BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan masalah yang penting bagi suatu kelompok atau organisasi kelembagaan. Hal ini dikarenakan pemimpin merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan suatu organisasi atau lembaga tersebut mencapai tujuan. Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Kepemimpinan bisa juga diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang.1 Kepemimpinan dalam pendidikan adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personal di lingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar mereka melalui usaha kerja sama dan mau bekerja dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. 2 Pemimpin dalam dunia pendidikan terutama di perguruan tinggi disebut rektor. Ia memiliki peranan penting karena mampu mempengaruhi, mengkoordinasi, membimbing dan mengarahkan serta mengawasi semua personalia dalam hal yang ada kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien. Sebagai pemimpin, rektor harus mampu mendorong semangat dan kepercayaan diri dosen, staf dan mahasiswa atau mahasiswi dalam melaksanakan tugas masing-masing. Kepemimpinan juga merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain melalui komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung yang ada dalam suatu organisasi atau di dalam kantor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, pemimpin sangat berperan untuk mengarahkan dan memotivasi bawahannya dalam meningkatkan kinerja perusahaan untuk mencapai produktivitas yang tinggi dengan pengembangan sumber daya tenaga kerja yang memadai. Dengan pengembangan dan peningkatan kualitas tenaga kerja, maka eksistensi dan tuntutan keberhasilan perusahaan dapat tercapai. 1.2. Rumusan Masalah 2. Bagaimanakah teori kepemimpinan menurut sejarah? 1
3. Apakah yang dimaksud dengan teori genetis dalam kepemimpinan? 4. Sifat-sifat apa saja yang digunakan dalam kepemimpinan ? 5. Apakah yang dimaksud dengan teori kontingensi dalam kepemimpinan? 6. Apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan situasinal? 1.3. Tujuan 2. Mahasiswa dapat mengetahui kepemimpinan menurut sejarah. 3. Mahasiswa dapat mengetahui teori genetis dalam kepemimpinan. 4. Mahasiswa dapat memahami sifat-sifat apa saja yang digunakan dalam kepemimpinan. 5. Mahasiswa dapat memahami teori kontingensi dalam kepemimpinan. 6. Mahasiswa dapat memahami kepemimpinan situasinal.
BAB II PEMBAHASAN 2.1. SEJARAH ILMU KEPEMIMPINAN
2
Kepemimpinan merupakan hasil dari organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika dari interaksi sosial. Selama bebebarapa dekade, kepemimpinan telah dipelajari secara ekstensif dalam berbagai konteks dan dasar teoritis. Dalam beberapa kasus, kepemimpinan telah digambarkan sebagai sebuah proses, namun sebagian besar teori dan penelitian tentang melihat kepemimpinan pada seseorang untuk mendapatkan pemahaman (Bernard, 1926, Blake, Shepard dan Mouton, 1964; Drath dan Palus, 1994; Fiedler, 1967; dan Rumah dan Mitchell, 1974). Jika dilihat dalam perspektif sejarah kepemimpinan dari sudut pandang seni, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah seni yang usianya setua usia manusia di bumi, yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah manusia. Sejarah teori kepemimpinan dan penelitian. Dalam sebuah tinjauan komprehensif teori kepemimpinan (Stogdill, 1974), beberapa kategori yang berbeda telah diidentifikasi yang menangkap esensi studi kepemimpinan dalam abad kedua puluh. Kecenderungan pertama berurusan dengan atribut pemimpin besar. Kepemimpinan dijelaskan oleh kualitas internal dengan mana seseorang dilahirkan (Bernard, 1926). Pikiran adalah bahwa jika ciri-ciri bahwa pemimpin dibedakan dari pengikut bisa diidentifikasi, pemimpin yang sukses bisa segera dinilai dan dimasukkan ke dalam posisi