Bab 1.2.3.docx

  • Uploaded by: ragil sakina
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1.2.3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,135
  • Pages: 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan adminstrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintah Negara dan pembangunan, dengan mempraktekan prinsip-prinsip good governance.Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguhsungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sehingga tercipta pemerintah yang bersih dan mampu menyediakan public goods dan publicservices sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.(Sedarmayanti, 2012) Reformasi sektor publik tidak saja sekedar perubahan format lembaga, akan tetapi mencakup pembaharuan alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan

dan

akuntabel

sehingga

cita-cita

reformasi

yaitu

menciptakan

good

governancebenar-benar tercapai (Mardiasmo 2002). Terselenggaranya good governance merupakan persyaratan utama untuk meujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal tersebut,diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN (Sedarmayanti, 2012). Para ahli juga sepakat bahwa untuk membangun good governance harus ada clean government artinya pemerintah yang harus bersih dari tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) Tanpa adanya pemberantasan KKN, konsep good governancetidak mungkin dapat diwujudkan.Suhadak (dalam Jurnal

1

Administrasi Publik) mengatakan bahwa masalah pengelolaaan keuangan daerah dan anggaran daerah merupakan aspek yang harus diatur secara hati-hati oleh pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah dimana aspek yang sangat penting dalam pengelolaan keuangan daerah.Pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. Kewajiban seluruh instansi baik di pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun laporan keuangan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Saat ini terjadi perubahan lingkungan eksternal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, perubahan tersebut antara lain meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan transparan dalam mengelola keuangan daerah. Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam suasana yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat.Oleh karena itu, pemerintah harus betul-betul menyadari bahwa pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari publik.Terwujudnya akuntabilitas keuangan daerah akan menjadi landasan awal bagi tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan segala pertanggungjawaban keuangan yang berasal dari dana masyarakat akan berjalan lancar seiring kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah Daerah adalah salah satu bagian pemerintahan yang mengelola sumber daya daerah, termasuk pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah wajib

menjalankan tugas pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Peraturan

Pemerintah yang sudah diatur. Peraturan Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang 2

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah Pemerintah dalam hal ini harus dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (pusat dan daerah).Salah satu prasyarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat.Penyajian laporan keuangan yang lengkap dan secara langsung tersedia dan aksesibilitas

bagi

pengguna

informasi

menentukan

sejauh

mana

akuntabilitas

(pertanggungjawaban) pengelolaan keuangan daerah tersebut. Masalah yang seringkali terjadi dalam proses akuntabilitas yaitu pertanggungjawaban bagi aparat pemerintah masih belum sesuai yang diharapkan masyarakat pada umumnya karena instrumen yang digunakan tidak jelas lingkup dan penggunaannya. Secara teoretis, akuntabilitas menyangkut tiga instrumen pokok, yaitu:verifiability, responsibility, dan answerability. Dengan demikian instrumen akuntabilitas ada yang menyangkut prosedur pertanggungjawaban secara internal, maupun pertanggungjawaban secara eksternal dan juga kecenderungan bahwa konsep akuntabilitas masih cenderung menekankan pada akuntabilitas prosedur, legal dan akuntabilitas kepada pejabat terpilih (elected officials). Kurang menekankan akuntabilitas kepada publik atau masyarakat luas. Akuntabilitas dan transparansi memiliki karakter yang berbeda. Namun dalam penerapannya, akuntabilitas memiliki kaitan dengan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Hasil riset Meutia dan Nurfitriana (2011) menunjukkan bahwa secara simultan variabel akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat, efisiensi dan efektivitas berpengaruh terhadap penyusunan anggaran berbasis kinerja.Mardiasmo (2002:21) akuntabilitas menunjukkan bagaimana kemampuan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat 3

terkait pelayanan-pelayanan yang dibuat oleh pemerintah. Kurniawan (2003) mengemukakan, bahwa transparansi terwujud apabila pemerintah bersedia untuk menginformasikan kepada masyarakat/DPRD bagaiamana dana publik digunakan/dikelola dalam kegiatan dan program pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, untuk memperoleh gambaran lebih jauh tentang akuntabiltas publik terhdap pegelolaan keuangan, maka peneliti mengambil judul sebagai berikut.ANALISIS

AKUNTABILITAS

PUBLIK

DAN

TRANSPARANSI

PENGELOLAAN DANA PADA SEKERTARIAT DEWAN PROVINSI GORONTALO 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: Bagaimanakah Akuntabilitas dan transparansi Pengelolaan Dana Pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1.Maksud Penelitian Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis akuntabilitas terhadap transparansi pengelolaan dana pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo. 1.3.2.Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: Mengetahui dan menganalisis Akuntabilitas dan Transparansi pengelolaan dana pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo 1.4.Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian dari masalah penelitian maka yang penulis lakukan diharapkan dapat berguna bagi: 4

1. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang laporan Keuangan Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo Khusunya,dan Umumnya sebagai transparansi publik terhadap masyarakat. faktor-faktor pendukung serta kualitas informasi yang dihasilkan dari penerapan tentang alokasi Keuangan Manfaat Bagi Pihak terkait.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang dapat berguna bagi pihak terkait terutama bagi Kantor Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo 2. Manfaat Bagi Pihak lain Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan juga sebagai referensi bagi pembaca maupun peneliti dalam melakukan penelitian dengan topik permasalahan yang sama, sehingga kekurangan dalam penulisan ini dapat dilengkapi. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh semasa perkuliahan dengan kondisi yang terjadi dilapangan serta untuk menambah pengalaman dalam melakukan penelitian dalam bidang Pengelolaan Dana dan Transparansi,Akuntabilitas Publik Pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo.

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Akuntabilitas Sektor Publik Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan yang baik membuat setiap aktivitas yang dilakukan pemerintah dapat dipertanggungjawabkan secara financial. Oleh sebab itu pengelolaan keuangan yang baik akan menciptakan akuntabilitas public. Pengertian akuntabilitas publik yang lebih luas adalah pelayanan kepada publik dan pertanggungjawaban kepada publik. Dalam suatu struktur pemerintahan akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban serta menerangkan kinerja dan tindakan seseorang, badan hukum atau pimpinan organisasi kepada pihak yang lain yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban dan keterangan. Akuntabilitas juga merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi orientasi dalam mencapai

tujuan-tujuan

dan

sasaran-sasaran

yang

telah

ditetapkan

melalui

alat

pertanggungjawaban secara periodic Walau pelaku Good Governance memiliki ideologi berbeda di mana ideologi negara (pemerintah) kekuasaan, ideologi swasta adalah kapital (modal), dan ideologi masyarakat madani adalah demokrasi dan kebebasan, tetapi mereka harus dapat bekerja sama (berkolaborasi), bukan hanya untuk mencapai tujuan masingmasing melainkan untuk mencapai tujuan lebih tinggi, tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu meningkatkan kesejateraan dan kemakmuran rakyat. Agar dapat bekerja sama antara pelaku Good Governance harus memiliki kepercayaan, tanpa dibangun kepercayaan di antara pelaku Good Governance maka yang akan terjadi adalah ketegangan dan saling menyalahkan serta kesenjangan ideologi. Kepercayaan ini harus dijadikan norma tertinggi dalam masyarakat.

6

Di lingkungan negara (pemerintah) dikembangkan etika pemerintahan, di lingkungan sektor swasta disebarluaskan etika bisnis, dan lingkungan civil society ditanamkan etika sosial atau kemasyarakatan.walaupun ketiga pelaku termaksud memiliki ideologi berbeda tetapi bukan berarti mereka tidak akan mendapatkan titik temu etika pemerintahan, etika bisnis, dan etika sosial atau kemasyarakatan demi kepentingan umum. Setiap pelaku Good Governance memiliki peran dan tugas masing-masing dalam mencapai tujuan hidup bernegara. Negara (pemerintah) berperan menciptakan lingkungan politik dan hukum kondusif beberapa dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan kekuasaan memerintah, dan membangun lingkungan kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan pada tingkat lokal, nasional maupun internasional dan global. Sektor swasta berperan menciptakan pekerjaan dan pendapatan. Peran sektor swasta yang penting dalam pola kepemerintahan dan pembangunan, karena perannya sebagai sumber peluang meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, sumber penerimaan, investasi publik, pengembangan usaha, pertumbuhan ekonomi. Masyarakat madani berperan menfasilitasi interksi sosial dan politik, menggerakkan kelompok masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Meskipun masing-masing pelaku Good Governance memiliki batasan peran, namun tidak berarti bahwa peran itu tersekat-sekat, tetapi peran dominan masing-masing pelaku di area dimaksud, karena pada waktu tertentu, peran masing-masing pelaku saling berhimpitan, bersinggungan, saling berkontribusi, bahkan bertukar tempat. Yang terpenting dalam pelaksanaan Good Governance setiap pelaku mempunyai jejaring dengan pihak lain dan atau pelaku lain. Menurut Mulgan (1997), akuntabilitas public mempunyai empat tahapan, yaitu : a.

Pelaporan

7

Merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mempertanggungjawabkan atau melaporkan hasil kinerjanya dalam mengelola sumber daya/ dana public. b.

Pencarian informasi atau investigasi Merupakan kewenangan dari pemilik sumber daya/dana atau masyarakat untuk mengetahui bagaimana kinerja steward dalam mengelola sumber daya public.

c.

Penilaian atau verifikasi Merupakan kewenangan dari pemilik sumber daya/dana atau masyarakat untuk menilai kinerja steward dalam mengelola sumber daya public.

d.

Pengendalian dan pengarahan Merupakan kewenangan dari pemilik sumber daya/dana atau masyarakat untuk pencapaian kinerja steward dalam mengelola sumber daya public. Evaluasi dan penilaian akuntabilitas terhadap kinerja pemerintah bertujuan untuk memberikan informasi yang memadai dan bermanfaat baik dalam pengambilan keputusan yang bersifat kebijakan maupun berkepentingan dengan pengendalian manajemen dan administrasi dalam suatu struktur organisasi pemerintah. Akuntabilitas public dan penyediaan informasi tambahan akan dapat dicapai apabila system informasi keuangan dan manajemen dipemerintahan berjalan secara professional.

2.1.2. Pengetahuan Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) Pengetahuan erat kaitannya dengan pendididkan dan pengalaman. Ketiganya mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Pengalaman dan pengetahuan yang tinggi akan sangat membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya sesuai dengan kedudukan anggota DPRD sebagai wakil rakyat (Truman, 1960). Seharusnya mereka adalah orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang tinggi dalam bidang kemasyarakatan dan kenegaraan.

8

Dalam menjalankan fungsi dan peran anggota Dewan, kapasitas dewan sangat ditentukan oleh kemampuan bergaining position dalam memproduk sebuah kebijakan. Kapabilitas dan kemampuan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman menyusun berbagai Peraturan Daerah (PERDA). Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota Dewan dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto, 2002). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas Dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja Dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Yudoyono (2002) menyatakan, bahwa DPRD akan mampu menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan publik dan lain sebagainya. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota Dewan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggaran. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis utama sebagai berikut:

H1: Pengetahuan Dewan tentang anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap pengawasan keuangan daerah. 2.1.3. Akutabilitas Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD). Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada adanya 9

pengendalian dari luar (external control) yang mendorong aparat untuk bekerja keras. Birokrasi dikatakan accountable apabila dinilai secara objektif oleh masyarakat luas. Menurut Sulistoni (2003) pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah. Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh pendapatnya Rubin (1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi akan memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, sehingga hipotesis utamanya dirumuskan sebagai berikut:

H2: Akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah. 2.1.4. Partisipasi Masyarakat dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) Penjaringan aspirasi masyarakat merupakan bagian integral dari upaya untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD yang merupakan misi utama dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999. Pada dasarnya ada tiga

10

elemen penting yang segmental saling bersentuhan dan menentukan kinerja (performance) pengelolaan keuangan daerah yaitu stakeholder, Pemerintah Daerah, dan DPRD. Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin aktif masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan akan berarti semakin sukses pelakasanaan otonomi daerah. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat penyusunan anggaran (APBD). Menyadari pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakt (LSM), media masa, organisasi kemasyarakatan dan partai politik.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya partisipasi masyarakat akan memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga hipotesis utamanya dirumuskan sebagai berikut:

