Bab 2-3.docx

  • Uploaded by: robbi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2-3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,807
  • Pages: 30
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 Identitas Pasien Nama

: Ny. SW

Umur

: 22 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Dsn. Ngasrep RT/RW 09/02, Mulyorejo tambak rejo, Bojonegoro

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan

: Swasta

Tinggi Badan

: 155 cm

Berat Badan

: 60 kg

Paritas

: G1P0A0

No Rekam Medis

: 689200

MRS

: Selasa, 23 Januari 2018

1.2 Anamnesis Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa di ruang VK pada tanggal 24 Januari 2018. 1. Keluhan utama

: Keluar cairan di jalan lahir

2. Riwayat Kehamilan Sekarang

:

Pasien datang ke RSUD Ibnu Sina Gresik dari IGD dengan keluhan keluar cairan ngrembes dari jalan lahir sejak pukul 16.30

1

2

berwarna jernih. Keluhan kenceng-kenceng jarang, keluar darah (-), keluar lendir (-), gerakan janin masih dirasakan. 3. Riwayat Haid : Menarche : 14 tahun Haid : Teratur Siklus : 28 hari Lama Haid : ± 7 hari HPHT : 10 Juni 2017 TTP : 10 Maret 2018 4. Riwayat Nikah : Menikah pada usia 19 tahun dan sudah menikah selama 2 tahun. Merupakan pernikahan pertama. 5. Riwayat obstetri

: G1P0A0

1. Hamil ini 6. Riwayat ANC

:

Pasien rutin melakukan pemeriksaan ANC di bidan. Pada trimester I sebanyak 2x, timester II sebanyak 2x, dan trimester III tiap bulan. 7. Riwayat KB : Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi. 8. Riwayat Kelainan Ginekologik Tumor myoma uteri/ kista ovarium : Disangkal

3

9. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat penyakit HT

: Disangkal

b. Riwayat penyakit DM

: Disangkal

c. Riwayat alergi obat / makanan

: Disangkal

d. Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

e. Riwayat penyakit asma

: Disangkal

f. Riwayat Tumor

: Disangkal

g. Riwayat Trauma

: Disangkal

h. Riwayat Konsumsi jamu

: Disangkal, hanya

minum vitamin dari bidan 10. Riwayat penyakit keluarga a.

Riwayat penyakit hipertensi

: Disangkal

b.

Riwayat penyakit DM

: Disangkal

c.

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

d.

Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal

e.

Riwayat penyakit asma

: Disangkal

11. Riwayat sosial a.

Pasien selalu menjaga kebersihan pribadi dan keluarga

b.

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, maupun alkcohol

c.

Suami pasien merokok (+)

1.3 Pemeriksaan Fisik 1.

Keadaan umum

: Cukup

4

2.

Kesadaran

: Compos mentis

3.

Tanda vital : Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 85 x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36 °C

Status Generalis Kepala

: Konjungtiva palpebral anemis -/Sklera ikterus -/Sianosis -/Dispneu -/-

Leher

: Pembesaran KGB -/Pembesaran tiroid -/-

Thorax

: Cor

: S1 S2 tunggal, suara tambahan (-)

Pulmo : Suara nafas dasar vesikuler, Rh (-), Wh (-) Abdomen

Ekstremitas

: Inspeksi

: Soepel

Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) Normal

: Akral hangat :

Oedem :

+

+

-

-

+

+

-

-

5

1.4 Status Obstetri 1. Inspeksi

: Cembung, tidak ada jejas

2. Palpasi

:

Pemeriksaan Leopod : 1) L1

: Teraba bagian janian tidak bulat, lunak, (kesan bokong).

TFU

: 23 cm.

2) L2

: Teraba tahanan besar memanjang sebelah kanan (kesan punggung), teraba tahanan kecil – kecil sebelah kiri (kesan ekstremitas).

3) L3

: Teraba bagian janin bulat, keras. (kesan kepala).

4) L4

: Bagian terendah sudah masuk pintu atas panggul

His

: 1x dalam 10 menit durasi ± 20 detik

DJJ

: 137x/menit

1.5 Status Ginekologi Pemeriksaan Dalam

:

VT Ø 1cm, eff 25%, presentasi kepala turun di hodge 1, ketuban (+) berwarna jernih, blood slym minimal (+).