kepemimpinan. Kepribadian, fisik, dan karakteristik mental diperiksa. Penelitian ini didasarkan pada gagasan bahwa pemimpin dilahirkan, tidak dibuat, dan merupakan kunci keberhasilan itu hanya dalam mengidentifikasi orang-orang yang dilahirkan untuk menjadi pemimpin besar. Meskipun banyak penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi sifat, tidak ada jawaban yang jelas ditemukan berkaitan dengan apa sifat-sifat konsisten dikaitkan dengan kepemimpinan yang besar. Satu cacat dengan garis pemikiran ini dalam mengabaikan faktor situasional dan lingkungan yang berperan dalam tingkat pemimpin efektivitas. Kebenaran tentang kepemimpinan yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah ini ditegaskan oleh Bernard M. Bass yang mengatakan, “The study of leadership is an ancient art. Discussion of the subject will be found in Plato, Caesar, and Plutarch, just to mention a few of classical era. The Chinese classics are filled with hortatory advice to the county’s leaders. The ancient Egyptians attributed three qualities of divinity 3
to their king. They said of him ‘authoritative utterness is in thy mouth, perception is in thy heart, and thy tongue is the shrine of justice.’ The Egyptians demanded of their leader qualities of authority, discrimination, and just behavior. Dari penjelasan Bass di atas dapat dikatakan bahwa berdasarkan fakta, seni kepemimpinan itu telah ada serta diterapkan secara umum, karena kepemimpinan itu adalah seni yang bersifat universal. Sebagai seni, kepemimpinan telah dipraktekkan oleh penguasa-penguasa dunia zaman kuno seperti pada kerajaan Mesopotamia, Persia, Mesir klasik di Timur Tengah; penguasa India,Tiongkok dan Jepang klasik di Timur, dan penguasa Indian Inka di Amerika Latin, penguasa zaman tengah Babylon (Mesopotamia), Persia, Yunani dan Romawi, penguasa zaman masehi, di Eropa termasuk negara-negara baru seperti Perancis dan Jerman, Ingris, dan sebagainya sampai kepada penguasa dari kerajaan-kerajaan tua di Timur Jauh, serta kelompok masyarakat-budaya lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan pula bahwa sebagai seni, kepemimpinan pun telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh dunia yang besar dan terkenal yang berkiprah dalam segala bidang kehidupan, mulai dari Hammurabi, raja Babylon yang sezaman dengan Abraham (Kejadian 14), para Firaun Mesir,, sampai ahli seni perang klasik Sun Tzu dan filsuf Lao Tzu di Tiongkok, serta filsuf klasik Yunani seperti Plato, Aristoteles dan Socrates, Sidharta Gautama, termasuk Kaisar-kaisar Romawi terkenal, seperti raja Perancis Charlemagne, para raja dalam dinasti-dinasti klasik Tiongkok, Inggris, dan Jenghiz Khan, raja Mongol, penulis dan negarawan Italia, Niccolo Di Benardo Macchiavelli, reformator Protestan Mathin Luther, dramator Inggris, William Shakespeare, ahli pedang Jepang Miyamoto Musashi, Patih Gajamada, penguasa kolonial Belanda, pelukis Raden Saleh, dan Soekarno, Presiden RI pertama, serta banyak lagi. Para tokoh besar yang disinggung di atas ini telah membuktikan diri sebagai manusia-manusia luar biasa yang menerapkan seni kepemimpinan dalam karir mereka, namun, karya-karya besar mereka yang gemilang tidak dapat diklasifikasikan secara penuh sebagai karya dasar bagi ilmu kepemimpinan. Pernyataan di atas cukup menarik untuk disimak, dalam upaya menempatkan kepemimpinan sebagai suatu ilmu pada jalur sejarah yang pas. 4
