BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional mempunyai peran yang amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Melalui pendidikan di sekolah dasar, diharapkan dapat dihasilkan manusia Indonesia yang berkualitas. Pendidikan juga memainkan peranan penting dalam mengembangkan aspek fisik, intelektual, religius, moral, sosial, emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik. Pendidikan memberi bekal tentang diri seseorang dengan pengetahuan umum atau khusus dalam sesuatu bidang sehingga
kemampuan
intelektualnya
dapat
berkembang secara
optimal.
Kemampuan intelektual itu mencakup kemampuan untuk berfikir
dengan
rasional, ilmiah dan kreatif dalam menghasilkan ide-ide baru, serta kemampuan menyelesaikan masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dalam masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus dan merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.
1
2
Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar telah dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan jalan melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan kualitas tenaga pengajar, serta penyempurnaan kurikulum yang menekankan pada pengembangan aspek-aspek yang bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (Life Skill) yang
diwujudkan
melalui
pencapaian
kompetensi
siswa
untuk
dapat
menyesuaikan diri, dan berhasil mencapai prestasi belajar. Pendidikan di sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab penuh dalam menjalankan amanat pendidikan nasional. Sekolah merupakan suatu institusi yang dirancang untuk membawa siswa tentang proses belajar di bawah pengawasan guru atau tenaga pendidik profesional. Sekolah terdiri dari jenjang-jenjang pendidikan, yaitu tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan perkembangan siswa, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Proses pendidikan memang tidak sepenuhnya dapat terlaksanakan di sekolah, karena terdapat faktor keluarga dan lingkungan masyarakat juga memiliki pengaruh penting dalam pendidikan siswa. Namun sebagai lembaga formal, sekolah memiliki tanggung jawab terhadap proses pembelajaran untuk membentuk lingkungan belajar dan perikalu siswa sehingga tercapai hasil belajar siswa yang diharapkan. Pembelajaran yang dilakukan disekolah merupakan proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar tentang suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
3
pembentukan sikap dan kepercayaan tentang siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar. Setiap proses apapun bentuknya, memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai hasil yang memuaskan. Begitu pula proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dengan tujuan agar siswa mencapai hasil belajar yang optimal terhadap materi yang diajarkan. Dalam pembelajaran guru berperan membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar mengajar yang berupa dampak pengajaran, sedangkan peran siswa adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar dan menggunakan hasil belajar sebagai acuannya. Hal tersebut sering diabaikan oleh guru karena guru lebih mementingkan pada pencapaian tujuan dan target kurikulum.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap suatu materi ajar. Kurangnya hasil belajar siswa terhadap suatu materi ajar, dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ialah kurangnya penerapan model pembelajaran yang sesuai. Demi meningkatkan hasil belajar siswa, guru yang ideal senantiasa berupaya dengan berbagai strategi, termasuk diantaranya ialah dengan menggunakan model pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa. Model pembelajaran merupakan inovasi guru untuk mempermudah penyampaian materi kepada siswa. Model pembelajaran juga harus efektif dan sesuai guna mempermudah pencapaian hasil belajar yang diinginkam. Model pembelajaran yang tepat akan membuat siswa lebih termotivasi, lebih aktif, lebih
4
mudah mencerna materi yang diberikan oleh guru selama proses pembelajaran, serta membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan. Namun dalam kenyataannya proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah dasar khususnya di SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo belum seluruhnya berpusat pada siswa. Hal ini terbukti dengan masih seringnya digunakan model ceramah atau konvensional yang hampir pada semua mata pelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan. Padahal tidak semua materi IPS harus diajarkan dengan model ceramah atau konvensional. Terkait
dengan
pembelajaran
tentang
perjuangan
mempersiapkan
kemerdekaan biasa diajarkan secara konvensional hampir disetiap sekolah dasar, dengan metode klasik seperti ceramah, yang umumnya kurang memanfaatkan model yang inovatif dalam proses pembelajaran, guru dipandang sebagai sumber utama dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya, pembelajaran yang diterapkan oleh guru kurang menimbulkan sikap antusias pada diri siswa. Siswa cenderung malas dan kurang memahami materi yang diajarkan, karena hanya mendengarkan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya hasi belajar siswa terhadap materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada pembelajaran IPS. Salah satu model yang dapat mengarahkan kepada siswa untuk memberikan pengalaman belajar secara langsung adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini didasarkan atas pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa anak secara aktif membentuk konsep, prinsip dan teori yang disajikan kepadanya. Untuk dapat menciptakan suasana
5
belajar yang dapat menumbuhkan minat belajar siswa, guru perlu melakukan inovasi model pembelajaran. Salah satunya dengan memilih dan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dapat menarik perhatian dan hasil belajar siswa. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan diharapkan siswa dapat lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran serta dapat lebih memahami materi ajar yang disampaikan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan diharapkan dapat menciptakan suasana belajar siswa aktif yang saling berkomunikasi, saling mendengar, saling berbagi, saling memberi dan menerima, yang mana keadaan tersebut selain dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi juga meningkatkan interaksi sosial siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan.
Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru kelas, proses pembelajaran IPS di SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo, diperoleh informasi bahwa nilai hasil belajar siswa masih rendah. Hal tersebut terlihat pada nilai ulangan harian dari 20 siswa, hanya 4 siswa atau 20% yang mampu mencapai tingkat penguasaan materi dengan KKM 70. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan pembelajarannya masih disampaikan dengan menggunakan model ceramah sebagai model yang lebih dominan diterapkan daripada model lain. Sedangkan siswa mendengarkan apa yang dijelaskan guru serta mencatat hal yang dianggap penting oleh siswa dan siswa kurang diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya terhadap materi
6
yang diajarkan, sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang menarik dan komunikatif. Hal inilah yang menyebabkan rata-rata nilai siswa masih rendah, khususnya siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengupayakan suatu kajian ilmiah dengan judul penelitian sebagai berikut “Meningkatkan Hasil Belajar IPS Tentang Materi
Perjuangan
Mempersiapkan
Kemerdekaan
Melalui
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo”.
1.2 Identifikasi Masalah Sesuai latar belakang di atas, nampak bahwa hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan di kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo mash rendah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran masih disampaikan dengan menggunakan model ceramah sebagai model yang lebih dominan diterapkan daripada model lain. 2. Siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan guru dan mencatat hal yang dianggap penting oleh siswa, serta siswa kurang diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya terhadap materi yang diajarkan. Sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang menarik dan komunikatif.