6

1.6 Pemeriksaan Penunjang Hasil Laboratorium Nama Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

14.4

P : 11.4 – 15.1 g%

DARAH LENGKAP HB LEUKOSIT LED HITUNG JENIS PCV TROMBOSIT

10.600 0/0/0/74/19/7 42 218.000

4.500 – 11.000 P : 0 – 20 1-2/0-3/3-5/40-50/20-40/4-6 P: 37 – 47 % 150.000 – 450.000

MCV

93

80 – 94

MCH

31

26 – 32

MCHC

34

32 – 36

BT (Bleeding Time)

-

1-5 menit

Clotting Time

-

5-15 menit

APTT

-

25.4 – 38.0 detik

PT

-

10.7

FAAL HOMOEOSTASIS

1.4

– 16.1 detik INR 1.0-

7

1.7 Resume Ny. SW, 22 th, pasien mengatakan hamil anak pertama dengan usia kehamilan  8 bulan (32/33 minggu) dengan keluhan keluar air ketuban pada pukul 16.30 berwarna jernih merembes, tidak keluar lendir, keluar darah (-) dan kenceng-kenceng jrang. Pasien tidak mengeluh pusing, mual, muntah, mata kabur, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Pasien mengatakan hari pertama haid terakhir pada tanggal 10 Juni 2017 dengan siklus haid yang teratur setiap bulannya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : tekanan darah 120/80 mHg, nadi 85 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36ºC, pemeriksaan fisik abdomen didapatkan Inspeksi : Cembung, tidak ada jejas, palpasi: Pemeriksaan Leopod : L1: teraba bagian janin tidak bulat, lunak,(kesan bokong) , L2 : terabatahanan besar besar memanajang sebelah kanan (kesan punggung), teraba tahanan kecil-kecil sebelah kiri (kesan ekstremitas), L3 : teraba bagian janin bulat, keras (kesan kepala), L4 : bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul, Auskultasi : DJJ 137 kali/ menit , TFU: 23 cm. Pada pemeriksaan dalam: VT Ø 1cm, eff 25%, presentasi kepala turun di hodge 1, ketuban (+) berwarna jernih, blood slym minimal. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien ini di diagnose G1P0A0 + UK 32/33 minggu T/H/IU presentasi letak kepala + Inpartu kala I fase laten + KPD ≤12 jam. Pasien ini diterapi menggunakan Injeksi Dexametason 1x 6mg selama 2x24 jam dan Cefotaxim 3x1g.

8

1.8 Diagnosa Kerja G1P0A0 UK 32/33 minggu T/H/IU presentasi kepala + Inpartu kala I fase laten + KPD ≤12 jam. 1.9 Terapi  Cefotaxim 3 x 1  Inj Dexametasone 2x6 mg selama 2x24 jam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.1 2.2 Epidemiologi KPD Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan

9

10

dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2 Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10% wanita mengalami KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.3

11

2.3 Etiologi Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. 4 Penyebab lainnya adalah sebagai berikut : 1. Serviks inkompeten dan serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, polihidramnion. 3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. 4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). 5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis). 6. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten 

Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi



Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin.

12

2.4 Patofisiologi KPD Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.5,6

Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2

13

dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.7,8 Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.8 Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.8

14

a. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui

mengganggu

sintesis

kolagen

pada

selaput

ketuban

dan

15

meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.6 b. Hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.6 c. Kematian Sel Terprogram Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami

16

apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.6 d. Peregangan Selaput Ketuban Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.6 2.5 Gambaran Klinis Tanda yang terjadi adalah9 

Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.



Warnanya putih agak keruh



Aroma air ketuban berbau khas dan tidak seperti bau amoniak



Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu hamil duduk atau berdiri, kepala janin

17

yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. 

Uterus lunak



Kalau ada gejala seperti ini: demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat menunjukkan kalau infeksi sudah terjadi.

2.6 Diagnosa Ketuban Pecah Dini Menegakkan diagnosa Ketuban Pecah Dini secara tepat sangat penting. karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negative palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, di perlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa Ketuban Pecah Dini di tegakkan dengan cara : 1. Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Jumlah atau volume cairan ketuban, berbau yang khas, dan warna, perlu diperhatikan. Keluarnya cairan sebelum ada his atau his belum teratur dan belum ada pengeluran lendir darah.10

18

2. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.10 3. Pemeriksaan dengan speculum Pemeriksaan dengan speculum pada Ketuban Pecah Dini akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), apabila belum juga tampak keluar maka fundus uteri di tekan, penderita di minta batuk, mengejan atau mengadakan manuvover valsava atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior.10 4. Pemeriksaan dalam Didapat cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai

pemeriksaan

dalam

vagina

dengan

toucher

perlu

di

pertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan dalam vagina dilakukan apabila Ketuban Pecah Dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan di batasi sedikit mungkin.10,11