Untuk menempatkan kepemimpinan pada jalur ilmu, maka langkah awal yang perlu dipastikan adalah lingkup dari kepemimpinan. Sebagai suatu ilmu, bidang studi kepemimpinan memiliki tiga lingkup utama, yaitu: Pertama, elemen dasar kepemimpinan yang meliputi pemimpin, orang yang dipimpin dan situasi kepemimpinan. Kedua, doktrin dasar kepemimpinan yang meliputi perlengkapan dasar kepemimpinan (perilaku pemimpin serta sumber-sumber) dan nilai dasar kepemimpinan (nilai yang bersifat teologis dan filosofis). Ketiga, pekerjaan atau tugas dasar kepemimpinan(yang meliputi: esensi, sifat, unsur ekonomi dan lokasi kepemimpinan). Dalam kaitan dengan menempatkan kepemimpinan dalam jalur ilmu yang disoroti dari lingkup bidang studi kepemimpinan seperti yang disinggung di atas, maka tugas kedua ialah mengukur karya tulis para tokoh sejarah tentang kepemimpinan. Mengukur karya tulis para pakar dan pemimpin sepanjang sejarah dari perspektif
ini,
dapat
dikatakan
bahwa
kebanyakan
karya
tulis
mengetengahkan pemahaman tentang kepemimpinan secara terbatas dengan menyinggung trait atau karakteristik-karakteristik serta kecakapan dan nilainilai kepemimpinan saja. Satu-satunya tokoh sejarah yang menuliskan tentang pemimpin sebagai elemen dasar utama dari kepemimpinan melalui karya tulisnya, ialah Thomas Carlyle. Tulisan Carlyle yang berjudul “On Hero and Hero Worship” dapat dianggap sebagai karya terbesar buku ilmiah kepemimpinan yang pertama. Buku ini memberikan tempat yang luas bagi aspek-aspek
dan
unsur-unsur
kepemimpinan
yang
lengkap,
yang
membuktikan bahwa karya Karlyle ini adalah tonggak sejarah bagi perkembangan ilmu kepemimpinan.
2.1.1 PERJALANAN ILMU KEPEMIMPINAN MELINTASI SEJARAH. Dalam sejarah di dunia Barat, diakui bahwa istilah leader atau pemimpin itu telah ada dalam kamus berbahasa Inggris sejak tahun 1300, tetapi penggunaan istilah kepemimpinan itu baru saja ada pada pertengahan abad
5
ke sembilanbelas. Dalam studi Timur klasik pun sudah ditemukan adanya upaya penerapan seni kepemimpinan dalam peran pemimpin serta upaya perkembangan
pemimpin.
Namun
dapat
dilihat
adanya
indikasi
kecenderungan yang sama yaitu belum adanya konsep baku tentang kepemimpinan yang dikembangkan serta diterapkan secara ilmiah. Implikasi di atas ini cukup menarik untuk disimak sebagai dasar untuk mengidentifikasi perkembangan sejarah kepemimpinan sebagai suatu ilmu. Upaya mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan telah dilakukan oleh, Profesor Dr.J.Robert Clinton dari Fuller Theological Seminary, School of
Inter-cultural
Studies.
Dalam
hasil
risetnya,
Profesor
Clinton
mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpiman dengan membuat klasifikasinya
kedalam
beberapa
era
perkembangan.
Klasifikasi
perkembangan ilmu kepemimpinan dimaksud adalah sebagai berikut ini. 1. Great Man Era, yang meliputi tahun 1841-1904. 2. Trait Era, yang meliputi tahun 1904-1948. 3. Behavior Era, yang meliputi tahun 1948-1967. 4. Contingency Era, yang meliputi tahun 1967-1980. 5. Complexity Era, yang meliputi tahun 1980-1986, dst. Mengomentari klasifikasi Clinton ini, dapat dikatakan bahwa alasan utama untuk membuat penggolongan perkembangan ilmu kepemimpinan seperti di atas ini dilakukan dengan menunjuk kepada trend penelitian dan hasilnya yang dapat ditemukan dalam literatur-literatur kepemimpinan yang dihasilkan oleh para pakar pada masing-masing era di atas. Great Man Era menunjuk kepada inti teori yang menegaskan bahwa pemimpin terlahir sebagai pemimpin dengan bawaan lahir serta faktor keluarga dan lingkungan yang mendukungnya. Teori kepemimpinan pada Trait Era menunjuk kepada faktor karakteristik, yang menjelaskan bahwa pemimpin memiliki karakteristik khas, yang merupakan bawaan lahir serta kepribadiannya. Teori kepeimpinan pada Behavior Era menunjuk kepada kesadaran tentang adanya interaksi pengaruh antara pemimpin, bawahan dan situasi. Faktor interaksi ini sangat ditentukan oleh pengaruh serta perilaku pemimpin dalam kepemimpinan. Teori kepemimpinan dalam Contingancy Era mengakui adanya pengaruh yang kontingen antara faktor kelahiran atau keluarga, lingkungan pembesaran, karakteristik serta faktor pengaruh interaktif lainnya yang mempengaruhi pemimpin dan kepemimpinan. Teori 6
