BAB II KERANGKA TEORITIK A. Deskripsi konseptual 1. Lansia a. Definisi Lanjut usia adalah kelompok yang berusia 60 tahun keatas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk
memperbaiki
diri
atau
mengganti
dan
mempertahankan fungsi normal secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan tidak terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Sunaryo dkk, 2016). Menua atau menjadi tua merupakakan proses yang akan dialami oleh semua orang tidak dapat dihindari. Proses ini dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor penyakit degeneratif yang bisa di mulai sejak usia muda atau produktif, namun bersifat subklinis (Fatmah, 2010) b. Batasan Umur Lansia Usia yang dijadikan patokan lanjut usia berbeda beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli mengenai batasan umur (Kusharyadi, 2012). 1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu: 6
7
a) Usia pertegahan (middle age) usia 45-59 tahun. b) Lanjut usia (eldery) usia 60-74 tahun. c) Lanjut usia tua (old) 75- 90 tahun. d) Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun. 2) Menurut kategori umur Depkes RI (2009): a) Masa Lansia Awal 46-55 tahun. b) Masa Lansia Akhir 56-65 tahun. c) Masa Manula > 65 tahun. Pembagian umur dari beberapa ahli tersebut ditelaah, dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah 65 tahun keatas. Namun di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang keejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2. c. Penyakit Umum Pada Lansia Ada empat penyakit yang sangat erat hubugannya dengan proses menua Stieglitz, yakni: 1) Gangguan sisrkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner), ginjal dan lain- lain. 2) Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes mellitus, klimakterium, dan ketidak seimbangan tiroid. 3) Gangguan pada persendian, misalnya osteoarrtritis, gout atritis ataupun penyakit kolagen lainnya. 4) Berbagai macam neoplasma.
8
2. Hipertensi a. Definisi Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurangkurangnya tiga bacaan tekanan darah mempunyai keadaan darah tinggi (Apriyanti, 2015). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat sistematik yaitu berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu yang lama. Hipertensi tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang berlangsung cukup lama. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan darah tinggi permanen (Lingga, 2012). Hipertensi
didefinisikan
oleh
Joint
committee
on
prevention, detection, evaluation and treatment of high blood preassure JNC tahun 2003 sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHG dan diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahannya, mempunyai rentang tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna (Kemenkes, 2014) b. Etiologi Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum bisa diketahui dengan jelas. Hampir seluruh kasus hipertensi yang ada belum diketahui penyebabnya secara pasti, hal ini disebabkan kompleksnya faktor-faktor pemicunya, yaitu faktor yang bisa dikontrol dan tidak bisa di kontrol (Sudarmoko, 2015).
9
Faktor yang bisa dikontrol: 1) Obesitas Orang yang mengalami kegemukan atau obesitas memang sangat beresiko terkena hipertensi. Lebih dari 50% kasus hipertensi baik pada wanita maupun pria selalu berhubungan dengan masalah kegemukan. 2) Konsumsi minuman beralkohol dan kebiasaan merokok Mengkonsumsi minuman beralkohol bisa meningkatkan sintesis katekholamin dalam tubuh. Kadar katekholamin dalam jumlah besar bisa memicu kenaikan tekanan darah. Sedangkan kebiasaan merokok bisa meningkatkan resiko hipertensi lantaran
nikotin
yang
terkandung
dalam
rokok
bisa
mengakibatkan pengapuran pada dinding pembulu darah. 3) Kurang aktivitas olahraga Kurangnya olahraga mengakibatkan asupan kalori yang masuk ke tubuh jauh lebih besar ketimbang yang digunakan untuk beraktivitas sehingga bisa mengakibatkan kegemukan. Padahal seperti yang telah disebutkan diatas, kegemukan bisa menaikkan tekanan darah yang memperbesar risiko tekanan darah. 4) Konsumsi garam berlebihan Konsumsi garam berlebihan bisa memicu naiknya tekanan darah karena dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas
10
peningkatan aliran melalui peningkatan tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer ini akan dipertahankan sebagai tekanan darah tinggi. 5) Pola makan sembarangan Pola
makan
sembarangan
dengan
banyak
mengkonsumsi makanan tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi garam tetapi rendah serat pangan, bisa mengakibatkan obesitas yang pada ujungnya memperbesar risiko berkembangnya penykit metabolik dan degeneratif seperti hipertensi. Faktor yang tidak bisa dikontrol, yaitu: 1) Keturunan Berbagai penelitian menyebutkan bahwa orang yang mempunyai riwayat atau silsilah dengan keluarga yang menderita
hipertensi
ada
kecenderungan
untuk
terkena
hipertensi juga. 2) Jenis kelamin Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa pria pada umumnya lebih mudah terserang hipertensi dibandingkan wanita. Faktor yang sangat berperan dalam hal ini kemungkinan besar adalah gaya hidup pria yang rata-rata lebih tidak terkontrol ketimbang wanita misalnya kebiasaan merokok, begadang, stres kerja, hingga pola makan yang tidak teratur. Sedangkan wanita, rata-rata akan mengalami peningkatan risiko hipertensi setelah mengalami masa menopause (sekitar diatas 45 tahun).