19

5. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini 1) Pemeriksaan Laboratorium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau secret vagina.11 a. Tes lakmus (tes nitrazin) yaitu jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan yang bersifat basa menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu b. Mikroskopik (tes pakis) yaitu memasang speculum steril menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan specimen, baik dari cairan vorniks vagina posterior maupun cairan dari orifisium serviks karena lendir serviks juga berbentuk pakis, hapus specimen pada objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering minimal 10 menit kemudian lihat di bawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis. 2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini di maksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.11

20

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.4 1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten = L.P = latent period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80% kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah. Bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal maka dilakukan bedah caesar.

21

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi. Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan pelvis score jika >5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika <5 dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.4

22

2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (<37 minggu) Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata

23

karena infeksi intra uterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif, ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intra amnion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.4 2.8 Komplikasi KPD  Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%

24

terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.8  Infeksi Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.8  Hipoksia dan Asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.8  Sindroma deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.8

BAB III PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesa dinyatakan bahwa Ny. SW, 22 th, pasien mengatakan hamil anak pertama dengan usia kehamilan  8 bulan (32/33 minggu). Datang dengan keluhan keluar air ketuban pada pukul 16.30 berwarna jernih merembes, tidak keluar lendir, tidak keluar darah dan kenceng-kenceng jarang. Pasien tidak mengeluh pusing, mual, muntah, mata kabur, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Pasien mengatakan hari pertama haid terakhir pada tanggal 10 Juni 2017 dengan siklus haid yang teratur setiap bulannya. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G1P0A0 UK 32/33 minggu T/H/IU presentasi kepala + Inpartu kala I fase laten + KPD ≤12 jam. Anamnesa secara teori bahwa pasien dengan basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. Dengan demikian bahwa diagnosa awal mengalami KPD dapat diterima. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : tekanan darah 120/80 mHg, nadi 85 x/menit, respirasi 20x/menit dan suhu 36ºC menyatakan bahwa kondisi ibu hamil dalam keadaan sehat. Sedangkan pemeriksaan fisik meliputi status general, palpasi dengan pemeriksaan Leopod : L1 s/d L4, TFU dan pada pemeriksaan

25

26

dalam vagina merupakan langkah-langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosa KPD. Dalam hal memastikan bahwa cairan yang luar adalah cairan ketuban kurang didukung dengan pemeriksaan pH cairan dengan Nitrazine Test yang ditandai dengan kertas nitrazin merah akan jadi biru. Pemeriksaan pendukung laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar lekosit darah. Hal ini menandakan bahwa kemungkinan terjadi infeksi sehingga berakibat pada kejadian KPD yang jika dilihat dari usia kandungan 32 minggu adalah jenis KPD preterm. Diagnose G1P0A0 UK 32/33 minggu T/H/IU presentasi letak kepala + Inpartu kala I fase laten + KPD ≤12 jam. Hal ini menyatakan bahwa harus dilakukan penanganan yang tepat untuk menurunkan mordibitas ibu dan bayi., Inpartu kala I fase laten merupakan alasan bahwa segera dilakukan persalinan karena berarti bahwa kala pembukaan yang berlangsung sudah antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Pasien ini diterapi menggunakan Injeksi Dexametason 1x 6 mg selama 2x24 jam dan Cefotaxim 3x1. Pemberian terapi Cefotaxime dari antibiotic golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel bakteri. Cefotaxime sangat stabil terhadap hidrolisis beta laktamease, maka Cefotaxime digunakan sebagai alternatif lini pertama pada bakteri yang resisten terhadap Penisilin. Cefotaxime memiliki aktivitas spectrum yang lebih luas terhadap organisme gram positif dan

27

gram negatif dan waktu paruhnya sangat pendek ± 1 jam sehingga sangat membantu memulihkan infeksi pada pasien dan meningkatkan masa latensi. Deksametason

