Bab 1 Ta Erna.docx

  • Uploaded by: Erna Kusumawardhani
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Ta Erna.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,232
  • Pages: 7
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang

heterogen dengan proses inflamasi kronis, komorbid dan adanya manifestasi sistemik yang berhubungan seperti penyakit kardiovaskuler, ospteoporosis dan sindrom metabolik yang merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, yang disebabkan tidak hanya terbatas pada kelainan di sistem pernapasan namun juga akibat komplikasinya. PPOK sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dengan perkiraan tahun 2020 akan menempati urutan keempat dan peningkatan angka mortalitas tersebut dapat disebabkan karena penatalaksanaan pasien yang kurang baik (GOLD, 2015). Salah satu masalah utama pada pasien PPOK adalah manifestasi ekstra paru yaitu adanya muscle wasting dimana terjadi penurunan yang cukup signifikan pada struktur dan fungsi otot skeletal, yang juga berhubungan dengan mortalitasnya. Prevalensi muscle wasting cukup tinggi pada pasien PPOK, hal ini memerlukan tindakan preventif dan kuratif karena terjadinya penurunan massa otot tersebut menyebabkan kelemahan dan cepatnya timbul kelelahan pada otot. Muscle wasting pada PPOK ini berhubungan dengan proses kelainan yang terjadi yaitu hipoksia kronis dan inflamasi sistemik yang dapat menyebabkan perubahan

yang

bermakna pada struktur

dan fungsi otot

yang

juga

menyebabkan turunnya kapasitas fungsional paru, penurunan status kesehatan pasien, dan juga peningkatan angka mortalitasnya. (Cielen, 2014; Singh, 2010; Wust and Degens, 2007).

1

Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya muscle wasting pada pasien PPOK diantaranya adalah obstruksi jalan napas, disuse, hipoksemia, malnutrisi, stres oksidatif dan inflamasi sistemik. Atropi otot pada muscle wasting terjadi akibat ketidakseimbangan antara sintesis protein dan degradasi protein. Beberapa penelitian tentang muscle wasting pada pasien PPOK umumnya fokus kepada faktor degradasi protein. Sedangkan penurunan sintesis protein juga berperan pada terjadinya muscle wasting pada beberapa penyakit kronis, salah satunya PPOK. Kondisi tersebut diduga sebagai konsekuensi dari inflamasi kronik yang terjadi (Gan, 2004). TNF-α

telah

lama

diketahui

sebagai

komponen

inflamasi

yang

menginduksi adanya muscle wasting. Pada penelitian terhadap tikus transgenik menunjukkan bahwa kadar TNF-α yang tinggi pada jaringan paru dan sirkulasi ternyata memiliki kadar yang tinggi pula pada otot (Langen, 2006). Penelitian sebelumnya yang menggunakan hewan coba tikus, menemukan bahwa terdapat gangguan regenerasi otot skeletal tikus dengan peningkatan kadar TNF-α (Langen, 2006). Peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan C-Reactive Protein (CRP) berhubungan dengan kondisi berkurangnya massa otot dan peningkatan Resting Energy expenditure (REE). Penelitian lain menemukan bahwa kadar TNF-α terjadi peningkatan baik pada sirkulasi maupun pada otot yang diduga disebabkan oleh efek feed-back induksi TNF-α itu sendiri (Wust and Degens, 2007). Tujuan utama dalam terapi PPOK adalah menekan proses inflamasi yang terjadi untuk mencegah timbulnya efek dari proses inflamasi yang terus berlanjut. Berdasarkan hal inilah, identifikasi proses inflamasi dan penentuan derajat berat penyakit sangat penting dalam penatalaksanaan PPOK. Parameter yang pernah

2

diteliti dalam hal evaluasi dan prediksi hasil terapi telah banyak diidentifikasi. Saat ini, C-reactive Protein (CRP) merupakan marker yang sangat umum digunakan untuk kepentingan evaluasi dan monitoring terapi terhadap kelainankelainan inflamasi seperti pada kasus rheumatoid arthritis. Pada pasien PPOK, kadar CRP dalam serum yang diteliti terkait hubungannya dengan fungsi paru memberikan korelasi negatif. Meskipun banyak juga jenis marker inflamasi lain yang digunakan untuk penilaian terhadap proses inflamasi pada PPOK, namun dalam beberapa hal CRP lebih banyak digunakan karena faktor ketersediaan dan harga yang relatif lebih murah. CRP cukup sensitif dalam menilai respon terhadap perubahan derajat berat inflamasi pada PPOK, pada kondisi eksaserbasi ataupun terkait penilaian terapi pada pasien PPOK stabil (Heidari, 2012). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kondisi muscle wasting pada PPOK adalah faktor nutrisi. Terapi nutrisi tersebut diharapkan memberikan perbaikan penurunan mortalitas pasien PPOK dan perbaikan fungsi tubuh salah satunya terjadi peningkatan kekuatan otot. Namun efektifitas pemberian nutrisi tersebut masih kontroversial. Beberapa penelitian menyebutkan tidak ada efek perbaikan pada status antropometrik, fungsi paru dan kapasitas fungsional pasien PPOK stabil yang dilakukan pemberian terapi nutrisi berupa suplemen kalori selama lebih dari 2 minggu (Ferreira, et al. 2012). Sedangkan penelitian meta analisis menunjukkan perbaikan status antropometri dan kekuatan otot pasien PPOK dengan pemberian terapi nutrisi suplemen oral diantaranya dengan pemberian suplemen kalori dengan komposisi protein, lemak dan karbohidrat yang diberikan dalam 8 minggu (Collins, et al. 2012).