11
3) Usia Dari berbagai penelitian didapatkan fakta bahwa semakin tinggi usia seseorang maka makin tinggi pula tekanan darahnya. Pada umumnya hipertensi pada pria terjadi diatas 31 tahun, sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun atau setelah masa menopause. 4) Pekerjaan, Pendidikan dan Sosial Ekonomi Orang dengan pekerjaan yang berat, sering lembur, dan kurang istirahat, sangat berisiko terkena hipertensi. 5) Lingkunga Lingkungan
yangt
tidak
sehat
bisa
mempengaruhi
seseorang untuk menjalani gaya hidup sembarangan yang kemudian bisa berujung pada hipertensi. c. Klasifikasi Klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah. Panduan terbaru tahun 2015 tentang hipertensi didasarkan pada kriteria The Eight Joint National Commite ( JNC 8) yang saat ini digunakan di Amerika serita dan telah disepakati untuk
digunakan
secara
internasional.
Kategorinya
lebih
dipersempit dan dimasukkan satu kategori bagus, yaitu prehipertensi. Berikut klasifikasi hipertensi untuk usia 18 tahun ke atas (Bell et al, 2015).
12
Table 2.1 klasifikasi hipertensi
Kategori 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Normal Pre- hipertensi Stadium 1 hipertensi Stadium 2 hipertensi Stadium 3 hipertensi Hipertensi maligna
Tekanan darah sistolik ( mmHg) < 120 120-139 140-159 160-179 180-209 > 210
Tekanan darah diastolik ( mmHg) < 80 80-89 90-99 100-109 110-119 >120
Nilai sistolik atau diastolik seseorang sering tidak sama untuk setiap kategori. Pada kasus ini lihatlah nilai yang memiliki kategori berat. Contohnya seorang ibu memiliki nilai sistolik 170 mmHg dan nilai diastolik 80 mmHg maka akan masuk dalam kategori hipertensi stadium 1 (Prasetyaningrum, 2014). d. Pengukuran tekanan darah Menurut Garnadi (2012) memeriksa tekanan darah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
Letakkan tangan pasien di atas meja agar otot-otot lengan lemas dan tidak berkontraksi, selain itu pasien harus rileks dan kondisi ruang pemeriksa harus tenang sehingga pemeriksa lebih mudah mendengar bunyi denyut nadi
2)
Pasang tangan pasien dengan “manset” pada lengan yang dilakukan pengukuran tekanan darah. Letakkan manset setinggi posisi jantung ( kira-kira setinggi putting pada pria)
3)
Tangan kanan memeiksa memegang pompa manset dan jari tangan kiri meraba nadi pasien.
13
4)
Pompa (mengembangkan) manset hingga denyut nadi pasien tidak teraba oleh jari kaki. Pada kondisi ini pasien merasakan manset sudah kuat mencengkram lengan.
5)
Segera letakkan stetoskop (alat untuk mendengar denyut nadi) di lekukan lengan (fossa brachialis) sambal menaikkan tekanan manset sebesar 150-200 mmhg.
6)
Turunkan tekanan manset secara perlahan. Bunyi nadi yang pertama terdengar melalui stetoskop merupakan nilai sistolik. Bunyi denyut nadi akan mengeras kemudian berangsur-angsur menghilang. Bunyi nadi ketika benar-benar menghilang merupakan nilai diastolik.