kepemimpinan pada Complexity Era mengakui pengaruh dari semua faktor yang disinggung di atas, dengan kesadaran bahwa kepemipinan dapat dipelajari. Complexity Era menyadari dan mengakui adanya perkembangan ilmu
kepemimpinan
yang
terjadi
dengan
begitu
pesat
terbukti
mempengaruhi segala bidang hidup. Perkembangan dan pengaruh ini nampak dalam indikator fenomenal pada masa kini, dimana pemimpin dan kepemimpinan tidak sekedar diedintifikasi dengan sebutan tradisional seperti kepemimpinan atau pemimpin visioner, kharismatik, reformatif, transformatif, futuristik, dan sebagainya, tetapi juga disebut dengan kepemimpinan serta pemimpin pos-mo, informatif, global, dan seterusnya, yang dipengaruhi berbagai faktor yang kompleks. 2.2. TEORI GENETIS Inti dari teori ini tersimpul dalam kalimat “leaders are born and not made“. Penganut teori ini meyakini bahwa seorang pemimpin akan muncul karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin. Pada kondisi apapun seseorang ditempatkan pada suatu waktu ia akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin. Pendekatan yang berpendapat bahwa pemimpin itu tidak dihasilkan, akan tetapi dilahirkan (leader are born). Seseorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena ia dilahirkan dengan bakat-bakat alami yang luar biasa yang diwarisi dari keluarganya. Menurut pandangan pendekatan ini apabila seseorang sudah "ditakdirkan" menjadi seorang pemimpin, terlepas dari perjalanan hidup yang bersangkutan, akan timbul situasi yang menempatkan orang yang bersangkutan tampil menjadi pemimpin dan akan menjadi efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya. Dalam menjalankan
kepemimpinannya
tidak
diperlukan
teori
dan
ilmu
kepemimpinan, tanpa menjalani pelatihan dan pendidikan sebelumnya seorang diangkat menjadi pemimpin karena keturunan bukan dibuat (pendekatan hereditary - turun temurun). Sebagai contoh pemimpinpemimpin dunia yang keberadaan dan kegiatan kepemimpinannya karena factor keturunan seperti: Kaisar Hirohito, Napoleon Bonaparte, Gamal Abdul Naser, Hitler dan sebagainya. Bagi penganut pendekatan ini berpendapat
7
bahwa seseorang yang tidak ditakdirkan menjadi pemimpin, walaupun banyak kesempatan yang dimanfaatkan dalam upaya menumbuhkan efektivitas kepemimpinannya, yang bersangkutan tidak akan pernah menjadi pemimpin yang efektif. 2.3. TEORI SIFAT Salah satu teori kepemimpinan yang pertama adalah teori sifat atau teori ciri
pembawaan
yang
memaparkan
intelegensia,
kepribadian,
serta
kemampuan seseorang. Teori sifat ini yang membedakan ciri-ciri pembawaan (trait) atau sifat antara seorang pemimpin dan seorang yang bukan pemimpin. Selain itu juga Teori sifat ini mencoba memaparkan pemimpin dan kepemimpinan dilihat dari sifat-sifat yang ada atau melekat pada diri seseorang. Dengan kata lain, seseorang yang mempunyai sifat-sifat atau ciriciri sebagaimana yang dimaksudkan dalam pendekatan teori sifat ini, dapat dikatakan pantas dan layak disebut sebagai pemimpin. Akktivitasnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin (melaksanakan kepemimpinan) dengan sendirinya akan lekat dan terkait sekali dengan sifat-sifat yang dimilikinya. Secara umum hasil penelitian yang telah ada memberikan suatu kesimpulan bahwa sifat-sifat seorang pemimpin itu adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai dorongan yang kuat untuk bertanggung jawab atas tugas yang dipercayakan kepadanya. 2. Teguh mempertahankan pekerjaan untuk memenuhi tujuan. 3. Mempunyai dorongan yang kuat untuk menguji beragam inisiatifnya dalam situasi sosial. 4. Percaya diri dan mempunyai perhatian yang penuh terhadap identitas pribadi anggota. 5. Dapat menerima berbagai keputusan dan tindakan yang bahkan tidak menguntungkan dirinya. 6. Dapat membawa dan menyerap semua hasrat dan keinginan anggota. 7.
