BAB 1 PENDAHULUAN Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit berupa neoplasma jinak karena infeksi virus pox dari DNA genus Molluscipox. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa yang ditularkan melalui kontak langsung melalui gesekan kulit atau autoinokulasi dan secara tidak langsung seperti pemakaian bersama alat-alat pribadi seperti, pisau cukur, tempat kolam renang, dan penggunaan handuk secara bersamaan. Pada pasien dewasa bisa ditularkan melalui transmisi seksual. 1,3,8 Angka kejadian moluskum kontagiosum di seluruh dunia diperkirakan sebesar
2%
-
8%,
Moluskum
kontagiosum
bersifat
endemis
pada komunitas padat penduduk, sanitasi yang buruk dan di beberapa negara berkembang. Negara yang paling tinggi prevalensinya yaitu di Afrika Timur sebanyak 52%. Pada pasien HIV/AIDS
prevalensinya 5-18%. Di Indonesia
penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo prevalensi Moluskum kontagiosum periode 2013-2015 di divisi Dermatologi Anak tergolong tinggi, yaitu sebesar 40,4% dari penyakit kulit lain. 2,3 Lokasi lesi moluskum kontagiosum yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan dan ekstremitas. Klinisnya berupa papul bulat mirip kubah berbentuk miliar sampai lentikular, berwarna putih, berkilat dan jika dipijat akan tampak keluar massa putih seperti butiran nasi. Pada pasien yang imunokompremaise seperti HIV/AIDS lesi moluskum menjadi cepat tumbuh berjumlah ratusan, besar-besar, dan tersebar melibatkan genital serta ekstragenital. 3,4 Diagnosis moluskum kontagiosum pada sebagian besar kasus dapat ditegakkaan dengan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada beberapa kasus dengan gejala klinis tidak khas . 1,2 Moluskum kontagiosum karena disebabkan oleh virus dapat sembuh secara spontan pada orang yang sehat dalam beberapa bulan atau dapat juga menetap sampai 2 bulan atau lebih.4
1
Pemberian
terapi
dilakukan
dengan
berbagai
pertimbangan
meliputi kebutuhan pasien. Berbagai jenis terapi topical telah digunakan, termasuk radiasi dan tindakan bedah kulit. Sebagian terapi dapat meninggalkan bekas hiperpigmentasi pasca inflamasi dan jaringan parut . Dalam 6-12 bulan, Molluscum contagiosum biasanya hilang tanpa jaringan parut tetapi bisa memakan waktu hingga 4 tahun. 2,4,6
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Moluskum kontagiosum adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus poks. Infeksi kulit ditandai dengan lesi berupa papul berbentuk kubah, berkilat, dan pada permukaannya didapatkan lekukan (umbilikasi/ delle), didalamnya mengandung massa berupa badan moluskum. Periode inkubasi antara 2-8 minggu. 4,5,6 2.2 Etiologi Etiologi dari Moluskum kontagiosum adalah virus pox dari Genus Molluscipox virus yang merupakan anggota dari family poxviridae. Molluscum Contagiosum Virus adalah virus DNA berbentuk lonjong yang panjangnya
berukuran
200
sampai
3000
nm.