3. Rendahnya hasil belajar IPS khususnya tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan.
7
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah hasil belajar IPS tentang materi perjuangan
mempersiapkan
kemerdekaan melalui
model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas V SDN No. 28
Kota
Selatan Kota Gorontalo dapat meningkat”?.
1.4 Cara Pemecahan Masalah Untuk mengatasi permasalahan hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo maka peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, yaitu: 1. Siswa dibagi dalam beberapa kelimpok terdiri 4-5 orang secara heterogen.. 2. Tiap anggota dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. 3. Tiap anggota membaca bagian materi yang ditugaskan. 4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari materi yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi yang mereka dapatkan. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang materi yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
8
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 7. Guru memberi evaluasi.
1.5 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pembatasan dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo.
1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama pihak yang merasa berkepentingan dan merasa ikut bertanggungjawab bagi pelaksanaan proses belajar siswa. Adapun manfaatnya yaitu sebagi berikut: a. Bagi Siswa Dapat meningkatkan hasil belajar dan memotivasi kemampuan siswa serta memudahkan siswa dalam belajar. Siswa juga dapat lebih mudah dan semangat dalam memahami materi pelajaran serta lebih aktif. b. Bagi Guru 1. Memberikan gambaran dan pemahaman tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Sebagai bahan masukan dalam pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa SD.
9
c. Bagi Sekolah Sebagai bahan refleksi untuk senantiasa meningkatkan kualitas sumber dayanya dan kemampuan anak didiknya. d. Bagi Peneliti Menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya yang terkait dengan penelitian mengggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
10
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Belajar Belajar tentang hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi dapat terjadi perubahan tentang diri individu berupa perubahan tingkah laku. Daryanto (2010:2) mengatakan bahwa: "Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya menurut Winkel (dalam Purwanto, 2009:39) belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan keterampilan dan sikap. Indara (dalam Thursan Hakim, 2005:1) “belajar adalah suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya piker”. Sedangkan Pupuh Fthurrohman dan Sobri Sutikno (2007:5) mengemukakan, “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri
11
dalam interaksi dalam lingkungannya”. Proses belajar dapat melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tentang belajar kognitif prosesnya mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan berpikir (cogniyive), tentang belajar afektif mengakib atkan perubahan dalam aspek kemampuan merasakan (afektive), sedangkan belajar psikomotorik memberikan hasil belajar berupa keterampilan (psychomotoric). Proses belajar terjadi apabila individu dihadapkan tentang situasi di mana ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan-rintangan
yang mengganggu kegiatan-kegiatan
yang
diinginkan. Proses penyesuain diri mengatasi rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banyak terhadap apa yang dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah laku yang telah terbentuk hingga ia mencapai respon yang memuaskan. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan dalam diri seseorang dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar.
2.1.2 Hasil Belajar Hasil Belajar Siswa - Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk tentang apa yang harus dilakukan seseorang
12
sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk tentang apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Menurut Munthe (2009:27) mengatakan bahwa “hasil belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran dan sebagai satu totalitas, monisme, atau tidak parsial”. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) merujuk tentang suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya infut secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku tentang individu yang belajar. Perubahan belajar itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Winkel (dalam Purwanto, 2009:45) mengatakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”. Selanjutnya Soedijarto (dalam Purwanto, 2009:46) “mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajarsesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan”. Proses penagajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat siswa belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam
13
konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran. Oleh karena itu, tes hasil belajar sebagai alat untuk mengukur hasil belajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Daryanto:55). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti hasil belajar siswa yang dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal
14
tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak tentang diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak tentang diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
2.1.4 Hasil Belajar IPS Hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, ketrampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal, Djamarah, (1994:48). Menurut Djamarah (1994:49), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”. Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh sebab itu hasil belajar bukan merupakan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar orang tersebut. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tantang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Adapun tujuan pembelajaran IPS di SD
15
adalah: (1) mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah melalui pendekatan pedagogis dan psikologis; (2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan sosial; (3) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (4) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk baik secara nasional. Terkait dengan tujuan mata pelajaran IPS yang sedemikian fundamental maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang holistik dalam upaya mewujudkan pencapaian tersebut. Dalam terminologi pembelajaran, pencapaian tujuan direfkeksikan dalam ketercapaian indikator (kurikulum 2006). Pemberian indikator dalam pembelajaran merupakan acuan untuk menetapkan target belajar yang harus dicapai siswa. Dalam pencapaian hasil belajar siswa, guru dituntut untuk mengembangkan pembelajaran yang menjangkau perubahan tingkah laku tentang ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara proporsional. Berdasarkan konsep di atas maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa hasil belajar IPS adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar IPS.
2.2 Hakekat IPS Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan terjemahan dari (social studies). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Silvester Petrus Taneo (2009:6)
16
“merupakan hasil perpaduan dari mata pelajaran geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi dan sosiologi”.
Perpaduan ini
disebabkan mata pelajaran tersebut memiliki objek material kajian yang sama yaitu manusia. Selanjutnya Saidiharjo (dalam Silvester Petrus Taneo, 2009:8) mengatakan bahwa “IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, eko9nomi, sejarah, antropologi, dan politik. Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran IPS merupakan studi terintregasi tentang kehidupan sosial dari bahan realita kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dengan demikian IPS memiliki peranan yang sangat penting yaitu untuk mendidik siswa guna mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam kehidupannya kelak sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang baik, yaitu warga negara yang bangga dan cinta terhadap tanah airnya.
2.2.1 Hakekat Pembelajaran IPS Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana manusia sebagai individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi dengan lingkungannya baik fisik maupun sosial. Menurut Fenton (dalam Silvester Petrus Taneo, 2009:26) ‘pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik, mengajar siswa agar mempunyai kemampuan berpikir dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa”. Selanjutnya Thamrin Talut (dalam
17
Silvester Petrus Taneo, 2009:27) mengatakan bahwa “pembelajaran IPS bertujuan untuk menjadikan siswa sebagai anggota yang produktif, berpartisipasi, dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong menolong dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan ide-ide dari masyarakatnya”. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa Pendidikan Ilmu Sosial merupakan suatu program pendidikan tentang siswa untuk mengenal dunia sosial yang ada di sekitar ligkungannya. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lilngkungannya. 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan. 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2.3 Pengertian Model Pembelajaran Isjoni (2007: 51) Model adalah “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
18
aktivitas belajar mengajar”. Model pembelajaran yang dapat dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran adalah model yang relevan dengan materi yang akan diajarkan. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip dan tekanan utama yang berbeda-beda. Model mengajar dapat dilakukan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk ketentang pengajar dikelas. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2007: 773) model diartikan sebagai “contoh, pola, acuan, atau ragam”. Menurut Brown (dalam Murbiana Dhieni dkk. 2006: 18) model didefinisikan sebagai “benda nyata yang dimodifikasi”. Menurut Soli Abimanyu dkk. (2008: 3,11) model diartikan sebagai “kerangka konseptual yang digunakan dalam melakukan sesuatu kegiatan”. Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsipsebagai berikut: a. Semakin kecil upaya yang dilakukan guru semakin besar aktivitas belajar siswa aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik. b. Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar maka semakin baik pula. c. Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan.