H3: Partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah. 2.1.5. Transparansi Kebijakan Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah Selain adanya partisipasi masyarakat dalam siklus anggaran, transparansi anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi merupakan salah satu 11

prinsip good governance. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihakpihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan di pantau. Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, (3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem pemberian informasi kepada pubik.Transparansi merupakan prasyarat untuk terjadinya partisipasi masyarakat yang semakin sehat karena (Sulistoni, 2003): (a) Tanpa informasi yang memadai tentang penganggaran, masyarakat tidak punya kesempatan untuk mengetahui, menganalisis, dan mempengaruhi kebijakan, (b) Transparansi memberi kesempatan aktor diluar eksekutif untuk mempengaruhi kebijakan dan alokasi anggaran dengan memberi perspektif berbeda dan kreatif dalam debat anggaran, (c) Melalui informasi, legislatif dan masyarakat dapat melakukan monitoring terhadap keputusan dan kinerja pemerintah. Tanpa kebebasan informasi fungsi pengawasan tidak akan efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada menunjukkan bahwa semakin transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi kebijakan publik tersebut. Sehingga hipotesis utama penelitiannya adalah: H4: Transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.Untuk mengetahui apakah fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) berbeda secara signifikan antara sampel masyarakat dan sampel dewan maka perlu diuji, sehingga hipotesis kelima dari penelitian ini adalah: H5: Terdapat perbedaan yang signifikan antara fungsi pengawasan keuangan daerah menurut sampel masyarakat dan sampel dewan.

12

2.1.6. Pengertian Transparansi Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan seumberdaya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak – pihak yang berkepentingan. Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien ,akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil – hasil yang dicapai. Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik.Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dalam dua hal yaitu:

1. salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintah kepada rakyat, dan 2. upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi,korupsi dan nepotisme (KKN). Sedangkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut ; a. publikasi

dan

sosialisasi

kebijakan-kebijakan

pemerintah

daerah

dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah,

13

b. publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai perizinan dan prosedurnya, (3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah daerah, (4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, dan c. kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan tidak diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya dalam penyusunan peraturan daerah yang menyangkut hajat hidup orang banyak hendaknya masyarakat sebagai stakeholders dilibatkan secara proporsional. Hal ini disamping untuk mewujudkan transparansi juga akan sangat membantu pemerintah daerah dan DPRD dalam melahirkan Peraturan Daerah yang accountable dan dapat menampung aspirasi masyarakat. Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap informasi terkait --seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah– dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat dipantau. Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab, penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil keputusan. Oleh karenanya, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat publik dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas.

14

Dalam impelmentasi di pemerintah daerah Seringkali kita terjebak dalam “paradigma produksi” dalam hal penyebarluasan informasi ini; seakan-akan transparansi sudah dilaksanakan dengan mencetak leaflet suatu program dan menyebarluaskannya ke setiap kantor kepala desa, atau memasang iklan di surat kabar yang tidak dibaca oleh sebagian besar komponen masyarakat. Pola pikir ini perlu berubah menjadi“paradigma pemasaran”, yaitu bagaimanamasyarakat menerima informasi dan memahaminya. Untuk mewujudkannya dalam pelaksanaan administrasi publik sehari-hari, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:. 1. Pertama, kondisi masyarakat yang apatis terhadap program-program pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya - upaya khusus untuk mendorong keingintahuan mereka terhadap data/informasi ini. Untuk itu, dibutuhkan adanya penyebarluasan (diseminasi) informasi secara aktif kepada seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya dengan membuka akses masyarakat terhadap informasi belaka. 2. Kedua, pemilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan substansi/materi informasi yang disebarluaskan sangat bergantung pada segmen sasaran yang dituju. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat awam sangat berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi nonpemerintah, akademisi, dan anggota DPRD, misalnya. Selain itu, seringkali cara-cara dan media yang sesuai dengan budaya lokal jauh lebih efektif dalam mencapai sasaran daripada “media modern” seperti televisi dan surat kabar. 3. Ketiga,seringkali berbagai unsur nonpemerintah –misalnya pers, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM)– lebih efektif untuk menyebarluaskan informasi daripada dilakukan pemerintah sendiri. Untuk itu, penginformasian kepada berbagai komponen strategis ini menjadi sangat penting. 2.1.6.1 Prinsip Transparansi

15

Transparasi merupakan salah satu prinsip Good Governance. Pasaribu (2011) mengatakan transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Prinsip transparansi menurut Werimon, dkk (2007:8) meliputi 2 aspek, yaitu: komunikasi publik oleh pemerintah, dan hak masyarakat terhadap akses informasi. Pemerintah diharapkan membangun komunikasi yang luas dengan masyarakat berkaitan dengan berbagai hal dalam kontek pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat. Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Werimon (2007:8) menyebutkan bahwa, kerangka konseptual dalam membangun transparansi organisasi sektor publik dibutuhkan empat komponen yang terdiri dari: 1) adanya sistem pelaporan keuangan; 2) adanya sistem pengukuran kinerja; 3) dilakukannya auditing sektor publik; dan 4) berfungsinya saluran akuntabilitas publik (channel of accountability). Lebih lanjut dikatakan anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: 1) terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3) tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, 4) terakomodasinya suara/usulan rakyat, 5) terdapat sistem pemberian informasi kepada publik. Asumsinya semakin transparan kebijakan publik, yang dalam hal ini adalah APBN maka pengawasan yang dilakukan oleh Dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi kebijakan publik tersebut. Transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut; (1) publikasi dan 16

sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, (2) publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai perizinan dan prosedurnya, (3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah daerah, (4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, (5) kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan tidak diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah 2.1.7 Pengertian Akuntabilitas Menurut Teguh Arifiyadi, akuntabilitas adalah kewajiban dari individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya kemudian dapat menjawab hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian has.il pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. Menurut Teguh Arifiyadi, akuntabilitas adalah kewajiban dari individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya kemudian dapat menjawab hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian has.il pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. Menurut Sirajudin Saleh dan Aslam Iqbal, akuntabilitas adalah sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal seseorang. Sisi internal seseorang akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhan-nya. Sedangkan akuntabilitas sisi eksternal seseorang yaitu akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. 2.1.7.1 Jenis-Jenis Akuntabilitas

17

Menurut Mardiasmo (2006:5) akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: 1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability, dan 2. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal accountability) a). Akuntabilitas vertikal (Vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unitunit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada MPR. b.) Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability) adalah pertanggungjawaban kepada DPRD dan masyarakat luas. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. (Mardiasmo, 2006:4). Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) seperti yang dikutip oleh BPKP ada tiga macam akuntabilitas yaitu: 1. Akuntabilitas keuangan, akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan. 2. Akuntabilitas manfaat, akuntabilitas manfaat pada dasarnya memberi perhatian kepada hasil dari kegiatan-kegiatan pemerintah. 3. Akuntabilitas prosedural, merupakan pertanggungjawaban mengenai apakah suatu prosedur dari pelaksanaan suatu kebijakan telah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan. Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Jenis akuntabilitas ini memerlukan dukungan sistem informasi akuntansi yang memadai untuk terselenggaranya

18

pelaporan. Sistem akuntansi yang tidak memadai merupakan salah satu faktor penyebab tidak diperolehnya laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang handal dan dapat dipercaya untuk dipergunakan dalam penerapan akuntabilitas keuangan daerah. Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain menurut Mahmudi (2010:28) yang mengutip dari Hopwood dan Tomkins, 1984;Elwood, 1993. 1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran 2. Akuntabilitas Manajerial 3. Akuntabilitas Program 4. Akuntabilitas Kebijakan 5. Akuntabilitas Finansial. 1). Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas kejujuran dan hukum yang terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan dan jaminan adanya kepatuhan hukum adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan menaati ketentuan hukum yang berlaku. Akuntabillitas kejujuran berarti penyajian informasi yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Akuntabilitas hukum dan peraturan terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber daya publik (Pristwanto seperti dikutip Nurkholis, 2005:12). “Accountability for probity is concorned with the avoidance of malfeasance. It ensures that fund used properly and in the manner authorised. Accounting for legality is concerned with ensuring that the powers given by the law are not exceeded”.

19

Akuntabilitas hukum menghendaki kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain dalam mengoperasikan organisasi sektor publik. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakannya hukum. Akuntabilitas kejujuran berhubungan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan. 2). Akuntabilitas Manajerial Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien. Akuntabilitas manajerial juga dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability). Akuntabilitas manajerial juga berhubungan dengan akuntabilitas proses (process accountability) yang berarti bahwa proses organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan, dengan kata lain tidak terjadi inefisien dan ketidakefektivan organisasi. 3). Akuntabilitas Program Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program. 4). Akuntabilitas Kebijakan Akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan tersebut. 5). Akuntabilitas Finansial Akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada

20

pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar. Mardiasmo (2006:5) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya sebagai akuntabilitas langsung dan akuntabilitas tidak langsung. Akuntabilitas tidak langsung merujuk pada pertanggungjawaban kepada pihak eksternal seperti masyarakat, konsumen, atau kelompok klien tertentu, sedangkan akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggungjawaban vertikal melalui rantai komando tertentu. Mardiasmo (2006:4) lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama akuntabilitas, yaitu: 1). Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur perilaku birokrat dengan menundukkan mereka di bawah persyaratan prosedural tertentu serta mengharuskan adanya otorisasi sebelum langkah tertentu diambil. Tipikal akuntabilitas seperti ini secara tradisional dihubungkan dengan badan/lembaga pemerintah pusat (walaupun setiap departemen/lembaga dapat saja menyusun aturan atau standarnya masing-masing). 2). Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus dijalankan sebagai kewajiban utama. Ini merupakan tipe akuntabilitas yang langsung berkaitan dengan hasil sebagaimana diperjuangkan paradigma manejemen publik baru (new public management). Hal ini mungkin saja tergantung pada target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan manajemen publik baru. 3). Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga eksternal seperti kantor audit, komite parlemen, ombudsmen, atau lembaga peradilan. Bisa juga

21

termasuk badan-badan di luar negara seperti media massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan ketidakterprediksikan dalam proses peninjauan ulang itu seringkali bervariasi, tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya. Di samping itu ada beberapa metode untuk menegakkan akuntabilitas, yaitu: 1). Kontrol legislatif: di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja. 2). Akuntabilitas legal; ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggungjawabannya di depan pengadilan atas semua tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda secara signifikan antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan administratif khusus seperti Perancis, hingga negara yang memiliki tatanan hukum di mana semua persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang sama, termasuk yang berkaitan dengan pernyataan tidak puas masyarakat terhadap pejabat publik. Dua faktor utama yang menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal adalah kualitas institusi hukum dan tingkat akses masyarakat atas lembaga peradilan, khususnya yang berhubungan dengan biaya pengaduan. Institusi hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal. 3). Ombudsman: dewan ombudsman, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsman mengakomodasi

22

keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19, Ombudsmen telah menyebar ke berbagai negara maju maupun negara berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya secara langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon. Di beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai perluasan kontrol parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat disalurkan melalui anggota parlemen. Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan tugas investigasinya tanpa memungut biaya dari masyarakat. 4). Desentralisasi dan partisipasi: akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesantrilisasi dan partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang bertanggungjawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS hingga otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang. Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan koperasi berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik menjadi salah satu perkembangan yang menjanjikan bagi terwujudnya manajemen publik yang terdesentralisasi dan bertanggung jawab. 5). Kontrol administratif internal: pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-

23

negara berkembang dan beberapa negara komunis, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas. Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat secara permanen. Jika mereka melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di negara-negara maju) dan jika mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi korban adalah kepentingan publik. 6). Media massa dan opini publik: hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikkan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin

melalui

konstitusi

(misalnya,

UU

Kebebasan

Informasi)

dengan

hanya

mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat di akses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntabilitas publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap berbagai informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan sedikit dibatasi.

24

Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya. 2.8.Kerangka Pemikiran Komitmen pemerintah untuk mewujudkan trnasparansi dan akuntabilitas serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme pada berbagai aspek Undang-Undang No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih yang bebas dari KKN. Komitmen ini sudah menjadi agenda yang harus dilaksanakan guna tercapainya transparansi dan akutabilitas publik, tak terkecuali Instansi Pemerintah yang membantu kinerja pemerintahan yang bersih dan adil demi terwujudnya pemerintahan yang baik. Sekerariat Dewan sendiri sebagai roda Pemerintahan dalam program penyaluran aspirasi rakyat terhadap jalanya pengelolaan keuangan daerah sehingga berjalan dengan baik seiring dengan prinsip Good Governance yang sudah diterpakan di setiap lini pemerintahan khususnya Provinsi gorontalo. Penelitian ini mencoba menggunakan aspek transparansi dan akuntabilitas untuk mengukur serta melihat pengaruh Kinerja Pengelola Keuangan pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo Skema 2.1 Kerangka Pikir SEKERTARIAT DEWAN PROVINSI GORONTALO

TRANSPARANSI

AKUNTABILITAS

PENGELOLAAN KEUANGAN

25

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1.`Obyek penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan kerangka pemikiran seperti diuraikan dalam bab sebelumnya, maka obyek dalam penelitian ini adalah AnalisisAkuntabilitas Publik dan Transparansi Pengelolaan Dana pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo.

3.2.Desain penelitian Desain penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, dimana penulis menjelaskan tentang Analisi Akuntabilitas Publik dan transparansi Pengelolaan dana Pada Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo yang dikemukakan oleh para ahli.