7)
Catat nilai pengukuran tekanan darah di buku status kesehatan atau buku catatan kesehatan pribadi.
e. Manifestasi Pada
sebagian
besar
penderita,
hipertensi
tidak
menimbulkan gejala yang khusus. Meskipun secara tidak sengaja, beberapa
gejala
terjadi
bersamaan
dan
dapat
dipercaya
berhubungan dengan hipertensi padahal sesunggunya bukan hipertensi. Gejala yang diaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung (mimisan), migren atau sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-kunang, sakit tengkuk dan kelelahan (Susilo dan Wulandari, 2011). Gejala – gejala tersebut bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
14
normal. Jika hipertensinya menahun atau tidak diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal (Susilo dan Wulandari, 2011). f. Komplikasi Penyakit tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang cukup ditakuti masyarakat. Selain karena kadang kala tidak terdeteksi sejak dini, penyakit hipertensi biasa menyebabkan komplikasi atau penyakit lanjut usia. Penyakit yang biasa timbul akibat tekanan darah tinggi antara lain (Soeryoko, 2010). 1) Stroke Stroke
adalah
penyakit
otak
yang
disebabkan
berhentinya suplai darah ke otak. Stroke merupakan salah satu penyakit komplikasi akibat tekanan darah tinggi. Penyakit stroke sangat ditakuti masyarakat karena dapat mengakibatkan berhentinya akitivitas hidup, baik pada sebagian anggota badan maupun total (meninggal). Stroke terjadi karena dua hal, yaitu: stroke hemoragik (pembuluh darah pecah) dan strok non hemoragik (sumbatan strombus, kolesterol, ataupun spasme). 2) Serangan jantung Ketika seseorang menderita tekanan darah tinggi kronis (bertahun-tahun), ada dua orang yang paling rawan mengalami gangguan,
yaitu
gangguan
ginjal
dan
jantung.
Ginjal
merupakan penghasil hormon pengatur tekanan darah. Pada
15
kondisi tekanan darah tinggi, ginjal harus bekerja ekstra keras dan dalam kondisi tidak nyaman. Sedangkan jantung dalam kondisi tekanan darah tinggi terus menerus memompa darah lebih keras dibandingkan dalam kondisi normal. Pemompaan ini bertujuan untuk mengalirkan darah merata keseluruh organ tubuh. Namun, bila pemompaan ini terus terjadi dalam kondisi berat atau tidak nyaman maka kondisi ini menyebabkan LVH (left ventrikel hypertropi) atau pembengkakan ventrikel kiri. Akibat yang ditimbulkan LVH tersebut adalah penderita hipertensi merasakan nyeri dada, sesak nafas, dan mudah lelah ketika beraktivitas. 3) Edema paru Edema paru adalah pembengkakan yang terjadi di dalam paru. Edema paru menunjukkan adanya akumulasi cairan di dalam paru paru dapat mengalami pembengkakan akibat tekanan darah. Pembengkakan paru dapat terjadi karena tekanan darah tinggi, yaitu apabila terjadi beban yang berlebihan pada saat sistolik, risiko yang terjadi adalah pembengkakan paru semakin besar dan apabila terjadi beban berat pada saat diastolik, hal ini dapat mengakibatkan volume paru akan membesar. Paru yang mengalami pembengkakan menyebabkan kekurangan oksigen karena ruang untuk oksigen telah tertutupi oleh cairan. Hal tersebut dapat mengakibatkan
16
penderita merasa seperti tercekik, tidak bisa bernafas, dan timbul ketakutan yang luar biasa. 4) Kebutaan Hipertensi kronis dapat berakibat pada kebutaan permanen. Ketika terjadi tekanan darah tinggi, tekanan darah pada bola mata dapat melebihi normal yang akan berakibat pecahnya
pembuluh
darah
pada
mata.