19
d. Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Berdasarkan beberapa pengertian itu dapat disimpulkan model adalah suatu pola atau acuan yang digunakan dalam melakukan sesuatu kegiatan.
2.4 Hakekat Pembelajaran Kooperatif Menurut Sanjaya (2008:242) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Definisi di atas menjelaskan bahwa belajar kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Belajar kelompok merupakan pendekatan yang dilakukan agar siswa dapat bekerja sama dengan yang lain untuk memahami kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja sama secara aktif dalam menyelesaikan tugas. Pengelompokkan siswa secara heterogen dimaksudkan untuk mengembangkan penerimaan siswa terhadap keragaman dan keterampilan sosial. Menurut Slavin (2010:33) mengatakan bahwa “tentang dasarnya model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Kerjasama kelompok dalam pembelajaran kooperatif dapat digambarkan seperti dua orang atau lebih yang sedang mengangkat balok kayu. Jika salah satu
20
saja melepaskan pegangannya maka keseimbangan akan berubah. Keseimbangan yang terjadi dapat mengakibatkan balok kayu tersebut lepas dan kemudian jatuh. Selain itu ada kelebihan heterogen dalam metode belajar kooperatif yaitu memberikan kesempatan ketentang siswa untuk saling mengajar (Peer Tutoring) dan meningkatkan interaksi serta memudahkan guru dalam mengelola kelas Lie, (2002:42). Melalui belajar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan kata lain siswa sebagai tutor sebaya bagi kelompoknya, sebab kecenderungan bahwa siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya. Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok saling bekerja sama menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama. Adanya kerjasama kelompok menunjukkan bahwa keberhasilan kelompok ditentukan oleh hasil belajar bersama dalam kelompok, sehingga dalam satu kelompok terjadi ketergantungan positif. Selain itu setiap anggota kelompok bertanggung jawab perseorangan, maka setiap anggota kelompok berkesempatan memberi kontribusi bagi kesuksesan kelompoknya. Setiap kegiatan pembelajaran termasuk kegiatan dalam pembelajaran kooperatif selalu melibatkan interaksi (tatap muka) dan komunikasi antara gutu dan siswa. Interaksi yang terjadia diantara anggota kelompok membantu siswa meningkatkan pemahaman suatu konsep sebab siswa lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebayanya melalui bahasa yang sederhana dan mudah dipahami bila
21
dibandingkan berkomunikasi dengan guru. Interaksi dan komunikasi yang muncul dalam pembelajaran diharapkan berjalan secara multi arah (guru-siswa, siswasiswa). Pembelajaran kooperatif menekankan evaluasi kelompok yang berarti keberhasilan siswa mencapai tujuan belajar sangat tergantung tentang hasil belajar kelompok. Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak memperoleh penghargaan. http://www.asrori.com. Melalui model pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa memiliki kepekaan dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti empati dan respek terhadap jawaban atau pertanyaan diajukan oleh siswa lain.
2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pemebelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan ketentang kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Menurut Silberman (2007: 73 “dalam model pembelajaran tipe jigsaw akan terjadi kombinasi antara materi yang disampaikan peserta didik selaku pengajar dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain selaku pembelajar”. Dari sini dapat dibuat sebuah kumpulan pengetahuan yang bertalian.
22
Dalam model pembelajaran tipe jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan ketentang kelompoknya. Model pembelajaran tipe Jigsaw menggunakan teknik “pertukaran dari kelompok ke kelompok“ (group-to-group exchange) dimana setiap peserta didik mengajarkan sesuatu ketentang peserta didik yang lainnya. Dalam proses pengajaran itu terjadi diskusi. Dalam diskusi pasti ditemukan beberapa perbedaan pendapat yang dikarenakan oleh perbedaan pemahaman atas materi yang dipelajari oleh masing-masing peserta didik. Oleh karena itu, Setiap kali seorang peserta didik mengajarkan sesuatu ketentang yang lainnya berdasarkan apa yang telah dipelajarinya, akan terjadi timbal balik dari pihak pembelajar berdasarkan materi yang dipelajarinya pula. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tipe Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari Jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar koopenatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam.
2.5.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran tipe jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan tentang permasalahan yang
23
berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan tentang anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut: a) Melakukan mambaca untuk menggali imformasi. Siswa memeperoleh topiktopik permasalahan untuk di baca sehingga mendapatkan imformasi dari permasalahan tersebut. b) diskusi kelompok ahli.siswa yang telah mendapatka topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompokataqu kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicaran topik permasalahan tersebut. c) Laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli. d) Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi. e) Perhitungan sekor kelompok dan menetukan penghargaan kelompok. A'yun. 2009. http://elfalasy88.wordpress.com Langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut: a) Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa. b) Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda c) Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan d) Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka.
24
e) Setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tem mereka tentang sub bab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama, f) Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi g) Guru memberi evaluasi h) Penutup
2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran tipe Jigsaw mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode pembelajaran jigsaw adalah: a) Siswa lebih aktif. b) Siswa lebih memahami topik yang diberikan karena dipelajari lebih dalam dan sederhana dengan anggota kelompoknya. c) Topik yang diberikan dapat merata. d) Meningkatkan kerja sama tim. Sedangkan Kekurangan model pembelajaran tipe jigsaw adalah: a) Waktu yang dibutuhkan cukup panjang. b) Jika tidak di dukung dengan kondisi kelas yang mumpuni (luas) metode sulit di jalankan mengingat siswa harus beberapa kali berpindah dan berganti kelompok. Yunanda 2010. http://www.padepokan-ilmu.co.cc
25
2.6 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Materi Perjuangan Mempersiapkan Kemerdekaan Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dari pendekatan konstruktivisme. Menurut Slavin (dalam Hidayah, 2005:11) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif di desain untuk membantu pengembangan kerja sama dan interaksi antar siswa, serta untuk menghilangkan persaingan yang sering ditemukan dalam kelas yang cenderung menghasilkan kelompok-kelompok siswa yang menang dan siswa yang kalah”. Seperti dalam kebanyakan model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw bekerja berdasarkan prinsip siswa bekerja bersama-sama untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri. Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
Jigsaw
merupakan
model
pembelajaran yang cocok diterapkan dalam kelas yang memiliki karakteristik siswa yang heterogen, baik dalam kemampuan akademis, jenis kelamin, suku, motivasi dan lain-lain. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini tanggung jawab siswa terhadap proses belajar lebih besar karena siswa lebih banyak bekerja dari pada sekedar mendengarkan informasi, sehingga model pembelajaran ini dapat melatih tanggung jawab siswa terhadap proses belajarnya. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menuntut siswa untuk melakukan kegiatan diskusi bersama kelompok, sesuai untuk diterapkan dalam mata pelajaran IPS khususnya pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan.
Karena
pada
pembelajaran
perjuangan
mempersiapkan
kemerdekaan tidak seharusnya menempatkan siswa sebagai pendengar saja, tetapi
26
siswa juga harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan
sosialnya
sehingga
mampu
membangun
pemahaman
dan
pengetahuannya sendiri (learning to know).
2.7 Kajian Penelitian Yang Relevan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa di samping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif siswa, secara bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Slavin (2009:16) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi Bahasa, Geografi, Ilmu Sosial, Sains, Matematika dan Bahasa Inggris. Studi yang telah ditelaah dilaksanakan di sekolah-sekolah pinggiran dan pedesaan Amerika Serikat, Israel, Nigeria dan Jerman. Dari 45 laporan 37 menunjukkan bahwa hasil akademis kelas kooperatif lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Salah satu studi di bawah ini menunjukkan tidak banyak perbedaan dan tidak dan tidak menunjukkan hasil negatif, yaitu.
Skripsi Agustin Abdullah (2008). Yang berjudul “Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Materi Peran Anggota Keluarga Dengan Menggunakan Teknik Jigsaw”
Dari penelitian yang dilakukan dua siklus ini diperoleh hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa pada pre-test siklus 1 hasil belajar siswa diperoleh nilai rata-rata 65, sedangkan post-test diperoleh nilai rata-rata 75,71. Pada siklus 2 diperoleh kenaikan nilai rata-rata kelas yaitu nilai ratarata yang diperoleh adalah 82,40. Dari segi kemampuan, kerja sama siswa dapat dibilang berlangsung
27
dengan baik karena antara siswa satu dengan siswa yang lainnya saling membantu untuk menyelesaikan tugas kelompok.
2.8 Hipotesis Tindakan Berdasarkan pembahasan teori di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Jika guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maka hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan melalui pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo dapat meningkat.
2.9 Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dikatakan berhasil apabila hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mencapai nilai KKM 70 dari keseluruhan jumlah subjek penelitian dan mencapai ketuntasan 80% ke atas.
28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Latar dan Karakteritik Subjek Penelitian 3.1.1 Latar Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo tahun pelajaran 2011/2012. Alasan pemilihan tempat penelitian ini karena menurut peneliti bahwa lokasi tersebut dapat dijangkau oleh peneliti baik dalam hal waktu, dan biaya serta mudah memperoleh izin. Penelitian tindakan ini disusun untuk memecahkan suatu masalah, diujicobakan dalam situasi yang sebenarnya, dengan melihat kekurangan dan kelebihan serta melakukan perubahan-perubahan yang berfungsi sebagai peningkatan. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk memperbaiki layanan pendidikan yang diselenggarakan di kelas dan meningkatkan kualitas program sekolah secara keseluruhan.
3.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian Karakteristik subyek penelitian yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo yang berjumlah 20 siswa, laki-laki 9 orang dan perempuan 11 orang.
29
3.2 Variabel Penelitian Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.2.1 Variabel Input Siswa, guru, bahan ajar, sumber belajar prosedur evaluasi, dan lingkungan belajar. 3.2.2 Variabel Proses Proses peningkatan hasil belajar IPS tentang materi perjuangan menuju kemerdekaan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan khusus yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya serta keterampilan bertanya guru, implementasi model pembelajaran dan metode mengajar guru. 3.2.3 Variabel Output Hasil pelaksanaan dari proses pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan indikator yaitu: 1) Kemampaun
mengidentifikasi
perjuangan
bangsa
dalam
usaha
mempersiapkan kemerdekaan. 2) Kemampaun
menjelaskan
peranan
beberapa
tokoh
dalam
mempersiapkan kemerdekaan. 3) Kemampaun memberkan contoh sikap cara menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan.
3.3 Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Asyraf
30
Suryadin (2011:10) mengemukakan bahwa “Penelitian tindakan kelas (PTK) “Merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di dalam kelas”. Penelitian ini direncanakan dalam bentuk siklus, tiap siklus terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap pemantauan dan evaluasi, dan tahap refleksi. 1. Tahap Persiapan 1) Berdialog dengan kepala sekolah permohonan izin untuk meneliti. 2) Melakukan observasi awal untuk mengecek layak tidaknya permasalahan diangkat serta pengecekan sumber data pendukung penelitian. 3) Identifikasi masalah dan merumuskan masalah. 4) Merencanakan pembelajaran dengan model pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. 5) Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi proses belajar mengajar di kelas. 6) Menyusun alat evaluasi untuk mengetahui hasil belajar dan daya serap siswa 7) Membuat soal latihan untuk dikerjakan. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan 1. Siswa dibagi dalam beberapa kelimpok terdiri 4-5 orang secara heterogen.. 2. Tiap anggota dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. 3. Tiap anggota membaca bagian materi yang ditugaskan.
31
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari materi yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi yang mereka dapatkan. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang materi yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguhsungguh. 6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 7. Guru memberi evaluasi. 3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi Guru mitra mengamati dan mengevaluasi siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, pengamatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data aktivitas pembelajaran siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. 4. Tahap Analisis dan Refleksi Setelah guru mitra melaksanakan kegiatan belajar mengajar, selanjutnya pembelajaran dianalisis untuk keperluan perbaikan lebih lanjut. Guru menentukan penggunaan model yang sesuai dengan penelitian tindakan kelas, mengklarifikasi ketuntasan hasil belajar peserta didik, dan apakah sudah terjadi komunikasi yang efektif. Hasil pengamatan dan tes refleksi akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pelaksanaan siklus berikutnya.