Virus
moluskum
contagiosum memilki 4 sub tipe : MCV-1 merupakan tipe yang paling umum (75-96%), MCV-2, MCV-3, dan MCV-4. Penyebab moluskum kontagiosum pada anak hampir semua disebabkan oleh MCV-1. Pada Tipe MCV-2 banyak ditemukan pada remaja, dewasa, dan terutama ditularkan melalui kontak seksual. Pada pasien dengan Human Immodeficiency Virus (HIV) yang menderita moluskum kontagiosum sekitar 60% disebabkan MCV-2 . 7 Virus moluskum kontagiosum memilki 4 bentuk virion, yaitu: virion yang matang, berupa partikel berbentuk susunan bata berukuran 150 x 350 nm; virion yang hampir matang, berbentuk lipsoidal berukuran 150 x 350 nm, dan virion yang belum lengkap.8
3
Gambar 2.1 Gambaran mikroskopik ( pewarnaan Giemsa) dari massa seluler yang diambil pada area umbilikasi moluskum kontagiosum (Dikutip dari kepustakaan 9)
Gambar 2.2 Virus moluskum contagiosum dilihat dari mikroskop electron (Dikutip dari kepustakaan 10)
2.3 Epidemiologi Moluskum kontagiosum dapat terjadi diseluruh dunia tetapi lebih sering terjadi pada daerah beriklim tropis dan lembab. Insiden moluskum
kontagiosum
diperkirakan
1%
dari
semua
diagnosis
dermatologi. Virus moluskum contagiosum hanya dapat hidup pada manusia. Rasio penyakit ini sama antara laki-laki dan perempuan. Populasi 4
terbanyak menyerang pada orang ber usia kurang dari 20 tahun yaitu pada anak-anak
prasekolah
dan
sekolah
dasar.
Prevalensi
moluskum
kontagiosum di Amerika Serikat sebesar 33%, Australia sekitar 3,6%, Afrika Timur prevalensinya sebesar 23% diantaranya 52% anak anak usia 2 tahun. Penelitian di Indonesia salah satunya di RSUD Dr. Soetomo prevalensi
Moluskum
kontagiosum
periode
2013-2015
di
divisi
Dermatologi Anak tergolong tinggi, yaitu sebesar 40,4% dari penyakit kulit lain.3,7 Moluskum Kontagiosum terjadi terutama pada kondisi higinetas yang buruk, social ekonomi rendah, dan daerah padat lingkungan. Virusnya dapat ditularkan melalui kontak fisik langsung, autoinokulasi, penggunaan pakaian, spons mandi, dan handuk, kolam renang yang terkontaminasi. Pada anak-anak penularannya melalui autoinokulasi seperti menggaruk dan menggosok lesi. Pada orang dewasa penularannya melalui kontak seksual. Penularan secara vertical dari ibu ke bayi juga pernah dilaporkan yaitu pada saat ketuban pecah dini namun jarang terjadi.7 2.4 Faktor Resiko Faktor resiko terjadinya moluskum kontagiosum terutama pada pasien anak-anak umur 1 sampai 10 tahun. Orang dengan kondisi imun yang rendah seperti HIV/AIDS, menderita penyakit kanker beresiko tinggi terkena moluskum kontagiosum dengan manifestasi klinis yang lebih berat dan lebih sulit untuk terapinya. Orang yang punya dermatitis atopi juga beresiko terkena moluskum kontagiosum di bagian tubuh yang lain tidak hanya satu lokasi.6 2.5 Patofisiologi Virus moluskum contagiosum menginfeksi sel epitel dan bereplikasi di stratum spinosum dari epidermis. Replikasi virus di dalam sitoplasma keratinosit menyebabkan proliferasi dan hipertrofi keratinosit dengan
karaktersitik
yang
khas
yaitu
ditemukan
badan
inklusi
intrasitoplasma. Badan inklusi intrasitoplasma tersebut mengandung
5
