat dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati dengan hematemesis melena yang mendapat terapi medik.
Indeks Hati
Nilai 0
1
2
Albumin (g%)
>3,6
3,0-3,5
<3,0
Bilirubin (mg%)
<2,0
2,0-3,0
>3,0
-
Minimal
+
-
Minimal
+
Gangguan kesadaran Asites
Keterangan nilai: Kegagalan hati ringan:indeks hati 0-3 Kegagalan hati sedang:indeks hati 4-6 Kegagalan hati berat:indeks hati 7-10
DAFTAR ISI
1. Amiruddin, R. 2006. Fisiologi dan Biokimia Hati dalamBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI: Jakarta
2. Nurdjanah, S. 2006. Sirosis hati dalamBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI:Jakarta.
3. Raymon, T.C. & Daniel, K.P. 2005. Cirrhosis and its complicationsin Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition. Mc-Graw Hill:USA
4. Setiawan, P.B., dkk.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo:Surabaya
5. Hall & Guyton. 2004. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC: Jakarta
6. Kumar V., Cotran R.S., & Robbins S.L. 2004. Hati dan saluran empedu dalam Robbins Buku Ajar Patologi 7thEditionVolume 2. EGC: Jakarta
7. Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta. 8. Fauci, A.S. et all. 2008. Cirrhosis and its complicationsin Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.Mc-Graw Hill: USA
9. Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta