1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Korosi merupakan reaksi kimia dari suatu logam yang bersifat alamiah dan berlangsung spontan tergantung dari jenis logam yang mengalami korosi itu sendiri, oleh karena itu korosi tidak dapat dihentikan maupun dicegah. Banyak faktor yang membuat logam itu mengalami korosi salah satunya adalah proses pengepressan, variasi temperatur dan reduksi penampang, reduksi penampang setelah di press berpengaruh pada regangan, semakin besar reduksi maka tingkat korosi akan semakin naik, regangan yang terjadi karena pada proses pengerolan disebabkan adanya tarikan atau kompresi yang melebihi batas ketentuannya. Menurut (P.B.Pawar, Abhay A.Utpat,2014) Bahan komposit paduan aluminium terdiri dari kekuatan tinggi, kekakuan tinggi, stabilitas termal lebih, lebih ketahanan korosi dan aus, dan umur kelelahan lebih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (B. Vijaya Ramnath, C. Elanchezhian, RM. Annamalai, S.Aravind1,T. Sri Ananda Atreya, V. Vignesh and C.Subramanian,2013) Penambahan penguat abu terbang terhadap Al meningkatkan ketahanan aus tetapi mengurangi ketahanan korosi. Dari latar belakang di atas, maka
penulis ingin meneliti tentang
pengaruh variasi temperatur dan presentase reduksi penampang terhadap laju korosi baut dan mur dari bahan komposit alumunium dan abudasar batubara (bottom ash)
2
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah: 1.
Bagaimana pengaruh variasi temperature terhadap laju korosi baut dan mur cover satria Fu 150 dari bahan komposit Al Paduan dan abudasar batubara (Bottom Ash)
2.
Bagaimana pengaruh Presentase reduksi penampang terhadap laju korosi baut dan mur cover satria Fu 150 dari bahan komposit Al Paduan dan abudasar batubara (Bottom Ash)
1.3 Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah, agar penelitian dapat berjalan sesuai yang diinginkan dan tidak berjalan melebihi topik yang dibahas dari batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain : a. Bahan yang dipakai adalah :
Aluminium (piston bekas) berbagai merek dari berbagai jenis kendaraan
Serbuk abu dasar batubara (bottom ash) ukuran 350 mesh yang telah diberi perlakuan electroless plating.
Serbuk Alumunium (Aluminium murni)
Serbuk Al2O3
Alkohol 95%
Serbuk magnesium (Magnesium Murni)
HNO3 (Asam Nitrat)
b. Pengecoran dengan metode gravity casting.
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:
3 1. Untuk mengetahui pengaruh variasi temperature terhadap laju korosi baut dan mur cover satria Fu 150 dari bahan komposit Al Paduan dan abudasar batubara (Bottom Ash) 2. Untuk mengetahui pengaruh Presentase reduksi penampang terhadap laju korosi baut dan mur cover satria Fu 150 dari bahan komposit Al Paduan dan abudasar batubara (Bottom Ash)
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari Penelitian ini adalah 1. Setelah melakukan penelitian ini diharapkan baut yang telah dibuat akan dapat digunakan atau sebagai alternative pilihan yang akan di uji coba pada motor satria Fu 150 tersebut 2. Untuk mengetahui ketangguhan bahan dalam menerima sifat korosi 3. Untuk dapat menghasilkan komposit dengan proses variasi temperatur benda kerja dan reduksi penampang pada proses permesinan 4. Dengan mengetahui kemampuan laju korosi terhadap baut dan mur yang dibuat kita dapat mengetahui massa pakai baut dan mur saat di implementasikan
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengujian Korosi Korosi merupakan suatu perubahan atau indikasi suatu logam yang mengakibatkan sifat dan karakteristik berubah, yang diakibatkan karena adanya degradasi logam akibat reaksi redoks (reaksi induksi/oksidasi) antara suatu logam dengan zat pada lingkungan sekitar. Korosi pada logam sangat merugikan bagi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, korosi dapat dikendalikan atau
diperlambat
laju
korosinya
dengan
memperlambat
proses
pengkaratannya. Namun dibandingkan dengan yang lainnya almunium memiliki kelebihan ringan, tahan terhadap korosi dan sangat mudah dibentuk. Menurut (Rohadi Satrio Budi Utomo, Sagir Alva,2017) Pada almunium mempunyai kandungan Al2OO3 yang mempunyai sifat tahan terhadap korosi pada PH 4 sampai 9 selain PH tersebut almunium bisa terkorosi pada lingkungan asam maupun basa.
2.1.1 Klasifikasi Pengujian Korosi Pengujian korosi dibagi menjadi 4 jenis klasifikasi : 1. Pengujian laboratorium 2. Pengujian pilot plant 3. Pengujian pelayanan pabrik yang sebenarnya 4. Pengujian lapangan Klasifikasi 3 dan 4 dapat digabungkan, tetapi untuk menghindari keracunan dalam termologi, maka perlu dilakukan perbedaan sebagai berikut:
5 Klasifikasi 3 melibatkan pengujian spesimen dalam pelayanan pabrik yang sebenarnya, sedangkan klasifikasi 4 melibatkan pengujian lapangan yang didesain untuk memperoleh informasi secara umum. Misalnya pengujian lapangan melalui pengeksposan atmosferik dari sejumlah besar benda uji dalam rak pada satu atau lebih lokasi geografis dan pengujian lain dalam tanah atau air laut. 1.
Pengujian laboratorium Pengujian laboratorium dilakukan dengan menggunakan zat-zat kimia murni, yang terbaik dengan lingkungan atau larutan dari pabrik yang sebenarnya dan waktu pengujiannya relatip singkat. Kondisi pengujian dapat disimulasikan dan dikontrol dengan teliti sesuai dengan aplikasinya. Setiap pengujian harus reproducible dalam pengujian-pengujian ulang dengan waktu yang tetep. Hal ini adalah penting terutama bila digunakan metoda baru atau bila bahan baru / bahan rakitan perlu dievaluasi. Bila “reproducibility” dapat diperoleh, maka data yang berbeda merupakan refleksi dari perbedaan dalam ketahanan korosi dari bahan-bahan yang diuji. Pengujian laboratorium biasanya dilakukan dengan menggunakan benda uji kecil serta bentuk dan ukurannya yang spesifik. Benda-benda uji seperti ini relatip murah dan mudah dibuat ulang. Benda uji rakitan dapat juga diuji di laboratorium, hal ini biasanya dilakukan secara terbatas untuk mengetahui korelasi antara pengujian-pengujian dengan benda uji kecil dan benda rakitan tersebut. Pengujian laboratorium bertujuan untuk menilai sifat-sifat korosi logam dan akan memberikan indikasi dini apa yang akan terjadi sebenarnya dalam praktek. Waktu yang diperlukan untuk suatu indikasi tergantung tujuan dan sifat pengujian.
2.
Pengujian pilot plant
6 Pengujian ini dilakukan dalam pabrik skala kecil yang pada dasarnya duplikasi dari operasi skala besar. Bahan baku , konsentrasi larutan, temperatur, kecepatan yang sebenarnya dan volume cairan untuk kontak dengan area / logam dilibatkan. Pengujian pilot plant memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjamin hasil yang baik. Benda-benda uji dapat diekspos dalam pilot plant dan peralatan-peralatan itu sendiri dapat dipelajari dari segi korosi. Salah satu kerugian yang mungkin adalah bahwa kondisi operasi sangat bervariasi dalam usaha untuk mencari kondisi yang optimum. Oleh karena itu pencatatatan dan penyimpanan seluruh data harus dilakukan dengan teliti dan baik selama proses pilot plant beroperasi. Pengujian pilot plant untuk memperoleh beberapa data kscorosi dibawah kondisi operasi. 3.
Pengujian pabrik Pengujian pabrik dilakukan melalui pengeksposan benda uji atau pemantauan konstruksi / peralatan pada pabrik yang sedang operasi. Pengujian ini adalah penting untuk mengevaluasi material yang lebih baik dan lebih ekonomis atau dalam menyelidiki perilaku korosi dari material yang ada selama kondisi proses dan akan memberikan dasar yang logis untuk pembangunan pabrik produksi yang selanjutnya. Pengujian pabrik akan memberikan informasi yang lebih dekat pada penggunaan akahir yang sebenarnya dan waktu yang diperlukan untuk mencapai sasarannya relatip cukup lama.
2.2 Struktur Mikro Struktur mikro yaitu suatu struktur yang dapat diamati oleh alat mikro, atau dapat pula diartikan sebuah hasil pengamatan dari scanning electron microscope (SEM) maupun dari X-Ray Diffaraction (XRD). Fungsi diadakan
7 pengujian ini adalah untuk melihat fasa-fasa yang terjadi didalam logam atau paduan tersebut. Menurut (M. Mandala, dkk, 2016) pengamatan menggunakan cor logam struktur mikronya berbentuk struktur dendrite yang lebih kecil dan perbesaran butirnya lebih merata dibanding produk coran dengan cetakan lainnya dan proses solidifikasinya lebih cepat terjadi.X-Ray Diffaraction (XRD) merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi
material
kristalit
maupun
nonkristalit,seperti
mengidentifikasi struktur kristalit, dan fasa (kuantitatif) dalam satu bahan dengan mennggunakan radiasi gelombang eletromagnetik sinar-X. XRD juga dapat mengidentifikasi jenis atom, dan kristal, kehadiran cacat, orientasi, dan cacat kristal. Ada empat tahap pengerjaan yaitu: preparasi, difraksi, deteksi, dan interpretasi (Erlangga, Mulyadi,& Cahyarini, 2016). Hasil pengujian XRF didapat kandungan unsur logam yang terdapat pada batu pipih dan bidang belahnya menunjukkan perbedaan variasi komposisi prosentasenya, namun jenis unsurnya tidak variasi. Kandungan unsur logam utama (Si, Al, Ca, dan Sr) terutama pada unsur silikat cenderung pada bidang tahan lelah, namun pada kandungan unsur golongan transisi cenderung mengarah ke bidang belah. Pada pengujian XRD terdapat kemiripan yang hampir sama pola difraksinya dari sample bubuk-bubuk sayatan bidang belahnya. Yang dimaksud sama yaitu posisi sudut dua-thetha dari tiap peak pada pola difraksi yang di bandingkan, namun ada perbedaan intensitas peak pada bahan yang dibandingkan. Hal ini, yang menunjukkan perbedaan pada kandungan unsurnya (%) (Karyasa. I.W, 2013).Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop fieldion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah:
8 1.Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan. 2.Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Langkah-langkah untuk melakukan pengamatan struktur mikro adalah pemotongan spesimen menjadi ukuran yang kecil kurang lebih seukuran 10mm x 10mm x 10mm,penempatan spesimen kedalam cetakan dan cetakan tadi di isi resin yang bertujuan untuk memerm udah dalam proses penghalusan, pengampelasan dengan menggunakan amplas halus secara berurutan, mulai 27 dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang halus (nomor besar), pemolesan dengan menggunakan bubuk penggosok ataupun pasta diamond. Pemeriksaan struktur mikro memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran butir dan banyaknya bagian struktur yang berbeda. 2.3 Gravity Casting Gravity casting (pengecoran gravitasi) adalah teknik pengecoran menggunakan cetakan logam yang penuangannya menggunakan gaya gravitasi, jadi setelah dicairkan logam cair di tuangkan ke cetakan hingga cetakan penuh dan dibiarkan hingga dingin dan logam membeku. Pengecoran gravitasi adalah Proses penuangan logam cair dari wadah ke cetakan hanya dengan gaya gravitasi, tanpa menggunakan gas bertekana, vacuum, atau gaya Sentrifugal (Wikipedia). Hasil pengecoran dengan sistem ini memiliki permukaan yang halus dan dimensi yang cukup akurat; selain juga memiliki sifat mekanis dan ketahanan tekan yang sangat baik. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik kekerasan dan porositas hasil coran pengecoran gravitasi. Material yang digunakan adalah piston bekas (77,89 % Al – 18,0 % Si) yang merupakan paduan aluminium.Paduan aluminium dilebur dalam dapur crusibel menggunakan bahan bakar oli bekas yang dicampur minyak tanah. Benda uji dibuat dengan menggunakan teknik pada cetakan besi. Pengecoran gravitasi menggunakan variabel temperatur tuang 700°C,
9 kemudian benda uji dilakukan pengujian kekerasan, pengujian porositas. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, kekerasan tertinggi terdapat pada spesimen bagian bawah yaitu 90,671 kg/mm2 dan kekerasan terendah terdapat pada spesimen bagian atas yaitu 83,082 kg/mm2. Sedangkan porositas tertinggi terdapat pada spesimen bagian atas yaitu 0,0148 % dan porositas terendah terdapat pada spesimen bagian bawah yaitu 0,0113 % ( Sudarsono, 2012).
2.4 Temperatur Temperatur adalah suatu ukuran dingin atau panas nya keadaan atau sesuatu lain nya. satuan ukuran dari temperatur yang banyak digunakan di indonesian adalah ºC ( derajat Celcius ). Sementara satuan ukur yang banyak digunakan di luar negri adalah derajat Fahrenheit ( Ir. Sarsinta : 2008 )
2.5 Electroless Plating Electroless plating merupakan proses pelapisan yang tidak menggunakan listrik dalam proses pelapisannya, proses pelapisan yang terjadi karena adanya reaksi oksidasi dan reduksi pada permukaan bahan, sehingga terbentuk lapisan logam yang berasal dari garam logam tersebut. Karena tidak menggunakan bantuan arus listrik dalam pertukaran elektron, proses pelapisan yang terjadi berjalan lebih lambat, sehingga untuk mempercepat pelapisan, temperature proses harus dinaikkan sesuai batas yang dianjurkan dengan bantuan alat pemanas. Peralatan utama pada proses pelapisan elektroles berbeda dengan pelapisan secara elektropating dimana pada proses elektroles ini tidak menggunakan arus listrik dalam prosesnya. Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah. Gambar 1 Skema Proses Pelapisan Keterangan :
10
Gambar 2.1 Skema Electroless Platin Keterangan: 1. Gelas Plating 2. Larutan Elektroles aluminium dan magnesium 3. Bahan yang dilapis (Abu dasar baubara) 4. kompor magnetik stirrer 5. Termometer Pengembangan pelapisan plastik melalui proses etsa (etching) pada proses elektroles memberikan kekuatan daya lekat lapisan yang cukup baik, karena dapat membersihkan lapisan tipis dan membuat pori-pori halus sebagai tumpuhan lapisan berikutnya. Dalam pelaksanaan pelapisan plastik, pada pengerjaan pendahuluan atau persiapannya, satu sama lain prosesnya juga berbeda, karena sangat dipengaruhi oleh jenis plastik yang akan dilapisi, sehingga permukaan bahan kimia untuk larutan pencuci dan etsa juga berbeda.
11
2.5 Proses Pembentukan Logam 2.5.1 Dasar Pembentukan Logam Peran logam yang penting pada teknologi modern terutama disebabkan oleh mudahnya proses pembentukan logam tersebut menjadi bentuk seperti tabung, balok dan lembaran logam (plat). Pembuatan bentuk secara umum dapat dilakukan dengan cara : 1. Cara proses deformasi plastik, di mana volume dan masa logam tetap dn logam bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. 2. Dengan cara menghilangkan bagian-bagian logam atau proses pemesinan, dimana bagian logam sebagian dihilangkan untuk dibentuk menjadi bentuk yang diinginkan.
Gambar 2.2 Jenis operasi pembentukan Ratusan proses pembentukan logam telah dikembangkan untuk pengerjaan logam yang spesifik, akan tetapi proses-proses itu dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori, yaitu : 1. Proses tipe penekanan langsung, gaya dikenakan pada permukaan benda kerja dan logam bergerak tegak lurus dengan arah tekanan. Contoh : penempaan dan pengerolan 2. Proses penekanan tak langsung, meliputi penarikan kawat dan penarikan tabung, ekstrusi dan penarikan dalam cawan. 3. Proses tipe tarik, gaya utama yang dikenakan biasannya gaya tarik, tetapi gaya tekan tak langsung yang timbul akibat reaksi antara benda kerja dengan cetakan mencapai nilai yang tinggi. Oleh karena itu logam mengalir akibat keadaan tegangan kombinasi yang melibatkan gaya tekan yang tinggi. Contoh : pembentukan rentang.
12 4. Proses tipe penekukan, mencakup pemakaian momen lengkung terhadap lembaran logam. 5. Proses tipe pengguntingan, melibatkan gaya geser yang cukup besar untuk memotong logam pada bagian geser. 2.5.2 Suhu Pada Pengerjaan Logam Proses pembentukan pada umumnya digolongkan ke dalam proses pengerjaan panas dan proses pengerjaan dingin. Pengerjaan panas didefinisikan sebagai deformasi pada keadaan suhu dan laju regangan sedemikian sehingga proses pemulihan terjadi bersamaan deformasi. Sedangkan pengerjaan dingin dilakukan pada keadaan di mana proses pemulihan tidak efektif. Pada pengerjaan panas, pengerasan regang dan struktur butir terdistorsi akibat deformasi, dengan cepat ditiadakan oleh pembentukan butir baru yang bebas regangan sebagai hasil rekristalilsasi. Pada pengerjaan panas mungkin terjadi deformasi yang sangat besar, karena proses proses pemulihan mengikuti langkah deformasi. Pengerjaan panas terjadi pada tegangan alir konstan dan karena tegngan alir turun akibat suhu yang meningkat, energi yang diperlukan untuk pengerjaan panas biasannya lebih rendah dibandingkan energi untuk pengerjaan dingin.
Gambar 2.3 Efek suhu, tekanan dan laju regangan pada daerah pengerjaan
13
Gambar 2.4 Variasi kekuatan dan keuletan selama siklus pengerjaan dingin dan penganilan 2.5.3 Pengerolan Logam Proses pengubahan bentuk logam secara plastik dengan melewatkannya di antara rol dinamakan pengerolan. Pengerjaan ini banyak digunakan pada proses pengerjaan logam, karena memberikan kemungkinan untuk memproduksi produk akhir yang yang berkualitas tinggi. Pada proses ini benda kerja diberi tegangan kompresi yang tinggi yang berasal dari gerakan jepit rol dan tegangan geser gesek permukaan sebagai kaibat gesekan anataa rol dan logam. Pembentukan awal ingot menjadi balok-balok kasar dan billet, biasannya dilakukan dengan pengerolan panas. Kemudian dilanjutkan dengan pengerolan panas menjadi pelat, lembaran, batang, balok, pipa, rel dan bentukbentuk struktur yang lain. Pengerolan dingin logam menghasilkan lebaran,strip dan lebaran tipis dengan penyelesaian permukaan yang baik dan bertambahnya kekuatan mekanis dan pada saat yang sama dilakukan pengendalian dimensi produk yang ketat. Suatu pengerolan pada dasarnya terdiri atas : rol, bantalan dan rumah. Pengerolan logam pada umumnya dapat digolongkan berdasar jumlah dan susunan rol. Tipe pengerol sederhana dan paling banyak digunakan adalah pengerol logam dua tingkat seperti pada (gambar 2.7 a). Untuk meningkatkan kecepatan, digunakan rol bolak-balik dua tingkat, dimana benda kerja dapat digerakkan maju mundur melalui rol-rol yang arah putarannya dapat di balik (gambar 2.7 b). Cara lain adalah menggunakan rol tiga tingkat (gambar 2.7 c) yang terdiri atas rol atas dan rol bawah sebagai sumber gerak dan rol tengah yang bergerak akibat gesekan.
14 Pemakaian diameter rol kecil sangat banyak menurunkan pemakaian daya, akan tetapi karena rol berukuran diameter kecil mempunyi kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah, maka rol kecil haus ditopang oleh rol berdiameter besar. Tipe pengerol logam yang paling sederhana adalah rol tingkat empat (gambar 2.7 d). Lembaran yang sangat tipis dapat dirol menjadi lebih tipis pada pengerolan dengan diamater rol yang kecil. Rol tandan (gambar 2.7 e) dimana setiap pengerolan benda didukung oleh dua rol lainnya.
Gambar 2.5 Susunan rol untuk pengerolan logam Untuk meningkatkan hasil yang berkualitas tinggi, biasanya disusun rangkaian mesin rol logam secara seri (gambar 2.8).
Gambar 2.6 Gambar skematis pengerolan strip, dengan rol empat tingkat. Setiap pasang rol dinamakan tahapan (stan). Karena pada setiap tahap terdapat reduksi yang berbeda-beda, maka lembaran akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda pada setiap tahapnya. Kecepatan pada setiap pasang rol saling disesuaikan sedemikian hingga keceatan masukan pada tiap tahapnya sama dengan kecepatan luaran pada tahap sebelumnya. Pelepas gulungan dan penggulung produk akhir tidak hanya berfungsi sebagai
15 pengumpan ke pengerol dan pengumpul hasil pengerolan, tetapi juga digunakan sebagai penegang balik dan penegang depan strip. 2.5.4 Pengerolan Panas Pengerolan panas merupakan tahap awal dari proses pengerolan material. Pengerolan panas dilakukan di atas suhu rekristalisasi. Material yang dirol biasanya berupa ingot atau logam hasil pengecoran (As-Cast). Setiap material mempunyai suhu pengerolan yang berbeda-beda. Pada alumunium paduan suhu yang digunakan sekitar 450oC, baja paduan menggunakan suhu pengerolan sekitar 1250oC. Sedangkan material tahan panas menggunakan suhu pengerolan hingga 1650 oC. Pengerolan panas menghasilkan beberapa produk yang disebut sebagai bloom, slab, dan billet. Bloom biasanya memiliki penampang persegi dengan sisi tidak sebesar 150 mm, bloom dapat diproses lebih lanjut dengan proses pengerolan bentuk menjadi I-beam dan rel kereta. Slab biasanya memiliki penampang persegi panjang dan bila dirol kembali dapat menjadi plat atau lembaran material. Sedangkan billet memiliki penampang persegi namun berukuran lebih kecil dibanding dengan bloom dan bila dirol kembali dapat menjadi bentuk batang persegi dan batang lingkaran. 2.5.5 Pengerolan Dingin Pengerolan dingin adalah operasi pencanaian yang dilakukan pada temperatur kamar atau di bawah temperatur rekristalisasi. Pengerolan dingin umumnya dilakukan setelah pengerolan panas. Pengerolan dingin memnyebabkan terjadinya mekanisme penguatan pada benda kerja yang diikuti dengan turunnya keuletan. Bendz kerja menjadi lebih kuat, lebih keras dan lebih getas. Tetapi pada proses pengeroln dingin, tegangan alir (flow stress) benda kerja menjadi semakin meningkat. Karena tegangan alir sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur, bila semakin tinggi temperatur maka tegangan alir akan menurun dan sebaliknya bila temperatur menurun maka tegangan alir akan meningkat. Sebagaian besar dari produk pengerolan dingin melibatkan proses lanjutan yaitu proses perlakuan panas (heat treatment) agar dapat mendapatkan sifat-sifat produk yang dapat diaplikasikan sesuai aplikasinya. Proses perlakuan panas pada produk pengerolan dingin adalah proses perlakuan panas Annealing (anil).
16
2.7 Homogenizing Homogenizing adalah suatu pemanasan pada temperatur tinggi di daerah fasa austenit (g) jauh diatas titik kritis (A3 dan Acm). Proses ini bertujuan untuk menghilangkan efek segregasi kimia akibat proses pembekun lambat ingot/billet dan untuk memperbaiki mampu pengerjaan panas (hot workability)
2.8 Reduksi Penampang Reduction of area atau reduksi penampang merupakan pengecilan penampang ketika mengalami fracture. Hal ini berguna dalam menentukan seberapa besar suatu material yang mengalami beban uniaksial akan mengalami pengecilan luas penampang. Reduksi Penampang = reduction of area(q)
Gambar 2.4 Reduksi penampang pada proses Rolling
17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rencana Penelitian Dalam rencana penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dimana penelitian difokuskan pada data berupa angka. Metode ini merupakan salah satu jenis penelitian yang terperinci, sistematis dan terstruktur. Selain itu juga penelitian ini menggunakan table, grafik dan diagram sebagai untuk menunjukkan hasil data. Itulah alasan kenapa saya menggunakan metode kuantitatif (Ruang Guru:2017). Penelitian ini menggunakan Teknik replikasi dalam membuat bahan uji. Teknik replikasi adalah suatu teknik untuk melakukan copy dan pendistribusian data dan objek - objek database dari satu database ke database lain dan melaksanakan sinkronisasi antara database sehingga konsistensi data dapat terjamin. Tujuan utama dari replikasi sendiri digunakan untuk mendapatkan harga estimasi kesalahan eksperimen untuk mengurangi kesalahan pada eksperimen yang dilakukan sehingga menambah ketepatan hasil ekperimen dengan begitu hasil eksperimen akan lebih mendekati dengan apa yang kita ekspektasikan. Sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode observasi. Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen pertimbangan kemudian format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan. Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian kepada skala bertingkat. Misalanya memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat rekasi tersebut, tetapi juga menilai reaksi tersebut apakah sangat kurang, atau tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki (Arikunto, 2006).