banyak virion yang diliputi struktur kolagen dan lemak. Badan inklusi ini dapat terlihat eosinofilik dengan pewarnaan hematoxylin-eosin.7 Patogenesis moluskum kontagiosum pada pasien HIV/AIDS masih belum diketahui, diduga karena terjadi penurunan jumlah CD4 dan sel T sehingga sistem pertahanan tubuh menurun akibatnya fungsi respon makrofag dan sel langerhans menurun pada kulit menyebabkan kulit mudah terserang virus molluscipox akibanya timbul Giant molluscum. 13 2.6 Gejala Klinis Masa inkubasi moluskum antara 2-8 minggu namun bisa sampai lebih lama yaitu 26 minggu. Moluskum kontagiosum terdapat pada lokasi yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan , dan ekstremitas ( jarang pada telapak tangan dan telapak kaki), sedangkan pada orang dewasa yang penularannya lewat kontak seksual banyak didaerah pubis, genitalia eksterna, dan anus. Lokasi atipikal yang jarang terjadi pada puting , areola, konjungtiva, mukosa mulut, bibir, kelopak mata, dan kulit kepala.7,8 Kelainan kulit ditandai dengan timbulnya papul berbentuk bulat mirip kubah, berukuran miliar sampai lentikular, berwarna putih, dan berwarna kilat seperti lilin. Beberapa lama papul tersebut dapat membesar kemudian ditengahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak keluar massa yang berwarna putih mirip butiran nasi. Apabila timbul infeksi sekunder maka akan menjadi supurasi sehingga tampak kemerahan. Sebagian papul dapat berukuran 1-5 mm dan bertangkai, dapat juga berukuran lebih besar hingga 10-15 mm yang disebut giant molluscum.8 Pada anak lokasi yang paling banyak pada daerah kombinasi yaitu wajah, dada, tangan dan kaki. Pada pasien imunokompremaise lesi moluskum lokasi lesi dapat atipikal, cepat tumbuh, sampai ratusan, berukuran lebih besar dan tersebar.7,8
6
Gambar 2. Lokasi moluskum kontagiosum ( Dikutip dari kepustakaan 6)
Gambar 2.4 Moluskum kontagiosum pada thorax (Dikutip dari kepustakaan 11)
Gambar 2.5 Moluskum contagiosum A. Papul berukuran 1-2 mm dengan umbilikasi sentral, solid, diskret B. Papul multiple, tersebar, diskret dan beberapa terdapat inflamasi (Dikutip dari kepustakaan 9)
7
Gambar 2.6 Pasien Laki-laki 58 tahun dengan HIV dan moluskum kontagiosum didapatkan Giant molluscum di wajah dan leher. Lesi berupa papolonodular, dengan umbilikasi sentral di sekitar wajah dan ekstremitas atas (Dikutip dari kepustakaan 13)
Gambar 2.7 Pasien wanita 22 tahun dengan HIV dan moluskum contagiosum didapatkan lesi berupa papul multiple, bulat, solid, berkilat mirip lilin diserati delle/ umbiikasi tersebar pada badan dan genitalia (Dikutip dari kepustakaan 14)
8
2.7 Diagnosis A. Anamnesis Keluhan utama pada pasien didapatkan bintik kecil-kecil yang asimptomatik tidak nyeri, ukurannya tetap sama setiap hari, dan apabila bintik pecah dapat keluar isi seperti nasi. Lokasi di wajah, badan, dan ekstremitas, Namun jika terjadi infeksi sekunder keluhan bisa timbul disertai nyeri dan kemerahan disekitar lesi. Dapat ditanyakan pula tentang riwayat kebiasaan dan higenitas pada pasien seperti penggunaan handuk mandi, mandi di kolam renang. 7 C. Pemeriksaan Fisik Status Dermatologi: Morfologi klinis lesi berupa papul bulat, permukaan halus, keras, berkilat mirip lilin dan permukaan dapat disertai delle/ umbilikasi dibagian sentral. Diameter rata-rata berukuran 3-5 mm, namun dapat sampai 1,5 cm (pada penderita imunokompremaise). Lesi berwarna putih, kuning muda, atau seperti warna kulit. Jumlah lesi biasanya kurang dari 30 buah, tetapi dapat mencapai ratusan buah yang dapat bersatu membentuk plakat. Kulit disekita lesi dapat mengalami ekstimatisasi ( dermatitis moluskum) .4,8 D. Pemeriksaan Penunjang Virus
