BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hidup tidak dapat lepas dari istilah pendidikan, terciptanya pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari unsur-unsur dan faktor pendorong. Berjalanya proses pendidikan, dilihat dari segi praktisnya bahwasanya faktor pendorong tersebut adalah pengelolaan yang optimal manajemen yang baik kemudian juga mempunyai pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional serta fasilitas pendidikan yang banyak, dari segi tersebut kualitas pendidikan bisa dapat berjalan lancar dan dapat mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan di Indonesia menggunakan delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan yaitu 1) standar isi; 2) standar proses; 3) standar kompetensi kelulusan; 4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; 5) standar sarana dan prasarana; 6) standar pengelolaan; 7) standar pembiayaan dan 8) standar penilaian pendidikan. Penyelenggaraaan pendidikan di Indonesia yang pada mulanya bersifat sentralistik, membuat proses penyelenggaraan pendidikan di 1
Onisimus Amtu, 2011. Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah Konsep Strategi dan Implementasi. Bandung: Alfabeta, h. 1.
1
2
Indonesia tidak merata yang mana sebagian besar SDM yang berkualitas hanya dimiliki atau berada di wilayah perkotaan. Keadaan demikian menjadikan pemerintah mengambil kebijakan dengan mengubah sistem pendidikan nasional yang awalnya sentralistik menjadi sistem desentralisasi. Disisi lain, dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa2. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tampil sebagai paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. Konsep MBS ini merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesign pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada kepala sekolah untuk menata, mengatur dan mengelola sekolah serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Adanya MBS ini diharapkan mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan yang juga berorientasi pada proses pelaksanaan pendidikan, bukan
2
Umiarso dan Imam Gojali, 2011. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD, h. 395
3
hanya berorientasi pada input yang selama ini banyak terjadi pada sekolah di Indonesia3. Manajemen
Berbasis
Sekolah
(MBS)
juga
bertujuan
untuk
meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Kinerja sekolah meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan4. Kualitas merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan yang meliputi input, proses, dan output. Untuk output sekolah dapat dikategorikan menjadi akademik seperti Nilai Ujian Nasional dan nonakademik seperti kesenian dan olahraga. Mutu output sekolah dipengaruhi oleh kesiapan input dan proses pendidikan. Kuantitas input sekolah antara lain jumlah guru, modal sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah antara lain terdiri atas jumlah siswa yang lulus setiap tahun5. Sebagai contoh produktivitas, misalnya sebuah sekolah dapat meluluskan siswa lebih banyak pada tahun ini daripada tahun sebelumnya dengan input yang sama (jumlah guru, fasilitas, dsb), dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif daripada tahun sebelumnya.
3
Edi Setiawan, 2016. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK Negeri 1 Bantul. Yogyakarta: Jurnal Manajemen Pendidikan Edisi ke 1. 4 Rohiat, 2010. Manajemen Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama. hlm. 49. 5 Ibid., hlm. 49
4
Efektivitas adalah ukuran yang menyatakan sejauh mana tujuan dapat dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Misalnya, nilai Ujian Nasional (UN) ideal adalah 60, namun nilai UN yang diperoleh siswa hanya 45, maka efektivitasnya adalah 45:60=75%6. Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisienisi internal menunjukkan hubungan antara output sekolah dan input yang digunakan untuk menghasilkan output sekolah. Efisiensi internal sekolah biasanya diukur dengan biaya efektivitas. Setiap penilaian biaya efektivitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomi untuk mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran. Misalnya, jika dengan biaya yang sama, tetapi nilai UN tahun ini lebih baik daripada tahun sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih efisien secara internal daripada tahun lalu7. Efisiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial, ekonomi dan nonekonomi) yang didapat diluar sekolah setelah kurun waktu yang cukup panjang. Untuk mengukur efisiensi eksternal, alat yang digunakan adalah analisis biaya, misalnya, MTs A dan MTs B menggunakan biaya yang sama setiap tahunnya, tetapi lulusan MTs A mendapatkan upah yang lebih besar daripada MTs B setelah mereka bekerja. Adanya hasil
