BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 .
Beton
1.1.1. Pengertian Beton Beton adalah hasil pencampuran semen portland, air, dan agregat. Kadang-kadang juga ditambah bahan tambahan yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non kimia dengan perbandingan tertentu. Pada proses terbentuknya beton, semen dan air akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Pada proses pengerasan, pasta semen dan agregat halus (pasir) akan membentuk mortar yang akan menutup rongga-rongga antara agregat kasar (kerikil atau batu pecah), sedangkan pori-pori antara agregat halus diisi oleh pasta semen yang merupakan campuran antara semen dengan air sehingga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/padat. 1.1.2. Jenis–Jenis Beton Ada bermacam–macam jenis beton, yaitu : a. Beton Ringan Beton ringan adalah beton yang dibuat dengan beban mati dan kemampuan penghantaran panas yang lebih kecil dengan berat jenis kurang dari 1800 kg/m3.
1
2 b. Beton Massa Beton massa adalah beton yang dituang dalam volume besar, yaitu perbandingan antara volume dan luas permukaannya besar. Biasanya beton massa dimensinya lebih dari 60 cm. c. Ferosemen Ferosemen adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan suatu tulangan berupa anyaman kawat baja sebagai pemberi kekuatan tarik dan daktilitas pada mortar semen. d. Beton Serat (Fibre Concrete) Beton Serat adalah bagian komposit yang terdiri dari dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi mencegah retak– retak sehingga menjadikan beton lebih daktail daripada beton biasa. e. Beton Non Pasir (No-Fines Concrete) Beton Non Pasir adalah bentuk sederhana dari jenis beton ringan yang diperoleh dengan cara menghilangkan bagian halus agregat pada pembuatan beton. Tidak adanya agregat halus dalam campuran menghasilkan suatu sistem berupa keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton serta berkurangnya berat jenis beton. f. Beton Siklop Beton Siklop adalah beton normal/beton biasa yang menggunakan ukuran agregat yang relatif besar. Ukuran agregat kasar dapat mencapai 20 cm, namun proporsi agregat yang lebih besar ini sebaiknya tidak lebih dari 20 % agregat seluruhnya. g. Beton Hampa Beton Hampa adalah beton yang setelah diaduk, dituang, dan dipadatkan sebagaimana beton biasa, air sisa reaksi disedot dengan cara khusus yang disebut cara vacuum. Air yang tertinggal hanya air yang dipakai untuk reaksi dengan semen sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.
3 h. Beton Mortar Beton Mortar adalah adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air. Mortar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : mortar lumpur, mortar kapur, dan mortar semen. 1.1.3.
Sifat–Sifat Beton
1.1.3.1. Beton Segar Hal–hal penting yang berkaitan dengan sifat–sifat beton segar adalah : 1. Kemudahan pengerjaan (workability) Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan. Unsur–unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan pengerjaan beton segar, yaitu : a
Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton
b
Makin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar dikerjakan
c
Penambahan semen kedalam campuran yang diikuti dengan bertambahnya air pada campuran untuk memperoleh nilai fas tetap
d
Gradasi campuran pasir dan kerikil
e
Pemakaian butir maksimum kerikil
f
Pemakaian butir–butir batuan yang bulat
2. Pemisahan kerikil Kecenderungan butir–butir kerikil untuk memisahkan diri dari campuran adukan beton disebut segregation. Kecenderungan pemisahan kerikil dapat diperbesar dengan cara : a
Mengurangi semen pada campuran adukan beton
b
Menambah jumlah air
c
Memperbesar butir kerikil
d
Memperkasar permukaan kerikil
4 Pemisahan kerikil dari adukan beton kurang baik setelah beton mengeras. Untuk mengurangi kecenderungan pemisahan kerikil tersebut, maka diusahakan hal–hal sebagai berikut : a
Memberikan air secukupnya (sesuai dengan kebutuhan)
b
Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu tinggi
c
Cara pengangkutan, penuangan, maupun pemadatan harus mengikuti cara yang betul
3. Pemisahan air Kecenderungan air untuk naik ke atas (memisahkan diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan disebut bleeding. Pemisahan air dapat dikurangi dengan cara–cara berikut : a
Memberi lebih banyak semen
b
Menggunakan air sesedikit mungkin
c
Menggunakan pasir lebih banyak
1.1.3.2. Beton Keras Sifat–sifat mekanis beton keras adalah : a. Sifat jangka pendek atau sesaat Sifat jangka pendek terdiri dari : 1. Kekuatan tekan Kuat tekan beton dipengaruhi oleh :
Perbandingan air semen dan tingkat pemadatannya
Jenis semen dan kualitasnya
Jenis dan lekak–lekuk bidang permukaan agregat
Umur (pada keadaan normal kekuatan bertambah sesuai dengan umurnya)
Suhu (kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu)
Efisiensi dan perawatan
5 2. Kekuatan tarik Kekuatan tarik beton berkisar seperdelapanbelas kuat desak beton pada waktu umurnya masih muda dan berkisar seperduapuluh sesudahnya. Kekuatan tarik biasanya tidak diperhitungkan di dalam perencanaan bangunan beton. Kuat tarik merupakan bagian penting di dalam menahan retak–retak akibat perubahan kadar air dan suhu. 3. Kekuatan geser Di dalam praktek, kekuatan geser beton selalu diikuti oleh kekuatan desak dan tarik oleh lenturan bahkan di dalam pengujian tidak mungkin menghilangkan elemen lentur. b. Sifat jangka panjang Sifat jangka panjang terdiri dari : 1. Rangkak Rangkak adalah penambahan terhadap waktu akibat beton yang bekerja. Faktor–faktor yang mempengaruhi rangkak adalah: b. Kekuatan Rangkak dikurangi bila kenaikan kekuatan semakin besar. b. Perbandingan campuran Bila fas dan volume pasta semen berkurang, maka rangkak berkurang. c. Agregat Rangkak bertambah bila agregat makin halus. d. Perawatan e. Umur Kecepatan rangkak berkurang sejalan dengan umur beton. 2. Susut Susut adalah berkurangnya volume elemen beton karena terjadi kehilangan uap air ketika terjadi penguapan.