18 Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Simple Random Sampling dinyatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Menurut Dalen (1981), beberapa langkah yang harus diperhatikan peneliti dalam menentukan sampel, yaitu: 1. Menentukan populasi, 2. Mencari data akurat unit populasi, 3. Memilih sampel yang representative, 4. Menentukan jumlah sampel yang memadai. Dalam analisa penelitian ini dilakukan Teknik analisis deskriptif. Teknik ini merupakan tekhnik analisis yang dipakai untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang sudah dikumpulkan seadanya tanpa ada maksud membuat generalisasi dari hasil penelitian. Yang termasuk dalam teknik analisis data statistik deskriptif diantaranya seperti penyajian data kedalam bentuk grafik, tabel, presentase, frekwensi, diagram, grafik, mean, modus dll. Tahapan penelitian telah digambarkan pada diagram alur (flow chart). Langkah pertama adalah menentukan masalah apa yg akan diteliti. Langkah berikutnya adalah observasi dengan studi literatur dan studi lapangan dengan begitu kita dapat kelangkah selanjutnya yaitu mempersiapkan alat dan bahan penelitian yaitu Alumunium 2075 (piston bekas berbagai merk) didapat dari bengkel-bengkel kendaraan bermotor, serbuk alumunium (Al) murni, serbuk magnesium (Mg) murni, larutan HNO3 65 % dan Alkhohol teknik 95 % didapat di di UD.Sumber Ilmiah Persada Surabaya. Sedangkan abu dasar batubara (bottom ash) diperoleh dari sisa hasil pembakaran di PT. Smart.Tbk yang bertempat di Rungkut, Surabaya. Setelah itu, dilakukan electroless plating yang bertempat di Laboratorium Analitik Fakultas MIPA Universitas
19 Negeri Surabaya. Electroless plating berfungsi untuk membasahi (wettability) dan melapisi serbuk abu dasar batu bara (bottom ash) yang bertujuan agar mudah berinfiltrasi dengan alumunium seri 2xxx pada saat pengecoran. Waktu oksidasi dilakukan selama kurang lebih 2 jam dengan suhu 300 ˚C. Selanjutnya setelah abu dasar batubara terelectroless plating, akan dilanjutkan dengan pembuatan komposit menggunakan metode gravity casting. Langkah pertama mempersiapkan bahan komposit yaitu abu dasar batubara yang sudah terelectroless plating, alumunium (Al, dan Mg) yang kemudian dilebur menjadi satu didalam tungku peleburan, setelah mencair dan menjadi satu, siapkan cetakan untuk membentuk komposit, lalu menuangkan cairan kedalam cetakan ditunggu sampai padat, setelah itu dilepas dari cetakan dan didinginkan pada suhu kamar dilanjut proses permesinan. Langkah berikutnya setelah membuat spesimen uji adalah proses homogenizing, setelah dilalukan proses homogenizing selanjutnya dilakukan pengujian korosi metode preparasi kupon standar ASTM G31-72 dengan mesin uji korosi di Institud Teknologi Sepuluh November. Jenis alat yang digunaka untuk pengujian struktur mikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jenis alat yang digunakan adalah SEM/EDX, untuk mengetahui struktur mikro sebelum dipress.
20
3.2 Diagram Alir Penelitian MULAI
STUDI LITERATUR
PERMASALAHAN
STUDI LAPANGAN
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN PROSES ELECTROLESS PLATING (Mg, Al2O5, HNO3, Alkohol, Abu dasar batubara)
MENIMBANG KOMPOSISI BAHAN KOMPOSIT 1. Al Paduan (piston bekas) : 89 % 2. Abudasar batubara : 10% 3. Magnesium : 1%
PROSES PENGECORAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE GRAVITY CASTING
AS CAST (CORAN)
HOMOGENIZING
A
21 A
PERMESINAN
BAHAN COR (BALOK)
PEMBUATAN SPESIMEN UJI
PROSES PRESSING DENGAN VARIASI REDUKSI PENAMPANG(%) DAN TEMPERATUR(0C)
MUR DAN BAUT
5% q1 1050C
t1
5% q1
1100C
t1
5%q1 10%q1 10% q1 10% q1 15% q1 15%q1 15% 1150C
t1
1050C
t1
1100C
t1
1150C
PENGUJIAN KOROSI PELAT PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO SEM-EDX
PEMBUATAN SPESIMEN UJI
MUR DAN BAUT
PENGUJIAN KOROSI PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO SEM-EDX
B
B
0
0
t1 105 Ct1 110 C t1
1150C
22
B
B
ANALISA DATA
KESIMPULAN
SELESAI
23
3.3 Penjelasan Alur Penelitian 3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Persiapan awal adalah proses persiapan alat dan bahan untuk proses electroless plating. Berikut adalah alat yang digunakan untuk proses electroless plating : Tabel 3.1 Alat-alat yang digunakan pada proses electroles plating No
Nama Alat
1.
Gelas erlenmayer
500ml
Tempat pencampuran komposisi bahan
2.
Gelas beaker
500ml
Menyimpan bahan yang sudah di electroless plating
3.
Gelas ukur
100ml
Mengukur volume larutan
4.
Spatula kaca
5.
Sendok spatula stainless
-
6.
Termometer
-
Mengukur temperatur atau suhu
7.
Magnetic stirrer
-
Mengaduk campuran larutan
8.
Kompor magnetic
-
Memanaskan larutan dan memutar magnetic stirrer
9.
Timbangan
-
Menimbang massa bahan yang lebih dari 100gr
10.
Neraca digital
-
Menimbang massa bahan yang kurang dari 100gr
-
Tempat kompor manetic sekaligus menghindari kontak langsung pada asap yang berbahaya bagi kesehatan.
-
Mengeringkan bahan yang sudah di electroless plating
-
Tempat menguapkan larutan dari bahan yang sudah di electroless plating
-
Membersihkan alat dan laboratorium yang akan digunakan maupun yang sudah di gunakan
11.
