Bab 1 Ptk.docx

  • Uploaded by: Jakpariyanto Karang endah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Ptk.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,522
  • Pages: 20
BAB 1 PENDAHULUAN 1.LATAR BELAKANG Memasuki era global, dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan yang akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin berat serta kompleks. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain, baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam penyiapan sumber daya manusia. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang bisa bekerja secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam dunia kerja. Namun dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tetaplah dihadapkan pada segenap tantangan, diantaranya adalah perubahan ketenagakerjaan yang begitu cepat, stigma negatif SMK yang masih melekat sehingga menghambat kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana, dan permasalahan-permasalahan lain yang menuntut segera diatasi ditengah arus globalisasi ini. Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada era ini setiap negara akan mudah memasuki Indonesia dan berinvestasi di negeri ini sehingga akan membawa pengaruh pula terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan kejuruan dalam mempersiapkan lulusan yang mampu berdaya saing. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan kejuruan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itulah bangsa dan pendidikan kejuruan khususnya dituntut untuk mampu mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.Kemitraan pendidikan kejuruan dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DU/DI) 2.Pendidikan kejuruan dan tantangan revolusi 4.0 -Bagaimana bentuk rancangannya? -Kompetensi yang diharapkan DU/DI 3.Dimensi-dimensi reformasi pendidikan dan pelatihan kejuruan 4.Kebijakan-kebijakan pendidikan kejuruan

1

BAB II PEMBAHASAN 1..Kemitraan Pendidikan Kejuruan dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DU/DI) 1.1. Pengertian Dunia Usaha / Dunia Industri Menurut Jurnal UPI, Dunia Usaha dan Dunia Industri cukup berperan dalam proses pembelajaran yaitu dalam rangka memberikan fasilitas bahan untuk praktek pembelajaran dan mempromosikan bahan yang mereka miliki.

1.2. Program Kerja Kehumasan yang Ada Di Sekolah Menurut Benty dan Gunawan (2015:144) Program adalah suatu rancangan mengenai asas suatu usaha yang akan dijalankan. Sekumpulan aktivitas yang saling berkaitan dan bantu membantu diantara satu dengan yang lain kepada pencapaian suatu tujuan program itu. Organisasi mengandung satu atau lebih program dan tujuan taip-tiap program itu adalah tidak serupa, tetapi saling menyumbang kepada satu tujuan sebuah organisasi itu. Program kerja adalah suatu rencana kegiatan dan suatu organisasi yang terarah, terpadu dan tersistematis yang dibuat untuk rentang waktu yang telah ditentukan oleh suatu organisasi. Program kerja ini akan menjadi pegangan bagi organisasi dalam menjalankan rutinitas roda organisasi. Program kerja juga digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita organisasi. Selain itu menurut Minarti (2012:285) salah satu tujuan program kehumasan adalah memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga pemerintah,swasta, dan organisasi sosial. Salah satunya adalah dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri. Menurut Benty dan Gunawan (2015:114) Ada dua alasan mengapa program kerja perlu disusun oleh suatu organisasi, yaitu: 1) efisiensi organisasi, dengan dibuatnya suatu program kerja oleh suatu organisasi maka waktu yang dihabiskan oleh suatu organisasi untuk memikirkan bentuk kegiatan apa saja yang akan dibuat tidak begitu banyak, sehingga waktu yang lain bisa digunakan untuk mengimplementasikan program kerja yang telah dibuat; dan 2) keefektifan organisasi, juga dapat dilihat dari sisi lain, dimana dengan membuat program kerja oleh satu organisasi maka selama itu telah direncanakan sinkronisasi kegiatan organisasi antara bagian keperguruan yangs atu dengan bagian keperguruan yang lainnya. 1.3. Pengaruh Positif dan Negative Kerjasama dengan Dunia Usaha / Dunia Industri Keuntungan yang di peroleh dari hasil kerjasama ini dirasakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan kerjasama, baik sekolah maupun dunia usaha. Pihak sekolah kejuruan, sangat terbantu dalam peningkatan mutu pendidikan, pelaksanaan Prakerin, penyaluran tamatan, dapat mengetahui perkembangan yang terjadi di dunia usaha/industri. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewandito dalam (Wena, 1997:54) yang mengatakan, manfaat tersebut meliputi: (1) terjaminnya relevansi program pendidikan; (2) mengetahui kecenderungan teknologi baru yang akan digunakan di industri; (3) mendapat pengetahuan mengenai teknik dan metode 2

yang diterapkan di industri; (4) mendapatkan pengalaman industri baik bagi siswa maupun staf pengajar; dan (5) menciptakan afiliasi kerja. Dalam Proses kerjasama ini pihak dunia usaha juga merasa diuntungkan, karena dapat mencari tenaga-tenaga terampil yang dapat direkrut untuk menjadi tenaga kerja di perusahaan tersebut. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, hubungan kemitraan yang dilakukann sekolah kejuruan meliputi kerjasama di berbagai aspek dengan dunia usaha/industri yang menjadi mitra sekolah. Dalam kerjasama tersebut antara lain meliputi pelaksanaan Prakerin, penyaluran tamatan, pengadaan uji kompetensi, pengadaan fasilitas penunjang kegiatan belajar-mengajar, serta dalam penyusunan program-program sekolah. Hal yang disarankan oleh pihak dunia usaha dalam pelaksanaan kerjasama adalah melibatkan dunia usaha dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program pendidikan sekolah menengah kejuruan serta Mempersiapkan pengalaman kerja sebagai bagian dari pendidikan kejuruan (Caslin, 1984:19). Dari aspek-aspek yang dikerjasamakan, Tentunya akan dirasakan dampak yang positif maupun negatif yang dirasakan oleh pihak yang berkerjasama. Dalam pelaksanaannya, dampak negatif jarang dirasakan oleh kedua belah pihak, hal ini dikarenakan adanya rasa saling membutuhkan yang mendasari program kerjasama ini. Dampak postif yang dapat dirasakan kedua belah pihak tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1) Bagi pihak sekolah, dampak yang dirasakan adalah sekolah dapat menekan biaya pendidikan dengan adanya bantuan-bantuan yang diberikan dunia usaha, 2) Siswa lebih terampil dan mendapatkan pengalaman kerja yang sebenarnya; 3) Sekolah mampu menyesuaikan program-program sesuai kebutuhan dunia usaha yang semakin berkembang; 4) sekolah tidak selalu mengandalkan dana dari negara, namun dengan adanya sumbangan dari dunia usaha peningkatan kualitas pendidikan dapat berjalan lebih cepat 5) Sedangkan bagi dunia usaha,dapat mempermudah dalam pencarian tenaga kerja yang terampil dan berdedikasi tinggi. Namun ada sedikit dampak negatif yang menjadi kerugian bagi pihak dunia usaha, yaitu proses pembimbingan akan berpengaruh pada proses produksi di perusahaan tersebut, karena waktu yang digunakan pada proses produksi di dunia usaha tersita dengan bimbingan yang dilakukan. Sedangkan pengaruh negatifnya bagi sekolah, setelah PSG cenderung awalnya agak malas lagi untuk masuk sekolah, namun demikian lama kelamaan akan terbiasa dan kembali seperti semula