Hal
tersebut
mengakibatkan mata tidak mendapat nutrisi yang dibawa oleh darah dan mengakibatkan terganggunya fungsi mata atau kebutaan. 5) Pendengaran menurun Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita hipertensi yaitu menurunnya fungsi pendengaran. Pada penderita hipertensi kronis, penurunan pendengaran sering terjadi seperti telinga berdenging yang dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Hal tersebut jarang terjadi pada penderita hipertensi akut. g. Patofisiologi Menurut Brunner & Suddarth (2015), mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vascomotor pada medula di otak. Dari pusat vascomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinal ganglis simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vaskomotor dihantar
17
dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan astilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion kepembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norephinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi. Inidividu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norephinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh
mengakibatkan
penurunan
darah. aliran
Vasokontriktor ke
ginjal,
yang
menyebabkan
pelepasan renin. Renin merengsang pembentukan angiotensin 1 yang kemudian diubah menjadi angiotensin 2, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
18
Untuk pertimbangan gerontologi, perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi dalam usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya renggang pembulu darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. h. Penatalaksanaan Jenis terapi hipertensi meliputi terapi farmakologis (obatobatan) dan non–farmakologis (tanpa menggunkan obat-obatan). Terapi farmakologis adalah pengobatan yang menggunakna obatobatan kimia. Obat-obatan tersebut berfungsi untuk mengontrol tekanan darah, bukannya
menyembuhkan.
Biasanya
terapi
farmakologis ini ditangani dan diawasi oleh dokter setelah dilakukan serangkain pemeriksaan itulah sebabnya, pasien dilarang mengkonsumsi obat-obatan penurun hipertensi tanpa pengawasan dokter karena akan terjadinya komplikasi kalau penderita tersebut ternyata juga mengidap penyakit lain.
19
1) Farmakologi Ada beberapa jenis golongan obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengatasi hipertensi, yaitu golongan (Susilo dan Wulandari, 2011). a) Diuretik thiazide Obat ini adalah pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium mlalui air kemih sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang lajut usia, orang- orang yang mengalami kegemukan, penderita gagal jantung, dan penyakit ginjal menahun. b) Penghambat adregenik Merupakan sekelompok obat yang alfa-blocker, beta
blocker
dan
alfa-beta-blocker
labetalol
yang
menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon dengan cara meningkatkan tekanan darah. Yang paling
sering digunakan
adalah beta –
blocker yang efektif diberikan kepada penderita hipertensi usia muda, penderita yang pernah mengalami serangan
20
jantung, penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut janyung cepat, angina pectoris (nyeri dada) dan mengalami sakit kepada migren. c) Angiotension converting enzyme inhibitor
(ACE –
inhibitor) Obat jenis itu menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan pembuluh darah. Obat ini efektif diberikan kepada orang kulit putih, penderita hipertensi usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai efek sampig dari obat yang lain. Obat ini akan diberikan dengan pengawasan yang ketat dari dokter karena adanya efek samping terutama bagi mereka yang sudah memiliki penyakit komplikasi d) Angiotension –II-blocker Obat jenis ini menyebabkan penurunan tekanan darah dengan satu mekanisme yang mirip dengan ACEinhibitor e) Antagonis kalsium Pemberian obat ini kepada penderita hipertensi akan menyebabkan
melebarnya
pembuluh
darah
dengan
mekanisme yang benar-benar berbeda. Obat ini sangat
21
efekif diberikan kepada penderita lanjut usia, penderita angina pectoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat, dan sakit kepala migren. f) Vasodilator Obat
ini
langsung
menyebabkan
melebarnya
pembuluh darah. Obat dari golongan ini hamper selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti hipertensi lainnya. 2) Terapi non farmakologis Terapi non farmakologi adalah terapi yang tidak menggunakan obat-obatan sehingga lebih aman dan tidak menimbulkan
efek
samping.