3

Terapi nutrisi pada PPOK yang telah banyak diteliti, jenisnya berupa suplemen oral kombinasi atau berupa zat gizi tertentu seperti vitamin A, C, D, E, Zinc, Omega 3 dan beberapa asam amino. Terapi nurisi yang berefek sentral pada proses anabolik membantu mempertahankan massa otot sehingga dapat mencegah terjadinya muscle wasting adalah suplemen dengan kandungan asam amino esensial. Salah satu jenis terapi nutrisi protein danasam amino yang telah diteliti efeknya pada pasien PPOK adalah ekstrak ikan gabus. Ekstrak ikan gabus (Ophiocephalus striatus) mengandung protein, albumin dan asam amino cukup tinggi dibandingkan jenis ikan lain, yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang berfungsi sebagai protein transport, yang berperan dalam mengangkut molekulmolekul kecil yang kurang larut air seperti asam lemak, mengikat obat-obatan, anion dan kation kecil serta unsur-unsur lain. Dengan adanya protein, albumin dan asam amino ini akan memperlancar distribusi zat-zat makanan di dalam tubuh sehingga metabolisme berjalan lancar. Penelitian oleh Nur tahun 2010, menemukan bahwa terjadi peningkatan berat badan setelah pemberian ekstrak ikan gabus selama 2 minggu (Dal negro, 2010; Munfahatin, 2010). COPD Assessment Test (CAT) merupakan kuisioner pengukuran gangguan status kesehatan pasien PPOK yang merupakan alat sederhana untuk menilai pengaruh dari gejala PPOK yang lebih mudah bila dibandingkan dengan model kuesioner lain seperti SGRQ (St George’s Respiratory Questionnaire) yang memiliki 50 poin pertanyaan dan membutuhkan sistem komputer untuk menghitung skornya. Kuisioner CAT ini dikembangkan sebagai instrumen yang lebih sederhana dalam menilai perburukan gejala pada pasien PPOK yang dapat digunakan dalam praktek klinis yang bertujuan meningkatkan status kesehatan pasien (Dodd et al., 2010).

4

Hubungan antara berbagai marker inflamasi dalam sirkulasi dengan hilangnya massa otot pada PPOK dan keterlibatan terapi nutrisi dalam tatalaksana pasien untuk perbaikan kualitas hidup masih dalam penelitian. Penilaian tersebut penting dipahami dalam penatalaksanaan PPOK sehingga dapat dipertimbangkan strategi baru sebagai bagian dari evaluasi dan manajemen terapi pada pasien PPOK yang memberikan hasil yang lebih baik (GOLD, 2015). 1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan utama yang

muncul adalah bagaimana pengaruh pemberian ekstrak ikan gabus terhadap kadar TNF-α, CRP dan skor CAT pasien PPOK stabil yang mengalami muscle wasting.

1.3

Tujuan :

1.3.1

Tujuan Umum : Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak ikan gabus sebagai suplemen

nutrisi oral terhadap kadar TNF-α, CRP dan nilai CAT pada pasien PPOK stabil dengan komorbid muscle wasting.

5

1.3.2

Tujuan Khusus :

1. Menganalisis perbedaan kadar TNF-α sebelum dan sesudah pemberian ekstrak ikan gabus pada pasien PPOK yang mengalami muscle wasting. 2. Menganalisis perbedaan kadar CRP sebelum dan sesudah pemberian ekstrak ikan gabus pada pasien PPOK yang mengalami muscle wasting. 3. Menganalisis perbedaan skor CAT sebelum dan sesudah pemberian ekstrak ikan gabus pada pasien PPOK yang mengalami muscle wasting. 4. Menganalisis korelasi perubahan kadar TNF-α dan kadar CRP terhadap perubahan FFMI sesudah pemberian ekstrak ikan gabus. 5. Menganalisis korelasi perubahan kadar TNF-α dan kadar CRP terhadap perubahan skor CAT sesudah pemberian ekstrak ikan gabus.

1.4

Manfaat :

1.4.1

Teoritik : Memberikan pengetahuan tentang pengaruh pemberian ekstrak ikan

gabus terhadap marker inflamasi sistemik TNF-α dan CRP pasien PPOK stabil yang mengalami muscle wasting dan kualitas hidup pasien yang diukur dengan CAT. 1.4.2

Praktis :

1. Mengetahui karakteristik populasi pasien PPOK A, B, C, dan D yang mengalami muscle wasting. 2. Memberikan

informasi

tentang

pentingnya

menentukan

faktor

yang

mendasari terjadinya komorbid muscle wasting pada pasien PPOK sebagai

6

bagian dari upaya penatalaksanaan PPOK misalnya tentang status nutrisi pasien, tingkat aktifitas pasien, derajat hipoksemia dan lain-lain. 3. Merekomendasikan pemberian ekstrak ikan gabus oral pada pasien PPOK sedini mungkin.

7

Related Documents

Bab 1 Ta Erna.docx
December 2019 9
Proposal Ta Bab 1 Popi.docx
December 2019 21
Ta Bab 3.docx
December 2019 22
Ta Bab 14,15.docx
June 2020 15
Bab I - Ta Dendy.docx
April 2020 29
Bab I Ta Dias_oks_2
May 2020 11

More Documents from ""