1.4. Faktor Hambatan dalam Melakukan Kerjasama dengan Dunia Usaha / Dunia Industri Hambatan yang biasa dialami selama bekerjasama dengan DU/DI adalah sebagai berikut: 3

1. Penempatan peserta didik di tempat prakerin yang tidak sesuai dengan program studi yang diambil. 2. Pembimbing kurang teliti terhadap potensi yang dimiliki peserta didiknya sehingga banyak terjadi hambatan. 3. Adanya campur tangan pihak ke tiga (orang tua peserta didik) yang langsung mengajukan komplainnya kepada DU/DI. 4. Adanya perusahaan yang bangkrut (pailit) yang mengakibatkan peserta didik dikembalikan ke sekolah. 5. Peserta didik yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan DU/DI, sehingga peserta didik sering membolos saat prakerin. 6. Sekolah tidak dapat memastikan pengiriman peserta didik ditiap tahapan prakerin selalu berpotensi baik. Solusi dari hambatan yang terdapat dalam kerjasama sekolah dengan DU/DI adalah sebagai berikut: 1. Seharusnya sekolah lebih teliti dalam menyesuaikan tempat prakerin dengan program studi yang diambil peserta didik. 2. Seharusnya pembimbing harus mengetahui potensi yang dimiliki peserta didik supaya tidak ada industry. 3. Seharusnya orang tua peserta didik jika industry, harus langsung melaporkan kepada pihak sekolah. 4. Sekolah berusaha mencari tempat prakerin baru. Jika tidak ada tempat, sekolah menampung peserta didik tersebut untuk prakerin di sekolah, dan pemberian nilai dilakukan oleh sekolah sendiri. 5. Sekolah memberikan pengetahuan dasar tentang etika berbicara, etika berpakaian, dan etika bersikap kepada peserta didik. Sehingga peserta didik bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan DU/DI. 7. Sekolah harus mengadakan pembekalan secara menyeluruh kepada peserta didik, sehingga sekolah bisa mengirimkan peserta didik dengan potensi baik disetiap tahapan. 1.5. Latar Belakang Sekolah Melakukan Kerjasama dengan Dunia Usaha / Dunia Industri Kerjasama yang dilakukan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/DI) adalah sebuah strategi pembelajaran dan bisnis yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kerjasama dilakukan selain karena tuntutan kurikulum juga sebagai upaya pengembangan keterampilan peserta didik SMK dalam bentuk kerja nyata industri yang diharapkan juga dapat memberikan keuntungan bagi industri untuk memanfaatkan mereka sebagai tenaga kerja bantu pada level operasional dan 4

juga industry. Pola kerjasama bisa dilakukan secara berkesinambungan,dan secara teknis sekolah yang harus berinisiatif untuk mengiformasikan kepihak industri mengenai jadwal dan waktu, sehingga antara industry dan sekolah secara bersama sama membuat komitmen dengan industri MoU. Sebagai panduan Pola kerjasama ini akan dilengkapi dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang lebih detail. Pola kerjasama ini harus dilakukan dengan inisiatif awal dari sekolah dengan pola jemput bola, mendatangi Industry untuk mencari kebutuhan kompetensi yang bisa mendorong kemajuan Industri dari sisi kemampuan sumberdaya manusia minimal untuk tingkat pelaksana (operator) Industri, yang pada akhirnya Industri akan tumbuh dan berkembang melalui penambahan kompetensi, dan sekolah bisa menjamin pola pelatihan, peralatan yang tersedia dan para pengajar memang memiliki kemampuan. Untuk memberikan kepercayaan kepada Industry pola ini akan dibuat secara detail dan terinci dalam Guide Line pelatihan, dan akan dilindungi dengan Industri MoU yang lebih jelas. Proses pelaksanaan akan ditangani secara professional oleh unit pelaksana teknis produksi dan training dibawah bidang kerjasama dan pelayanan industri disetiap Sekolah Kejuruan (SMK). Prinsip kerjasama industri antara sekolah dengan dunia kerja pada akhirnya mempunyai tujuan untuk mempercepat waktu penyesuaian bagi lulusan Sekolah Kejuruan dalam memasuki dunia kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu sekolah menengah kejuruan. Pendidikan kejuruan mampu menyita perhatian berbagai pihak, terutama stakeholders pendidikan, dikarena prinsip pendidikan kejuruan mempengaruhi perilaku pelanggan pendidikan. Perhatian yang besar terhadap pendidikan kejuruan tentu saja terkait dengan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan, seperti yang diidentifikasi oleh Barlow (Murniati dan Usman 2009:20), yaitu: (1) Pendidikan kejuruan adalah suatu suatu perhatian rasional tenaga kerja, pendidikan industri, pertanian dan bantuan pemerintah, kebutuhan ekonomi merupakan suatu kerangka nasional dari pendidikan kejuruan; (2) Pendidikan kejuruan memelihara pertahanan umum dan memajukan kesejahteraan umum; (3) Pendidikan kejuruan mempersiapkan remaja dan dewasa, merupakan suatu tanggung jawab sekolah pemerintah, demokratisasi pendidikan dimana pemerintah memperlihatkan industri yang baik untuk kebutuhan pendidikan kejuruan pada industri pendidikan sekolah pemerintah; (4) Pendidikan kejuruan memerlukan suatu pendidikan dasar; (5) Pendidikan kejuruan direncanakan dan dipimpin dalam kerjasama yang erat dengan pengusaha dan industri; (6) Pendidikan kejuruan memberikan keterampilan dan pengetahuan yang bernilai dalam pasar tenaga kerja; (7) Pendidikan kejuruan memberikan pendidikan lanjutan untuk anak remaja dan dewasa.