Terapi
pengobatan
non
farmakologi tidak bisa secara langsung mendapatkan hasil perlu kesabaran, ketelatenan, dan manfaatnya baru akan kelihatan dalam jangka panjang (Susilo dan Wulandari 2011). Kombinasi terapi farmaologis dan non farmakologis dapat membantu tercapainya tekanan darah yang diinginkan (Noviyanti, 2015). Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan seperti: merubah gaya hidup kearah yang lebih baik (olahraga secara teratur, menghindari rokok dan minum alkohol, hidup santai dan tidak emosian, menjaga berat badan ideal), melakukan diet sehat (diet rendah garam, diet rendah kolestrol , diet tinggi serat, diet rendah kalori, serta diet khusus penderita darah tinggi, yaitu diet DASH (Dietary Approach For Stop Hypertension), dan dapat
22
juga dengan mengganti menu makanan dengan buah- buahan dan sayuran segar. Jika selama ini yang kita ketahui hanya buah mengkudu dan seledri saja yang bagus untuk mengatasi darah tinggi, kali ini hipertensi punya alternatif lain seperti massage dan terapi lainnya (Noviyanti, 2015). Beberapa
cara
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengendalikan tekanan darah dengan terapi farmakologi yang biasanya dengan obat-obatan dan terapi non farmakologi terapi herbal, perubahan gaya hidup, kepatuhan dalam pengobatan, pengendalian stress dan terapi relaksasi (Kowalski, 2010). Relaksasi merupakan tindakan yang dilakukan pada setiap terapi anti-hipertensi. Apabila tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah yang rileks akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga akan menyebebkan tekanan darah turun kembali dan keadaan normal. Untuk membuat tubuh menjadi rileks dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti terapi musik klasik, yoga, teknik nafas dalam dan terapi massase (terapi pijat) (Muttaqin, 2009). 3. Pijat Swedia a. Definisi Pijat swedia dikembangkan oleh seorang dokter dari Belanda yaitu Johan Mezger (1839-1909), dengan menggunakan suatu sistem tekanan yang panjang dan halus yang membuat suatu pengalaman/rasa yang sangat relaks/santai. Pijat swedia adalah manipulasi
dari
jaringan
tubuh
dengan
Teknik
untuk
23
mempersingkat waktu pemulihan dari ketegangan otot (kelelahan), meningkatkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan beban kerja jantung (Ken Gray, 2009). Pijat swedia adalah manipulasi pada jaringan tubuh dengan teknik untuk mempersingkat waktu pemulihan dari ketegangan otot (kelelahan), meningkatkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan beban kerja jantung (Ken Gray, 2009). Pijat swedia ditemukan atau diciptakan oleh seorang atlet senam yang bernama Heinrink Ling pada abad ke 19, yang memiliki metode untuk atlet supaya dapat meningkatkan kemampuan fisik untuk melakukan olahraga sesuai dengan bidang masing-masing (Ken Gray, 2009). Sedangkan menurut Ali Satya Graha dan Bambang Priyonoadi (2009: 11), Pijat swedia dikembangkan oleh seorang dokter dari Belanda yaitu Johan Mezger (1839-1909), yang lahir pada tahun yang sama dengan tahun meninggalnya Ling. Ling dan para pengikutnya menggunakan suatu sistem yang panjang dan halus
yang membuat suatu pengalaman/rasa
yang sangat
rileks/santai. Pijat merupakan suatu bentuk senam pasif, yang dilakukan pada bagian tubuh dan sebaliknya dengan bagian tubuh atau seperti halnya jarak/tingkat gerakan (Ali Satya Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 10). Pijat swedia adalah manipulasi dari jaringan tubuh dengan teknik khusus dengan mempersingkat waktu
24
pemulihan dari ketegangan otot (kelelahan), meningkatkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan beban kerja jantung (Ken Gray, 2009). b. Teknik Massage Pijat swedia merupakan salah satu terapi komplementer yang dipercaya mampu memberikan respon relaksasi. Teknik pijat swedia diantaranya: effluarge (mengusap), petrissage (meremas otot), friction (gerakan menggosok melingkar), tapotement (gerakan memukul) dan vibration (getaran): Teknik Pijat Swedia menurut Harris Iskandar (2015) sebagaimana dibawah ini: 1)
Mengusap (Efflurage/Strocking)
Gambar 2.1 Teknik Mengusap (effluarge) Mengusap adalah gerakan mengusap dengan menggunakan telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan dilakukan dengan meluncurkan tangan di permukaan tubuh searah dengan peredaran darah menuju jantung dan kelenjarkelenjar getah bening. Tekanan diberikan secara bertahap dan disesuaikan dengan kenyamanan klien. Gerakan ini dilakukan untuk mengawali dan mengakhiri pemijatan.