6 Faktor–faktor yang mempengaruhi besarnya susut adalah : a. Agregat sebagai penahan susut pasta semen b. Faktor air semen (semakin besar fas semakin besar pula efek susut) c. Ukuran elemen beton (kelajuan dan besarnya susut akan berkurang bila volume elemen betonnya semakin besar) d. Kondisi lingkungan e. Banyaknya penulangan f. Bahan tambahan 1.1.4.
Kelebihan dan Kekurangan Beton
1.1.4.1. Kelebihan Beton Kelebihan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah : 1.
Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan lokal, kecuali Semen Portland.
2.
Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran sehingga biaya perawatannya rendah.
3.
Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi dan mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi lingkungan.
4. Ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan beton tak bertulang atau pasangan batu. 5. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan. 1.1.4.2. Kekurangan Beton Kekurangan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah : 1.
Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak. Oleh karena itu, perlu diberi baja tulangan atau tulangan kasa.
7 2.
Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (constraction joint) perlu diadakan pada beton yang berdimensi besar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.
3.
Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat perubahan suhu.
4. Beton tidak kedap air sehingga air yang membawa kandungan garam dapat masuk dan merusak beton. 5.
Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung secara seksama agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail terutama pada struktur tahan gempa.
1.1.5.
Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton
Faktor–faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah : a. Pengaruh cuaca berupa pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh pergantian panas dan dingin. b. Daya perusak kimiawi, seperti air laut (garam), asam sulfat, alkali, limbah, dan lain-lain. c.
Daya tahan terhadap aus (abrasi) yang disebabkan oleh gesekan orang berjalan kaki, lalu lintas, gerakan ombak, dan lain-lain.
1.1.6.
Zat–Zat yang Mengurangi Kekuatan Beton
Ditinjau dari aksinya, zat–zat yang berpengaruh buruk pada beton dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a.
Zat yang mengganggu proses hidrasi semen.
b.
Zat yang melapisi agregat sehingga mengganggu terbentuknya lekatan yang baik antara agregat dan pasta semen.
c.
Butiran–butiran yang tidak tahan cuaca yang bersifat lemah dan menimbulkan reaksi kimia antara agregat dan pastanya.
8 Zat–zat pengganggu ini dapat berupa kandungan organik, lempung, atau bahanbahan halus lainnya, misalnya silt atau debu pecahan batu, garam, shale, lempung, kayu, arang, pyrites (tanah tambang yang mengandung belerang), dan lain–lain. 1.1.7. Evaluasi Pekerjaan Beton Kekuatan beton yang diproduksi di lapangan cenderung bervariasi dari masing– masing adukan. Besar variasi tergantung berbagai faktor, antara lain : a.
Variasi mutu bahan (agregat) dari satu adukan ke adukan berikutnya.
b. Variasi cara pengadukan. c. Stabilitas pekerja. Pengawasan terhadap mutu beton yang dibuat di lapangan dilakukan dengan cara membuat diagram hasil uji kuat tekan beton dari benda–benda uji yang diambil selama pelaksanaan. Dalam buku “Perencanaan
Campuran dan Pengendalian
Mutu Beton” (1994) tercantum bahwa beton yang dibuat dapat dinyatakan memenuhi syarat (mutunya tercapai) jika kedua persyaratan berikut terpenuhi, yaitu : a. Nilai rata–rata dari semua pasangan hasil uji (yang masing–masing pasangan terdiri dari empat hasil uji kuat tekan) tidak kurang dari (fc’+0,82 Sc) b.
Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata–rata dari dua silinder) kurang dari 0,85fc’.
Jika salah satu dari dua persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi, maka untuk adukan berikutnya harus diambil langkah–langkah untuk meningkatkan kuat tekan rata–rata betonnya. Khusus jika persyaratan kedua yang tidak terpenuhi, maka selain memperbaiki adukan beton berikutnya harus pula diambil langkah–langkah untuk memastikan bahwa daya dukung struktur beton yang sudah dibuat masih tidak membahayakan terhadap beban yang akan ditahan.
9 Langkah–langkah itu antara lain : a.
Analisis ulang struktur berdasarkan kuat tekan beton sesungguhnya (actual).
b.
Uji tidak merusak (non-destructive test), misalnya dengan Schmidt Rebound Hammer (Hamer Test), Pull-Out Test, Ultrasonic Pulse Velocity Test, atau Semi Destructive Test, yaitu uji bor inti, dan sebagainya.
1.2.
Semen
1.2.1.
Pengertian Semen
Semen adalah suatu bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif yang mampu melekatkan fragmen-fragmen mineral menjadi suatu kesatuan massa yang padat. Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen portland atau semen portland pozolan yang berupa semen hidrolik sebagai perekat bahan susun beton. 1.2.2.
Sifat–Sifat Semen
1.2.2.1. Susunan Kimia Semen Semen portland dibuat dari serbuk mineral kristalin yang komposisi utamanya disebut mayor oksida, terdiri dari : kalsium atau batu kapur (CaCO3), aluminium oksida (Al2O3), pasir silikat (SiO2), dan bijih besi (FeO2) serta senyawa-senyawa lain yang jumlahnya hanya beberapa persen dari jumlah semen yaitu minor oksida yang terdiri dari : MgO, SO3, K2O, dan NaO2. Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah : 1. Trikalsium silikat (C2S) atau 3CaO.SiO3 2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO2
10 1.2.2.2. Hidrasi Semen Hidrasi semen adalah reaksi yang terjadi antara silikat dan aluminat pada semen dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Hidrasi semen bersifat eksotermis dengan panas yang dikeluarkan kira–kira 110 kalori/gram. Panas hidrasi didefinisikan sebagai kuantitas panas dalam kalori/gram pada semen yang terhidrasi. Waktu berlangsungnya dihitung sampai proses hidrasi berlangsung sampai sempurna pada temperatur tertentu. Laju hidrasi dan perubahan panas bertambah besar sejalan dengan semakin halusnya semen. 1.2.2.3.
Kekuatan Semen dan FAS
Kekuatan semen yang dipakai sangat tergantung pada jumlah air yang dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Sebaiknya selalu diusahakan jumlah air yang dipakai sesedikit mungkin agar kekuatan beton tidak terlalu rendah. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi kira–kira 25% dari berat semennya. Penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan beton setelah mengeras. 1.2.2.4.
Sifat Fisis Semen
Sifat–sifat fisis semen adalah : a
Kehalusan Butir Semakin halus butiran semen, semakin luas permukaannya sehingga semakin cepat pula proses hidrasinya. Hal ini berarti bahwa butir–butir semen yang halus akan menjadi kuat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih cepat dari pada semen dengan butir–butir yang lebih kasar. Menurut SII 0013-81 paling sedikit 90% berat semen harus lolos ayakan lubang 9 mm.
b
Waktu Ikatan Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mencapai keadaan kaku tahap pertama dan cukup kuat untuk menerima tekanan.
11 c
Panas Hidrasi Panas hidrasi adalah kuantitas panas dalam kalori/gram pada semen yang terhidrasi.
d
Berat Jenis
1.2.2.5. Sifat Kimia Semen Semen mengandung C3S dan C2S sebesar 70–80 %. Unsur-unsur ini merupakan unsur paling dominan dalam memberikan sifat semen. C3S mulai berhidrasi bila semen terkena air secara eksotermis. Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Membutuhkan air 24% dari beratnya. C2S bereaksi dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Unsur ini membuat semen tahan terhadap serangan kimia dan mengurangi penyusutan karena pengeringan. Membutuhkan air 21% dari beratnya. C3A berhidrasi secara eksotermis, bereaksi secara cepat dan memberikan kekuatan sesudah 24 jam. Membutuhkan air 40% dari beratnya. Semen yang mengandung unsur ini lebih dari 10%, kurang tahan terhadap serangan sulfat. C4AF kurang begitu besar pengaruhnya terhadap pengerasan beton. 1.2.3. Jenis–Jenis Semen Berikut jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi Tabel 1.1. Jenis Semen Portland Jenis I II III IV V
Penggunaan Konstruksi biasa dimana persyaratan yang khusus tidak diperlukan. Konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap panas hidrasi yang sedang. Jika kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan diinginkan. Jika panas hidrasi yang rendah yang diinginkan. Jika daya tahan tinggi terhadap sulfat yang diinginkan.
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo
12 1.2.4.