1.6. Proses dan Tahapan Kerjasama yang Dilakukan Sekolah Dengan Dunia Usaha / Dunia Industri Dalam penyelenggara pendidikan, sekolah kejuruan ini menjalin kerjasama baik anggota internal maupun eksternal sekolah, kerjasama yang dijalin bersifat formal dan informal. Rohiat (2010:67) mengemukakan “esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk 5

meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan industri. Dalam arti sebenarnya, hubungan sekolah dan masyarakat sudah disentralisasikan sejak lama”. Hubungan kerjasama dengan anggota eksternal dilakukan dengan DU/DI, bersifat kemitraan dalam kegiatan prakerin. Prakerin merupakan kegiatan yang dulunya disebut dengan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), menurut Sidi (Jayuz 2013. http://hisyamjayuz. Blogspot.com/ 2013/12/) adalah “suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian industrial, yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program pengusahaan yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional”. Hubungan kerjasama dengan Pemda dan instansi terkait telah dilakukan dengan baik, seperti pemberian rekomendasai, melakukan kegiatan bersama, ndust dukungan dana untuk pengadaan fasilitas, dukungan industri dalam pembentukan berbagai diklat sekolah, memberika isentif kepada guru, dan memberikan gaji guru kontrak. Hubungan kerjasama dengan majelis sekolah dan orang tua siswa pada dasarnya cukup mendukung, seperti melakukan promosi sekolah secara bersama, menyetujui kegiatan sekolah. Hubungan kerjasama dengan komite sekolah berlangsung sangat baik, dimana komite sekolah tetap membantu dan mendukung, bahkan selalu memonintor kegiatan sekolah. Dalam Lampiran II Kepmendiknas Nomor 044 Tahun 2002 (Engkoswara dan Komariah 2011:297), komite sekolah didefinisikan sebagai “badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah”. Untuk proses kesepakatan antara sekolah dengan perusahaan dalam menjalin kerjasama langkah-langkah yang dilakukan sekolah ialah pertama, sekolah mengkonfirmasi via telepon terlebih dahulu kepada perusahaan yang ingin diajak kerjasama di dalam rapat sekolah tadi, jika perusahaan memberikan sinyal menyetujui untuk melihat promosi dan presentasi sekolah, maka sekolah akan mengirimkan proposal serta surat pemberitahuan dari sekolah. Jika perusahaan atau industri mengirimkan surat balasan konfirmasi, sekolah baru akan industri ke perusahaan untuk mempresentasikan materi promosi sekolah yang sudah disiapkan. Perusahaan atau industri yang sudah menyetujui ada penandatanganan perjanjian kerjasama berupa MoU (Memorandum of Understanding) antara sekolah dengan perusahaan. Sedangkan Langkah-langkah yang telah dijelaskan secara konkret sebagai langkah persiapan untuk menjalin kerjasama antar SMK dengan DU/DI yang dijelaskan oleh Raharjo (dalam Isbianti, 2009:44-45) adalah sebagai berikut: 1.6.1 Sekolah mengkaji berbagai industri dan lembaga yang potensial yang ada disekitar wilayahnya yang antara lain meliputi: a.

Jenis dunia usaha

6

b. Aktivitas proses produksi yang meliputi barang dan jasa yang dihasilakan oleh perusahaan atau lembaga tersebut c. Kualifikasi tenaga kerja yang meliputi jabatan-jabatan tenaga kerja yang ada, tugastugasyang dikerjakan, serta keahlian / ketrampilan apa saja yang mungkin diperoleh di perusahaantersebut d. Fasilitas praktek atau fasilitas produksi yang tersedia e.

Daya industri atau kemungkinan jumlah siswa yang bisa diterima untuk pelatihan

f.

Kualifikasi lembaga, apakah tergolong perushaan besar, menengah, atau kecil

1.6.2. Melakukan pengkajian terhadap semua ketrampilan yang sesuai dan dapat diperoleh di setiap industri. Dalam hal ini, pada bagian atau divisi dan sub bagian di industri apa sajakah ketrampilan yang sesuai dapat diperoleh peserta PSG untuk masing-masing program studi. 1.6.3. Sekolah melalui majelis sekolah atau komite sekolah merintis kerjasama dengan industri atau perusahaan yang sesuai dengan standar keahlian atau ketrampilan tiap-tiap program studi. Dalam hal ini sekolah membuat kerja sama dengan DU/DI secara tertullis tentang pelaksanaan PSG atau biasa disebut dengan Memorandum of Understanding (MoU) yang memuat : a. Hak dan kewajiban DU/DI dalam melaksanakan PSG b. Hak dan kewajiban sekolah dalam melaksanakan PSG c. Penyusunan atau sinkronisasi kurikulum PSG atau bahan ajar d. Mekanisme dan prosedur pelaksanaan PSG e. Pembiayaan f. Pengawasan dan pengendalian mutu PSG g. Uji kompetensi h. Seleksi siswa i. Pemasaran tamatan j. Hal-hal lain yang dianggap penting. 2. .Pendidikan Kejuruan dan Tantangan Revolusi 4.0 2.1 Bagaimana bentuk rancangannya? 2.2 Kompetensi yang diharapkan DU/DI

7

Dudi yang ada di membutuhkan sejumlah kompetensi dengan tujun untuk meningkatkan kualitas dan juga untuk antisipasi persaingan di masa depan, dalam pemilihan kompetensi dudi selalu mempertimbangkan pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kerja, dengan demikian pada seleksi atau perekrutan perimbangan pengetahuan di dasarkan pada record akademik yang menunjukkan jenjang sekolah demikian juga pada kepemilikan skill dari tenaga kerja akan ditelusuri dari catatan akademik yang menunjukkan pada bidang keahlian. Sementara pada tahap awal perekrutan untuk attitude dudi akan merujuk pada hasil nilai psikotest yang dilakukan dan pada saat melakukan wawancara, untuk berbagai hal lain seperti pengalaman, pada kasus lulusan SMK yang merupakan fresh graduate (lulusan baru) biasanya mereka dibekali sertifikat praktek dari perusahaan yang merupakan hasil dari prakerin (OJT) dalam jangka waktu tertentu. Dudi dalam menentukan kebutuhan kompetensi tenaga kerja umumnya sangat tergantung pada rencana strategi ke depan, tetapi pada kasus yang terjadi di kota Semarang tidak semua dudi terutama pada industri kelas bawah atau rumahan (home industry) tidak semuanya memiliki rencana strategis, meskipun demikian secara implisit mereka tetap memiliki perencanaan ke depan dan sudah memiliki gambaran tentang beban kerja yang harus diselesaikan. Berdasarkan dari beban kerja dudi akan mencari tenaga kerja yang bisa memenuhi harapan mereka, sisi lain lagi apabila ada beban kerja tambahan atau perlunya keahlian tertentu yang diakibatkan adanya factor – faktor eksternal misalnya adanya perkembangan teknologi yang lebih mengefisiensikan kerja perusahaan, pertimbangan kepuasan konsumen dan peningkatan daya saing, perusahaan perlu identifikasi kompetensi yang dimiliki dan kebutuhan kompetensi lanjut dan ini akan memunculkan kompetensi – kompetensi harapan baru bagi perusahaan. Dengan munculnya kesenjangan kompetensi baru maka perusahaan akan menentukan perlunya kebutuhan – kebutuhan kompetensi. Dari sinilah munculnya kebutuhan kompetensi perusahaan. Dari uraian di atas maka karakteristik dari kompetensi berbasis dudi dapat dirinci sebagai berikut: 1. Kebutuhan kompetensi yang diharapkan oleh dudi adalah kompetensi knowledge (pengetahuan), skill (kemampuan), attitude (perilaku) dan lainnya seperti pengalaman. 2. Masih adanya komplain dari pihak dudi menerima siswa SMK tentang kompetensi, hal ini pada beberapa perusahaan yang memberlakukan pelatihan dan magang tidak begitu mempermasalahkan. 3. Mekanisme dalam penentuan kebutuhan akan didasarkan pada perencanaan strategi yang didasarkan pada analisa lingkungan dan akan menuju pada identifikasi kebutuhan dan selanjutnya di analisa dalam beban pekerjaan yang akan melahirkan kebutuhan person yang kompeten. 4. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan kompetensi secara umum adalah faktor yang mempengaruhi strategi ke depan perusahaan hal ini menyangkut pada perkembangan teknologi, lingkungan persaingan, kepuasan pelanggan dan peningkatan kualitas. 8