32
3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 3.4.1 Teknik Observasi Observasi, yaitu peneliti melihat kejadian, gerak atau suatu proses. Oleh karena itu penelitian dengan menggunakan metode ini tidak hanya sekedar mencatat, tetapi melihat langsung kejadian yang benar-benar terjadi sesuai dengan masalah yang menjadi penelitian penulis. 3.4.2 Teknik Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi secara langsung dari responden secara lebih mendalam. Responden dalam wawancara ini adalah guru dan siswa kelas V. 3.4.3 Teknik Tes Tes adalah alat untuk mengukur kemampuan siswa, baik kemampuan awal, perkembangan atau peningkatan selama dikenai tindakan dan kemampuan pada akhir siklus tindakan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa soal penugasan dalam bentuk uraian. Materi tes yang digunakan oleh peneliti telah disesuaikan dengan materi pelajaran siswa kelas V pada mata pelajaran IPS. 3.4.4 Teknik Dokumentasi Dokumentasi, yaitu penulis mengambil sejumlah data pendukung dalam penelitian berupa dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dalam hal ini penulis lebih tekankan pada data yang sifatnya tertulis.
33
3.5 Teknik Analisis Data Data penelitian yang telah terkumpul, tentu perlu dianalisis. Data penelitian ini berupa nilai yang berbentuk angka dan hasil observasi. Angka-angka tersebut yang akan menunjukkan tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran. KKM yang telah ditentukan menjadi patokan ketuntasan pembelajaran siswa. Jika nilai yang diperoleh siswa diatas atau sama dengan KKM akan dinyatakan tuntas. Langkah-langkah analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Nilai dan hasil observasi direkap kedalam bentuk tabel. b. Nilai yang diperolah siswa akan ditentukan ketuntasannya satu persatu. c. Menghitung jumlah siswa yang telah tuntas dan yang belum tuntas. d. Mempersentasekan tingkat ketuntasan kelas. e. Merefleksi hasil kegiatan pembelajaran. f. Menentukan langkah berikutnya.
34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada kelas V SDN 28 Kota Selatan Kota Gorontalo. Sekolah dasar ini berlokasi di Kelurahan Limba U II, Kecamatan Kota Selatan, Kabupaten Gorontalo, dengan jumlah siswa keseluruhan yaitu 150 orang siswa, jumlah guru 9 orang sudah PNS dan 1 orang tata usaha. Secara fisik sekolah ini berbentuk huruf H dengan kapasitas ruangan 6 ruangan kelas, 1 ruangan kepala sekolah, 1 ruangan guru, 1 ruangan perpuatakaan, 1 tuangan tata usaha dan juga dilengkapi dengan kamar mandi dan WC. Halaman sekolah yang tersedia cukup luas dan keseluruhan dipergunakan untuk apel setiap pagi, lapangan dan berbagai tempat bermain dan berkumpulnya siswa, demi keamanan sekolah dan siswa didepan sampai dibelakang dan juga pintu masuk, terbuat dari besi. SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo didirikan pada tahun 1962. Pada awalnya nama sekolah ini adalah SDN 45 Inpres Kota Selatan yang berada dijalan. Prof. HB Yasin. Kota Gorontalo, kemudian pada tahun 2005 berubah menjadi SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo yang saat ini dipimpin oleh Hj. Rumana Utina, B.A. Sebelum Hj. Rumana Utina, B.A menjadi kepala sekolah SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo, ada beberapa kepala sekolah yang pernah memimpin sekolah ini yang diantaranya bapak Simon Kolo (1962-1965). Dari
35
tahun ke tahun sekolah ini banyak mendapatkan prestasi hal ini dibuktikan dengan banyaknya berbagai piala diruangan kepala sekolah, keberhasilan ini tidak lepas dari upaya guru yang profesional dengan semangat siswa yang tinggi untuk belajar. Keadaan guru SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo memiliki 9 orang staf pengajar dan 1 orang tata usaha. Suasana kegiatan belajar menagajr yang dilaksanakan setiap hari berlangsung dengan baik, antusias khususnya dalam menerima materi pelajaran secara umum termasuk dalam kategori baik. Tabel 1. Keadaan Guru SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo No
Nama
Nip
Jabatan
Jenis Kelamin L P √
1
Hj. Rumana Utina BA
195607191977021004 Kepala Sekolah
2
Safira Lihawa
19561005978012005
3
Olis Iskandar
196710101989112002 Guru kelas V
√
4
Masini Pomantau
195706141981102001 Guru kelas IV
√
5
Djamila Neno
196101151983042002 Guru kelas III
√
6
Hj. Hasna Mohi
195809201986042001 Guru kelas II
√
7
Harini Said
19580921979092005
√
8
Abdullah Ishak
196609202006041004 GB Studi
9
Uswatun Hasana
-
√
Guru kelas VI
Guru kelas I
GB Studi
√ √
Sumber Data Sekunder: SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo Selain memiliki tenaga pengajar yang menunjang, sekolah ini juga memiliki siswa yang relatif sukup banyak. Adapun jumlah siswa pada sekolah ini adalah sebagai berikut:
36
Tabel 2. Data Siswa SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo Jenis Kelamin No Kelas L P 1 I 13 Orang 9 Orang
Jumlah 22 Orang
2
II
15 Orang
11 Orang
26 Orang
3
III
17 Orang
19 Orang
36 Orang
4
IV
9 Orang
14 Orang
23 Orang
5
V
11 Orang
9 Orang
20 Orang
6
VI
14 Orang
14 Orang
23 Orang
Sumber Data Sekunder: SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo Tabel 3. Keadaan Fasilitas SDN No.28 Kota Selatan Kota Gorontalo No
Ruangan
Jumlah
Keterangan
1
Ruangan Kepsek
1
Baik
2
Ruangan Guru
1
Baik
3
Ruangan Tata Usaha
1
Baik
4
Ruangan Kelas I - IV
6
Baik
5
Ruangan Perpustakaan
1
Baik
6
KM / WC
2
Baik
Sumber Data Sekunder: SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Observasi Awal Langkah awal pada penelitian ini adalah melakukan observasi terhadap subjek yang dikenai tindakan kelas. Sasara dalam penelitian ini adalah “meningkatkan hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo.