(dexamethasone)

adalah

obat

kortikosteroid

jenis

glukokortikoid sintetis yang digunakan sebagai agen anti alergi, imunosupresan, anti inflamasi dan anti shock yang sangat kuat. Obat ini dinyatakan 20-30 kali lebih kuat daripada Hydrocortisone dan 5-7 kali lebih kuat daripada prednison. Dexamethasone bekerja dengan cara menembus membran sel sehingga akan terbentuk suatu kompleks steroid-protein reseptor. Di dalam inti sel, kompleks steroid-protein reseptor ini akan berikatan dengan kromatin DNA dan menstimulasi transkripsi mRNA yang merupakan bagian dari proses sintesa protein. Sebagai anti inflamasi, obat ini menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi prostaglandin (senyawa yang berfungsi sebagai mediator inflamasi), dan menyebabkan dilatasi kapiler. Hal ini akan mengurangi repon tubuh terhadap kondisi peradangan (inflamasi) akibat infeksi. Berdasarkan rujukan literatur bahwa tidak cukup bukti tentang jenis antibiotik yang optimal pada pasien dengan KPD. Dengan demikian pemilihan terapi menggunakan

Cefotaxime bukan suatu kesalahan yang penting sesuai

dengan tujuan terapi untuk memulihkan infeksi. Walaupun dalam literatur rujukan pilihan ampisilin dan eritromisin atau eritromisin berhubungan dengan manfaat signifikan pada hasil neonatal dan harus digunakan secara rutin pada wanita dengan KPD 24 sampai 34 minggu tanpa penggunaan steroid yang telah menunjukkan hasil perbaikan pada kesehatan neonatal dengan menurunkan secara signifikan tingkat morbiditas bayi.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Poedjo Hartono.2016.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran “Ketuban Pecah Dini”.Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.

2.

Sudarmi, 2013. Hubungan Ketuban Pecah Dini ≥ 12 Jam Dengan Gawat Janin di Ruang Bersalin RSUP NTB Tahun 2012. Media Bina Ilmiah. Volume 7, No. 5 Oktober 2013.

3.

Safari F.R.N, 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketuban pecah dini di RSU H. Abdul Manan Simatupang Tahun 2016.Wahana Inovasi Volume 6 No.2 Juli-Des 2017 ISSN : 2089-8592

4.

Roosdhantia, I.R. 2012. Perbedaan SkorAPGAR Pada Ketuban Pecah Dini Usia Kurang Dari 34 Minggu Yang Diberi dan Tidak Diberi Deksametason. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

5.

Karkata.M.K, Kristanto.H., Kurniawan Harry, Gondo I, Wicaksana B, Wijayanti, Mamo.H.I, 2012. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. Komisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI.

6.

Medina, Tanya M. and Hill, Ashley D. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:65964.

7.

Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D,2004.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

8.

Burd, Irina, Goode, Paula, Premature Rupture of Membranes (PROM)/ Preterm Premature Rupture of Membranes(PPROM). Health Encyclopedia [Internet]. 8 Februari 2018. Available from: http://www.urmc.rochester.edu/Encyclopedia/Content.aspx?ContentTypeID= 90&ContentID=P02496.

9.

10. Moudy E.U Djami.2015.Diagnostik dan Penanganan Ketuban Pecah Dini, Amnionitis dan Emboli Air Ketuban. Availabel internet from: http://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/76-diagnostik-danpenanganan-ketuban-pecah-dini-amnionitis-dan-emboli-air-ketuban 11. Myers VS. 2007.Premature rupture of membranes at or near term. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare. Informa UK Ltd.

28

12. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 45660. 13. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2010. Premature Birth. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York. 14. ACOG Committee on Practice Bulletins-Obstetrics, authors. Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. (ACOG Practice Bulletin No. 80: premature rupture of membranes). Obstet Gynecol 2007;109:1007–1019 15. Anna Locatelli, Marianna Andreani and Patrizia Vergani. 2007. Preterm premature rupture of membranes (PPROM) in Bergehella V. Prevention of preterm burth. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare. Informa UK Ltd, 2007. 16. Karisma,Nur.2017.Ketuban Pecah Dini.Program Indonesia.RSUD Oku Timur Sumatera Selatan.

Internship

Dokter

17. Allahyar Jazayeri.et.al,2017.Premature Ruptures of Membranes. Central Association of Obstetricians and Gynecologists, Society for Maternal-Fetal Medicine, Council of University Chairs of Obstetrics and Gynecology, Nebraska Medical Association. Avaliabel of: https://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 18. American College of Obstetrics and Gynecology. ACOG Practice Bulletin No.80: Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for obstetrician- gynecologists. Obstet Gynecol. 2007 Apr;109(4):1007-19 19. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680 20. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf. 7 Februari 2018 21. Alabama Perinatal Excellence Collaborative.2016, APEC Premature Rupture of Membranes.

Guidelines

22. Rohani. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab 2-3.docx
June 2020 24
Jurnal (1)l.docx
June 2020 19
Tugas Biokim.docx
June 2020 14
1-7.docx
June 2020 8