5. Cara perekrutan dudi sangat tergantung pada tipe – tipe perusahaan, dimana dudi sering membuka lowongan secara langsung melalui media cetak, brosur dan melalui informasi teman sejawat dan juga menghubungi pihak sekolah (BKK). Tugas lembaga pendidikan SMK adalah untuk mempersiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan perkembangan jaman, oleh karena itu tugas dari institusi ini sangat ditunggu dalam memberikan hasil yang mana akan dapat dipergunakan oleh pengguna. Lulusan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna merupakan tujuan hampir setiap institusi penyelenggara pendidikan, karena dengan semakin diterimanya lulusan oleh masyarakat pengguna akan menjadi indikator keberhasilan lembaga tersebut. Oleh karena itu tuntutan masyarakat pengguna harus menjadi pertimbangan penting. Dalam ilmu pemasaran kepuasan pelanggan harus menjadi perhatian utama, karena keberadaaan lembaga produksi akan sukses dan lancar jika mampu memberi kepuasan pelanggan yang mana kepuasan ini akan mengantarkan pada loyalitas pelanggan. 3.Dimensi-dimensi Reformasi Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan Menurut Sutrisno (2011: 79), bahwa reformasi yang terjadi pada tahun 1998 berdampak langsung pada Bangsa kita, bukan saja pada bidang politik dan ekonomi , tetapi juga pada bidang pendidikan. Reformasi itu sebagai momentum untuk melakukan pembaharuan sistem perundang-undang pendidikan di Indonesia. Diawali UUD 1945 oleh DPR-MPR tahun 2002, terutama pasal 31 yang mengamanatkan pada Negara/pemerintah untuk memperbaiki/menyempurnakan sistem pendidikan nasional. Kemudian dikeluarkan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut dikeluarkan Perarturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setelah Indonesia mengalami reformasi tersebut, kemudian kita memasuki era baru, yaitu era setelah tumbangnya orde baru yaitu orde reformasi. Orde reformasi dapat difahami sebagai orde keterbukaan dalam mengemukakan pendapat. Orde keterbukaan ini bukan hanya dimanfaatkan oleh kalangan pers dan politik saja, akan tetapi juga untuk dunia pendidikan. Maka memasuki Millennium ketiga ini dunia pendidikan dihadapkan kepada berbagai permasalahan pelik yang apabila tidak diatasi secara cepat, tidak mustahil pendidikan di Indonesia akan ditinggal oleh zaman. Menurut hemat saya, langkah preventif dalam menyikapi tantangan ini, maka sangat diperlukan kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan guna memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru di era Global ini adalah hal yang logis bahkan suatu keharusan. Hal ini dapat dimengerti mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan bangsa ke arah lebih baik. Perlu disadari dan diwaspadai bersama, bahwa kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan mada depan bangsa, adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia. Peran dan tanggungjawab pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sangatlah diperlukan untuk terus melakukan self-correction terhadap setiap kebijakan di bidang pendidikan dan juga melakukan re-orientasi terhadap 9

visi dan misi sangatlah penting, mengingat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia selama kurang lebih 67 tahun setelah kemerdekaan dimungkinkan telah banyak muncul tantangan baru yang belum tertampung, untuk menjawabnya, salah satunya adalah perlunya dirumuskan kembali visi dan misi pendidikan nasional yang sesuai dengan tuntutan zaman terutama di era globalisasi ini. Perlu juga disadari, bahwa masa depan Bangsa Indonesia yang sekarang tengah memasuki millenium ketiga ini sangat ditentukan oleh seberapa jauh untuk mampu eksis secara fungsional di tengah-tengah kehidupan Global yang amat kompetitif, dan pada situasi ini, manusia yang akan survive adalah yang dapat merubah tantangan menjadi peluang serta dapat mengisi peluang tersebut secara produktif. Sementara itu, faktor-faktor keperibadian atau moralitas yang baik akan menjadi salah satu daya tarik dalam berkomunikasi dengan sesama manusia atau warga dunia. Atas dasar itu, maka masa depan bangsa kita sangat membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang kreatif, inovatif, dinamis, terbuka, bermoral baik, mandiri dan percaya diri, menghargai waktu, mampu berkomunikasi dan memanfaatkan peluang serta menjadikan orang/bangsa lain sebagai mitra. Untuk dapat mewujudkan manusia yang sanggup menghadapi tantangan, peluang dan kendala dalam memasuki kehidupan masa depan itu, sektor pendidikan memiliki banyak peluang yang amat luas untuk segera melakukan berbagai inovasi dalam merespon kebutuhan masyarakat salah satunya adalah merubah paradigma untuk menciptakan masyarakat yang semangat untuk belajar. Menurut Aris Pongtuluran (1995: 5), reformasi akan berhasil apabila tersedia kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan. Artinya, perlu ada momentum yang mendukung, seperti perombakan besar-besaran dalam system pemerintahan, ada undangundang yang melindungi, atau pempimpin yang peduli akan pentingnya reformasi. Akhinya, reformasi pendidikan tersebut harus dijadikan sebagai kebijakan pendidikan. Artinya, reformasi pendidikan itu dijadikan patokan kebijakan jangka panjang dalam setiap langkah pengambilan keputusan prektik pendidikan. Reformasi harus berada dalam kerangka kerja jangka panjang dan menjadi inti dari setiap kebijakan dan operasional pendidikan. Apabila reformasi pendidikan akan dijadikan sebagai kebijakan, maka harus memenuhi empat tahapan. Menurut Levin Benjamin (2001:9), tahapan-tahapan itu satu sama saling terkait, yaitu; asal-usulnya, adopsinya, implementasi dan hasilnya. pertama, adalah asal-usulnya (origin), darimana datangnya usulan reformasi pendidikan tersebut? bagaimana reformasi pendidikan menjadi bagian dari aspek pemerintahan secara umum, peran apa yang dimainkan oleh masing- masing pihak dalam mengembangkan program tersebut. Kedua, bagaimana mengadopsi (adoption) kebijakan tersebut yang akhirnya menjadi peraturan atau perundang-undangan. Untuk itu, perlu juga dipantau sejauhmana perbedaan antara yang diusulkan dengan yang diundangkan dan apa-apa penyebab dari perbedaan tersebut. 10