moluskum
kontagiosum
dapat
ditemukan
dengan
pemeriksaan biomolekuler seperti PCR (Polimer Chain Reaction) lebih baik namun tidak dilakukan secara rutin dalam praktek sehari-hari. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah histopatologi di daerah epidermis dapat ditemukan badan moluskum ( Intracytoplasmic inclusion body) yang mengandung partikel virus. Badan inklusi tersebut dinamakan Handerson-Paterson bodies. Badan moluskum juga dapat dilihat dengan pewarnaan gram, Wright atau Giemsa.1,4
9
Gambar 2.8 Hasil Histopatologi Moluskum kontagiosum didapatkan badan moluskum yang mengandung partikel virus dilihat menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin x 100 (Dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 2.9 Umbilikasi sentral merupakan fase akhir dari pertumbuhan moluskum yang menginfeksi keratinosit dan mengeluarkan virus ( Hematoksilin eosin x 400) (Dikutip dari kepustakaan 1)
10
2.8 Diagnosis Banding A. Veruka Vulgaris Veruka vulgaris adalah papul verukosa disebabkan oleh infeksi human papiloma virus. Dapat timbul pada segala usia, tetapi jarang pada bayi dan anak kecil. Pada pemeriksaan klinis menunjukkan papul padat verukosa, keratotik, dengan ukuran beberapa mm sampai dengan 1 cm, dan bila berkonfluensi dapat bertambah besar. Lokasi bisa dimana saja paling sering di punggung tangan dan jari tangan. Gejala klinis biasanya asimptomatik, tetapi dapat nyeri bila tumbuh di palmar atau plantar dan merusak kuku apabila tumbuh pada lipatan kuku. Pada anak bisa di wajah dan leher.15
Gambar 2.10 Veruka vulgaris pada punggung tangan Papul-papul datar, kears, dengan permukaan kasar, sebagian berkonfluens ( Dikutip dari kepustakaan 16)
B. Veruka Plana Veruka plana adalah papul datar kecil yang disebabkan oleh infeksi human papiloma virus (HPV). Ditemukan pada usia muda dan dewasa muda. Secara klinis Veruka Plana terlihat sebagai papul datar agak menimbul dengan permukaan licin dan warna seperti kulit atau abu-abu atau kehitaman. Bentuk bulat atau polygonal dengan ukuran 1-5 mm. Lokasi tersering adalah wajah, punggung tangan, dan tungkai bawah dengan jumlah beberapa sampai ratusan. 15 11
Gambar 2.11 Veruka plana paada punggung tangan (Dikutip dari kepustakaan 18)
C. Varisela Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konttitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di sentral tubuh. Varisela 90% menyerang anak-anak dan 2% pada dewasa. Gejala klinis dimulai dengan gejala prodromal, yakni demam tidak terlalu tinggi, malaise, nyeri kepala, kemudian muncul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam beberapa jam jam berubah menjadi vesikel. Vesikel akan berubah menjadi keruh menyerupai pustule dan menjadi krusta.17
12
Gambar 2.12 Varisela ( Dikutip dari kepustakan 7)
Pada pasien imunokompremaise diagnosis bandingnya diantaranya adalah cryptococcosis,
histoplasmosis,
penicilliosis,
aspergillosis,
and
coccidomycosis. A. Cryptococcosis Cryptococcosis merupakan lesi kulit yang menyerupai infeksi kulit moluskum
kontagiosum.