Dapat bersikap toleran terhadap kegagalan dan frustasi.
8. Mampu mempengaruhi perilaku anggota, mampu beradaptasi dengan struktur sosial, serta sistem interaksi. 8
Winardi menyatakan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut : 1. Intelegensi Tingkat
intelegensi
individu
memberikan
petunjuk
tentang
kemungkinan-kemungkinan baginya untuk berhasil sebagai pemimpin. 2. Inisiatif Kemampuan inisiatif yang perlu dimiliki oleh pemimpin ini adalah : a. kemampuan untuk bertindak sendiri dan mengatur tindakan-tindakan b. kemampuan untuk “melihat” arah tindakan yang tidak “terlihat” oleh pihak lain. 3. Energi atau rangsangan Seseorang yang mempunyai energi banyak, kuat, dan sehat dianggap dapat menjadi pemimpin karena ia akan lebih bersemangat dan berkemampuan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4. Kedewasaan emosional Sifat kedewasaan yang dimiliki oleh seseorang berupa, dapat diandalkan (dependability), persistensi, dan objektivitas merupakan sifat yang layak dimiliki oleh calon pemimpin. Ia bersedia untuk bekerja lama dan menyebarluaskan sikap antusiasme di antara para pengikutnya. Ia juga mengetahui apa yang ingin dicapainya hari ini, tahun depan atau 5 tahun yang akan datang. 5. Persuasif Sifat pandai melakukan persuasif ini diperlukan bagi pemimpin dalam rangka mendapatkan persetujuan dengan anggota yang dipimpinnya. 6. Skill komunikatif Seorang yang mempunyai kepandaian dan kecakapan dalam berbicara dan menulis dengan tegas dan jelas dipandang mampu untuk mengemukakan pendapat, ide, dan gagasan kepada orang lain. 7. Kepercayaan pada diri sendiri Sifat ini dapat dinyatakan sebagai suatu kepercayaan dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang cukup matang dan tidak memiliki sifat
9
anti sosial dipandang mampu menghadapi segala tantangan karena sikap percaya diri yang dimilikinya. 8. Perseptif Sifat ini berhubungan dengan kemampuannya untuk mendalami cirri-ciri dan kelakuan orang lain terutama bawahannya. Hal ini juga mencakup kemampuannya dalam memproyeksikan diri sendiri secara mental dan emosional kedalam posisi orang lain. 9. Kreativitas Sifat ini berupa kemampuan untuk bersifat orisinal, memikirkan dengan cara-cara baru. Menurut teori sifat, bakat seseorang yang pantas dan layak menjadi seorang pemimpin adalah mereka yang mempunyai sifat yang dibawa sejak dari kecil. Dengan kata lain, pemimpin di sini dilahirkan bukan dipelajari atau diajarkan. Pandangan tentang siapa yang dapat menjadi pemimpin menurut pendekatan teori sifat ini adalah mereka yang mempunyai sifat-sifat sebagaimana dijelaskan di atas, antara lain cerdas. kekurangan pada pendekatan teori sifat tentang siapa pemimpin dan kepemimpinan. ini adalah (teori ini) tidak mampu menjelaskan bahwa ada orang-orang yang lebih cerdas dibanding pemimpin, tetapi tidak menjadi pemimpin. Jika demikian adanya, maka kesimpulan yang dapat di ambil dari penjelasan tentang teori sifat/bakat ini adalah : 1. Tidak semua orang yang cerdas, percaya diri, dan mampu berbicara dapat dikatakan/dipastikan sebagai pemimpin. 2. Kepemimpinan yang dimiliki oleh seseorang itu adalah gabungan antara sifat-sifat yang baik atau bakat-bakat yang dibawa sejak dari kecil, yang terintegrasikan dengan pengalamannya dalam memimpin sebuah lembaga atau organisasi (berkesempatan menjadi pemimpin). 2.4. TEORI KONTINGENSI Teori kontingensi dalam kepemimpinan pemerintah adalah salah satu teori yang berdasarkan pada tiga hal yakni hubungan atasan dengan bawahan, orientasi tugas dan wibawa pimpinan (Fiedler, 1967). Teori kontingensi dari Fiedler adalah teori yang membahas gaya kepemimpinan yang bergantung