Pembuatan Semen
Semen Portland Pozolan dapat dibuat dengan dua cara. Cara pertama menggiling bersama klinker semen dan pozolan. Sedangkan cara kedua dengan mencampur sampai rata gerusan semen dan pozolan halus. Penggilingan dua material secara bersama-sama pada cara pertama lebih mudah daripada cara kedua. Pada semen portland pozolan menghasilkan panas hidrasi lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat ketahanan terhadap kotoran dalam air lebih baik, sehingga cocok sekali jika dipakai untuk bangunan di tepi laut, bangunan pengairan, dan beton massa. Reaksi antara air dengan semen dibedakan menjadi dua periode, yaitu periode pengikatan dan periode pengerasan. Periode pengikatan adalah peralihan dari kondisi plastis ke kondisi keras. Kondisi pada periode pengikatan, yaitu : 1.
Kondisi pada saat semen mulai menjadi kaku setelah semen itu diaduk dengan air. Kondisi ini disebut pengikatan awal.
2.
Kondisi yang berlangsung antara permulaan semen menjadi kaku sampai saat semen beralih ke kondisi keras dan padat, atau kondisi ini dapat diartikan bahwa pasta semen telah menjadi keras tetapi belum cukup kuat. Kondisi ini disebut waktu pengikatan .
Periode pengerasan adalah penambahan kekuatan setelah pengikatan selesai. Pengerasan mula-mula berlangsung terus secara cepat, kemudian lebih lambat untuk jangka waktu yang lama. Mengingat hal-hal tersebut diatas maka pelaksanaan pengecoran harus dilaksanakan sebelum terjadinya pengikatan awal. Spesifikasi untuk semen mensyaratkan bahwa awal pengikatan dari pasta semen tidak boleh kurang dari satu jam setelah dicampur dengan air.
13
Agregat Halus
1.3.
1.3.1. Pengertian Agregat Halus Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm yang didapat dari hasil disintegrasi (penghancuran) batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadinya. 1.3.2. Syarat Agregat Halus Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 33, syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah sebagai berikut : 1. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan hujan. 2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus harus dicuci terlebih dahulu. 3.
Agregat halus tidak boleh mengandung bahan–bahan organik terlalu banyak. Hal demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH.
4. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1 (PBI 1971), harus memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.
b.
Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.
c.
Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80%-90% berat.
14 Pasir di dalam campuran beton sangat menentukan kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strengh), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus benar-benar dikendalikan. Oleh karena itu, pasir sebagai agregat halus harus benar-benar memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan. 1.3.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Batasan susunan butiran agregat halus dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Ukuran saringan (mm) 10,00 4,80 2,40 1,20 0,60 0,30 0,15
Daerah 1 100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10
Prosentase lolos saringan Daerah 2 Daerah 3 100 100 90-100 90-100 75-100 85-100 55-90 75-100 35-59 60-79 8-30 12-40 0-10 0-10
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo
Keterangan: Daerah I
: pasir kasar
Daerah II
: pasir agak kasar
Daerah III
: pasir agak halus
Daerah IV
: pasir halus
Daerah 4 100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15
15
1.4.
Agregat Kasar
1.4.1. Pengertian Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya licin. Sedangkan batu pecah (kricak) adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) menjadi pecahanpecahan berukuran 5-70 mm. 1.4.2. Syarat-Syarat Agregat Kasar Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.4 syarat-syarat agregat kasar (kerikil) adalah : 1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. 2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat kasar harus dicuci. 3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali. 4. Kekerasan butir-butir agregat kasar yang diperiksa dengan bejana penguji Rudelof dengan beton penguji 20 ton harus memenuhi syarat-syarat : a. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat. b. Tidak terjadi pembubukan sampai 19-30 mm lebih dari 22% berat. Kekerasan ini dapat juga diperiksa dengan mesin pengawas Los Angelos. Dalam hal ini tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
16 5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1 PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat . b. Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat. c. Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan, maksimum 60% dan minimum 10% berat. 1.4.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada table berikut : Tabel 1.3. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Ukuran saringan (mm) 40 20 10 4,8
Prosentase lolos saringan 40 mm
20mm
95-100 30-70 10-35 0-5
100 95 – 100 22-55 0-10
Sumber :Teknologi Beton ; Kardiyono tjokrodimuljo
Susunan untuk butiran (gradasi) yang baik akan dapat menghasilkan kepadatan (density) maksimum dan porositas (voids) minimum. Sifat penting dari suatu agregat baik agregat kasar maupun agregat halus adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan di musim dingin dan agresi kimia serta ketahanan terhadap penyusutan. Dari segi kekuatan, campuran beton yang menggunakan agregat kasar dengan tekstur permukaan bersudut akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan campuran beton yang menggunakan batu pecah dengan tekstur bundar dan licin meskipun digunakan proporsi campuran yang sama.
17 Demikian juga bentuk tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan beton dengan fraksi geseran yang lebih besar.
Air
1.5.