Lemari asam
12.
Oven
13.
Cawan penguapan
14.
Kain pembersihan
Spesifikasi
-
Keterangan
Mengambil bahan yang sudah di electroless plating di dalam gelas erlenmayer Mengambil bahan yang akan ditimbang
24 Bahan yang digunakan dalam proses electroless plating disajikan dalam tabel 3.2 di bawah ini : Tabel 3.2 Bahan yang digunakan untuk proses electroless plating. No
1
2
3
Nama Bahan
Abu dasar batu bara
Aluminium murni
Magnesium
Jumlah Kebutuhan
Kegunaan
200 gr
Sebagai penguat pada komposit dan berbentuk serbuk.
0,5 gr
Sebagai pelapis serbuk abu dasar batu bara dan berbentuk serbuk.
0,1 gr
Sebagai pengikat antara matrik dan penguat pada komposit dan berbentuk serbuk.
25
4
HNO3 (65%)
40 ml
Sebagai cairan reaksi kimia electroless plating dan berbentuk cair.
3.3.1.1 Alat dan bahan proses pengecoran membentuk komposit dengan metode gravity casting Berikut adalah alat yang digunakan untuk proses pengecoran membentuk komposit dengan metode gravity casting : Tabel 3.3 Alat proses pengecoran membentuk spesimen dengan metode gravuty casting Kegunaan
No.
Nama Alat
1.
Timbangan
Menimbang massa bahan matriks logam yang lebih dari 100 gr.
2.
Neraca digital
Menimbang massa bahan penguat dan unsur paduan yang kurang dari 100 gr
3.
Tungku pelebur
Ruang pelebur logam dari sirkulasi pengapian atau pemanasan
4.
Kowi
5.
Burner
Memanaskan tungku sekaligus kowi peleburan logam
6.
Thermocouple
Mengetahui temperatur yang ada di dalam kowi peleburan logam
7.
Tangki solar
8.
Stopwatch
Wadah pelebur logam
Bahan bakar proses pengecoran Menghitung waktu tuang dan lama penekanan
26
9.
Pengaduk
Mengaduk matriks, unsur paduan dan paduan komposit pada saat peleburan
10.
Penjepit
Mengangkat kowi pelebur logam dalam tungku pelebur
11.
Alat penuang
Membantu menuang coran kedalam cetakan
12.
Cetok
Membersihkan kotoran yang mengendap berupa abu dari coran
13.
Sarung tangan
14.
Cetakan gravity casting
Pelindung tangan Mencetak atau membentuk spesimen
Berikut adalah bahan yang digunakan untuk proses pengecoran membentuk komposit dengan metode gravity casting : Tabel 3.4 Bahan untuk proses pengecoran Persentase (%) komposisi bahan
Jumlah kebutuhan
1
Abu dasar batubara yang sudah di electroless plating
10%
0,42 Kg atau 420 gr
2
Magnesium
1%
0,042 Kg atau 42 gr
3
Aluminium 2075 (piston bekas) berbagai merk
89%
3,8Kg
No.
Nama bahan
Kegunaan Sebagai penguat pada komposit Sebagai pembasah pada komposit Sebagai matrik pada komposit
3.3.1.2 Alat dan bahan proses permesinan membuat spesimen uji Berikut adalah alat yang digunakan untuk proses permesinan membuat spesimen uji :
27 Tabel 3.5 Alat proses pemesinan membuat spesimen uji No.
Nama Bahan
Kegunaan
1.
Gergaji Besi
Untuk memotong hasil coran komposit menjadi spesimen uji
2.
Ragum
Untuk menahan coran komposit pada saat proses pemotongan
3.
Kikir
Untuk meratakan spesimen uji
4.
Jangka Sorong
Untuk mengukur dimensi spesimen uji
5.
Mesin Frais
Untuk membentuk spesimen uji
6.
Amplas
Untuk meratakan serta menghaluskan spesimen uji
Berikut adalah bahan yang digunakan untuk proses pemesinan membuat spesimen uji. Tabel 3.6 Bahan proses pemesinan membuat spesimen uji No.
Nama Bahan
Jumlah
1
Coran (As-Cast) komposit Al 2075 dengan penguat abu dasar batubara
27 buah
Kegunaan Digunakan untuk membuat spesimen uji korosi
3.3.2 Proses Electroless Plating Berikut adalah langkah-langkah proses electroless plating abu dasar batu bara: 1. Menimbang massa komposisi bahan seperti : abu dasar batu bara( 200 gr), aluminium murni (0,5gr), alumunium oxida (40 gr) dan magnesium (0,1 gr) harus sesuai dengan kapasitas gelas erlenmayer dan pengaduk magnetic stirrer. 2. Melakukan kalsinasi pada abu dasar batubara dengan temperature 100oC dengan waktu tahan 3 jam. 3. Menakar larutan HNO3 konsentrasi 65% sebanyak 40 ml. 4. Proses electroless plating : A. Campurkan abu dasar batu bara, aluminium murni dan HNO3 konsentrasi 65% yang sudah ditimbang/ditakar, kedalam gelas erlenmayer secara berurutan. B. Nyalakan pemanas kompor magnetic.