Ketiga, bagaimana implementasinya (implementation)? Dalam hal ini, untuk melakukan reformasi kebijakan maka diperlukan lembaga penelitian untuk memantau pelaksanaan reformasi. Model seperti apa yang digunakan oleh pemerintah sehingga mampu menggerakkan reformasi hingga ke tingkat operasional? Pertanyaan lain adalah kebijakan apa yang mendukung adanya reformasi dan bagaimana sistem pendidikan merespon gerakan reformasi tersebut? Keempat, bagaimana hasil-hasilnya (outcomes)? Bukti-bukti apa yang menunjukkan adanya perubahan sebagai akibat dari reformasi yang dilakukan. Dalam pendidikan, bukti nyata biasanya adalah bagaimana reformasi berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar di kalangan siswa, terjadinya peningkatan kinerja pada guru dan dosen serta tenaga kependidikan, adanya kenaikan jumlah kelulusan, dan sebagainya.

Menurut hematpenulis,langkah-langkah riil sebagai upaya mewujudkan kualitas pendidikan di negeri ini, maka reformasi di bidang pendidikan harus dimulai dari : 1.Perencanaan dan Evaluasi Pendidikan 2.Pengelolaan Kurikulum 3.Proses Belajar-Mengajar 4.Pendidikan, Pelatihan dan Tenaga Kerja 5.Pendidikan Berkelanjutan 6.Manajemen Pendidikan 7.Desentralisasi Pendidikan 8.Pendidikan Dasar 9.Pendidikan Tinggi 10.Tenaga Kependidikan 11.Pembiayaan Pendidikan Urgensi dari sebelas point di atas, akan penulis kemukakan satu per satu, antara lain sebagai berikut : 1.Perencanaan dan Evaluasi Pendidikan Setiap satuan pendidikan di setiap jenjangnya harus diberikan kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu pada institusi pendidikannya. Termasuk dalam perencanaan tersebut adalah rencana pengembangan lembaga pendidikan, yang meliputi; (1) visi, misinya, (2) rencana induk pengembangan jangka waktu yang ditetapkan, (3) sumber dana untuk 11

membiayai program, (4) penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan yang memuat semua jenis program dan sumber dana dalam jangka yang ditetapkan. Setiap Institusi atau satuan pendidikan juga harus diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. 2.Pengelolaan Kurikulum a.Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 kurikulum pendidikan dasar wajib memuat : 1)Pendidikan agama; 2)Pendidikan kewarganegaraan; 3)Bahasa; 4)Matematika; 5)Ilmu pengetahuan alam; 6)Ilmu pengetahuan sosial; 7)Seni dan budaya; 8)Pendidikan jasmani dan olahraga; 9)Keterampilan/kejuruan; dan 10)Muatan lokal b.Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat : 1)Pendidikan agama; 2)Pendidikan kewarganegaraan; dan 3)Bahasa 1 Melihat keragaman potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta kebinekaan bangsa Indonesia, kurikulum yang uniform akan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas kurikulum, dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi merupakan suatu tuntutan. Suatu hal yang perlu diperhatikan ialah beban kurikulum pada satuan pendidikan kita terkenal sangat sarat dengan berbagai macam mata pelajaran sehingga sangat mendera peserta didik. Setiap satuan pendidikan hendaknya diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulumnya, tanpa mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Pentingnya pendidikan agama dan moral seharusnya lebih mendapatkan forsi yang cukup, karena kehidupan global cenderung membawa nilai-nilai baru yang bukan tidak mungkin dapat menggoyahkan kesadaran moral. Di samping itu, masyarakat global juga hidup dan dihidupi oleh sains dan 12

teknologi. Oleh sebab itu, pelajaran sains dan teknologi juga perlu dioptimalkan.Selain itu, setiap satuan pendidikan hendaknya diberikan kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal, salah satunya adalah pendidikan dan penguatan bahasa asing (bahasa Internasional).Untuk memenuhi hal tersebut, menurut Taba (1962) materi kurikulum harus memenuhi tiga prinsip, yaitu; filosofis, psikologis dan sosiologis. Prinsip filosofis memberikan arah dan tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan, dengan filosfis sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran, terutama kebenaran nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini dari suatu kebenaran. 2 Prinsip ini membawa rumusan kurikulum pendidikan pada tiga dimensi, yaitu ; ontology, epistimologi dan aksiologi. Dimensi ontology mengarahkan kurikulum agar lebih banyak member peserta didik untuk berhubungan langsung dengan fisik obyek-obyek serta berkaitan dengan pelajaran yang mengarahkan pada benda-benda dan materi-materi kerja. Dalam persfektif pendidikan Islam, dimensi pernah diterapkan Allah ketika mengajarkan nama-nama kepada Adam. 3 Implikasi dimensi ini, dalam pendidikan adalah bahwa dalam dunia pengalaman, peserta didik harus memperkaya kepribadian, dan bukanlah hanya alam raya dan isinya, dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari, melainkan sebagai suatu yang tak terbatas realitas fisik dan spiritual, baik yang tetap maupun yang berubah. Dimensi epistimologi mengarahkan perwujudan kurikulum berdasarkan metode konstruktif pengetahuan yang disebut dengan metode ilmiah yang sifatnya mengajarkan berfikir menyeluruh, reflektif dan kritis. Metode ilmiah ini dilakukan melalui lima tahapan, yaitu; kesadaran adanya masalah, perumusan masalah, identifikasi semua cara pemecahan masalah, proyeksi terhadap semua konsekwensi yang akan timbul, dan mengkaji konsekuensi tersebut dalam pengalaman. Implikasi dimensi epistimologi dalam kurikulum pendidikan cenderung fleksibel, karena pengetahuan yang dihasilkan bersifat tidak mutlak, tentatif dan dapat berubah-rubah. b.Proses Belajar-Mengajar Masyarakat global seperti seperti dewasa ini adalah masyarakat terbuka, rasional dan kritis. Sudah tentu, cara-cara belajar yang indoktriner dan menghafal sudah kurang cocok. Hal yang perlu dikuasai oleh peserta didik adalah informasi yang telah diolah sendiri atau belajar mandiri (digested information). Dengan sendirinya cara-cara belajar dengan menghafal diluar kepala sudah tidak pada tempatnya lagi, termasuk cara belajar “lecturing”. Belajar mandiri atau independent learning harus dapat harus menggantikan cara belajar menghafal secara rote learning. Tentunya proses belajar-mengajar ini harus didukung oleh fasilitas belajar dan sumber-sumber belajar yang memadai, seperti; perpustakaan yang lengkap, laboratorium dan bengkel-bengkel kerja. Di samping itu, penggunaan teknologi informasi akan lebih membantu proses belajar-mengajar dengan lebih baik. Dimensi aksiologi mengarahkan pembentukan kurikulum yang dapat memberikan kepuasan pada peserta didik untuk memiliki nilai-nilai yang mereka perlukan, supaya hidup dengan baik sekaligus menghindarkan nilai-nilai yang tidak diinginkan. 13