25
Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot dan ujungujung syaraf. 2)
Meremas (petrisage)
Gambar 2.2 Teknik Meremas (petrisage)
Meremas adalah gerakan memijit atau meremas dengan menggunakan telapak tangan atau jari-jari tangan. Teknik ini digunakan di area tubuh yang berlemak dan jaringan otot yang tebal. Dengan meremas-remas akan terjadi pengosongan dan pengisian pembuluh darah vena dan limfe. Suplai darah yang lebih banyak dibawa ke otot yang sedang dipijat. 3)
Menekan (Friction)
Gambar 2.3 Teknik Meremas (friction) Menekan adalah gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang lebih dalam dengan menggunakan jari, ibu jari, buku jari, bahkan siku tangan. Gerakan ini bertujuan melepaskan bagian-bagian otot yang kejang serta
26
menyingkirkan akumulasi dari sisa-sisa metabolisme. Pijat friction juga membantu memecah deposit lemak karena bermanfaat dalam kasus obesitas. Friction juga dapat meningkatkan aktivitas sel-sel tubuh sehingga aliran darah lebih lancar di bagian yang terasa sakit sehingga dapat meredakan rasa sakit. 4)
Menggetar (Vibration)
Gambar 2.4 Teknik Menggetarkan (Vibration) Menggetar adalah gerakan pijat dengan menggetarkan bagian tubuh dengan menggunakan telapak tangan ataupun jari-jari tangan. Untuk melakukan vibrasi, taruh telapak tangan di bagian tubuh yang akan digetar, kemudian tekan dan getarkan dengan gerakan kuat atau lembut. Gerakan yang lembut disebut vibrasi, sedangkan gerakan yang kuat disebut shaking atau mengguncang. Vibrasi bermanfaat untuk memperbaiki atau memulihkan serta mempertahankan fungsi saraf dan otot. Ada tiga macam variasi manipulasi tapotement yaitu sebagai berikut:
27
a) Memukul (Beating) Memberi rangsang yang kuat terhadap pusat syaraf spina,
serabut-serabut
saraf
dan
sekaligus
dapat
mendorong sisa-sisa pembakaran yang masih tertinggal di sepanjang sendi ruas tulang belakang beserta otot-otot di sekitarnya b) Menepuk (Clapping) Memberi rangsang serabut-serabut syaraf tepi (perifer),
terutama
seluruh
daerah
pinggang
dan
punggung. c) Hacking Memberi rangsang serabut saraf tepi, melancarkan peredaran darah dan juga merangsang organ-organ tubuh bagian dalam 5)
Memukul (Tapotement)
Gambar 2.5 Teknik Memukul (Tapotement) Memukul adalah gerakan menepuk atau memukul yang bersifat merangsang jaringan otot yang dilakukan dengan kedua tangan bergantian secara cepat. Untuk
28
memperoleh hentakan tangan yang ringan, klien tidak merasa sakit, tetapi merangsang sesuai dengan tujuannya, diperlukan fleksibilitas pergelangan tangan. Tapotement tidak boleh dilakukan di area yang bertulang menonjol ataupun pada otot yang tegang serta area yang terasa sakit atau nyeri. Tapotement bermanfaat untuk memperkuat kontraksi otot. Pijat ini juga berguna untuk mengurangi deposit lemak dan bagian otot yang lembek. 6) Friction
Gambar 2.6 Teknik Friction Friction (menggerus) adalah gerakan menggerus yang arahnya naik dan turun secara bebas. Friction (menggunakan ujung jari atau ibu jari dengan menggeruskan melingkar seperti spiral pada bagian otot tertentu. Tujuannya adalah membantu menghancurkan myloglosis, yaitu timbunan sisasisa pembakaran energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang menyebabkan pengerasan pada otot (Arovah, 2012: 4)
.
29
7) Walken
Gambar 2.7 Teknik Walken Walken berupa gosokan dengan menggunakan seluruh telapak tangan dan jari-jari yang bergerak maju mundur bergantian antara tangan kanan dan kiri berfungsi untuk menyempurnakan pengambilan sisasisa pembakaran oleh darah dan segera dapat dibawa ke jantung (Priyonoadi, 2008: 14). 8) Stroking Manipulasi
stroking
sangat
mirip
dengan
effleurage, hanya dibedakan mengenai arah yang dilakukan serta tujuan yang hendak dicapai. Stroking dilakukan dengan arah yang tidak menentu, mungkin dari bawah keatas dan sebalikya, kesamping kiri atau kanan menyusuri sela-sela iga atau lekuk-lekuk tulang yang lain. Sedangkan effleurage adalah gerakan yang selalu menuju kearah jantung (Priyonoadi 2011: 16).