28 C. Letakkan diatas kompor magnetic dan atur sampai temperatur 100oC. D. Diaduk sampai merata selama 5 menit dengan menggunakan magnetic stirrer. E. Masukkan magnesium secara perlahan sambil diaduk selama 1 jam sampai larutan agak mengering dengan temperatur 100°C. F. Proses oksidasi dengan cara dikeringkan didalam oven pada temperatur 100°C selama 1 jam. 3.3.3 Menimbang Komposisi Bahan Komposit Pada proses ini dilakukan penimbangan komposisi pada material komposit untuk mendapatkan takaran yang sesuai dengan kebutuhan proses pengecoran. Berikut adalah langkah-langkah proses penimbangan : 1. Menyiapkan alat timbangan dan bahan yang akan ditimbang. 2. Mengkalibrasi timbangan agar mendapatkan hasil yang akurat. 3. Menimbang bahan sesuai dengan komposisi yang ditentukan. (Abudasar Batu Bara yang telah di electroless plating 420 gr, Magnesium 42 gr dan Piston Bekas 3,8 Kg ) 4. Membungkus dan memberi label atau tanda pada setiap jenis bahan yang sudah ditimbang agar tidak tertukar. 3.3.4 Proses Pengecoran Komposit Dengan Metode Gravity Casting Setelah menimbang komposisi bahan yang sudah ditentukan selesai. Berikut adalah langkah-langkah proses pengecoran dengan metode gravity casting : 1. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk proses pengecoran. 2. Menyalakan burner untuk proses pemanasan. 3. Masukkan aluminium 2075 kedalam kowi peleburan sebanyak 8,2 kg. 4. Panaskan aluminium 2075 kedalam tungku pelebur sampai titik cair 660oC. 5. Setelah sampai temperatur 660oC, tambahkan abu dasar batu bara yang sudah dielecroless plating (MgSiO2)dan magnesium kedalam aluminium 2075 yang sudah cair secara perlahan dengan
29
6.
7. 8. 9.
komposisi massa bahan yang sudah disiapkan sebelumnya sambil diaduk secara merata. Sebelum cairan dituangakan kedalam cetakan, panaskan cetakan terlebih dahulu agar tidak terjadi porosity pada logam yang akan dituangkan. Setelah temperatur mencapai 725oC tuang logam cair kedalam cetakan. Setelah membentuk coran komposit (As-Cast) yang padat cetakan dilepas dan didinginkan pada suhu kamar. Dilakukan secara bertahap.
3.3.5 Homogenizing Proses ini bertujuan untuk menghilangkan efek segregasi kimia akibat proses pembekuan yang lambat pada saat proses pengecoran komposit dan untuk memperbaiki mampu pengerjaan panas (hot workability) 3.3.6 Proses Permesinan Pembuatan Specimen Forming Pada proses ini material coran komposit (As-Cast) di proses permesinan agar bentuknya lebih baik, rata dan halus untuk dijadikan bahan proses forming . 3.3.7 Proses Pembentukan (Forming) Pada proses ini setelah material coran komposit (As-Cast) di proses permesinan, maka selanjutnya material dilakukan tahap proses pembentukan dengan cara pengepressan untuk membentuk lempengan pelat komposit. 3.3.8 Proses Permesinan membuat spesimen uji Proses pengerolan coran komposit (As-Cast) telah dilakukan, sehingga dihasilkan lempengan pelat komposit dan dilanjutkan dengan proses permesinan untuk membentuk spesimen uji korosi. Berikut adalah langkah-langkah proses permesinan membuat spesimen uji : 1. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk proses permesinan membuat spesimen uji. 2. Tentukan dimensi spesimen uji yang akan dibuat. 3. Memotong dan membentuk pelat komposit sesuai dimensi yang sudah ditentukan untuk spesimen uji.
30
3.3.9 Proses Uji Korosi Pada tahap ini pelat komposit yang telah dibentuk menjadi spesimen uji pada tahap sebelumnya, akan dilakukan pengujian korosi, untuk mengetahui karakteristik dari spesimen uji terhadap ketahanan spesimen itu sendiri dari akibat adanya indikasi korosi. Langkah-langkah persiapan spesimen untuk di uji korosi: 1.
Menyiapkan spesimen yang akan digunakan.
2.
Meratakan spesimen uji dengan menggunakan kertas amplas dengan ukuran 1000 mesh hingga permukaan plat benar-benar halus.
3.
Memasukkan bahan kedalam wadah berisi oli untuk menghindari kontak langsung dengan udara yang dapat menyebabkan korosi.
4.
Mengambil baja yang ada dalam wadah berisi oli kemudian mencuci bersih dan dilap hingga kering.
5.
Membersihkan plat dari kotoran yang menempel pada plat menggunakan HCLpekat.
6.
Membilas plat menggunakan air mengalir dan alcohol lalu mengeringkan dalam oven.
7.
Memberi penomoran pada masing-masing botol baik pada blanko maupun sampel uji.
8.
Menimbang massa dari masing-masing plat menggunakan neraca digital.
3.3.10 Analisa Data Pada bagian ini seluruh hasil dari pengujian akan di analisa untuk mendapatkan hasil dan jawaban dari suatu permasalahan pada penelitian tersebut.
31 3.3.11 Kesimpulan Pada bagian ini seluruh hasil penelitian akan disimpulkan agar pembaca dapat lebih mudah mendapat informasi dan jawaban dari sebuah objek penelitian.