Tujuan pendidikan sekarang ini harus dituangkan dalam standar kompetensi, kemudian dijabarkan ke dalam kompetensi dasar, selanjutnya dijabarkan menjadi hasil belajar, dan akhirnya dapat diukur dengan indikator hasil belajar. Konsep inilah yang disebut dengan istilah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian dijabarkan kembali pada masing- masing Tingkat Satuan Pendidikan. c.Pendidikan, Pelatihan dan Tenaga Kerja Masyarakat modern di era global ini memerlukan program yang terintegrasi. Sekatsekat yang ada antara pendidikan, pelatihan dan tenaga kerja seyogyanya tidak lagi terjadi. Program-program pelatihan bukan hanya dilaksanakan oleh dunia industri. Tetapi perlu juga diselenggarakan oleh setiap institusi pendidikan, tentunya yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Program pelatihan yang terintegrasi ini dimungkinkan karena partisipasi penuh dari dunia industri dalam pengembangan sumber daya manusia serta adaptasi program pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam kaitan ini perlu ada reformasi dengan cara refungsionalisasi SISDIKNAK yang membuka diri terhadap keterlibatan penuh masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Pendidikan Tinggi misalnya menyelenggarakan program-program pendidikan berkelanjutan menyediakan waktu khusus untuk program semacam itu. Dalam kaitan ini sekolahsekolah kejuruan yang ada sekarang dapat ditransformasikan dalam bentuk-bentuk pusat pelatihan, maupun program kegiatan keterampilan di sekolah menengah umum. Dengan program seperti itu, setidaknya masalah pengangguran dapat diredusir, ditambah pula dengan sifat pendidikan itu sendiri dengan misi dan metodologinya yang bertujuan menciptakan manusia yang mandiri. d.Pendidikan Berkelanjutan Dalam era global yang teridentifikasi dengan ciri adanya kemajuan industri merupakan suatu masyarakat yang terus-menerus belajar (life long learning society), sebab kalau tidak demikian, masyarakat itu akan ketinggalan dari kemajuan iptek yang sangat cepat perkembangannya.Yang akan menarik ialah kebutuhan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi para karyawan. Biasanya mereka akan memperoleh pendidikan dan pelatihan lanjutan di dalam perusahaan (in-plant training), namun kesempatan ini akan dirasakan kurang memadai.Mereka memerlukan juga waktu-waktu khusus di luar masa kerja untuk memperoleh pendidikan tambahan (off the job education program). Hal ini akan merupakan hal baru dalam hubungan kerja pada masyarakat industri modern. e.Manajemen Pendidikan Pendidikan di era global ini telah merupakan suatu industri tersendiri, oleh sebab itu perlu dikelola oleh para manajer (institusi) yang professional. Pendidikan dan pelatihan bagi para manejer pendidikan sudah merupakan suatu keharusan dalam era modern ini. Setiap guru atau dosen pada prinsipnya memiliki peluang untuk menjadi kepala sekolah, pengawas atau rektor universitas tanpa ada pelatihan khusus. Dalam masyarakat industry, seorang rektor adalah seorang manajer yang dapat mengelola program akademik,

14

juga mengelola dana universitas secara professional dan mengelola program pendidikan berkelanjutan untuk masyarakat. Manajemen pendidikan dalam masyarakat industri di era global ini akan merupakan manajemen yang transparan, artinya yang terbuka bagi partisipasi masyarakat. Dengan demikian, ada tempat bagi perubahan dan penyesuaian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi taraf pendidikannya dan sejalan dengan itu semakin demokratis sikapnya.Sejalan dengan usaha keras mengatasi krisis pendidikan dewasa ini, pada waktu yang bersamaan kita meletakkan dasar yang kokoh untuk mengantisipasi masyarakat industri modern yang akan datang. Keberhasilan SISDIKNAS dalam menyokong proses pembentukan masyarakat industri modern itusebagian terletak pada sukses tidaknya menjalani transisi sekarang ini. Jika tidak berhasil, maka menunda peranan pendidikan dalam prose situ. Kesuksesan SISDIKNAS sebaliknya dapat mempercepat terwujudnya masyarakat industri modern yang dinantikan itu. Suskse itu tentunya ditentukan oleh berbagai faktor. Selain kehendak Yang Maha Kuasa, juga adanya komitmen dari pemerintah, masyarakat bangsa Indonesia untuk memberikan prioritas yang wajar terhadap SISDIKNAS dalam pembangunan nasional, sebagaimana pengalaman Negara- negara industri modern dewasa ini. Pemerintah dan juga perlu mengoptimalkan perannya dalam memajukan bidang pendidikan, karena kita sangat memerlukan mobilisasi sumber- sumber yang berlipat ganda serta menggunakannya secara berhasil guna dan berdaya guna. Apabila kita (bangsa Indonesia) gagal memajukan bidang pendidikan, maka SISDIKNAS itu akan kehilangan fungsi dan peranannya, sedangkan masyarakat industri akan datang juga meskipun mungkin tanpa arah yang jelas. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain selain memperbaiki manajemen pendidikan sekarang ini. f.Desentralisasi Pendidikan Pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat modern haruslah berakar dalam masyarakat setempat. Oleh sebab itu, sentralisasi cenderung mengasingkan pendidikan dari masyarakat. Dalam membicarakan kurikulum, pendidikan dan pelatihan, setiap satuan pendidikan terutama peranan pendidikan tinggi/Universitas menuntut adanya desentralisasi. Dalam hal ini, pemerintah daerah merupakan suatu kesatuan yang riil, dalam menyusun program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya alam dan SDM di daerah tersebut. Hal ini berarti bahwa semua jenjang dan jenis pendidikan di daerah itu berada berada dalam suatu manajemen. Tidak seperti keadaan dewasa ini, masing-masing jenis dan jenjang pendidikan terkotak-kotak dan dikelola oleh berbagai instansi maupun departemen. Dalam keadaan seperti ini tidak mungkin tercipta suatu system pendidikan yang mengacu kepada kebutuhan masyarakat yang riil. Dalam masyarakat modern terdapat artikulasi antar jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Sentralisasi pendidikan hanya pada hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan nasional,seperti; kebijakan mengenai bahasa nasional, sistem pendidikan, dan pada tingkat tertentu mengenai akreditasi, khususnya untuk pendidikan tinggi. Desentralisasi pendidikan berkenaan pula dengan upaya memberikan otonomi kepada pemerintah daerah, 15