Cryptococcosis
disebabkan
oleh
ragi
Cryptococcus neoformans. Pada pasien dengan imunokompremaise dapat menimbulkan manifestasi sistemik yang menyebar melewati paru, organ interna, kulit, dan system saraf pusat. Lesi pada kulit berupa nodulopapular terutama pada kulit wajah, tangan, dada, perut, ekstremitas. Dapat disertai demam, candidiasis oral, pembesaran kelenjar getah bening, hepatosplenomegali. 19
13
Gambar 2.13 Lesi nodulo-papular pada cryptococcosis (Dikutip dari kepustakaan 19)
B. Histoplasmosis Histoplasmosis adalah penyakit jamur granulomatosa disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Penyakit ini terutama menyerang pasien dengan imunokompremaise seperti HIV/AIDS. Lesi di kulit berupa papul multiple, diskret, terdistribusi pada wajah mukosa oral, leher, perut, punggung dan vulva. 20
Gambar 2.14 Lesi berupa papul multiple pada Histoplamosis (Dikutip dari kepustakaan 20)
14
2.9 Penatalaksanaan A. Non Medikamentosa Pasien diberi edukasi dengan menjaga kebersihan diri, tidak saling meminjam alat mandi seperti handuk, pakaian, dan mainan. Mencegah kontak fisik dengan sesame teman dan selama sakit tidak diperbolehkan untuk berenang. 4 B. Medikamentosa Prinsip pengobatannya adalah mengeluarkan badan moluskum. Pilihan obat atau tindakan sesuai indikasi sebagai berikut: 1. Tindakan: a. Bedah kuretase/ enukleasi dapat menggunakan ekstraktor komedo, jarum suntuk. Sebelum tindakan diberikan anastetik local berupa krim yang mengandung lidokain atau prilokain. Setelah tindakan diberikan antibiotic topical.4
Gambar 2.16 Pengeluaran badan moluskum menggunakan kuretase (Dikutip dari kepustakaan 7)
b. Elektrokauterisasi atau bedah beku dengan menggunakan CO2 dan N2 2. Terapi Topikal diberikan terutama pada anak karena jika dilakukan terapi intervensi dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan trauma pada anak diberikan topical:
15
a. Kantaridin (0,7% atau 0,9%) dioleskan pada lesi dan dibiarkan selama 3-4 jam, setelah itu dicuci. Setelah itu diberikan salep antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat dilakukan sebulan sekali hinggga tidak ada lesi lagi. Efek samping pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri dan terbakar pada daerah lesi. Kontraindikasi
penggunaan
kantaridin
pada
lesi
moluskum
kontagiosum didaerah wajah.11
Gambar 2.17 Penggunaan Kantaridin pada lesi moluskum kontagiosum (Dikutip dari kepustakaan 7)
b. Podofilin (10%-25% dalam bentuk resin) atau (0,3% atau 0,5% dalam bentuk krim). Dioleskan pada tiap lesi 2 kali sehari selama 3 hari berturutturut, jika lesi masih persisten hingga hari ke-7, terapi yang
sama
dilanjutkan
selama
3
minggu
c. Pasta perak nitrat 40% d. Kalium hidroksida 10% 2 kali/hari selama 30 hari atau sampai terjadi inflamasi dan ulserasi di permukaan papul. e. Terapi topical lain golongan keratolitik seperti Tretinoin, Bichlorocetic acid, dan asam salisilat.
16
3. Terapi sistemik Terapi sistemik diberikan pada pasien dengan imunokompramaise dengan lesi kulit yang luas yaitu
anti virus per oral Cidovofir karena dapat
menghambat aktivitas virus DNA polymerase. 4 Terapi imunomedulator lain seperti Interferon-alpha, glycoprotein cytokine juga diberikan pada pasien yang imnokompremaise.7 2.10 Komplikasi Moluskum kontagiosum yang berlokasi di wajah pada anak sering menimbulkan keluhan seperti kosmetik sehingga jika tidak diobati akan menimbulkan kecemasan pada orangtua. Jika lesi
mengalami infeksi
sekunder akibat goresan dapat menimbulkan dermatitis eczematous disekitar lesi moluskum.7 2.11 Prognosis Prognosis pada penyakit ini umumnya baik jika dilakukan tatalaksana dengan tepat. Dengan cara menghilangkan lesi yang terjadi pada kulit, penyakit ini tidak atau jarang residif. Namun apabila lesi moluskum terjadi pada pasien yang mengalami dermatitis atopi dan imnukompremaise lesinya cenderung persisten dan mudah kambuh. 4,7
17
BAB 3 PENUTUP Kesimpulan Moluskum kontagiosum adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus poks. Infeksi kulit ditandai dengan lesi berupa papul berbentuk kubah, berkilat, dan pada permukaannya didapatkan lekukan (umbilikasi/ delle), didalamnya mengandung massa berupa badan moluskum. Periode inkubasi antara 2-8 minggu. Moluskum kontagiosum