30
9) Skin_rolling
Gambar 2.8 Teknik Skin-rolling Bertujuan untuk melonggarkan atau memisahkan kembali lengketan-lengketan yang terjadi antara kulit dengan jaringanjaringan di bawahnya. Cara melakukan skin rolling yaitu dengan menjepit kulit dengan ibu jari di satu pihak serta tiga atau emapt jari lain di pihak yang lai, satu tangan atau dua tangan Bersamasama. Kemudian jepitan digerakan dengan berjalan ke depan, dengan ibu jari mendorong ke depan dan empat jari berjalan ke mukanya (Priyonoadi, 2011: 17). 10) Chiropraktis Memiliki fungsi yang hampir sama dengan skin rolling yamg berbeda hanya perkenaannya yaitu daerah persendian. Manipulasi chiropraktis merupakan gerakan yang harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena mengandung bahaya yang cukup besar. Kesalahan dalam teknik ini justru dapat
menimbulkan
cedera
yang
tidak
dikehendaki.
Pelaksanaan harus teliti dan hati-hati terutama untuk menggeletuk daerah leher dan tulang belakang
31
c. Tujuan dan Manfaat Pijat Swedia Menurut Ardhi Mardiyanto (2015) manfaat Swedish massage yang dilakukan pada tubuh memberikan efek fisiologis berupa: peningkatan aliran darah, aliran limfatik, stimulasi sistem saraf, meningkatkan aliran balik vena. Menghilangkan rasa sakit dengan cara meningkatkan ambang rasa sakit, oleh karena merangsang peningkatan produksi hormon endorphin. Manfaat Pijat menurut Harris Iskandar (2015): 1) Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh. 2) Menjaga kesehatan agar tetap prima. 3) Membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan. 4) Merangsang produksi hormon endorphin yang berfungsi untuk
relaksasi tubuh. 5) Mengurangi beban yang di timbulkan akibat stres. 6) Menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organ-organ tubuh.
d. Hal yang Diperhatikan dalam Pemijatan Sebelum melakukan pemijatan, perlu diketahui hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pemijatan, yaitu: 1) Kondisi klien Adakalanya karena pengaruh obat atau karena penyakit yang sudah menahun, refleksi menjadi kebas sehingga klien tidak merasakan nyeri tekan saat dipijat. Namun, pijatan tetap mempunyai efek penyembuhan sehingga harus dilakukan
32
dengan sangat hati-hati agar tidak berlebihan dan tidak melukai jaringan. 2) Pemijatan tidak dapat dilakukan jika: a) Klien dalam keadaan lapar atau kenyang. b) Klien dalam keadaan kelelahan, terlalu lemah. c) Klien menderita penyakit yang sangat berat. d) Klien baru selesai bekerja berat atau berjalan jauh. e) Klien dalam keadaan marah atau emosi tinggi. f) Klien sedang demam atau suhu tubuhnya sangat tinggi. g) Klien tertentu tidak boleh dipijat pada klien yang baru
saja menjalani bedah atau transplantasi. 3) Pemijatan dilakukan dengan sangat hati - hati jika klien: a) Menderita penyakit jantung kronis. b) Menderita penyakit diabetes mellitus. c) Baru saja menjalani bedah pengganan atau transplantasi. d) Sedang hamil, terutama jika hamil yang beresiko (hamil muda). 4) Kondisi ruangan dan peralatan a) Suhu dalam kamar jangan terlalu panas atau terlalu dingin. b) Sirkulasi udara hendaknya lancar dan udara dalam kamar segar. c) Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, steril, dan dalam keadaan baik.