Air yang dimaksud adalah kualitas air yang digunakan untuk pengecoran dan kandungan air pada saat adukan beton (faktor air semen). Dalam proses pembuatan beton, air mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang menyebabkan campuran air semen menjadi keras setelah lewat beberapa waktu tertentu. 2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan pekerjaan. 3. Untuk merawat beton selama pengerasan. Air yang akan dipakai untuk membuat campuran beton dan untuk pemeliharaan beton setelah mengeras harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam,zat organik, dan sebagainya) lebih besar dari 15 gram/liter. 3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih besar dari 0,5 gram/liter. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
1.6.
Bahan Tambahan
Bahan tambahan ialah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton sebelum atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah untuk mengubah satu atau lebih dari sifat–sifat beton. Bahan tambahan biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan karena dapat memperburuk sifat beton.
18 1.6.1. Bahan Kimia Tambahan Bahan kimia tambahan (chemical admixture) adalah bahan kimia baik berupa bubuk maupun cairan yang dicampurkan pada adukan beton selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk mengubah beberapa sifatnya. (SK SNI S-18-1990-03, Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton). Bahan tambahan dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu : a. Bahan kimia tambahan untuk mengurangi jumlah air yang dipakai. b. Bahan tambahan untuk memperlambat proses ikatan beton. c. Bahan kimia tambahan untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton. d. Bahan tambahan berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan memperlambat proses ikatan. e. Bahan kimia tambahan berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton. Ada dua jenis lain yang lebih khusus, yaitu : a. Bahan kimia tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran sampai sebesar 12 % atau bahkan lebih untuk menghasilkan adukan beton dengan kekentalan sama (air dikurangi sampai 12 % lebih namun adukan beton tidak bertambah kental). b. Bahan tambahan dengan fungsi ganda, yaitu mengurangi air sampai 12 % atau lebih dan memperlambat waktu pengikatan awal. 1.6.2. Pozolan Pozolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur– unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif (Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, PUBI-1982). Pozolan tidak mempunyai sifat semen, tetapi dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24-27°C) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air.
19 Bahan–bahan yang termasuk dalam kelompok pozolan adalah : a. Tras alam b. Gilingan terak dapur tinggi c. Abu terbang (fly ash) 1.6.3. Serat Beton yang diberi bahan tambah serat disebut beton serat (fibre reinforced concrete). Serat dapat berupa asbestos, gelas/kaca, plastik, baja, atau serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk). Maksud utama penambahan serat ke dalam beton adalah untuk menambah kuat tarik dan daktilitas beton. Serat baja dapat berupa potongan–potongan kawat atau dibuat khusus dengan permukaan halus/rata atau deform, lurus atau bengkok untuk memperbesar lekatan dengan betonnya. Serat baja akan berkarat di permukaan beton, namun akan sangat awet jika di dalam beton. 1.7. Rancang Campur (Mix Design)
(Cara Departemen Pekerjaan Umum) Pada saat ini dalam bidang pembuatan bangunan banyak digunakan beton mutu tinggi, sehingga dituntut untuk dapat merancang perbandingan campuran lebih tepat sesuai dengan teori perancangan proporsi campuran adukan beton. Perencanaan adukan beton dimaksudkan untuk mendapatkan beton dengan tingkat mutu yang sebaik–baiknya, yaitu : a
Kuat tekannya tinggi
b
Mudah dikerjakan
c
Tahan lama (awet)
d
Murah
e
Tahan aus
20 Langkah-langkah pokok dalam pengerjaan berdasarkan cara Departemen Pekerjaan Umum adalah : 1).
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu. Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan strukturnya dan kondisi setempat. Di Indonesia, yang dimaksudkan dengan kuat tekan beton yang disyaratkan ialah kuat tekan beton dengan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu hanya 5% saja.
2).
Penetapan nilai deviasi standar (s). Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. Semakin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar berdasarkan pada hasil pengalaman praktek pelaksana untuk pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula. Rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar : 2
n
S=
− xi − x ∑ i =1 n −1
dimana : S
= deviasi standar
xi = kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda
uji
(Mpa) n
−
− x = kuat tekan beton rata-rata, menurut rumus : x =
∑x i =1
i
(Mpa)
n
n = jumlah nilai hasil uji yang harus diambil minimum 30 buah (satu hasil uji adalah uji rata-rata dari 2 buah benda uji) Data hasil uji akan digunakan jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa pada masa lalu. Persyaratan jumlah data hasil uji minimum 30 buah. Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali.
21 Tabel 1.4. Faktor Pengali Deviasi Standar Jumlah Data Faktor Pengali
30 1,00
25 1,03
20 1,08
15 1,16
<15 Tidak boleh
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo
Apabila pelaksana tidak mempunyai catatan hasil pengujian beton yang memenuhi persyaratan (jumlah data <15), maka nilai margin diambil sebesar 12 Mpa. 3).
Penghitungan nilai tambah (margin). Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 Mpa maka langsung ke (4). Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar maka digunakan rumus : M=KxS dimana : M = nilai tambah (Mpa) K = 1,64 S = deviasi standar
4).
Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan. Kuat tekan beton rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus : f’cr = f’c + M dengan : f’cr = kuat tekan rata-rata (Mpa) f’c = kuat tekan yang disyaratkan (MPa) M = nilai tambah (Mpa)
5).
Penetapan jenis semen Portland. Menurut PBUI 1982 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu : jenis I, II, III, IV, dan V.
6).
Penetapan jenis agregat Jenis kerikil dan pasir ditetapkan, apakah berupa agregat alami (tak dipecahkan) atau agregat jenis batu pecah (crushed agregate).
22
7).
Penetapan faktor air semen. Cara penetapan faktor air semen adalah : a.
Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan melihat grafik “Hubungan FAS dan Kuat Tekan Rata-Rata Silinder Beton”.
b.
Berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar, dan kuat tekan rata-rata yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai FAS dengan tabel berikut :
Tabel 1.5. Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan FAS 0,5 Jenis Agregat Kasar
Jenis Semen I, II, III IV, V
Batu alami Batu pecah Batu alami Batu pecah
Umur (hari) 3 17 19 21 25
7 23 27 28 33
28 33 37 38 44
91 40 45 44 48
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
8).
Penetapan faktor air semen maksimum. Agar beton yang diperoleh tidak cepat rusak maka perlu ditetapkan nilai FAS maksimum berdasarkan tabel 1.5. Jika nilai FAS maksimum ini lebih rendah daripada nilai FAS langkah (7) maka nilai FAS inilah yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
Tabel 1.6. Faktor Air Semen Beton Bertulang Dalam Air Berhubungan Dengan
Tipe Semen
Air Tawar
Semua Tipe I–IV Tipe I + pozolan (15-40 %)
Air Payau
Air Laut
atau Semen Portland Pozolan Tipe II atau V Tipe II atau V
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
Faktor Air Semen 0,5
0,45
0,45
23 9).
Penetapan nilai slump. Nilai slump ditetapkan dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan, maupun jenis strukturnya.
10). Penetapan besar butir agregat maksimum. Besar butir agregat maksimum tidak boleh melebihi : a). Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan. b). Sepertiga dari tebal plat. c). Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-berkas tulangan . 11). Penetapan kadar air bebas. Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut : a. Agregat alami dan agregat dipecah yang dipergunakan nilai-nilai pada tabel 1.7. Tabel 1.7. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) Slump (mm) Nilai Slump ukuran besar butir Jenis Agregat 0 – 10 10 - 30 30 - 60 agregat maks. (mm) Alami 150 180 205 10 Batu pecah 180 205 230 Alami 135 160 180 20 Batu pecah 170 190 210 Alami 115 140 160 40 Batu pecah 155 175 190
60 - 100 225 250 195 225 175 205
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
b. Agregat campuran (alami dan batu pecah) dihitung menurut rumus berikut : A = 0,67 Ah + 0,33Ak dimana :
A = jumlah air yang dibutuhkan
Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halus Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasar 12). Berat semen yang diperlukan. Berat semen permeter kubik beton dihitung dengan membagi jumlah air (langkah 11) dengan FAS yang diperoleh pada langkah (7) dan (8).
24 13). Kebutuhan semen minimum. Kebutuhan semen minimum ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus, misal lingkungan korosif, air payau, dan air laut. Tabel 1.8. Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Jenis Pembetonan Semen minimum (kg/m3) Beton didalam ruang bangunan a. Keadaan keliling non-korosif 275 b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh 325 kondensasi atau uap korosif Beton diluar ruang bangunan a. Tidak terlindung dari hujan dan terik 325 matahari b. Terlindung dari hujan dan terik matahari 275 Beton yang masuk kedalam tanah a. Mengalami basah dan kering berganti-ganti 325 b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tabel 1.9 tanah Beton yang berhubungan dengan air tabel 1.10 tawar/payau/laut Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
25 Tabel 1.9. Kandungan Semen Minimum untuk Beton yang Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung Sulfat Kandungan Konsentrasi sulfat (SO3) semen min (kg/m3) SO3 Ukuran maks Dalam Tanah Jenis Semen dalam agregat SO3 dalam Air Total 40 20 10 camp. air tanah SO3(%) mm mm mm tanah 2:1 (gr/L) (gr/L) Tipe I dengan/tanpa pozolan <0.2 <1.0 <0.3 280 300 350 (15-40%) 0.2-0.5 1.0-1.9 0.3-1.2 Tipe I tanpa pozolan 290 330 380 Tipe I + pozolan (1540%)/semen portland 270 310 360 pozolan Tipe II atau V 250 290 340 Tipe I + pozolan (150.5-1.0 1.9-3.1 1.2-2.5 40%)/semen portland 340 380 430 pozolan Tipe II atau V 290 330 380 1.0-2.0 3.1-5.6 2.5-5.0 Tipe II atau V 330 370 420 Tipe II atau V dan lapisan >2.0 >5.6 >5.0 330 370 420 pelindung Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
Tabel 1.10. Kandungan Semen Minimum untuk Beton Bertulang dalam Air Berhubungan dengan Air tawar Air payau Air laut
Tipe Semen Semua Tipe I - V Tipe I + pozolan (15-40%)/semen portland pozolan Tipe II atau V Tipe II atau V
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
14). Penyesuaian kebutuhan semen.
