2.2
Selulosa Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan glukosa yang terikat dengan ikatan β1, 4-glycosodic dengan rumus (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerasasinya. Struktur kimia inilah yang membuat selulosa bersifat kristalin dan tak udah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara kimia/mekanis. molekul glukosa disambung menjadi molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan mejadi selulosa. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut memiliki serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme (Rizky, 2012). Seluslosa itu sendiri merupakan bahan dasar yang penting bagi industri, seperti pabrik kertas, pabrik sutera tiruan, dll (Rizky, 2012). Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan memiliki kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Ketersediaan selulosa dalam julah besar akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik, dan berwarna putih (Rizky, 2012).
Gambar 1. Struktur selulosa
Terdapat dua suber utama selulosa yaitu tumbuhan dan serat selulosa yang dihasilkan oleh bakteri atau disebut Bacterial Celluloses (BC). Serat selulosa dari tumbuhan memiliki keunggulan yaitu jumlah bahan baku yang sangat melimpah dan mudah didapat, tetapi untuk mengambil selulosa dari tumbuhan perlu dilakukan beberapa proses yang sedikit rumit. Hal ini terjadi karena selulosa digunakan sebagai penyusun dinding sel tumbuhan, sehingga untuk mengambilnya dari sel tumbuhan, harus dilakukan pengektrakan dan pemurnian lebih lanjut (pengotor ikut terekstrak) (Rizky, 2012).
Selulosa pada tumbuhan terdapat pada beberapa bagian seperti batang dan bagian lain. Bagian tubuh tumbuhan umumnya tidak hanya mengandung selulosa tetapi juga lignin dan hemiselulosa, lignin membungkus selulosa oleh karena itu untuk tagap ekstraksi serat, lignin perlu dilarutkan terlebih dahulu. Pelarutan lignin ini menghasilkan bahan yang hanya mengandung serat selulosa dan hemiselulosa (Rizky, 2012). Sifat seluloas terdiri dari sifat fisika dan kimia. selulosa dengan rantai panjang memiliki sifat fisik yang lebih kuat, tahan lama terhadap degradasi yang disebabka oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruhbiologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting ialah panjang, lebar, dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari seluloas ialah: Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia, maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut pada larutan alkali.
Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis (baik menyerap air), keras, juga rapuh. Jika selulosa mengandung banyak air, makan akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak. Selulosa dala kristal memiliki kekuatan lebih baik dibandingkan dengan bentuk amorfnya. (Rizky, 2012).
Selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis : 1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polmerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. 2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Selulosa γ (Gamma Cellulose) adalah selulosa berantai pende, larut dalam larutan NaOH 17,5 % atau basa kuat dengan DP kurang daripada 15. (Ivan, 2011). 2.4
Kulit Kacang Tanah Kacang tanah ( Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong-polongan atau legum kedua terpenting setelah kedelai di indonesia. Tanaman ini berasal dari amerika selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis (Agung, 2012). Kacang tanah budidaya dibagi menjadi dua tipe: tipe tegak dan tipe menjalar. Tipe menjalar lebih disukai karena memiliki potensi hasil lebih tinggi (Agung, 2012). Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Tanah
No. Komponen Kimia Komposisi (%) 1 Lignin 30 – 40 2 Hemiselulosa 25 – 30 3 Selulosa 25 – 30 4 Abu 5,3 – 7,3 5 Air 4,95 – 7,75 Sekitar 20-30% dari kacang tanah adalah berupa kulit. Kandungan kulit kacang tanah terdiri darisaponin, serat, fenol, air, abu, protein, selulosa, lignin dan lemak. Secara empiris kulit kacang tanah telah digunakan untuk menurunkan kolesterol dengan dosis 50 hingga 100 g yang direbus dengan 500 cc air. Terdapat tiga zat yang dinyatakan berpotensi sebagai antidislipidemia yang terkandung dalam kulit kacang tanah yaitu serat, saponin, serta senyawa fenol. Kandungan serat bermanfaat untuk menghambat absorbsi kolesterol di usus sehingga berpotensi menurunkan kadar kolesterol. Saponin berfungsi mengikat kolesterol dengan asam empedu sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol. Kandungan fenolikdari kulit kacang tanah diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Swastini, 2008).