6 Rohiat. Op cit., h. 50 7 . Ibid., hlm. 50
5
tersebut, maka dapat disimpulkan MTs A lebih efisien secara eksternal daripada MTs B8. Merubah paradigma manajemen pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi tentu bukan hal yang mudah. Perubahan sistem yang digunakan membutuhkan adaptasi pada tiap-tiap lembaga pendidikan sesuai dengan kondisi sosial kultur lingkungan dan SDM yang ada. Jika sebelumnya sekolah hanya menjalankan perintah dari pemerintah yang berkuasa, maka pada saat ini sekolah diberi kebebasan dan wewenang dalam mengelola lembaganya untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta persaingan dalam era globalisasi. Permasalahan yang muncul untuk meningkatkan kualitas pendidikan bukan hanya terletak pada manajemen. SDM yang ada pada sebuah lembaga juga menentukan bagaimana pendidikan dapat maju dan berkembang. Untuk meningkatkan mutu madrasah menurut Sudarwan Danim melibatkan lima faktor yang dominan : (1) Kepemimpinan Kepala sekolah; (2) Siswa/ anak sebagai pusat; (3) Pelibatan guru secara maksimal; (4) Kurikulum yang dinamis; (5) Jaringan Kerjasama”. Perencanaan kegiatan atau penyusunan program-program sekolah dengan melibatkan unsur guruguru, masyarakat dan pihak pihak terkait yang dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah hal ini akan mendorong terwujudnya keterbukaan dalam pelaksanaan program kerja sekolah/madrasah9.
8 9
Rohiat. Op cit., h. 50 Danim Sudarwan, 2014. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, h. 56.
6
Adapun dalam mencapai keberhasilan pendidikan yang optimal tidak hanya cukup ditempuh melalui usaha-usaha lewat jalur evaluasi kegiatan pembelajaran Pendidikan formal saja, melainkan sangat diperlukan adanya pengelolaan
dan
realisasi
keuangan,
pengelolaan
sarana
prasarana,
pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan guna mendukung fasilitas kegiatan belajar mengajar tersebut yang kemudian akan menjadi dampak positif baik pada peserta didik maupun kepada tenaga pendidik. Selanjutnya dalam mengimplementasikan MBS, hendaknya senantiasa memperhatikan berbagai
karakteristi
MBS
itu
sendiri,
diantaranya
kemandirian,
kemitraan/kerjasama, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas10 Menjawab pertanyaan tersebut memerlukan sebuah telaah yang mendalam. Terlepas dari sistem manajemen yang digunakan, sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab besar dalam mencetak masa depan bangsa, dengan cara apapun dituntut untuk berkembang dan melahirkan inovasi baru dalam dunia pendidikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan menjadikan Negara kita dapat berdiri sejajar dengan negara maju lainnya. Pengkajian lebih lanjut bagaimana meningkatkan mutu pendidikan melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah adalah dengan meneliti secara langsung. Berdasarkan hasil penelitian Sudadio pada tahun 2016 dalam penelitiannya tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah di Provinsi Banten Melalui Manajemen Berbasi Sekolah” secara kualitatif dapat 10
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
7
dinyatakan 1) upaya peningkatanan mutu pendidikan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah pada pendidikan dasar dan menegah di provinsi Banten, dapat dinyatakan bahwa pada umumnya pendidikan dasar dan menengah telah berupaya menerapkan manajemen berbasis sekolah dalam mengelolah Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, yaitu rata-rata lima (0,635), dari kedelapan komponen yang menjadi
bidang
garapan
utama
MBS
secara
nyata
dan
mandiri