Kandungan semen min. Ukuran max agregat (mm) 40 20 280 300 340
380
290 330
330 370
26 Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah (12) ternyata lebih sedikit dari kebutuhan semen minimum (langkah 13) maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar. 15). Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen. Jika jumlah semen terjadi perubahan akibat langkah (14) maka nilai FAS berubah. Dalam hal ini, dapat dilakukan dua cara berikut : a. FAS dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum. Hal ini akan menurunkan FAS. b. Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen. Hal ini akan menaikkan jumlah air. 16). Penentuan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan gradasi hasil analisis ayakan agregat halus yang dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam tabel 1.9. Dengan tabel 1.9, agregat halus dapat dimasukan menjadi salah satu dari 4 daerah, yaitu 1, 2, 3 atau 4. Tabel 1.11. Batas Gradasi Pasir Lubang ayakan (mm) 10 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15
Persen butir yang lewat ayakan 1 2 3 4 100 100 100 100 90-100 90-100 90-100 95-100 60-95 75-100 85-100 95-100 30-70 55-90 75-100 90-100 15-34 35-59 60-79 80-100 5-20 8-30 12-40 15-50 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo
17). Perbandingan agregat halus dan agregat kasar. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat agregat campuran. Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, fas, dan daerah gradasi agregat halus.
18). Berat jenis agregat campuran.
27 Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus: Bj campuran = P/100 x bj agregat halus + K/100 x bj agregat kasar dengan : Bj campuran = berat jenis agregat campuran P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran Berat jenis agregat halus dan kasar diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium, namun jika tidak ada dapat
diambil sebesar 2,6 untuk
agregat tak dipecah/alami dan 2,7 untuk agregat pecahan. 19). Penentuan berat jenis beton. Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah (18) dan kebutuhan air tiap meter kubik beton pada langkah (11) maka dengan grafik “ Hubungan
Kandungan Air, Berat Jenis Agregat Campuran, dan Berat
Beton“ dapat diperkirakan berat jenis betonnya. 20). Kebutuhan agregat campuran. Kebutuhan ini dihitung dengan cara berat beton /m 3 dikurangi kebutuhan air semen. 21). Kebutuhan agregat halus yang diperlukan. Kebutuhan agregat halus yang diperlukan berdasarkan hasil langkah (17) dan langkah (20). Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya. 22). Kebutuhan agregat kasar yang diperlukan. Kebutuhan agregat kasar yang diperlukan berdasar hasil langkah (20) dan langkah (21). Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus. Pada perhitungan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering permukaan. Dalam kenyataan di lapangan yang pada umumnya keadaan agregatnya tidak jenuh permukaan, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Koreksi harus selalu dilakukan minimal satu kali per hari. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
28 1. Air
= A – [(Ah – A1) / 100 ] x B – [( Ak – A2 ) / 100 ] x C
2. Agregat Halus
= B + [(Ah – A1) / 100 ] x B
3. Agregat Kasar
= C + [(Ah – A2) / 100 ] x C
dengan :
A = jumlah kebutuhan air (liter /m3) B = jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3) C = jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3) Ah = kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%) Ak = kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%) A1 = kadar air pada agregat halus jenuh kering permukaan (%) A2 = kadar air pada agregat kasar jenuh kering permukaan (%)
Cara Standar Departemen Pekerjaan Umum ini mempunyai kekurangan antara lain : 1. Jenis agregat hanya ditetapkan sebagai batu pecah dan alami saja. Pada kenyataan di lapangan hal ini sangat sulit karena walaupun agregat alami tetapi bentuk dan permukaannya tidak bulat atau halus. Kekasaran permukaan butiran merupakan hal yang sulit diukur. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah air yang diperlukan pada langkah (1). 2. Sulit mendapatkan hasil yang tepat dari diagram proporsi agregat halus terhadap agregat total yang dipakai pada langkah (16). 3. Diagram hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan rata–rata silinder beton tidak sama untuk berbagai jenis agregat.
1.8 Kayu
29
1.8.1 Kuat desak kayu Kayu sebagai salah satu bahan konstruksi merupakan hasil dari pengolahan tumbuhan. Oleh karena itu manusia berusaha mengetahui lebih banyak mengenai ciri dan sifat kayu. Berikut ini adalah sifat-sifat kayu : 1. Sifat fisik Berat kayu tergantung dari berat lengasnya. Kerapa tan Kayu =
BeratKeringKayu VolumeKayu
2. Sifat higroskopis Kayu akan mengembang jika kadar lengasnya bertambah, sebaliknya akan mengerut jika kadar lengasnya berkurang. Rumus pendekatan X =
1.15 × g − gku × 100% Gku
Ket : X
= kadar lengas kayu (%)
g
= berat mula-mula
Gku = berat kering udara 1. Sifat mekanis a. Tegangan kayu dipengaruhi oleh serat, baik sejajar, tegak lurus maupun menyinggung arah serat. b. Menurut lembaga penyelidikan hutan Indonesia 1965, mutu kayu dibedakan menjadi 2, yaitu mutu A dan mutu B. c. Sedangkan tegangan dari mutu kayu B sama dengan 0,75 kali tegangan mutu kayu A.