3.2
Pembuatan Pulp Proses pembuatan pulp adalah proses pemisahan lignin untuk memperoleh selulosa dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya kualitas kertas yang dihasilkan tidak berubah warna selama pemakaian. Proses pembuatan pulp dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu proses mekanis, proses semi kimia, dan proses kimia (Syamsul, 2015). Pembuatan pulp secara mekanis dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia yaitu dengan cara menguraikan serat yang ada di dalam bahan baku secara paksa dengan menggunakan aksi mekanis. Bahan baku digiling dalam keadaan basah, kemudian disaring sampai kehalusan tertentu untuk memperoleh bubur kertas (pulp). Dalam proses mekanis ini tidak dilakukan pemisahan komponen-komponen yang terdapat di dalam bahan baku sehingga pulp yang dihasilkan mempunyai kandungan bahan seperti semula. Keuntungan proses ini adalah biaya produksi yang rendah dan hasil yang tinggi karena pulp yang diperoleh sekitar 90 % dari bahan semula. Kelemahannya adalah rendahnya mutu kertas yang dihasilkan, dimana kertas mudah sekali menjadi kuning dan kecoklatan karena kandungan ligninnya masih banyak (Syamsul, 2015). Proses semi kimia adalah karena pada tahap awal pembuatan pulp digunakan bahan-bahan kimia sebagai pelunak bahan baku. Pelunakan dimaksudkan untuk memutuskan ikatan lignoselulosa dengan menghilangkan sebagian dari hemiselulosa dan lignin. Kemudian diperlakukan secara mekanis untuk memisahkan serat-seratnya. Disini pulp semi kimia masih mengandung lebih dari 25 % lignin yang terdapat dalam bahan baku. Pulp yang diperoleh biasanya digunakan untuk membuat kertas pembungkus, kertas cetak dan papan kertas kayu. Jika konsentrasi bahan kimia semakin tinggi, maka penyerapan terhadap selulosa semakin naik dibandingkan dengan penyerapan terhadap lignin, yang dapat menghasilkan rendemen dan kekuatan rendah (Syamsul, 2015). Proses pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian-bagian dari bahan baku yang tidak diinginkan. Rendemen pulp yang diperoleh dalam proses ini relatif rendah dibandingkan dengan proses mekanis dan semi kimia, yaitu antara 40 – 60 %, sehingga diperoleh produk selulosa yang lebih murni. Ada tiga macam proses pembuatan proses pembuatan pulp secara kimia yaitu proses soda, proses sulfat atau kraft, dan proses sulfit, masing-masing menggunakan larutan pemasak yang berbeda (Syamsul, 2015). Keuntungan-keuntungan memakai proses kimia pada pembuatan pulp antara lain: a. Dapat dilakukan pada semua jenis bahan baku. b. Kekuatan pulp tinggi. c. Pulp yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembuatan rayon. d. Kualitas kertas yang dihasilkan lebih tinggi. (Syamsul, 2015). Pada proses pemasakan, faktor-faktor yang berpengaruh antara lain jenis bahan baku, konsentrasi bahan kimia, suhu, waktu pemasakan, konsentrasi pelarut dan
perbandingan cara pemasak terhadap bahan baku. Sehingga dalam pembuatan kertas, pengetahuan tentang bahan baku merupakan salah satu dasar yang perlu dikuasai (Syamsul, 2015). Konsentrasi bahan kimia sangat penting dalam pembuatan pulp, karena berkaitan dengan reaksi antar bahan kimia pemasak dengan material bahan baku. Makin tinggi konsentrasi makin banyak material bahan baku yang bereaksi dengannya. Namun degradasi terhadap selulosa makin naik dibandingkan dengan penyerapan terhadap lignin. Hal semacam ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pulp. Namun konsentrasi tinggi tidak harus dihindari, hal itu diperlukan pada awal pemasakan untuk menetralisasi asam-asam yang terjadi. Untuk memperoleh pulp pada serat abaka dengan menggunakan bahan kimia, dengan cara dididihkan dalam NaOH 1–5 % (Syamsul, 2015). Waktu pemasakan sangat perlu diperhatikan, dimana waktu pemasakan dapat dikurangi beberapa saat dengan menaikkan suhu pemasakan. Biasanya pada waktu pemasakan tinggi rendemen dan kualitas pulp turun, sehingga pulp yang dihasilkan tidak bertahan lama. Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak lignin yang tersisihkan dari biomassa, sehingga kandungan lignin dalam pulp semakin berkurang, untuk waktu yang lebih lama kandungan lignin dalam pulp mempunyai kecendrungan untuk meningkat kembali. Waktu yang diperlukan untuk delignifikasi optimum adalah dalam rentang 60–120 menit, persen perolehan pulp dan selulosa tidak bertambah setelah 120 menit pemasakan (Syamsul, 2015). Suhu pemasakan sangat penting dalam melakukan pemasakan, biasanya suhu pemasakan sangat ditentukan oleh jenis bahan baku yang digunakan. Suhu pemasakan berhubungan dengan laju reaksi. Delignifikasi dengan pelarut organik umumnya berlangsung pada suhu diatas 130oC. Dari persamaan Arhenius, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi maka konstanta laju delignifikasi akan semakin meningkat, sehingga pada suhu yang tinggi maka semakin banyak lignin yang dapat disisihkan dari biomassa. Selain meningkatnya laju delignifikasi pada suhu tinggi juga sebagian polisakarida akan terdegredasi (Syamsul, 2015). Konsentrasi pelarut sangat penting dalam pembuatan pulp, karena berkaitan dengan reaksi antara pelarut dengan biomassa. Semakin tinggi konsentrasi pelarut semakin banyak biomassa yang bereaksi dengannya. Namun degradasi terhadap selulosa semakin naik dibandingkan penyerangan terhadap lignin. Hal semacam ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pulp. Tetapi konsentrasi tinggi tidak harus dihindari, hal itu diperlukan pada awal pemasakan untuk menetralisasi asam-asam yang terjadi (Syamsul, 2015). Pelarut organik akan mampu melarutkan lignin dengan baik pada konsentrasi tertentu. Untuk pemasakan TKS menggunakan proses etanol dengan katalis NaOH, konsentrasi etanol yang dipakai adalah 50 %. Pada konsentrasi ini etanol dapat menjaga selulosa terdegradasi pada suatu perbandingan cairan padatan tertentu. Perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku harus diketahui agar lignin dapat sempurna terlarut dalam cairan pemasak. Perbandingan yang terlalu besar akan menimbulkan ketidakhematan penggunaan cairan pemasak, sedangkan perbandingan yang terlalu
kecil dapat menyebabkan pengendapan lignin. Untuk proses etanol-NaOH terhadap TKS digunakan perbandingan 20:1 (Syamsul, 2015). 3.3 3.3.1
Metode Penelitian Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah auto klaf, saringan, beaker gelas, erlenmeyer, oven, timbangan, labu ukur, dan lain-lain. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah kulit kacang tanah, NaOH 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 %, etanol 99 %, Na2S2O3 2 %, dan lain-lain. 3.3.2
Metode Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi NaOH 0,5; 1; 1,5; 2 ; dan 2,5 % dan waktu pemasakan 30, 60, 90, 120 dan 150 menit. Variabel tetapnya adalah ukuran sampel, 1 cm; suhu pemasakan, 1300C; berat batang pisang, 10 gram; tekanan, 17.5 Psi; dan rasio cairan/padatan, 6 : 1 (ml/gr). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar pulp, kadar selulosa, dan kadar lignin. Bahan baku yang berupa kulit kacang tanah terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari lalu dipotong-potong lebih kurang 1 cm. Kemudian dimasukkan ke dalam oven dryer dengan suhu 1050C selama 24 jam agar memperoleh kandungan air yang seragam. Agar mencapai kondisi isotermal, autoklaf dioperasikan selama 45 menit. Sepuluh gram kulit kacang tanah dimasukkan dalam beaker glass ditambahkan larutan NaOH (0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 %) dengan perbandingan 6:1 lalu dimasukkan ke dalam autoklaf. Autoklaf dioperasikan pada temperatur dan tekanan yang telah ditetapkan yaitu 130oC dan kemudian autoklaf dimatikan setelah operasi berlangsung sesuai dengan waktu yang divariasikan (30, 60, 90, 120 dan 150 menit). kulit kacang tanah yang telah dimasak dikeluarkan dari autoklaf lalu didinginkan hingga suhu kamar. Residu dan filtrat dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Residu yang didapat kemudian dicuci dengan etanol dan dilanjutkan pencucian dengan air panas lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 °C selama 60 menit. Padatan yang telah kering ditimbang (sebagai berat pulp kering), selanjutnya dilakukan analisa perolehan pulp, kadar selulosa dan lignin.