10
pada situasi organisasi tersebut. Karakteristik situasi kepemimpinan yang paling penting terdapat dalam tiga variabel, yaitu: a. Leader-Member Orientation Yaitu hubungan pribadi antara pemimpin dengan para anggotanya. Jika sebuah organisasi memiliki situasi leader-member orientation yang baik, itu berarti anggota menyukai, mempercayai, dan menghargai pemimpin. Hal ini dianggap efektif dalam kepemimpinan sebuah organisasi. b. Task Structure Yaitu tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk dikerjakan oleh anggota organisasi. Semakin terstrukturnya tugas maka pemimpin akan semakin memiliki pengaruh besar dalam sebuah organisasi. c. Kekuasaan Jabatan Yaitu tingkat hukuman, penghargaan, kenaikan pangkat, disiplin, teguran yang dapat diberikan pemimpin kepada anggotanya. Pemimpin mempunyai kekuasaan besar dalam sebuah organisasi apabila ia mampu memberikan penghargaan dan menjatuhkan hukuman bagi yang melakukan kesalahan. Pemimpin harus memahami apa yang diinginkan bawahannya dalam kondisi tertentu dan menyesuaikan gaya kepemimpinan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Teori ini memandang pimpinan itu fleksibel dalam memilah gaya kepemimpinan tertentu dari empat kemungkinan sebagai berikut: a. Pimpinan direktif b. Pimpinan suportif c. Pimpinan partisipatif d. Pimpinan yang orientasi pada prestasi Pendekatan pimpinan dalam memimpin pegawai dengan memberikan pekerjaan
yang
melaksanakan
menantang
pekerjaan
dengan
tersebut.
mengharapkan
Selama
pegawai
mereka ingin
mampu mencapai
pekerjaannya, seorang pemimpin bebas dalam memimpin organisasinya. Hayes (1977) menyebutkan aspek kontingensi utama dari evaluasi kinerja yaitu struktur internal dan fungsi sub unit. Sifat tugas yang dijalankan, jenis individu, hubungan interpersonal, dan keahlian untuk mengukur fungsi cenderung bervariasi dengan jenis sub unit. Efektivitas kepemimpinan
11
ditentukan oleh kesesuaian antara gaya kepemimpinan dengan keharmonisan situasinya. 2.5. TEORI SITUASIONAL Dasar pengembangan teori situasional ini berasal dari pendapat yang mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seseorang yang efektif harus cukup luwes untuk adaptasi dengan perbedaan di antara bawahan dan situasi. Tiaptiap organisasi memiliki ciri khusus atau unik. Bahkan organisasi sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda, lingkungan yang berbeda, pejabat dengan watak dan perilaku yang berbeda. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Oleh karena itu muncul pendekatan yang disebut ,'Contingency Approach" yang apabila diterjemahkan secara harafiah berarti pendekata kemungkinan. Pendekatan ini disebut juga ,'Situational Approach" alau pendekatan situasional. Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard dalam Thoha (2003:317) adalah didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut ini : 1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. 2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan. 3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkandalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu. Kebutuhan untuk memaharni kepemimpinan yang dipertautkan dengan situasi tertentu, pada hakikatnya yang telah ditakukan dari usaha-usaha penetitian yang terdahulu Eeperti Universitas Ohio dan dan juga tiga dimensi Reddin. Robert l'annenbaum dan Warren H. Schmidt mempelajari faktorfaktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Mereka menyatakan bahwa pemimpin haruslah mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu gaya kepemimpinan. Faktor kekuatan tersebut adalah 1. Faktor pemimpin itu sendiri. Misalnya pengalamannya, latar belakang pendidikannya, pengetahuan tentang nila-nilai yang dianut. 2. Faktor bawahan. Misalnya seberapa jauh bawahan bisa mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi, keinginan mereka untuk ikut mengambil keputusan, mempunyai kebebasan, pengalaman, dan ketrampilan dalam pekerjaan. 3. Faktor situasi