3.2.1. Definisi operasional variabel Untuk menentukan data apa yang diperlukan dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu perlu mengoperasionalisasikan variabel-variabel seperti yang telah di inventarisir didalam kerangka pikir dengan maksud untuk menentukan indikator-indikator variabel yang bersangkutan.

26

Tabel 3.1 operasional variabel Variable

Dasar

Indikator - Dokumen anggaran yang mudah di akses - Terakomodasinya

Sekertariat Dewan Akuntabilitas Publik Provinsi Gorontalo

usulan rakyat - Laporan Pertanggung jawaban

Pengelolaan Keuangan

- Auditing sektor Publik

Daerah

- Sistem Pengukuran Transparansi

Kinerja - Sistem Pelaporan Keuangan Daerah

3.3. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1.

Wawancara Wawancara dengan pihak staf dan Bendahara Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo gorontalo guna mendapat penjelasan tentang Laporan Keuangan Tahunan dan Alokasi dana yang tersalurkan pertahun.

27

2.

Kuesioner Adalah daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan kepada karyawan Staf Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo

3.4. Populasi Dan Sampel Menurut Sugiyono pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2011:80). Jadi populasi bukan hanya orang tapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Pengertian dari sampel adalah sebagian dari subyek dalam populasi yang diteliti, yang sudah tentu mampu secara representative dapat mewakili populasinya (Sabar,2007). Menurut Sugiyono sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka penelitian akan mengambil sampel dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (Sugiyono,2011). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah karyawan Staf Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo

3.5. Sumber Data Adapun sumber dalam penelitian ini adalah: 1.

Data Primer

28

Merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk dokumen. 2.

Data sekunder Merupakan data penelitian yang diperoleh dengan tidak langsung, berupa buku, penelitian terdahulu, dan aturan-aturan yang berhubungan dengan penelitian ini

3.6.Teknik Analisis Data Hasil jawaban kuesioner dihitung menggunakan rumus berikut:

Jumlah Jawaban “Ya” × 100%

Presentase = Jumlah Jawaban Kuesioner

Penulis menyediakan jawaban secara “close ended quesioner” atau kuesioner secara tertutup, yaitu responden hanya memberi tiga alternatif jawaban yang telah ditentukan sebelumnya oleh penulis yaitu “Ya”, ‘Tidak” atau “Tidak Relevan”. Sebagai ukuran tingkat kesesuaian dengan kriteria-kriteria tertentu sehingga responden cukup memilih salah satu jawaban yang dianggap paling cocok menurut responden dari ketiga alternatif jawaban tersebut. Untuk kepentingan hasil perhitungan presentase, penulis akan menggunakan ketentuan yang dikemukakan berdasarkan rumusan champion (1990:302) yang dikutip dalam bukunya

basic statistic for social research menyebutkan klasifikasi sebagai

berikut: 1.

0,00 – 0,25 = No association or low association (weak association)

2.

0,26 – 0,50 = moderately or low association (moderation association)

3.

0,51–0,75 =moderately high association(moderation strong association)

4.

0,76–1,00= highassociation(strong association up to perfect association) Klasifikasi tersebut di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut:

29

1. 0% – 25% = penerapan Pengelolan Keuangan Daerah dari tahun ke tahun mengalami perubahan 2. 26% - 50% = akuntabilitas Sektor Publik Good Governence 3. 51% - 75% = Transparansi Trehadap alokasi dana terhadap masyarakat 4. 76% - 100% = Laporan Keuangan Daerah Sekertariat Dewan 3.7.Informan Dalam pengumpulan data, cara yang digunakan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan data dari Informan dari perusahaan yang diteliti. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menyebarkan kuisioner kepada Informan di lingkungan Sekertariat Dewan Provinsi Gorontalo. Alat yang digunakan untuk mengukur data yang dihasilkan oleh para Informan adalah dengan menggunakan kuesioner yaitu teknik mengumpulan data dan informasi dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai masalah yang diteliti. Yang menjadi Informan dalam penelitian ini adalah karyawan Staf Sekertariat Dewan Provinsi Gorntalo,.Yang nantinya akang diberikan kuisioner.

30

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab 1.2.3.docx
April 2020 7
Bab Iii.docx
April 2020 4
Bab 1.docx
April 2020 5
Nota Puan Bab 7.docx
October 2019 15