pengelolaannya telah dilakukan oleh pihak sekolah, sedangkan rata-rata tiga (0,365). Komponen MBS belum secara penuh pengelolaannya dilakukan oleh pihak sekolah diantaranya adalah, pengelolaan tenaga pendidik, pengelolaan sarana dan pengelolaan biaya pendidikan yang sifatnya tidak otonomi penuh karena ketiga komponen ini masih merupakan tanggung jawa pihak pemerintah, sedangkan sekolah hanya berperan sebagai pengguna secara operasional dan pertanggungjawabannya secara administrasi, hal ini disebabkan karena pengelolaan ketiga komponen tersebut masih dilaksanakan bersama-sama dengan pemerintah dalam hal ini pihak dinas pendidikan. Hasil observasi awal berdasarkan informasi dari salah satu pendidik yang berada di MTs Al Mutawally mengatakan bahwa selama ini pihak sekolah menerima siswa dengan empat sistem pembiayaan yaitu meneriman siswa dengan pembayaran 100%, 75%, 50% dan 25%. Hal ini dilihat dari kemampuan orang tua untuk membayar. Adapun dana yang diperoleh selain dari pemerintah, pihak sekolah juga menjalin kerjasama dengan para donator yang siap membiayai beberapa santri yang tidak mebayar penuh. Jalinan
8
kerjasama dengan pihak komite juga dilakukan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan pengajian yang dilakukan setiap bulan pada minggu kedua dilakukan dengan maksud agar dapat menjalin silaturahim, bahkan adanya kegiatan tersebut menjadikan pihak warga pun merasa senang karena dapat mencari penghasilan dengan ikut jualan disana. Kegiatan selanjutnya dilakukan tiap semester, hal ini difokuskan pada wali santri dengan anak dan keuangan. Selanjutnya berdasarkan jumlah tenaga pengajar yang berada di MTs Al-Mutawally sebanyak 18 guru yang terdiri dari 15 guru dengan lulusan S1 dan 3 guru dengan lulusan S2. Adapun dari lulusan S1 didapatkan 1 guru yang mengajar tidak sesuai bidangnya yaitu lulusan PAI mengajar PKN, sedangkan yang lainnya linier (sesuai dengan bidangnya). Selama melaksanakan tugas belajar kehadiran guru selalu penuh (hadir) dan mempunyai RPP dengan lengkap. Adapun mengenai siswanya, setiap ada perlombaan siswa selalu diaktifkan untuk mengikutinya, sehingga bebrbagai kejuaraan sering diraih khususnya dalam perlombaan MTQ, Kesenian dan Olah Raga. Adanya keberhasilan tersebut sejak tahun 2014 sampai sekarang banyak siswa yang mendaftarkan diri ke MTs Al-Mutawally sehingga mampu menampung siswa sebanyak 3-4 kelas, hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana hanya mendapat 1-2 kelas saja. Berdasarkan hasil nilai Ujian Nasional, dua tahun sebelumnya dari 32 MTs yang berada di Kabupaten Kuningan, MTs Al-Mtawally meraih peringkat ke-8 atau 10
9
termasuk 10 besar, akan tetapi pada dua tahun ini ternyata mendapat penurunan yaitu menjadi peringkat ke-13 dan 14. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul ”Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Melalui Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah“.
B. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks penelitian di atas, supaya penelitian ini menjadi lebih terarah dan mengkrucut, maka penulis akan memfokuskan penelitian ini dalam tiga poin di bawah ini: 1.
Bagaimana penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di MTs Al AlMutawally?
2.
Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di MTs Al Al-Mutawally?
3.
Bagaimana upaya sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di MTs Al AlMutawally?
C. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti dari dua sisi, yaitu pada tataran teoretis dan juga praktis. Penelitian ini pada tataran teoretis diharapkan bisa menjadi tambahan pengetahuan dalam pengembangan ilmu manajemen pendidikan Islam khususnya bidang
10
manajemen berbasis sekolah, hasil penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi rujukan bagi penelitian setelahnya terkait tema yang sama. Adapun manfaat praktis yang dapat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah; 1.
Memberikan kontribusi pemikiran baru terhadap praktisi pendidikan dalam bidang pengembangan manajemen berbasis sekolah
2.
Sebagai bahan pertimbangan pimpinan lembaga dan semua civitas akademika MTs Al-Mutawally dalam membuat kebijakan untuk mengembangkan mutu tenaga pendidik
3.
Memberikan kontribusi moril bagi para penanggung jawab dan SDM yang ada sehingga mampu melakukan pekerjaannya secara lebih baik lagi, dan
4.
Menjadi bahan analisis dan kajian lebih lanjut bagi para peneliti selanjutnya dengan permasalahan yang bisa jadi sama namum objek penelitian yang berbeda atau bahkan sebaliknya.
2