33
5) Posisi klien dan pemijat a) Posisi klien sewaktu dipijat harus disesuaikan, duduk atau berbaring. b) Posisi pemijat hendaklah berada dalam keadaan yang bebas dan nyaman untuk melakukan pemijatan B. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Dalam penelitian Izreen Supa’at dan Zaiton Zakaria (2013) yang berjudul “Effect of Swedish Massage Therapy on Blood Pressure, Heart Rate, and Inflammatory Markers in Hypertensive Women” disebutkan bahwa dengan melakukan Swedish Massage satu jam per minggu dapat menurunkan tekanan darah, denyut jantung, dan mengurangi gejala hipertensi pada wanita. 2. Dalam penelitian Robiatul Adawiyah, Dini Fithriani dan Nuri Febrina (2017) yang berjudul “Pengaruh Terapi Pijat Swedia Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Lansia Dengan Hipertensi Di Balai Social Lanjut Usia Mandalika NTB” disebutkan bahwa ada pengaruh pemberian terapi pijat swedia terhadap teknana darah pada pasien lansia dengan hipertensi, sehingga pijat swedia dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif untuk membantu me nurunkan tekanan darah seseorang khususnya pada lansia dengan hipertensi. 3. Dalam penelitian Giri Udani (2016) yang berjudul “ Pengaruh massage pada penderita hipertensi di UPTD panti tresna werdha lampung selatan” disebutkan bahwa ada pengaruh massase pada penderita hipertensi di UPTD Tresna Werdha,sehingga diharapkan bagi tenaga
34
kesehatan di UPTD Tresna Werdha dapat mengaplikasikan terapi masase sebagai terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah
35
C. Kerangka Teoritik 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis pada dasarnya merupakan penjelasan tetang teori yang dijadikan landasan dalam suatu penelitian, dapat berupa rangkuman dari berbagai teori yang dijelaskan. Faktor yang bisa di kontrol: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faktor yang tidak bisa dikontrol:
Obesitas Konsumsi alkohol Kebiasaan merokok Kurang olahraga Konsumsi tinggi garam Pola makan sembarangan (Sudarmoko, 2015)
Non Farmakologi 1. Menata Gaya Hidup 2. Terapi Herbal 3. Terapi Relaksasi : Pijat Swedia (Noviyanti, 2015) (Muttaqin, 2009)
1. 2. 3. 4. 5.
Keturunan Jenis kelamin Usia dan Pekerjaan Pendidikan Sosial ekonomi dan Lingkungan
(Sudarmoko, 2015)
Hipertensi
Penurunan Tekanan Darah
Farmakologi 1. Diuretik Thiazide 2. Penghambat Adregenik 3. ACE- Inhibitor 4. Angiotenion-IIBloker 5. Antagonis Kalsium 6. Vasodilator (Susilo danWulandari, 2011)
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti Gambar 2.6 Kerangka Teoritis
36
2. Definisi Konseptual Definisi konseptual adalah suatu hubungan antara konsep satu dengan yang lainnya dari masalah yang akan diteliti (Notoatmojo, 2010) dalam kerangka konsep ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).
Variabel Independen Terapi Pijat Swedia
Variabel Dependen Tekanan darah pada lansia dengan hipertensi
Gambar 2.7 Definisi Konseptual
37
3. Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu batasan yang digunakan untuk membatasi ruang lingkup variabel-variabel yang dinikmati (Notoatmojo, 2010). Tabel 2.2 Definisi Operasional Definisi
Alat ukur
Cara ukur
Lembar observasi
Memberikan 1. Terapi Pijat Swedia pada klien selama 15-45 menit Dilaksanakan =4x/2 minggu
Sphygmom anometer/ tensi meter
SOP pengukuran tekanan darah
Hasil ukur
Variable Terapi Pijat Independen: Swedia adalah Terapi Pijat manipulasi Swedia pada jaringan tubuh dengan teknik untuk meningkatkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan beban kerja jantung Hasil ukur Dependen: kerja jantung Tekanan bunyi pertama darah sistolik dengan bunyi kedua diastole
1. Normal: <120 /<80 mmHg 2. Pre-hipertensi: 120-139/80-89 mmHg 3. Hipertensi tingkat 1 140 -159/90-99 mmH 4. Hipertensi tingkat 2 160-179/100-109 mmHg
Skala ukur
Interval
38
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang dikumpul (Arikunto, 2002: 62). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada Pengaruh Terapi Pijat Swedia terhadap Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi di Puskesmas Tanjungpinang”.