12
Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dimiliki atau dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik (kekayaan alam, iklim, suhu udara, curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan sosial (umlah penduduk, gaya hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotongroyongan dsb). Lingkungan yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi yang berbeda menuntut penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda pula. Hubungan antara gaya kepemimpinan, pimpinan, bawahan dan faktor situasi tersebut 2.5.1. MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Guna meningkatkan kemampuan para pejabat mengenai berbagai factor situasional yang menuntut penonjolan ciri-ciri dan perilaku kepemimpinan tertentu, dikembangkan berbagai model kepemimpinan. Model ini ingin mencoba untuk: 1. Mengidentifikasikan faktor-faktor rnana yang paling penting di bawah kondisi tertentu, dan 2. Memperkirakan gaya kepemimpinan mana yang paling efektif di bawah kondisi itu. Pendekatan situasional menggunakan model untuk mengulang kembali situasi yang diinginkan pimpinan untuk mencapai tujuan yang maksimal. Model-model yang terah dikembangkan oreh beberapa irmuwan antara rain: a. Continuum Model - Schmidt, Tannenbaum, b. Contingency Model _ Fiedler c. Life-Cycte Theory - Hersey, Blancha-]i., d. path Goat Teory _ House, Mitchell,, e. Contingency Modet. - Vroom. yetten.
13
BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Kepemimpinan merupakan hasil dari organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika dari interaksi sosial. Selama bebebarapa dekade, kepemimpinan telah dipelajari secara ekstensif dalam berbagai konteks dan dasar teoritis. Dalam beberapa kasus, kepemimpinan telah digambarkan sebagai sebuah proses, namun sebagian besar teori dan penelitian tentang melihat kepemimpinan pada seseorang untuk mendapatkan pemahaman (Bernard, 1926, Blake, Shepard dan Mouton, 1964; Drath dan Palus, 1994; Fiedler, 1967; dan Rumah dan Mitchell, 1974). Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyaki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam mencapai tujuan dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Dalam suatu kepemimpinan tentu menganut beberapa teori yang mendasarinya, diantaranya sejarah, teori genetis, teori sifat, teori kontingensi dan teori situasional. 3.2. SARAN Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diperlukan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. Fiedler, F.E The Cotigency Model – A Reply to Asbour. Organization / Behaviour and Human Performance, 9,369-376 Hersey dan Blanchard dalam Thoha 2003. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pasaribu, Haryanto Pandapotan. 2015. Analisis gaya kepemimpinan manajer proyek dan hubungan antara cara dan kemampuan dalam menangani konflik. Universitas Atma Jaya Yogyakarta: Yogyakarta Robbins, Stephen P, dan Mary Coulter. 2010. Manajemen ed.kesepuluh jilid 2. Jakarta: Erlangga
Setyawan, Rachmat. 2017.Kepemimpinan, Motivasi, Lingkungan Kerja Dan Kinerja Karyawan. Jakarta Pusat: Politeknik LP31 Sunindhia. YW, dan Ninik Widiyanti, 1988, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, Bina Aksara, Jakarta.
15