37
Berdasarkan kegiatan pembelajaran pada observasi awal bahwa hasil belajar siswa kelas V masih banyak yang tidak tuntas dalam pembelajaran, siswa yang tuntas baru 4 orang siswa atau (20%), dari jumlah keseluruhan siswa. Sedangkan siswa yang tidak tuntas dalam pembelajaran sebanyak 16 orang siswa atau (80%). Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil kegiatan pada observasi awal ini, bahwa hasil belajar
siswa
dalam mata pelajaran IPS menunjukkan hasil capaian yang kurang baik dari 20 orang siswa yang tuntas dalam menguasai materi, yaitu baru 4 orang siswa aatau (20%), sedangkan siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran sejumlah 16 orang siswa, jumlah skor dari 20 orang keseluruhan siswa yaitu 1180, presentase siswa pada observasi awal ini, dibagi dengan jumlah keseluruhan siswa, menjadi 59%. Berdasarkan temuan-temuan dalam kegiatan observasi awal ini, maka peneliti melanjutkan ke siklus I, karena belum mencapai indikator kinerja yang diharapkan. Berdasarkan hasil data yang diperoleh pada observasi awal dapat diketahui hasil belajar siswa dari 20 orang siswa, yang memperoleh nilai tertinggi belum ada atau (0%), sedangkan siswa yang memperoleh nilai sedang ada 4 orang siswa diatas 70 atau (14.5%), siswa yang memiliki nilai rendah 8 orang siswa atau (24.75%), dan yang memperoleh nilai paling rendah 8 orang siswa atau (19.75).
4.2.2 Hasil Pengamatan Kegiatan Belajar Mengajar pada Siklus I Pengamatan siklus I dilakukan secara bersama-sama oleh peneliti dan guru pengamat dalam hal ini guru mitra sendiri yang bertindak selama proses
38
pembelajaran berlangsung dan diamati melalui lembar pengamatan guru dan lembar penagamatan siswa. 4.2.2.1 Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Pengamatan
aspek-aspek
yang dinilai
pada
guru
dalam
proses
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan guru criteria penilaiannya diberi kode pada kolom ya atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian dari 19 aspek yang diamati pada guru yaitu belum semuanya dilaksanakan dalam hal ini ada tiga aspek yang terlewati oleh guru, yaitu penguasaan kelas, menggunakan media secara efektif dan efisien, dan menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. 4.2.2.2 Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Yang melakukan pengamatan untuk kegiatan siswa selama proses pembelajaran adalah peneliti dan guru mitra, dengan aspek yang diamati. Pada pelaksanaan tindakan siklus I ini siswa yang tuntas dalam pembelajaran ada 13 orang iswa (65%), sedangkan yang belum tuntas 7 orang siswa (35%). Data selengkapnya disajikan pada tebel yang terdapat pada lampiran. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2012. Data yang terdapat pada tabel bahwa kegiatan siswa secara umum berada dalam kategori cukup baik 68.95%. Tabel 4. Hasil belajar siswa pada siklus I Tuntas / tidak
Aspek yang diamati No
Kerjasama kelompok
Nama Siswa SB
B
C
Menjawab pertanyaan
Menjelakan materi K
SB
B
C
K
SB
B
C
Menghargai pendpat orang lain K
SB
B
C
K
39
1.
Alfian Abdul
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
2.
Adrianto R. D P.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
3.
Apriansyah M.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
4.
Migel Randi K.S.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
5.
Moh. Noorfadli
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
6.
Riski Latama
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
7.
Moh. Ismail M.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
8.
Moh. Ilasul L. DJ.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
9.
Purnomo M.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
10.
Syarifudin P.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
11.
Riski Nur
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
12.
Anisa W. Thalib
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
13.
Anatasya A. Putri
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
14.
Nurain Abdul
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
15.
Sri Ayu W. M
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
16.
Siti Mulifa H.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
17.
Sitti Nadia O.S
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
18.
Nurul Baiti U
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
19.
Magfirah H.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
20
Fera
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : SB
: Sangat baik
B
: Baik
C
: Cukup
K
: Kurang
-
-
-
-
Keterangan: Jumlah nilai rata−rata Jumlah siswa
=
1379 20
= 68.95%
Berdasarkan hasil kegiatan pada siklus I ini bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS menunjukkan hasil capaian yang cukup baik, dari 20 orang keseluruhan siswa yang dalam menguasai materi yaitu 13 orang siswa (65%) sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar hanya 7 orang (35%) dari 20
Tidak
40
orang keseluruhan siswa yatiu 1379, persentase siswa pada siklus I ini dibagi dengan jumlah keseluruhan siswa, menjadi 68,95%. Berdasarkan temuan dalam kegiatan siklus I ini, maka peneliti melanjutkahan ke siklus II, karena belum mencapai indikator kinerja yang di harapkan. Tabel 5. Hasil evaluasi siswa siklus I No.
Jumlah siswa
Nilai
Jumlah
Presentase
1.
2
80
160
8%
2.
11
70
794
39.7%
3.
5
60
316
15.8%
4.
2
54
109
5.45%
JLH
20
1379
68.95%
Berdasarkan hasil data yang diperoleh pada siklus I dapat diketahui hasil belajar siswa dari 20 orang siswa yang memperoleh nilai tertinggi pada ada 2 orang siswa di atas dari 80 atau 8%. Sedangkan yang memperoleh nilai sedang berjumlah 11 orang siswa atau 39.7%, dan dan yang memiliki nilai rendah ada 5 orang siswa atau 5.45%. Maka, persentase jumlah keseluruhan dapat dilihat pada tabel di atas.
4.2.2.3 Refleksi dan Hasil Tindakan Setelah pembelajaran siklus I dilaksanakan, peneliti mendiskusikan dengan guru pengamat, terdapat beberapa temuan-temuan pada kegiatan tindakan. Pada kegiatan pembelajaran metode diskusi tampak meningkat keaktifan siswa. Siswa sudah menunjukkan keinginan untuk mengemukakan pendapat-pendapat dan mempertahankannya, terutama dalam diskusi kelas. Namun demikian masih
41
ada beberapa siswa yang tampak kesulitan bahkan dengan berinteraksi dengan teman-temannya dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada hasil observasi terutama dalam kemampuan menceritakan peristiwa perjuangan bangsa Indonsia dalam mempersiapkan kemerdekaan dan peranan tokoh perjuangan serta memberikan contoh menghargai jasa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan ini dengan baik materi pembelajaran. Hal itu ditunjukkan oleh ketidak aktifan mereka dalam proses pembelajaran. Misalnya siswa belum berinteraksi aktif dengan sesama teman atau dalam diskusi kelompok. Masalah alokasi waktu yang telah direncanakan dalam RPP cukup baik. Siswa dapat melakukan proses pembelajaran dengan leluasa meskipun peran guru sebagai fasilitator tetap berperan penting untuk mengatur waktu. Dengan pengertian bahwa dalam proses pembelajaran pada siklus I ada beberapa aspekaspek yang belum terlaksana secara optimal, seperti misalnya pada kegiatan guru. Melalui hasil pengamatan diketahui guru tidak menguasai kelas, guru tidak menggunakan media secara efektif dan efisien, serta tidak menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Untuk itu, sehingga penelitian tindakan ini dilanjutkan ke siklus II.