agar memiliki tanggungjawab penuh khususnya untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, sedangkan pada pendidikan tinggi hanya mengkoordinasikan seluruh kegiatan pendidikan di daerah itu dalam suatu sistem yang terintegrasi sebagai subsistem yang otonom dalam SISDIKNAS. Maka otonomi pendidikan memberikan peluang bagi sekolah/satuan pendidikan khususnya guru, untuk melakukan pengembangan kurikulum sesuai dengan konteks sekolah masing-masing. Hal ini dilakukan agar satuan pendidikan dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan peserta didik sesuai lingkungannya. 5 Bila sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat (sentralisasi), maka dengan berlakunya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undangundang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka pengelolaan teknis operasional penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menjadi tanggungjawab dan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang dikenal dengan istilah desentralisasi. 6 g.Pendidikan Dasar Dalam peningkatan pendidikan dasar untuk warga masyarakat modern ialah lahirnya kepatuhan terhadap norma-norma sosial baru seperti; ketertiban disiplin dalam kehidupan bersama, kebiasaan-kebiasaan hidup (social manners and habits) dan tentunya moral yang tinggi. Terciptanya kehidupan sosial yang teratur itu perlu terus-menerus ditanamkan melalui pendidikan. 7 Dalam kehidupan di kampus atau di sekolah, selain diberikan pendidikan moral, institusi pendidikan itu sendiri hendaknya menjadi laboratorium etik dan moral dari peserta didik. Ini berarti lembaga pendidikan dalam masyarakat modern seyogyanya menjadi lembaga yang berdisiplin tinggi. Tentunya jenis disiplin yang diinginkan ialah disiplin yang muncul dari kesadaran diri sendiri, yang terpupuk melalui berbagai kebiasaan yang baik serta kepatuhan terhadap tujuan bersama. Dalam kaitan dengan pemupukan tingkah laku sosial yang baik, perlu dikembalikan pengaruh dan peranan keluarga dalam pendidikan etik dan moral melalui pembinaan, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama yang optimal kepada putra/putrinya. Peran optimal keluarga ini akan sangat mendukung dan menentukan terhadap keberhasilan misi SISDIKNAS, yaitu menjadikan manusia Indonesia yang bertanggungjawab dalam semua aspek kehidupan, baik di lingkungan keluarga, sekolah/universitas maupun dalam masyarakat luas. Sebagai jenjang pendidikan yang minimal wajib ditempuh oleh setiap warga Negara Indonesia, visi, misi, isi dan harkat pendidikan dasar harus menempati prioritas tertinggi dalam SISDIKNAS. Dalam masyarakat modern, pendidikan dasar adalah suatu industristrategis dasar yang mengembangkan sumber manusia yang diperlukan dalam pembangunan masyarakat yang maju. Kualitas pendidikan dasar akan meletakkan dasar bagi kualitas masyarakat modern. Industri modern dapat diciptakan melalui teknologi, namun masyarakat industri modern memerlukan manusia yang bukan saja dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi, tetapi juga dapat mengendalikan dampak dari teknologi dalam kehidupan manusianya.

16

Oleh sebab itu, pendidikan dasar adalah fondasi dari pengembangan IPTEK dan menjadi dasar dari masyarakat modern itu sendiri. h.Pendidikan Tinggi Salah satu tanda globalisasi adalah adanya mega kompetisi. Dalam masyarakat modern di era global ini, pendidikan tinggi betul-betul dihadapkan pada problem kualitas lulusan. Terjadi persaingan yang sangat ketat pada sebagian aspek kehidupan, terutama pada aspek kesempatan untuk bekerja. Lulusan perguruan tinggi baru bisa diterima sebagai pekerja yang bagus manakala memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai. Oleh karena itu, hendaknya setiap perguruan tinggi harus semakin otonom dalam pengelolaannya. Akan semakin otonom dalam arti mempunyai program pendidikan yang fleksibel sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Otonomi itu dapat berupa program akademik, rekrutmen tenaga dosen dari masyarakat dan dunia industri maupun dari dunia internasional. Kriteria memasuki perguruan tinggi ditentukan sendiri oleh masing-masing perguruan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi akan semakin individualistik dalam arti yang positif dan semakin terbuka terhadap masyarakat. Keterbukaan terhadap masyarakat disebabkan karena hubungan yang erat dengan dunia industri dan masyarakat sendiri, masyarakat menyisihkan dana untuk universitasnya dan sebaliknya universitas menyediakan program-program pendidikan berkelanjutan bagi masyarakatnya, hal ini berlaku terutama bagi universitas- universitas di daerah. Perguruan tinggi bagi masyarakat modern juga adalah pusat pengembangan IPTEK. Perana perguruan tinggi sebagai pusat penelitian dalam masyarakat modern memang sangat relevan karena spesialisasinya itu serta dukungan penuh dari dunia industri serta pusatpusat penelitian yang lain. Universitas akan menjadi pusat dari berbagai kegiatan penelitian sehingga lembaga itu menjadi universe-city.8 i.Tenaga Kependidikan Salah satu tuntutan dunia industri dalam masyarakat global dewasa ini ialah adanya kesinambungan antara dunia pendidikan dengan dunia industri, termasuk juga pendidikan pada Perguruan Tinggi/Universitas.Guru dan dosen dalam masyarakat global seperti sekarang ini harus lebih profesional dalam mengemban misi strategis, oleh karenanya Ia harus menguasai sains dan teknologi serta memiliki integritas moral yang tinggi. Lebih dari itu ia adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama. Karakteristik guru/dosen seperti ini tentu memerlukan program pendidikan yang sesuai. Lembaga pendidikan tinggi yang ada dewasa ini belum dapat memenuhi kriteria itu.Oleh sebab itu, guru ataupun dosen dalam masyarakat global dan masyarakat industri modern, harus mendapatkan pendidikan dasar sebagai seorang sarjana murni, ditambah kemampuan sebagai seorang guru. Konsekuensi logis dari pendidikan professional guru, dia berhak memperoleh penghargaan yang lebih baik, sehingga profesi guru/dosen akan menjadi menarik dan dapat menjaring serta mendidik putra-putra bangsa terbaik sebagai calon pemimpin pemimpin masa depan bangsa.Maka pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan 17

perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja dan evaluasi kinerja tenaga kependidikan dapat dilakukan oleh satuan pendidikan kecuali guru/dosen PNS yang saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya. j.Pembiayaan Pendidikan Pendidikan yang bermutu merupakan suatu investasi yang mahal. Masyarakat industri di era global ini menyadari untuk menanamkan investasi yang besar untuk meningkatkan kemajuan pendidikan. Kesadaran masyarakat untuk menanggung biaya pendidikan pada hakikatnya akan memberikan suatu kekuatan pada masyarakat (empowering the society) untuk bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Hal ini tentunya berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat di Negara berkembang, di mana ada keengganan masyarakat untuk ikut membagi beban pendidikan, yang tampak dalam rendahnya “social rate of return” dan relatif tingginya “private rate of return” investasi dalam bidang pendidikan. Menurut Saiful Sagala (2009:209), biaya pendidikan mencakup biaya langsung (oleh sekolah, peserta didik, dan/atau keluarga peserta didik) dan biaya tak langsung (inkam- inkam yang dilewatkan). Perhatian terbanyak dicurahkan pada biaya-biaya langsung. Salah satu kegiatan pendidikan tinggi yang banyak meminta banyak dana ialah kegiatan penelitian. Dalam masyarakat industri dimungkinkan adanya kegiatan penelitian bersama antara universitas dengan dunia industri serta pusat-pusat penelitian. Dengan demikian, universitas, dunia industri dan pusat-pusat akan saling menguntungkan karena terhindar dari tumpang tindih serta pemanfaatan dana penelitian secara optimal dan efisien Sementara itu, pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan anggaran sedah sepantasnya dilakukan oleh satuan pendidikan secara otonom. Satuan pendidikan juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata bergantung pada pemerintah. D.Kondisi Prasyarat untuk Keberhasilan Pembaharuan Pendidikan Suasana demokratis yang mulai terasa sebagai hasil reformasi politik memberikan peluang untuk meraih keberhasilan pelaksanaan usulan-usulan di atas. Namun, secara lebih khusus pelaksanaan usulan-usulan pembaharuan tersebut perlu didukung oleh kondisi prasyarat yang kondusif, yang masih harus diciptakan. Kondisi prasyarat ini memiliki ciri-ciri berikut (diadaptasi dari Everard dan Morris, 1985: 174-176): 1.Tujuan dan kebijakan dirumuskan secara jelas dan lugas. Semua kegiatan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan dengan melaksanakan kebijakan yang dirumuskan oleh setiap satuan organisasi pendidikan. 2.Struktur ditentukan oleh persyaratan kerja, bukan oleh kewenangan, atau kekuasaan atau kecocokan. Jadi bentuk hendaknya mengikuti fungsi, bukan sebaliknya. Prinsip ini hendaknya diterapkan pada saat dilakukan pengaturan kembali struktur organisasi, misalnya untuk tujuan perampingan dan atau desentralisasi manajemen, dan pada saat membentuk lembaga baru. 18

3.Proses menunjukkan bahwa (i) keputusan dibuat saat dibutuhkan dan di tempat terjadinya masalah; (ii) komunikasi terbuka; (iii) gagasan-gagasan dipertimbangkan berdasarkan manfaat yang hakiki, bukan menurut sumbernya; (iv) konflik dan perselisihan pendapat (bukan konflik pribadi) didorong, bukan ditekan atau dihindari, dan setiap orang berkesempatan mengatasi konflik secara konstruktif, dengan menggunakan metode pemecahan masalah; (v) kolaborasi dihargai jika menguntungkan lembaga; (vi) persaingan diminimalkan, kecuali yang memberikan sumbangan terbaik terhadap keberhasilan lembaga. 4.Proses menunjukkan terjadinya hal-hal berikut. Jati diri, integritas dan kebebasan setiap individu dihormati, dan hal ini dijaga lewat pengaturan pekerjaan. Penghargaan intrinsik mendapatkan perhatian. Pekerjaan setiap orang dihargai –baik itu pekerjaan pejabat, guru dan staf administrasi, bahkan pesuruh atau tukang sapu. Salingketergantungan orang ditekankan. Setiap orang sadar untuk mengevaluasi pekerjaannya. 5.Penyelesaian masalah dilakukan secara lugas. Ada mekanisme umpan balik dari dalam, sebagian melalui „action research‟ secara berkelanjutan. Dengan demikian masalah dapat cepat diselesaikan, tidak dibiarkan berlarut-larut. 6.Organisasi/lembaga pendidikan dipandang sebagai sistem terbuka yang bernaung dalam lingkungan yang kompleks dan terus berinteraksi dengan lingkungan tsb. Tuntutan yang berubah-ubah dari lingkungan diikuti terus dan ditanggapi secara tepat. 7.Perubahan untuk perbaikan PBM dan juga manajemen harus menguntungkan individuindividu yang terlibat baik dari segi pengembangan pribadi maupun profesional. Perubahan akan berhasil dilakukan di sekolah asal tidak menambah masalah bagi guru.

8.Ada budaya kesejawatan atau yang disebut Fullan (1982: 108, lewat Everard dan Morris: 176) sebagai “a common collegiate technical culture” atau “analytic orientation” ke arah pekerjaan orang-orang ybs. Budaya yang demikian dicirikhasi oleh keterbukaan berkomunikasi, keterampilan komunikasi yang tinggi, keinginan merata untuk bekerja sama, administrasi yang mendukung, kesepakatan yang baik mengenai tujuan pendidikan, pengalaman sebelumnya dalam melakukan perubahan. 9.Pimpinan memiliki kualitas imaginasi dan visi, memiliki apresiasi terhadap tujuan pendidikan yang khusus, baik sosial, spiritual maupun intelektual, mampu mengkomunikasikan tujuan keapda stafnya, dan memahami staf dan murid-muridnya, serta siap berbagi kekuasaan dengan orang-orang kunci dalam lembaganya. Pelaksanaan usulan-usulan pembaharuan yang mendasar tersebut di atas yang didahului dengan penciptaan kondisi yang kondusif memerlukan “political will” semua pihak terkait, terutama dari Pemerintah.

19

4.Kebijakan-kebijakan Pendidikan kejuruan

20

Related Documents

Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45
Bab 1
June 2020 31

More Documents from ""