30
Tabel 10.1. Kekuatan Kayu dari Berbagai Kelas Kelas kuat I II III IV V
Berat jenis kering udara > 0,9 0,6 – 0,9 0,4 – 0,6 0,3 – 0,4 < 0,3
Kekuatan tarik (kg/cm²) > 1100 725 – 650 500 – 725 360 – 500 < 360
Kekuatan tekan mutlak (kg/cm²) > 650 425 – 650 300 – 425 215 – 300 < 215
1.8.2 Kuat Tarik Kayu
Kayu sebagai bahan bangunan harus dikenali ciri-ciri dan sifatnya. Dari 300-400 jenis pohon di Indonesia lebih kurang 150 jenis telah diselidiki dan dianggap penting dalam pembuatan konstruksi. Mereka yang akan menggunakan kayu harus mengetahui sifat-sifat kayu seperti: 1. Sifat fisis Sifat kayu yang tergantung pada kadar lengasnya dan kemampuan kerapatankerapatan sama dengan berat kering dapur per volume kayu. 2. Sifat Higroskopis Kayu akan mengembang jika kasdar lengasnya meningkat,demikian juga sebaliknya. Rumus pendekatan : X = Dimana : X G
1.56Gx − Gku × 100% Gku
= kadar lengas kayu = berat mula-mula
Gku = berat kering udara 3.
Sifat Mekanis Tegangan kayu dipengaruhi oleh serat (arah serat sejajar,tegak lurus maupun arah penyimpangan serat).
31 Tabel 9.1. Tabel Mutu Kayu Kelas Kuat
Berat jenis Kering Udara
I > 0.9 II 0.6 – 0.9 III 0.4 – 0.6 IV 0.3 – 0.4 V < 0.3 Sumber : Tabel mutu kayu (PBI).
Kekuatan tarik (kg/cm²)
Kekuatan tekan mutlak (kg/cm²)
> 1100 725 – 1100 500 – 725 360 – 500 < 360
> 650 425 – 650 300 – 425 215 – 300 < 215
1.9 Baja Salah satu sifat penting yang harus diketahui dari baja adalah kuat tarik baja. Bila suatu sample uji batang baja dengan panjang awal Lo diberi beban P maka akan terlihat bahwa panjangnya akan bertambah sebesar ΔL menjadi L1.
Lo
L1 L
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah timbulnya tegangan dan regangan yang disebabkan oleh adanya beban P, yaitu : Tegangan (σ) =
P A
Regangan (Ε) =
∆L L0
Dimana : σ
= tegangan (kg/cm²)
ΔL = pertambahan panjang (cm)
Lo = panjang awal (cm)
Ε = regangan (cm )
P
A = luas penampang (cm²)
= beban (kg)
Dalam pengujian ternyata berlaku hukum hooke dimana tegangan berbanding lurus dengan regangan. Pada suatu saat tegangan akan tidak sebanding dengan regangan. Khusus pada baja akan terjadi gejala naik turun pada grafik hubungan antara tegangan dan regangan. Keadaan ini disebut gejala luluh.
32
Hubungan antar tegangan dan regangan dapat digambar dengan grafik stress strain diagram sebagai berikut :
σmaks σluluh
σpatah εluluh εmaks
εpatah
Sifat elastisitas baja dapat dilihat dari grafik yaitu diatas titik σP. Sifat elastis baja masih ada dimana sifat sebanding hilang sebagian, sehingga menghasilkan garis lurus setelah beban P dihilangkan, batang akan kembali pada semula. Batas dimana kedua sifat masih berlaku disebut “batas elastis”. Yang biasanya berimpit dengan “Batas Proporsional”. ∆σ ∆E
=
tg α → pada batas equivalen tg α = 0, sehingga
∆σ ∆E
=
0, E =
σ ∑
Bila tegangan bertambah terus maka akan sampai pada tegangan luluh (σl) dimana hanya akan terjadi pertambahan panjang bila beban masih terus ditambah maka akan mencapai tegangan maksimum di titk B. Kemudian tegangan akan turun hingga baja akan patah.
Besi tulangan di Indonesia terbagi dalam mutu yang tercantum dalam PBI sebagai berikut :
33
Tabel 12.1. Mutu Kuat Tarik Baja Mutu
Sebutan
U 22 Baja lunak U 24 Baja lunak U 32 Baja sedang U 39 Baja keras U 48 Baja keras Sumber: Dalam PBI 1989
Tegangan luluh 2200 2400 3200 3900 4800
kgf/cm²