4.2.3 Hasil Pengamatan Kegiatan Belajar Mengajar pada Tindakan Siklus II Pengamatan siklus II dilakukan secara bersama-sama oleh peneliti dan guru pengamat, dalam hal ini guru mitra sendiri yang beritndak sebagai guru
42
pengamat. Kegaiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung diamati mealui lembar pengamatan guru dan lembar pengamatan siswa. 4.2.3.1 Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Pengamatan
aspek-aspek
yang dinilai
pada
guru
dalam
proses
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan guru criteria penilaiannya diberi kode pada kolom ya atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian dari 19 aspek yang diamati pada guru yaitu belum semuanya dilaksanakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. 4.2.3.2 Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus II dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2112. Pada siklus II ini dilakukan kegiatan pembelajaran untuk menyempurnakan berbagai kekurangan yang ada pada siklus I, sehingga diharapkan memberikan hasil belajar yang optimal kepada siswa pada materi perjuangan mempersiapakan kemerdekaan. Kegiatan yang dilakukan tetap menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw sesuai dengan RPP. Adapun langkah-langkah yang dilakukan guru dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut: pada kegiatan awal guru menginagtakan kembali tentang teknik pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang telah dilakukan sebelumnya. Memotivasi siswa melalui kegiatan tanya jawab terakit dengan materi perjuangan mempersiapkan strategi Jigsaw yang akan dilakukan. Setelah semua persiapan selesai dan siswa telah paham, maka kegiatan selanjutnya yaitu diskusi kelompok dan masing-masing dari ketua kelompk ahli mempresentasekan hasil diskusinya. Berdasarkan pengamatan kegiatan siswa selama proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra, yaitu dari pengamatan hasil belajar IPS
43
dalam pembelajaran menunjukkan bahwa tingkat hasil belajar siswa pada siklus II ini yang mampu dalam menguasai materi ada 18 orang siswa (90%) sedangkan siswa yang belum tuntas ada 2 orang siswa (10%). Tabel 6. Hasil belajar siswa pada siklus II Tuntas/ tidak
Aspek yang diamati No
Kerjasama kelompok
Nama Siswa
Menjawab pertanyaan
Menjelakan materi
Menghargai pendpat orang lain
SB
B
C
K
SB
B
C
K
SB
B
C
K
SB
B
C
K
1.
Alfian Abdul
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
2.
Adrianto R. D P.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
3.
Apriansyah M.
-
-
-
-
-
-
-
-
4.
Migel Randi K.S.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
5.
Moh. Noorfadli
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
6.
Riski Latama
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
7.
Moh. Ismail M.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
8.
Moh. Ilasul L. DJ.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
9.
Purnomo M.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak
10.
Syarifudin P.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
11.
Riski Nur
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
12.
Anisa W. Thalib
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
13.
Anatasya A. Putri
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
14.
Nurain Abdul
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
15.
Sri Ayu W. M
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
16.
Siti Mulifa H.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
17.
Sitti Nadia O.S
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
18.
Nurul Baiti U
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
19.
Magfirah H.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tuntas
20.
Fera
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : SB B
: Sangat baik : Baik
-
-
-
-
-
-
Keterangan: Jumlah nilai rata−rata Jumlah siswa
=
1640 20
= 82%
-
-
Tuntas
Tuntas
44
C K
: Cukup : Kurang Dari hasil siklus II di atas bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran
IPS menunjukkan hasil capaian yang sangat baik, dari 20 orang siswa keselruhan siswa yang mampu mencapai ketuntasan dalam menguasai materi sebanyak 18 orang siswa (90%). Sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar atau penguasaan materi yaitu 2 orang siswa (10%). Persentase siswa pada siklus II ini, meningkat
menjadi
82%.
Berdasarkan
hasil
temuan-temuan
kegiatan
pembelajaran siklus II ini, maka hasil belajar IPS maupun siswa sudah mencapai indikator kinerja yang diharapkan, jika dibandingkan dengan siklus I sebelumnya. Tabel 7. Hasil evaluasi siswa siklus II No.
Jumlah siswa
Nilai
Jumlah
Presentase
1.
9
00
829
41.45%
2.
9
70
678
33.9%
3.
2
65
133
6.65%
4.
-
-
-
-
JLH
20
1640
82%
Berdasarkan hasil data yang diperoleh pada siklus II dapat diketahui hasil belajar IPS dari 20 orang siswa, yang memperoleh nilai tertinggi ada 9 siswa di aatas dari 80 atau (41.45%), sedangkan yang memperoleh nilai sedang diatas dari 70 berjumlah 9 orang siswa atau (33.9%), serta siswa yang memiliki nilai terendah yaitu 2 orang siswa atau (6.65%) dan siswa yang memiliki nilai paling
45
rendah tidak ada atau (0%). Maka persentase jumlah keseluruhan siswa dapat dilihat pada tabel di atas. 4.2.3.3 Refleksi dan Hasil Tindakan Refleksi dilaksnakan pada akhir siklus dengan tujuan untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh dan untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh dan untuk
mendapatkan gambaaran apakah tindakan
mempengaruhi
peningkatan
hasil
belajar
IPS
yang
pada
dilakukan telah
materi
perjuangan
mempersiapkan kemerdekaan. Pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo. Beradasarkan hasil pengamatan, kemampuan siswa dapat meningkat, hanya 2 orang siswa yang belum tuntas. Tingkat ketuntasan kelas pun sudah melebihi standar ketuntasan, yaitu 82%. Hanya 2 orang siswa dengan nomor urut 6 dan 9 tampak mempunyai kesulitan dalam belajar. Dari hasil pembelajaran siswa pada siklus II sudah memenuhi target ketuntasan. Oleh karena itu, tidak perlu lagi untuk melanjutkan pada siklus berikutnya.