terdapat pada lokasi yaitu di daerah
wajah, leher, ketiak, badan , dan ekstremitas ( jarang pada telapak tangan dan telapak kaki), sedangkan pada orang dewasa yang penularannya lewat kontak seksual banyak didaerah pubis, genitalia eksterna, dan anus. Diagnosa moluskum kontagiosum berdasarkan gejala klinis namun apabila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi dan ditemukan badan moluskum. Terapi yang dapat diberikan bisa dengan tindakan, pemberian topical, dan sistemik tergantung indikasi dan kebutuhan pasien.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Khalifa E. S, Ammar F. H, Waqas S. A. Pathogenesis of Molluscum Contagiosum: A new concept for the spontaneous involution of the disease. Our Dermatol Online. 2015;p 265 2. Haeryoko A, Darmada I. Diagnosis dan tatalaksana moluskum kontagiosum. 2015. RSUP Sanglah Denpasar; p1 3. Runtuwenw N, Niode N, Pandaleke T. Profil moluskum kontagiosum di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado periode Januari 2013-Desember 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016; p1-2 4. Handoko R.P, Aisah S. Moluskum kontagiosum. Dalam: Menaldi S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2016.h 124-126 5. Martin Theiler, Werner Kempf, Katrin Kerl, Lars E. French, Günther F.L. Hofbauer: Disseminated molluscum contagiosum in a HIV-positive child. Improvement after therapy with 5% imiquimod. Journal of Dermatological case report; Switzerland: University hospital; 2011.p 20 6. Center for Disease Control Disease and Prevention. Molluscum Contagiosum. National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Disease (NCEZID); USA: Department of Health and Human Service; 2015.p 1
19
7. Alexander K.C. L Benjamin and Kam L.E. H. Molluscum Contagosum: An Update. Review Article; Canada: Department of Paediatrics The university of Caldary; 2017.p 22-29 8. A.N Suroso. Moluskum Kontagiosum. Dalam : Saiful, Wresti, Farida editor. Buku ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 2014; h 166-168 9. Goldsmith LA, Katz S1, Glichrest BA. Leffel DJ, Wolff K: Fitzpatric’s Dermatology in General Medicine, 8th Edition. 2008: p 1911-1913 10. Brian et al. Use of Sentinel Laboratories by Clinicians to Evaluate Potential Bioterrorism and Emerging Infections. Clinical Infectious Diseases, Volume 42, Issue 9, 1 May 2006, Pages 1311–1324 11. Perdoski. Moluskum Kontagiosum. Dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta Pusat: PP Perdoski. 2017; h 114 12. Elena and Bernard. Recognizing and Managing Eczematous Id Molluscum Contagiosum Vurus in Child. Division of Paediatrics Dermatology The Jhons University School of Medicine. Maryland: American Academy of Paediatrics. 2011.p 1072 13. Rita, Abhishek, Rahul. Extensive Giant Molluscum Contagiosum in a HIV Positive Patient. Journal ao Clinical and Diagnostic Research. 2015 Nov, Vol 9 (11) p 1-2 14. N. Bhanumathi, B.K Vishwanath. Extensive molluscum contagiosum in a HIV positive woman. Indian Journal Sex Transmission Disease. 2008; 29: p 89-91
20
15. Cipto Herman. Veruka Vulgaris dan Veruka plana. Dalam Menaldi S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2016.h 131-133 16. Ramakrishna et al.Mucocutaneous Verruca Vulgaris: A Rare Presentation in a Immunocompetent Patient. Journal of Otolaringo Rhinology; 2015 p 2 17. Handoko R.P, Aisah S. Varisela. Dalam: Menaldi S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2016.h 128-130 18. Carlos et al. Skin Infection. Diagnostic Patology of Infectious Disease (Second Edition). 2018. P 553 19. Rafał Szymański. Disseminated cryptococcosis as primary manifestation of HIV infection – case report. Department IV, Warsaw Infectious Diseases Hospital. 2008 .Volume 7;number 3 20. P. V. Bhagwat. Two unusual cases of histoplasmosis in human wo unusual cases of histoplasmosis in human immunode mmunodefi ciency virusinfected individuals ciency virus-infected individuals. Department of Skin and STD, Karnataka Institute Of Medical Science. India Journal; Vol 7 page 173
21