4.3 Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, yang terlebih dahulu diawali dengan observasi awal.dari hasil observasi awal terlihat bahwa sangat rendah tingkat capaian hasil belajar siswa, hanya 4 orang siswa (20%). Sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar sejumlah 16 orang siswa (80%), angka tersebut baru mencapai 59%, untuk itu tindakan segera dilanjutkan ke siklus I yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Hasil penelitian secara
46
riil menunjukkan bahwa pada kegiatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS cukup baik tingkat capaian hasil belajar siswa pada siklus I hanya 13 orang siswa (65%) yang mampu mencapai hasil belajar IPS yang telah ditetapakan. Sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar hanya 7 orang siswa (25%). Setelah diadakan tindakan melalui siklus I hasil belajar IPS pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo, belum mencapai standar indikator kinerja yakni 80%. Maka peneliti kemudian melanjutkan tindakan kesiklus II dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan tetap menggunakan pembelajaran jigsaw, setelah pertemuan pada siklus I direfleksi. Siklus II dilaksanakan hanya dalam satu kali pertemuan. Setelah diadakan kegiatan pembelajaran pada siklus II ini, hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan, menunjukkan hasil pencapaian yang sangat baik. dari 20 orang siswa, yang tuntas dalam penguasaan materiyaitu 18 orang siswa 90%, sedangkan siswa yang kurang mampu untuk mencapai ketuntasan hanya 2 orang siswa 10%. Berdasarkan temuan dalam kegiatan pembelajaran dalam siklus II ini, maka penelitian ini sudah mencapai indikator kinerja yang diharapkan, dan bahkan sudah melebihi standar ketuntasan kelas yakni 82%. Tabel 8. Hasil perbandingan hasil belajar IPS tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan, pada siklus I dan siklus II Kategori Siklus I Siklus II Tuntas / Mampu 65% 90% Belum Tuntas / Kurang Mampu 15% 10% Tudak Tuntas / Tidak Mampu 20% 0% Jumlah Skor 1379 1640 Persentase 68.95% 82%
47
Hipotesis tindakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, maka hasil belajar IPS pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo akan meningkat dinyatakan dapat diterima. Berdasarkan temuan-temuan diatas jelaslah bahwa proses dalam kegiatan belajar mengajar dan melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya capaian proses kegiatan bellajar mengajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta hasil belajar IPS yang dicapai menjadi baik. Mencermati uraian diatas, maka model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw hendaknya dapat diterapkan dan ditingkatkan lagi, guna sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran di SD. Peningkatan hasil belajar IPS materi materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo kondisi dilapangan bahwa akivitas guru pada proses kegiatan belajar mengajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam mempasilitasi siswa untuk belajar secara optimal, guru telah mampu meremediasi kegiatan pembelajaran sehingga berjalan dengan baik dan siswa menjadi cukup mandiri. Kemampuan siswa dalam pembelajaran melalui model kooperatif tipe jigsaw pun sudah baik dan siswa dapat belajar sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan oleh peneliti pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan dan juga siswa belajar dengan baik pada saat diskusi kelompok setelah guru
48
memberikan tugas kelompok. Kemudian masing-masing ketua kelompok mempresentasekan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Setelah selesai presentase masing-masing ketua kelompok, guru memberikan evaluasi yang berkaitan dengan materi yang sudah dipresentasekan oleh masing-masing ketua kelompok. Sebagian besar siswa dari jumlah keseluruhan 20 orang siswa, yang mampu menguasai materi dalam mencapai ketuintasan hanya 18 orang siswa (90%), dan 2 orang siswa (10%) yang kurang mampu mencapai ketuntasan. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pada saat peneliti menjelaskan materi dan kurang berinteraksi dengan teman-teman sekelompoknya, serta tidak mendengarkan penjelasan teman-temannya tentang apa yang sudah didapat oleh ketua kelompoknya materi diskusi dari kelompok ahli dan juga pada saat presentase masing-masing dari ketua kelompok tidak diperhatikan. Pada kegiatan siklus I, aktivitas guru dalam proses kegiatan belajar mengajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw secara umum pada kategori dengan persentase 68.95%. sedangkan pada kegiatan siklus II, aktivitas guru sebagian besar berada pada kategori baik dengan persentase 82%. guru sudah diatas dari standar indikator kinerja guru dalam mengajar.
49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis menarik beberapa hasil penelitian dan pembahasan yang dapat diangkat menjadi kesimpulan sebagai berikut: 1. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS kelas V SDN No. 28 Kota Selatan Kota Gorontalo, karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan siswa juga lebih mandiri dan tahu bersosial baik dengan teman-temannya, masyarakat, maupun dilingkungan keluarganya sendiri. Hal ini dapat dibuktikan hasil penelitian tindakan yang telah dilaksanakan. 2. Karena terdapat peningkatan kemampuan mencapai hasil belajar IPS pada siklus I dari 13 orang siswa (65%). Sedangkan yang kurang mampu mencapai ketuntasan ada 7 orang siswa (25%), dengan presentase jumlah keseluruhan siswa, yaitu 68,85%. Selanjutnya pada siklus II meningkat lagi hingga mencapai angka 18 orang siswa (90%) dari jumlah 20 orang siswa, sedangkan kurang mampu dalam mencapai ketuntasan sebanyak 2 orang siswa (10%), presentase jumlah keseluruhan siswa yaitu 82%. 3. Guru dalam mengantisipasi siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar pada siklus I hanya 68,95%, sedangkan pada kegiatan siklus II yakni 82%, berarti sudah ada peningkatan dalam proses belajar mengajar serta
50
memfasilitasi siswa, maka dapat dikatakan hipotesis tindakan yang telah diajukan dapat diterima.
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Penelitian tindakan kelas (PTK) kiranya dapat terus diterapkan, dengan melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dengan tujuan untuk meningkatkan proses belajar mengajar dan juga hasil belajar siswa. 2. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu model dalam pembelajaran IPS, karena secara umum melalui penelitian ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Perlu dukungan fasilitas pembelajaran IPS yang representative yang mendukung implementasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses belajar mengajar.
51
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal. Asrori. 2011. Hakikat Pembelajaran Kooperatif. http://www.asrori.com. Online. Diakses tanggal 29 Maret 2012. A'yun, Qurrota. 2009. Teknik Pembelajaran Jigsaw. http://elfalasy88.wordpress.com. Online. Diakses tanggal 29 Maret 2012. Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya. Dhieni, Murbiana dkk. 2006. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta Universitas\ Terbuka. Fthurrohman Pupuh dan Sutikno Sobri. 2007. Srategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Jakarta: Refika Aditama. Hakim, Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara. Hidayah, Nurul. 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Biologi Konsep Ekologi Semester II Siswa Kelas 1-5 SMU Negeri 8 Malang Tahun Ajaran 2003/2004. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Isjoni, 2007. Cooperative Learning. Pekanbaru: Alfabeta. Lie, A. 2002. Cooperative Learning. Mempraktekkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana. Munthe, Bermawi. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Silberman, L. Melvin. 2007. Active Learning, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Slavin, E. Robert. 2009. Cooperatve Learning. Bandung: Nusa Media. Suryadin, Asyraf. 2011. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung: Amalia Book.
52
Taneo, Petrus Silvester. 2009. Kajian IPS SD. Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi. Yunanda, Martha. 2010. Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw. http://www.padepokan-ilmu.co.cc. Online. Diakses tanggal 29 Maret 2012.